View of Karakter Komponen Hasil Kedelai Pada Berbagai Kombinasi Pemupukan di Lahan Kering Masam
Jurnal Embrio (10) (1 ) (45-56) 2018
https;//ojs.unitas-pdg.ac.id/embrio/arhcive
p ISSN : 2085-403X
Karakter Komponen Hasil Kedelai
Pada Berbagai Kombinasi Pemupukan di Lahan Kering Masam
1,2)
Setiono 1) dan Effi Yudiawati 2)
Pengajar Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Muara Bungo
Email : setionoono@yahoo.co.id
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk mengetahui Karakter morfologi hasil kedelai
pada berbagai kombinasi pemupukan pada lahan kering masam di Kabupaten
Bungo. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok faktor tunggal
dengan tiga ulangan, yaitu (K0) : Kapur 0 t/ha, Urine sapi 0 ml/l dan NPK 0 kg/ha,
(K1) : Kapur 2 t/ha, Urine sapi 0 ml/l adan NPK 0 kg/ha, (K2) : Kapur 0 t/ha,
Urine sapi 25 ml/l dan NPK 50 kg/ha, (K3): Kapur 0 t/ha, Urine sapi 50 ml/l air
dan NPK 50 kg/ha, (K4) : Kapur 4 t/ha, Urine sapi 25 ml/l dan NPK 50 kg/ha,
(K5) : Kapur 4 t/ha, Urine sapi 50 ml/l dan NPK 50 kg/ha, (K6) : Kapur 6 t/ha,
Urine sapi 75 ml/l dan NPK 50 kg/ha, (K7) : Kapur 6 t/ha, Urine sapi 75 ml/l dan
NPK 50 kg/ha.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter morfologi komponen hasil
kedelai pada umur mulai berbunga, jumlah polong, polong isi pertanaman dan
jumlah biji perpolong dan biji pertanaman menunjukkan adanya perberbedan
secara signifikan kecuali jumlah polong hampa per tanaman.
Kata Kunci : Kedelai, Pemupukan, Lahan Kering Masam
PENDAHULUAN
perakaran kedelai bisa kerdil akibat
Di Kabupaten Bungo lahan
kering masam cukup luas sekitar
perkembangan bintil akar dan pasokan
nitrogen yang kurang optimal.
Tanaman
83.227 ha yang terdiri dari lahan
sawah,
tegalan
dan
huma
yang
merupakan
kedelai
tanaman
yang
cash
crop
potensial untuk dikembangkan usaha
dibudidayakan di lahan sawah dan di
tani kedelai (Bungo Dalam Angka,
lahan
2010). Selain itu permasalahan lahan
pertanaman kedelai terdapat di lahan
kering masam di Bungo adalah pH nya
sawah dan 40% lainnya di lahan kering
yang rendah (< 5), kandungan bahan
( Simatupang, at al,. 2005). Pada lahan
organik rendah dan miskin hara makro
masam,
maupun mikro tetapi kandungan Al
menghambat
tinggi.
Kondisi
menghambat
perkembangan
kering.
pH
Sekitar
tanah
60%
rendah
pertumbuhan
areal
dapat
akar,
demikian
akan
sehingga absorbsi hara dan air oleh
pertumbuhan
dan
tanaman menjadi kurang efisien (Scott
kedelai
karena
https;//ojs.unitas-pdg.ac.id/embrio/arhcive
and Fisher 1989).
Page 45
Jurnal Embrio (10) (1 ) (45-56) 2018
https;//ojs.unitas-pdg.ac.id/embrio/arhcive
Pada
lahan
kering
masam,
p ISSN : 2085-403X
dianjurkan (Kamprath 1972; Mengel et
(P)
al. 1987). Pengapuran akan efektif jika
dalam
kejenuhan kemasaman (Al+H) > 10%
meningkatkan hasil. Tanaman kedelai
dan pH tanah < 5 (Wade et al. 1986).
memerlukan
P
besar
Prasetyo ( 2006 ), menegaskan untuk
dibandingkan
dengan
komoditas
mengatasi kendala kemasaman tanah
lainnya seperti gandum dan jagung
dan kejenuhan Al yang tinggi dapat
(Hilman,2005).
dilakukan
masalah
ketersediaan
menjadi
kendala
fosfat
utama
lebih
Pertumbuhan
Tujuannya
pada
untuk menaikkan pH tanah dari sangat
mengalami
masam atau masam ke pH agak netral
cekaman abiotik dan biotik, seperti: (1)
atau netral, serta menurunkan kadar Al
pertumbuhan
dan menaikan kadar Ca dan Mg.
tanah
kering
kedelai
pengapuran.
masam
vegetatif
terhambat
sebagai akibat kekurangan hara makro
Pemanfaatan
teknologi
dan mikro; (2) keracunan Al atau Mn;
pertanian
(3) pembentukan nodul terhambat; (4)
diperlukan
tanaman mudah mendapat cekaman
produksi
kekeringan;
pertumbuhan
seleksi tanaman, pemberantasan hama
akarnya terhambat. Gejalanya adalah
penyakit, penyediaan air yang cukup,
pertumbuhan kerdil, daun berwarna
aplikasi bioteknologi dan sebagainya
kuning kecoklatan, perakaran sangat
perlu
terbatas, bunga yang terbentuk minimal
maksud
dan jumlah polong juga minimal,
merupakan salah satu usaha penting
produktivitas
atau
untuk meningkatkan produksi, bahkan
bahkan gagal menghasilkan biji. Gejala
sampai sekarang dianggap sebagai
tersebut
pada
faktor yang dominan dalam produksi
pertanaman kedelai di daerah Sumatera
pertanian (Rosmarkam dan Yuwono,
Barat dan Jambi yang tanahnya tidak
2002).
dikapur
dan
relatif
sering
dan
(5)
rendah
terlihat
kandungan
organik
tanahnya rendah (Sumarno, 2005).
Pemakaian
kapur
cair
dalam
segala
untuk
meningkatkan
pertanian.
dilakukan
bidang
Pemupukan,
untuk
tersebut.
mencapai
Pemupukan
Pemanfaatan
pupuk
organik
cenderung
lebih
efektif
pertanian
diaplikasikan karena dapat langsung
dalam bentuk CaCO3 maupun dolomit
diserap oleh tanaman melalui stomata
dan bahan organik untuk meningkatkan
daun. Menurut Sutejo (1999), pupuk
produktivitas lahan masam telah lama
organik urine sapi selain dapat bekerja
https;//ojs.unitas-pdg.ac.id/embrio/arhcive
Page 46
Jurnal Embrio (10) (1 ) (45-56) 2018
https;//ojs.unitas-pdg.ac.id/embrio/arhcive
p ISSN : 2085-403X
hormon
pemupukan NPK. Dengan teknologi
tertentu yang nyata dapat merangsang
tersebut, kedelai yang ditanam secara
perkembangan
dan
monokultur di lahan kering masam
mengandungan N dan K cukup besar,
dapat memberi hasil sekitar 2,0 t/ha
sedangkan dalam pupuk kandang padat
(Harsono, 2008).
cepat,
juga
mengandung
tanaman
Hasil
cukup kandungan P.
penelitian
Sudaryono
organik,
(2002), bahwa produktivitas kedelai
penggunakan pupuk anorganik sangat
pada lahan kering di tingkat petani
dibutuhkan
hara
berkisar antara 0,7 - 1,0 per hektar.
tanaman terutama pada tanah yang
Hasil tersebut tergolong relatif rendah
marjinal
jika dibandingkan dengan
Selain
pupuk
untuk
mensuplai
terutama
pupuk
yang
potensi
mengandung nitrogen, Pospor dan
hasil
kalium. Hunt et al. (1985), menyatakan
mencapai yaitu 1,5 - 2,5 ton per
bahwa pemupukan nitrogen dengan
hektarnya
dosis dan waktu yang tepat dapat
Selanjutnya
berpengaruh
terhadap
menyatakan bahwa rendahnya produksi
peningkatan serapan N, P, K, bobot
kedelai salah satunya disebabkan faktor
kering tanaman dan hasil biji kedelai.
rendahnya kesuburan tanah terutama
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kadar C-organik, N,P dan K.
nyata
tanaman kedelai yang bisa
(Adisarwanto,
2005).
Sunarlin
(1992)
penggunaan kapur, pupuk urea, TSP,
Oleh karena itu agar kedelai
KCl, dan pupuk mikro merupakan
pada lahan kering masam mampu
salah satu syarat untuk memperoleh
tumbuh
hasil tanaman yang memadai (Taiz &
berproduksi
Zeiger, 2002).
dilakukan
Kedelai
dapat
memberikan
dan
berkembang
dengan
serta
baik
perbaikan
perlu
teknologi
budidaya, salah satunya dengan cara
hasil yang memadai di lahan masam
pemberian
pupuk
organik
perlu pemberian amelioran berupa
anorganik serta pengapuran.
dan
dolomit dan pupuk kandang serta
METODE PENELITIAN
Metode
menggunakan
Pupuk NPK 0 kg/ha dan Fermentasi
penelitian
rancangan
Urine sapi 0 ml/l
(K1) : Pupuk
acak
Dolomit 2 t/ha, Pupuk NPK 0 kg/ha
kelompok faktor tunggal dengan tiga
dan Fermentasi Urine sapi 0 ml/l (K2)
ulangan ; (K0) : Pupuk Dolomit 0 t/ha,
: Pupuk Dolomit 0 t/ha, Pupuk NPK 50
https;//ojs.unitas-pdg.ac.id/embrio/arhcive
Page 47
Jurnal Embrio (10) (1 ) (45-56) 2018
https;//ojs.unitas-pdg.ac.id/embrio/arhcive
p ISSN : 2085-403X
kg/ha dan Fermentasi Urine sapi 25
dengan cara ditaburkan sedangkan
ml/l (K3):
Pupuk Dolomit 0 t/ha,
fermentasi urine sapi diberikan 3 kali
Pupuk NPK 50 kg/ha dan Fermentasi
pada umur tanaman 7, 21 dan 35 hst
Urine sapi 50 ml/l
dengan
(K4) : Pupuk
Dolomit 4 t/ha, Pupuk NPK 50 kg/ha
dosis
disesuaikan
dengan
dilakukan
dengan
perlakuan.
Penanaman
dan Fermentasi Urine sapi 25 ml/l (K5)
: Pupuk Dolomit 4 t/ha, Pupuk NPK
cara
ditugal,
setiap
lubangnya
50 kg/ha dan Fermentasi Urine sapi 50
dimasukkan 2 biji kedelai dengan jarak
ml/l
(K6) : Pupuk Dolomit 6 t/ha,
tanam 30 x 20 cm setelah itu lubang
Pupuk NPK 50 kg/ha dan Fermentasi
ditutup tipis dengan pupuk kandang
Urine sapi 75 ml/l (K7) :
Pupuk
sapi yang telah dihaluskan. Setelah itu
Dolomit 6 t/ha, Pupuk NPK 50 kg/ha
dilakukan penyiraman sampai benih
dan Fermentasi Urine sapi 75 ml/l.
berkecambah.
Pengendalian
gulma
dilakukan
dilakukan pada umur tanaman 14 - 28
dengan 2 kali pencangkulan, pertama
hst, pengendalian hama dan penyakit
pencangkulan kasar untuk pembalikan
menggunakan pestisida dan fungisida
tanah
disesuaikan
Pengolahan
kemudian
tanah
dilanjutkan
tahap
dengan
organisme
kedua penggemburan, kemudian dibuat
pengganggu tanamannya (OPT). Panen
petak penelitian dengan ukuran petak
kedelai dilakukan sesuai umur pada
150 cm x 300 cm sedangkan jumlah
deskripsi tanaman dengan ditandai
petak penelitian sebanyak 8 x 3 = 24
batang, daun dan polong sudah kering,
satuan petak penelitian.
biji keras dengan warna biji kuning
Pupuk kandang sapi diberikan
mengkilat.
dengan dosis 10 t/ha dan kapur dolomit
diberikan sesuai perlakuan pada petak
HASIL DAN PEMBAHASAN
penelitian
sesuai
dosis
Komponen Hasil ;
Pemberian
pupuk
anorganik
perlakuan.
NPK
Umur Mulai Berbunga
diberikan waktu 1 hari sebelum tanam
Kontrol
Perlakuan
K0
berupa dolomit, urine sapi dan Pupuk
menunjukkan umur mulai berbunga
NPK lebih
lebih
oleh
cepat
perlakuan
dibanding
yang
kemungkinan
lainnya.
pemberian
dengan
Hal
ini
dominan dimanfaatkan
tanaman
membentuk
kedelai
untuk
pertumbuhan
perlakuan
Vegetatifnya. Sementara perlakuan K1,
https;//ojs.unitas-pdg.ac.id/embrio/arhcive
Page 48
Jurnal Embrio (10) (1 ) (45-56) 2018
https;//ojs.unitas-pdg.ac.id/embrio/arhcive
p ISSN : 2085-403X
K2, K3, K4, K5 dan K6 tidak
urine sapi (K1) dan pupuk NPK
menunjukkan perbedaan yang berarti
ternyata hasilnya tidak berbeda dengan
namun berbeda dengan Perlakuan K7.
perlakuan tanpa pengapuran dengan
Peningkatan dosis dolomit hingga 6
kombinasi urine sapi dan pupuk NPK
t/ha,
dan
(K2 dan K3) serta sama dengan
penambahan pupuk NPK 50 kg/ha
perlakuan kapur 4 ton per hektar (K4
akan
mulai
dan K5). Sementara penggunaan kapur
berbunga. Dari hasi penelitian ini bisa
dolomit 4 ton per hektar dengan
di
kombinasi urin sapi dan pupuk NPK
urine
sapi
100
memperpanjang
ketengahkan
ml/l
umur
bahwa
pemberian
dolomit , urine sapi dan Pupuk NPK
(K4 dan K5)
akan
perlakuan kapur dolomit 6 ton per
memperpanjang
pertumbuhan
hasilnya sama dengan
Vegetatif
tanaman.sejalan
dengan
kektar dengan kombinasi urine sapi
pemikiran
Suntoro
bahwa
dan Pupuk NPK (K6 dan K7). Dari
dolomit
akan
hasil jumlah polong per tanaman
kloropil
yang
kedelai ini dapat di gambarkan bahwa
disebabkan adanya suplai Mg dari
peningkatan jumlah polong pertanaman
dolomit
meningkatkan
sejalan dengan adanya penambahan
ketersediaan Mg tanah dan serapannya.
kapur dolomit yang dikombinasikan
Dengan
dengan urine sapi dan pupuk NPK
bahwa
penambahan
meningkatkan
total
mampu
demikian
(2002)
fase
vegetatif
tanaman cenderumg lebih lama.
mulai pemakaian kapur 4 – 6 ton per
hektar. Sejalan dengan Ashley dalam
Jumlah Polong per tanaman
Goldsworthy (1996), bahwa banyaknya
bunga
Jumlah polong per tanaman
kedelai menunjukkan adanya variasi
keragaman yang terlihat pada tabel 2.
Jumlah kisaran polong antara 58,83
sampai 122,05 buah per tanaman.
Jumlah polong per tanaman pada
kontrol paling sedikit di banding
dengan perlakuan lainnya. Penerapan
kapur 2 ton per hektar tanpa kombinasi
https;//ojs.unitas-pdg.ac.id/embrio/arhcive
yang
ditentukan
pada
membentuk
polong
oleh populasi tanaman,
populasi
tanaman
rendah
cenderung membentuk polong yang
lebih besar jumlahnya. Disamping
populasi
tanaman
faktor
varietas,
lokasi dan musim juga mempengaruhi
jumlah polong. Sebagian besar polong
yang terbentuk berkembang dari bunga
– bunga yang paling awal.
Page 49
Jurnal Embrio (10) (1 ) (45-56) 2018
https;//ojs.unitas-pdg.ac.id/embrio/arhcive
Jumlah Polong isi per tanaman
p ISSN : 2085-403X
tanah dengan kandungan hara kalsium
Jumlah polong isi pertanaman
yang cukup akan menghasilkan polong
hasil penelitian ini dapat dijelaskan
– polong yang bernas. Sumarno (1986)
bahwa
menguatkan
adanya variasi keragaman
bahwa
kekurangan
diantara perlakuan yang terlihat pada
kalsium mampu menyebabkan polong
Tabel
terbentuk
4.
Pada
Tabel
10
dapat
hampa,
polong
tidak
diketengahkan bahwa kontrol tanpa
berkembang ,lembaga biji busuk kering
perlakuan ( K0) menghasilkan Polong
dan biji keriput.
bernas/isi lebih sedikit di banding
Jumlah Biji Per Polong
dengan perlakuan lainnya. Perlakuan
Jumlah biji per polong kedelai
(K1) kapur 2 ton per hektar tidak
rata – rata berkisar antara 2,13 – 3,28
memberikan
buah per polong dan terlihat adanya
hasil
yang
bervariasi
dengan perlakuan (K2,K3,K4 dan K5)
variasi
tanpa di kapur namun diberika urine
terlihat pada Tabel 6 yang dapat dapat
sapi dan pupuk NPK serta pada
dijelaskan bahwa kontrol perlakuan
perlakuan kapur 4 ton per hektar
(K0) tanpa kapur,
dengan pemakaian urine sapi dan NPK.
sapi dan pupuk NPK ternyata hasilnya
Pada perlakuan kapur 6 ton perhektar
sama dengan perlakuan tanpa kapur
dengan urine sapi 100 ml dan pupuk
namun diberikan pupuk urine sapi dan
NPK 50 (K7) hasilnya lebih tinggi
NPK (K1 dan K2) namun berbeda
namun tidak berbeda nyata dengan
dengan perlakuan K1,K4,K5,K6 dan
K4,K5 dan K6).
K7. Hal ini kemungkinan pengaruh
Jumlah Polong hampa per tanaman
peran
Jumlah
polong
hampa
diantara perlakuan, hal ini
kapur
terhadap
fermentasi urine
sangat
jumlah
biji
mendominasi
per
polong
pertanaman cenderung sama hasilnya
kedelai. penggunaan kapur 2 ton per
pada
ini
hektar hingga 6 ton perketar tidak
kemungkinan pada fase pengisian biji
memberikan perbedaaan yang berarti
kedelai, hara yang di butuhkan telah
walau
tercukupi
hama
penambahan pupuk urine sapi dan
dikendalikan
NPK pada berbagai level, hal ini
sehingga jumlah polong hampanya
kemungkinan kebutuhan hara telah
sedikit pada semua perlakuan. Selaras
tercukupi pada level kapur 2 ton per
dengan
hektar
semua
perlakuan.
begitu
penyakitnya
bisa
pemikiran
juga
Effendi
Hal
(1979),
https;//ojs.unitas-pdg.ac.id/embrio/arhcive
di
kombinasikan
dengan
Page 50
Jurnal Embrio (10) (1 ) (45-56) 2018
https;//ojs.unitas-pdg.ac.id/embrio/arhcive
p ISSN : 2085-403X
menyediakan pasokan kalsium dan
Jumlah Biji per tanaman
memperbaikai pertukaran kation dalam
Jumlah biji pertanaman kedelai
tanah selain itu urine sapi juga
mengalami variasi yang signifikan.
merupakan
Kisaran jumlah biji pertanaman antara
tanaman denga didukung penambahan
104,29 – 358,27 buah. Pada kontrol
pupuk NPK. Menurut Sutejo (1999)
perlakuan
dan
urine sapi selain dapat bekerja cepat,
penambahan urine sapi dan pupuk
juga mengandung hormon tertentu
NPK
yang
tanpa
pengapuran
diperolehy
jumlah
biji
per
sumber
nyata
nitrogen
dapat
bagi
merangsang
tanaman yang paling rendah. Perlakuan
perkembangan tanaman. Dalam pupuk
K1 da K2 tidak memberikan perbedaan
kandang cair kandungan N dan K
yang berarti . sementara perlakuan K3,
cukup besar, sedangkan dalam pupuk
K4 dan K5 hasilnya juga tidak berbeda.
kandang padat cukup kandungan P nya,
Perlakuan kapur 4 – 6 ton per hektar
sehingga
yang
taraf
keduanya di dalam kandang merupakan
pupuk urine sapi dan NPK yang
pupuk yang baik bagi pertumbuhan dan
berbeda ternyata menghasilkan jumlah
perkembangan
biji per tanaman yang relatif sama.
(2000),
ditambahkan
Tingginya
beberapa
jumlah
biji
per
K7
tersedia
bahwa
tanaman.
antara
Sumaryo
penelitiannya
menjelaskan unsur hara Ca dan Mg
yang
indikasi
campuran
dalam
tanaman pada perlakuan K4,K5,K6 dan
memberikan
hasil
berasal
dari
dolomit
sehingga
relatif
mampu
kombinasi pengapuran, urine sapi dan
meningkatkan pertumbuhan generatif
pupuk NPK menyediakan kecukupan
dan hasil akhir tanaman terutama berat
nutrisi bagi tanaman kedelai.
polong kering kacang tanah.
Kapur
mampu menetralkan pH tanah masam,
KESIMPULAN
Kabupaten
Bungo
kecuali
pada
Komponen hasil kedelai; umur
komponen hasil pada jumlah polong
mulai berbunga, jumlah polong, polong
hampa per tanaman tidak menunjukkan
isi
perbedaaan yang berarti.
pertanaman
perpolong,biji
menunjukkan
dan
jumlah
biji
pertanaman,
perbedaan
yang
signifikan pada lahan kering masam di
https;//ojs.unitas-pdg.ac.id/embrio/arhcive
Page 51
Jurnal Embrio (10) (1 ) (45-56) 2018
https;//ojs.unitas-pdg.ac.id/embrio/arhcive
p ISSN : 2085-403X
DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto,
T.
2005.
dengan
Budidaya
Pemupukan
Efektif
dan
yang
Pengoptimalan
Kamprath, E. J. 1972. ExchangeableAl
as
a
criterion
for
leachedmineral
and
liming
soil.
Soil
Amer.
Proc.
Peran Bintil Akar Kedelai.
Science
Penebar Swadaya. Jakarta.
34:252-254. Wade,M.K.,M.Al-
Bungo Dalam Angka, 2010. Kabupaten
Jabri, danM. Sudjadi. 1986. The
Bungo ProKinsi Jambi.
effect of liming on soybean
Effendi,
S.
1979.
Tanaman
Tanah,
dan
Hara
Pemupukan
yield
and
soil
acidity
parameters of three Red-Yellow
Podsolic
soils
Makalah Seminar LP3 Bagian
Sumatera.
Pemberitaan
Agronomi. Bogor.
Tanah dan Pupuk (6):1-8.
Untuk
Kacang
Tanah.
Harsono, A. 2008. Balai Penelitian
Tanaman
dan
Kacang-kacangan
Umbi-umbian,Malang.
of
West
Pen.
Mengel, D.B.,W. Segars, and G.W.
Rehnm. 1987. Soil fertility and
liming.
p.
461-496.
J.
Iptek Tanaman Pangan Kol. 3
R.Wilcox
No. 2
improKement and uses. Second
Hilman, Y. 2005. Teknologi produksi
kedelai
di
lahan
(Ed).
In
Soybean
Edision. ASDA. Madison.
kering
Prasetyo, B.H., D.A. Suriadikarta.
masam. Dalam Makarim, et
2006. Karaktristik, Potensi dan
Prosiding
Teknologi Pengelolahan Tanah
Pengembangan
Ultisol untuk Pengembangan
Kedelai di Lahan Sub-optimal.
Pertanian Lahan Kering Di
Puslitbangtan Bogor, 2005;
Indonesia.Balai
78- 86 hlm
Penelitian dan Pengembangan
al.
(penyunting).
Lokakarya
Hunt, P.G, R.E. Sojka, Y.A. Matheny
and
A.G.
Soybean
Wohn.
Response
Rhizobium
Orientation
1985.
to
japonicum.
and
Irigation.
Agron J., 77(5): 720-725.
https;//ojs.unitas-pdg.ac.id/embrio/arhcive
besar
Sumberdaya Lahan Pertanian.
Balai Penelitian Tanah. Bogor.
J. Litbang Pertanian, 25(2).
Rosmarkam. A dan Yuwono.N.A 2002.
Ilmu
Kesuburan
Tanah.
Kanisius, Yogyakarta.
Page 52
Jurnal Embrio (10) (1 ) (45-56) 2018
https;//ojs.unitas-pdg.ac.id/embrio/arhcive
p ISSN : 2085-403X
Scott, B.J. and J.A. Fisher. 1989.
A. Kasno, A.G. Manshuri, dan
Selection of genotypes tolerant
A.
of aluminium andmanganese. p.
Risalah
167-196.
Abribisnis Kacang Tanah di
Robsonm
In:A.D.
(Ed.). Soil acidity and plant
growth.Acad. Press. Harcourt
Winarto
(Penyunting).
Seminar
Prospek
Indonesia. Balitkabi 7.
Sumarno.
2005.
Strategi
Brace JoKanoKich, Pub. p.1-
pengembangan kedelai di lahan
49.
masam. Dalam Makarim,
Simatupang, P., Marwoto, dan Dewa
al.
(penyunting).
et
Prosiding
K.S. Swastika. 2005. Makalah
Lokakarya
disampaikan
pada:
Kedelai di Lahan Suboptimal.
Lokakakarya
Pengembangan
Kedelai di Lahan sub Optimal
di
BALITKABI
Malang,
Pengembangan
Puslitbangtan Bogor, 2005
Sunarlin, N. 1992. Effect of nitrogen
and rhizobium inoculation on
Tanggal 26 Juli 2005.
growth and yield of soybean
Sudaryono, 2002. Sumber K alternatif
in red-yellow podsolic soil.
dan peranan pupuk kandang
Penelitian Pertanian Kol.12
pada tanaman kedelai di lahan
(3)
kering Alfisol dan Kertisol.
Prosiding
hasil
Bahan Organik, Dolomit dan
peningkatan
KCl terhadap Kadar Kloropil
kualitas,
dan Dampaknya Pada Hasil
seminar
penelitian
Suntoro, 2002 . Pengaruh Penambahan
produktiKitas,
efisiensi dan sistem produksi
Kacang
tanaman kacang-kacangan dan
hypogeae L.). BioSMART 4
umbi-umbian
(2) : 36 – 40.
ketahanan
menuju
pangan
dan
Tanah
(Arachis
Sutejo, M. M. 1999. Pupuk dan Cara
agribisnis.
Pemupukan. PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Puslitbang Tanaman Pangan.
Taiz, L. & E. Zeiger. 2002. Plant
Badan Litbang Pertanian.
Physiology. Sinauer Associates.USA
pengembangan
Sumarno. 1986. Model Pengembangan
Agribisnis
hlm.
Kacang
103-128.
Di
Tanah,
Dalam
Saleh. N, K.H. Hendroatmojo.
https;//ojs.unitas-pdg.ac.id/embrio/arhcive
Page 53
Jurnal Embrio (10) (1 ) (45-56) 2018
https;//ojs.unitas-pdg.ac.id/embrio/arhcive
p ISSN : 2085-403X
Perlakuan
UB
JP
JPI
JPH
JBP
JBT
K0
29,67 c
58,83 c
48,96 c
9,87
2,13 b
104,29 d
K1
32,00 a
98,67 b
88,79 b
9,88
3,31 a
182,00 c
K2
32,17 a
91,83 b
82,3 b
9,53
2,29 b
188,48 c
K3
31,33 a
96,50 b
86,77 b
9,73
2,13 b
264,18 b
K4
32,67 a
109,91 ab
99,97 ab
8,88
3,01 a
307,91 ab
K5
32,50 a
111,00 ab
101,9 ab
9,94
3,04 a
303,74 ab
K6
32,17 a
117,81 a
109,23 a
9,10
3,02 a
340,63 a
K7
33,17 b
122,05 a
113,17 a
8,58
3,28 a
358,27 a
Tabel 2. Komponen hasil kedelai pada berbagai kombinasi pemupukan.
Keterangan : Angka – angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom
yang sama menunjukan tidak berbeda signifikan pada uji Duncan 5 %. UB =
umur mulai berbunga, JP = jumlah polong pertanaman, JPI = jumlah polong isi
pertanaman, JPH = jumlah polong hampa pertanaman, JBP = jumlah biji
perpolong, JBT = jumlah biji pertanaman.
https;//ojs.unitas-pdg.ac.id/embrio/arhcive
Page 54
https;//ojs.unitas-pdg.ac.id/embrio/arhcive
p ISSN : 2085-403X
Karakter Komponen Hasil Kedelai
Pada Berbagai Kombinasi Pemupukan di Lahan Kering Masam
1,2)
Setiono 1) dan Effi Yudiawati 2)
Pengajar Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Muara Bungo
Email : setionoono@yahoo.co.id
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk mengetahui Karakter morfologi hasil kedelai
pada berbagai kombinasi pemupukan pada lahan kering masam di Kabupaten
Bungo. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok faktor tunggal
dengan tiga ulangan, yaitu (K0) : Kapur 0 t/ha, Urine sapi 0 ml/l dan NPK 0 kg/ha,
(K1) : Kapur 2 t/ha, Urine sapi 0 ml/l adan NPK 0 kg/ha, (K2) : Kapur 0 t/ha,
Urine sapi 25 ml/l dan NPK 50 kg/ha, (K3): Kapur 0 t/ha, Urine sapi 50 ml/l air
dan NPK 50 kg/ha, (K4) : Kapur 4 t/ha, Urine sapi 25 ml/l dan NPK 50 kg/ha,
(K5) : Kapur 4 t/ha, Urine sapi 50 ml/l dan NPK 50 kg/ha, (K6) : Kapur 6 t/ha,
Urine sapi 75 ml/l dan NPK 50 kg/ha, (K7) : Kapur 6 t/ha, Urine sapi 75 ml/l dan
NPK 50 kg/ha.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter morfologi komponen hasil
kedelai pada umur mulai berbunga, jumlah polong, polong isi pertanaman dan
jumlah biji perpolong dan biji pertanaman menunjukkan adanya perberbedan
secara signifikan kecuali jumlah polong hampa per tanaman.
Kata Kunci : Kedelai, Pemupukan, Lahan Kering Masam
PENDAHULUAN
perakaran kedelai bisa kerdil akibat
Di Kabupaten Bungo lahan
kering masam cukup luas sekitar
perkembangan bintil akar dan pasokan
nitrogen yang kurang optimal.
Tanaman
83.227 ha yang terdiri dari lahan
sawah,
tegalan
dan
huma
yang
merupakan
kedelai
tanaman
yang
cash
crop
potensial untuk dikembangkan usaha
dibudidayakan di lahan sawah dan di
tani kedelai (Bungo Dalam Angka,
lahan
2010). Selain itu permasalahan lahan
pertanaman kedelai terdapat di lahan
kering masam di Bungo adalah pH nya
sawah dan 40% lainnya di lahan kering
yang rendah (< 5), kandungan bahan
( Simatupang, at al,. 2005). Pada lahan
organik rendah dan miskin hara makro
masam,
maupun mikro tetapi kandungan Al
menghambat
tinggi.
Kondisi
menghambat
perkembangan
kering.
pH
Sekitar
tanah
60%
rendah
pertumbuhan
areal
dapat
akar,
demikian
akan
sehingga absorbsi hara dan air oleh
pertumbuhan
dan
tanaman menjadi kurang efisien (Scott
kedelai
karena
https;//ojs.unitas-pdg.ac.id/embrio/arhcive
and Fisher 1989).
Page 45
Jurnal Embrio (10) (1 ) (45-56) 2018
https;//ojs.unitas-pdg.ac.id/embrio/arhcive
Pada
lahan
kering
masam,
p ISSN : 2085-403X
dianjurkan (Kamprath 1972; Mengel et
(P)
al. 1987). Pengapuran akan efektif jika
dalam
kejenuhan kemasaman (Al+H) > 10%
meningkatkan hasil. Tanaman kedelai
dan pH tanah < 5 (Wade et al. 1986).
memerlukan
P
besar
Prasetyo ( 2006 ), menegaskan untuk
dibandingkan
dengan
komoditas
mengatasi kendala kemasaman tanah
lainnya seperti gandum dan jagung
dan kejenuhan Al yang tinggi dapat
(Hilman,2005).
dilakukan
masalah
ketersediaan
menjadi
kendala
fosfat
utama
lebih
Pertumbuhan
Tujuannya
pada
untuk menaikkan pH tanah dari sangat
mengalami
masam atau masam ke pH agak netral
cekaman abiotik dan biotik, seperti: (1)
atau netral, serta menurunkan kadar Al
pertumbuhan
dan menaikan kadar Ca dan Mg.
tanah
kering
kedelai
pengapuran.
masam
vegetatif
terhambat
sebagai akibat kekurangan hara makro
Pemanfaatan
teknologi
dan mikro; (2) keracunan Al atau Mn;
pertanian
(3) pembentukan nodul terhambat; (4)
diperlukan
tanaman mudah mendapat cekaman
produksi
kekeringan;
pertumbuhan
seleksi tanaman, pemberantasan hama
akarnya terhambat. Gejalanya adalah
penyakit, penyediaan air yang cukup,
pertumbuhan kerdil, daun berwarna
aplikasi bioteknologi dan sebagainya
kuning kecoklatan, perakaran sangat
perlu
terbatas, bunga yang terbentuk minimal
maksud
dan jumlah polong juga minimal,
merupakan salah satu usaha penting
produktivitas
atau
untuk meningkatkan produksi, bahkan
bahkan gagal menghasilkan biji. Gejala
sampai sekarang dianggap sebagai
tersebut
pada
faktor yang dominan dalam produksi
pertanaman kedelai di daerah Sumatera
pertanian (Rosmarkam dan Yuwono,
Barat dan Jambi yang tanahnya tidak
2002).
dikapur
dan
relatif
sering
dan
(5)
rendah
terlihat
kandungan
organik
tanahnya rendah (Sumarno, 2005).
Pemakaian
kapur
cair
dalam
segala
untuk
meningkatkan
pertanian.
dilakukan
bidang
Pemupukan,
untuk
tersebut.
mencapai
Pemupukan
Pemanfaatan
pupuk
organik
cenderung
lebih
efektif
pertanian
diaplikasikan karena dapat langsung
dalam bentuk CaCO3 maupun dolomit
diserap oleh tanaman melalui stomata
dan bahan organik untuk meningkatkan
daun. Menurut Sutejo (1999), pupuk
produktivitas lahan masam telah lama
organik urine sapi selain dapat bekerja
https;//ojs.unitas-pdg.ac.id/embrio/arhcive
Page 46
Jurnal Embrio (10) (1 ) (45-56) 2018
https;//ojs.unitas-pdg.ac.id/embrio/arhcive
p ISSN : 2085-403X
hormon
pemupukan NPK. Dengan teknologi
tertentu yang nyata dapat merangsang
tersebut, kedelai yang ditanam secara
perkembangan
dan
monokultur di lahan kering masam
mengandungan N dan K cukup besar,
dapat memberi hasil sekitar 2,0 t/ha
sedangkan dalam pupuk kandang padat
(Harsono, 2008).
cepat,
juga
mengandung
tanaman
Hasil
cukup kandungan P.
penelitian
Sudaryono
organik,
(2002), bahwa produktivitas kedelai
penggunakan pupuk anorganik sangat
pada lahan kering di tingkat petani
dibutuhkan
hara
berkisar antara 0,7 - 1,0 per hektar.
tanaman terutama pada tanah yang
Hasil tersebut tergolong relatif rendah
marjinal
jika dibandingkan dengan
Selain
pupuk
untuk
mensuplai
terutama
pupuk
yang
potensi
mengandung nitrogen, Pospor dan
hasil
kalium. Hunt et al. (1985), menyatakan
mencapai yaitu 1,5 - 2,5 ton per
bahwa pemupukan nitrogen dengan
hektarnya
dosis dan waktu yang tepat dapat
Selanjutnya
berpengaruh
terhadap
menyatakan bahwa rendahnya produksi
peningkatan serapan N, P, K, bobot
kedelai salah satunya disebabkan faktor
kering tanaman dan hasil biji kedelai.
rendahnya kesuburan tanah terutama
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kadar C-organik, N,P dan K.
nyata
tanaman kedelai yang bisa
(Adisarwanto,
2005).
Sunarlin
(1992)
penggunaan kapur, pupuk urea, TSP,
Oleh karena itu agar kedelai
KCl, dan pupuk mikro merupakan
pada lahan kering masam mampu
salah satu syarat untuk memperoleh
tumbuh
hasil tanaman yang memadai (Taiz &
berproduksi
Zeiger, 2002).
dilakukan
Kedelai
dapat
memberikan
dan
berkembang
dengan
serta
baik
perbaikan
perlu
teknologi
budidaya, salah satunya dengan cara
hasil yang memadai di lahan masam
pemberian
pupuk
organik
perlu pemberian amelioran berupa
anorganik serta pengapuran.
dan
dolomit dan pupuk kandang serta
METODE PENELITIAN
Metode
menggunakan
Pupuk NPK 0 kg/ha dan Fermentasi
penelitian
rancangan
Urine sapi 0 ml/l
(K1) : Pupuk
acak
Dolomit 2 t/ha, Pupuk NPK 0 kg/ha
kelompok faktor tunggal dengan tiga
dan Fermentasi Urine sapi 0 ml/l (K2)
ulangan ; (K0) : Pupuk Dolomit 0 t/ha,
: Pupuk Dolomit 0 t/ha, Pupuk NPK 50
https;//ojs.unitas-pdg.ac.id/embrio/arhcive
Page 47
Jurnal Embrio (10) (1 ) (45-56) 2018
https;//ojs.unitas-pdg.ac.id/embrio/arhcive
p ISSN : 2085-403X
kg/ha dan Fermentasi Urine sapi 25
dengan cara ditaburkan sedangkan
ml/l (K3):
Pupuk Dolomit 0 t/ha,
fermentasi urine sapi diberikan 3 kali
Pupuk NPK 50 kg/ha dan Fermentasi
pada umur tanaman 7, 21 dan 35 hst
Urine sapi 50 ml/l
dengan
(K4) : Pupuk
Dolomit 4 t/ha, Pupuk NPK 50 kg/ha
dosis
disesuaikan
dengan
dilakukan
dengan
perlakuan.
Penanaman
dan Fermentasi Urine sapi 25 ml/l (K5)
: Pupuk Dolomit 4 t/ha, Pupuk NPK
cara
ditugal,
setiap
lubangnya
50 kg/ha dan Fermentasi Urine sapi 50
dimasukkan 2 biji kedelai dengan jarak
ml/l
(K6) : Pupuk Dolomit 6 t/ha,
tanam 30 x 20 cm setelah itu lubang
Pupuk NPK 50 kg/ha dan Fermentasi
ditutup tipis dengan pupuk kandang
Urine sapi 75 ml/l (K7) :
Pupuk
sapi yang telah dihaluskan. Setelah itu
Dolomit 6 t/ha, Pupuk NPK 50 kg/ha
dilakukan penyiraman sampai benih
dan Fermentasi Urine sapi 75 ml/l.
berkecambah.
Pengendalian
gulma
dilakukan
dilakukan pada umur tanaman 14 - 28
dengan 2 kali pencangkulan, pertama
hst, pengendalian hama dan penyakit
pencangkulan kasar untuk pembalikan
menggunakan pestisida dan fungisida
tanah
disesuaikan
Pengolahan
kemudian
tanah
dilanjutkan
tahap
dengan
organisme
kedua penggemburan, kemudian dibuat
pengganggu tanamannya (OPT). Panen
petak penelitian dengan ukuran petak
kedelai dilakukan sesuai umur pada
150 cm x 300 cm sedangkan jumlah
deskripsi tanaman dengan ditandai
petak penelitian sebanyak 8 x 3 = 24
batang, daun dan polong sudah kering,
satuan petak penelitian.
biji keras dengan warna biji kuning
Pupuk kandang sapi diberikan
mengkilat.
dengan dosis 10 t/ha dan kapur dolomit
diberikan sesuai perlakuan pada petak
HASIL DAN PEMBAHASAN
penelitian
sesuai
dosis
Komponen Hasil ;
Pemberian
pupuk
anorganik
perlakuan.
NPK
Umur Mulai Berbunga
diberikan waktu 1 hari sebelum tanam
Kontrol
Perlakuan
K0
berupa dolomit, urine sapi dan Pupuk
menunjukkan umur mulai berbunga
NPK lebih
lebih
oleh
cepat
perlakuan
dibanding
yang
kemungkinan
lainnya.
pemberian
dengan
Hal
ini
dominan dimanfaatkan
tanaman
membentuk
kedelai
untuk
pertumbuhan
perlakuan
Vegetatifnya. Sementara perlakuan K1,
https;//ojs.unitas-pdg.ac.id/embrio/arhcive
Page 48
Jurnal Embrio (10) (1 ) (45-56) 2018
https;//ojs.unitas-pdg.ac.id/embrio/arhcive
p ISSN : 2085-403X
K2, K3, K4, K5 dan K6 tidak
urine sapi (K1) dan pupuk NPK
menunjukkan perbedaan yang berarti
ternyata hasilnya tidak berbeda dengan
namun berbeda dengan Perlakuan K7.
perlakuan tanpa pengapuran dengan
Peningkatan dosis dolomit hingga 6
kombinasi urine sapi dan pupuk NPK
t/ha,
dan
(K2 dan K3) serta sama dengan
penambahan pupuk NPK 50 kg/ha
perlakuan kapur 4 ton per hektar (K4
akan
mulai
dan K5). Sementara penggunaan kapur
berbunga. Dari hasi penelitian ini bisa
dolomit 4 ton per hektar dengan
di
kombinasi urin sapi dan pupuk NPK
urine
sapi
100
memperpanjang
ketengahkan
ml/l
umur
bahwa
pemberian
dolomit , urine sapi dan Pupuk NPK
(K4 dan K5)
akan
perlakuan kapur dolomit 6 ton per
memperpanjang
pertumbuhan
hasilnya sama dengan
Vegetatif
tanaman.sejalan
dengan
kektar dengan kombinasi urine sapi
pemikiran
Suntoro
bahwa
dan Pupuk NPK (K6 dan K7). Dari
dolomit
akan
hasil jumlah polong per tanaman
kloropil
yang
kedelai ini dapat di gambarkan bahwa
disebabkan adanya suplai Mg dari
peningkatan jumlah polong pertanaman
dolomit
meningkatkan
sejalan dengan adanya penambahan
ketersediaan Mg tanah dan serapannya.
kapur dolomit yang dikombinasikan
Dengan
dengan urine sapi dan pupuk NPK
bahwa
penambahan
meningkatkan
total
mampu
demikian
(2002)
fase
vegetatif
tanaman cenderumg lebih lama.
mulai pemakaian kapur 4 – 6 ton per
hektar. Sejalan dengan Ashley dalam
Jumlah Polong per tanaman
Goldsworthy (1996), bahwa banyaknya
bunga
Jumlah polong per tanaman
kedelai menunjukkan adanya variasi
keragaman yang terlihat pada tabel 2.
Jumlah kisaran polong antara 58,83
sampai 122,05 buah per tanaman.
Jumlah polong per tanaman pada
kontrol paling sedikit di banding
dengan perlakuan lainnya. Penerapan
kapur 2 ton per hektar tanpa kombinasi
https;//ojs.unitas-pdg.ac.id/embrio/arhcive
yang
ditentukan
pada
membentuk
polong
oleh populasi tanaman,
populasi
tanaman
rendah
cenderung membentuk polong yang
lebih besar jumlahnya. Disamping
populasi
tanaman
faktor
varietas,
lokasi dan musim juga mempengaruhi
jumlah polong. Sebagian besar polong
yang terbentuk berkembang dari bunga
– bunga yang paling awal.
Page 49
Jurnal Embrio (10) (1 ) (45-56) 2018
https;//ojs.unitas-pdg.ac.id/embrio/arhcive
Jumlah Polong isi per tanaman
p ISSN : 2085-403X
tanah dengan kandungan hara kalsium
Jumlah polong isi pertanaman
yang cukup akan menghasilkan polong
hasil penelitian ini dapat dijelaskan
– polong yang bernas. Sumarno (1986)
bahwa
menguatkan
adanya variasi keragaman
bahwa
kekurangan
diantara perlakuan yang terlihat pada
kalsium mampu menyebabkan polong
Tabel
terbentuk
4.
Pada
Tabel
10
dapat
hampa,
polong
tidak
diketengahkan bahwa kontrol tanpa
berkembang ,lembaga biji busuk kering
perlakuan ( K0) menghasilkan Polong
dan biji keriput.
bernas/isi lebih sedikit di banding
Jumlah Biji Per Polong
dengan perlakuan lainnya. Perlakuan
Jumlah biji per polong kedelai
(K1) kapur 2 ton per hektar tidak
rata – rata berkisar antara 2,13 – 3,28
memberikan
buah per polong dan terlihat adanya
hasil
yang
bervariasi
dengan perlakuan (K2,K3,K4 dan K5)
variasi
tanpa di kapur namun diberika urine
terlihat pada Tabel 6 yang dapat dapat
sapi dan pupuk NPK serta pada
dijelaskan bahwa kontrol perlakuan
perlakuan kapur 4 ton per hektar
(K0) tanpa kapur,
dengan pemakaian urine sapi dan NPK.
sapi dan pupuk NPK ternyata hasilnya
Pada perlakuan kapur 6 ton perhektar
sama dengan perlakuan tanpa kapur
dengan urine sapi 100 ml dan pupuk
namun diberikan pupuk urine sapi dan
NPK 50 (K7) hasilnya lebih tinggi
NPK (K1 dan K2) namun berbeda
namun tidak berbeda nyata dengan
dengan perlakuan K1,K4,K5,K6 dan
K4,K5 dan K6).
K7. Hal ini kemungkinan pengaruh
Jumlah Polong hampa per tanaman
peran
Jumlah
polong
hampa
diantara perlakuan, hal ini
kapur
terhadap
fermentasi urine
sangat
jumlah
biji
mendominasi
per
polong
pertanaman cenderung sama hasilnya
kedelai. penggunaan kapur 2 ton per
pada
ini
hektar hingga 6 ton perketar tidak
kemungkinan pada fase pengisian biji
memberikan perbedaaan yang berarti
kedelai, hara yang di butuhkan telah
walau
tercukupi
hama
penambahan pupuk urine sapi dan
dikendalikan
NPK pada berbagai level, hal ini
sehingga jumlah polong hampanya
kemungkinan kebutuhan hara telah
sedikit pada semua perlakuan. Selaras
tercukupi pada level kapur 2 ton per
dengan
hektar
semua
perlakuan.
begitu
penyakitnya
bisa
pemikiran
juga
Effendi
Hal
(1979),
https;//ojs.unitas-pdg.ac.id/embrio/arhcive
di
kombinasikan
dengan
Page 50
Jurnal Embrio (10) (1 ) (45-56) 2018
https;//ojs.unitas-pdg.ac.id/embrio/arhcive
p ISSN : 2085-403X
menyediakan pasokan kalsium dan
Jumlah Biji per tanaman
memperbaikai pertukaran kation dalam
Jumlah biji pertanaman kedelai
tanah selain itu urine sapi juga
mengalami variasi yang signifikan.
merupakan
Kisaran jumlah biji pertanaman antara
tanaman denga didukung penambahan
104,29 – 358,27 buah. Pada kontrol
pupuk NPK. Menurut Sutejo (1999)
perlakuan
dan
urine sapi selain dapat bekerja cepat,
penambahan urine sapi dan pupuk
juga mengandung hormon tertentu
NPK
yang
tanpa
pengapuran
diperolehy
jumlah
biji
per
sumber
nyata
nitrogen
dapat
bagi
merangsang
tanaman yang paling rendah. Perlakuan
perkembangan tanaman. Dalam pupuk
K1 da K2 tidak memberikan perbedaan
kandang cair kandungan N dan K
yang berarti . sementara perlakuan K3,
cukup besar, sedangkan dalam pupuk
K4 dan K5 hasilnya juga tidak berbeda.
kandang padat cukup kandungan P nya,
Perlakuan kapur 4 – 6 ton per hektar
sehingga
yang
taraf
keduanya di dalam kandang merupakan
pupuk urine sapi dan NPK yang
pupuk yang baik bagi pertumbuhan dan
berbeda ternyata menghasilkan jumlah
perkembangan
biji per tanaman yang relatif sama.
(2000),
ditambahkan
Tingginya
beberapa
jumlah
biji
per
K7
tersedia
bahwa
tanaman.
antara
Sumaryo
penelitiannya
menjelaskan unsur hara Ca dan Mg
yang
indikasi
campuran
dalam
tanaman pada perlakuan K4,K5,K6 dan
memberikan
hasil
berasal
dari
dolomit
sehingga
relatif
mampu
kombinasi pengapuran, urine sapi dan
meningkatkan pertumbuhan generatif
pupuk NPK menyediakan kecukupan
dan hasil akhir tanaman terutama berat
nutrisi bagi tanaman kedelai.
polong kering kacang tanah.
Kapur
mampu menetralkan pH tanah masam,
KESIMPULAN
Kabupaten
Bungo
kecuali
pada
Komponen hasil kedelai; umur
komponen hasil pada jumlah polong
mulai berbunga, jumlah polong, polong
hampa per tanaman tidak menunjukkan
isi
perbedaaan yang berarti.
pertanaman
perpolong,biji
menunjukkan
dan
jumlah
biji
pertanaman,
perbedaan
yang
signifikan pada lahan kering masam di
https;//ojs.unitas-pdg.ac.id/embrio/arhcive
Page 51
Jurnal Embrio (10) (1 ) (45-56) 2018
https;//ojs.unitas-pdg.ac.id/embrio/arhcive
p ISSN : 2085-403X
DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto,
T.
2005.
dengan
Budidaya
Pemupukan
Efektif
dan
yang
Pengoptimalan
Kamprath, E. J. 1972. ExchangeableAl
as
a
criterion
for
leachedmineral
and
liming
soil.
Soil
Amer.
Proc.
Peran Bintil Akar Kedelai.
Science
Penebar Swadaya. Jakarta.
34:252-254. Wade,M.K.,M.Al-
Bungo Dalam Angka, 2010. Kabupaten
Jabri, danM. Sudjadi. 1986. The
Bungo ProKinsi Jambi.
effect of liming on soybean
Effendi,
S.
1979.
Tanaman
Tanah,
dan
Hara
Pemupukan
yield
and
soil
acidity
parameters of three Red-Yellow
Podsolic
soils
Makalah Seminar LP3 Bagian
Sumatera.
Pemberitaan
Agronomi. Bogor.
Tanah dan Pupuk (6):1-8.
Untuk
Kacang
Tanah.
Harsono, A. 2008. Balai Penelitian
Tanaman
dan
Kacang-kacangan
Umbi-umbian,Malang.
of
West
Pen.
Mengel, D.B.,W. Segars, and G.W.
Rehnm. 1987. Soil fertility and
liming.
p.
461-496.
J.
Iptek Tanaman Pangan Kol. 3
R.Wilcox
No. 2
improKement and uses. Second
Hilman, Y. 2005. Teknologi produksi
kedelai
di
lahan
(Ed).
In
Soybean
Edision. ASDA. Madison.
kering
Prasetyo, B.H., D.A. Suriadikarta.
masam. Dalam Makarim, et
2006. Karaktristik, Potensi dan
Prosiding
Teknologi Pengelolahan Tanah
Pengembangan
Ultisol untuk Pengembangan
Kedelai di Lahan Sub-optimal.
Pertanian Lahan Kering Di
Puslitbangtan Bogor, 2005;
Indonesia.Balai
78- 86 hlm
Penelitian dan Pengembangan
al.
(penyunting).
Lokakarya
Hunt, P.G, R.E. Sojka, Y.A. Matheny
and
A.G.
Soybean
Wohn.
Response
Rhizobium
Orientation
1985.
to
japonicum.
and
Irigation.
Agron J., 77(5): 720-725.
https;//ojs.unitas-pdg.ac.id/embrio/arhcive
besar
Sumberdaya Lahan Pertanian.
Balai Penelitian Tanah. Bogor.
J. Litbang Pertanian, 25(2).
Rosmarkam. A dan Yuwono.N.A 2002.
Ilmu
Kesuburan
Tanah.
Kanisius, Yogyakarta.
Page 52
Jurnal Embrio (10) (1 ) (45-56) 2018
https;//ojs.unitas-pdg.ac.id/embrio/arhcive
p ISSN : 2085-403X
Scott, B.J. and J.A. Fisher. 1989.
A. Kasno, A.G. Manshuri, dan
Selection of genotypes tolerant
A.
of aluminium andmanganese. p.
Risalah
167-196.
Abribisnis Kacang Tanah di
Robsonm
In:A.D.
(Ed.). Soil acidity and plant
growth.Acad. Press. Harcourt
Winarto
(Penyunting).
Seminar
Prospek
Indonesia. Balitkabi 7.
Sumarno.
2005.
Strategi
Brace JoKanoKich, Pub. p.1-
pengembangan kedelai di lahan
49.
masam. Dalam Makarim,
Simatupang, P., Marwoto, dan Dewa
al.
(penyunting).
et
Prosiding
K.S. Swastika. 2005. Makalah
Lokakarya
disampaikan
pada:
Kedelai di Lahan Suboptimal.
Lokakakarya
Pengembangan
Kedelai di Lahan sub Optimal
di
BALITKABI
Malang,
Pengembangan
Puslitbangtan Bogor, 2005
Sunarlin, N. 1992. Effect of nitrogen
and rhizobium inoculation on
Tanggal 26 Juli 2005.
growth and yield of soybean
Sudaryono, 2002. Sumber K alternatif
in red-yellow podsolic soil.
dan peranan pupuk kandang
Penelitian Pertanian Kol.12
pada tanaman kedelai di lahan
(3)
kering Alfisol dan Kertisol.
Prosiding
hasil
Bahan Organik, Dolomit dan
peningkatan
KCl terhadap Kadar Kloropil
kualitas,
dan Dampaknya Pada Hasil
seminar
penelitian
Suntoro, 2002 . Pengaruh Penambahan
produktiKitas,
efisiensi dan sistem produksi
Kacang
tanaman kacang-kacangan dan
hypogeae L.). BioSMART 4
umbi-umbian
(2) : 36 – 40.
ketahanan
menuju
pangan
dan
Tanah
(Arachis
Sutejo, M. M. 1999. Pupuk dan Cara
agribisnis.
Pemupukan. PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Puslitbang Tanaman Pangan.
Taiz, L. & E. Zeiger. 2002. Plant
Badan Litbang Pertanian.
Physiology. Sinauer Associates.USA
pengembangan
Sumarno. 1986. Model Pengembangan
Agribisnis
hlm.
Kacang
103-128.
Di
Tanah,
Dalam
Saleh. N, K.H. Hendroatmojo.
https;//ojs.unitas-pdg.ac.id/embrio/arhcive
Page 53
Jurnal Embrio (10) (1 ) (45-56) 2018
https;//ojs.unitas-pdg.ac.id/embrio/arhcive
p ISSN : 2085-403X
Perlakuan
UB
JP
JPI
JPH
JBP
JBT
K0
29,67 c
58,83 c
48,96 c
9,87
2,13 b
104,29 d
K1
32,00 a
98,67 b
88,79 b
9,88
3,31 a
182,00 c
K2
32,17 a
91,83 b
82,3 b
9,53
2,29 b
188,48 c
K3
31,33 a
96,50 b
86,77 b
9,73
2,13 b
264,18 b
K4
32,67 a
109,91 ab
99,97 ab
8,88
3,01 a
307,91 ab
K5
32,50 a
111,00 ab
101,9 ab
9,94
3,04 a
303,74 ab
K6
32,17 a
117,81 a
109,23 a
9,10
3,02 a
340,63 a
K7
33,17 b
122,05 a
113,17 a
8,58
3,28 a
358,27 a
Tabel 2. Komponen hasil kedelai pada berbagai kombinasi pemupukan.
Keterangan : Angka – angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom
yang sama menunjukan tidak berbeda signifikan pada uji Duncan 5 %. UB =
umur mulai berbunga, JP = jumlah polong pertanaman, JPI = jumlah polong isi
pertanaman, JPH = jumlah polong hampa pertanaman, JBP = jumlah biji
perpolong, JBT = jumlah biji pertanaman.
https;//ojs.unitas-pdg.ac.id/embrio/arhcive
Page 54