BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pelaksanaan Pelayanan Nifas Oleh Bidan di Klinik Haryantari Kota Medan Tahun 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    A.

   Pelaksanaan (Tindakan)

  Pelaksanaan (tindakan) memiliki 4 tingkatan yaitu : 1) Persepsi (perseption) adalah mengenal dan memilih berbagai objek yang akan dilakukan, 2) Respon Terpimpin adalah melakukan segala sesuatu sesuai dengan dengan urutan yang benar, 3) mekanisme adalah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, 4) Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dan dilakukan dengan baik.

  Pengukuran tindakan dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dengan observasi tindakan tersebut sedangkan tidak langsung dengan wawancara terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan (Notoatmodjo, 2007).

B. Pelayanan Nifas 1. Pengertian Masa Nifas

  Masa nifas atau pueperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu (Wiknjosastro, 2008) Masa nifas adalah suatu periode dalam minggu-minggu pertama setelah kelahiran. Periode ini berkisar antara 4 sampai 6 minggu (Cunningham, 2013) Periode pascapartum adalah masa dari kelahiran plasenta dan selaput janin

  (menandakan akhir periode intrapartum) hingga kembalinya traktus reproduksi wanita pada kondisi tidak hamil. Periode pemulihan pasca partum berlangsung sekitar 6 minggu (Varney, 2008).

  

7

 

 

  2. Tahapan Masa Nifas

  Menurut Sulistyawati (2009), masa nifas di bagi menjadi 3 tahap yaitu : a. Puerperium dini

  Puerperium dini merupakan masa kepulihan, dalam hal ini ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama Islam dianggap bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.

  b.

  Puerperium intermedial Puerperium intermedial merupakan masa kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia, yang lamanya sekitar 6-8 minggu.

  c.

  Remote puerperium Remote puerperium merupakan masa yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna dapat berlangsung selama berminggu- minggu, bulanan, bahkan tahunan.

  3. Tujuan Asuhan Masa Nifas

  Menurut Saifuddin (2006), tujuan asuhan pada ibu nifas : a. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik dan psikologik.

  b.

  Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.

  c.

  Memberikan pendidikan kesehatan, tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, KB, menyusui, pemberian imunisasi dan perawatan bayi sehat d. Memberikan pelayanan keluarga berencana.

  

 

 

4. Program dan Kebijakan Teknis

     

  Menurut Saifuddin (2006), program dan kebijakan teknis pada masa nifas adalah :

Tabel 2.1 Frekuensi kunjungan pada masa nifas

  Kunjungan Waktu Tujuan

  1 6-8 jam setelah persalinan  Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri  Mendeteksi dan marawat penyebab lain perdarahan; rujuk jika perdarahan berlanjut  Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri  Pemberian ASI awal  Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir  Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermi  Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal dengan ibu dn bayi baru lahir untuk 2 jam pertama setelah kelahiran, atau sampai ibu dan bayi dalam keadaan stabil 2 6 hari setelah persalinan  Memastikan involusi uterus berjalan normal; uterus berkontraksi, fundus di bawah umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau  Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi, atau perdarahan abnormal  Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan, dan istirahat  Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tak memperlihatkan tanda-tanda penyulit  Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari 3 2 minggu setelah persalinan  Sama seperti 6 hari setelah persalinan 4 6 minggu setelah persalinan  Menyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ia atau bayi alami  Memberikan konseling untuk KB secara dini

5. Perubahan fisiologis pada masa nifas a. Perubahan Sistem Reproduksi

  1) Uterus

  a) Ivolusi

  Proses kembalinya alat reproduksi pada kondisi sebelum hamil disebut involusi (Wiknjosastro, 2006). Pada involusi uterus, lapisan luar dari desidua yang mengelilingi situs plasenta akan neurotik (layu atau mati) (Sulistyawati. 2009).

  Penurunan dalam ukuran uterus dicapai melalui autolysis kelebihan protein intraseluler dan sitoplasma di dalam miometrium. Produk sisa yang dihasilkan oleh proses ini ditransfer ke dalam sistem vaskular maternal dan di buang melalui ginjal (Waslh, 2008).

  Involusi uterus meliputi reorganisasi dan pengeluaran desidua atau endometrium dan eksfoliasi tempat perlekatan plasenta yang ditandai dengan penurunan ukuran dan berat serta perubahan pada lokasi uterus juga ditandai dengan warna dan jumlah lokhia. Desidua yang tersisa di dalam uterus setelah pelepasan dan ekspulsi plasenta dan membran terdiri dari lapisan zona basalis dan lapisan zona spongiosa desidua basalis (pada tempat perlekatan plasenta) dan desidua parietalis (melapisi bagian uterus) (Varney, 2008).

  Desidua yang tersisa berdiferensiasi menjadi dua lapisan. lapisan superfisial menjadi nekrotik dan meluruh masuk ke dalam lokia. Lapisan basal yang berdekatan dengan miometrium tetap utuh dan merupakan sumber endometrium baru. Regenerasi endometrium berlangsung cepat, kecuali tempat perlekatan plasenta (Cunningham, 2013).

  

 

 

  

 

 

  Regenerasi endometrium lengkap pada tempat perlekatan plasenta memakan waktu hampir enam minggu (Varney, 2008).

  Perubahan ini dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan palpasi untuk meraba TFU yaitu setelah janin lahir tinggi fundus uteri setinggi pusat, setelah plasenta lahir tinggi fundus uteri 2 (dua) jari dibawah pusat, pada hari kelima

  postpartum tinggi fundus uteri pertengahan simpisis pusat, dan setelah 10 hari

  tinggi fundus uteri tidak teraba lagi (Wiknjosastro, 2006) Berat Uterus setelah lahir adalah 1000 gr, pada akhir minggu postpartum berat uterus 500 gr, pada 2 minggu postpartum menjadi 300 gr dan pada 6 minggu postpartum fundus uteri mengecil (tak teraba) dengan berat 40-60 gr (Wiknjosastro, 2006).

  b) Lokia

  Lokia adalah sekret dari uterus yang keluar melalui vagina selama puerperium (Varney, 2008). Lokia terdiri dari eritrosit, potongan jaringan desidua, sel epitel dan bakteri (Cunningham, 2013).

  Nama deskriptif lokia berubah sesuai dengan perubahan warnanya, yaitu lokia rubra, serosa dan alba. Lokia rubra berwarna merah karena berisi darah dan jaringan desidua. Lokia ini mulai keluar setelah pelahiran dan terus berlanjut selama dua hingga tiga hari pertama postpartum.

  Lokia serosa mulai terjadi sebagai bentuk yang lebih pucat dari lokia rubra, lokia serosa merah muda. Lokia ini berhenti sekitar tujuh hingga delapan hari kemudian dengan warna merah muda, kuning atau putih hingga transisi menjadi lokia alba lokia serosa mengandung cairan serosa, jaringan desidua, leukosit dan eritrosit.

  Lokia alba mulai terjadi sekitar hari kesepuluh postpartum dan hilang sekitar periode dua hingga empat minggu. Warna lokia alba putih krem terutama mengandung leukosit dan sel desidua (Varney, 2008).

  Lokhia mulai terjadi pada jam-jam pertama pasca partu, berupa secret kental dan banyak. Berturut-turut, banyaknya lokhia semakin berkurang. Warna aliran lokhia harian cenderung semakin terang, yaitu berubah menjadi merah tua, kemudian coklat, dan merah muda. Aliran lokhia yang tiba-tiba kembali berwarna merah segar bukan merupakan temuan normal dan memerlukan evaluasi (Varney, 2008).

  c) Perubahan pada serviks

  Perubahan yang terjadi pada servik ialah bentuk serviks agak menganga seperti corong, segera setelah bayi lahir. Bentuk ini disebabkan oleh corpus uteri yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga seolah-olah pada perbatasan antara korpus dan serviks berbentuk semacam cincin.

  Serviks berwarna merah kehitam-hitaman karena penuh dengan pembuluh darah. Konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat laserasi atau perlukaan kecil.

  Karena robekan kecil yang terjadi selama berdilatasi maka serviks tidak pernah akan kembali ke kekeadaan seperti sebelum hamil.

  Muara serviks yang berdilatasi sampai 10 cm sewaktu persalinan akan menutup secara perlahan dan bertahap. Setelah bayi lahir, tangan dapat masuk ke dalam rongga rahim. Setelah 2 jam, hanya dapat dimasuki 2-3 jari. Pada minggu k-6 postpartum, serviks sudah menutup kembali (Wiknjosastro, 2006).

  2) Vulva dan vagina

  Vulva dan vagina mengalami penekanan, serta peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi. Dalam beberapa hari pertama sesudah proses

  

    tersebut, kedua organ ini tetap dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu, vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae berangsur-angsur akan muncul kembali, sementara labia menjadi lebih menonjol.

  Pada masa nifas biasanya terdapat luka-luka jalan lahir. Luka dan vagina umumnya tidak seberapa luas dan akan sembuh secara preprimen (sembuh dengan sendiri), kecuali apabila terdapat infeksi. Infeksi mungkin menyebabkan sellulitis yang dapat menjalar sampai terjadi sepsis (Sulistyawati, 2009).

  3) Perineum

  Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh tekanan bayi yang bergerak maju. Pada postnatal hari ke-5, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian tonusnya, sekalipun tetap lebih kendur daripada keadaan sebelum hamil (Sulistyawati, 2009).

b. Perubahan pada payudara

  Laktasi dimulai pada semua wanita dengan perubahan hormon saat melahirkan. Apakah wanita menyusui atau tidak, ia dapat mengalami kongesti payudara selama beberapa hari pertama pascapartumn karena tubuhnya mempersiapkan untuk memberikan nutrisi kepada bayinya (Varney, 2008).

  Pengkajian payudara pada periode awal postpartum meliputi penampilan putting susu, adanya kolostrum, adanya mastitis (Varney, 2008). Dengan penerangan yang baik, bidan melakukan rabaan daerah sekitar payudara, termasuk daerah aksila, harus teraba normal karena benjolan atau massa yang tidak lazim dijumpai menunjukkan saluran ASI yang tersumbat. Kemudian bidan memeriksa bagian sebelah dalam dengan melakukan palpasi secara hati-hati dan mencatat setiap daerah yang terasa nyeri ketika disentuh (Farrer, 2001).

  

 

 

  c. Perubahan Sistem Pencernaan

  Wanita mungkin kelaparan dan mulai makan satu atau dua jam setelah melahirkan. Kecuali ada komplikasi pelahiran, tidak ada alasan untuk menunda pemberian makan pada wanita pascapartum yang sehat lebih lama dari waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pengkajian awal.

  Konstipasi mungkin menjadi masalah pada pueperium awal karena kurangnya makanan padat selama persalinan dan karena wanita menahan defekasi. Wanita mungkin menahan defekasi karena perineumnya mengalami perlukaan atau karena ia kurang pengetahuan dan takut akan merobek atau merusak jahitan jika melakukan defekasi (Varney, 2008).

  d. Perubahan Sistem Perkemihan

  Setelah proses persalinan berlangsung, biasanya ibu akan sulit untuk buang air kecil dalam 24 jam pertama. Kemungkinan penyebab dari keadaan ini adalah terdapat spasme sfinker dan edema leher kandung kemih sesudah bagian ini mengalami kompresi (tekanan) antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan berlangsung.

  Urine dalam jumlah besar akan dihasilkan 12-36 jam postpartum. Kadar hormon estrogen yang bersifat menahan air akan mengalami penurunan yang mencolok.

  Keadaan tersebut disebut “diuresis”. Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam 6 minggu.

  Dinding kandung kemih memperlihatkan odema dan hyperemia, kadang-kadang

  

odema tigonum yang menimbulkan alostaksi dari uretra menjadi kurang sensitif dan

  kapasitas bertambah sehingga setiap kali kencing masih tertinggal urine residual (norma kurang lebih 15 cc). Dalam hal ini, sisa urine dan trauma pada kandung kemih sewaktu persalinan dapat menyebabkan infeksi (Sulistyawati, 2009).

  

 

 

  

 

  e. Perubahan Sistem musculoskeletal

  Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan, setelah bayi lahir, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi retrofleksi, karena ligament rotundum menjadi kendor. Stabilisasi secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah persalinan, sebagai akibat putusnya serat-serat elastik kulit dan distensi yang berlagsung lama akibat besarnya uterus pada saat hamil, dinding abdomen masih lunak dan kendur. Pemulihan dibantu dengan latihan (Wiknjosastro, 2006).

  f. Perubahan Sistem Endokrin

  Menurut Sulistyawati (2009), perubahan sistem endokrin pada masa nifas adalah: 1)

  Hormon Plasenta Hormon plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan. HCG (Human Corionic Gonadotropin) menurun dengan cepat dan menetap sampai 10 % dalam 3 jam hingga hari ke-7 postpartum dan sebagai onset pemenuhan mamae pada hari ke-3 postpartum. 2)

  Hormon Pituitary Prolaktin darah akan meningkat dengan cepat. Pada wanita yang tidak menyusui, prolaktin menurun dalam waktu 2 minggu. FSH dan LH akan meningkat pada fase konsentrasi folikuler (minggu ke-3) dan LH tetap rendah hingga ovulasi terjadi.

  3) Hypotalamik Pituitary ovarium

  Lamanya seorang wanita mendapat menstruasi juga dipengaruhi oleh faktor menyusui. Seringkali menstruasi pertama ini bersifat anovulasi karena rendahnya kadar estrogen dan progesteron.

  4) Kadar estrogen

  Setelah persalinan, terjadi penurunan kadar estrogen yang bermakna sehingga aktivitas prolaktin yang juga sedang meningkat dapat memengaruhi kelenjar dalam menghasilkan ASI.

  mamae g.

   Perubahan Tanda Vital

  Menurut Sulistyawati (2009), perubahan tanda vital pada masa nifas adalah: 1)

  Suhu Dalam 1 hari (24 hari) postpartum, suhu badan akan naik sedikit (37,5°- 38°C) sebagai akibat kerja keras sewaktu melahirkan, kehilangan cairan, dan kelelahan. Biasanya pada hari ke-3 suhu badan naik lagi karena adanya pembentukan ASI.

  2) Nadi

  Denyut nadi normal pada orang dewasa adalah 60-80 kali per menit. Denyut nadi sehabis melahirkan biasanya akan lebih cepat. Setiap denyut nadi yng melebihi 100 kali per menit adalah abnormal dan hal ini ada kemungkinn infeks

  3) Tekanan Darah

  Segera setelah melahirkan, banyak wanita mengalami peningkatan sementara tekanan darah sistolik dan diastolik, yang kembali secara spontan ke tekanan darah sebelum hamil selama beberapa hari (Varney,2008). Tekanan darah tinggi pada saat postpartum dapat menandakan terjadinya pre eklampsi postpartum (Sulistyawati, 2009). Bidan bertanggung jawab mengkaji risiko preeklampsia pascapartum, komplikasi yang relatif jarang, tetapi serius, jika peningkatan tekanan darah signifikan (Varney,2008).

  

 

 

  4) Pernafasan

  Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan suhu dan denyut nadi. Bila suhu dan denyut nadi tidak normal maka pernafasan juga akan mengikutinya, kecuali bila ada gangguan khusus pada saluran pencernaan.

h. Perubahan sistem kardiovaskuler

  Pada persalinan pervaginam kehilangan darah sekitar 300-400 cc. bila kelahiran melalui section caesaria kehilangan darah dapat dua kali lipat. Perubahan terdiri dari volume darah dan haemokosentrasi. Apabila pada persalinan pervaginam haemokosentrasi akan naik dan pada section caesaria haemokosentrasi cenderung stabil dan kembali normal setelah 4-6 minggu (Ambarwati, E.R, & Diah Wulandari, 2008).

  Setelah melahirkan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah ibu relatif akan bertambah. Keadaan ini akan menyebabkan beban pada jantung dan akan menimbulkan decompensatio cordis pada pasien dengan vitum cardio. Keadaan ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan tumbuhnya haemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti sediakala. Perubahan ini terjadi pada 3-5 hari postpartum (Wiknjosastro, 2006).

i. Perubahan sistem hematologi

  Selama berminggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma, serta faktor-faktor pembekuan darah makin meningkat. Pada hari pertama

  

postpartum , kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun, tetapi darah akan

  mengental sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah. Leukosititosis yang meningkat dengan jumlah sel darah putih dapat mencapai 15.000 selama proses persalinan akan tetapi tinggi dalam beberapa hari postpartum. Jumlah sel darah putih

  

    tersebut masih dapat naik lagi sampai 25.000-30.000 tanpa adanya kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan yang lama.

  Jumlah Hb, Hmt, dan erytrosit sangat bervariasi pada saat awal-awal mass postpartum sebagai akibat dari volume darah plasenta, dan tingkat volume darah yang berubah-ubah. Semua tingkatan ini akan dipengaruhi oleh status gizi dan hidrasi wanita tersebut. Selama kelahiran dan post partum, terjadi kehilangan darah sekitar 200-500 ml. Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada kehamilan diasosiasikan dengan peningkatan Hmt dan Hb pada hari ke-3 sampai hari ke-7

  , yang akan kembali normal dalam 4-5 minggu postpartum.

  postpartum

  Pada masa nifas terjadi perubahan komponen darah, misalnya jumlah sel darah putih akan bertambah banyak. Jumlah sel darah merah dan Hb akan berfluktuasi, namun dalam 1 minggu pasca persalinan biasanya semuanya akan kembali pada keadaan semula. Curah jantung atau jumlah darah yang dipompa oleh jantung akan tetap tinggi pada awal masa nifas dan dalam 2 minggu akan kembali pada keadaan normal (Sulistyawati, 2009).

6. Proses adaptasi psikologis masa nifas

  Reva Rubin dalam (Ambarwati, E.R, & Diah Wulandari, 2008) membagi periode ini menjadi 3 bagian, antara lain : a.

  Periode Taking In Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu, focus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri. Pengalaman selama proses persalinan sering berulang diceritakannya. Kelelahan membuat ibu cukup istirahat untuk mencegah gejala kurang tidur, seperti mudah tersinggung. Hal ini membuat ibu cenderung menjadi pasif terhadap lingkungannya. Oleh karena itu kondisi ibu perlu dipahami

  

    dengan menjaga komunikasi baik. Pada fase ini perlu diperhatikan pemberian ekstra makanan untuk proses pemulihannya. Disamping nafsu makan ibu memang meningkat. b.Periode Taking Hold

  Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase ini, ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggungjawabnya dalam merawat bayi. Selain itu perasaannya sangat sensitif sehingga mudah tersinggung jika komunikasinya kurang hati-hati. Oleh karena itu ibu memerlukan dukungan karena saat ini merupakan kesempatan yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat bayinya sehingga tumbuh rasa percaya diri.

  c.

  Periode letting Go Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini

7. Kebutuhan dasar ibu pada masa nifas a. Gizi

  Nutrisi atau gizi adalah zat yang diperlukan oleh tubuh untuk keperluan metabolismenya. Kebutuhan gizi pada masa nifas terutama bila menyusui akan meningkat 25%, karena berguna untuk proses kesembuhan karena sehabis melahirkan dan untuk memproduksi air susu yang cukup untuk menyehatkan bayi.

  Semua itu akan meningkat tiga kali dari kebutuhan biasa.

  Makanan yang dikonsumsi berguna untuk melakukan aktivitas, metabolisme, cadangan dalam tubuh, proses memproduksi ASI serta sebagai ASI itu sendiri yang

  

    akan dikonsumsi bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan (Ambarwati, E.R, & Diah Wulandari, 2008).

  Ibu menyusui harus mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari, makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral, dan vitamin yang cukup, minum sedikitnya 3 liter air setiap hari (anjurkan ibu untuk minum setiap kali menyusui). Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya selama 40 hari pasca bersalin seta minum kapsul vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan vitamin A kepada bayinya melalui ASI-nya (Saifuddin, 2006).

  b. Ambulasi dini

  Ambulasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing pasien keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya untuk berjalan. Ambulasi awal dilakukan dengan melakukan gerakan dan jalan-jalan ringan sambil bidan melakukan observasi perkembangan pasien dari jam demi sampai hitungan hari. Kegiatan ini dilakukan secara meningkat secara berangsur-angsur frekuensi dan intensitas aktivitasnya sampai pasien dapat melakukan sendiri tanpa pendampingan sehingga tujuan memandirikan pasien dapat terpenuhi.

  Ambulasi dini tidak dibenarkan pada pasien dengan penyakit anemia, jantung, paru-paru, demam, dan keadaan lain yang masih membutuhkan istirahat.

  Keuntungan dari ambulasi dini antara lain, penderita merasa lebih sehat dan lebih kuat, faal usus dan kandung kemih menjadi lebih baik serta memungkinkan bidan untuk memberikan bimbingan kepada ibu mengenai cara merawat bayinya (Sulistyawati, 2009).

  c. Eliminasi (Buang Air Kecil dan Buang Air Besar) Dalam 6 jam pertama post partum, pasien sudah harus dapat buang air kecil.

  Biasanya, pasien menahan air kencing krena takut akan merasakan sakit pada luka

  

    jalan lahir. Bidan harus dapat meyakinkan pada pasien bahwa kencing sesegera mungkin setelah persalinan akan mengurangi komplikasi post partum.

  Dalam 24 jam pertama, pasien juga sudah harus dapat buang air besar karena semakin lama feses tertahan dalam usus maka akan semakin sulit baginya untuk buang air besar secara lancer. Feses yang tertahan dalam usus semakin lama mengeras karena cairan yang terkandung dalam feses akan selalu terserap oleh usus (Sulistyawati, 2009).

  d. Kebersihan diri

  Bidan menganjurkan membersihkan seluruh tubuh, mengajarkan ibu bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air. Pastikan bahwa ia mengerti untuk membersihkan daerah di sekitar vulva terlebih dahulu, dari depan ke belakang, baru kemudian membersihkan daerah sekitar anus. Nasihatkan pada ibu untuk membersihkan vulva setiap kali selesai buang air kecil atau besar, menyarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut setidaknya dua kali sehari serta sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelaminnya. Apabila ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan kepada ibu untuk menghindari menyentuh daerah luka (Saifuddin, 2006).

  e. Istirahat

  Bidan menganjurkan ibu untuk beristirahat cukup, tidur siang atau istirahat saat bayinya tidur untuk mencegah kelelahan yang berlebihan dan sarankan ibu untuk kembali ke kegiatan-kegiatan rumah tangga secara perlahan-lahan. Beritahu ibu jika kurang istirahat akan mempengaruhi produksi ASI, memperlambat proses involusi dan memperbanyak perdarahan serta menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayi dan dirinya sendiri (Saifuddin, 2006).

  

 

 

  f. Seksual

  Secara fisik ibu aman untuk memulai hubungan suami istri begitu darah merah berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua jarinya ke dalam vagina tanpa rasa nyeri. Namun beberapa budaya dan agama mempunyai tradisi menunda hubungan suami istri sampai batas waktu tertentu, misalnya setelah 40 hari atau 6 minggu setelah persalinan. Keputusan tergantung pada pasangan yang bersangkutan (Saifuddin, 2006).

  g. Latihan/Senam Nifas

  Untuk mencapai hasil pemulihan otot yang maksimal, sebaiknya latihan masa nifas dilakukan seawal mingkin dengan catatan ibu menjalani persalinan dengan normal dan tidak ada penyulit postpartum. Bidan mendiskusikan dengan ibu pentingnya mengembalikan otot-otot perut dan panggul untuk kembali normal. Ini akan mengembalikan kekuatan otot perut dan panggul sehingga mengurangi rasa sakit pada punggung. Latihan tertentu beberapa menit setiap hari akan membantu untuk mengencangkan otot bagian perut (Saifuddin, 2006).

  h. Perawatan payudara

  Bidan menganjurkan ibu untuk menjaga payudara tetap bersih dan kering serta menggunakan BH yang menyokong payudara. Apabila putting susu lecet oleskan kolostrum atau ASI yang keluar pada sekitar putting susu setiap kali selesai menyusui (Saifuddin, 2006).

i. Keluarga berencana

  Idealnya pasangan menunggu 2 tahun untuk ibu hamil lagi. Petugas kesehatan dapat membantu merencanakan dan mengajarkan mereka tentang cara mencegah kehamilan. Petugas kesehatan menjelaskan macam-macam metode kontrasepsi,

  

    bagaimana metode tersebut dapat mencegah kehamilan, cara penggunaan, kelebihan, kekurangan, serta efek sampingnya (Saifuddin, 2006)

  k. Kebutuhan pada bayi baru lahir

  Bidan memberitahu mengenai perawatan bayi seperti kebersihan pada bayi yaitu basuh bayi dengan kain/ busa setiap mandi, setiap kali bayi buang air kecil dan besar, bersihkan bagian perinelnya dengan air sabun, serta keringkan dengan baik, kotoran bayi dapat menyebabkan infeksi sehingga harus dibersihkan, pemenuhan nutrisi pada bayi dengan ASI (Saifuddin, 2006). Perawatan tali pusat pada bayi yaitu dengan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan perawatan tali pusat, jangan membungkus puntung tali pusat atau mengoleskan cairan atau bahan apapun ke puntung tali pusat, lipat popok dibawah puntung tali pusat, luka tali pusat harus dijaga tetap kering dan bersih, sampai sisa tali pusat mengering dan terlepas sendiri. Jika puntung tali pusat kotor, bersihkan hati-hati dengan air DTT dan sabun dan segera keringkan dengan seksama dengan menggunakan kain bersih (Sulistyawati, 2009).

8. Standar Pelayanan Nifas

  Buku Standar Pelayanan Kebidanan menyatakan bahwa standar pelayanan dalam nifas adalah :

  a) Standar 13 : Perawatan Bayi Baru Lahir

  Tujuannya adalah menilai kondisi bayi baru lahir dan membantu di mulainya pernafasan serta mencegah hipotermi, hipoglikemia, dan infeksi.

  b) Standar 14 : Penanganan Pada Dua Jam Setelah Persalinan

  Tujuannya adalah mempromosikan perawatan ibu dan bayi yang bersih dan aman selama persalinan kala empat untuk memulihkan kesehatan ibu dan bayi.

  Meningkatkan asuhan sayang ibu dan sayang bayi. Memulai pemberian ASI

  

    dalam waktu 1 jam pertama setelah persalinan dan mendukung terjadinya ikatan batin antara ibu dan bayi.

c) Standar 15 : Pelayanan Bagi Ibu dan Bayi Pada Masa Nifas

  Tujuannya adalah memberikan pelayanan kepada ibu dan bayi sampai 42 hari setelah persalinan dan memberikan penyuluhan ASI ekslusif.

9. Pelayanan Kesehatan Nifas

  Pelayanan kesehatan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai standar pada ibu mulai 6 jam sampai 42 hari pasca bersalin oleh tenaga kesehatan. Untuk deteksi dini komplikasi pada ibu nifas diperlukan pemantauan pemeriksaan terhadap ibu nifas dan meningkatkan cakupan KB Pasca Persalinan dengan melakukan kunjungan nifas minimal sebanyak 3 kali dengan ketentuan waktu : Kunjungan nifas pertama pada masa 6 jam sampai dengan 3 hari setelah persalinan, kunjungan nifas ke dua dalam waktu hari ke-4 sampai dengan hari ke-28 setelah persalinan, kunjungan nifas ke tiga dalam waktu hari ke-29 sampai dengan hari ke-42 setelah persalinan (Kemenkes, 2010)

  Pelayanan yang diberikan menurut Kementerian Kesehatan adalah :

  a) Pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu).

  b) Pemeriksaan tinggi fundus uteri (involusi).

  c) Pemeriksaan lokhia dan pengeluaran pervaginam .

  d) Pemeriksaan payudara dan anjuran ASI ekslusif 6 bulan.

  e) Pemberian komunikasi , informasi dan edukasi (KIE) kesehatan ibu nifas dan bayi baru lahir, termasuk keluarga berencana.

  f) Pemberian kapsul vitamin A 200 IU sebanyak 2 kali, pertama segera setelah melahirkan, kedua setelah 24 jam pemberian kapsul vitamin A yang pertama g) Pelayanan keluarga berencana pasca persalinan.

  

 

 

C. Bidan 1. Pengertian Bidan

  Menurut ICM (Internasional Confederation of Midwives), bidan adalah seseorang yang telah menjalani program pendidikan kebidanan, yang diakui oleh negara tempat ia tinggal, dan telah berhasil menyelesaikan studi terkait tentang kebidanan serta memenuhi persyaratan untuk terdaftar dan atau memiliki izin formal untuk parktik kebidanan (Soepardan, 2008).

2. Peran dan Tanggung Jawab Bidan dalam Masa Nifas

  Menurut Wulandari & Handayani (2011), peran dan tanggung jawab bidan dalam nifas adalah memberikan perawatan dan support sesuai kebutuhan ibu secara partnership dengan ibu. Selain itu juga dengan cara:

  a) Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada ibu nifas

  b) Menentukan diagnosa dan kebutuhan asuhan kebidanan pada masa nifas

  c) Menyusun rencana asuhan kebidanan berdasarkan prioritas masalah

  d) Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana

  e) Mengevaluasi bersama klien asuhan kebidanan yang telah diberikan

  f) Membuat rencana tindak lanjut asuhan kebidanan bersama klien