DOCRPIJM 3ac8061502 BAB IIIBAB 3 ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENCANA STRATEGIS INFRASTRUKTUR BIDANG CK

BAB III ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENCANA STRATEGIS INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA Rencana tata ruang wilayah memuat arahan struktur ruang dan pola

  ruang. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional, sedangkan pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya. Pembangunan Bidang Cipta Karya harus memperhatikan arahan struktur dan pola ruang yang tertuang dalam RTRW, selain untuk mewujudkan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan juga dapat mewujudkan tujuan dari penyelenggaraan penataan ruang yaitu keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan, keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia, serta perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

3.1 Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)

  Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional. Arahan pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas :

  a. indikasi arahan peraturan zonasi sistemnasional;

  b. arahan perizinan;

  c. arahan pemberian insentif dan disinsentif; dan d. arahan sanksi. Indikasi arahan peraturan zonasi sistem nasional meliputi indikasi arahan peraturan zonasi untuk struktur ruang dan pola ruang, yang terdiri atas :

  a. sistem perkotaan nasional;

  b. sistem jaringan transportasi nasional;

  c. sistem jaringan energi nasional; d. sistem jaringan telekomunikasi nasional;

  e. sistem jaringan sumber daya air;

  f. kawasan lindung nasional; dan g. kawasan budi daya. Peraturan zonasi untuk ruang terbuka hijau kota disusun dengan Memperhatikan :

  a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan rekreasi;

  b. pendirian bangunan dibatasi hanya untuk bangunan penunjang kegiatan rekreasi dan fasilitas umum lainnya; dan c. ketentuan pelarangan pendirian bangunan permanen selain yang . dimaksud pada huruf b

  Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan permukiman disusun dengan memperhatikan : a. penetapan amplop bangunan;

  b. penetapan tema arsitektur bangunan;

  c. penetapan kelengkapan bangunan dan lingkungan; dan

  d. penetapan jenis dan syarat penggunaan bangunan yang diizinkan

3.2 RTRW Kawasan Strategis Nasional (KSN)

  Penetapan kawasan strategis nasional dilakukan berdasarkan kepentingan : a. pertahanan dan keamanan;

  b. pertumbuhan ekonomi;

  c. sosial dan budaya;

  d. pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi; dan/atau e. fungsi dan daya dukung lingkungan hidup. Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan ditetapkan dengan kriteria : a. diperuntukkan bagi kepentingan pemeliharaan keamanan dan pertahanan negara berdasarkan geostrategi nasional; b. diperuntukkan bagi basis militer, daerah latihan militer, daerah pembuangan amunisi dan peralatan pertahanan lainnya, gudang amunisi, daerah uji coba sistem persenjataan, dan/atau kawasan industri sistem pertahanan; atau c. merupakan wilayah kedaulatan negara termasuk pulau-pulau kecil terluar yang berbatasan langsung dengan negara tetangga dan/atau laut lepas. Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi ditetapkan dengan kriteria: a. memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh;

  b. memiliki sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi nasional; c. memiliki potensi ekspor;

  d. didukung jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan ekonomi; e. memiliki kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi;

  f. berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan nasional dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional; g. berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber energi dalam rangka mewujudkan ketahanan energi nasional; atau h. ditetapkan untuk mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal. Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan sosial dan budaya ditetapkan dengan kriteria: a. merupakan tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat atau budaya nasional; b. merupakan prioritas peningkatan kualitas sosial dan budaya serta jati diri bangsa; c. merupakan aset nasional atau internasional yang harus dilindungi dan dilestarikan; d. merupakan tempat perlindungan peninggalan budaya nasional;

  e. memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman budaya; atau f. memiliki potensi kerawanan terhadap konflik sosial skala nasional. Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi ditetapkan dengan kriteria: a. diperuntukkan bagi kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berdasarkan lokasi sumber daya alam strategis nasional, pengembangan antariksa, serta tenaga atom dan nuklir;

  b. memiliki sumber daya alam strategis nasional;

  c. berfungsi sebagai pusat pengendalian dan pengembangan antariksa;

  d. berfungsi sebagai pusat pengendalian tenaga atom dan nuklir; atau e. berfungsi sebagai lokasi penggunaan teknologi tinggi strategis. Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup ditetapkan dengan kriteria: a. merupakan tempat perlindungan keanekaragaman hayati;

  b. merupakan aset nasional berupa kawasan lindung yang ditetapkan bagi perlindungan ekosistem, flora dan/atau fauna yang hampir punah atau diperkirakan akan punah yang harus dilindungi dan/atau dilestarikan; c. memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang setiap tahun berpeluang menimbulkan kerugian negara; d. memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro;

  e. menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas lingkungan hidup;

  f. rawan bencana alam nasional; atau

  g. sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan mempunyai dampak luas terhadap kelangsungan kehidupan.

  Tabel. 3.1. Penetapan Lokasi Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Berdasarkan PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN untuk Sulawesi Selatan

  No. Provinsi PKN PKW (1) (2) (3) (4)

  1 Sulawesi Selatan Kawasan Perkotaan Makassar - Pangkajene, Jeneponto, Palopo, Sungguminasa-Takalar-Maros Watampone, Bulukumba, Barru, (Mamminasata) Parepare

  Tabel. 3.2. Penetapan Kawasan Strategis Nasional (KSN) Berdasarkan PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN untuk Sulawesi Selatan

  Kawasan Strategis Sudut Kota / Status No.

  Provinsi Nasional Kepentingan Kabupaten Hukum

  (1) (2) (3) (4) (5) (6)

  

1 Kawasan Perkotaan Ekonomi Kota Makassar, Kab. Sulawesi Perpres No. 55

Makassar - Maros - Maros, Kab. Gowa, Kab. Selatan Tahun 2011

Sungguminasa - Takalar tentang Rencana Takalar

  Tata Ruang (Maminasata) Kawasan Perkotaan Makassar, Maros, Sungguminasa, Takalar

  2 Kawasan Ekonomi Kota Pare-Pare, Kab. Sulawesi Pengembangan Barru Selatan Ekonomi Terpadu Parepare

  3 Kawasan Toraja dan Sosial Budaya Kab. Tana Toraja, Kab. Sulawesi sekitarnya Toraja Utara Selatan

  4 Kawasan Stasiun Penggunaan Kota Pare-Pare Sulawesi Bumi Sumber Alam Sumberdaya Alam Selatan Parepare dan Teknologi Tinggi

  5 Kawasan Soroako Sosial Budaya Kab. Luwu dan sekitarnya

3.3 Arahan Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau Sulawesi

  Tujuan peraturan adalah :

  a. menetapkan RTR Pulau Sulawesi dalam rangka operasionalisasi RTRW Nasional;

  b. mengatur tata laksana perwujudan RTRW di Pulau Sulawesi sebagai landasan hukum yang mengikat bagi pemerintah dan pemerintah daerah, sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya;

  c. mengarahkan pengembangan wilayah Pulau Sulawesi yang terpadu dan sinergis sebagai kesatuan kegiatan sosial, ekonomi dan budaya dengan memperhatikan potensi, karakteristik dan daya dukung lingkungannya; d. menciptakan keseimbangan pemanfaatan ruang anotara kawasan berfungsi lindung dan budidaya dalam satu ekosistem pulau dan perairannya;

  e. mewujudkan pemanfaatan ruang wilayah Pulau sulawesi secara berkelanjutan; f. meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan pembangunan lintas sektor dan lintas wilayah provinsi yang konsisten dengan kebijakan nasional yang memayunginya. Pada pasal 20 tentang Pengembangan dan pemantapan jaringan jalan arteri primer, kolektor primer, dan strategis nasional pada Jaringan Jalan Lintas Barat Pulau Sulawesi, jaringan jalan arteri primer pada Jaringan

  • – Jalan LintasTengah Pulau Sulawesi yang menghubungkan Tarumpakae Pareman - Palopo – Masamba – Wotu - Tarengge – Malili – Tolala –

  Lelewawo - Batu Putih

  • – Lapai – Lasusua – Wolo – Kolaka – Unaaha – Pohara - Kendari; dan Jaringan jalan kolektor primer pada Jaringan Jalan –

  Lintas Tengah Pulau Sulawesi yang menghubungkan Sungguminasa Takalar

  • – Jeneponto – Bantaeng – Bulukumba – Tanete – Tondong – Sinjai – Bajo – Arasoe – Watampone – Pompanua – Ulugalung –

  Sengkang - Impa Impa - Tarumpakae; Pada pasal 38 Pemeliharaan dan peningkatan jaringan irigasi teknis pada DI untuk meningkatkan luasan lahan pertanian pangan dilakukan di DI Langkemme, DI Tinco Kiri/Kanan, DI Paddange, DI Lamo, DI Walanae, DI Wajo, DI Gilireng, DI Sungai Baranti, dan DI Sungai Sindenrang yang melayani Kawasan Andalan Pare-pare dan Sekitarnya; Pada pasal 42 Pengendalian pemanfaatan ruang pada sempadan sungai yang berpotensi mengganggu dan/atau merusak fungsi sempadan sungai dilakukan pada sempadan Sungai Walanae, Sungai Cenranae, Sungai Paremang, Sungai Bajo, Sungai Awo, Sungai Paneki, Sungai Larompong, Sungai Gilirang, Sungai Noling, dan Sungai Suli pada WS Walanae- Cenranae (Provinsi Sulawesi Selatan) dan Pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan sekitar danau atau waduk yang berpotensi mengganggu dan/atau merusak kawasan sekitar dilakukan pada kawasan sekitar Danau Tempe (Kabupaten Wajo), Danau Limboto (Kabupaten Gorontalo), Danau Tondano (Kabupaten Minahasa Selatan), Danau Poso (Kabupaten Poso), dan Danau Matano (Kabupaten Luwu Timur); dan kawasan sekitar Waduk Bili-bili (Kabupaten Gowa), Waduk Ponreponre (Kabupaten Bone), Waduk Kalola (Kabupaten Enrekang dan Kabupaten Wajo), Waduk Larona (Kabupaten Luwu), Waduk Bakaru (Kabupaten Pinrang), Waduk Salomekko (Kabupaten Bone), dan Waduk Balambano (Kabupaten Soroako).

  Pada pasal 44 Pengendalian perkembangan kegiatan budi daya terbangun di kawasan rawan bencana alam dan penyelenggaraan upaya mitigasi dan adaptasi bencana melalui penetapan lokasi dan jalur evakuasi bencana, pembangunan sarana pemantauan bencana, serta penetapan standar bangunan gedung yang sesuai dengan karakteristik, jenis, dan ancaman bencana dilakukan pada kawasan rawan gelombang pasang di wilayah pesisir barat Sulawesi Selatan serta wilayah pesisir utara dan selatan Sulawesi Utara dan kawasan rawan banjir di Kabupaten Boalemo, Kabupaten Podi, Kabupaten Bone, Kabupaten Gowa, Kabupaten Luwu, Kabupaten Luwu Timur, Kabupaten Luwu Utara, Kota Makassar, Kota Palopo, Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkajene, Kabupaten Pinrang, Kabupaten Sidenreng Rappang, Kabupaten Soppeng, Kabupaten Takalar, Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Wajo, Kabupaten Polewali Mandar, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Buton, dan Kota Baubau.

  Pada pasal 50 Pengendalian perkembangan kawasan peruntukan pertanian yang berada di sekitar kawasan hutan lindung dan kawasan hutan konservasi dilakukan di Kota Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Kabupaten Gorontalo Utara, Kabupaten Marisa, Kabupaten Bone Bolango, Kota Manado, Kota Bitung, Kabupaten Kepulauan Talaud, Kabupaten Minahasa, Kabupaten Bolaang Mongondow, Kabupaten

  Kotamobagu, Kabupaten Minahasa Selatan, Kabupaten Tomohon, Kabupaten Minahasa Utara, Kabupaten Kepulauan Sangihe Talaud, Kabupaten Minahasa Tenggara, Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro, Kota Palu, Kabupaten Poso, Kabupaten Buol, Kabupaten Toli-toli, Kabupaten Donggala, Kabupaten Parigi Montong, Kabupaten Talabosa, Kabupaten Morowali, Kabupaten Banggai, Kabupaten Banggai Kepulauan, Kota Makassar, Kabupaten Maros, Kabupaten Gowa, Kabupaten Takalar, Kabupaten Pangkajene, Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Palopo, Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Barru, Kabupaten Parepare, Kabupaten Sinjai, Kabupaten Luwu, Kabupaten Luwu Timur, Kabupaten Luwu Utara, Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Enrekang, Kabupaten Pinrang, Kabupaten Sidenreng Rappang, Kabupaten Wajo, Kabupaten Bone, Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Kepulauan Selayar, Kabupaten Soppeng, Kabupaten Mamuju Utara, Kabupaten Majene, Kabupaten Sabo, Kabupaten Polewali Mandar, Kabupaten Mamasa, Kabupaten Kendari, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Muna, Kabupaten Buton, Kabupaten Konawe, Kabupaten Bombana, Kabupaten Unahaa, Kabupaten Mowila, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Konawe Utara, Kabupaten Bau-bau, dan Kabupaten Wakatobi.

  Pada pasal 51 Pengembangan kegiatan perikanan budi daya dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dilakukan di Kabupaten Gorontalo Utara, Kabupaten Marisa, Kabupaten Minahasa Utara, Kabupaten Bolaang Mongondow, Kabupaten Buol, Kabupaten Toli-toli, Kabupaten Donggala, Kabupaten Tojo Una-una, Kabupaten Takalar, Kabupaten Pangkajene, Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Barru, Kabupaten Bone, Kabupaten Sinjai, Kabupaten Parepare, Kabupaten Pinrang Kabupaten Buton, Kabupaten Luwu, Kabupaten Morowali, Kabupaten Majene, Kabupaten Mamuju, Kabupaten Konawe, Kabupaten Muna, dan Kabupaten Wajo. Dan Pengembangan kawasan minapolitan berbasis masyarakat dilakukan di Kabupaten Gorontalo Utara, Kabupaten Boalemo, Kabupaten Pohuwato, Kota

  Manado, Kota Bitung, Kabupaten Minahasa Selatan, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Kabupaten Sangihe, Kabupaten Minahasa Utara, Kabupaten Minahasa, Kabupaten Donggala, Kabupaten Banggai Kepulauan, Kabupaten Tojo Unauna, Kabupaten Banggai, Kabupaten Parigi Moutong, Kota Makassar, Kabupaten Takalar, Kabupaten Gowa, Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Bone, Kabupaten Luwu Timur, Kabupaten Sinjai, Kabupaten Wajo, Kabupaten Maros, Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Kabupaten Mamuju, Kabupaten Mamuju Utara, Kabupaten Majene, Kabupaten Mamasa, Kabupaten Polewali Mandar, Kota Kendari, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Kolaka Utara, Kabupaten Buton, Kabupaten Konawe Utara, Kabupaten Muna, dan Kota Bau-bau.

  Pada pasal 52 Pengembangan kawasan peruntukan pertambangan minyak dan gas bumi yang didukung oleh industri pengolahan yang berdaya saing dan ramah lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan di Selat Makassar, Teluk Tomini, Teluk Tolo, Kabupaten Poso, Kabupaten Tojo Unauna, Kabupaten Banggai, Kabupaten Banggai Kepulauan, Kabupaten Donggala, Kabupaten Bulukumba,Kabupaten Luwu Timur, Kabupaten Luwu Utara, Kabupaten Luwu, Kabupaten Mamuju, Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Soppeng, Kabupaten Sidenreng Rappang, Kabupaten Enrekang, Kabupaten Pinrang, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Sinjai, Kabupaten Bone, Kabupaten Mamuju Utara, Kabupaten Majene, Kabupaten Morowali, Kabupaten Mamasa, Kabupaten Teluk Bone, Kabupaten Wajo, Kabupaten Polewali-Mamasa, Kabupaten Buton, Kabupaten Raha, dan Kabupaten Wakatobi.

  Pada pasal 55 Pengembangan kawasan peruntukan permukiman dengan prinsip mitigasi bencana untuk meminimalkan potensi kerugian akibat bencana dilakukan di kawasan peruntukan permukiman pada kawasan rawan gelombang pasang di wilayah pesisir barat Sulawesi Selatan serta wilayah pesisir utara dan selatan Sulawesi Utara; dan kawasan peruntukan permukiman pada kawasan rawan banjir di Kota Manado, Kabupaten Boalemo, Kota Makassar, Kabupaten Maros, Kabupaten Takalar, Kabupaten Gowa, Kota Palopo, Kabupaten Pangkajene, Kabupaten Pinrang, Kabupaten Sidenreng Rappang, Kabupaten Soppeng, Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Bone, Kabupaten Luwu, Kabupaten Luwu Timur, Kabupaten Luwu Utara, Kabupaten Buton, Kabupaten Podi, Kabupaten Polewali Mandar, Kabupaten Wajo, Kabupaten Konawe Selatan, dan Kota Bau-bau; dan kawasan peruntukan permukiman pada kawasan rawan letusan gunung berapi di Gunung Awu (Kabupaten Kepulauan Sangihe),Gunung Banua Wuhu (Kabupaten Kepulauan Sangihe), Gunung Karakelang (Kabupaten Kepulauan Talaud), Gunung Ruang (Kabupaten Kepulauan Sangihe), Gunung Tangkoko (Kota Bitung), Gunung Mahawu (Kota Tomohon), Gunung Lokon-Empung (Kota Tomohon), Gunung Soputan (Kabupaten Minahasa Selatan), dan Gunung Colo (Kabupaten Tojo Una-una); dan kawasan peruntukan permukiman pada kawasan rawan gempa bumi di Kota Gorontalo, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Gorontalo Utara, Kabupaten Pohuwato, Kabupaten Boalemo, Kabupaten Bone Bolango, Kota Manado, Kabupaten Sangihe, Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro, Kepulauan Talaud, Kota Bitung, Kabupaten Minahasa, Kabupaten Minahasa Selatan, Kabupaten Minahasa Utara, Kota Palu, Kota Poso, Kabupaten Poso, Buol, Kota Toli-toli, Kabupaten Toli-toli, Kota Donggala, Kabupaten Donggala, Kabupaten Banggai, Kabupaten Banggai Kepulauan, Kabupaten Morowali, Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Tojo Una-una, dan Kabupaten Luwu timur.

  

3.4 Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Sulawesi

Selatan

  Rencana Permukiman merupakan kawasan yang potensil dikembangkan sebagai kawasan permukiman yang meliputi : a. Kawasan permukiman perkotaan meliputi :

  • Kawasan permukiman perkotaan didominasi oleh kegiatan non agraris dengan tatanan kawasan permukiman yang terdiri dari
sumber daya buatan seperti perumahan, fasilitas sosial, fasilitas umum, prasarana dan sarana perkotaan

  • Bangunan permukiman di tengah kota terutama di PKN dan

  PKW yang padat penduduknya diarahkan pembangunan perumahannya vertikal

  • Pada permukiman perkotaan yang paling rawan terhadap tsunami harus menyediakan tempat evaluasi pengungsi bencana alam baik berupa lapangan terbuka di tempat ketinggian ≥ 30 m di atas permukaan laut atau berupa bukit penyelamatan.

  b. Kawasan permukiman perdesaan meliputi :

  • Didominasi oleh kegiatan agraris dengan kondisi kepadatan bangunan, penduduk serta prasarana dan sarana perkotaan yang rendah, dan kurang intensif dalam pemanfaatan lahan untuk keperluan non agraris
  • Bangunan – bangunan perumahan diarahkan menggunakan nilai kearifan budaya lokal seperti pola rumah kebun dengan bangunan berlantai pangung.

  Pada Pasal 14 PKL sebagaimana ditetapkan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan usulan Pemerintah Kabupaten/Kota terdiri dari Kota Bantaeng sebagai ibukota Kabupaten Bantaeng, Kota Enrekang sebagai ibukota beserta kawasan agropolitan di Kabupaten Enrekeng, Kota Masamba sebagai ibukota di Kabupaten Luwu Utara, Kota Belopa sebagai ibukota Kabupaten Luwu, Kota Malili sebagai ibukota Kabupaten dan Kota Terpadu Mandiri Mahalona di Kabupaten Luwu Timur, Kota Pinrang/Watansawitto sebagai ibukota Kabupaten Pinrang, Kota Pangkajene sebagai ibukota Kabupaten Sidenreng-Rappang, Kawasan Ekonomi Khusus Kota Emas di Kabupaten Barru, Kota Benteng sebagai ibukota dan kawasan pusat distribusi bahan kebutuhan bahan pokok KTI Kota Pamatata di Kabupaten Kepulauan Selayar, Kota Sinjai sebagai ibukota Kabupaten Sinjai, Kota Watansoppeng sebagai ibukota Kabupaten Soppeng, Kota Makale sebagai ibukota Kabupaten Tana

  Toraja, Kota Rantepao sebagai ibukota Kabupaten Toraja Utara, dan Kota Sengkang sebagai ibukota Kabupaten Wajo.

  Pada Pasal 18 Jaringan jalan nasional arteri primer di Provinsi meliputi Jalan Lintas Barat Sulawesi: batas Provinsi Sulawesi Barat

  • – Pinrang – Parepare – Barru – Pangkajene – Maros – Makassar. Jalan Lintas Tengah Sulawesi: Tarumpakkae-Belopa- Palopo-Masamba-Wotu- Tarengge; Tarumpakkae – Sidenreng – Parepare; Maros – Ujunglamuru –

  Watampone

  • – Bajoe. Jalan Lintas Timur Sulawesi: batas Provinsi Sulawesi Tenggara- Malili-Tarengge. Pada Pasal 26 Sistem jaringan transportasi sungai, danau, dan penyeberangan Provinsi meliputi jaringan penyeberangan lintas kabupaten meliputi Mengembangkan jaringan transportasi danau di Danau Tempe, Danau Towuti dan Danau Matano.

  Pasal 30 (3) Pembangkit tenaga listrik di wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: PLTD-PLTD Bantaeng, Barru, Bone, Bulukumba, Enrekang, Gowa, Jeneponto, Luwu, Maros, Pangkep, Pinrang, Selayar, Sinjai, Takalar, Tana Toraja, Palopo, Suppa (Kota Parepare), Sewatama (Mamminasata); PLTU-PLTU Gowa, Bone, Tello (Kota Makassar), Punagaya dan Lakatong (Kabupaten Takalar); PLTA- PLTA Malea Kabupaten Tana Toraja, Bakaru (Kabupaten Pinrang), Bilibili (Kabupaten Gowa), Buntu Batu (Kabupaten Enrekang), Manipi (Kabupaten Sinjai; PLTG-PLTG Gowa, Sengkang (Kabupaten Wajo); PLTM-PLTM Usu malili (Kabupaten Luwu Timur), Sinjai (Kabupaten Sinjai), Batusitanduk, Kadundung dan Rantebala (Kabupaten Luwu), Anoa (Kabupaten Luwu Utara); Optimalisasi pemanfaatan berbagai potensi sumberdaya energi baik matahari, angin, ombak, hidrogen di daerah pantai, laut dan pulau-pulau kecil. Jaringan transmisi tenaga listrik di wilayah Provinsi meliputi wilayah: Pinrang – Pangkajene (Kabupaten Sidrap) – Enrekang – Tana Toraja – Toraja Utara - Palopo – Luwu – Luwu

  Utara - Angkona (Kabupaten Luwu Timur)

  • – ke perbatasan Provinsi Sulwesi Tengah; Angkona – Malili (Kabupaten Luwu Timur) – ke perbatasan Provinsi Sulawesi Tenggara; Pinrang – Parepare – Barru –

  Pangkep

  • – Maros – Makassar – Gowa – Takalar – Jeneponto – Bantaeng – Bulukumba – Sinjai – Bone – Soppeng – Wajo. Pada Pasal 35 Sistem jaringan telekomunikasi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sistem jaringan tetap lokal wireline cakupan provinsi yang terdiri dari jaringan saluran tetap lokal, stasiun telepon otomat (STO) lokal meliputi: STO-STO Bantaeng, Bulukumba, Bone, Enrekang, Gowa, Jeneponto, Luwu, Maros, Pangkep, Pinrang, Selayar, Sidrap, Sinjai, Soppeng, Takalar, Tana Toraja, Toraja Utara dan Wajo. Pada Pasal 39 Rencana sistem jaringan sumberdaya air nasional yang terkait dengan wilayah Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf a, merupakan jaringan prasarana sumberdaya air strategis nasional yang meliputi: Wilayah Sungai (WS) Walanae – Cenranae, dan WS

  Jeneberang; WS Walanae - Cenranae meliputi DAS Walanae, DAS Cenranae, DAS Paremang, DAS Bajo, DAS Awo, DAS Peneki, DAS Keera, DAS Ranang, DAS Larompong, DAS Gilireng, DAS Noling, DAS Suli dan DAS Suto; Rencana Bendungan nasional meliputi: Bendung Timur); Bendungan Bilibili (Kabupaten Gowa), Bendungan Kalola (Kabupaten Wajo), dan Bendungan Sanrego (Kabupaten Bone); Rencana DI kewenangan pusat lintas kabupaten/kota meliputi: DI Kampili/Bisua (Kabupaten Gowa dan Takalar), DI Bila Kalola (Kabupaten Sidrap), DI Kalola Kalosi (Kabupaten Wajo dan Sidrap), DI Awo (Kabupaten Wajo dan Sidrap), DI Saddang Sidrap (Kabupaten Sidrap dan Pinrang), DI Saddang Pinrang (Kabupaten Sidrap dan Pinrang), DI Lekopaccing (Kabupaten Maros dan Kota Makassar), DI Lamasi Kanan/Kiri (Kabupaten Luwu dan Luwu Utara), DI Jeneberang/Kampili (Kabupaten Gowa); Rencana DI kewenangan pusat utuh kabupaten meliputi: DI Bontomanai (Kabupaten Bulukumba), DI Bayang-bayang (Kabupaten Bulukumba), DI

  Kelara (Kabupaten Jeneponto), DI Pammukulu (Kabupaten Takalar), DI Bantimurung (Kabupaten Maros), DI Tabo-tabo (Kabupaten Pangkep), DI Sanrego, DI Pattiro, DI Palakka dan DI Ponreponre (Kabupaten Bone), DI Langkemme, DI Tinco Kiri/Kanan, DI Paddange, DI Lawo, dan DI Walanae (Kabupaten Soppeng), DI Wajo (Kabupaten Wajo), DI Bulucenrana, DI Bulutimorang, DI Gelirang, DI S. Baranti dan DI S.

  Sidenreng (Kabupaten Sidrap), DI Padang Sappa I, DI Padang Sappa II, DI Bajo, DI Kalaera Kiri dan DI Kalaera Kanan I (Kabupaten Luwu) , DI Kalaera II (Kabupaten Toraja), DI Rongkong/Malangke, DI Baliase dan DI Bungadidi (Kabupaten Luwu Utara), DI Kalaena dan DI Kalaena Kiri/Kanan (Kabupaten Luwu Timur); Rencana jaringan DR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf a meliputi: DR Barebbo (Kabupaten Bone), DR Sajoanging (Kabupaten Wajo), dan DR Maros Utara (Kabupaten Maros).

  Pada Pasal 40 Rencana sistem jaringan sumberdaya air Provinsi meliputi Bendung meliputi Bendung Taccipi di Kabupaten Pinrang dan Bendungan Sungai Batu Pute di Kabupaten Barru; DI kewenangan Provinsi lintas kabupaten meliputi: DI Bilibili (Kabupaten Gowa), DI Cilallang (Kabupaten Wajo), DI Tubu Ampak (Kabupaten Luwu Utara); DI kewenangan Provinsi utuh meliputi : DI Bettu dan DI Bontonyeleng (Kabupaten Bulukumba), DI Jenemarung (Kabupaten Takalar), DI Aparang I, DI Kalamisu dan DI Aparang Hulu (Kabupaten Sinjai), DI Padaelo dan DI Leang Lonrong (Kabupaten Pangkep), DI Matajang (Kabupaten Barru), DI Jaling, DI Salomeko, DI Unyi dan DI Selliccopobulu (Kabupaten Bone), DI Leworeng, DI Latenreng, DI Salo Bunne (Kabupaten Soppeng), DI Cenrana, DI Belawa, dan DI Cilellang (Kabupaten Wajo), DI Alekarajae, DI Torere dan DI Baranti (Kabupaten Sidrap), DI Padang Alipang, DI Kalaena, DI Lengkong Pini dan DI Makawa (Kabupaten Luwu), DI Bone- bone dan DI Kanjiro (Kabupaten Luwu Utara), DI Sunggeni dan DI Tomini (Kabupaten Luwu Timur).

  Pada Pasal 50 Rencana Pengembangan Kawasan Lindung Provinsi meliputi Rencana Pengembangan Hutan Lindung (HL) yang meliputi: Tahura Abdul Latief (Kabupaten Sinjai), Tahura Nanggala (Kota Palopo), Hutan Lindung (HL) Gowa, HL Takalar, HL Jeneponto, HL Bantaeng, HL Bulukumba, HL Selayar, HL Sinjai, HL Bone, HL Soppeng, HL Wajo, HL Barru, HL Sidrap, HL Pinrang, HL Enrekang, HL Tana Toraja, HL Toraja Utara, HL Luwu, HL Luwu Utara, HL Luwu Timur, HL Palopo, dan HL Parepare.

  Pada Pasal 55 Kawasan hutan produksi dan hutan rakyat meliputi: hutan- hutan produksi dan hutan-hutan rakyat di wilayah Kota Parepare, Kota Palopo, Kabupaten-Kabupaten Bulukumba, Jeneponto, Takalar, Bantaeng, Wajo, Sinjai, Selayar, Pangkep, Enrekang, Soppeng, Barru, Tana Toraja, Toraja Utara, Sidrap, Pinrang, Luwu, Maros, Gowa, Bone, Luwu Timur, dan Luwu Utara.

  Pada Pasal 56 Kawasan pertanian dan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf b, yang untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Peta Pola Ruang pada Lampiran 1.2, merupakan kawasan yang potensil dimanfaatkan untuk budidaya unggulan Provinsi alternatif baik pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan sapi, dan udang, sedangkan komoditi perikanan laut berupa rumput laut, yang terinci sebagai berikut : Kawasan potensil budidaya padi sawah di Kabupaten-Kabupaten Barru, Bone, Bulukumba, Enrekang, Gowa, Jeneponto, Luwu, Luwu Timur, Luwu Utara, Maros, Pangkep, Pinrang, Kepulauan Selayar, Sidrap, Sinjai, Soppeng, Takalar, Toraja Utara, Wajo; Kawasan potensil budidaya udang meliputi tambak-tambak di masing-masing Kabupaten Pinrang, Barru, Pangkep, Bone, dan Wajo. Pada Pasal 57 Kawasan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam

  Pasal 54 huruf c merupakan kawasan yang potensil dimanfaatkan untuk budidaya pertambangan meliputi : Kawasan potensil tambang minyak dan gas bumi (Migas) meliputi: Blok Bone Utara di Kabupaten Luwu dan Kota

  Palopo, Blok Enrekang di Kabupaten Tana Toraja, Enrekang dan Pinrang, Blok Sengkang di Kabupaten Wajo, Sidrap, Soppeng dan Bone, Blok Bone di Teluk Bone, dan Blok Sigeri di Selat Makassar, Blok Kambuno di laut Kabupaten Bone, Sinjai dan Bulukumba, Blok Selayar di laut Kabupaten Bulukumba dan Kabupaten Kepulauan Selayar, Blok Karaengta di laut Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Takalar dan Kabupaten Kepulauan Selayar.

  Pasal 61 Rencana pengembangan kawasan simpul pelayanan transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf g merupakan kawasan yang potensil dikembangkan sebagai kawasan simpul pelayanan transportasi darat, laut dan udara yang meliputi Rencana pengembangan kawasan Pelabuhan Internasional Soekarno, Hatta dan Sultan Hasanuddin (Kota Makassar); Pelabuhan-pelabuhan Nasional Malili (Kabupaten Luwu Timur), Garongkong (Kabupaten Barru), Parepare (Kota Parepare), Bajoe (Kabupaten Bone), Lepee (Kabupaten Bulukumba), Tanjung Ringgit (Kota Palopo), Benteng (Kabupaten Kepulauan Selayar), dan Sinjai (Kabupaten Sinjai); Pelabuhan-pelabuhan Provinsi meliputi Waruwaru dan Malili (Kabupaten Luwu Timur), Belopa (Kabupaten Luwu), Pattirobajo (Kabupaten Bone), Awerange (Kabupaten Barru), Galesong (Kabupaten Takalar), Jeneponto (Kabupaten Jeneponto), Benteng dan Jampea (Kabupaten Kepulauan Selayar), Bantaeng (Kabupaten Bantaeng); Pelabuhan-pelabuhan penyeberangan lintas antar provinsi di dalam wilayah Pulau Sulawesi yang meliputi Siwa (Kabupaten Wajo), Bajoe (Kabupaten Bone), Lepee dan Bira (Kabupaten Bulukumba), Pamatata (Kabupaten Kepulauan Selayar); Pelabuhan- pelabuhan penyeberangan lintas antar provinsi dengan eksternal Pulau Sulawesi di dalam wilayah Pulau Sulawesi yang meliputi Patumbukang (Kabupaten Kepulauan Selayar), Galesong (Kabupaten Takalar), Garongkong (Kabupaten Barru).

  Pada Pasal 68 KSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 huruf b dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi meliputi kawasan lahan pangan berkelanjutan khususnya beras dan jagung di masing-masing Kabupaten: Bone, Soppeng, Wajo, Sidrap, Pinrang , Luwu, Luwu Utara dan Luwu Timur (Bosowasipilu), Pangkep, Maros, Gowa dan Takalar; Kawasan pengembangan budidaya udang meliputi tambak di masing-masing Kabupaten:Pinrang, Barru, Pangkep, Bone, dan Wajo.

  Pasal 70 KSP dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi meliputi Kawasan Migas terdiri atas: Blok Bone Utara (Kabupaten Luwu dan Kota Palopo), Blok Enrekang (Kabupaten Tana Toraja, Enrekang dan Pinrang), Blok Sengkang (Kabupaten Wajo, Sidrap, Soppeng dan Bone), Blok Bone di Teluk Bone, dan Blok Sigeri di Selat Makassar, Blok Kambuno di teluk Kabupaten Bone, Kabupaten Sinjai dan Kabupaten Bulukumba, Blok Selayar di laut Kabupaten Bulukumba dan Kabupaten Kepulauan Selayar, Blok Karaengta di laut Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Takalar dan Kabupaten Kepulauan Selayar; Pusat-pusat pembangkit listrik teridiri atas PLTG Sengkang (Kabupaten Wajo), PLTU Punagaya (Kabupaten Jeneponto), PLTU Bakaru (Kabupaten Pinrang). Pada Pasal 71 KSP dari sudut fungsi dan daya dukung lingkungan hidup meliputi Kawasan lindung sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 50 ditambah kawasan Danau Tempe (Kabupaten Wajo) dan Danau Sidenreng (Kabupaten Sidrap).

3.5 Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Wajo Kebijakan Penataan Ruang Kabupaten Wajo

  Guna mewujudkan tujuan penataan ruang Kabupaten Wajo hingga tahun 2031, maka dirumuskan kebijakan penataan ruang, yang antara lain :

  a. keterpaduan pengembangan pusat-pusat pelayanan wilayah kabupaten berdasarkan fungsi kawasan; b. peningkatan kualitas jaringan dan jangkauan pelayanan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, dan sumber daya air secara terpadu dan merata;

  c. pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup;

  d. penetapan kawasan perlindungan daerah bawahannya, setempat, ruang terbuka hijau, kawasan pelestarian alam, kawasan rawan bencana, kawasan lindung geologi, dan kawasan lindung lainnya;

  e. perwujudan dan peningkatan keserasian, keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan budidaya; f. pengembangan potensi kawasan pariwisata dan obyek wisata dengan berorientasi kearifan lokal; g. pengembangan dan peningkatan kawasan strategis kepentingan ekonomi yang berdaya saing skala kabupaten, provinsi dan nasional; h. pengembangan kawasan strategis sosial dan budaya untuk meningkatkan pertumbuhan wilayah dan kegiatan kepariwisataan; i. pengembangan dan pelestarian kawasan strategis kepentingan fungsi daya dukung dan lingkungan; j. pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan strategis kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi; dan k. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan

  Adapun sistem perwilayahan yang terbentuk di Kabupaten Wajo, antara lain : a. Satuan Kawasan Pengembangan (SKP1), meliputi Kecamatan

  Tempe, Sabbangparu, Pammana, dan Kecamatan Tanasitolo, dengan Pusat Pengembangan Kawasan (PPK) di Kota Sengkang, yang juga berfungsi sebagai Pusat Pengembangan Wilayah di Kabupaten Wajo (PPW/ibukota kabupaten);

  b. Satuan Kawasan Pengembangan (SKP2), meliputi Kecamatan Keera, dan Kecamatan Pitumpanua, dengan pusat pengembangan di Kota Siwa (Kec. Pitumpanua); c. Satuan Kawasan Pengembangan (SKP3), meliputi Kecamatan Majauleng, Penrang, Sajoangin, Takkalalla dan Kecamatan Bola Solo, dengan pusat pengembangan di Kota Paria (Kecamatan Majauleng);

  d. Satuan Kawasan Pengembangan (SKP4), meliputi Kecamatan Maniangpajo, Gilireng dan Kecamatan Belawa, dengan pusat pengembangan di Anabanua (Kecamatan Maniangpajo).

3.6 Kawasan Strategis Nasional (KSN)

  Penetapan Kawasan Strategis Nasional dilakukan berdasarkan kepentingan :  Pertahanan dan Keamanan Kriteria :

  1. Diperuntukkan bagi kepentingan pemeliharaan keamanan dan pertahanan negara berdasarkan geostrategi nasional;

  2. Diperuntukkan bagi basis milter, daerah latihan militer, daerah pembuangan amunisi dan peralatan pertahanan lainnya, gudang amunisi, daerah uji coba sistem persenjataan, dan/atau kawasan industri sistem pertahanan; atau

  3. Merupakan wilayah kedaulatan negara termasuk pulau- pulau kecil terluar yang berbatasan langsung dengan negara tetangga dan/atau laut lepas.  Pertumbuhan Ekonomi Kriteria :

  1. Memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh;

  2. Memiliki sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi nasional;

  3. Memiliki potensi ekspor;

  4. Didukung jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan ekonomi;

  5. Memiliki kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi;

  6. Berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan nasional dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional;

  7. Berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber energi dalam rangka mewujudkan ketahanan energi nasional; atau

  8. Ditetapkan untuk mempercepa pertumbuhan kawasan tertinggal.  Sosial dan Budaya Kriteria :

  1. Merupakan tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat atau budaya nasional;

  2. Merupakan prioritas peningkatan kualitas sosial dan budaya serta jati diri bangsa;

  3. Merupakan aset nasional atau internasional yang harus diilindungi dan dilestarikan;

  4. Merupakan tempat perlindungan peninggalan budaya nasional;

  5. Memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman budaya; atau

  6. Memiliki potensi kerawanan terhadap konflik sosial skala nasional.  Pendayagunaan Sumber Daya Alam dan/atau Teknologi Tinggi; dan/atau Kriteria :

  1. Diperuntukkan bagi kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berdasarkan lokasi sumber daya alam strategis nasional, pengembangan antariksa, serta tenaga atom dan nuklir;

  2. Memiliki sumber daya alam strategis nasional;

  3. Berfungsi sebagai pusat pengendalian dan pengembangan antariksa;

  4. Berfungsi sebagai pusat pengendalian tenaga atom dan nukilir;

  5. Berfungsi sebagai lokasi penggunaan teknologi tinggi strategis.

   Fungsi dan Daya Dukung Lingkungan Hidup

  Kriteria :

  1. Merupakan tempat perlindungan keanekaragaman hayati;

  2. Merupakan aset nasional berupa kawasan liindung yang

  ditetapkan perlindungan ekosistem, flora dan/atau fauna yang hampir punah atau diperkirakan akan punah yang harus dilindungi dan/atau dilestarikan;

  3. Memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air

  yang setiap tahun berpeluang menimbulkan kerugian negara;

  4. Memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim

  makro; 5. Menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas lingkungan hidup;

  6. Rawan bencana alam nasional; atau

  7. Sangat menenentukan dalam perubahan rona alam dan

  mempunyai dampak luas terhadap kelangsungan kehidupan. Untuk Kabupaten Wajo, yang menjadi dasar Kawasan Strategis Nasional adalah dengan adanya RTRW Kabupaten Nomor 12 Tahun 2012 dan Perda Bangunan Gedung Nomor 5 Tahun 2010.

3.7 Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN)

  Sesuai dengan arahan pada Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Pusat Kegiatan Strategis Nasional atau PKSN adalah kawasan perkotaan yang ditetapkan untuk mendorong pengembangan kawasan perbatasan negara.

  Penetapan PKSN dilakukan berdasarkan beberapa kriteria, yaitu sebagai berikut : a. pusat permukiman yang berpotensi dan telah disepakati sebagai pos pemeriksanaan lintas batas dengan negara tetangga; b. pusat permukiman yang berfungsi sebagai pintu gerbang internasional yang menghubungkan dengan negara tetangga; c. pusat permukiman yang merupakan simpul utama transportasi yang menghubungkan wilayah sekitarnya. Pola pengelolaan PKSN meliputi :

  a. pengembangan fasilitas pelayanan keimigrasian, kepabean, karantina dan keamanan; b. mendorong pengembangan wilayah di sekitarnya agar tingkat perkembangannya setara dengan tingkat perkembangan wilayah negara tetangga;

  c. mendorong pengembangan wilayah di sekitarnya agar tercipta keserasian antara kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup;

  d. mendorong kerjasama saling menguntungkan dengan negara tetangga dengan melibatkan pemerintah daerah, masyarakat dan dunia usaha.

3.8 Pusat Kegiatan Nasional (PKN)

  Sesuai dengan arahan pada Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Pusat Kegiatan Nasional (PKN) adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional atau beberapa provinsi. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budi daya. Kebijakan pengembangan struktur ruang :

  a. Peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah yang merata dan berhirarki; b. Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi, listrik, dan sumber daya air yang terpadu dan merata di seluruuh wilayah nasional.

  Strategi peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah : a. Menjaga keterkaitan antar kawasan perkotaan, antara kawasan poerkotaan dengan kawasan perdesaan, dan antara kawasan perkotaan dengan wilayah sekitarnya;

  b. Pengembangan pusat pertumbuhan baru di kawasan yang belum terlayani oleh pusat pertumbuhan; c. Mendorong kawasan perkotaan dan pusat pertumbuhan agar lebih kompetitif dan lebih efektif dalam pengembangan wilayah di sekitarnya. Strategi peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana : a. Peningkatan kualitas jaringan prasarana dan mewujudkan keterpaduan pelayanan trans;portasi darat, laut dan udara; b. Mendorong pengembangan prasarana telekomunikasi di kawasan terisolasi; c. Peningkatan kualitas pembangkit dan jaringan transmisi tenaga listrik serta mewujudkan keterpaduan sistem kelistrikan; d. Peningkatan kualitas jaringan prasraana serta mewujudkan keterpaduan sistem jaringan sumber daya air. Kebijakan dan strategi pengembangan pola pemanfaatan ruang :

  a. Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan linidung;

  b. Kebijakan dan strategi pengebangan kawasan budi daya; c. Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan tertentu. Kebijakan pengembangan kawasan lindung :

  a. Pemeliharaan dan perwujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup;

  b. Pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup. Strategi pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup : a. Penetapan kawasan lindung di ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara; b. Perwujudan kawasan berfungsi lindung dalam satu wilayah pulau dengan luas paling sedikit 30% dari luas pulau tersebut sesuai dengan kondisi ekosistemnya;

  c. Pengembalian dan peningkatan fungsi kawasan lindung yang telah menurun akibat pengembangan kegiatan budi daya, dalam rangka mewujudkan dan memelihara keseimbangan ekosistem wilayah. Kebijakan pengembangan kawasan budi daya :

  a. Perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan budi daya; b. Pengendalian perkembangan kegiatan budi daya agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan. Strategi perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan budi daya : a. Penetapan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis nasional untuk pemanfaatan sumber daya alam di ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara secara sinergis untuk mewujudkan kesimbangan pemanfaatan ruang wilayah; b. Pengembangan kegiatan budi daya unggulan di dalam kawasan beserta prasarana penunjangnya baik di ruang daratan maupun dirunag lautan secara sinergis dan berkelanjutan untuk mendorong pengembangan perekonomian kawasan dan wilayah sekitarnya; c. Pengembangan kegiatan budi daya untuk menunjang aspek politik, pertahanan dan keamanan, sosial budaya, serta ilmu pengetahuan dan teknologi;

  d. Pengembangan dan pelestarian kawasan budi daya pertanian untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional; e. Pengembangan kegiatan pengelolaan sumber daya kelautan bernilai ekonomi tinggi di ZEEI dan / atau landas kontinen untuk meningkatkan perekonomian nasional. Strategi pengendalian perkembangan kegiatan budi daya sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan : a. Pembatasan perkembangan kegiatan budi daya terbangun di kawan rawan bencana untuk meminimalkan potensi kejadian bencana dan potensi kerugian akibat bencana;

  b. Pembatasan perkembangan kawasan terbangun di kawasan perkotaan besar dan metropolitan untuk mempertahankan tingkat pelayanan prasarana dan sarana kawasan perkotaan serta mempertahankan fungsi kawasan perdesaan disekitarnya. Kebijakan pengembangan kawasan tertentu :

  a. Pelestarian dan peningkatan nilai strategis kawasan lindung untuk mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekonsistem, melestarikan keanekaragaman hayati, dan meningkatkan fungsi perlindungan kawasan, melestarikan keunikan bentang alam, dan melestarikan warisan budaya nasional;

  b. Pelestarian dan peningkatan fungsi kawasan untuk mempertahankan dan keamanan negaral; c. Pelestarian dan peningkatan fungsi kawasan dalam pengembangan perekonomian yang produktif, efisien, dan mampu bersaing dalam perekonomian internasional;

  d. Pemanfaatan dumber daya alam dan/atau teknologi strategis secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat; e. Pelestarian dan peningkatan keunikan dan budaya bangsa;

  f. Pengembangan kawasan tertinggal untuk secara terus menerus mengurangi kesenjangan tingkat perkembangan antar kawasan. Strategi pelestarian dan peningkatan nilai strategis kawasan lindung untuk mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem, melestarikan keanekaragaman hayati, mempertahankan dan meningkatkan fungsi perlindungan kawasan, melestarikan keunikan bentang alam dan melestarikan budaya nasional :

  a. Penetapan kawasan tertentu berfungsi lindung;

  b. Pencegahan pemanfaatan ruang di kawasan tertentu yang berpotensi mengurangi fungsi lindung kawasan; c. Pembatasan pemanfaatan ruang di kawasan tertentu yang berpotensi mengurangi fungsi lindung kawasan; d. Pembatasan pengembangan prasarana dan sarana di dalam dan di sekitar kawasan tertentu yang dapat memicu perkembangan kegiatan budi daya;

  e. Pengembangan kegiatan budi daya tidak terbangun di sekitar kawasan tertentu yang berfungsi sebagai zona penyangga yang memisahkan kawasan lindung dengan kawasan budi daya terbangun;

  f. Rehabilitasi fungsi lindung kawasan yang menurun akibat dampak pemanfaatan ruang yang berkembang di dalam dan di sekitar kawasan tertentu;

  Strategi pelestarian dan peningkatan fungsi kawasan dalam pengembangan perekonomian nasional yang produktif, efisien, dan mampu bersaing dalam perekonomian internasional :

  a. pengembangan pusat pertumbuhan berbasis potensi sumber daya alam dan kegiatan budi daya unggulan sebagai penggerak utama pengembangan wilayah;

  b. penciptaan iklim investasi yang kondusif;

  c. pengelolaan pemanfaatan sumber daya alam agar tidak melampuai daya dukung dan daya tampung kawasan; d. pengelolaan dampak negatif kegiatan budidaya agar tidak menurunkan kualitas lingkungan hidup dan efisien kawasan; e. mengintensifan promosi peluang investasi;