BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Kebiasaan Berolahraga dengan Tingkat Stres pada Mahasiswa di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
1. Konsep Stres
1.1 Definisi stres Sunaryo (2004), menyatakan bahwa stres adalah reaksi tubuh terhadap situasi yang menimbulkan tekanan, perubahan, ketegangan emosi. Rasmun
(2004), menyatakan stres adalah respon tubuh yang tidak spesifik terhadap kebutuhan tubuh yang terganggu. Menurut Selye (1976 dalam potter & perry 2005), stres adalah segala situasi dimana tuntunan non spesifik mengharuskan seorang individu untuk berespon atau melakukan tindakan. Respon atau tindakan yang terganggu pada individu termasuk situasi dalam fisiologis dan psikologis. Situasi stres ini yang membuat tubuh memproduksi hormon adrenalin yang berfungsi untuk mempertahankan diri. Stres dikaitkan bukan karena penyakit fisik, tetapi masalah kejiwaan seseorang. Daya tahan tubuh menjadi lemah dan rendah pada saat stres menyerang. Menurut Taylor (2009), stres merupakan pengalaman emosional negatif yang disertai perubahan biokimia, fisiologi dan perilaku yang dapat diarahkan terhadap usaha untuk mengubah kejadian stres tersebut.
1.2 Sumber stres Stres yang dialami manusia dapat berasal dari berbagai sumber dari dalam diri seseorang, keluarga dan lingkungan. Sumber-sumber stres tersebut, seperti sumber stres di dalam diri sendiri pada umumnya dikarenakan konflik yang terjadi antara keinginan dan kenyataan berbeda. Permasalahan yang terjadi tidak sesuai
6 dengan dirinya dan tidak mampu diatasi, maka dapat menimbulkan suatu stres. Sumber stres di dalam keluarga ditandai dengan adanya perselisihan masalah keluarga, keuangan serta adanya tujuan berbeda diantara keluarga. Permasalahan ini akan selalu menimbulkan suatu keadaan yang dinamakan stres. Sumber stres di dalam lingkungan yang umumnya, seperti lingkungan pekerjaan. Secara umum disebut stres pekerja karena lingkungan fisik, akibat kurangnya hubungan interpersonal serta kurang adanya pengakuan masyarakat sehingga tidak dapat berkembang (Hidayat, 2007).
1.3 Gejala dan tanda stres Respon stres secara fisiologis berupa perilaku yang termasuk pengurangan produktivitas mencakup simptom (Robbins, 2001). Jenis simptom stres:
1. Stres perilaku Cepat marah, kecemasan, ketidaksabaran, terlalu agresif, menghindari situasi yang sulit dan bekerja secara berlebihan.
2. Stres kognitif Ketidakmampuan membuat keputusan, sulit menyelesaikan tugas, pemikiran negatif yang konstan, kebingungan, sulit berkonsentrasi.
3. Stres somatik Tekanan darah tinggi, migrain, serangan jantung, stroke, asma, senang terkena pilek, irritable bowel syndrom.
1.4 Penggolongan stres Menurut Sri kusmiati dan Desminiarti (1990 dalam Sunaryo, 2004) dapat digolongkan stres fisik disebabkan oleh suhu yang terlalu tinggi atau rendah, sinar yang terlalu terang, atau tersengat arus listrik. Stres kimiawi disebabkan oleh asam-basa kuat, obat-obatan, zat beracun, hormon. Stres mikrobiologik, disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang menimbulkan penyakit. Stres fisiologik disebabkan oleh gangguan struktur, fungsi jaringan, organ, atau sistemik sehingga menimbulkan fungsi tubuh tidak normal. Stres proses pertumbuhan dan perkembangan disebabkan oleh gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada masa bayi hingga tua. Stres psikis/ emosional disebabkan oleh gangguan hubungan interpersonal sosial, budaya atau keagamaan.
1.5 Tingkat stres Menurut Rasmun (2004), ada tiga tingkatan stres. Stres ringan adalah stres yang tidak merusak aspek fisiologis dari seseorang. Stres ringan umumnya dirasakan oleh setiap orang misalnya semangat bekerja besar, yakin atau percaya, gangguan tidur. Stres ringan biasanya hanya dalam beberapa menit atau beberapa jam. Situasi ini tidak akan menimbulkan penyakit kecuali jika dihadapi terus menerus.
Stres sedang terjadi lebih lama, dari beberapa jam hingga beberapa hari. Stres sedang dapat memicu terjadinya penyakit. Stresor yang dapat menimbulkan stres sedang adalah tidak mampu atau tidak tanggap, gangguan daya ingat, cemas dan takut.
Stres berat adalah stres kronis yang terjadi beberapa minggu sampai beberapa tahun. Stres berat juga dapat memicu terjadinya penyakit. Stresor yang menimbulkan stres berat adalah kelelahan fisik yang mendalam, tidak memiliki tenaga, mudah bingung dan panik.
Alat ukur tingkat stres adalah kuesioner dengan sistem skoring yang akan diisi oleh responden dalam suatu penelitian. Kuesioner yang dipakai untuk mengetahui tingkat stres pada mahasiswa antara lain: 1.
Perceived stress scale (PSS-10)
Perceived stress scale (PSS-10) merupakan self report questionnaire yang
terdiri dari 10 pertanyaan dan dapat mengevaluasi beberapa bulan yang lalu dalam kehidupan subjek penelitian. Pertanyaan dalam perceived stress scale ini akan menanyakan perasaan dan pikiran responden dalam satu bulan terakhir. Responden akan diminta untuk mengindikasiakn seberapa sering perasaan dan pikiran mengganggu terhadap diri sendiri dengan membulatkan jawaban atas pertanyaan. Tidak pernah diberi skor 0, hampir tidak pernah diberi skor 1, kadang-kadang diberi skor 2, cukup sering diberi skor 3, sangat sering diberi skor
4. Semua penilaian disesuaikan dengan total skor tingkatan stres ringan, stres sedang, stres berat. Pertanyaan terdiri dari merasa sedih dan terganggu karena hal yang terjadi tanpa diduga, tidak dapat mengontrol hal-hal penting, gelisah dan tertekan, yakin pada kemampuan diri, merasa yang terjadi sesuai kehendak, tidak dapat menyelesaikan yang harus dikerjakan, dapat mengontrol rasa mudah tersinggung, merasa pecundang dan murung, marah diluar kendali, kesulitan menumpuk yang tidak dapat diatasi (Olpin dan Hesson, 2009).
1.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat stres Menurut Rasmun (2004), Setiap individu akan mendapat efek stres yang berbeda-beda. Hal ini bergantung pada beberapa faktor, yaitu:
1. Kemampuan individu mempersiapkan stresor Jika stresor di persepsikan akan berakibat buruk bagi individu tersebut, maka tingkat stres yang dirasakan akan semakin berat. Sebaliknya, jika stresor dipersepsikan tidak mengancam dan individu tersebut mampu mengatasinya, maka tingkat stres yang dirasakan akan lebih ringan.
2. Intensitas terhadap stimulus Jika intensitas serangan stres terhadap individu tinggi, maka kemungkinan kekuatan fisik dan mental individu tersebut mungkin tidak akan mampu mengadaptasinya.
3. Jumlah stresor yang harus dihadapi dalam waktu yang sama Jika pada waktu yang bersamaan bertumpuk sejumlah stresor yang harus dihadapi, stresor yang kecil dapat menjadi pemicu yang mengakibatkan reaksi berlebihan.
4. Lamanya pemaparan stresor Memanjangnya lama pemaparan stresor dapat menyebabkan menurunnya kemampuan individu dalam mengatasi stres.
5. Pengalaman masa lalu Pengalaman masa lalu dapat mempengaruhi kemampuan individu dalam menghadapi stresor yang sama.
6. Tingkat perkembangan Pada tingkat perkembangan tertentu terdapat jumlah dan intensitas stresor yang berbeda sehingga risiko terjadinya stres pada tingkat perkembangan akan berbeda.
1.7 Efek-efek stres Perubahan dalam tubuh meliputi perubahan fungsi tubuh, perasaan, dan tingkah laku disebabkan oleh stres yang menimbulkan efek –efek dapat berupa positif dan negatif. Efek positif dari stres terdapat pada status mental meliputi kreativitas meningkat, kemampuan berfikir meningkat, memiliki orientasi kesuksesan yang lebih tinggi, motivasi meningkat. Pada emosional terdapat sesuai dengan kemampuan mengontrol diri meningkat, responsif terhadap lingkungan sekitar, relasi interpersonal meningkat, serta moral meningkat. Efek positif terhadap fisik seperti tingkat energi meningkat, stamina meningkat, fleksibilitas otot dan sendi meningkat, terbebas dari penyakit yang berhubungan dengan stres.
Efek negatif dari stres pada fisik seperti sakit kepala, sakit pinggang, sakit dada, palpitasi jantung, tekanan darah meningkat,imunitas menurun, sakit abdomen, gangguan tidur. Pada pikiran adalah merasa cemas, iritabilitas meningkat, tidak dapat beristirahat, depresi, sedih, marah, sulit untuk fokus, daya ingat menurun. Efek negatif stres mengenai sikap diantaranya, makan berlebihan, tidak mau makan, mudah marah, mengkonsumsi alkohol, frekuensi merokok meningkat, kurang bersosialisasi, sulit melafalkan kata-kata, masalah dengan orang-orang sekitar bertambah (Hawari, 2013).
1.8 Penanggulangan stres Kepribadian seseorang dapat berpengaruh terhadap cara bagaimana individu menanggulangi kejadian stres. Kejadian stres berlangsung dari waktu ke waktu pada setiap individu dengan lingkungan yang saling mempengaruhi. Penanggulangan stres merupakan pikiran dan perilaku yang dibutuhkan untuk mengelola permintaan secara internal dan eksternal. Penanggulangan stres ada terdapat empat metode meliputi: kognitif adalah menganggap stresor itu sebagai tantangan dan mengelakkan dirinya dari perfectionisme. Emosional adalah mencari dukungan sosial dan mendapat nasehat dari yang lain. Perilaku adalah melaksanakan rencana manajemen waktu dan berusaha untuk mengubah pola hidup untuk eliminasi stresor. Fisik adalah pelatihan relaksasi yang progresif, berolahraga dan meditasi (Berstein, 2006).
2. Olahraga
2.1 Definisi olahraga Serangkaian gerak tubuh yang teratur dan terencana yang dilakukan orang dengan sadar untuk meningkatkan kemampuan fungsionalnya (Gorowijoyo,
2005). Olahraga merupakan cara efektif dalam mengurangi stres. Olahraga merupakan cara yang alami untuk mengekspresikan tanda respon melawan atau menghindar. Olahraga teratur salah satu cara untuk meningkatkan daya tahan dan kekebalan fisik maupun mental. Olahraga adalah menggerakkan tubuh dalam jangka waktu tertentu (Kusmana, 2006).
2.2 Kebiasaan berolahraga Durasi olahraga yang baik dilakukan yaitu 35 sampai 45 menit, dan frekuensinya 3 sampai 4 kali perminggu (Wenger & Bell, 1986 dikutip dari
Sharkey, 2003). Seseorang dikatakan mempunyai kebiasaan berolahraga seharusnya melakukan minimal dua kali seminggu dengan durasi 20 menit setiap waktunya. Pemulihan diri cukup memberi kesempatan pada otot dan persendian. Kebiasaan yang dilakukan pada kegiatan olahraga atau perbuatan yang dilakukan setiap saat dalam bergerak (Kusmana, 2006).
Kebiasaan berolahraga atau aktivitas fisik yang teratur dilakukan berdasarkan jenis kelamin berbeda. Perbedaan yang dikaitkan karena kekuatan maksimal otot dalam tubuh. Perempuan yang cenderung memiliki jaringan lemak lebih banyak dibanding laki-laki serta hormon dan kadar hemoglobin yang rendah (Ruhayati, 2011).
2.3 Jenis-Jenis Olahraga Menurut Yulianti (2004), jenis olahraga pada dasarnya terbagi menjadi dua kategori seperti olahraga anaerobik melibatkan penggunaan energi yang banyak secara khusus memerlukan kekuatan otot dan tenaga, contohnya olahraga beregu atau futsal, senam, bulu tangkis dan lain-lain. Olahraga aerobik atau aktivitas yang melibatkan intensitas ini biasanya diukur melalui frekuensi denyut jantung. Contoh olahraga aerobik yang baik adalah lari, bersepeda, berjalan dan lain-lain.
2.4 Hubungan olahraga dengan stres Otak akan memberi respon kimia pada suatu aktivitas fisik seseorang.
Reseptor neuron yang diikat oleh polipeptida dapat menghilangkan efek dari stres. Jika stres tersebut bersifat kronis, bahan kimia termasuk neurotransmitter dan hormon akan menetap di aliran darah. Stres yang berkepanjangan dapat menyebabkan nyeri kepala, penurunan fungsi sistem imun, lelah, kelainan jantung, dan gangguan emosional (Carruthers, 2006). Efek terjadi disebabkan oleh perubahan struktur dan fisiologis menghubungkan partisipasi olahraga yang berulang. Olahraga membantu dalam memulihkan ekspresi genetik yang alamiah ketika menghadapi suatu kejadian stres dan sembuh dari kejadian tersebut (Booth, 2002). Olahraga yang teratur meningkatkan kepekaan insulin. Kepekaan insulin meningkat karena peningkatan volume otot, aliran darah kepada otot-otot yang aktif (Stewart, 2005).
Olahraga dapat menurunkan gangguan mood yang berkaitan dengan stres. Efek ini berhubungan dengan peningkatan neurontransmitter terutamanya serotonin dan dopamin serta sekresi endorfin (Greenwood, 2008). Salah satu cara yang bermanfaat untuk melawan efek stres yang dapat merugikan kesehatan adalah olahraga. Maka, olahraga yang teratur dapat mempengaruhi tingkat stres dengan adanya perubahan kimia dalam otak setelah berolahraga. Perubahan tersebut mencakup transportasi dan metabolisme neurontransmitter yang mengubah aktivasi neurontransmitter (Brannon, 2007).