Uji Variasi Diameter Lubang Nampan Pengering Ubi Kayu (Manihot Esculenta) Tipe Kabinet Terhadap Kualitas Hasil Pengeringan

  Ubi Kayu Deskripsi Ubi Kayu dan Klasifikasi Ubi Kayu

  Pemerintah nyata mendorong produksi ubi kayu untuk memenuhi kebutuhan pangan, pakan dan industri dalam negeri dibuktikan melalui perkembangan produksi ubi kayu dari tahun ketahun, bahkan untuk pemenuhan kebutuhan Indonesia juga mengimport ubi kayu dibuktikan melalui Tabel 1 yang dihimpun oleh BPS, dan Pusdatin kementrian Pertanian Tabel 1 Perkembangan Produksi dan Impor Ubikayu Tahun 2002 – 2011.

  Jumlah Tahun Produksi Impor

  (Ton) (Ton)* (Ton)** 2002 16,913,104 25,977 16,939,081

  2003 18,523,810 190,627 18,714,437 2004 19,424,707 56,760 19,481,467 2005 19,321,183 103,075 19,424,258 2006 19,986,640 269,860 20,256,500 2007 19,988,058 209,669 20,197,727 2008 21,756,991 64,443 21,821,434 2009 22,039,145 168,715 22,207,860 2010 23,918,118 294,839 24,212,957 2011 24,044,025 435,423 24,479,448

  (sumber *BPS dan **Pusdatin Kementrian Pertanian dalam Direktorat Budidaya Aneka Kacang dan Umbi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2012) Ubi kayu termasuk tanaman tropis, tetapi dapat pula beradaptasi dan tumbuh dengan baik di daerah sub tropis. Secara umum tanaman ini tidak menuntut iklim yang spesifik untuk pertumbuhannya. Namun demikian ubi kayu akan tumbuh dengan baik pada rentangan curah hujan 750-1.000 mm/thn, di

  o ketinggian 0-1.500 m dpl dengan rentangan suhu diantara 25-28 Celcius.

  Tumbuhan ini juga tumbuh baik di tanah yang berpasir hingga liat, tanah lempung berpasir yang memiliki jumlah hara yang cukup, dan tanah yang gembur serta ber- pH 4,5-8 (LIPTAN, 1995).

  Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman ubi kayu diklasifikasikan sebagai berikut.

  Kingdom : Plantae (tumbuh tumbuhan) Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Subdivisi : Angiospermae (biji tertutup) Kelas : Dicotyledonae (biji berkeping dua) Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Manihot Spesies : Manihot esculenta Crantz sin. M. utilissima Pohl.

  (Rukmana, 1997) Tanaman ubi kayu atau singkong merupakan salah satu sumber karbohidrat yang berasal dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu berasal dari benua amerika tepatnya dari Brasil. Penyebarannya hampir ke seluruh dunia antara lain Afrika, Madagaskar, India, dan Tiongkok. Ubi kayu berkembang di negara-negara yang terkenal pertaniannya (Purwono, 2009).

  Penyebaran tanaman ubi kayu di Nusantara terjadi pada sekitar tahun 1914-1918, yaitu saat terjadi kekurangan atau sulit pangan. Tanaman ubi kayu dapat tumbuh dengan baik pada daerah yang memiliki ketinggian sampai dengan 2500 m dari permukaan laut. Demikian pesatnya tanaman ubi kayu di daerah tropis, sehingga ubi kayu dijadikan sebagai bahan makanan pokok ketiga setelah padi dan jagung. Pada daerah yang kekurangan pangan tanaman ini merupakan makanan pengganti (subtitusi) serta dapat pula dijadikan sebagai sumber karbohidrat utama. Adapun sentra produksi ubi kayu di nusantara adalah jawa, lampung, dan NTT (Sunarto, 2002).

  Tepung ubi kayu atau kasava merupakan bahan baku pangan yang sangat luas ditinjau dari penggunaannya, yakni dalam industri roti baik dapat sebagai campuran s/d 25% pembuatan mie dapat di tambahkan 50% dari jumlah terigu dengan syarat tambahkan telur ayam pada proses pembuatan lapis pastel, martabak, roti, cake, black forest, talam asin, lapis coklat, sus goreng, cookies, kue kering almond, kue pie, brownies panggang, roti tawar dadar, kerupuk, dll.

  (Utomo, 2012)

  Kandungan dan Manfaat Ubi Kayu

  Singkong memiliki nilai gizi yang cukup tinggi dengan komposisi yang lengkap, mampu menyediakan energi dalam jumlah yang cukup tinggi dan kandungan gizinya berguna bagi kesehatan tubuh. Singkong merupakan salah satu bahan makanan sumber karbohidrat (sumber energi). Nilai gizi selengkapnya singkong pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi Ubi Kayu (per 100 gram bahan) No Komponen Kadar

  1 Kalori 146,00 kal

  2 Air 62,50 gr

  3 Phosphor 40,00 mg

  4 Karbohidrat 34,00 gr

  5 Kalsium 33,00 mg

  6 Vitamin C 0,00 gr

  7 Protein 1,20 gr

  8 Besi 0,70 mg

  9 Lemak 0,30 gr

  10 Vitamin B1 0,06 mg

  11 Berat Dapat Dimakan 75,00

  Proses Pengolahan Ubi

  Ubi kayu segar dapat diolah menjadi tiga macam bentuk tepung yaitu tepung ubi kayu (cassava flour), tepung gaplek (cassava chip flour), dan tepung tapioka (tapoica starch). Tepung ubi kayu mempunyai beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan tepung gaplek dan tepung tapioka. Tepung ubi kayu mempunyai kadar HCN yang lebih rendah dari tepung gaplek, serta lebih tahan terhadap serangan hama selama penyimpanan. Proses pengolahan tepung ubi kayu menggunakan teknologi yang relatif sederhana dibandingkan proses pengolahan tepung tapioka sehingga dapat dibuat dengan mudah dan cepat, serta tidak membutuhkan banyak air dan tempat pengolahan yang luas (Febriyanti, 1990).

  Ubi kayu umumnya mempunyai kadar air sebesar 65 %, ubi kayu dipanen umbinya pada umur 9-12 bulan. Pemanenan dapat dilakukan 2 (dua) tahap yaitu pencabutan ubi dari tanah dan memisahkannya dari batang. Pemanfaatan ubi kayu untuk bahan makanan dapat dalam bentuk segar yang diolah dalam berbagai jenis makanan maupun dalam bentuk kering untuk bahan makanan baik industri maupun makanan siap saji (Suismono, 2008).

  Pengolahan ubi kayu dengan proses pengeringan Gaplek dapat dilakukan secara sederhana sampai dengan pembuatan modern dengan mesin. Gaplek dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan bentuknya secara umum tahapan pembuatan gaplek adalah sebagai berikut: kupas ubi kayu lalu cuci dengan air sampai bersih, kemudian iris atau rajang sesuai dengan keinginan, rendam dalam air garam, untuk pengeringan secara gelondongan dapat di gantung, jemur hasil irisan atau gelondongan sampai kadar air 14 %, gaplek kering disimpan

  Cara produksi tepung kasava menurut Utomo (2012) dimulai dari memilih ubi kayu yang sehat dan cukup tua, kemudian dikupas ubi dan dimasukkan ke dalam baskom, lalu ubi kayu dicuci dengan pisau lalu dibilas dengan air bersih, kemudian ubi kayu dipotong tipis-tipis/parut kasar, dan ditampung ke dalam

  2

  nampan dengan kepadatan 10-15 kg/m , lalu dijemur di bawah sinar matahari atau

  o

  dengan alat pengering dengan suhu 60 C hingga kering hingga kadar air mencapai 14% (tanda ubi kayu sudah kering adalah mudah patah), kemudian digiling dengan mesin dan diayak dengan saringan 80 mesh..

  Tepung ubi kayu metode sawut, diperoleh melalui tahapan pengupasan kulit, pencucian, penirisan, pengecilan ukuran dengan cara diiris membentuk lempengan tipis (sawut), pengeringan menggunakan sinar matahari, penepungan menggunakan alat penepung disc mill dan pengayakan menggunakan ayakan Tyler 80 mesh (Hidayat, 2009).

  SNI (Standar Nasional Indonesia) Tepung Ubi

  Menurut SNI 01-2997-1992, tepung ubi kayu adalah tepung yang dibuat dari bagian umbi ubi kayu yang dapat dimakan, melalui proses penepungan ubi kayu iris, parut, maupun bubur kering dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan kebersihan. Syarat mutu tepung ubi kayu sesuai SNI dapat dilihat pada Tabel 3.

  Tabel 3. Spesifikasi Persyaratan Mutu Tepung Ubi Kayu (SNI 01-2997-1992)

  Kriteria Uji Satuan Persayaratan Keadaan

  • Bau

  Khas ubi kayu

  • Khas ubi kayu
  • Warna - Putih - Rasa - Benda-benda asing

  Tidak boleh ada - Maks.12 Air % b/b

  Maks.1,50 Abu % b/b Maks.3

  Derajat

  Maks.40 Asam Sianida Mg/kg Kehalusan

  Min.90 % (lolos ayakan 80 mesh) Min.70 Pati % b/b

  Bahan tambahan pangan sesuai SNI 01-0222-1995 Cemaran logam: Maks.1,00 Maks.10,00

  • Pb mg/kg Maks.40,00
  • Cu mg/kg Maks.0,05
  • Zn mg/kg Maks.0,50
  • Raksa (Hg) mg/kg

  6 mg/kg Arsen

  Maks.1 x 10 Cemaran Mikroba

  1 Maks.3 x 10 Koloni/g

  • Angka lempeng total

  4 Koloni/g Maks.1 x 10

  • E. Coli Koloni/g
  • Salmonella

  Alat Pengering Pengeringan adalah suatu proses penguapan air dari bahan basah dengan

media pengering (bisa udara atau gas) melalui induksi panas. Karena kontak udara

yang panas/ hangat maka air dalam bahan akan menjadi lebih kering tergantung dari

kecepatan udara (dalam hal ini angin), tingkat kelembapan relatif dan suhu udara

setempat (Kudra, 2002).

  Pengeringan merupakan proses penurunan kadar air bahan sampai mencapai kadar air tertentu sehingga dapat memperlambat laju kerusakan produk akibat aktivitas biologi dan kimia. Pengeringan pada dasarnya merupakan proses perpindahan energy yang digunakan untuk menguapkan air yang berada dalam bahan, sehingga mencapai kadar air tertentu agar kerusakan bahan pangan dapat diperlambat. Kelembapan udara pengering harus memenuhi syarat yaitu sebesar 55 – 60%. (Pinem, 2004)

  Pengeringan merupakan penghidratan, yang berarti menghilangkan air dari suatu bahan. Proses pengeringan atau penghidratan berlaku apabila bahan yang dikeringkan kehilangan sebahagian atau keseluruhan air yang dikandungnya. Proses utama yang terjadi pada proses pengeringan adalah penguapan. Penguapan terjadi apabila air yang dikandung oleh suatu bahan teruap, yaitu apabila panas diberikan kepada bahan tersebut. Panas ini dapat diberikan melalui berbagai sumber, seperti kayu api, minyak dan gas, arang baru ataupun tenaga surya (Hasibuan, 2005)

  Jenis Jenis Alat Pengeringan

  Pada dasarnya, persiapan pengeringan sama dengan penggaraman pada proses pengolahan ikan asin. Secara umum, cara pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar airnya, hal itu dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1.

  Pengering dengan sinar matahari Cara tersebut sangat sederhana sehingga setiap orang dapat melaksanakannya bahkan tanpa alat sekalipun, dikenal dengan penjemuran. Keuntunggan pengeringan dengan sinar matahari tidak diperlukan penanganan khusus dan mahal serta dapat dikerjakan oleh siapapun.

  Alat pengering tipe rak (tray dryer) mempunyai bentuk persegi dan di dalamnya berisi rak-rak yang digunakan sebagai tempat bahan yang akan dikeringkan. Pada umumnya rak tidak dapat dikeluarkan. Beberapa alat pengering jenis itu, rak-raknya mempunyai roda sehingga dapat dikeluarkan dari alat pengering. Bahan diletakkan di atas rak yang terbuat dari logam dengan alas yang berlubang-lubang. Kegunaan dari lubang tersebut untuk mengalirkan udara panas dari uap air (Adawyah, 2007).

  Ada dua keuntungan penjemuran dibawah sinar matahari, yaitu adanya daya pemutih karena sinar ultra violet matahari dan mengurangi degradasi kimia yang dapat menurunkan mutu bahan. Sedangkan kelemahannya dapat terkontaminasi oleh debu yang dapat mengurangi derajat keputihan tepung (Koswara, 2000).

  Jenis bahan yang akan dikeringkan, mutu hasil akhir yang dikeringkan dan pertimbangan ekonomi mempengaruhi pemilihan alat dan kondisi pengering yang akan digunakan misalnya untuk jenis bahan padatan atau yang berbentuk lempeng maka alat yang sesuai untuk mengeringkan bahan tersebut adalah pengering kabinet atau tray drier. Sedangkan untuk bahan yang berbentuk pasta atau puree maka alat yang sesuai untuk mengeringkannya adalah pengering drum. Pengering dengan sistem yang kontinyu menggunakan spray drier, tunner drier, drum drier, dan rotery drier (Koswara, 2000).

  Pengering Tipe Kabinet Ruang Pemanas

  Ruang pemanas terdiri dari beberapa komponen yaitu, Kompor Gas LPG

  • Berfungsi sebagai sumber panas. Panas berasal dari pembakaran LPG

  (Liquefied Proteleum Gas). Merupakan gas hidrokarbon produksi dari kilang minyak dan kilang gas dengan komponen utama gas propane (C

  3 H 8 ) dan butane

  C

  4 H 10 . Pada tekanan atmosfer, LPG berbentuk gas, tetapi untuk kemudahan

  distribusinya, LPG diubah menjadi fase cair dengan memberi tekanan. Dalam bentuk cair, LPG mudah didistribusikan dalam tabung maupun tangki

  • Terbuat dari plat besi berukuran 35 cm x 60 cm dengan ketebalan 2 inchi.

Plat Rata

  Berfungsi sebagai media penghantar panas dari api yang dihasilkan oleh kompor gas ke udara pada ruang pengering.

  Suatu plat rata bila dipanaskan akan membentuk suatu lapisan batas konveksi bebas. Daerah aliran yang terbentuk dari tepi plat itu, dimana terlihat pengaruh viskositas disebut lapisan batas. Untuk menandai posisi y dimana lapisan batas itu berakhir, dipilih suatu titik sembarang. Titik sembarang ini dipilih sedemikian rupa pada koordinat y dimana kecepatan menjadi 99 persen dari nilai arus bebas u jadi u = 0,99 u (Koestoer, 2002).

  ∞, ∞

  Pada permulaan, pembentukan lapisan batas itu laminar, tetapi pada suatu jarak kritis sifat-sifat fluida, gangguan-gangguan kecil pada aliran itu membesar dan mulailah terjadi proses transisi hingga akhirnya aliran menjadi turbulen. Karakteristik aliran ini ditentukan oleh suatu besaran yang disebut bilangan Reynolds. Untuk aliran melintas plat rata, bilangan Reynolds didefenisikan sebagai :

  ∞

  ………………………………………………………(1) =

  Dengan : = kecepatan aliran bebas (m/s)

  ∞ X = jarak dari tepi dengan plat (m)

  2 v = viskositas kinematik fluida (m /s) (Koestoer, 2002).

  Berbeda dengan logam cair; fluida yang umum seperti udara (Pr ≅ 0.7) atau air memiliki angka Pr > 1. Oleh karena itu lapisan batas kecepatannya lebih tebal dari pada lapisan batas kalor. Untuk mendapatkan kalor total yang dilepaskan plat untuk mencapai suhu fluida yang mengalir diatasnya diperlukan bilangan Nusselt, yaitu fungsi dari bilangan Reynold dan Prandtl, dapat dituliskan sebagai berikut:

  1 3 1 2 ⁄ ⁄

  . ………………………………..………………(2) = 0,332

  Dimana : Re = Bilangan Reynolds Pr = Bilangan Prandtl (Koestoer, 2002).

  Perpindahan kalor total dapat dirumuskan menjadi ; )………………………………………………….……..(3)

  = ℎ . A (T − T

  ω ∞

  Dimana : h = koefisien perpindahan kalor rata-rata A = luas penampang T

  = suhu plat rata

  ω

  T = suhu aliran fluida

  ∞ (Koestoer, 2002).

  • Blower pada dasarnya sama dengan fan, dalam bangun yang lebih besar,

    blower sering digunakan karena tekanan antarannya yang tinggi yang diperlukan

  Blower

  untuk mengatasi turun tekan dalam sistem ventilasi. Sebagian besar blower berbentuk sentrifugal. Blower juga dapat digunakan untuk memasok udara draft ke boiler dan tungku (Harahap, 1993).

  Fan biasanya digunakan untuk tekanan rendah. Tekanan yang dihasilkan

  2

  biasanya kurang dari 0.5 lb/in (3.45 kPa). Sebaliknya, Blower digunakan pada tekanan yang relatif lebih tinggi, namun biasanya lebih rendah dari 1.5

  2

  lb/in (10.32 kPa), secara umum fan dan blower dapat dikategorikan menjadi dua bentuk, yaitu aliran sentrifugal dan aliran aksial (Harahap, 1993).

  Ruang Pengeringan

  • Nampan pada alat pengering tipe kabinet, terbuat dari alumunium berbentuk persegi. Nampan dibuat berongga supaya udara panas dapat melalui bahan yang akan dikeringkan. Pemilihan alumunim sebagai bahan nampan karena berat jenis alumunium relative rendah (Sumanto, 1994) sehingga mempermudah dalam memuat bahan ke ruang pengeringan.

  Nampan/ Tray

  • Pemasangan pintu bertujuan untuk mempermudah memasukkan dan mengeluarkan bahan dari ruang pengeringan serta untuk memerangkap panas. Pada pintu juga dipasang kaca, agar pemakai dapat memeriksa bahan selama pengeringan tanpa membuka pintu, sehingga efisiensi lebih tinggi.

  Pintu

  Keluaran Udara

  Keluaran udara berupa lubang keluaran udara yang dapat dibuka dan ditutup dengan kisi yang telah dirancang sedemikian rupa, sehingga udara panas dapat keluar dari ruang pengeringan sesuai dengan besaran yang diinginkan.

Dokumen yang terkait

BAB II KERANGKA TEORI 2.1 MANAJEMEN PEMASARAN - Pengaruh Service Quality(Kualitas Pelayanan) Terhadap Word Of Mouth (Komunikasi Mulut Ke Mulut) Di Sektor Pelayanan Kesehatan

0 0 18

Pengaruh Salinitas Terhadap Pertumbuhan Dan Komposisi Rantai Panjang Polyisoprenoid Semai Mangrove Sejati Minor Berjenis Sekresi Xylocarpus granatum Koenig

0 0 29

Pengaruh Salinitas Terhadap Pertumbuhan Dan Komposisi Rantai Panjang Polyisoprenoid Semai Mangrove Sejati Minor Berjenis Sekresi Xylocarpus granatum Koenig

0 0 13

Pengaruh Salinitas Terhadap Pertumbuhan Dan Komposisi Rantai Panjang Polyisoprenoid Semai Mangrove Sejati Minor Berjenis Sekresi Xylocarpus granatum Koenig

0 0 13

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Komponen Kimia Dan Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Bunga Tembelekan (Lantana camara L)

0 0 20

I. KARAKTERISTIK RESPONDEN - Analisis Kandungan Timbal pada Lipstik Impor dan Dalam Negeri Serta Tingkat Pengetahuan Konsumen dan Pedagang Terhadap Lipstik di Pasar Petisah Kota Medan Tahun 2015

0 1 29

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Toksik dalam Produk Konsumen - Analisis Kandungan Timbal pada Lipstik Impor dan Dalam Negeri Serta Tingkat Pengetahuan Konsumen dan Pedagang Terhadap Lipstik di Pasar Petisah Kota Medan Tahun 2015

0 0 32

Pengaruh Pemberian Naungan dan Konsentrasi Rootone-F Terhadap Pertumbuhan Vetiver (Vetiveria zizanioides (L.) NASH)

0 0 28

Pengaruh Pemberian Naungan dan Konsentrasi Rootone-F Terhadap Pertumbuhan Vetiver (Vetiveria zizanioides (L.) NASH)

0 0 15

Uji Variasi Diameter Lubang Nampan Pengering Ubi Kayu (Manihot Esculenta) Tipe Kabinet Terhadap Kualitas Hasil Pengeringan

0 0 26