BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Faktor- Faktor Perilaku Kunjungan Ibu Bayi dan Balita di Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor Kelurahan Pangkalan Masyhur

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

  1. Perilaku

  1.1. Pengertian Perilaku Menurut Solita dalam Benih (2014) mendefenisikan perilaku merupakan segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan, dan sikp tentang kesehatan, serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan. Sedangkan Cals dan Cobb mengemukakan perilaku kesehatan sebagai: perilaku untuk mencegah penyakit pada tahap belum menunjukan gejala (asymptomatic stage).

  1.2. Batasan Perilaku Menurut Skiner (1938) dalam Notoadmodjo (2007) Merumuskankan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skiner ini disebut teori “ S-O-R” atau stimulus organisme. Skiner membedakan adanya dua respons yaitu: a.

  Respondenst respon atau reflexive, yakni respons yang ditimbulkan oleh rangsangan- rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut eliciting stimulation karena menimbulkan respons-rspons yang relatif tetap. Misalnya : makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya terang menyebabkan mata tertutup, dan sebagainya. Respondens respons ini juga mencakup perilaku

  9 emosional, misalnya mendengar berita musibah menjadi lebih sedih atau menangis, lulus ujian meluapkan kegembiraannya dengan mengadakan pesta, dan sebagainya.

  b.

   Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu.

  Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforcer, karena memperkuat respons. Misalnya apabila seseorang petugas kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik (respon terhadap uraian tugasnya atau job skripsi) kemudian memperoleh penghargaan dari atasanya (stimulus baru), maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi dalam melaksanakan tugasnya.

  1.3. Bentuk Perilaku Menurut Notoadmojo (2007) Jika dilihat dari benuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua bagian :

1. Perilaku tertutup (covert behaviour)

  Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Oleh sebab itu, disebut covert behaviour atau

  unobservable behaviour , misalnya: seorang ibu hamil tahu pentingnya

  periksa kehamilan, seorang pemuda tahu bahwa HIV/AIDS dapat menular melalui hubungan seks dan seorang ibu tahu pentingnya membawa bayi dan balita kunjungannya di posyandu.

2. Perilaku terbuka (overt behaviour)

  Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat orang lain. Oleh sebab itu disebut overt behaviour, tindakan nyata atau praktik (practice) misal, seorang ibu memeriksa kehamilannya atau membawa anaknya ke puskesmas/ posyandu untuk diimunisasi, penderita TB paru minum obat secara teratur, dan sebagainya.

  1.4. Domain perilaku Perilaku merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang, yang merupakan hasil bersama atau resultant antara berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal dengan perkataan lain perilaku manusai sangatlah kompleks, dan mempunyai bentangan yang sangat luas (Notoatmodjo, 2012). Menurut Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku manusia itu ke dalam tiga domain sesuai dengan tujuan pendidikan. Bloom menyebutkan ranah atau kawasan yakni: a) kognitif (cognitive), b) afektif

  (affective),

  c) psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni:

  1. Pengetahuan (knowledge) Menurut Notoatmodjo (2012) pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.

  Pengindraan terjadi melalui pancandra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt

  behavior).

  Menurut Notoatmodjo (2012) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan.

  a.

  Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang telah diterima.

  b.

  Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai sesuatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

  c.

  Aplikasi (aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampaun untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). d.

  Analisis (analysis) Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

  e.

  Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

  f.

  Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

  2. Sikap (attitude) Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tetutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2012). Menurut Newcomb dalam Notoatmodjo (2012), salah seorang ahli psikologis sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. a. Komponen pokok sikap Dalam Notoatmodjo (2012) Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok, yaitu:

  1. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.

  2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

  3. kecendrungan untuk bertindak (tend to behave).

  b. Tingkatan sikap Sepertinya halnya dengan pengetahuan menurut Notoatmodjo (2012), sikap juga terdiri dari berbagai tingkatan.

  1. Menerima (recaiving)

  Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

  2. Merespons (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

  3. Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Menghargai diartikan subjek atau seseorang yang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain, bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespons (Notoatmodjo, 2010).

  4. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatau yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

  C. Praktik atau tindakan (practice) Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (over behavior).

  Untuk mewujudkannya sikap menjadi sesuatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas, juga di perlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain, misalnya dari suami atau istri, orang tua atau mertua, dan lain-lain (Notoatmodjo, 2012). Menurut Notoatmodjo (2010) praktik atau tindakan dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan menurut kualitasnya, yakni:

  1. Praktik terpimpin (guided respons) Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntutan atau menggunakan panduan.

  2. Praktik secara mekanisme (mechanism) Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikkan suatu hal secara otomatis maka disebut disebut praktik atau tindakan mekanis.

  3. Adopsi (adoption) Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang.

  Artinya, apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi, tindakan atau perilaku yang berkualitas.

  1.5. Determinan perilaku kesehatan Menurut notoatmodjo (2010), Determinan perilaku merupakan faktor- faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda atau disebut juga determinan perilaku. Determinan perilaku dibedakan menjadi dua.

  1). Determinan internal, yaitu karakteristik perilakunya bersifat given atau bawaan, misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya. 2). Determinan eksternal yakni lingkungan, lingkngan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik. Dalam bidang perilaku kesehatan, ada tiga teori yang sering mnjadi acuan dalam penelitian- penelitian kesehatan masyarakat. Ketiga teori tersebut adalah:

  Menurut Notoatmodjo (2010) ada beberapa teori yang membahas tentang determinan perilaku, yaitu sebagai berikut : a.

  Lawrence Green Teori Lawrence Green menganalisis bahwa faktor perilau sendiri ditentukan oleh tiga faktor utama yaitu: 1.faktor prediposisi (predisposing factors), yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai yang berhubungan dengan perilaku ibu dalam berkunjung ke posyandu. Contohnya pengetahauan tentang kesehatan penting sebalum perilaku kesehatan terjadi, tetapi perilaku yang diharapkan tidak akan terjadi jika ibu tidak memiliki isyarat yang cukup yaitu motivasi ibu yang kuat untuk bertindak atas dasar pengetahuan yang dimuliki ibu. Selanjutnya keyakinan adalah pendirian pada suatu fenomena atau objek. Sikap dalam Suryaningsih (2012) sikap merupakan suatu kecenderungan jiwa atau perasaan yang relatif tetap terhadap kategori tertentu dari objek, orang atau situasi. Sikap juga menggambarkan suatu kumpulan keyakinan yang selalu mencakup aspek evaluatif, sehingga sikap dapat di ukur dalam bentuk dalam bentuk baik dan buruk atau positif dan negatif. 2.faktor pendukung (enabling factors)

  Merupakan faktor yang memungkinkan atau mendukung yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud dengan faktor pendukung adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan. Faktor ini mencakup berbagai keterampilan dan sumber daya tersebut meliputi fasilitas pelayanan kesehatan, tempat penyelengara, jarak posyandu dan lain sebagainya.

  4. faktor penguat (reinforcing factors) faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku hal ini berarti, bahwa untuk berperilaku sehat memerlukan contoh dari para tokoh masyarakat, yang termasuk dalam faktor ini manfaat sosial serta pihak lain yang bersangkutan dalam melakukan dukungan untuk pelayanan masyarakat itu sendiri seperti dukungan kecamatan, kelurahan, RT/RW, dukungan keluarga serta dukungan petugas kesehatan.

  b. Teori Snehandu B. Karr Karr seorang staf pengajar departemen pendidikan kesehatn dan ilmu perilaku, mengidentifikasi adanya lima determinan perilaku yaitu:

  1. Adanya niat (intention) seseorang yang bertindak sehubungan dengan objek atau stimulus di luar dirinya.

  2. Adanya dukungan dari masyarakat sekitarnya (social support). Di dalam kehidupan seseorang di masyarakat, dari masyrakat di sekitarnya. Apabila perilaku tersebut bertentangan atau tidak memperoleh dkungan dari masyarakat, maka ia akan mersa kurang atau tidak nyaman. Demikian pula, untuk berperilaku kesehatan orang memerlukan dukungan masyarakat sekitarnya, paling tidak, tidak menjadi gunjingan atau bahan pembicaraan masyarakat.

  3. Terjangkaunnya informasi (accessibility of information), adalah tersedinya informasi- informasi terkait dengan tindakan yang akan diambil oleh seseorang.

  4. Adanya otonomi atau kebebasan pribadi (personnal autonomy) untuk mengambil keputusan.

  5. Adanya kondisi dan situasi yang memungkinkan (action situation) dalam bertindak di perlukan suatu kondisi dan situasi yang tepat.

  C.Teori WHO WHO merumuskan determinan perilakusangat sederhana. Mereka mengatakan bahwa seseorang berperilaku, karena adanya empat alasan pokok yaitu:

  1. Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling) Hasil pemikiran- pemikiran dn perasaan- perasaan seseorang, atau lebih tepat diartikan pertimbangan- pertimbangan pribadi terhadap objek atau stimulus merupakan modal awal untuk bertindak atau berperilaku.

  2. Adanya acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi yang dipercayai

  (personnal references) . Di dalam masyarakat, di mana sikap paternalistik

  masih kuat, maka perubahan perilaku masyarakat trgantung dari perilaku acuan (referensi) yang pada umumnya dalah para tokoh masyarakat setempat.

  3. Sumber daya (resources) yang tersedia merupakan pendukung untuk terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Kalau dibandingkan dengan teori Green, sumberdaya ini adalah sama dengan faktor enabling (sarana dan prasarana atau fasilitas).

  4. Sosio budaya (culture) setempat biasanya sangat berpengaruh terhadap terbentuknya perilaku seseorang.

  1.6. Konsep perilaku kesehatan a.

  Pengertian perilaku kesehatan Perilaku kesehatan adalah tanggapan seseorang terhadap rangsangan yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan , makanan, dan lingkungan (Sunaryo, 2002). Sedangkan menurut Notoatmojo (2007) mendefenisikan perilaku kesehatan adalah usaha- usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bila terjadinya sakit.

  Menurut Notoatmodjo (2007) Perilaku kesehatan dapat diklarifikasikan menjadi tiga (3) komponen:

  1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance) Perilaku pemeliharaan kesehatan adalah perilaku atau usaha- usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agartidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bila terjadinya sakit. Perilaku pemeliharaan kesehatan ini terjadi dari 3 tiga aspek yaitu.

  a. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bila tela sembuh dari penyakit.

  b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat.

  c. Perilaku gizi (makanan) dan minuman. Makanan dan minuman dapat memelihara serta meningkatkan ksehatan seseorang, tetapi sebaliknya makanan dan minuman dapat mnjadi pnyebab menurunnya kesehatan seseorang , bahkan dapat mendatangkan penyakit.

  2. Perilaku pencarian dan pengunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking)

  3. Perilaku kesehatan lingkungan Seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya, sehingga lngkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya.

  Menurut Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2007) perilaku kesehatan lingkungan diklasifikasikan menjadi tujuh.

  a. Makan dengan menu seimbang (appropriate diet). Menu seimbang di sini dalam arti adalah kualitas ( mengandung zat-zat gizi yang diperlukan tubuh), dan kuantitas dapat diartikan jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubh (tidak kurang ,tetapi juga tidak lebih).

  b. Olahraga teratur, juga mencakup kualitas gerakan, dan kuantitas dalam arti frekuensi dan waktu yang digunakan untuk olah raga.

  c. Tidak merokok. Merokok adalah kebisaan buruk yang dapat mengakibatkan berbagai macam penyakit.

  d. Tidak minum minuman keras dan narkoba. Kebiasaan minuman keras atau mengonsumsi narkoba (narkotika dan bahan-bahan berbahaya lainnya.

  e. Istirahat yang cukup. Jika setiap orang sudah memperoleh istirahat yang cukup maka ini mampu meningkatkan derajat kesehatan seseorang sehingga ia mampu untuk berkonsentrasi dalam melaksanakan aktivitas sehari- hari.

  f. Mengendalikan stres. Stres dapat terjadi karena adanya suatu beban yang dihadapi seseorang yang jika terus berlama-lama dapat menganggu perilaku kesehatan seseorang. g. Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan contohnya: tidak berganti- ganti pasangan dalam hubungan seks, penyesuaian diri dengan lingkungan.

1.7 Faktor- faktor yang mempengaruhi kunjungan ibu bayi dan balita

  Menurut Green dalam Notoatmodjo (2007) bahwa perilaku kesehatan ditentukan oleh tiga faktor yaitu faktor prediposisi terbentuk dalam pengetahuan, sikap dan motivasi, faktor pendukung terbentuk dari lingkungan fisik, faktor penguat terbentuk dari duungan keluarga masyarakat, dan petugas kesehatan.

  1. Pengetahuan ibu terhadap posyandu Pengetahuan merupakan hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh oleh mata dan telinga (Notoatmodjo,2005).

  Jika pengetahuan yang dimiliki ibu terhadap informasi tentang pentingnya posyandu hal ini dapat meningkaatkan partisipasi ibu terhadap pemanfaatan posyandu bagi bayi dan balita untuk mencapai derajat kesehatan bagi anak- anak mereka.

  2. Sikap ibu terhadap kunjungan diposyandu Sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap diri sendiri,orang lain, objek atau issue (Petty dalam azwar S, 2000)

  Menurut Notoatmodjo (2007) sikap merupakan suatu reaksi atau respon terhadap seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek.

  Berdasarkan dua pendapat diatas dapat disimpulkan sikap merupakan respons seseorang terhadap suatu objek jika seorang tersebut mendapatkan stimulus dari objek itu sendiri.

  3. Motivasi ibu terhadap kunjungan diposyandu Motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri sendiri (Muslimin, 2004). Menurut Mc. Donald (1959) dalam Hamalik (2008) motivasi adalah suatu perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Berdasarkan dari uraian diatas dapat disimpulkan motivasi merupakan proses psikologis yang menyebabkan seseorang terpacu untuk mencapai tujuan tertentu, jika hal ini telah tercapai maka kesadaran ibu membawa bayi dan balitanya ke posyandu akan berjalan dengan efektif.

  4.Tempat penyelagaraan posyandu Tempat dalam kamus bahasa indonesia (2008) mengartikan tempat adalah sesuatu yang dipakai untuk melakukan kegiatan yang tujuannya untuk mengumpulkan. Dalam pelaksanaan posyandu dibutuhkan tempat penyelengaraan dimaana mayarakat terutama ibu yang mempunyai bayi dan balitanya memiliki tempat yang tetap dalam pelaksanaan posyandu sehingga masyarakat tahu dimana lokasi penyelengaraan posyandu setiap bulannya, ini berguna untuk keikutsertaan ibu bayi dan balita terhadap kunjungan keposyandu. Sedangkan menurut Kemenkes (2011) tempat penyelengaraan posyandu sebaiknya berada pada lokasi yang dapat terjangkau masyarakat. Tempat penyelengaraan posyandu tersebut dapat di salah rumah warga, halaman rumah, balai desa/ kelurahan, balai RT/RW/ dusun, salah satu kios di pasar, salah satu ruang perkantoran, atau tempat khusus yang dibangun secara swadaya masyarakat.

  5. Jarak posyandu Jarak yang dimaksud adalah ukuran jauh antara tempat tinggal ibu dengan tempat pelayanan posyandu dimana ada pelayann kesehatan didalamnya

  (Suryaningsih, 2012)

  6. Dukungan keluarga Menurut Duvat dan Logan (1986) dalam Syafrudin (2009) mendefenisikan keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yng bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya , dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial tiap anggota keluarga.

  Menurut Bailon dan Maglaya (1978) dalam Syafrudin (2009) keluarga merupakan dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tanga karna adanya hubungan darah, perkawinan, atau adopsi.

  7. Dukungan dari tokoh masyarakat Keterlibatan pimpinan informal dan partisipasi masyarakat akan berpengaruh terhadap keberhasilan program posyandu. Kegiatan posyandu dapat dilakukan dari msyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat. Hanya 40% dari jumlah posyandu yang ada dapat menjalankan fungsinya dengan baik dan sebagian besar posyandu tidak memiliki tempat pelayanan yang layak karna menyelenggarakn kegiatan di gudang, garasi atau rumah penduduk (Kemenkes, 2011).

  8. Bimbingan petugas kesehatan Menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2007), sumber penguat yang menentukan tindakan/ perilaku adalah dukungn petugas kesehatan salah satunya ( perawat, bidan, atau dokter).

  2. Posyandu

  2.1. Pengerian Posyandu Posyandu adalah kegiatan kesehatan masyarakat dasar yang diselenggarakan dari, oleh, dan untuk masyarakat yang dibantu oleh petugas kesehatan di suatu wilayah kerja puskesmas, dimana program ini dapat dilaksanakan dibalai dusun, balai kelurhan, maupun tempat- tempat lain yang mudah didatangi oleh masyarakat.

  Posyandu merupakan langkah yang cukup strategis dalam rangka pengembangan kualitas sumber daya manusia bangsa indonesia agar dapat membangun dan menolong dirinya sendiri, sehingga perlu ditingkatkan pembinaannya. Untuk meningkatkan pembinaan posyandu sebagian pelayanan KB dan kesehatan yang dikelola untuk dan oleh masyarakat dengan dukungan pelayanan teknis dari petugas perlu ditumbuh kembangkan serata perlu aktif masyarakat dalam wadah LKMD (Ismawati.S, dkk, 2010).

  2.2. Tujuan penyelenggaran posyandu 1.

  Tujuan umum Menurut Kemenkes (2013) menunjang percepatan angka kematian ibu (AKI), angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian anak balita (AKABA) di indonesia melalui upaya pemberdayaaan masyarakat.

2. Tujuan khusus a.

  Meningkatkan peran masyarakat dalam penyelenggaraan upaya kesehatan dasar, terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI, AKB, dan AKABA.

  b.

  Meningkatnya peran lintas sektor dalam penyelenggaraan posyandu, terutama berkaitan dengan AKI, AKB, dan AKABA.

  c.

  Meningkatnya cakupan dan jangkauan pelayanan kesehatan dasar, terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI,AKB, dan AKABA.

  2.3. Manfaat posyandu

  1. Bagi masyarakat

  a. memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi dan pelayanan kesehaytan dasar, terutama berkaitan dengan penurunan AKI, AKB, dan AKABA. b.

  Memperoleh layanan secara profesional dalam pemecahan masalah kesehatan terutama berkaitan kesehatan ibu dan anak.

  b.

  b.

  Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah kesehatan sosial dasar lainnya, terutama yang berkaitan dengan upaya penurunan AKI, AKB, dan AKABA.

  7. Bagi sektor lain a.

  Mendekatkan akses pelayanan kesehatan dasar pada masyarakat.

  c.

  Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah kesehatan sesuai kondisi setempat.

  Optimalkan fungsi puskesms sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, pusat pelayanan perorangan primer dan pusat pelayanan kesehatan masyarakat primer.

  c.

  6. Bagi puskesmas a.

  Dapat memujudkan akualisasi dirinya dala membantu masyarakat menyelesaikan terkait dengan penurunan AKI, AKB, dan AKABA.

  b.

  Mendapatkan informasi terlebih dahulu tentang upaya kesehatan yang terkait dengan penurunn AKI, AKB, dan AKABA.

  2 . Bagi kader, pengurus posyandu dan tokoh masyarakat a.

  Efesiensi dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dasar trpadu dan pelayanan sosial dasar sektor lain terkait.

  Meningkatkan efesiensi melalui pemberian pelayanan secara terpadu sesuai tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi) masing-masing sektor.

  2.4.Kegiatan pokok posyandu 1.

  Kesehatan ibu dan anak (KIA) a.

  Ibu hamil Pelayanan yang diselenggarakan untuk ibu hamil mencakup: 1). Penimbangan berat badan dan pengukuran tekanan darah, pematauan nilai status gizi (pengukuran lingkar lengan atas),tetanus toksid, pemeriksaan fndus uteri, temu wicara(konseling) trmasuk perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dibantu oleh kader. Apabila ditemukan kelainan, maka segera rujuk ke puskesmas. 2). Untuk lebih meningkakan kesehatan ibu hamil perlu diselenggarakan kelas ibu hamil pada setiap hari buka posyandu atau hari lain sesuai dengan kesepakatan. Kegiatan kelas ibu hamil antara lain sebagai berikut: a). Penyuluhan: tanda bahaya pada ibu hamil, persiapan persalinan, persiapn menyusui, KB dan gizi.

  b). Perawatan payudar dan pemberian ASI

  c). Peragaan pola makan ibu hamil

  d). Peragaan bayi baru lahir

  e). Senam ibu hamil b. Ibu nifas dan menyusui pelayanan yang diselenggarakan untuk ibu nifas dan menyusui mencakup: 1)

  Penyuluhan/konseling kesehatan, KB pasca persalina, inisiasi menyusui dini (IMD) dan (ASI) ekslusif dan gizi.

  2) Pemberian 2 kapsul vitamin A warna merah 200.000 SI (1 kapsul segera setelah melahirkan dan 1 kapsul lagi 24 jam setelah pemberian kapsul pertama).

  3) Perawatan payudara

  4) Dilakukan pemeriksaan kesehatan umum, pemeriksaan payudara, pemeriksaan fundus uteri (rahim) dan pemeriksaan lochi oleh petugas kesehatan.

  c.

  Bayi dan anak balita Adapun jenis pelayanan yang diselenggarakan posyandu untuk balita mencakup: 1)

  Penimbangan berat badan 2)

  Penentuan status pertumbuhan 3)

  Penyuluhan dan konseling 4)

  Jika ada tenaga kesehatan puskesmas dilkukan pemeriksaan kesehatan, imunisasi, dan deteksi dini tumbuh kembang.

2. Keluarga berencana (KB)

  Pelayanan KB di posyandu yang dapat doberikan oleh kader adalah pemberian kondom dan pemberian pil ulangan. Jika ada tenaga kesehatan puskesmas dapat dilakukan pelaynan suntikan KB.

3. Imunisasi

  Pelayanan imunisasi di posyandu hanya dilaksanakan oleh petugas puskesmas. Jenis imunisasi yang diberikan dan disesuaikan dengan program terhadap bayi dan ibu hamil.

4. Gizi

  Pelayanan gizi di posyandu dilakukan oleh kader. Jenis pelayanan yng diberikan meliputi penimbangan berat badan, deteksi dini gangguan pertumbuhan, penyuluhan dan konseling gizi, pemberian makana tambahan (PMT) lokal, suplementasi vitamin A dan tablet Fe.

  5. Pencegahan dan penanggulangan diare Pencegahan diare di posyandu dilakukan dngan penyuluhan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Penanggulangan diare di posyandu dilakukan dengan pemberian oralit.

  2.5. Langkah Kegiatan Posyandu Pelaksanaan kegiatan posyandu balita di posyandu menggunakan sistem 5 (lima) meja yaitu: 1.

  Meja I : Pendaftaran a.

  Mendaftarkan bayi/ nbalita yaitu menuliskan nama balita pada KMS dengan selembar kertas yang diselipkan pada KMS. b.

  Mendaftarkan ibu hamil, yaitu menuliskan nama ibu hamil pada formulir atau registrasi ibu hamil.

  2. Meja II : Penimbangan balita a.

  Menimbang bayi/balita b.

  Mencatat hasil penimbangan pada selembar kertas yang akan dipindahkan pada kartu KMS.

  3. Meja III : Pengisian kartu menuju sehat (KMS) Mengisi KMS atau memindahkan catatan hasil penimbangan balita dari secarik kerta ke dalam KMS anak tersebut.

  4. Meja IV : Penyuluhan kesehatan a.

  Menjelaskan data KMS atau keadaan anak berdasarkan data kenaikn berat badan yang digambarkn dalam grafik KMS ibu dari anak yang bersangkutan.

  b.

  Memberikan penyuluhan kepda setiap ibu dengan mengacu pada data KMS anaknya atau hasil dari pengamatan mengenai masalah yang dialami sasaran.

  c.

  Memberikan rujukan ke puskesmas apabila diperlukan untuk balita, ibu hamil, dn menyusui.

  d.

  Memberikan pelayanan gizi dan kesehatan dasar oleh kader posyandu, misalnya pemberian pil tambah darah (pil besi), vitamin A, oralit, dan sebagainya.

  5. Meja V : Pelayanan kesehatan a.

  Pelayanan imunisasi b.

  Pelayanan keluarga berencana (KB) c. Pengobatan d.

  Pemberian pil tambah darah (pil zat besi),vitamin A, dan obat- obatan lainnya.

  2.6. Strata Posyandu Perkembangan masing-masing posyandu tidak sama, sehingga pembinaan yang dilakukan untuk masing-masing posyandu juga berbeda. Tngkat perkembangan posyandu secara umum dibedakan atas 4 tingkat, yaitu sebagai berikut :

  1. Posyandu Pratama Posyandu Pratama adalah Posyandu yang belum mantap, ditandai oleh kegiatan bulanan Posyandu belum terlaksana secara rutin jumlah kader sangat terbatas yakni kurang dari 5 ( lima ) orang. Penyebab tidak samping karena terlaksananya kegiatan rutin bulanan Posyandu, di samping karena belum siapnya masyarakat. Intervensi yang dapat dilakukan untuk perbaikan peringkat adalah memotivasi masyarakat serta menambah jumlah kader.

  2. Posyandu Madya Posyandu Madya adalah posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih 8 kali pertahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang atau lebih, tetapi cakupan kelima kegiatan utamanya masih rendah yaitu kurang dari 50%. Intervensi yang dapat dilakukan untuk perbaikan peringkat adalah meningkatkan cakupan dengan mengikut sertakan tokoh masyarakat sebagai motivator serta lebih menggiatkan kader dalam mengelola kegiatn posyandu.

  3. Posyandu Purnama Posyandu Purnama adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun,dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang atau lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya lebih dari 50%, mampu menyelenggarakan program tambahan, serta telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang pesertanya masih terbatas yakn kurang dri 50% KK di wilayah kerja Posyandu.

Dokumen yang terkait

BAB II PENGELOLAAN KASUS A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Masalah Kebutuhan Dasar Mobilisasi Manusia sebagai makhluk holistik merupakan makhluk yang utuh atau paduan dari unsur biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Manusia memiliki kebutuh

0 0 44

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Komponen Kimia Dan Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Bunga Tembelekan (Lantana camara L)

0 0 20

Ukur lebar mesiodistal gigi insisivus rahang bawah Ukur jarak distal insisivus lateral- mesial molar pertama permanen rahang atas dan rahang bawah (Available space)

0 0 31

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Periode Perkembangan Gigi Geligi - Perbandingan Prediksi Leeway space dengan Menggunakan Analisis Moyers dan Tanaka-Johnston pada Murid Sekolah Dasar Suku Batak di Kota Medan

0 0 18

I. KARAKTERISTIK RESPONDEN - Analisis Kandungan Timbal pada Lipstik Impor dan Dalam Negeri Serta Tingkat Pengetahuan Konsumen dan Pedagang Terhadap Lipstik di Pasar Petisah Kota Medan Tahun 2015

0 1 29

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Toksik dalam Produk Konsumen - Analisis Kandungan Timbal pada Lipstik Impor dan Dalam Negeri Serta Tingkat Pengetahuan Konsumen dan Pedagang Terhadap Lipstik di Pasar Petisah Kota Medan Tahun 2015

0 0 32

Hubungan Kebiasaan Berolahraga dengan Tingkat Stres pada Mahasiswa di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

0 0 43

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Kebiasaan Berolahraga dengan Tingkat Stres pada Mahasiswa di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

0 0 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Status Gizi Dengan Prestasi Belajar Siswa SD Negeri 200203 Padangsidimpuan

0 0 13

Faktor- Faktor Perilaku Kunjungan Ibu Bayi dan Balita di Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor Kelurahan Pangkalan Masyhur

0 0 41