BAB II PERANAN SATUAN RESERSE KRIMINAL DALAM MENGUNGKAP TINDAK PIDANA MUTILASI A. Peranan dan Tugas Satuan Reserse Kriminal sebagai Polisi Republik Indonesia. - Peranana Satuan Reserse Kriminal Dalam Mengungkap Tindak Pidana Mutilasi (Studi Lapangan Di Po

BAB II PERANAN SATUAN RESERSE KRIMINAL DALAM MENGUNGKAP TINDAK PIDANA MUTILASI A. Peranan dan Tugas Satuan Reserse Kriminal sebagai Polisi Republik Indonesia. Istilah Polisi bersasal dari kata “Politea” atau Negara kota, di mana pada

  zaman yunani kuno manusia hidup berkelompok-kelompok, kelompok-kelompok manusia tersebut kemudian membentuk suatu himpunan, himpunan dari kelompok-kelompok manusia inilah yang merupakan kota (polis). Agar kehidupan masyarakat di kota tersebut dapat tertata maka dibuatlah norma-norma.

  Norma-norma tersebut ditegakkan melalui suatu kekuatan, kekuatan inilah yang

   dinamakan kepolisian.

  Adapun pengertian polisi menurut Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor

  2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia ialah :

  Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat Negara yang

  berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri Negara Republik Indonesia adalah Negara bekas jajahan Belanda termaksuk peraturan-peraturan khusus yang mengatur tentang masalah polisi banyak diciptakan oleh Belanda. Hukum Kepolisian di Indonesia mengikuti 33 Yesmil Anwar , SH., M.SI. Dan Andang, SH., M.H. Sistem Peradilan Pidana, (Bandung : Widya Padjadjaran, 2009), hal, 154. paham Belanda, yaitu Politea Recht, yang berarti sejumlah peraturan hukum yang mengatur hal polisi, baik segala tugas, fungsi maupun organ. Di dalam hukum Kepolisian terdapat dua arti, yaitu hukum Kepolisian dalam arti Materil adalah hukum yang mengatur polisi sebagai fungsi dan hukum Kepolisian dalam dalam

   arti Formal adalah hukum yang mengatur polisi sebagai organ.

  Istilah hukum Kepolisian di Indonesia menurut Tata Bahasa “Istilah hukum Kepolisian adalah istilah majemuk yang terdiri atas kata Hukum dan Kepolisian. Menurut kamus WJS POERWADINATA kata Kepolisian berarti urusan polisi atau segala sesuatu yang bertalian dengan polisi. Jadi menurut arti bahasa hukum Kepolisian adalah hukum yang mengatur segala sesuatu yang

  

  berkaitan dengan polisi” Sejak ditetapkannya Perubahan Undang-undang Dasar Negara Republik

  Indoenesia Tahun 1945 Bab XII tentang Pertahanan dan Keamanan Negara, ketetapan MPR RI No. VI/MPR/2000 dan ketetapan MPR RI No.VII/MPR/2000, maka secara konstitusional telah terjadi perubahan yang menegaskan rumusan tugas, fungsi, dan parana Kepolisian Negara Republik Indonesia serta pemisahan kelambagaan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing.

  Menurut Warsito Hadi Utomo, Fungsi dan Peranan Kepolisian Negara Republik Indonesia dari masa kemasa selalu menjadi bahan perbincangan berbagasi kalangan, mulai dari praktisi hukum maupun akademis bahkan

  34 35 Ibid , hal 155.

  WJS Poerwadinata dalam Yesmil Anwar, SH., M.SI. dan Adang, SH., SH. masyarakat kebanyakan pada umumnya mereka berusaha secara positif mengupas kedudukan, fungsi dan peranan Kepolisian tersebut. Upaya pengupasan masalah kepolisian itu dikarenakan adanya faktor kecintaan dari berbagai pihak kepada lembaga kepolisian dan ditaruhnya harapan yang begitu besar, agar fungsinya

   sebagai aparat penegak hukum dapat berjalan sebagaimana mestinya.

  Seiring dengan perubahan-perubahan sesuai dengan kebijakan polisi, maka citra kepolisian terus melekat, karena baik positif maupun negatif, sebagai pelaksana fungsi pemerintahan di bidang penegakan hukum Kepolisian Negara Republik Indonesia melaksanakan tugas memrangai tingkah laku yang bervariatif atas ketertiban yang terjadi di masyarakat. Dinamika masyarakat yang terus berubah dengan cepat, diiringi dengan perubahan sosial. Budaya dan teknologi, sementara di sisi lain perkembangan tingkat kesejahteraan juga semakin kompleks menuntut tinggi peranan Kepolisian untuk mengatasi berbagai pelanggaran hukum

   yang terjadi.

  Mengenai permasalahan aparat kepolisian di dalam penegakan hukum ditengah masyarakat gunan terciptanya kesan positif dari masyarakat terhadap aparat Kepolisian, menurut Soerjono Soekanto, “ kalau seorang anggota angkatan perang harus senantiasa siap tempur dan memelihara kemampuan tersebut dengan sebaik-baiknya, maka anggota polisi harus selalu siap menghadapi masalah- masalah kemasyarakatan yang merupakan gangguan terhadap keamanan.

  Masalah-masalah tersebut tidak hanya terbatas pada kejahatan dan pelanggaran

  36 37 Wrsito Hadi Utomo dalam dalam Yesmil Anwar, SH., M.SI dan Adang. SH., M.H.

  Ibid , hal 157. belaka, mungkin dia harus menolong orang yang sudah tua untuk menyebrang jalan raya yang padat dengan kendaraan bermotor, atau dia harus melerai suami istri yang sedang bertengkar, atau dia harus menolong orang yang terluka karena kasus tabrak lari dan lain sebagainya. Alangkah banyaknya tugas-tugas polisi, akan tetapi warga masyarakat memang mempunyai harapan yang demikian, warga masyarakat menghendaki polisi-polisi senantiasa “siap pakai” untuk melindungi masyarakat.

  Oleh karena masyarakat mengharapkan bahwa polisi akan dapat melindunginya, maka dengan sendirinya polisi harus mengenal lingkungan tempat dia bertugas dengan sebaik-baiknya. Pengenalan lingkungan dengan sebaik- baiknya tidak mungkin terjadi kalau polisi tidak manyatu dengan lingkungan tersebut. Keadaan akan bertambah buruk lagi apabila sama sekali tidak ada motivasi untuk mengenal dan memahami lingkungan tersebut, karena terlalu berpegang pada kekuasaan formal atau kekuasaan fisik belaka.

  Di dalam situasi-situasi tertentu, polisi mau tidak mau harus melaksanakan peranan yang aktual yang tidak dikehendaki oleh masyarakat, misalnya penerapan kekerasan, akan tetapi di dalam keadaan demikian perlu diteliti apakah kekerasan tersebut memang berasal dari polisi atau merupakan suatu akibat dari lingkungan.

  Polisi dan Kepolisian sudah sangat dikenal pada abad ke-6 sebagai aparat Negara dengan kewenangannya yang mencerminkan suatu kekuasaan yang luas menjadi penjaga tiranialisme sehingga mempunyai citra simbol penguasa tirani.

  Sedemikian rupa citra polisi dan kepolisian pada masa itu maka Negara yang bersangkutan dinamakan juga “Negara Polisi” dan dalam sejarah ketatanegaraan pernah dikenal suatu bentuk negara “Politea”, pemisahan Polri dari ABRI pada tanggal 1 April 1999 belum menjadi jaminan untuk terwujudnya Negara berdasarkan kedaulatan rakyat, apabila proses perubahannya akan tersesat pada pola Negara kepolisian seperti pada masa lampau yang diidentikan dengan

   kekuasaan tirani.

  Tugas dan kewenangan Polri di bidang “administration of criminal

  

justice” sebagai bagian dari ujung tombak peradilan pidana perlu ditumbuhkan

  kemahiran menghadapi perilaku kriminal berdasarkan doktrin “the criminal

  character of behavior”. Pengembangan tugas-tugas Polisi yang bersifat prospektif

  inilah yang masih mengalami keracunan dan bahkan tampa disadari bertentangan dengan standar serta asas-asas internasional, dengan telah selesainya rancangan Undang-unadang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan disahkannya RUU tesebut menjadi Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan revisi dari undang-undang Nomor 27 tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Maka pada pasca pemisahan TNI dan dalam secara independen berada dibahwa Presiden RI dan tidak lagi berada

  

  Menurut Undang-undang Kepolisian No. 2 Tahun 2002 tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah sebagai alat Negara penegak hukum yang terutama bertugas memelihara keamanan di dalam negeri tercantum dalam pasal 13 secara rinci sebagai berikut :

  38 39 Ibid hal, 161.

  Ibid hal,162. a.

  Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.

  Turut serta dalam pembinaan hukum nasional.

  Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian serta . l.

  Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara waktu sebelum di tanganni oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang . k.

  Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, warga masyarakat dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia . j.

  Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensic dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian . i.

  h.

  Melakukan penyidikan dan penyelidikan terhadap semuan tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainya .

  g.

  Melakukan kordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa.

  f.

  Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum .

  e.

  d.

  b.

  Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan.

  c.

  Menyelenggarakan segala kegiatan dan menjamin keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan.

  b.

  Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patrol terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan.

  a.

  (1). Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas.

  Adapun devriasi atau penjabaran tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan Pasal 14 adalah :

  Berdasarkan ketentuan Pasal 13 tersebut di atas maka dapat kita ketahui bahwa pencegahan dan penanggulangan kejahatan yang meresahkan masyarakat merupakan salah satu tugas kepolisian dalam rangka memelihara keamanan dan ketertiban masyara kat.

  Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

  c.

  Menegakkan hukum.

  Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

  (2).Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaiman dimaksud dalam ayat. (1) huruf f

   di atur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

  (1). Dalam hal melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan 14 tersebut diatas, maka dalam Pasal 15 ayat 1 diuraikan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang : a.

  Menerima laporan dan atau pengaduan.

  b.

  Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat menggangu ketertiban umum.

  c.

  Mencegah dan menanggulangi tumbunya penyakit masyarakat.

  d.

  Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

  e.

  Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administrative kepolisian.

  f.

  Melaksanakan pemerikasaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan.

  g.

  Melakukan tindakan pertema di tempat kejadian.

  h.

  Mengambil sidik jari dan identitas lainya serta memotret seseorang. i.

  Mencari keterangan dan barang bukti. j.

  Menyelenggarakan Pusat InformasiKriminal Nasional. k.

  Mengeluarkan surat ijin dan atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat. l.

  Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serat kegiatan masyarakat. m.

  Menerima dan menyimpan barang temuan untuk semnetara waktu. (2). Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang- undangan lainnya berwenang : a.

  Memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan mesyarakat lainnya.

  b.

  Menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor.

  c.

  Memberikan surat ijin mengemudi kendaraan bermotor.

  d.

  Menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik.

  e.

  Memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam.

  f.

  Memberikan izin operasiaonal dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha di bidang jasa pengamanan .

  g.

  Memberikan petunjuk, mendidik,, dan melatih aparat kepolisian khusus dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian.

  h.

  Melakukan kerja sama dengan kepolisian Negara lain dalam menyidik dan memberantas kejahatan internasional.

40 Undang-undang Kepolisian No. 2 Tahun 2002.

  i.

  Melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait. j.

  Mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian internasional. k.

  Melaksanakan kewenangan lain yang tremasuk dalam lingkup tugas kepolisian. (3). Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf a

   dan d diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

  Kepala Polisi Republik Indonesia (Kapolri) menetapkan, manyelenggarakan dan mengendalikan kebijakan teknis Kepolisian, sebagaimana tercantum dalam pasal 9 ayat 1 dan 2 Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tantang polri, Kopolri memimpin Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab atas : penyelenggaraan kegiatan perasional dan penyelenggaraan pembinaan kemampuan Kepolisian Negara

42 Republik Indonesia.

  Jika dilihat dari alasan keberadaannya tugas polri memiliki dua aspek, pertama aspek refresif yakni berupa penindakan terhadap mereka yang melakukan pelanggaran hukum, jadi polisi berfungsi sebagai seorang penegak hukum, sedangakan aspek yang kedua adalah tugas preventif yakni meliputi tugas perlindungan dan pencegahan terjadinya suatu kejahatan atau pelanggaran, dan untuk melaksanakan tugas keduanya itu terutama dalam menghadapi tantangan- tantangan yang lebih serius seperti huru hara, pemberontakan memerlukan kemampuan pemukul sehingga dibutuhkan keterampilan teknik dan taktik

   kemiliteran seperti kemampuan yang dimiliki pasukan Brimob..

  41 42 Undang-undang Kepolisian Negara Republik Indonesia No.2 Tahun 2002 43 Op.cit hal, 163.

  Op,cit , hal 181 Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang hukum Acara Pidana tanggal 31 Desember 1981 lembaran Negara Republik Indonesia 1981 nomor 76, maka Kepolisian yang dimaksud diatas dan dijabarkan oleh Undang-Undang Hukum Acara Pidana itu.

  Dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana, anggota Polri yang didalam hal ini berkualifikasi sebagai penyidik.

  a.

  Karena kewajibannya mempunyai wewenang sebagai berikut: 1.

  Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang adanya tindak pidana.

  2. Mencari keterangan dan barang bukti.

  3. Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri.

  4. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

  b.

  Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa : 1.

  Penangkapan, larangan, meninggalkan tempat, penggeledahan, dan penyitaan.

  2. Pemeriksaan dan penyitaan surat.

  3. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang. Membawa dan menghadapkan seseorang pada penyidik.

  4. Membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik. Sedangkan wewenang untuk mengadakan penangkapan, Penahanan, penggeledahan badan, pemasukan rumah, penyitaan dan pemeriksaan surat-surat dan sebagainya yang dimaksud juga dalam pasal 15 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 diatur dalam bab V pasal 19 sampai dengan pasal 49 Undang-Undang No. 8 Tahun 1981.

  Sehingga peran dan tugas satuan Reserse Kriminal sebagai Polisi Republik Indonesia adalah sebagai bagian untuk melakukan proses Penyelidikan dan Penyidikannya guna membuat terang suatu tindak Pidana yang terjadi didalam masyarakat. Dan juga menjaga ketertiban, keamanan, kedamaian, ketenangan, kesehatan umum masyarakat, usaha-usaha ini juga bisa dilakukan berupa patroli, penyuluhan, penerangan-penerangan pendidikan, melakukan bantuan atau pertolongan dan sebagainya.

  Semuanya dijalankan oleh Kepolisian demi memberikan rasa nyaman kepada masyarakat dan sekaligus untuk mencegah tidak terjadinya suatu peristiwa tindak pidana.

B. Peranan dan Tugas Satuan Reserse Kriminal dalam Mengungkap Tindak Pidana Mutilasi.

  Pembunuhan mutilasi merupakan kejahatan yang menghilangkan nyawa orang lain dengan memotong-motong tubuh korban dikarenakan adanya rasa tidak puas apabila melihat korban tidak menderita, dalam melaksanakan aksinya pelaku menggunakan berbagai cara dan teknik yang dijalankan untuk menghabisi korbanya baik dipukul menggunakan benda tumpul, dicekik, maupun ditusuk menggunakan benda tajam seperti pisau, sampai korbannya tidak berdaya lagi sampai akhirnya mati, setelah mati pelaku langsung memutilasi korban untuk

   menghilangkan jejaknya.

44 Hasil Wawancara dengan IPTU M.Idris Harahap di Polresta Medan tanggal 2 September, 2010.

  Dalam kasus pembunuhan mutilasi, tersangka berusaha agar perbuatannya jangan sampai diketahui oleh orang lain apa lagi janga n sampai diketahui oleh pihak Kepolisian, tersangka akan menghilangkan jejak perbuatannya dengan memotong-motong tubuh korban yang memudahkannya untuk menghilangkan jejak lalu membuang atau mengubur bagian-bagian korban yang telah di mutilasi ini untuk tujuan agar tidak bisa diketahui bahkan jangan sampai terungkap tentang perbuatannya yang melakukan pembunuhan.

  Dengan adanya peristiwa tindak Pidana Pembunuhan mutilasi maka diharapkan peran dan tugas dari pihak Kepolisian Khususnya Satuan Reserse Kriminal dalam mengungkapnya sehingga pelakunya bisa tertangkap sehingga bisa memberikan rasa aman bagi masyarakat walaupun dalam pengungkapannya tidak mudah dilakukan oleh pihak Kepolisian.

  Adapun langkah-langkah yang dilakukan Pihak Kepolisian Khususnya Satuan Reserse Kriminal dalam menemukan dan mengungkap Tindak Pidana Pembunuhan Mutilasi adalah : 1.

  Kegiatan Penyelidikan Setelah diketahuinya suatu peristiwa tindak pidana yang terjadi maka pihak kepolisian akan langsung melakukan Penyelidikan tentang tindak pidana tersebut, kegiatan penyelidikan ini dimaksudkan untuk mencari dan mengumpulkan barang bukti permulaan atau barang bukti yang cukup guna dapat dilakukan penyidikan, penyelidikan ini dapat disamakan tindakan pengusutan sebagai usaha mencari dan menmukan jejak berupa keterangan dan bukti-bukti sesuatu peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana. Yang dapat dilakukan oleh Penyelidikan Reserse. Yang berwenang untuk melakukan penyelidikan reserse adalah setiap pejabat Polisi Negara Republik Indonesia yang khususnya ditugaskan untuk itu. Yang menjadi sasaran penyelidikan adalah : orang, Benda/barang, Tempat (termasuk rumah dan tempat-tempat tertutup lainnya).

  Penyelidikan reserse dilaukan secara terbuka sepanjang hal itu dapat menghasilkan keterangan-keterangan yang diperlukan dan dilakukan secara tertutup apabila kesulitan mendapatkannya.

  Pertimbangan dilakukan penyelidik reserse berbagai bentuk laporan yang diterima Reserse, laporan Polisi, Berita Acara Pemeriksaan di TKP, Berita Acara Pemeriksaan tersangka atau saksi. Penyelidikan Reserse dapat dilakukan untuk : mencari keterangan-keterangan dan bukti guna menetukan suatu peristiwa yang dilaporkan atau diadukan, merupakan tindak pidana atau bukan, melengkapi keterangan yang telah diperoleh agar menjadi jelas sebelum dapat dilakukan penindakan.

2. Kegiatan Penyidikan

  Penyidikan Ini dilakukan setelah selesainya proses penyelidikan yang ditandai dengan keluarnya surat perintah penyidikan oleh pejabat yang berwenang di instansi penyidik, dengan diterimanya laporan atau pengaduan atau informasi tentang telah terjadinya kejahatan dan pelaku kejahatan tersebut tidak dengan sendirinya surat perintah penyidikan dikeluarkan, bila melakukan tugasnya penyidik harus berdasarkan pada surat perintah penyidikan yang sah yang diberikan oleh pejabat yang berwenang. Dengan dikeluarkannya surat untuk melakukan penyidikan maka penyidik akan mulai melakukan tugasnya sesuai prosedur yang berlaku.

  3. Melakukan Olah Tempat Kejadian Perkara.

  Dalam terjadinya tindak Pidana Pembunuhan mutilasi yang pertama kali yang harus dilakukan adalah melakukan Olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) dimana peristiwa itu terjadi, karena TKP adalah merupakan sumber informasi yang sangat mementukan dalam pengungkapan sebuah perkara seperti mengambil Sidik Jari Korban, mengambil Foto Korban, membawa Korban Kerumah Sakit Untuk di Visum, membawa barang-barang yang ditemukan di TKP yang terkait dengan tindak pidana Pembunuhan mutilasi tersebut untuk diperiksa apakah ada sidik jari tersangka menempel di benda yang ditemukan tersebut.

  Dengan dilakukannya Olah TKP tersebut untuk tujuan mencari dan mengumpulkan barang bukti yang tertinggal dan dengan barang bukti itu akan menjadi petunjuk bagi pihak Kepolisian Khususnya Satuan Reserse Kriminal untuk mengungkap terjadinya Tindak Pidana Pembunuhan.

  Dan apa bila Tempat Kejadian Perkara tidak seteril lagi untuk dilakukannya Olah TKP maka akan sulit bagi Pihak Kepolisian khususnya satuan reserse kriminal untuk mencari dan mengumpulkan barang bukti yang nantinya akan membuat proses Penyidikan akan menjadi terhambat.

  4. Pemeriksaan Saksi – saksi.

  Mencari dan menemukan suatu peristiwa Tindak Pidana Khususnya Pembunuhan mutilasi juga harus memintai keterangan dari Saksi – saksi yang melihat, mengetahui, kejadian itu sendiri secara langsung maupun tidak langsung suatu tindak pidana, tersebut yang nantinya akan menambah kuat bagi Pihak Kepolisian Khususnya Satuan Reserse Kriminal dalam mengungkap Pembunuhan tersebut.

  Dan yang berwenang mengeluarkan pemeriksaan saksi adalah penyidik atau penyidik pembantu, pemeriksaan dilakukan atas dasar : laporan polisi, laporan hasil penyelidikan yang dibuat oleh petugas atas perintah penyidik atau penyidik pembantu, berita acara pemeriksaan di TKP. Keterangan yang dikemukakan oleh saksi akan dicatat dengan seteliti-telitinya oleh penyidik dalam berita acara pemeriksaan.

5. Melakukan Visum/Otopsi

  Ini dilakukan oleh Kepolisian Khususnya Satuan Reserse Kriminal untuk mengetahui penyebab kematian dari korban tindak pidana Pembunuhan Mutilasi, dikarenakan tidak mudah untuk mengetahui korban tindak pidana pembunuhan mutilasi tanpa dilakukan visum/otopsi ini dikarenakan kondisi korban yang telah terpotong-potong dan susah untuk dikenali, dengan dilakukannya visum/otopsi akan mengetahui penyebab kematian korban, dan identitas sikorban melalui DNAnya, dengan dilakukannya visum/otopsi tersebut akan memudahkan bagi pihak kepolisian khususnya satuan reserse kriminal dalam mengusut tindak pidana pembunuhan mutilasi tersebut apakah dipukul dengan benda tumpul, ditikam menggunakan pisau, dan di cekik menggunakan tangan/menggunakan tali, sehingga dengan demikian pihak Kepolisian dapat menyimpulkan tentang kematian korban yang nantinya akan menjadi acuan untuk melakukan rekontruksi tentang peristiwa Pembunuhan tersebut, dikarenakan dalam kasus pembunuhan mutilasi tidak mudah untuk mengidentifikasinya tanpa dilakukan visum/otopsi.

  6. Mencari Tersangka.

  Setelah ditemukannya petunjuk mengenai terjadinya tindak pidana yang terjadi bedasarkan hasil temuan di Tempat Kejadian Perkara dan juga bardasakan hasil laporan saksi-saksi mengenai ciri-ciri dari tersangka yang telah disimpulkan maka pihak Kepolisian Khususnya satuan Reserse Kriminal akan mencari dan menemukan tersangka dari pelaku tindak pidana Pembunuhan tersebut sesuai dari hasil laporan dan juga bukti-bukti yang telah lengkap.

  7. Penangkapan Setelah dilakukannya penyelidikan terhadap peristiwa Pidana yang terjdi dan telah di penuhinya bukti-bukti yang mengarah kepada tersangka maka akan dilakukan penangkapan, penangkapan dilakukan oleh penyidik/peyidik pembantu terhadap seseorang yang telah diduga keras melakukan tindak pidana.

  Penangkapan dilengkapi dengan Surat Perintah Tugas dan Surat Perintah Penangkapan.

  Petugas yang melakukan penangkapan harus menunjukkan Surat Perintah Penangkapan dan atau identitas kepada yang ditangkap atau keluarganya, setelah dilakukan penangkapan harus dibuat Berita Acara Penangkapan yang ditanda tangani oleh petugas dan orang yang ditangkap. Dan alasan penangkapan terhadap tersangka apabila diduga keras melakukan tindakan pidana dan atas dugaan yang kuat tadi harus didasarkan pada permulaan bukti yang cukup.

  8. Penyelesaian dan Penyerahaan Berkas Perkara

  Penyelesaian dan penyerahaan Berkas Perkara merupakan kegiatan akhir dari proses penyidikan tindak pidana yang dilukukan oleh penyidik/penyidi pembantu. Pertimbangan penyelesaian dan penyerahaan berkas perkara hasil pemeriksaan tersangka dan saksi serta kelengkapan bukti yang diperoleh , unsur- unsur tindak pidana.

  Kegiatan penyelesaian berkas perkara terdiri dari, pembuatan resume, pembuatan resume merupakan kegiatan penyidik untuk menyusun ikhtisar dan kesimpulan berdasarkan hasil penyidikan suatu tindak pidana yang terjadi. Penyerahan berkas perkara merupakan kegiatan pengiriman berkas perkara berikut penyerahan tanggung jawab atas tersangka dan barang buktinya kepada penuntut umum.

  Itulah yang menjadi Peran dan Tugas dari satuan Reserse Kriminal dalam mencari dan mengungkap tindak pidana Pembunuhan sehingga dengan demikian akan terungkap siapa yang melakukan tindak pidana Pembunuhan tersebut sehingga pelakunya dapat dijatuhi hukuman yang sesuai dengan Undang-Undang

45 Hukum Pidana.

  Dalam sistem peradilan pidana (criminal justice) terdapat beberapa komponen fungsi yang terdiri dari kepolisian sebagai penyidik, kejaksaan sebagai penuntut umum, pengadilan sebagai pihak yang mengadili, dan yang terakhir adalah lembaga pemasyarakatan yang berfungsi untuk memasyarakatkan kembali para pelaku kejahatan. Kesemua komponen ini berkerja secara bersama-sama,

  45 . Hasil Wawancara dengan Iptu, M. Idris Harahap di Polresta Medan, tanggal 19 Juni 2010. terpadu usaha untuk mencapai tujuan bersama yaitu menaggulangi kejahatan. Tetapi dalam kenyataannya yang sangat berperan besar dalam mengungkap, mencari dan menemukan kasus kejahatan pembunuhan adalah pihak kepolisian, dikarenakan pihak kepolisianlah yang menerima dan memperoses terlebih dahulu segala laporan mengenai kejahatan pembunuhan yang terjadi di masyarakat.

  Dalam mengungkap kejahatan pembunuhan mutilasi di kota Medan pihak kepolisian khususnya satuan Reserse Kriminal di Polresta Medan memiliki peranan yang sangat penting. Perlu di ketahui struktur organisasi di Polresta Medan khususnya di Bidang Sat Reskrim Polresta Medan. Sat Reskrim dipimpin oleh Kasat Reskrim. Sat Reskrim terbagi menjadi 6 (enam) unit yaitu :

1. Unit Reskrim Umum (Resum) 2.

  Unit Reskrim Ekonomi (Resek) 3. Unit Reskrim Judi Sila 4. Unit Reskrim Jahtanras 5. Unit Reskrim Rannor 6. Unit Reskrim Tipiter

  Unit yang bertugas mengungkap tindak Pidana Pembunuhan dari Struktur Sat Reskrim Polresta Medan, ialah Unit Reskrim Umum (Resum), Unit Reskrim Umum merupakan unit pelaksanaan pada Sat Reskrim yang bertugas melaksanakan penyidikan secara penuh dengan spesialisasi/pengusutan terhadap tindak pidana Pembunuhan Mutilasi. Dalam melaksanakan fungsi Reserse (Penyidikan) polri selalu memperhatikan asas-asas yang panyidikan tindak pidana yang menyangkut hak asasi manusi : 1.

  Praduga tak bersalah (presumption of innocence) bahwa setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan dimuka sidang pengadilan wajib dianggap tidaj bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.

  2. Persamaan dimuka hukum, (equality before the law) Perlakuan yang sama atas diri setiap orang dimuka hukum dengan tidak mengadakan pembedaan.

  3. Hak pemberian bantuan/penasehat hukum Setiap orang yang tersangkut perkara tindak pidana wajib diberi kesempatan memperoleh bantuan hukum yang semat-mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya, sejak dilakukan penangkapan dan atau penahanan.

  4. Sebelum dimulainya pemeriksaan kepada tersangka wajib diberitahukan tentang apa yang disangkakan kepadanya dan haknya untuk mendapat bantuan hukum atau dalam perkaranya itu wajib didampingi penasehat hukum.

  5. Peradilan yang harus dengan depat, sederhana, dan biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak harus diterapkan secara konsekwen dalam seluruh tingkatan peradilan.

  6. Penangkapan, penahanan, pengeledahaan dan penyitaan harus dengan pentintah tertulis oleh pejabat yang diberi wewenang khusus oleh Undang- undang.

  7. Kepada seseorang yang ditangkap, ditahan dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan Undang-undangdan atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan wajib diberi ganti kerugian.

8. Penyelidik dan penyidik mempunyai wewenang melakukan tugas masing-

   masing pada umumnya diseluruh Indonesia.

Dokumen yang terkait

Peranana Satuan Reserse Kriminal Dalam Mengungkap Tindak Pidana Mutilasi (Studi Lapangan Di Polresta Medan)

4 52 86

Pananggulangan Kejahatan Mayantara (Cyber Crime) Dalam Perspektif Hukum Pidana (Studi Di Direktorat Reserse Kriminal Kepolisian Daerah Sumatera Utara).

1 72 175

Hubungan Antara Tipe Kepribadian Big Five Personality Dengan Coping Stress Pada Polisi Reserse Kriminal Poltabes Medan

7 80 96

Analisis Pengaruh Komunikasi Dan Tim Kerja Terhadap Kinerja Personil Di Lingkungan Direktorat Reserse Kriminal Polda Sumatera Utara (Studi Kasus: Penanganan Tindak Pidana Unjuk Rasa Anarkhis Pembentukan Provinsi Tapanuli)

3 66 143

Tinjauan Psikologi Kriminal Penyimpangan Perilaku Seksual Terhadap Tindak Pidana Mutilasi (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Depok Nomor 1036/PID.B/2009/PN.DEPOK)

18 111 171

ABSTRAK PERAN PENYIDIK DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL UMUM DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DENGAN CARA MUTILASI (STUDI KASUS DI POLDA LAMPUNG)

0 0 16

BAB II PENGATURAN TENTANG TINDAK PIDANA PERIKANAN MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA - Peran Polisi Perairan Dalam Menangani Tindak Pidana Perikanan di Perairan Serdang Bedagai (Studi di Satuan Kepolisian Perairan Resort Serdang Bedagai)

0 0 19

BAB II KONSEP KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN KEJAHATAN A. Kebijakan Kriminal (Criminal Policy) - Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Pengaturan Tindak Pidana Narkotika di Indonesia

0 0 35

BAB II APLIKASI KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM PELAKSANAAN REHABILITASI PECANDU NARKOTIKA A. Kebijakan Kriminal Dalam Pencegahan dan Penanggulangan Kejahatan - Aplikasi Kebijakan Hukum Piana Terhadap Pelaksanaan Rehabilitasi Pecandu Dalam Tindak Pidana Nark

0 1 50

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Peranana Satuan Reserse Kriminal Dalam Mengungkap Tindak Pidana Mutilasi (Studi Lapangan Di Polresta Medan)

0 0 26