BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uang 2.1.1 Defenisi Uang - Analisis Netralitas Uang Terhadap Inflasi dan Output Riil Jangka Panjang di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uang

2.1.1 Defenisi Uang

  Uang diciptakan dalam perekonomian dengan tujuan untuk melancarkan kegiatan tukar menukar dan perdagangan. Maka uang selalu didefenisikan sebagai benda-benda yang disetujui oleh masyarakat sebagai alat perantaraan untuk mengadakan tukar menukar/perdagangan. Terdapat kata sepakat diantara anggota - anggota masyarakat untuk menggunakan satu atau beberapa benda sebagai alat perantaraan dalam kegiatan tukar menukar. (Sukirno, 2004).

  Pengertian uang yang dikutip dari pendapat beberapa ahli:  Menurut Albert Gairot Hart dalam bukunya yang berjudul Money Debt and

  Economic Activity

  , ia mengatakan bahwa uang merupakan suatu kekayaan yang dimiliki untuk dapat melunasi utang dalam jumlah tertentu dan pada waktu tertentu pula.  Menurut A.C. Pigou dalam bukunya yang berjudul The Veil of Money, ia mengatakan bahwa uang adalah segala sesuatu yang umum dipergunakan sebagai alat tukar.

   Menurut Rollin G. Thomas dalam bukunya yang berjudul Our Modern Bankin

  and Monetary System mendefinisikan bahwa uang adalah segala sesuatu yang

  tersedia dan umumnya diterima secara umum sebagai alat pembayaran untuk pembelian barang dan jasa, serta untuk pelunasan utang.

   Menurut Hukum, uang adalah benda yang merupakan alat pembayaran yang sah. Secara fungsional uang adalah suatu benda yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran. Bila dilihat dari nilainya, uang adalah satuan hitung untuk menyatakan nilai.

2.1.2 Fungsi Uang

  Fungsi uang menurut Boediono (1985:10) dibagi menjadi 4 bagian: 1. Sebagai alat tukar (means of exchange), peranan uang sebagai alat tukar mensyaratkan bahwa uang tersebut harus diterima oleh masyarakat sebagai alat pembayaran. Artinya, si penjual barang mau menerima uang sebagai pembayaran untuk barangnya karena ia percaya bahwa uang tersebut juga diterima oleh orang lain sebagai alat pembayaran apabila ia nanti memerlukan untuk membeli suatu barang.

  2. Sebagai alat penyimpan nilai/daya beli (store of value), pemegangan uang merupakan salah satu cara untuk menyimpan kekayaan. Kekayaan bisa dipegang dalam bentuk-bentuk lain, seperti tanah, kerbau, berlian, emas, saham, mobil dan sebagainya. Uang memang merupakan salah satu pilihan untuk menyimpan kekayaan. Syarat utama untuk ini adalah bahwa uang harus bisa menyimpan daya beli atau nilai.

  3. Sebagai satuan hitung (unit of account), uang juga mempermudah tukar- menukar. Dua barang yang secara fisik sangat berbeda, seperti misalnya kereta api dan apel, bisa menjadi seragam dan mudah dipertukarkan apaila nilai masing-masing dinyatakan dalam uang.

4. Sebagai ukuran untuk pembayaran masa depan (standard for deffered

  payments) , uang terkait dengan transaksi pinjam-meminjam atau transaksi

  kredit, artinya barang sekarang dibayar nanti atau uang sekarang dibayar dengan pembayaran masa depan tersebut.

2.2 Defenisi Jumlah Uang Beredar

  Dalam perekonomian tidak terlepas membahas mengenai uang, dimana uang dibedakan antara mata uang dalam peredaran dan uang beredar. Mata uang dalam peredaran adalah seluruh jumlah mata uang yang telah dikeluarkan dan diedarkan oleh bank sentral yang terduri dari mata uang logam dan uang kertas. Sedangkan uang beredar adalah semua jenis uang yang berada didalam perekonomian, yaitu jumlah dari mata uang dalam peredaran ditambah dengan uang giral dalam bank-bank umum (Sukirno, 2004:281). Sehingga uang beredar (money supply) dibedakan menjadi tiga pengertian, yaitu dalam arti sempit, dalam arti luas, dan dalam arti lebih luas.

2.2.1 Uang Beredar dalam Arti Sempit (M1)

  Pengertian M1 bahwa uang beredar adalah daya beli yang langsung bisa digunakan untuk pembayaran bisa diperluas dan mencakup alat-alat pembayaran yang mendekati uang, misalnya deposito berjangka (time deposits) dan simpanan tabungan

  (saving deposits) pada bank-bank. M1 dapat diartikan juga sebagai uang kartal ditambah dengan uang giral (Boediono, 1985:4-5).

  1 = +

  Dimana: C = currency (uang kartal) DD = demand deposits (uang giral)

  Seperti halnya dengan defenisi uang beredar dalam arti yang paling sempit (C) maka uang giral (DD) disini hanya mencakup saldo rekening koran/giro milik masyarakat umum yang disimpan di bank. Sedangkan saldo rekening koran milik bank miik pemerintah pada bank atau bank sentral tidak dimasukkan dalam definisi DD.

  2.2.2 Uang Beredar dalam Arti Luas (M2)

  Pengertian M2 diartikan sebagai M1 plus deposito berjangka dan saldo tabungan milik masyarakat pada bank-bank. Perembangan M2 juga bisa mempengaruhi perkembangan harga, produksi dan keadaan ekonomi pada umumnya (Boediono, 1985:5-6).

  2 = 1 + +

  Dimana: TD = time deposits (deposito berjangka) SD = saving deposits (saldo tabungan)

  Orang menempatkan uangnya dalam TD atau SD karena simpanan ini memberikan bunga. M2 juga disebut uang beredar dalam arti luas atau broad money. Di Indonesia, M2 biasanya mencakup deposito berjangka dan saldo tabungan rupiah pada bank-bank, tetapi tidak mencakup dalam mata uang asing (dollar).

  2.2.3 Uang Beredar dalam Arti Lebih Luas (M3)

  Defenisi uang beredar yang lebih luas lagi adalah M3, yang mencakup semua TD dan SD, besar kecil, rupiah atau dollar milik penduduk pada bank atau lembaga keuangan non-bank. Seluruh TD dan SD ini disebut uang kuasi atau quasi money (Boediono, 1985:6).

  3 = 1 +

  Dimana: QM = quasy money

  Di negara yang menganut sistem devisa bebas seperti di Indonesia, memang sedikit sekali perbedaan antara TD dan SD dalam rupiah dan TD dan SD dalam dollar.

  Setiap kali kita butuh rupiah dollar kita bisa langsung menjualnya ke bank, atau sebaliknya. Dalam hal ini perbedaan antara M2 dan M3 menjadi tidak jelas. TD dan SD dollar milik bukan penduduk tidak termasuk dalam defenisi uang kuasi.

2.3 Teori-teori Uang

  2.3.1 Teori Kuantitas Uang

  Teori kuantitas uang (quantity theory of money), pertama sekali dikemukakan oleh seorang filsuf dan ekonom David Hume (1711-1776) yang memandang kuantitas uang merupakan sebagai alat utama menjelaskan bahwa uang dapat mempengaruhi ekonomi jangka panjang (Mankiw, 2006:82).

  Teori kuantitas uang sebenarnya merupakan teori mengenai permintaan dan sekaligus penawaran akan uang, beserta interaksi antara keduanya. Fokus dari teori ini adalah hubungan antara penawaran uang (jumlah uang beredar) dengan nilai uang (tingkat harga). Hubungan kedua variabel tersebut dijabarkan lewat konsep permintaan akan uang. Perubahan jumlah uang beredar atau penawaran uang berinteraksi dengan permintaan akan uang dan selanjutnya menentukan nilai uang (Boediono, 1985).

  2.3.2 Teori Irving Fisher

  MV T = PT

  Di dalam setiap transaksi selalu ada pembeli dan penjual. Jumlah uang yang dibayarkan oleh pembeli harus sama dengan jumlah uang yang diterima oleh penjual.

  Hal ini berlaku pula untuk seluruh perekonomian: di dalam suatu periode tertentu nilai yang dijual. Nilai dari barang-barang yang dijual (MV T ) sama dengan volume transaksi (T) dikalikan harga rata-rata dari barang tersebut (P).

  Implikasi dari teori moneter dari Fisher adalah sebagai berikut: 1. Permintaan akan uang di dalam suatu masyarakat merupakan suatu proporsi tertentu dari volume transaksi, dan volume transaksi merupakan suatu proporsi konstan pula dari tingkat output masyarakat (pendapatan nasional). Jadi permintaan akan uang pada analisa akhir ditentukan oleh tingkat pendapata nasional saja, dan tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti tingkat bunga.

  2. Dari segi kebijaksanaan ekonomi makro, teori ekonomi moneter ini mempunyai implikasi yang penting, yaitu bahwa tingkat pendapatan nasional equiibrium atau tingkat harga umum bila tingkat full employment sudah tercapai, tidak bisa dipengaruhi oleh kebijaksanaan fiskal.

2.3.3 Teori Cambridge (Marshall – Pigou)

  Teori Cambridge, seperti halnya dengan teori Fisher dan teori-eori klasik lainnya, berpokok pangkal pada fungsi uang sebagai alat tukar umum (means of

  exchange) . Perbedaan utama antara teori Cambridge dan teori Fisher, terletak pada

  tekanan dalam teori permintaan akan uang Cambridge pada perilaku individu dalam mengalokasikan kekayaannya antara berbagai kemungkinan bentuk kekayaan, yang salah satunya bisa berbentuk uang.perilaku ini dipengaruhi oleh pertimbangan untung- rugi dari pemegangan kekayaan dalam bentuk uang. Teori cambridge mengatakan bahwa kegunaan dari pemegangan kekayaan dalam bentuk uang adalah karena uang (Boediono, 1985).

  Jadi berbeda dengan teori Fisher yang menekankan bahwa pemintaan akan uang semata-mata merupakan proporsi konstan dari volume transaksi yang dipengaruhi oleh faktor-faktor kelembagaan yang konstan, teori Cambridge lebih menekankan faktor- faktor perilaku (pertimbangan untung-rugi) yang menghubungkan antara permintaan akan uang seseorang dengan volume transaksi yang direncanakannya. Dalam jangka pendek, teoritisi Cambridge menganggap bahwa jumlah kekayaan, volume transaksi dan pendapatan nasional mempunyai hubungan yang proporsional-konstan satu sama lain. Teori Cambridge menganggap bahwa, ceteris paribus permintaan akan uang adalah proporsional dengan tingkat pendapatan nasional.

  M d = k P Y̅

  Supply akan uang (Ms) dianggap ditentukan oleh Pemerintah. Dalam posisi

  keseimbangan maka : M s = M d

  Sehingga : M s = k P Y̅

  Dimana: M = Permintaan akan uang d

  M = Penawaran akan uang s k = konstanta P = Tingkat harga umum = Pendapatan nasional riil Y̅

2.3.4 Teori Permintaan Uang Keynes

  Teori uang dari keynes adalah bagian dari teori ekonomi makronya yang dituangkan dalam bukunya General Theory. Meskipun dikatakan bahwa teori uang Keynes adalah teori yang bersumber pada teori Cambridge, tetapi Keynes mengemukakan sesuatu yang betul-betul berbeda dengan teori moneter klasik.

  Perberdaan ini terletak pada penekanan oleh Keynes pada fungsi uang yang lain, yaitu

  store of value dan bukan hanya sebagai means of exchange. Teori ini kemudian terkenal dengan nama teori Liquidity Preference.

  Dalam teori Keynes mengatakan bahwa fungsi uang bagi masyarakat yaitu:

  a. Motif Transaksi Keynes tetap menerima pendapat golongan Cambridge, bahwa orang memegang uang guna memenuhi dan melancarkan transaksi-transaksi yang dilakukan, dan permintaan uang dari masyarakat untuk tujuan ini dipengaruhi oleh tingkat pendapatan nasional dan tingkat bunga.

  b. Motif berjaga-jaga Keynes juga membedakan permintaan akan uang untuk tujuan melakukan pembayaran-pembayaran yang tidak reguler atau yang diluar rencana transaksi normal, misalnya untuk pembayaran keadaan-keadaan darurat seperti kecelakaan, sakit, dan pembayaran yang tak terduga lain.

  c. Motif Spekulasi

  Motif memegang uang untuk spekulasi bertujuan untuk memperoleh keuntungan yang bisa didapat dari seandainya si pemegang uang tersebut meramal apa yang akan terjadi dengan betul. Uang tunai dianggap tidak memberikan penghasilan, sedangkan periode selama waktu yang tak terbatas (perpetuity).

  Bentuk sederhana dari fungsi permintaan (total) akan uang dari teori Keynes adalah:

  d

  M = [k Y+∅ (R,W)]

  P Dan dalam posisi equilibrium, supply uang (Ms), yang dianggap juga oleh Keynes sebagai variabel yang ditentukan oleh Pemerintah, semua dengan Md. Sehingga :

  M s = [ k Y+ ∅ (R) ] P

  Dimana: M d

  = Permintaan total akan uang dalam arti riil P

  M = penawaran akan uang s k Y = Permintaan akan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga R = Tingkat bunga W = Nilai riil dari asset P = Tingkat harga umum

2.4 Netralitas Uang

  Dalam sebuah essay David Hume (1752) berjudul of Money and of Interest, menyimpulkan tentang pengaruh perubahan dalam jumlah uang yang kelihatannya tergantung pada jalan di mana perubahan itu dipengaruhi. Terdapat dua penyataan Hume yang membentuk suatu doktrin bahwa perubahan dalam jumlah unit dari uang beredar akan memiliki pengaruh pada perubahan proporsonal terhadap seluruh harga yang dinyatakan dalam satuan uang dan tidak memiliki pengaruh pada variabel riil seperti beberapa masyarakat yang bekerja dan beberapa barang yang diproduksi atau dikonsumsi. Prediksi dari teori kuantitas bahwa dalam jangka panjang pertumbuhan jumlah uang beredar bersifat netral terhadap tingkat pertumbuhan produksi dan ekonomi riil tidak berubah dengan adanya perubahan penawaran uang (Arintoko, 2011).

  Menurut teori ekonomi klasik, uang bersifat netral apabila jumlah uang beredar tidak mempengaruhi variabel-variabel riil. Karena itu, teori klasik memperbolehkan kita mempelajari bagaimana variabel-variabel riil tanpa referensi apa pun tentang jumlah uang beredar. Ekulibrium dalam pasar uang kemudian menentukan tingkat harga dan, akibatnya, seluruh variabel nominal lain. Pemisahan teoritis dari variabel-variabel riil dan nominal ini disebut dikotomi klasik. Inilah ciri khas dari teori makroek onomi klasik. Dikotomi klasik muncul karena, dalam teori ekonomi klasik, perubahan jumlah uang beredar tidak mempengaruhi variabel-variabel riil. Ketidakrelevanan uang untuk variabel-variabel ini disebut netralitas moneter (monetary neutrality). Untuk banyak tujuan dan biasanya untuk mempelajari isu-isu jangka panjang, netralitas moneter adalah mendekati benar (Mankiw, 2006:105-106).

  2.5 Pendapatan Nasional Dalam analisis makroekonomi selalu digunakan istilah “pendapatan nasional” atau

  “national income” dan biasanya istilah itu dimaksudkan untuk menyatakan nilai

  barang dan jasa yang dihasilkan dalam suatu negara. Dengan demikian dalam konsep tersebut istilah pendapatan nasional adalah mewakili arti Produk Domestik Bruto atau Produk Nasional Bruto. Pengertian lain dari pendapatan nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa dalam suatu tahun tertentu. Dalam sistem perhitungan pendapatan nasional, jumlah pendapatan itu dinamakan Produk Nasional Neto pada

  Tiga jenis Pendapatan Nasional menurut Sukirno (1994) : 1. Pendapatan Nasional Harga Berlaku dan Harga Tetap.

  Pendapatan nasional pada harga berlaku adalah nilai barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan suatu negara dalam satu tahun dan dinilai menurut harga-harga yang berlaku pada tahun tersebut. Cara ini adalah cara yang selalu dilakukan dalam menghitung pendapatan nasional dari suatu periode ke periode lainnya.

  Pertumbuhan suatu perekonomian diukur dari pertambahan yang sebenarnya dalam barang dan jasa yang diproduksikan. Untuk dapat menghitung kenaikan itu dari tahun ke tahun, barang dan jasa yang dihasilkan haruslah dihitung pada harga yang tetap, yaitu harga yang berlaku pada suatu tahun tertentu yang seterusnya digunakan untuk menilai barang dan jasa yang dihasilkan pada tahun- tahun yang lain.

2. Pendapatan Nasional Harga Pasar dan Harga Faktor.

  Barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan dalam perekonomian dapat dinilai dengan dua cara, dengan menggunakan harga pasar dan dengan menggunakan harga faktor. Sesuatu barang dikatakan dinilai menurut harga pasar apabila penghitungan nilai barang itu menggunakan harga yang digunakan pembeli.

  Apabila pendapatan nasional ingin dihitung menurut harga faktor, sumbangan barang kepada pendapatan nasional tergantung kepada jumlah pendapatan faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan barang-barang tersebut. Hubungan diantara harga pasar dan harga faktor dapat dinyatakan

  Harga pasar = Harga faktor + Pajak tak langsung − Subsidi 3. Pendapatan Nasional Bruto dan Neto. Dalam setiap harga pasar suatu barang termasuk nilai penyusutan (depresiasi). Industri-industri akan menggunakan barang-barang modal (mesin, peralatan produksi, bangunan dan perabot kantor) untuk menghasilkan barang-barang mereka. Nilai barang-barang tersebut akan semakin susut dari satu periode ke periode lain. Kesusutan nilai tersebut merupakan bagian dari biaya produksi, dan oleh sebab itu dalam setiap harga penjualan suatu barang termasuk nilai depresiasi barang modal. Dengan perkataan lain, dalam pendapatan nasional pada harga pasar termasuk nilai penyusutan barang modal yang digunakan untuk menghasilkan pendapatan nasional. Untuk memperoleh Produk Nasional Neto, nilai depresiasi harus dikurangi dari Produk Nasional Bruto. Dari semua konsep dalam ilmu ekonomi makroekonomi, satu-satunya ukuran yang paling penting adalah produk domestik bruto (gross domestic product = GDP), yang mengukur total nilai barang dan jasa yang dihasilkan pada suatu negara. GDP merupakan bagian dari pendapatan nasional dan perhitungan produk (atau perhitungan nasional), yang merupakan kumpulan statistik yang memungkinkan para pembuat kebijakan menentukan apakah perekonomian mengalami kontraksi atau ekspansi dan apakah resesi atau inflasi yang berat mengancam (Samuelson dan Nordhaus, 2004:99).

  Menurut Samuelson dan Nordhaus (2004:99) GDP merupakan pengukuran yang dollar konsumsi (C), investasi bruto (I), pembelanjaan pemerintah atas barang dan jasa (G), dan ekspor neto (X) yang dihasilkan didalam suatu negara selama sat tahun tertentu.

  = + + + Menurut Mankiw (2006) Produk Domestik Bruto (GDP) adalah nilai pasar semua barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam perekonomian selama kurun waktu tertentu. Tujuan GDP adalah meringkas aktivitas ekonomi dalam suatu nilai uang tertentu selama periode waktu tertentu. Ada dua cara untuk melihat statistik ini. Salah satunya adalah dengan melihat GDP sebagai pendapatan total dari setiap orang di dalam perekonomian. Cara lain melihat GDP adalah sebagai pengeluaran total atas output barang dan jasa perekonomian.

  Sedangkan menurut Sukirno (2004) di dalam suatu perekonomian, di negara- negara maju maupun berkembang, barang dan jasa di produksikan bukan saja oleh perusahaan milik penduduk negara tersebut tetapi oleh penduduk negara lain. Selalu didapati produksi nasional diciptakan oleh faktor-faktor produksi yang berasal dari luar negeri. Perusahaan multinasional beroperasi di berbagai negara dan membantu menaikkan nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh negara-negara tersebut. Dengan demikian, Produk Domestik Bruto atau dalam bahasa Inggrisnya Gross Domestic

  Product (GDP), adalah nilai barang dan jasa dalam suatu negara yang diproduksikan oleh faktor-faktor produksi milik warga negara tersebut dan negara asing.

2.6 Inflasi

  Inflasi (inflation) adalah suatu gejala dimana tingkat harga umum mengalami kenaikan secara terus menerus. Adanya kecenderungan harga-harga untuk meningkat, yang berarti bisa saja tingkat harga yang terjadi pada waktu tertentu turun atau naik dibandingkan dengan sebelumnya, tetapi tetap menunjukan tendensi yang meningkat.

  Kenaikan harga tersebut berlangsung secara terus-menerus (sustained), yang berarti bukan terjadi pada suatu waktu saja, akan tetapi bisa beberapa waktu lamanya. Tingkat harga yang dimaksud disini adalah tingkat harga umum, yang berarti tingkat harga yang mengalami kenaikan itu bukan hanya pada satu atau beberapa komoditi saja, akan tetapi untuk harga barang secara umum (Nanga, 2001:237).

2.6.2 Penggolongan Inflasi

  Inflasi dibedakan menjadi 4 (empat) macam, yaitu (Boediono,1982:156): 1. Inflasi Ringan : <10% per tahun.

2. Inflasi Sedang : 10 – 30% per tahun 3.

  Inflasi Berat : 30 – 100% per tahun 4. Hiperinflasi : ≥ 100% per tahun

2.6.3 Jenis Inflasi

  Dilihat dari faktor-faktor penyebab timbulnya menurut Muana Nanga (2001:245), inflasi dapat dibedakan ke dalam tiga macam, yaitu:

  1. Inflasi tarikan permintaan (demand-pull inflation).

  Inflasi tarikan permintaan atau disebut juga inflasi sisi permintaan (demand-side

  

inflation) atau inflasi karena guncangan permintaan (demand-shock inflation)

  (AD) yang terlalu besar atau pesat dibandingkan dengan penawaran atau produksi agregat. Barang-barang menjadi berkurang dikarenakan pemanfaatan sumberdaya yang telah mencapai tingkat maksimum atau karena produksi tidak dapat ditingkatkan secepatnya unutuk mengimbangi permintaan yang semakin meningkat atau bertambah.

  2. Inflasi dorongan biaya (cost-push inflation).

  Inflasi dorongan biaya atau juga sering disebut inflasi sisi penawaran (supply-

  

side inflation) atau inflasi karena guncangan penawaran (supply-shock inflation)

  adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat dari adanya kenaikan biaya produksi yang besar dibandingkan dengan produktivitas dan efisiensi, yang menyebabkan perusahaan mengurangi supply barang dan jasa mereka ke pasar. Dengan perkataan lain, inflasi sisi penawaran adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat dari adanya restriksi atau pembatasan terhadap penawaran dari satu atau lebih sumberdaya, atau inflasi yang terjadi apabila harga dari satu atau lebih sumberdaya mengalami kenaikan atau dinaikkan.

  3. Inflasi Struktural (structural inflation).

  Inflasi struktural (structural inflation) adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat dari adanya berbagai kendala atau kelakuan struktural (structural rigidities) yang menyebabkan penawaran di dalam perekonomian menjadi kurang atau tidak responsif terhadap permintaan yang meningkat.

  Berdasarkan kepada sumber atau penyebab kenaikan harga-harga yang 1. Inflasi tarikan permintaan.

  Inflasi ini biasanya terjadi pada masa perekonomian berkembang dengan pesat. Kesempatan kerja yang tinggi menciptakan tingkat pendapatan yang tinggi dan selanjutnya menimbulkan pengeluaran yang melebihi kemampuan ekonomi mengeluarkan barang dan jasa. Pengeluaran yang berlebihan ini akan menimnulkan inflasi.

  2. Inflasi desakan biaya.

  Inflasi ini berlaku dalam masa perekonomian berkembang dengan pesat ketika tingkat pengangguran adalah sangat rendah. Apabila perusahan-perusahaan masih menghadapi permintaan yang bertambah, mereka akan berusaha menaikan produksi dengan cara memberikan gaji dan upah yang lebih tinggi kepada pekerjanya dan mencari pekerja baru dengan tawaran pembayaran yang lebih tinggi. Langkah ini mengakibatkan biaya produksi meningkat, yang akhirnya menyebabkan kenaikan harga-harga berbagai barang.

  3. Inflasi diimpor.

  Inflasi ini bersumber dari kenaikan harga-harga barang yang diimpor. Inflasi ini akan wujud apabila barang-barang impor yang mengalami kenaikan harga mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan pengeluaran perusahaan- perusahaan. Dalam inflasi impor sering mengalami stagflasi yang bersumber dari kata stagnation dan inflation yang menggambarkan keadaan dimana kegiatan ekonomi semakin menurun, pengangguran semakin meninggi dan pada

  Inflasi ditinjau dari asal inflasi dibedakan menjadi 2, yaitu (Boediono, 1982:158) : 1. Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation).

  Inflasi yang berasal dari dalam negeri timbul misalnya karena defisit anggaran b elanja yang dibiayai dengan pencetakan uang baru, panenan yang gagal dan sebagainya.

  2. Inflasi dari luar negeri (imported inflation).

  Inflasi yang berasal dari luar negeri adalah inflasi yang timbul karena kenaikan harga-harga di luar negeri atau di negara-negara langganan berdagang negara kita.

2.6.4 Teori-teori Inflasi

2.6.4.1 Teori Kuantitas

  Menurut Boediono (2001:161) Teori Kuantitas adalah teori yang paling tua mengenai inflasi, namun teori ini masih sangat berguna untuk menerangkan proses inflasi di zaman modern sekarang, terutama di negara-negara sedang berkembang. Teori ini menyoroti peranan dalam proses inflasi dari: i.

  Jumlah Uang Beredar Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uangyang beredar (apakah berupa penambahan uang kartal atau penambahan uang giral tidak menjadi soal). Tanpa ada kenaikan jumlah uang yang beredar, kejadian seperti kegagalan panen hanya akan menaikkan harga-harga untuk sementara waktu saja. Penambahan jumlah uang ibarat bahan bakar bagi api inflasi. Bila jumlah musababnya awal dari kenaikan harga tersebut. ii.

  Psikologi (expectations) masyarat mengenai harga-harga.

  Laju inflasi ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang yang beredar dan oleh psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga dimasa mendatang. Ada 3 kemungkinan keadaan, keadaan pertama adalah bila masyarakat tidak (atau belum) mengharapkan harga-harga untuk naik pada bulan-bulan mendatang, Kedua adalah dimana masyarakat (atas dasar pengalaman di bulan-bulan sebeloumnya) mulai sadar bahwa ada inflasi. Dan yang ketiga terjadi pada tahap inflasi yang lebih parah yaitu tahap hiperinflasi, pada tahap ini orang-orang sudah kehilangan kepercayaan terhadap nilai mata uang.

2.6.4.2 Teori Keynes

   Teori keynes mengenai inflasi didasarkan atas teori makronya. Teori ini

  menyoroti aspek lain dari inflasi (Boediono, 2001:163-165). Menurut teori ini, inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup diluar batas kemampuan ekonominya.

  Proses inflasi menurut pandangan ini, tidak lain adalah proses perebutan bagian rezeki di antara kelompok-kelompok sosial yang menginginkan bagian yang lebih besar daripada yang bisa disediakan oleh masyarakat tersebut. Proses perebutan ini akhirnya diterjemahkan menjadi keadaan dimana permintaan masyarakat akan barang-barang selalu melebihi jumlah barang-barang yang tersedia (timbulnya apa yang disebut dengan

  inflationary gap ).

  menterjemahkan aspirasi mereka menjadi permintaan yang efektif akan barang-barang. Dengan kata lain, mereka berhasil memperoleh dana untuk mengubah aspirasinya menjadi rencana pembelian barang-barang yang didukung dengan dana. Golongan masyarakat seperti ini mungkin adalah pemerintah sendiri, yang berusaha memperoleh bagian yang lebih besar dari output masyarakat dengan jalan menjalankan defisit dalam anggaran belanjanya yang dibiayai dengan mencetak uang baru. Golongan tersebut bisa juga berupa pengusaha-pengusaha swasta yang menginginkan untuk melakukan investasi-investasi baru dan memperoleh dana pembiayaannya dari kredit bank. Golongan tersebut bisa pula berupa serikat buruh yang berusaha memperoleh kenaikan gaji bagi anggota-anggotanya melebihi kenaikan produktivitas buruh.

2.7 Penelitian Terdahulu

  1. Arintoko (2011) dengan judul Pengujian Netralitas Uang dan Inflasi Jangka Panjang di Indonesia. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Fisher-Seater beserta uji-uji prasyaratnya, yang meliputi integrasi, eksogenitas, dan kointegrasi. Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empirik proposisi netralitas uang dan inflasi jangka panjang untuk uang baik yang didefenisikan sebagai M1 maupun M2 masing-masing terhadap output riil dan harga di Indonesia. Hasil estimasi dengan metodologi FS menyimpulkan bahwa netralitas uang jangka panjang tidak berlaku untuk kasus di Indonesia dengan data tahunan. Sementara itu keberadaan hubungan positif antara uang dan harga dapat dibuktikan oleh hasil penelitian ini, yang menunjukan adanya inflasi netralitas uang jangka panjang ini tidak konsisten dengan proposisi netralitas uang yang menunjukan bahwa uang adalah netral dalam perekonomian yang tidak berpengaruh pada variabel riil, karena uang hanya berdampak pada tingkat harga.

  2. Chichi Shintia Laksani (2004) dengan judul Netralitas Uang di Indonesia Melalui Analisis Efektifitas Uang Beredar dalam Mencapai Tujuan Makroekonomi. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Vector Autoreggresive (VAR), Variance Decomposition (VD) dan Impulse Response

  Function (IRF). Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat bentuk hubungan

  kausalitas antara jumlah uang beredar dengan output dan mengetahui bentuk hubungan kausalitas antara uang beredar dengan tingkat harga. Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam taraf 5 persen uang beredar tidak mempunyai hubungan kausalitas dengan tingkat output. Hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan moneter melalui uang beredar tidak dapat mempengaruhi output, artinya uang beredar tidak efektif dalam mencapai tujuan mekroekonomi tingkat output. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa dalam taraf 5 persen uang beredar mempunyai hubungan kausalitas dengan tingkat harga. Hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan moneter melalui jumlah uang beredar dapat mempengaruhi tingkat harga, sehingga uang beredar efektif dalam mencapai tujuan makroekonomi yaitu tingkat harga.

  3. Erdinc Telatar dan Tarkan Cavusoglu (2005) dengan judul Long-Run Monetary dadalah metode Fisher dan Seater. Penelitian ini bertujuan untuk menguji kembali netralitas uang jangka panjang dan supernetralitas uang jangka panjang di negara berkembang seperti Argentina, Brazil, Ekuador, Meksiko, Turki, dan Uruguay dengan tingkat stabilitas inflasi, jumlah uang beredar, dan pertumbuhan output yang tinggi. Hasil penelitian menunjukan bahwa melalui data yang mendukung didapati netralitas uang jangka panjang untuk negara Ekuador. Supernetralitas uang jangka panjang tidak didapati untuk negara Argentina dan Uruguay. Dan data dari Brazil, Meksiko, dan Turki menunjukan adanya supernetralitas uang jangka panjang. Dalam kasus Argentina dan Uruguay didapati bahwa kenaikan tingkat jumlah uang beredar memiliki efek negatif terhadap output. Serta temuan untuk Brazil, Meksiko, dan Turki konsisten dengan definisi McCallum (1990) yang menyatakan bahwa perubahan permanen dalam tingkat jumlah uang beredar tidak berpengaruh pada variabel riil dalam jangka panjang.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

  Peneliti Judul Tujuan Metode Kesimpulan dan Tahun Penelitian Penelitian Penelitian Peneliti Arintoko Pengujian Menguji Fisher-Seater Netralitas uang jangka (2011) Netralitas secara beserta uji-uji panjang tidak berlaku untuk

  Uang dan empirik prasyaratnya, kasus di Indonesia dengan Inflasi proposisi yang meliputi data tahunan. Sementara itu

  Jangka Panjang di Indonesia netralitas uang dan inflasi jangka panjang untuk yang didefenisi kan sebagai M1 maupun M2 masing- masing terhadap output riil dan harga di Indonesia integrasi, eksogenitas, dan kointegrasi keberadaan hubungan positif antara uang dan harga dapat dibuktikan oleh hasil penelitian ini, yang menunjukan adanya inflasi jangka panjang karena beredar. Bukti dari hasil uji netralitas uang jangka panjang ini tidak konsisten dengan proposisi netralitas uang yang menunjukan bahwa uang adalah netral dalam perekonomian yang tidak berpengaruh pada variabel riil, karena uang hanya berdampak pada tingkat harga.

  Chichi Shintia Laksani (2004)

  Netralitas Uang di Indonesia Melalui Analisis Efektifitas Uang Beredar dalam Mencapai Tujuan Makroeko nomi

  Melihat bentuk hubungan kausalitas antara jumlah uang beredar dengan output dan mengetahu i bentuk hubungan kausalitas antara uang beredar dengan tingkat harga

  Vector

  Autoreggresive (VAR),

  Variance Decomposition

  (VD) dan

  Impulse

Response

Function (IRF)

  Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam taraf 5 persen uang beredar tidak mempunyai hubungan kausalitas dengan tingkat output. Hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan moneter melalui uang beredar tidak dapat mempengaruhi output, artinya uang beredar tidak efektif dalam mencapai tujuan mekroekonomi tingkat output. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa dalam taraf 5 persen uang beredar mempunyai hubungan kausalitas dengan tingkat harga. Hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan moneter melalui jumlah uang beredar dapat mempengaruhi tingkat harga, sehingga uang beredar efektif dalam mencapai tujuan makroekonomi yaitu tingkat harga.

  Erdinc Telatar dan Tarkan Cavusoglu (2005)

  Long-Run Monetary Neutrality: Evidence from High Inflation Countries

  Menguji kembali netralitas uang jangka panjang dan super netralitas uang jangka panjang di negara berkemba ng seperti Argentina, Brazil, Ekuador, Meksiko, Turki, dan Uruguay dengan tingkat stabilitas inflasi, jumlah uang beredar, dan pertumbuh an output yang tinggi

  Fisher dan Seater

  Melalui data yang mendukung didapati netralitas uang jangka panjang untuk negara Ekuador. Supernetralitas uang jangka panjang tidak didapati untuk negara Argentina dan Uruguay. Dan data dari Brazil, Meksiko, dan Turki menunjukan adanya supernetralitas uang jangka panjang. Dalam kasus Argentina dan Uruguay didapati bahwa kenaikan tingkat jumlah uang beredar memiliki efek negatif terhadap output. Serta temuan untuk Brazil, Meksiko, dan Turki konsisten dengan definisi McCallum (1990) yang menyatakan bahwa perubahan permanen dalam tingkat jumlah uang beredar tidak berpengaruh pada variabel riil dalam jangka panjang.

2.8 Kerangka Konseptual

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

  Netralitas Uang Jangka Panjang di Indonesia Jumlah Uang Beredar

  M1 dan M2 Inflasi Output Riil

2.9 Hubungan Antar Variabel

  Dari teori dan hasil penelitian terdahulu dapat kita lihat hubungan antara variabel. Keterkaitan antara variabel Independen ( M1 dan M2) terhadap variabel

1. Hubungan Jumlah uang beredar (MI dan M2) terhadap inflasi (IHK)

  Teori mengatakan dalam pernyataan Hume yang membentuk suatu doktrin bahwa perubahan dalam jumlah unit dari uang beredar (M1 dan M2) akan memiliki pengaruh pada perubahan proporsional terhadap seluruh harga yang dinyatakan dalam satuan uang.

  Menurut Arintoko (2011) mengatakan bahwa adanya hubungan positif yang kuat antara MI dan harga jangka panjang didukung hasil empirik di Indonesia. Artinya bahwa variabel nominal seperti M1 berpengaruh terhadap variabel nominal lainnya yaitu harga atau inflasi, penelitian ini menunjukkan bahwa MI memiliki pengaruh positif sementara M2 tidak mendukung keberadaan hubungan positif jangka panjang antara uang dan harga. Dengan demikian bahwa M1 bisa mendukung secara empirik keberadaan hubungan positif antara uang dan harga pada jangka panjang di Indonesia daripada M2.

  Menurut Chichi Shintia Laksani (2004) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa dalam taraf 5 persen uang beredar memiliki hubungan kausalitas dengan tingkat harga. Hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan moneter melalui jumlah uang beredar (M1 dan M2) dapat mempengaruhi tingkat harga. Dari pernyataan dan penelitian tersebut maka Jumlah uang beredar mempunyai pengaruh positif terhadap tingkat harga (inflasi) dalam jangka panjang.

  2. Hubungan M1 dan M2 terhadap output rill Indoesia memberikan pengaruh pada kenaikan tingkat output dalam jangka panjang, kenaikan output bisa terjadi melalui kenaikan investasi dan permintaan akibat adanya pertambahan jumlah uang beredar. Pada M2 juga menunjukkan bahwa adanya pengaruh terhadap output rill. Dalam penelitian ini mengimpilkasikan bahwa bagaimanapun kebijakan moneter yang dilakukan oleh otoritas moneter untuk menstabilkan fluktuasi dalam perekonomian makro sangat berarti mengingat jumlah uang beredar pada jangka panjang mempengaruhi tingkat output.

  Dari hasil penelitian diatas maka hubungan antar variabel Jumlah uang beredar berpengaruh positif terhadap output riil.

2.10 Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan hasil penelitian terdahulu serta variabel-variabel yang dijelaskan dalam penelitian ini apakah terjadi hubungan antar variabel, maka dalam penelitian ini dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

  1. Jumlah uang beredar mempunyai pengaruh positif terhadap tingkat harga (inflasi) dalam jangka panjang.

  2. Jumlah uang beredar mempunyai pengaruh positif terhadap output riil dalam jangka panjang.

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Kepatuhan Wajib Pajak - Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

0 0 10

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

0 1 17

Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu dan Berbagai Jenis Mocaf Terhadap Karakteristik Fisik, Kimia, dan Sensori Flat Wafer

0 0 18

Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu dan Berbagai Jenis Mocaf Terhadap Karakteristik Fisik, Kimia, dan Sensori Flat Wafer

0 1 13

Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu dan Berbagai Jenis Mocaf Terhadap Karakteristik Fisik, Kimia, dan Sensori Flat Wafer

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Matahari - Rancang Bangun Kolektor Surya Sebagai Pengsasil Fluida Panas pada Alat Pengering Hibrida Pompa Kalor dan Surya

0 0 23

Analisis Daya Dukung Pondasi Bored Pile Diameter 0,8 Meter Menggunakan Metode Analitis dan Metode Elemen Hingga pada Proyek Pembangunan Hotel Sapadia Medan

0 2 45

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum - Analisis Daya Dukung Pondasi Bored Pile Diameter 0,8 Meter Menggunakan Metode Analitis dan Metode Elemen Hingga pada Proyek Pembangunan Hotel Sapadia Medan

0 5 47

BAB II STUDI PUSTAKA II. 1. Analisis Kelayakan - Analisis Awal Kelayakan Ekonomi dan Finansial Dalam Perencanaan Monorel Kota Medan

0 0 45