BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Kinerja Keuangan - Analisis Pengaruh Intellectual Capital, Capital Adequacy Ratio Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kinerja Keuangan Pada Perusahaan Perbankan Di Bursa Efek Indonesia Dengan Leverage Sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Kinerja Keuangan

  Kinerja keuangan adalah salah satu bentuk penilaian dengan asas manfaat dan efesiensi dalam penggunaan anggaran keuangan. Melalui kinerja keuangan, perusahaan dapat mengevaluasi efisiensi dan efektifitas dari aktivitas perusahaan pada periode waktu tertentu. Kinerja keuangan juga berguna sebagai salah satu pertimbangan investor atau pihak external dalam menanamkan modalnya di perusahaan. Menurut Sucipto (2003) kinerja keuangan adalah penentuan ukuran- ukuran yang dipakai dalam mengukur keberhasilan perusahaan untuk menghasilkan laba. Sedangkan menurut IAI (2007) kinerja keuangan yaitu kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengendalikan sumber daya yang dimilikinya.

  Pengukuran kinerja keuangan dilihat dengan menganalisa dan mengevaluasi laporan keuangan, informasi posisi keuangan dan kinerja keuangan serta kinerja di masa depan melalui perhitungan rasio keuangan yang menghubungkan data keuangan yaitu neraca dan laporan laba rugi. Nilai rasio keuangan tersebut yang nantinya dibandingkan dengan tolok ukur yang telah ada. Analisis rasio keuangan dimanfaatkan oleh manajemen untuk perencanaan dan pengevaluasian prestasi atau kinerja perusahaan. Bagi para kreditur, rasio keuangan berguna untuk memperkirakan potensi risiko yang ada terhadap

  12 kelangsungan pengendalian pokok pinjaman dan pembayaran bunga, juga sangat bermanfaat bagi investor dalam mengevaluasi nilai saham dan evaluasi jaminan keamanan saham yang ditanamkan pada perusahaan.

  Abdullah (2005) menyatakan bahwa analisis kinerja keuangan bank memiliki dua tujuan yaitu untuk mengetahui keberhasilan pengelolaan keuangan bank terutama kondisi likuiditas, kecukupan modal dan profitabilitas yang dicapai dalam tahun berjalan maupun tahun sebelumnya serta untuk mengetahui kemampuan bank dalam mendayagunakan semua aktiva yang dimiliki dalam menghasilkan profit.

  Srimindarti (2008), kinerja keuangan dapat dilihat dari profitabilitas yaitu kemampuan perusahaan dalam menghasilkan profit dari kekayaan yang dimilikinya atau dapat juga disebut sebagai efesiensi penggunaan aktiva perusahaan. Apabila profitabilitasnya rendah maka kinerja perusahaan tersebut kurang baik. Profitabilitas diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan di masa depan.

  Gunawan dan Dewi (2003), bank sebagai sebuah perusahaan yang menjunjung tinggi terhadap pelayanan dan kepercayaan masyarakat wajib mempertahankan kinerjanya, oleh karena itu diperlukan transparansi atau pengungkapan informasi laporan keuangan bank yang bertujuan untuk menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja dan perubahan posisi keuangan, serta sebagai dasar pengambilan keputusan.

  Dalam penelitian ini yang menjadi alat ukur kinerja yang digunakan adalah Return on Asset (ROA). ROA digunakan untuk mengukur seberapa efisien suatu bank dalam melakukan kegiatan usahanya (Siamat, 2004). ROA merupakan salah satu indikator keberhasilan perusahaan untuk menghasilkan laba, semakin besar ROA maka semakin besar pula tingkat keuntungan bank dan semakin baik pula posisi bank dari segi penggunaan aset (Pandia, 2012). Kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dalam kegiatan operasi merupakan fokus utama dalam penilaian prestasi perusahaan. Laba menjadi indikator kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban kepada kreditur dan investor serta merupakan bagian dalam proses penciptaan nilai perusahaan berkaitan dengan prospek perusahaan di masa depan.

  Tandelilin (2001) menyatakan bahwa besarnya tingkat pengembalian perusahaan dapat dilihat melalui besar kecilnya laba perusahaan tersebut. Jika laba perusahaan tinggi maka tingkat pengembalian investasi perusahaan akan tinggi dimana para investor akan tertarik untuk membeli saham tersebut yang dapat menyebabkan harga saham semakin tinggi pula.

  Susilowati dan Turyanto (2011), kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan ROA menyebabkan apresiasi dan depresiasi harga saham dan berdampak pada pemegang saham perusahaan. ROA yang semakin meningkat menunjukkan kinerja perusahaan semakin baik dan para pemegang saham akan memperoleh keuntungan dari deviden yang diterima juga meningkat. Sehingga ROA yang meningkat akan menjadi daya tarik bagi para investor dan atau calon investor untuk menanamkan dananya ke perusahaan tersebut. Jika permintaan atas saham bank semakin banyak maka harga saham bank tersebut di pasar modal cenderung meningkat.

  Skouson et al (1995), ROA merupakan kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, maka semakin besar tingkat keuntungan yang dicapai bank dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset. Menurut Manurung (2004), ROA dalam perbankan dihitung dari income before tax terhadap total aset yang dimiliki perusahaan.

  Menurut laporan yang terdapat di www.idx.co.id tentang kinerja keuangan perbankan, ROA diperoleh dari laba setelah pajak (income after tax) terhadap total aktiva. Penggunaan laba setelah pajak dijelaskan juga dalam PBI No 15 Tahun 2013, dimana rumusan ROA dapat disusun dalam model sebagai berikut;

  ROA =

2.1.2 Intellectual Capital (IC)

  Menurut Stewart (1997) IC semula diidentifikasikan sebagai perbedaan antara nilai pasar dan nilai buku perusahaan. Suatu observasi sejak tahun 1980-an, nilai pasar dari suatu bisnis yang didasarkan pengetahuan menjadi lebih besar dari nilai yang dilaporkan dalam laporan keuangan yang dilakukan oleh para akuntan.

  Namun hingga sekarang belum ada definisi yang tepat mengenai IC karena satu-satunya definisi yang paling netral adalah sebagai aktiva tak berwujud (intangibles assets) dan dianggap sebagai modal yang menciptakan kekayaan intelektual dari suatu perusahaan walaupun jarang muncul dalam praktek akuntansi.

  Menurut Lubis (2010), intangibles terbagi dua bagian yaitu intangibles yang tercipta secara hukum seperti hak cipta, hak paten, merk dagang dan

  goodwill serta yang kedua adalah intangibles yang tercipta karena persaingan

  seperti pengetahuan, kerjasama, aktivitas hutang, dan aktivitas struktural. Namun

  intangibles yang kedua inilah yang secara langsung berdampak pada efektivitas,

  produktivitas dalam suatu bisnis dimana merupakan sumber dari keunggulan yang dapat dialirkan, ditingkatkan atau bahkan dihancurkan.

  Berikut definisi IC yang bersumber dari hasil penelitian empiris diluar Indonesia adalah sebagai berikut (Ulum, 2009);

  1. Brooking (1996), IC merupakan kombinasi intangible assets dari pasar, property intelektual, infrastruktur dan pusat manusia yang memungkinkan perusahaan dapat berfungsi.

  2. Bontis (1996), modal intelektual bersifat elusive, tetapi sekali ditemukan dan dieksploitasi maka akan memberikan organisasi basis sumber baru untuk dapat bersaing dan unggul.

  3. Stewart (1997), mendefinisikan IC merupakan pengetahuan, informasi, property intelektual dan pengalaman yang digunakan untuk menciptakan kekayaan atau seperangkat pengetahuan yang berdaya guna.

  4. Edvinsson dan Malone (1997) mengidentifikasi IC sebagai nilai tersembunyi atau hidden value dari bisnis, yakni tidak terlihat secara umum dan tidak terlihat dalam laporan keuangan.

  5. Heng (2001) mengartikan IC sebagai aset berbasis pengetahuan dalam perusahaan yang menjadi basis kompetensi inti perusahaan yang dapat mempengaruhi daya tahan dan keunggulan bersaing.

  6. Mavridis (2005), IC adalah suatu asset tidak berwujud dengan kemampuan memberi nilai kepada perusahaan dan masyarakat meliputi hak paten, hak atas kekayaan intelektual, hak cipta dan waralaba.

  7. Martinez dan Garcia-Meca (2005) mengatakan IC adalah pengetahuan, informasi, kekayaan intelektual dan pengalaman yang dapat digunakan untuk menciptakan kekayaan.

  Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa IC merupakan suatu konsep dimana dapat memberikan sumber daya yang berbasis pengetahuan dan mendeskripsikan aktiva tak berwujud, dimana bila dijalankan dengan optimal, kemungkinan perusahaan sudah menjalankan strateginya secara efektif dan efisien. Dengan kata lain, IC merupakan pengetahuan yang memberikan informasi mengenai nilai tak berwujud perusahaan yang dapat mempengaruhi daya tahan dan keunggulan bersaing.

  Menurut Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi Internasional, dikenal dengan OECD (Organisation for Economic Co-operation and

  Development) tahun 1999, IC sebagai nilai ekonomi dari dua asset tak berwujud

  yaitu Structural Capital dan Human Capital. Struktural Capital mengacu pada

  system software , jaringan distribusi dan rantai pasokan. Human capital meliputi

  sumber daya manusia dalam organisasi (tenaga kerja) dan sumber daya eksternal yang berkaitan dengan organisasi, seperti konsumen dan pemasok.

  Akhirnya seorang kebangsaan Austria bernama Pulic pada tahun 1998 menemukan analisis model pengukuran IC yang dikenal sebagai “Value Creation

  Efficiency Analysis ”. Pulic melakukan penelitian pada 30 perusahaan di Inggris yang mendesain IC melalui pengukuran terhadap nilai efisiensi dengan

  TM

  menggunakan metode Value Added Intellectual Capital (VAIC ). Pendekatan ini relatif mudah karena dikonstruksi dari akun-akun dalam laporan keuangan perusahaan. Metode ini di desain dengan kemampuan perusahaan dalam menciptakan nilai tambah (value creation), alasannya adalah karena nilai tambah merupakan indikator yang paling objektif dalam menilai keberhasilan bisnis dan juga karena IC itu tidak dapat menciptakan nilainya sendiri. Hansen dan Mowen (2009) nilai tambah sangat penting bagi manajemen dalam memperbaiki profitabilitas melalui efisiensi yang berfokus pada hubungan berbagai input aktivitas dengan output aktivitas.

  Di Indonesia sendiri, fenomena IC mulai berkembang terutama setelah munculnya PSAK N0 19 tentang aktiva tidak berwujud walaupun tidak dinyatakan secara eksplisit, dimana dalam Paragraph 09 disebutkan beberapa contoh dari aktiva tidak berwujud antara lain pengetahuan dan teknologi, desain dan implikasi sistem baru, lisensi, hak kekayaan intelektual, pengetahuan mengenai pasar dan merk dagang. Kenyataan bahwa tidak seperti akuntansi tradisional yang fokus pada kontrol biaya saja, namun akuntansi modern sekarang sudah harus memperhitungkan value creation sejalan dengan penelitian Pulic

  TM yang dikenal dengan VAIC .

  Pulic dalam Ulum (2009) menyatakan nilai tambah atau value added (VA) dihitung sebagai selisih antara output dengan input. Output merepresentasikan pada semua pendapatan operasional dan penjualan di pasar, sedangkan Input mencakup seluruh beban yang digunakan dalam memperoleh revenue diluar beban karyawan. Dimana VA dipengaruhi oleh efisiensi dari Human Capital,

  Structural Capital dan Physical Capital . Rumusannya sebagai berikut ;

  VA = OUTPUT – INPUT

  Dimana ;

  OUTPUT = Total penjualan dan pendapatan lain

  INPUT = Beban Penjualan dan Biaya-biaya lain kecuali beban karyawan Value added (VA) juga dapat dihitung dengan melihat akun-akun perusahaan yang

  terdapat pada Neraca dan Rugi Laba sebagai berikut ;

  VA = OP + EC + D + A

  Dimana ;

  OP = Operating profit EC = Employee costs D & A = Depreciation & Amortisation

  Menurut Ghozali dan Chariri (2007), ada 2 metode dalam penentuan nilai tambah dalam perusahaan yaitu;

  1. Metode Subtractive Nilai Tambah (NT) dihitung dengan cara menghitung Output atau Hasil Penjualan (HP) dengan Beban Input (BI) bahan baku dari pihak luar perusahaan. Secara matematis dapat dirumuskan; NT = HP – BI

  2. Metode Additive Nilai Tambah dihitung dari laporan laba operasi dengan menjumlahkan semua input produksi yang berasal dari modal dan tenaga kerja dalam menghasilkan penjualan. Rumusannya NT = BG + (LO – NP)

  Dimana; BG = Beban Gaji dan Upah LO = Laba Operasi (sebelum pajak,bunga dan pos-pos luar biasa) NP = Beban penjualan dan biaya lainnya selain beban karyawan

  Metode Additive lebih mudah dalam hal penyusunannya karena cukup dalam memodifikasi laporan laba rugi. Dalam metode ini, laporan keuangan VA dapat disusun dengan mengubah laporan keuangan laba rugi. Besarnya laba ditahan dapat dihitung dengan cara mengurangkan berbagai macam beban, pajak dan deviden dari penjualan, secara matematis sebagai berikut; LD = HP – BI – Dep – BG – I – Div – T …………….. persamaan (1) Dimana ; LD = Laba ditahan HP = Hasil Penjualan BI = Beban Input bahan baku dan beban operasional BG = Beban Gaji dan Upah Dep = Depresiasi I = Interest Div = Deviden yang dibayar T = Tax Dengan memindahkan elemen HP, BI dan Dep maka diperoleh Nilai Tambah Bersih sebagai berikut ; HP – BI - Dep = BG + I + Div + T + LD …………….. persamaan (2) Dengan memindahkan Dep ke sebelah kanan persamaan maka diperoleh Nilai Tambah Kotor ; HP – BI = BG + I + Div + T + LD + Dep …………….persamaan (3) Dimana HP – BI atau HP – BI – Dep adalah Nilai Tambah.

  Dalam penelitian ini mengacu pada rumus perhitungan Pulic karena dianggap lebih sesuai dengan akun-akun pada perusahaan perbankan.

  TM

  Adapun teori yang mendukung pengukuran IC melalui VAIC dalam kaitanya dengan profitabilitas adalah sebagai berikut;

1. Stakeholder Theory, yang dipandang dari kedua bidang baik bidang etika

  (moral) maupun bidang manajerial. Menurut Watts and Zimmerman dalam Ulum (2009), bidang etika berargumen bahwa seluruh stakeholder memiliki hak untuk diperlakukan secara adil oleh organisasi, dan bidang manajerial yakni manajemen harus dipandang sebagai fungsi dari tingkat pengendalian dari stakeholder atas sumber daya yang dibutuhkan organisasi. Jadi manajemen diharapkan melakukan aktivitas yang dianggap penting dalam penciptaan nilai sumber daya bagi stakeholder. Menurut Deegan dalam Ulum (2009), manajemen perusahaan diharapkan melakukan kegiatan dan melaporkan untuk stakeholder yang dapat mempengaruhi mereka misalnya polusi, inisiatif pengamanan dan lain-lain. Ketika manajer mampu mengelola organisasi secara maksimal, khususnya dalam upaya penciptaan nilai bagi perusahaan, artinya manajer telah memenuhi aspek etika dari teori ini.

  2. Resources Based Theory (RBT), dalam teori ini membahas bagaimana perusahaan dapat mengolah dan memanfaatkan sumber daya yang dimiliknya.

  Menurut Susanto (2007), agar perusahaan dapat bersaing maka perusahaan harus memiliki dua keunggulan sumber daya yaitu aset baik berwujud maupun tidak berwujud serta kemampuan dalam mengelolahnya secara efektif. Jadi aset dan kemampuan akan menciptakan kompetensi dan keunggulan kompetitif dari pesaingnya.

  TM

2.1.2.1 Pengukuran Intellectual Capital melalui VAIC

  Mengacu kembali pada penelitian Pulic dalam Ulum (2009) menjelaskan bahwa elemen-elemen IC adalah sebagai berikut;

1. Physical Capital

  Modal fisik sebagai sumber ekonomi yang dikuasai perusahaan mengarahkan bagaimana kemampuan perusahaan dalam menghasilkan barang dan jasa. Modal Fisik terdiri dari aset lancar dan aset tetap.

  Menurut Firer dan Williams (2003), Physical Capital adalah seluruh aset berwujud seperti cash, marketable securities, account receivable, inventories,

  land, ,machinery, equipment, furniture, fixtures, dan vehicles yang dimiliki perusahaan.

  Agar aset fisik memiliki nilai tambah tentunya harus ada yang melakukan aktivitas terhadapnya. Jika aset fisik tidak dijalankan maka sudah pasti nilai yang ada akan menurun bahkan sama sekali tidak bernilai. Dalam hal ini bagaimana kemampuan perusahaan menggunakan IC melalui kontribusi capital employee (CE) agar dapat bernilai tambah, dikenal dengan istilah “value added capital

  employee ” disingkat dengan istilah VACA. Jadi VACA adalah indikator untuk VA

  yang diciptakan oleh satu unit dari physical capital. Dengan kata lain VACA adalah perbandingan antara value added (VA) dengan capital employed (CE) atau modal fisik yang digunakan atau disebut sebagai nilai buku dari aktiva neto.

  Menurut Ghozali dan Chariri (2007) dan Siamat (2004), aktiva neto adalah selisih antara total aktiva dengan kewajiban perusahaan yang disebut sebagai ekuitas. Menurut Machfoedz (1999) nilai aktiva bersih perusahaan digunakan dalam menilai goodwill yang dihitung dari harga perolehan historis dari semua aktiva dikurangi hutang perusahaan. Rasio ini menunjukkan adanya kontribusi yang dibuat oleh setiap unit capital employed terhadap value added organisasi. Formula perhitungannya adalah ;

  VACA = Menurut Pulic (2009), mengasumsikan bahwa jika 1 unit dari CE menghasilkan return yang lebih besar dibandingkan perusahaan lain, dapat diartikan bahwa perusahaan tersebut lebih baik dalam memanfaatkan CE-nya.

2. Human Capital

  Human Capital (HC) adalah keahlian dan kompetensi yang dimiliki

  karyawan dalam memproduksi barang dan jasa serta kemampuan dalam berhubungan baik dengan pelanggan. Menurut Stewart (1997) modal manusia dianggap sebagai suatu bentuk modal yang berbeda dengan mesin dimana modal ini tidak dapat dimiliki selamanya oleh perusahaan. Human Capital bisa membantu pengambilan keputusan dengan menitikberatkan pada investasi pendidikan, pelatihan demi peningkatan mutu perusahaan. Termasuk dalam human capital yakni; pendidikan, keterampilan, kreatifitas, pengalaman dan attitude .

  Human Capital dapat memberikan nilai tambah melalui motivasi,

  komitmen, kompetensi serta efektivitas kerja tim. Nilai tambah yang dapat dikontribusikan oleh pekerja berupa pengembangan kompetensi yang dimiliki oleh perusahaan, pemindahan pengetahuan dari pekerja ke perusahaan serta perubahan budaya manajemen (Rachmawati et al. 2001).

  Menurut Ulum (2009), Human Capital meliputi pengetahuan individu dari suatu organisasi yang ada pada pegawainya yang dihasilkan melalui kompetensi, sikap dan kecerdasan intelektual. Perlakuan Human Capital terkait dengan gaji, pelatihan, kesempatan jenjang karir dan sebagainya. Cara pengukurannya dikenal sebagai “value added human capital” atau yang lebih dengan istilah VAHU. Hubungan HC dengan

  VAHU mengindikasikan kemampuan HC dalam

  membentuk nilai dalam sebuah perusahaan, dengan kata lain menunjukkan kontribusi yang dibuat oleh setiap rupiah yang diinvestasikan pada HC untuk VA perusahaan. Formula perhitungannya adalah ;

  VAHU =

3. Structural Capital (SC)

  Menurut Moeheriono (2009), Structural Capital merupakan pengetahuan yang dimiliki perusahaan dalam memampukan merespon kebutuhan dan tantangan pasar berupa teknologi, metodologi dan proses. Termasuk didalamnya adalah membangun sistem seperti database yang memungkinkan orang-orang dapat saling berhubungan dan belajar satu sama lain, sehingga menumbuhkan sinergi karena adanya kemudahan berbagi pengetahuan dan bekerja sama antar individu dalam organisasi dan semua hal selain manusia yang berasal dari pengetahuan yang berada dalam suatu organisasi, termasuk struktur organisasi, petunjuk proses, strategi, rutinitas, software, hardware dan semua hal yang nilainya terhadap perusahaan lebih tinggi daripada nilai materialnya.

  Demikian halnya dengan fisical capital dan human capital, structural

  capital juga akan bernilai tambah dan bermanfaat apabila dilakukan aktivitas

  terhadapnya. Diindikasikan bagaimana keberhasilan SC yang dibutuhkan perusahaan dalam menciptakan nilai. Pengukurannya dilakukan dengan jumlah rasio SC yang dibutuhkan untuk menghasilkan Rp 1 dari VA, lebih dikenal dengan “structural capital value added” atau disingkat dengan STVA.

  Formula perhitungannya adalah; STVA = dimana SC = VA – HC

  Jadi Modal Intelektual yang dimaksud dalam penelitian ini adalah modal intelektual yang diukur berdasarkan pengukuran dari model value added yang diproksikan dari physical capital, human capital dan structural capital, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa penjumlahan dari ketiganya dikenal

  TM

  dengan VAIC . Menurut Ulum (2009), pengukuran value added dari modal intellektual formulanya adalah sebagai berikut;

  TM

  VAIC = VACA + VAHU + STVA

2.1.3 Capital Adequacy Ratio (CAR)

  Menurut Undang-Undang RI No 10 tahun 1998 tentang perbankan, bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Salah satu alat ukur yang dipakai dalam menilai kesehatan bank adalah CAR. CAR merupakan rasio yang memperlihatkan seberapa besar jumlah seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari modal sendiri disamping memperoleh dana dari sumber-sumber diluar bank. Peranan modal sangat penting bagi bank untuk kepentingan ekspansi dan juga digunakan sebagai “buffer” untuk menyerap kerugian kegiatan usaha. Menurut Peraturan Bank Indonesia tahun 2013, menyebutkan bank wajib memenuhi ketentuan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) yang berlaku untuk peningkatan modal.

  Menurut Mulyono (1999), analisis tentang permodalan disebut juga sebagai analisis solvabilitas, atau juga disebut capital adequacy analysis, bertujuan untuk mengetahui apakah kecukupan modal bank digunakan untuk mendukung kegiatan bank secara efisien, apakah permodalan bank mampu menyerap kerugian- kerugian yang tidak dapat dihindarkan, dan apakah kekayaan bank (kekayaan pemegang saham) akan semakin besar atau semakin kecil.

  Menurut Sihombing (1990) CAR adalah metode mengukur tingkat

  kecukupan modal terhadap tingkat resiko yang ditimbulkan aset. K ecukupan

  modal menunjukkan kemampuan bank dalam mempertahankan modal dan kemampuan manajemen bank dalam mengidentifikasi, mengukur, mengawasi, dan mengontrol risiko-risiko yang timbul yang dapat berpengaruh terhadap besarnya modal bank.

  Menurut Manurung (2004) semakin tinggi nilai CAR maka semakin baik bank dalam membiayai kegiatan operasional dan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas, berarti semakin tinggi CAR maka bank akan semakin liquid.

  Menurut Darmawi (2012) angka rasio CAR menurut bank Indonesia mengacu pada standar ketetapan Bank for International Settlements yaitu minimal 8%, jika rasio CAR sebuah bank berada dibawah 8% berarti bank tersebut tidak mampu menyerap kerugian yang mungkin timbul dari kegiatan usaha bank, kemudian jika rasio CAR diatas 8% menunjukkan bahwa bank tersebut semakin solvable .

  Secara umum rasio CAR dirumuskan sebagai berikut: CAR =

  Dimana Modal Bank dalam laporan keuangan termasuk dalam modal inti dan modal pelengkap. Termasuk ke dalam modal inti adalah modal disetor, agio saham, cadangan umum, cadangan tujuan, laba ditahan, laba tahun lalu dan laba tahun berjalan dan laba bersih anak perusahaan. Sementara Modal Pelengkap adalah cadangan revaluasi aktiva tetap, penyisihan penghapusan aktiva produktif, pinjaman subordinasi dimana nilainya setinggi-tingginya 100% dari modal inti.

  Menurut Siamat (2004) semakin tinggi solvabilitas suatu bank maka semakin baik bank tersebut dalam mengelola aset-aset yang beresiko sehingga meningkatkan profit perbankan dan kinerja bank akan meningkat pula. Dalam hal ini kecukupan modal dapat menyerap kerugian-kerugian yang ditanggung bank.

  Menurut Riyadi (2003) Aktiva Tertimbang Menurut Risiko yaitu aktiva yang tercantum dalam neraca maupun aktiva yang bersifat administratif sebagaimana tercermin dalam kewajiban yang masih bersifat kontingen dan atau komitmen yang disediakan bagi pihak ketiga. Terhadap masing-masing jenis aktiva tersebut ditetapkan bobot resiko yang besarnya didasarkan pada kadar risiko yang terkandung dalam aktiva itu sendiri atau yang didasarkan atas penggolongan nasabah, penjamin atau sifat barang jaminan.

2.1.4 Ukuran Perusahaan (Size)

  Ukuran perusahaan adalah suatu skala perusahaan yang dapat diklasifikasikan menurut ukuran total aset, nilai pasar saham, total penjualan.

  Menurut Husnan (1993), Ukuran perusahaan dinilai melalui analisa “common

  size ” dengan melihat total aktiva dan penjualan. Secara umum bahwa perusahaan

  yang lebih besar mampu menciptakan laba yang lebih besar dibandingkan perusahaan kecil, karena perusahaan besar dapat mengalokasikan perputaran aset- nya untuk memperoleh penghasilan yang lebih besar. Hal ini menjadikan kecenderungan investor lebih percaya menanamkan modalnya ke perusahaan dengan ukuran besar dibandingkan perusahaan berukuran kecil. Perusahaan besar juga cenderung lebih mudah memperoleh sumber dana keuangan dibanding perusahaan berukuran kecil. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin besar ukuran perusahaan maka akan semakin bagus kinerjanya (Sugiarto, 2009).

  Dalam penelitian ini, ukuran perusahaan dilihat berdasarkan total aset yang dimilikinya. Sejalan dengan penelitian Sudarmadji dan Sularto (2007), total aktiva dianggap relatif lebih stabil dibanding nilai pasar saham dan penjualan. Variabel ukuran perusahaan diproxykan dalam logaritma natural (Ln) dari total aset, karena masing-masing bank memiliki total aset dengan nilai selisih yang berbeda-beda, sehingga menyebabkan nilai yang ekstrim. Formulasinya adalah sebagai berikut;

  Ukuran Perusahaan (Size) = LnTotal Aktiva

2.1.5 Leverage

  Faktor penting dalam unsur pendanaan adalah hutang (leverage) dimana sumber utama pendapatan bank berasal dari dana masyarakat dari kegiatan penyaluran kredit dalam bentuk pendapatan bunga. Bagi bank, penghimpunan dana dari masyarakat merupakan hutang yang harus dibayarkan pada waktu tertentu. Menurut Siamat (2004), penggunaan dana masyarakat yang menjadi aset bank dalam mendanai penyaluran kredit masyarakat sesuai dengan manajemen kredit normalnya berkisar 70%-80%. Menurut Ghozali dan Chariri (2007) hutang sering disebut sebagai klaim tertentu pada pihak lain terhadap aktiva, hal ini disebabkan perusahaan dapat memiliki aktiva atau jasa karena adanya pihak lain yang menyediakan dana untuk memperoleh aktiva atau jasa tersebut. Untuk melihat seberapa besar leverage yang digunakan perusahaan dapat diukur melalui rasionya. Menurut Roden dan Christy (1986) rasio leverage adalah sejauhmana aset perusahaan dibiayai oleh hutang dibandingkan dengan modal sendiri.

  Menurut Sinuraya (1999) rasio leverage menggunakan total aktiva yang dibiayai oleh hutang atau dikenal sebagai “debt to assets ratio” (DAR), dirumuskan sebagai berikut;

  DAR = Menurut Atmaja (2008) semakin rendah hutang dari dana kreditur maka semakin aman baginya dalam memperoleh dananya kembali. Sebaliknya bagi pemilik perusahaan mungkin lebih menyukai rasio leverage tinggi dengan pertimbangan untuk memperbesar tingkat keuntungan, namun apabila rasio

  leverage terlalu tinggi berarti bahwa pemilik perusahaan terlalu berani

  berspekulasi, sehingga dikhawatirkan aset tinggi yang diperoleh dari hutang akan meningkatkan risiko besar dalam berinvestasi saat perusahaan tidak dapat melunasi hutang tepat waktu (Husnan, 1993).

  Menurut Atmaja (2008) leverage dapat meningkatkan kinerja dan dapat juga menurunkan kinerja bila dihubungkan dengan resiko finansial akibat keputusan dalam menggunakan hutang atau risiko yang timbul dari penggunaan hutang. Menurut Teori Modigliani – Miller, jika dihubungkan dengan pajak maka penggunaan leverage akan meningkatkan kinerja perusahaan karena biaya hutang adalah biaya yang mengurangi pajak.

  Hal yang perlu diperhatikan bahwa disaat kondisi perusahaan mengalami kesulitan keuangan (financial distress) meningkatnya leverage akan berdampak pada menurunnya kinerja bank karena bank tidak mampu membayar biaya bunga yang besar dan berdampak pada kebangkrutan (bankruptcy). Teory Trade Off menyatakan bahwa penggunaan hutang akan meningkatkan kinerja perusahaan hanya sampai pada titik tertentu, setelah itu justru akan menurunkan nilai perusahaan karena keuntungan perusahaan tidak sebanding dengan biaya financial

  distress . Jadi dapat disimpulkan bahwa rasio leverage berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.

2.2 Review Penelitian Terdahulu

  Soewarno (2011) yang meneliti dengan judul Pengaruh Intellectual

  Capital Terhadap Kinerja Keuangan Dengan Ukuran, Jenis Industri Dan Leverage

  Sebagai Variabel Moderating. Hasil penelitian menunjukkan Intellectual Capital berpengaruh signifikan dan positif terhadap Kinerja Organisasi (ROA maupun

  Market to Book Value atau MB) namun berpengaruh tidak signifikan terhadap

  Kinerja Keuangan Organisasi (Assets Turn Over atau ATO), Ukuran perusahaan tidak memoderasi hubungan Intellectual Capital dengan Kinerja Keuangan Organisasi (baik ROA, MB, maupun ATO), Jenis Industri memoderasi hubungan

  Intellectual Capital dengan Kinerja Keuangan Organisasi (ROA dan MB) namun

  tidak memoderasi hubungan Intellectual Capital dengan Kinerja Keuangan Organisasi (ATO), Industri non manufaktur memberikan efek moderasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan industri manfaktur terhadap hubungan Intellectual

  Capital dengan Kinerja Organisasi (ROA dan MB) serta Leverage memoderasi

  hubungan Intellectual Capital dengan Kinerja Keuangan Organisasi (ROA dan

  MB ) namun tidak memoderasi hubungan Intellectual Capital dengan Kinerja Keuangan Organisasi (ATO).

  TM

  Chen et al (2005) menggunakan model Pulic (VAIC ), menguji pengaruh

  IC terhadap nilai pasar dan kinerja perusahaan yang mengambil sampel pada

  perusahaan public di Taiwan. Variabel dependen ialah ROA dan ROE, Growth Revenue (GR) sementara variabel independen adalah Intellectual Capital yang terdiri dari HCE, CEE dan SCE. Hasil penelitian menunjukkan bahwa IC berpengaruh positif terhadap ROA dan ROE bahkan terhadap GR.

  TM

  Mohammad (2012) dengan judul “The effect of intellectual capital (VAIC )

  on firm performance (an investigation of Iran insurance companies)” . Penelitian

  pada perusahaan Asuransi di Iran dengan sampel sebanyak 39 perusahaan periode

  TM

  2005-2007. Variabel dependen ialah ROA, variabel independen adalah VAIC sedangkan ukuran perusahaan, leverage dan ROE sebagai variabel kontrol. Hasil

  

TM

  penelitian menunjukkan bahwa VAIC berpengaruh signifikan dan positif terhadap ROA.

  Sartika (2012) dengan judul “Analisis pengaruh ukuran perusahaan, kecukupan modal (CAR), Kualitas Aktiva Produktif (KAP) dan Likuiditas terhadap Return on Asset (ROA) pada bank umum Syariah di Indonesia periode 2006-2010. Hasil penelitian adalah Ukuran Perusahaan, KAP dan Likuiditas secara simultan berpengaruh signifikan terhadap ROA namun secara parsial hanya

  CAR yang berpengaruh tidak signifikan dan negatif terhadap ROA.

  Hesti (2010) dengan judul “Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan, Kecukupan Modal, Kualitas Aktiva Produktif dan Liquditas Terhadap Kinerja Keuangan”. Penelitian dilakukan pada bank Syariah di Indonesia periode 2005- 2009. Hasil Penelitian adalah Ukuran perusahaan berpengaruh signifikan dan positif terhadap ROA, sedangkan Kualitas Aktiva Produktif dan Likuiditas berpengaruh negatif dan terhadap ROA.

  Al-Quadah & Jaradat (2013) dengan Judul “The Impact of Macroeconomic Variables and Banks Characteristics on Jordania Islamic Bank Profitability ”.

  Penelitian dilakukan pada bank-bank Islam di Yordania periode 2000-2011. Dimana Variabel Independen; CAR, Size, LDR, Leverage, sedangkan Variabel Dependen adalah ROA dan ROE. Hasil penelitian bahwa CAR dan Size berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA dan ROE, sementara Leverage diukur dengan DAR berpengaruh signifikan dan negatif terhadap ROA dan ROE.

  LDR berpengaruh signifikan dan positif terhadap ROA tetapi berpengaruh signifikan dan negatif terhadap ROE.

  Dari uraian diatas maka hasil-hasil penelitian terdahulu secara singkat dapat dilihat pada tabel sebagai berikut;

Tabel 2.1. Review Peneliti Terdahulu (Theoretical Mapping) Nama Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian No Peneliti Penelitian

  1 Soewarno (2011) Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Keuangan dengan Ukuran, Jenis Industri, dan Leverage sebagai variabel Moderating Var Independen;

  Intellectual Capital Var Moderating; Ukuran, Jenis Industri, dan Leverage Var Dependen: ROA, MB, ATO Intellectual Capital berpengaruh signifikan dan positif terhadap ROA, MB , namun berpengaruh tidak signifikan terhadap ATO Ukuran perusahaan tidak memoderasi hubungan antara

  IC dengan Kinerja Keuangan Organisasi (baik ROA, MB , maupun ATO) Jenis Industri memoderasi hubungan antara IC dengan ROA serta MB, namun tidak memoderasi hubungan

  IC dengan ATO.

  2 Chen et al (2005) Pengaruh Intellectual Capital terhadap Nilai Pasar dan Kinerja Keuangan pada perusahaan public di Taiwan.

  Var Independen; Intellectual Capital Var Dependen; ROA, ROE, GR Intellectual Capital berpengaruh signifikan dan positif terhadap ROA, ROE dan GR.

  3 Mohammad (2012) Pengaruh Intellectual Capital terhadap Kinerja Keuangan pada perusahaan asuransi di Iran Var Independen;

  Intellectual Capital Var Dependen;

ROA

Var Kontrol; Ukuran, Leverage ,

ROE .

  Intellectual Capital berpengaruh signifikan dan positif terhadap ROA

  4 Sartika (2012) Analisis pengaruh ukuran perusahaan, kecukupan modal (CAR), Kualitas Aktiva Produktif (KAP) dan Likuiditas terhadap Return on Asset pada bank umum Syariah di Indonesia periode 2006- 2010.

  Var Independen; Ukuran Perusahaan, CAR , KAP dan Likuditas Var Dependen;

ROA

  Ukuran Perusahaan, KAP dan Likuiditas secara parsial berpengaruh signifikan dan positif terhadap ROA sementara CAR berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap ROA.

  5 Hesti (2010) Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan, Kecukupan Modal, Kualitas Aktiva Produktif dan Liquditas Terhadap Kinerja Keuangan.

  Var Independen; Ukuran Perusahaan, Kualitas Aktiva Produktif, Likuditas Var Dependen;

ROA

  Ukuran perusahaan berpengaruh signifikan dan positif terhadap ROA , sedangkan Kualitas Aktiva Produktif dan Likuiditas berpengaruh negatif dan terhadap

  ROA .

  6 Al-Quadah The Impact of Var Dependen; CAR dan Size & Macroeconomic ROA, ROE . berpengaruh positif Jaradat Variables and Banks dan signifikan (2013) Characteristics on Var Independen; terhadap ROA dan

  Jordania Islamic Bank CAR, Size, LDR, ROE . Profitability”. Penelitian .

  Leverage dilakukan pada bank- Leverage berpengaruh bank Islam di Yordania signifikan dan negatif periode 2000-2011. terhadap ROA dan ROE . berpengaruh

  LDR signifikan dan positif terhadap ROA dan berpengaruh signifikan dan negatif terhadap ROE .

Dokumen yang terkait

Pengaruh Profitabilitas dan Ukuran Perusahaan Serta Kepemilikan Institusional Terhadap Kinerja Intellectual Capital Industri Keuangan di Bursa Efek Indonesia

4 65 100

Analisis Pengaruh Intellectual Capital, Capital Adequacy Ratio Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kinerja Keuangan Pada Perusahaan Perbankan Di Bursa Efek Indonesia Dengan Leverage Sebagai Variabel Moderating

2 71 114

Pengaruh Intellectual Capital terhadap Kinerja Keuangan pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

11 139 103

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Keuangan 2.1.1 Pengertian Kinerja Keuangan - Pengaruh Debt To Equity Ratio, Ukuran Perusahaan, Dan Leverage Operasi Terhadap Profitabilitas Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Laporan Keuangan - Pengaruh Solvabilitas dan Rentabilitas Terhadap Kinerja Keuangan dengan Ukuran Perusahaan Sebagai Variabel Moderating Pada Grup Mopoli Raya Tahun 2005-2013

0 1 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori tentang Kinerja Keuangan 2.1.1. Pengertian Kinerja Keuangan - Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan dan Risiko Sistematis Terhadap Harga Saham Perbankan Di Bursa Efek Indonesia

0 0 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kinerja Keuangan 2.1.1.1 Pengertian Kinerja Keuangan - Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Sebelum Dan Sesudah Merger Dan Akuisisi Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2011

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Merger dan Akuisisi - Analisis Dampak Merger dan Akuisisi terhadap Abnormal Return dan Kinerja Keuangan Pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 27

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Risiko Keuangan - Analisis Fakor-Faktor Risiko Keuangan Yang Mempengaruhi Return Saham Dengan Earning Pershare Sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Profitabilitas - Pengaruh Profitabilitas dan Ukuran Perusahaan Serta Kepemilikan Institusional Terhadap Kinerja Intellectual Capital Industri Keuangan di Bursa Efek Indonesia

0 0 17