BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bidan Desa 2.1.1. Pengertian Bidan - Peran Pendampingan Bidan Desa terhadap Keberhasilan Program Pengembangan Desa Siaga di Kecamatan Langsa Kota Tahun 2014

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bidan Desa

  2.1.1. Pengertian Bidan

  Menurut Ikatan Bidan Indonesia (IBI), pengertian bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan bidan yang telah diakui pemerintah dan lulus ujian sesuai persyaratan yang berlaku, dicatat, diberi izin secara sah untuk menjalankan praktik (Depkes, 2007).

  Menurut WHO (2005) bidan adalah seseorang yang telah mengikuti program pendidikan bidan yang diakui negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut serta memenuhi kualifikasi untuk didaftar (register) dan atau memiliki izin yang sah (lisensi) untuk melakukan praktik bidan (WHO dalam Kepmenkes Nomor 369/MENKES/SK/III/2007).

  2.1.2. Pengertian Bidan Desa

  Mengenai pengertian bidan desa itu sendiri memberikan definisi sebagai berikut: Bidan Desa adalah bidan yangditempatkan, diwajibkan tinggal serta bertugas melayani masyarakatdalam pencapaian target derajat kesehatan diwilayah kerjanya yangmeliputi satu sampai dua desa, dalam melaksanakan tugasnya bidanbertanggung jawab langsung kepada Kepala Puskesmas setempatdan bekerja sama dengan perangkat desa (Leimena, 1994).

  10 Menurut Kusrini (2012), yang mengutip Depkes RI (2000), bidan di desa adalah bidan yang ditempatkan, diwajibkan tinggal serta bertugas melayani masyarakat di wilayah kerjanya. Bidan di desa merupakan salah satu fasilitas penunjang dan jaringan pelayanan puskesmas dalam memberikan pelayanan kesehatan di tingkat desa, sehingga bidan di desa adalah satu sumber daya manusia yang dimiliki sebuah desa.

  2.1.3. Maksud Penempatan Bidan di Desa

  Maksud dilaksanakannya penempatan bidan di desa menurut Depkes RI adalah sebagai berikut : a. Mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu (AKI)

  b. Menurunkan tingkat fertilitas, sehingga menurunnya AngkaKematian Ibu (AKI) dan meneruskan penurunan Angka KematianBayi (AKB) c. Merupakan upaya untuk memperluas jangkauan kualitaspelayanan kesehatan ibu dan anak disamping untuk mendekatkanpelayanan kesehatan lainnya.

  2.1.4. Tujuan Penempatan Bidan di Desa

  a. Meningkatnya cakupan mutu dan pemerataan jangkauanpelayanan kesehatan ibu hamil, pertolongan persalinan, perawatannifas, kesehatan bayi dan anak balita serta pelayanan dankonseling pemakaian kontrasepsi serta Keluarga Berencana (KB) melaluiupaya strategis antara lain melalui Posyandu dan Pokesdes.

  b. Terjaringnya seluruh kasus resiko tinggi ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifasdan bayi baru lahir untuk mendapatkan penanganan yang memadaisesuai kasus dan rujukannya. c. Meningkatnya peran serta masyarakat dalam pembinaanKesehatan Ibu dan Anak (KIA) di wilayah kerjanya.

  d. Meningkatnya perilaku hidup sehat pada ibu, keluarga danmasyarakat yang mendukung dalam upaya penurunan AKI dan AKB.

  Kebijakan penempatan tersebut diharapkan para bidan di desadapat mengarahkan kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuanbekerja secara efektif dan efesien para bidan di desa diharapkanmampu memberikan kontribusi yang nyata dalam upaya penurunanangka kematian ibu dan kematian bayi.

  Seperti diketahui kinerja merupakan akumulasi usaha daribeberapa faktor bukan saja faktor sumber daya manusia. Tingkat kinerja tenaga kesehatan secara makrodapat diketahui dengan mempelajari beberapa indikator upaya pelayanan kesehatan . Indikator kinerja ini bersifat tidak langsungdan banyak dipertanyakan apakah cukup sahih dengan hanyamenggunakan indikator sumber daya untuk melihat kinerja, meskipundemikian indikator makro masih dapat digunakan untuk melihatgambaran tingkat kinerja (Ilyas, 2001), adapun indikator kinerja makro pelaksanaankegiatan yang dilakukan bidan di desa adalah : 1). Kegiatan yang berhubungan dengan upaya penurunan AngkaKematian Ibu (AKI).

  Kegiatan yang termasuk dalam kelompok inimerupakan prioritas utama dan meliputi : a) Pemeriksaan ibu hamil/pelayanan antenatal standar, termasukpengenalan dini tanda dan gejala kehamilan berisiko, konselingsesuai risiko, konseling gizi dan konseling Keluarga Berencana (KB) pasca persalinan. b) Pertolongan persalinan yang aman, termasuk pengenalan dinitanda dan gejala persalinan yang membahayakan jiwa ibu danjanin/bayi dan rujukannya.

  c) Perawatan nifas terutama pasca persalinan, termasukpengenalan dini tanda bahaya dan rujukannya.

  d) Penanganan kehamilan berisiko dan rujukannya.

  e) Pertolongan pertama pada keadaan gawat darurat kebidanandan rujukannya.

  f) Pembinaan dukun bayi dalam pertolongan persalinan,pengenalan faktor risiko dan keadaan bahaya pada kehamilanserta persalinan.

  g) Pelayanan dan konseling KB serta pertolongan pertama padaefek samping sesuai kewenangan.

  2). Kegiatan yang berhubungan dengan upaya penurunan AngkaKematian Bayi (AKB), kegiatan yang termasuk ke dalam kelompokini adalah : a) Perawatan bayi baru lahir.

  b) Penanganan neonatus berisiko, khususnya Berat Badan Lahir Rendah(BBLR) dan tetanusneonatorum serta rujukannya.

  c) Pertolongan pertama pada keadaan gawat darurat neonatal.

  d) Pelayanan kesehatan bayi, anak balita dan prasekolahtermasuk imunisasi dasar dan pemantauan tumbuh kembanganak.

  e) Pertolongan pertama pada kesakitan yang sering ditemukanpada balita atau menjadi masalah kesehatan setempat misalnyaInfeksi Saluran Nafas Atas (ISPA), diare, kecacingan, malaria di daerah endemis,pencegahan gondok di daerah endemis. f) Penyuluhan dan konseling kesehatan bayi dan anak balita. 3). Kegiatan manajerial program KIA dan upaya pendukungnya,kegiatan yang termasuk dalam kelompok ini adalah : a). Pendataan sasaran kesehatan ibu dan anak.

  b). Pencatatan kelahiran dan pencatatan kematian ibu dan bayiserta pelacakannya untuk melakukan otopsi verbal maternalperinatal/neonatal.

  c). Pemantauan cakupan pelayanan kesehatan ibu dan anak diwilayah desa dengan menggunakan Pemantauan Wilayah Setempat-Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA).

  d). Penggunaan format pencatatan dan pelaporan kesehatan ibudan anak meliputi: register kohort ibu dan bayi, Kartu Menuju Sehat (KMS) ibu hamildan KMS balita,

  e). Pencatatan hasil pemeriksaan/pelayanan perorangan, misalnyakartu pemeriksaan ibu hamil, kartu persalinan, Otopsi verbalmaternal- perinatal/neonatal dan format pelaporan yang berlakuuntuk program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).

  f). Penggerakan dan peningkatan peran serta masyarakat dalamprogram KIA yang meliputi : pembinaan dukun bayi dan kaderdalam hal : pertolongan persalinan serta kewajibannya untuklapor pada petugas kesehatan, pengenalan kehamilan danpersalinan berisiko, perawatan bayi baru lahir, khususnyaperawatan tali pusat dan pemberian Air Susu Ibu(ASI) ekslusif, pengenalanneonatus berisiko, khususnya Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan tetanus neonatorumserta pertolongan pertamanya sebelum ditangani oleh petugaskesehatan, pelaporan persalinan dan kematian ibu serta bayi,penyuluhan bagi ibu hamil (gizi, perawatan payudara, tandabahaya) dan penyuluhan KB.

  g). Pengembangan dan pembinaan wahana/forum peran sertamasyarakat, misalnya : Posyandu, Kelompok Peminat KesehatanIbu dan Anak (KP- KIA), Pokesdes dan dasa wisma.

  h). Pendekatan kepada pamong dan tokoh setempat untukmendapatkan dukungan dalam pelayanan kesehatan ibu dananak termasuk keluarga berencana di wilayah desa.

2.2. Peran Pendampingan Bidan Desa

2.2.1.Pengertian Pendampingan

  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “Pendamping” berasal dari kata damping, berdamping, mendampingi, pendamping yang artinya proses, cara atau perbuatan mendampingi atau mendampingkan. Pendampingan adalah pekerjaan yang dilakukan oleh petugas lapangan atau fasilitator atau pendamping masyarakat dalam berbagai kegiatan program.

  Pendampingan merupakan suatu aktivitas yang dilakukan dan dapat bermakna pembinaan, pengajaran, pengarahan dalam kelompok yang lebih berkonotasi pada menguasai, mengendalikan, dan mengontrol. Kata pendampingan lebih bermakna pada kebersamaan, kesejajaran, samping menyamping, dan karenanya kedudukan antara keduanya (pendamping dan yang didampingi) sederajat, sehingga tidak ada dikotomi antara atasan dan bawahan. Hal ini membawa implikasi bahwa peran pendamping hanya sebatas pada memberikan alternatif, saran, dan bantuan konsultatif dan tidak pada pengambilan keputusan (BPKB Jawa Timur, 2001).

  Pendampingan berarti bantuan dari pihak luar, baik perorangan maupun kelompok untuk menambahkan kesadaran dalam rangka pemenuhan kebutuhan dan pemecahan permasalahan kelompok. Pendampingan diupayakan untuk menumbuhkan keberdayaan dan keswasdayaan agar masyarakat yang didampingi dapat hidup secara mandiri. Jadi pendampingan merupakan kegiatan untuk membantu individu maupun kelompok yang berangkat dari kebutuhan dan kemampuan kelompok yang didampingi dengan mengembangkan proses interaksi dan komunikasi dari, oleh, dan untuk anggota kelompok serta mengembangkan kesetiakawanan dan solidaritas kelompok dalam rangka tumbuhnya kesadaran sebagai manusia yang utuh, sehingga dapat berperan dalam kehidupan masyarakat sesuai dengan kemampuan yang dimiliki (BPKB Jawa Timur, 2001).

2.2.2.Peran Pendampingan

  Kelompok perlu didampingi karena mereka merasa tidak mampu mengatasi permasalahan secara sendirian dan pendamping adalah mendampingi kelompok.

  Dikatakan mendampingi karena yang melakukan kegiatan pemecahan masalah itu bukan pendamping.

  Pendamping hanya berperan untuk memfasilitasi bagaimana memecahkan masalah secara bersama-sama dengan masayarakat, mulai dari tahap mengidentifikasi permasalahan, mencari alternatif pemecahan masalah, sampai pada implementasinya. Dalam upaya pemecahan masalah, peran pendampingan hanya sebatas pada memberikan alternatif-alternatif yang dapat diimplementasikan. Dan kelompok pendampingan dapat memilih alternatif mana yang sesuai untuk diambil. Pendamping perannya hanya sebatas memberikan pencerahan berpikir berdasarkan hubungan sebab akibat yang logis, artinya kelompok pendampingan disadarkan bahwa setiap alternatif yang diambil senantiasa ada konsekuensinya. Diharapkan konsekuensi tersebut bersifat positip terhadap kelompoknya.

  Dalam rangka pendampingan ini, hubungan yang dibangun oleh pendamping adalah hubungan konsultatif dan partisipatif. Dengan adanya hubungan itu, maka peran yang dapat dimainkan oleh pendamping dalammelaksanakan fungsi pendampingan adalah peran motivator, peran fasilitator danperan katalisator.Peran- peran pendamping tersebut hanya akan dapat dilaksanakan secaramaksimal jika pendamping memahami kelompok yang didampinginya, karena itu pendamping diupayakan dapat hadir di tengah mereka, hidup bersama mereka,belajar dari apa yang mereka miliki, mengajar dari apa yang mereka ketahui, dan bekerja sambil belajar.

2.2.3. Pendampingan Desa Siaga

  Upaya pemberdayaan masyarakat atau penggerakan peran aktif masyarakat melalui proses pembelajaran yang terorganisasi dengan baik melalui proses fasilitasi dan pendampingan. Kegiatan pendampingan dan fasilitasi diarahkan pada :

  a. Pengidentifikasian masalah dan sumber daya b. Diagnosis dan perumusan pemecahan masalah

  c. Penetapan dan pelaksanaan pemecahan

  d. Pemantauan dan evaluasi kelestarian Keberhasilan pelaku pemberdayaan dalam memfasilitasi proses pemberdayaan juga dapat diwujudkan melalui peningkatan partisipasi aktif masyarakat. Fasilitator harus trampil mengintegrasikan tiga hal penting yakni optimalisasi fasilitasi, waktu yang disediakan, dan optimalisasi partisipasi masyarakat. Masyarakat pada saat menjelang batas waktu harus diberi kesempatan agar siap melanjutkan program pembangunan secara mandiri. Sebaliknya, fasilitator harus mulai mengurangi campur tangan secara perlahan. Tanamkan kepercayaan pada masyarakat yang selanjutnya akan mengelola program.

  Berkaitan dengan jangka waktu keterlibatan fasilitator (pelaku pemberdayaan) dalam mengawal proses pemberdayaan terhadap warga masyarakat, Sumodiningrat (2000) menjelaskan bahwa, pemberdayaan tidak bersifat selamanya, melainkan sampai target masyarakat mampu mandiri, dan kemudian dilepas untuk mandiri, meskipun dari jauh tetap dipantau agar tidak jatuh lagi. Meskipun demikian dalam rangka menjaga kemandirian tersebut tetap dilakukan pemeliharaan semangat, kondisi, dan kemampuan secara terus menerussupaya tidak mengalami kemunduran.

2.2.4. Peran Pendampingan Bidan Desa

  Peran pendampingan bidan desa di dalam sebagai desa siaga terdiri darifasilitator, motivator dan katalisator : a. Peran Fasilitator Peran utama seorang fasilitator adalah menjadi pemandu proses. Ia selalu mencoba proses yang terbuka, inklusif, dan adil sehingga setiap individu berpartisipasi secara seimbang. Fasilitator juga menciptakan ruang aman dimana semua pihak bisa sungguh-sungguh berpartisipasi. Pendamping mempunyai tanggung jawab untuk menciptakan, mengkondisikan iklim kelompok yang harmonis, serta memfasilitasi terjadinya proses saling belajar dalam kelompok.

  Menurut Program Nasional PemberdayaanMasyarakat-Program PenanggulanganKemiskinan di Perkotaan (PNPM-P2KP, 2007), fasilitator yang baik harus memenuhi 3kriteria yaitu : 1) Memastikan adanya kejelasan harapan anggota kelompok atas peran fasilitator. 2) Menciptakan pemahaman bersama tentang peran seorang fasilitator. 3) Memberikan penjelasan tentang peran fasilitator.

  Selain berperan sebagai pemandu proses, fasilitator memiliki peran penting lainnya sebagai Tool Giver atau pemberi alat bantu. Untuk memudahkan sebuah proses mencapai tujuannya, fasilitator bisa menciptakan atau membuat alat-alat bantu sederhana agar proses dialog atau diskusi menjadi lebih mudah dan lebih cepat.

  Biasanya alat-alat bantu itu berupa pertanyaan-pertanyaan kunci yang sederhana dan bisa membantu peserta mulai saling berdialog dan berdiskusi.

  Selain sebagai pemberi alat bantu, peran fasilitator juga sebagai Process

  Educator atau pendidik proses. Pada kehidupan sehari-hari orang senantiasa mengejar tujuannya masing-masing. Pada gilirannya seringkali para penyewa tenaga fasilitator lebih suka membicarakan hasil sebuah pertemuan dari pada membicarakan prosesnya.

  b. Peran Motivator Menurut David B. Guralnik(Moekijat, 2002): “motive is an inner drive,

  

impulse, etc, that causes one to act ”. Motif adalah suatu perangsang dari dalam, suatu

gerak hati, dan sebagainya yang menyebabkan seseorang melakukan sesuatu).

  Sedangkan menurut Harold Koontz (Moekijat, 2002), menyatakan : “As Berelson

  andSteiner have defined the term, a motive “is an inner state that energizes,activities, or more (hence ‘motivation’), and that directs or channels behaviortoward goals ”.

  (Seperti yang dirumuskan oleh Berelson dan Steiner, suatu motifadalah suatu ledakan dari dalam yang memberi kekuatan, yang menggiatkan, atau yang menggerakkan, karenanya disebut penggerakan atau motivasi, dan yang mengarahkan atau menyalurkan perilaku kearah tujuan-tujuan).

  Menurut George R.Terry, (Moekijat, 2002), menyatakan bahwa Motivation

  

is the desire within an individual that stimulateshim or her to action . (Motivasi

adalah keinginan di dalam seorang individu yangmendorong ia untuk bertindak).

  Sedangkan menurut Harold Koontz et al. (Moekijat, 2002), menyatakan bahwa

  

Motivation refers to the drive and effort tosatisfy a want or goal ”. (Motivasi

  menunjukkan dorongan dan usaha untuk memenuhi/memuaskan suatu kebutuhan atau untuk mencapai suatu tujuan).

  Menurut Paul Hersey dan Kenneth H. Blanchard, (Moekijat, 2002), menyatakan : “Satisfying factors that involve feelingsof achievement, professional

  

growth, and recognition, that one can experience ina job that offers challenge and

scope are reffered to as motivations ”. (Faktor-faktor pemuas yang mengandung

  perasaan akan prestasi, pertumbuhan profesional, dan penghargaan agar seseorang dapat melakukan pekerjaan yang memberi tantangan dan kesempatan disebut motivator).

  Menurut George R. Terry, (Moekijat, 2002), motivator yang biasanya memberikan hasil yang sangat memuaskan memiliki 10ciri yaitu : 1) Melakukan perluasan dan perputaran pekerjaan. 2) Meningkatkan partisipasi dan peran serta. 3) Menerapkan manajemen berdasarkan hasil. 4) Melakukan sentuhan perilaku manajerial pada setiap tingkatan secara bertahap. 5) Memiliki kemampuan berpikir yang kuat. 6) Membangun hubungan antar manusia yang realistis. 7) Melakukan akomodasi lingkungan kerja. 8) Memiliki waktu kerja yang fleksibel. 9) Bersedia menerima kritik secara efektif. 10) Berusaha membangun sistem kerja yang solid.

  c. Peran Katalisator Katalisator adalah orang-orang yang menjadikan segalanya terlaksana.

  Karakteristik seorang katalisator antara lain: intuitif/naluriah, komunikatif, bersemangat, berbakat, kreatif, menginisiatifkan, bertanggung jawab, murah hati dan berpengaruh. Seorang katalisator akan membantu anggota tim lain untuksaling mendukung dan memberi semangat.

  Pendamping dalam hal ini dapat dengan melakukan aktivitas sebagai penghubung antara kelompok pendampingan dengan lembaga di luar kelompok maupun lembaga teknis lainnya, baik lembaga teknis pelayanan permodalan maupun pelayanan keterampilan berusaha dalam rangka pengembangan jaringan.

2.3. Pengembangan Desa Siaga

  2.3.1. Definisi Desa Siaga

  Desa Siaga ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI dengan nomor 564/Menkes/SK/VIII/2006 pada tanggal 2 Agustus 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga yang menggambarkan kegiatan menyeluruh dari berbagai aspek yang terkait dengan kesehatan masyarakat sampai pada kesiapsiagaan bencana dan kegawatdaruratan yang mungkin akan terjadi di desa.

  Desa Siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri. Sebuah Desa dikatakan menjadi desa siaga apabila desa tersebut telah memiliki sekurang- kurangnya sebuah Pos Kesehatan Desa/Poskesdes (Depkes RI, 2007).

  2.3.2. Tujuan Desa Siaga

  Desa Siaga merupakan gambaran masyarakat yang sadar, mau dan mampu untuk mencegah dan mengatasi berbagai ancaman terhadap kesehatan masyarakat seperti kurang gizi, penyakit menular, kejadian bencana dan lain-lain. Tujuan utama pengembangan Desa Siaga adalah untuk memeratakan pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat. Untuk itu perlu adanya upaya kesehatan yang berbasis masyarakat agar upaya kesehatan lebih tercapai (accessible), lebih terjangkau (affordable) serta lebih berkualitas (quality).

  Secara spesifik Departemen Kesehatan juga telah menetapkan tujuan khusus yang ingin dicapai dan terbentuknya desa siaga, meliputi : a. Meningkatnya kemampuan dan kemauan masyarakat desa untuk menolong dirinya di bidang kesehatan, b. Meningkatnya kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat desa terhadaprisiko dan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan (bencana,wabah penyakit, kegawat-daruratan, dan sebagainya)

  c. Meningkatnya dukungan dan peran aktif para stakeholders dalam mewujudkan kesehatan masyarakat desa.

  d. Meningkatnya masyarakat desa yang melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) (Depkes RI, 2006).

2.3.3. Indikator Pengembangan Desa Siaga

  Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1529/MENKES/SK/X/2010 kriteria desa siaga meliputi :

  1. Adanya forum desa/kelurahan

  2. Adanya Kader Pemberdayaan Masyarakat (KPM)/Kader Kesehatan

  3. Kemudahan akses pelayanan kesehatan dasar

  4. Posyandu dan UKBM lainnya aktif

  5. Dukungan dana untuk kegiatan kesehatan di desa dan kelurahan :

  • Pemerintah Desa dan Kelurahan - Masyarakat - Dunia usaha

  6. Peran serta masyarakat dan organisasi kemasyarakatan

  7. Peraturan Kepala Desa atau peraturan Bupati/Walikota 8. Pembinaan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di rumah tangga.

  Disebutkan pula ada 4 tingkatan desa siaga, yaitu: 1. Desa dan Kelurahan Siaga Aktif Pratama, yaitu desa/kelurahan yang : a.

  Sudah memiliki Forum Masyarakat Desa/Kelurahan, tetapi belum berjalan.

  b.

  Sudah memiliki KPM/kader kesehatan Desa/Kelurahan Siaga Aktif minimal 2 orang.

  c.

  Sudah ada kemudahan Akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar yang memberikan pelayanan setiap hari.

  d.

  Sudah memiliki Posyandu, tetapi UKBM lainnya tidak aktif.

  e.

  Sudah ada dana untuk pengembangan Desa/Kelurahan Siaga Aktif dalam anggaran pembangunan desa atau kelurahan tetapi belum ada sumber dana lainnya.

  f.

  Ada peran aktif dari masyarakat namun belum ada peran aktif organisasi kemasyarakatan dalam kegiatan Desa/Kelurahan Siaga Aktif. g.

  Belum memiliki peraturan di tingkat desa atau kelurahan yang melandasi dan mengatur pengembangan Desa/Kelurahan Siaga Aktif.

  h.

  Kurang dari 20 persen rumah tangga di Desa/Kelurahan mendapat pembinaan PHBS.

2. Desa dan Kelurahan Siaga Aktif Madya, yaitu desa/kelurahan yang : a.

  Sudah memiliki Kader Pemberdayaan Masyarakat/kader kesehatan desa dan kelurahan siaga aktif antara 3-5 orang.

  c.

  Sudah ada kemudahan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar yang memberikan pelayanan setiap hari.

  d.

  Sudah memiliki Posyandu dan 2 (dua) UKBM lainnya yang aktif.

  Sudah memiliki Forum Masyarakat Desa dan Kelurahan yang berjalan, tetapi belum secara rutin setiap triwulan b.

  Sudah mengakomodasi dana untuk pengembangan desa dan kelurahan siaga aktif dalam anggaran pembangunan desa atau kelurahan serta satu sumber dana lainnya baik dari masyarakat ataupun dunia usaha.

  f.

  Sudah ada peran aktif masyarakat dan peran aktif dari satu ormas dalam kegiatan desa dan kelurahan siaga aktif.

  g.

  Sudah memiliki peraturan di tingkat desa atau kelurahan yang melandasi dan mengatur pengembangan desa/kelurahan siaga aktif, tetapi belum direalisasikan.

  h.

  Minimal 20 % rumah tangga di desa dan kelurahan mendapat pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

  e.

  3. Desa dan Kelurahan Siaga Aktif Purnama, yaitu desa dan kelurahan yang : a.

  Sudah memiliki Forum Masyarakat Desa dan Kelurahan yang berjalan secara rutin setiap triwulan.

  b.

  Sudah memiliki kader Pemberdayaan Masyarakat/kader kesehatan desa dan kelurahan siaga aktif antara 6-8 orang.

  c.

  Sudah ada kemudahan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar yang memberikan pelayanan setiap hari.

  d.

  Sudah memiliki Posyandu dan 3 (tiga) UKBM lainnya yang aktif.

  e.

  Sudah mengakomodasi dana untuk pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif dalam anggaran pembangunan desa atau kelurahan serta mendapat dukungan dana dari masyarakat dan dunia usaha.

  f.

  Sudah ada peran aktif masyarakat dan peran aktif dari dua ormas dalam kegiatan desa dan kelurahan siaga aktif.

  g.

  Sudah memiliki peraturan formal (tertulis) di tingkat desa atau kelurahan yang melandasi dan mengatur pengembangan desa/kelurahan siaga aktif.

  h.

  Minimal 40 % rumah tangga di desa dan kelurahan mendapat pembinaan PHBS.

  4. Desa dan Kelurahan Siaga Aktif Mandiri, yaitu desa dan kelurahan yang : a.

  Sudah memiliki Forum Masyarakat Desa/Kelurahan yang berjalan secara rutin setiap bulan.

  b.

  Sudah memiliki Kader Pemberdayaan Masyarakat/kader kesehatan desa/kelurahan siaga aktif lebih dari 9 orang. c.

  Sudah ada kemudahan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar yang memberikan pelayanan setiap hari.

  d.

  Sudah memiliki Posyandu dan memiliki lebih dari 4 (empat) UKBM lainnya yang aktif dan berjenjang.

  e.

  Sudah mengakomodasi dana untuk pengembangan desa dan kelurahan siaga aktif dalam anggaran pembangunan desa atau kelurahan serta mendapat dukungan dana dari masyarakat dan dunia usaha.

  f.

  Sudah ada peran aktif masyarakat dan peran aktif lebih dari 2 (dua) ormas dalam kegiatan desa dan kelurahan siaga aktif.

  g.

  Sudah memiliki peraturan formal (tertulis) di tingkat desa atau kelurahan yang melandasi dan mengatur pengembangan desa/kelurahan siaga aktif.

  h.

  Minimal 70 % rumah tangga di desa dan kelurahan mendapat pembinaan PHBS.

  Pramudho K,(2009) dalam paparannya mengenai Desa Siaga Sebagai Basis Menuju Masyarakat Sehat di Politeknik Kesehatan Bandung Jurusan Gizi, mengungkapkan ada tujuh komponen dan desa siaga meliputi : sumber daya, Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM), kesiapsiagaan dan penanggulangan kegawatdaruratan dan bencana, surveilans berbasis masyarakat, pembiayaan kesehatan berbasis masyarakat, keluarga sadar gizi (Kadarzi) serta

  Perilaku Hidup Bersih dan Sehat(PHBS). Lebih lanjut Pramudho,K (2009) menjelaskan hal-hal yang menjadi knitenia pengembangan suatu desa menjadi desa siaga, jika : a. Memiliki pelayanan kesehatan dasar, seperti puskesmas atau puskesmas pembantu, namun bagi desa yang belum memiliki akses puskesmas/ puskesmas pembantu, maka dikembangkan Pos Kesehatan Desa (Poskesdes),

  b. Memiliki berbagai Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) sesuai kebutuhan masyarakat setempat, seperti Pos Pelayanan Terpadu (posyandu), Pondok Bersalin Desa (Polindes), Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu), Klinik Desa/Balai Pengobatan Desa dan lain-lain,

  c. Memiliki sistem surveilans yang berbasis masyarakat untuk memantau kejadian penyakit yang muncul di masyarakat desa dan tanggap terhadap faktor-faktor risiko yang berpotensi munculnya suatu penyakit atau menyebarnya suatu penyakit di desa tersebut, sehingga dengan cepat dan tepat dapat ditanggulangi secara mandiri,

  d. Memiliki sistem kesiapsiagaan dan penanggulangan kegawat-daruratan dan bencana berbasis masyarakat. Kemampuan ini perlu dukungan dan Pemerintah Daerah setempat, lintas sektor terkait atau pelayanan kesehatan terdekat seperti rumah sakit setempat, e. Masyarakatnya menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Sasaran

  PHBS ini mulai dari balita, remaja, ibu hamil, ibu menyusui, pasangan usia subur, sampai dengan usia lanjut, f. Memiliki sistem pembiayaan kesehatan berbasis masyarakat. Pengumpulan dana dapat benupa iuran, sumbangan, jimpitan, arisan, penyisihan hasil usaha, dana sosial keagamaan (zakat, infaq, shodaqoh, wasiat, hibah, waris, dan lain-lain), g. Memiliki lingkungan yang sehat.

2.3.4. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pengembangan Desa Siaga

  Desa Siaga merupakan sebuah program pemberdayaan, seperti halnyaprogram pemberdayaan lainnya, faktor-faktor yang berpengaruh pada perkembangan desa siaga meliputi obyek yang diberdayakan, sasaran materiil, dan sasaran formal, desain pemberdayaan, subyek pemberdayaan, materi pemberdayaan, budaya pemberdayaan, struktur pemberdayaan, dan iklim pemberdayaan. Namun upaya menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat bukanlah hal yang mudah, mengingat keragaman karakteristik masyarakat dan potensi daerah yang dimilikinya.

  Pada umumnya masyarakat dipedesaan memiliki tingkat pendidikan yang rendah, sehingga tingkat pemahaman ”hidup sehat” masih menjadi suatu konsep yang sulit dijalani. Faktor lain yaitu kemiskinan yang mengakibatkan taraf hidup masyarakat menjadi rendah, faktor pemukiman dengan kualitas yang rendah, serta faktor adat istiadat yang sudah menjadi budaya dalam perilaku keseharian di masyarakat adalah faktor-faktor yang harus menjadi perhatian serius dalam upaya menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat.

  Proses Pemberdayaan yang dapat dilakukan antara lain melalui upaya-upaya : (1) Pendekatan sosial yang mengarah kepada terjadinya perubahan sosial dengan berusaha menciptakan kondisi sekarang dan akan datang untuk menjadi lebih baik, subsidi, beasiswa, sasaran dan fungsi sosial, serta perilaku sosial dengan tujuan terjadinya proses perubahan sosial, baik dalam fungsional maupun kelembagaan sosial. (2) strategi perubahan masyarakat, dengan langkah-langkah: identifikasi situasi dan kondisi, perumusan masalah, analisis pengalaman, pengorganisasian pengalaman, penguatan berkelanjutan, dan pengorganisasian berkelanjutan. (3) intervensi, berupa tindakan: aksi ekonomi pada masyarakat lokal, membangun lingkungan sosial, dan kebijakan sosial melalui program-program sosial. Dan (4) Konsumsi, yang sifatnya pemberdayaan sementara berupa pemberian: hadiah, beasiswa, dan uang, atau materi yang lain.

2.3.5. Hubungan Peran Bidan dengan Pengembangan Desa Siaga

  Peran tenaga kesehatan dalam mewujudkan desa siaga sangat penting, dapat dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat dengan cara menggalang kemitraan dengan masyarakat, melibatkan peran aktif masyarakat dalam mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi dengan mempertimbangkan potensi masyarakat serta sumber-sumber yang tersedia di masyarakat.

  Pemberdayaan masyarakat sangat penting dilakukan dengan tujuan agar masyarakat menjadi mandiri, dalam arti memiliki potensi untuk mampu memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi, dan sanggup memenuhi kebutuhannya dengan tidak menggantungkan hidup mereka pada bantuan pihakluar, baik pemerintah maupun organisasi-organisasi non pemerintah.

  Syarat bagi sebuah desa dikatakan sebagai desa siaga adalah apabila di desa tersebut telah terdapat sebuah Poskesdes. Berdasarkan definisinya, Poskesdes adalah Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dibentuk didesa dalam rangka mendekatkan/menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagimasyarakat desa.

  Menurut Dinas Kesehatan Kota Langsa, pengembangan Desa siaga dilaksanakan dengan membantu/memfasilitasi/mendampingi masyarakat untukmenjalani proses pembelajaran melalui siklus atau spiral pemecahan masalah yang terorganisasi yang dilakukan oleh forum masyarakat desa (pengorganisasian masyarakat). Yaitu dengan menempuh tahap-tahap :

  1. Mengindentifikasi masalah, penyebab masalah, dan sumberdaya yang dapatdimanfaatkan untuk mengatasi masalah.

  2. Mendiagnosis masalah dan merumuskan alternatif pemecahan masalah.

  3. Menetapkan alternatif pemecahan masalah yang layak merencanakan danmelaksanakannya, serta

  4. Memantau, mengevaluasi dan membina kelestarian upaya yang telah dilakukan Meskipun di lapangan banyak variasi pelaksanaannya, namun secara garis besar langkah pokok yang perlu ditempuh adalah sebagai berikut : a) Pengembangan Tim Petugas Langkah ini merupakan awal kegiatan, sebelum kegiatan lainnya dilaksanakan.

  Tujuan langkah ini adalah mempersiapkan para petugas kesehatan yang berada di wilayah Puskesmas, baik petugas teknis maupun petugas administrasi. Persiapan para petugas ini bisa berbentuk sosialisasi ,pertemuan atau pelatihan yang bersifat konsolidasi, yang disesuaikan dengan kondisi setempat.

  Keluaran atau output dari langkah ini adalah para petugas yang memahami tugas dan fungsinya, serta siap bekerjasama dalam satu tim untuk melakukan pendekatan kepada pemangku kepentingan dan masyarakat. b) Pengembangan Tim di Masyarakat Tujuan langkah ini adalah untuk mempersiapkan para petugas, tokoh masyarakat, serta masyarakat (forum masyarakat desa), agar mereka tahu dan mau bekerjasama dalam satu tim untuk mengembangkan Desa Siaga. Dalam langkah ini termasuk kegiatan advokasi kepada para penentu kebijakan, agar mereka mau memberikan dukungan, baik berupa kebijakan atau anjuran, serta persetujuan, maupun dana atau sumber daya lain, sehingga pengembangan Desa Siaga dapat berjalan dengan lancar. Sedangkan pendekatan kepada tokoh masyarakat bertujuan agar mereka memahami dan mendukung, khususnya dalam membentuk opini publik guna menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan Desa Siaga.

  Dukungan yang diharapkan dapat berupa dukungan moral, dukungan finansial atau dukungan material, sesuai kesepakatan dan persetujuan masyarakat dalam rangka pengembangan desa siaga. Jika di daerah tersebut telah terbentuk wadah kegiatan masyarakat di bidang kesehatan seperti forum Kesehatan Desa, Konsil Kesehatan Kecamatan atau Badan Penyantun Puskesmas, Lembaga Pemberdayaan Desa, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), serta organisasi kemasyarakatan lainnya, hendaknya lembaga ini diikutsertakandalam setiap pertemuan dan kesepakatan.

  c) Survei Mawas Diri Survei Mawas Diri (SMD) atau Telaah Mawas Diri (TMD) atau Community

  

Self Survey (CSS) bertujuan agar pemuka masyarakat mampu melakukan telaah

  mawas diri untuk desanya. Survei harus dilakukan oleh pemukapemuka masyarakat setempat dengan bimbingan tenaga kesehatan. Dengan demikian, diharapkan mereka menjadi sadar akan permasalahan yang dihadapi di desanya, serta bangkit niat atau tekat untuk mencari solusinya, termasuk membangun Poskesdes sebagai upaya mendekatkan pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat desa. Untuk itu, sebelumnya perlu dilakukanpemilihan dan pembekalan keterampilan bagi mereka.

  Keluaran atau output dari SMD ini berupa identifikasi masalah kesehatanserta daftar potensi di desa yang dapat didayagunakan dalam mengatasi masalah kesehatan tersebut, termasuk dalam rangka membangun Poskesdes.

  d) Musyawarah Masyarakat Desa Tujuan penyelenggaraan Musyawarah Masyarakat Desa (MMD) ini adalah mencari alternatif penyelesaian masalah kesehatan dan upaya membangun Poskesdes dikaitkan dengan potensi yang dimiliki desa. Disamping itu juga untuk menyusun rencana jangka panjang pengembangan Desa Siaga Inisiatif penyelenggaraan musyawarah sebaiknya berasal dari tokoh masyarakat yang telah sepakat mendukung pengembangan Desa Siaga. Peserta musyawarah adalah tokoh masyarakat, tokoh- tokoh perempuan dan generasi muda setempat. Bahkan sedapat mungkin dilibatkan pula kalangan dunia usaha yang mau mendukung pengembangan Desa Siaga dan kelestariannya (untuk itu diperlukan advokasi).Data serta temuan lain yang diperoleh pada saat SMD disampaikan, utamanyaadalah daftar masalah kesehatan, data potensi, serta harapan masyarakat.

  Hasil pendataan tersebut dimusyawarahkan untuk penentuan prioritas, serta langkah solusi untuk pembangunan Poskesdes dan Pengembangan Desa Siaga. e) Pelaksanaan Kegiatan Secara operasional pembentukan Desa Siaga dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut :

  1) Pemilihan Pengurus dan Kader Desa Siaga Pemilihan Pengurus dan kader Desa siaga dilakukan melalui pertemuan khusus para pimpinan formal desa dan tokoh masyarakat serta beberapa wakil masyarakat. Pemilihan dilakukan secara musyawarah dan mufakat, sesuai dengan tata cara dan kriteria yang berlaku, dengan difasilitasi oleh Puskesmas.

  2) Orientasi/Pelatihan Kader Desa Siaga Sebelum melaksanakan tugasnya, kepada pengelola dan kader desa yang telah ditetapkan perlu diberikan orientasi atau pelatihan. Orientasi / pelatihan dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan pedoman orientasi/pelatihan yang berlaku. Materi orientasi/pelatihan mencakup kegiatan yang akan dilaksanakan di desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga (sebagaimana telah dirumuskan dalam rencana operasional) , yaitu meliputi pengelolaan Desa Siaga secara umum., pembangunan dan pengelolaan Poskesdes, pembangunan dan pengelolaan UKBM lain serta hal-hal penting terkait seperti kehamilan dan persalinan sehat, Siap-Antar-Jaga, Keluarga Sadar Gizi, posyandu, kesehatan lingkungan, pencegahan penyakit menular, Penyediaan Air Bersih dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PAB - PLP), kegawat-daruratan sehari-hari, kesiap siagaan bencana, Kejadian Luar Biasa (KLB), Pos Obat Desa (POD), diversifikasi pertanian tanaman pangan dan pemanfaatan pekarangan melalui Taman Obat Keluarga (TOGA), kegiatan surveilans, perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), dan lain-lain.

  3) Pengembangan Poskesdes dan UKBM lain.

  Dalam hal ini pembangunan Poskesdes bisa dikembangkan dari polindesyang sudah ada. Apabila tidak ada Polindes, maka perlu dibahas dan dicantumkan dalam rencana kerja alternatif lain yaitu pembangunan Poskesdes. Dengan demikian diketahui bagaimana Poskesdes tersebut akan diadakan membangun baru dengan fasilitas dari Pemerintah, membangun baru dengan bantuan dari donatur, membangun baru dengan swadaya masyarakat atau memodifikasi bangunan lain yang ada.

  Bilamana Poskesdes sudah berhasil diselenggarakan, kegiatan dilanjutkan dengan membentuk UKBM-UKBM lain seperti Posyandu dan lain-lain dengan berpedoman kepada panduan yang berlaku. 4) Penyelenggaraan Kegiatan Desa Siaga

  Dengan telah adanya Poskesdes, maka desa yang bersangkutan telahditetapkan sebagai Desa Siaga . Setelah Desa siaga resmi dibentuk, dilanjutkan dengan pelaksanaan kegiatan Poskesdes secara rutin, yaitu pengembangan sistem surveilans berbasis masyarakat, pengembangan kesiapsiagaan dan penanggulangan kegawat-daruratan dan bencana, pemberantasan penyakit menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan KLB, penggalangan dana , pemberdayaan masyarakat menuju kadarzi dan PHBS serta penyehatan lingkungan. Di Poskesdes diselenggarakan pula pelayanan UKBM-UKBM lain seperti Posyandu dan lain-lain dengan berpedoman kepada panduan yang berlaku. Secara berkala kegiatan Desa Siaga dibimbing dan dipantau oleh Puskesmas, yang hasilnya dipakai sebagai masukan untuk perencanaan dan pengembangan Desa Siaga selanjutnya secara lintas sektoral. 5) Pembinaan dan Peningkatan

  Mengingat permasalahan kesehatan sangat dipengaruhi oleh kinerja sektor lain, serta adanya keterbatasan sumberdaya, maka untuk memajukan Desa Siaga perlu adanya pengembangan jejaring kerjasama dengan berbagai pihak. Perwujudan dari pengembangan jejaring Desa Siaga dapat dilakukan melalui Temu Jejaring UKBM secara internal di dalam desa sendiri dan atau Temu Jejaring antar desa siaga (minimal sekali dalam setahun). Upaya ini selain memantapkan kerjasama, juga diharapkan dapatmenyediakan wahana tukar-menukar pengalaman dan memecahkanmasalah yang dihadapi bersama. Yang juga tidak kalah pentingnya adalah pembinaan jejaring lintas sektor, khususnya dengan program pembangunan yang bersasaran desa.

  Salah satu kunci keberhasilan dan kelestarian Desa Siaga adalah keaktifan para kader. Oleh karena itu, dalam rangka pembinaan perlu dikembangkan upaya untuk memenuhi kebutuhan pada kader agar tidak drop-out, kader-kader yang memiliki motivasi memuaskan kebutuhan sosial psikologisnya harus diberi kesempatan seluasnya untuk mengembangkan kreativitasnya. Sedangkan kaderyang masih dibebani dengan pemenuhan kebutuhan dasarnya, harus dibantu untuk memperoleh pendapatan tambahan, misalnya dengan pemberian gaji/insentif atau fasilitas agar dapat berwirausaha.

  Dalam proses pemberdayaan inilah diperlukan peran pendamping untuk mengarahkan sumberdaya apa saja yang dapat mendukung dalam pengembangan desa siaga. Berkaitan dengan keterlibatan fasilitator (pelaku pemberdayaan) dalam mengawal proses pemberdayaan terhadap warga masyarakat, Sumodiningrat (2000) menjelaskan bahwa, pemberdayaan tidak bersifat selamanya, melainkan sampai target masyarakat mampu mandiri, dan kemudian dilepas untuk mandiri, meskipun dari jauh tetap dipantau agar tidak jatuh lagi. Meskipun demikian dalamrangka menjaga kemandirian tersebut tetap dilakukan pemeliharaan semangat, kondisi, dan kemampuan secara terus menerus supaya tidak mengalami kemunduran.

2.4. Peran Jajaran Kesehatan

  Menurut Dinas Kesehatan Kota Langsa, ada lima peranan yang dapat membantu mengembangkan desa siaga yaitu ;

2.4.1. Peran Puskesmas

  Dalam rangka Pengembangan Desa Siaga, Puskesmas merupakan ujung tombak dan bertugas ganda, yaitu sebagai penyelenggara Pelayanan Obstetrik & Neonatal Emergensi Dasar (PONED) atau melakukan pemberdayaan masyarakat untuk deteksi dini risiko tinggi ibu hamil dan neonatal dan penggerak masyarakat desa. Namun demikian, dalam menggerakkan masyarakat desa, Puskesmas akan dibantu oleh Petugas Fasilitator dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang telah dilatih di Propinsi.

  Adapun peran Puskesmas adalah sebagai berikut : 1) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar, termasuk PONED bagi

  Puskesmas yang sudah dilatih, Puskesmas yang belum melayani PONED diharapkan merujuk ke Puskesmas PONED/RS terdekat untuk wilayah desa- desanya. 2) Mengembangkan komitmen dan kerjasama tim di tingkat Kecamatan dan desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga dan Poskesdes.

  3) Memfasilitasi pengembangan Desa Siaga dan Poskesdes 4) Melakukan monitoring evaluasi dan pembinaan Desa Siaga.

  2.4.2. Peran Rumah Sakit

  Rumah Sakit memegang peran penting sebagai sarana rujukan dan pembina teknis pelayanan medik. Oleh karena itu Rumah Sakit diharapkan berperan : 1) Menyelenggarakan pelayanan rujukan , termasuk Pelayanan Obstetrik & Neonatal Emergensi Komprehensif ( PONEK).

  2) Melaksanakan bimbingan teknis medis, khususnya dalam rangka pengembangan kesiap-siagaan dan penanggulangan kedaruratan dan bencana di desa siaga.

  3) Menyelenggarakan promosi kesehatan di Rumak Sakit dalam rangka pengembangan kesiap-siagaan dan penanggulangan kedaruratan dan bencana.

  2.4.3. Peran Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

  Sebagai penyelia dan pembina Puskesmas dan Rumah Sakit, peran Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota meliputi :

  1) Mengembangkan komitmen dan kerjasama tim di tingkat Kabupaten/Kota dalam rangka pengembangan Desa Siaga 2) Merevitalisasi Puskesmas dan jaringannya sehingga mampu menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar dengan baik, termasuk PONED, dan pemberdayaan masyarakat. 3) Merevitalisasi Rumah Sakit sehingga mampu menyelenggarakan pelayanan rujukan dengan baik, termasuk PONEK, dan promosi kesehatan di Rumah Sakit.

  4) Merekrut/menyediakan calon-calon fasilitator untuk dilatih menjadi fasilitator pengembangan Desa Siaga 5) Menyelenggarakan pelatihan bagi petugas kesehatan dan kader. 6) Melakukan advokasi ke berbagai pihak (pemangku kepentingan) tingkat Kabupaten/Kota dalam rangka pengembangan Desa Siaga.

  7) Bersama Puskesmas melakukan pemantauan, evaluasi dan bimbingan teknis terhadap Desa Siaga.

  8) Menyediakan anggaran dan sumber daya lain bagi kelestarian desa Siaga.

2.4.4. Peran Dinas Kesehatan Propinsi

  Sebagai penyelia dan pembina Rumah Sakit dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Propinsi berperan : 1) Mengembangkan komitmen dan kerjasama tim di tingkat propinsi dalam rangka pengembangan Desa Siaga.

  2) Membantu Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengembangkan kemampuan melalui pelatihan-pelatihan manajemen, pelatihan teknis, dan cara-cara lain.

  3) Membantu Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengembangkan kemampuan Puskesmas dan Rumah Sakit di bidang konseling kunjungan rumah, dan pengorganisasian masyarakat serta promosi kesehatan, dalam rangka pengembangan Desa Siaga. 4) Menyelenggarakan pelatihan fasilitator pengembangan Desa Siaga dengan metode lokakarya.

  5) Melakukan advokasi ke berbagai pihak (pemangku kepentingan) tingkat provinsi dalam rangka pengembangan Desa Siaga 6) Bersama Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pemantauan evaluasi dan bimbingan teknis terhadap Desa Siaga.

  7) Menyediakan anggaran dan sumber daya lain bagi kelestarian Desa Siaga.

2.4.5. Peran Departemen Kesehatan

  Sebagai aparatur tingkat pusat, departemen kesehatan berperan dalam: 1) Menyusun konsep dan pedoman pengembangan desa siaga, serta mensosialisasikan dan mengadvokasikannya.

  2) Memfasilitasi revitalisasi dinas kesehatan, puskesmas, rumah sakit, serta posyandu dan UKBM-UKBM lain.

  3) Memfasilitasi pembangunan poskesdes dan pengembangan desa siaga 4) Memfasilitasi pengembangan sistem surveilans, sistem informasi/pelaporan, serta sistem kesiap-siagaan dan penanggulangan kegawat daruratan dan bencana berbasis masyarakat. 5) Memfasilitasi ketersediaan tenaga kesehatan untuk tingkat desa

  6) Menyelenggarakan pelatihan bagi pelatih (TOT). 7) Menyediakan dana dan dukungan sumber daya lain. 8) Menyelenggarakan pemantauan dan evaluasi.

2.4.6. Peran Pemangku Kepentingan yang Terkait

  Pemangku kepentingan lain, yaitu para pejabat Pemerintah Daerah, pejabat lintas sektor, PKK, unsur-unsur organisasi/ikatan profesi, pemuka masyarakat, tokoh- tokoh agama, LSM, dunia usaha/swasta dan lain-lain, diharapkan berperan aktif juga di semua tingkat administrasi.

  a. Pejabat-pejabat Pemerintah Daerah

  1) Memberikan dukungan kebijakan, sarana dan dana untuk penyelenggaraan Desa Siaga.

  2) Mengkoordinasikan penggerakan masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan Poskesdes/Puskesmas/Puskesmas pembantu dan berbagai UKBM yang ada (Posyandu, Pokesdes, dan lain-lain).

  3) Mengkoordinasikan penggerakan masyarakat untuk berperan aktif dalam penyelenggaraan Desa Siaga dan UKBM yang ada.

  4) Melakukan pembinaan untuk terselenggaranya kegiatan Desa Siaga secara teratur dan lestari.

  b. Tim Penggerak PKK

  1) Berperan aktif dalam pengembangan dan menyelenggarakan UKBM di Desa Siaga (Posyandu,Pokesdes, Posbindu, dan lain-lain)

  2) Menggerakkan masyarakat untuk mengelola, menyelenggarakan dan memanfaatkan UKBM yang ada.

  3) Menyelenggarakan penyuluhan kesehatan dalam rangka menciptakan kadarzi dan PHBS.

  c. Tokoh Masyarakat

  1) Menggali sumber daya untuk kelangsungan penyelenggaraan Desa Siaga 2) Menaungi dan membina kegiatan Desa Siaga 3) Menggerakkan masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan Desa siaga.

  d. Organisasi Kemasyarakatan/LSM/ Dunia Usaha/ Swasta 1) Berperan aktif dalam penyelenggaraan Desa Siaga.

  2) Memberikan dukungan sarana dan dana untuk pengembangan dan penyelenggaraan Desa Siaga.

  3) Organisasi-organisasi masyarakat seperti karang taruna, remaja mesjid, dan lain- lain yang giat membina desa, diharapkan dapat mengintegrasikan atau mengkoordinasikan kegiatan-kegiatannya dalam rangka pengembangan Desa Siaga.

2.5. Landasan Teori

  Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah modifikasi dari teori yang dikemukan oleh Notoatmodjo (2009), penelitian Subagyo (2008), dan BPKB Jawa Timur (2008).

Dokumen yang terkait

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI A. Sejarah Umum Kantor Pajak Pratama Medan Polonia - Tinjauan Atas Penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 23 Atas Sewa Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri - Tinjauan Atas Penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 23 Atas Sewa Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

0 0 11

7 BAB II KARAKTERISTIK TANAH LUNAK DAN PERMASALAHANNYA 2.1 Tinjauan Umum

0 1 42

TEKNIK PERBAIKAN TANAH LUNAK SEBAGAI LAPISAN TANAH DASAR (SUBGRADE) (Studi Literatur) TUGAS AKHIR - Teknik Perbaikan Tanah Lunak Sebagai Lapisan Tanah Dasar (Subgrade)

0 5 10

Upaya Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan Terhadap Pembayaran Pajak dan Pelaporan SPT Tahunan di Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur

0 0 15

BAB I PENDAHULUAN - Upaya Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan Terhadap Pembayaran Pajak dan Pelaporan SPT Tahunan di Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur

0 0 10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - Studi Perbandingan Daya Dukung Tiang Pancang Berdasarkan Metode Konvensional, Uji Pembebanan Statik dan PDA pada Proyek Pembangunan Apartement Bird’s Park – Cemara Asri

0 0 49

Pengaruh Kompetensi dan Kerja Tim terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Rawat Inap di Rumah Sakit Sri Pamela Tebing Tinggi Tahun 2014

0 2 47

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pengaruh Kompetensi dan Kerja Tim terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Rawat Inap di Rumah Sakit Sri Pamela Tebing Tinggi Tahun 2014

0 1 14

PENGARUH KOMPETENSI DAN KERJA TIM TERHADAP KINERJA PERAWAT PELAKSANA RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT SRI PAMELA TEBING TINGGI TAHUN 2014 TESIS Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Keseh

0 0 18