PENERAPAN MEDIA PEMBELAJARAN BUKU DIGITAL PADA PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS PADA POKOK BAHASAN LARUTAN ASAM BASA DI SMK ASSHIDDIQIYAH TAHUN AJARAN 20182019

  

PENERAPAN MEDIA PEMBELAJARAN BUKU DIGITAL PADA PEMBELAJARAN

KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN

KETERAMPILAN PROSES SAINS

PADA POKOK BAHASAN LARUTAN ASAM BASA DI SMK ASSHIDDIQIYAH

TAHUN AJARAN 2018/2019

1) 2) 3)

  

Retno Asriyani , Kurnia , Asep Supriyatna

1 Retno Asriyani

Program Studi Teknologi Pendidikan Konsentrasi Teknologi Pembelajaran, SPs IPI

email

2 Kurnia

Program Studi Teknologi Pendidikan Konsentrasi Teknologi Pembelajaran, SPs IPI

email

3 Asep Supriyatna

Program Studi Teknologi Pendidikan Konsentrasi Teknologi Pembelajaran, SPs IPI

email

  

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya pencapaian kompetensi siswa kelas XII SMK Asshiddiqiyah dalam

mata pelajaran kimia pada pokok bahasan larutan asam basa pada Siswa SMK. Berdasarkan hal tersebut, maka

tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan penguasaan konsep dan keterampilan proses sains bila

dilakukan dengan penerapan media pembelajaran buku digital pada pembelajaran kontekstual, serta bagaimana

tanggapan siswa pada penerapan media tersebut. Penelitian ini ditunjang oleh teori-teori dari para ilmuwan

berkaitan dengan teknologi pendidikan dan pembelajaran. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode kuasi eksperimen dengan one group pre-test post-test design dengan menggunakan instrumen berupa tes

tertulis, angket, dan pedoman wawancara. Instrumen tersebut disebarkan pada siswa untuk mendapatkan nilai rata-

rata N-Gain, baik dari penguasaan konsep maupun keterampilan proses sains. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

ada peningkatan nilai N-Gain secara keseluruhan dari penguasaan konsep dengan nilai rata-rata N-Gain sebesar

62,94 dan ada peningkatan nilai N-Gain secara keseluruhan dari keterampilan proses sains dengan nilai rata-rata

N-Gain sebesar 54,59. Maka tanggapan siswa terhadap penggunaan buku digital 94,17% memberikan respon

positif dan hanya 5,83% memberikan respon negatif. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa nilai

rata-rata siswa meningkat dengan penggunaan media pembelajaran buku digital, maka disarankan bahwa

penggunaan media tersebut sebaiknya diterapkan di setiap sekolah.

  

Kata kunci : buku digital, penguasaan konsep, keterampilan proses sains, kontekstual, larutan asam asam basa.

  

ABSTRACT

This research is motivated by the low achievement of the competency of the XII class students of Asshiddiqiyah

Vocational School in chemistry subjects on the subject of acid-base solutions to SMK students. Based on this, the

purpose of this study was to determine the increase in mastery of concepts and science process skills if carried out

by the application of learning media to digital books on contextual learning, and how students responded to the

application of the media. This research is supported by theories from scientists relating to education and learning

technology. The method used in this study was a quasi-experimental method with one group pre-test post-test

design using instruments in the form of written tests, questionnaires, and interview guidelines. The instrument was

distributed to students to get an average N-Gain score, both from mastering concepts and science process skills.

The results showed that there was an increase in the overall N-Gain value of mastery of the concept with an average

N-Gain value of 62.94 and there was an increase in the overall N-Gain value of science process skills with an

average N-Gain of 54 , 59. Then students' responses to the use of digital books 94.17% gave a positive response

and only 5.83% gave a negative response. Based on this, it can be concluded that the average value of students

increases with the use of digital media learning media, it is recommended that the use of these media should be

applied in every school.

  Keywords: digital books, mastery of concepts, science process skills, contextual, acid-base acid solutions.

A. PENDAHULUAN

  Berdasarkan indikator pencapaian kompetensi mata pelajaran kimia pokok bahasan Larutan Asam Basa pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk kelas XII SMK Asshiddiqiyah diketahui beberapa permasalahan. Dari lima indikator pencapaian kompetensi yang telah ditentukan setelah mereka selesai menerima pembelajaran dari guru terdapat 16 dari 36 siswa kelas XII SMK Asshiddiqiyah belum dapat menentukan derajat keasaman (pH) dan derajat ionisasi, serta belum dapat menganalisis sifat larutan berdasarkan konsep asam basa dan pH larutan.

  Hal tersebut disebabkan karena ketidakmampuan siswa untuk menghitung pH larutan dengan menggunakan rumus dan ketidakmampuan siswa mengetahui pH larutan berdasarkan hasil pengamatan, padahal Menurut E. Mulyasa (2006: 133 – 134), mata pelajaran kimia di SMA dan sederajat bertujuan agar siswa memiliki kemampuan : (a) membentuk sikap positif terhadap kimia dan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa; (b) memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, objektif, terbuka, ulet, kritis, dan dapat bekerja sama dengan orang lain; (c) memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah melalui percobaan atau eksperimen, dimana siswa melakukan pengujian hipotesis dengan merancang percobaan melalui pemasangan instrumen, pengambilan, pengolahan, dan penafsiran data, serta menyampaikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis ; (d) meningkatkan kesadaran tentang terapan kimia yang dapat bermanfaat dan juga merugikan bagi individu, masyarakat, dan lingkungan serta menyadari pentingnya mengelola dan melestarikan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat ; (e) memahami konsep, prinsip, hukum, dan teori kimia serta saling keterkaitannya dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi.

  Berdasarkan uraian di atas, penulis mencoba melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Media Pembelajaran Buku Digital Pada Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Dan Keterampilan Proses Sains Pada Pokok Bahasan Larutan Asam Basa Di Smk Asshiddiqiyah Tahun Ajaran 2018/2019

  ” Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dirumuskan masalah yaitu :

  1. Bagaimana peningkatan penguasaan konsep siswa dalam penerapan media pembelajaran buku digital pada pembelajaran kontekstual?

  2. Bagaimana peningkatan keterampilan proses sains siswa dalam penerapan media pembelajaran buku digital pada pembelajaran kontekstual?

  3. Bagaimana tanggapan siswa terhadap penerapan media pembelajaran buku digital pada pembelajaran kontekstual?

  Adapun yang merupakan tujuan dari penelitian yang akan dilakukan yaitu sebagai berikut.

  1. Untuk mengetahui peningkatan penguasaan konsep siswa dalam penerapan media pembelajaran buku digital pada pembelajaran kontekstual.

  2. Untuk mengetahui peningkatan keterampilan proses sains siswa dalam penerapan media pembelajaran buku digital pada pembelajaran kontekstual.

  3. Untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap penerapan media pembelajaran buku digital pada pembelajaran kontekstual.

  B. KAJIAN PUSTAKA

  1. Model Pembelajaran Kontekstual

  Model pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat, maupun negara, dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya (Sanjaya, 2014). Selain itu juga memotivasi siswa untuk menghubungkan pengetahuan pengetahuan yang diperoleh dan penerapannya dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga, sebagai warga masyarakat dan sebagai tenaga kerja nantinya. Sebenarnya konsep pembelajaran kontekstual bukan konsep baru. Konsep ini diperkenalkan pertama kali pada tahun 1916 oleh John Dewey, yang mengetengahkan kurikulum dan metodologi pengajaran yang sangat erat hubungannya dengan minat dan pengalaman siswa.

  Menurut Johnson (2007) pembelajaran Contextual Teaching & Learning adalah suatu sistem pengajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks kehidupan sehari- hari siswa. Sedangkan menurut Komalasari (2010) pembelajaran kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari, baik dalam kehidupan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga negara, dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut dalam kehidupan.

  Dalam kamus bahasa indonesia (2000), konsep dapat diartikan sebagai ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkrit. Dengan demikian, penguasaan konsep merupakan kemampuan yang harus dimiliki siswa dalam menguasai konsep dengan mengetahui dan mengingat sesuatu yang pernah dipelajari atau dialami serta dengan melibatkan kemampuan berfikir berdasarkan pengetahuan yang sudah ada. Konsep dapat berubah-ubah sesuai dengan perkembangan pengetahuan siswa tersebut, karena pada dasarnya konsep melibatkan interaksi siswa dengan lingkungan sekitarnya. Sedangkan, menurut Bloom (dalam Dahar, 2005) penguasaan konsep adalah kemampuan dalam menangkap pengertian-pengertian seperti mampu mengungkapkan suatu materi yang sulit dipahami disajkan dalam bentuk yang lebih dipahami, selain itu mampu memberikan interpretasi dan mengaplikasikannya.

  Konsep menurut Rosser (dalam Dahar, 2005) merupakan sesuatu yang abstrak yang memaparkan satu kelas objek, kejadian, kegiatan atau beberapa hubungan yang memiliki atribut yang sama.

  Berdasarkan pengertian tersebut, tentunya suatu konsep akan dikuasai oleh setiap individu dengan stimulus yang berbeda- beda, artinya sesuai dengan pengalaman, sehingga konsep yang didapat mungkin akan berbeda pula. Namun, pada intinya konsep tersebut dapat dikomunikasikan bersama karena nama yang menyatakan konsep itu sama. Sagala (dalam Dahar 2005) menyebutkan bahwa konsep sebagai sebuah pemikiran individu atau sekelompok individu yang dinyatakan dalam definisi sehingga melahirkan produk pengetahuan meliputi pr insip, hukum, dan teori. Konsep ini diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman serta fenomena yang ada. Konsep dapat berubah-ubah sesuai dengan perkembangan pengetahuan siswa tersebut, karena pada dasarnya konsep melibatkan interaksi siswa dengan lingkungan.

2. Penguasaan Konsep

  3. Keterampilan Proses Sains

  Keterampilan proses sains merupakan keterampilan-keterampilan yang dimiliki oleh para ilmuwan untuk memperoleh dan mengembangkan produk sains (Anitah, 2007). Menurut Rustaman (2005), keterampilan proses perlu dikembangkan melalui pengalaman-pengalaman langsung sebagai pengalaman pembelajaran. Melalui pengalaman langsung seseorang dapat lebih menghayati proses atau kegiatan yang sedang dilakukan. Demikian juga dalam konteks pembelajaran logika seperti dalam matematika, dalam penelitian ini mengadopsi pendapat dari Nur'aini, IL, et.all (2017).

  4. Metode Penelitian

  Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen dengan one group pre-test and post-test design, (desain kelompok tunggal dengan pretes-postes). Pada desain penelitian ini menggunakan

  2 kali pengukuran yaitu sebelum eksperimen (pretes) dan setelah eksperimen (postes) dengan soal yang sama. Desain ini hanya menggunakan satu kelas eksperimen dan tidak menggunakan kelas kontrol. Perbedaan antara pretes dan postes diasumsikan sebagai hasil dari eksperimen.

  C. METODE PENELITIAN

  Metode Penelitian yang digunakan adalah Eksperimen Kuasi (Darmawan, 2013:23). Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XII SMK Asshiddiqiyah yang terdistribusi dalam satu kelas dengan jumlah peserta didik 36 orang yang terdiri dari 25 orang laki-laki dan 11 orang perempuan. Siswa kelas XII dianggap sesuai untuk dijadikan sampel dalam penelitian ini karena kelas XII telah mempelajari materi kimia pokok bahasan larutan asam basa yang dijadikan sebagai faktor penunjang oleh peneliti.

  D. HASIL DAN PEMBAHASAN

  Hasil penelitian menunjukkan terdapatnya peningkatan penguasaan konsep larutan asam basa dengan nilai rata- rata pretes 38,08% dengan kategori kurang menjadi 76,81% dengan kategori baik pada rata-rata nilai postes, sehingga mendapat nilai rata-rata N-Gain sebesar 62,94% dengan kategori sedang.

  Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa buku digital mampu mengangkat motivasi belajar siswa atau membantu mempermudah pemahaman siswa tentang materi ilmu kimia khususnya tentang larutan asam basa. Hal ini disebabkan karena penerapan penggunaan buku digital merupakan metode pembelajaran yang dianggap baru dan cukup menarik bagi siswa. Metode ini mampu meningkatkan penalaran siswa tentang larutan asam basa yang pada umumnya sulit dipahami karena banyaknya istilah-istilah ilmiah, kode-kode, dan lambang-lambang yang terdapat konsep-konsep ilmu kimia yang tidak populer di masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, ditambah lagi dengan dibutuhkannya pemahaman dari berlangsungnya proses dari reaksi-reaksi kimia yang sulit dijelaskan secara konkrit.

  Melihat fenomena yang ada di masyarakat siswa sekolah menengah, pada umumnya materi pembelajaran kimia hanya disukai oleh siswa-siswa yang relatif tekun dan memiliki rasa penasaran yang tinggi, sementara materi ini merupakan materi yang dianggap penting di sekolah menengah terutama bagi siswa yang mau melanjutkan sekolahnya ke perguruan tinggi. Oleh karena itu penerapan buku digital diharapkan mampu mempermudah penalaran abstrak siswa, sehingga semua dari semua kategori dapat termotivasi untuk mendalami materi ilmu kimia secara lebih serius..

  Dalam penelitian ini lebih ditekankan pada penyempurnaan media pembelajaran buku digital tentang larutan asam basa. Setelah media pembelajaran ini disempurnakan menjadi lebih baik dan mendapatkan hasil positif bagi peningkatan penguasaan konsep siswa, maka dapat dikembangkan lagi kepada materi tentang penguasaan konsep lainnya, sehingga akhirnya seluruh penguasaan konsep kimia diterapkan dengan media ini. Untuk pengembangan media ini dapat dilakukan uji coba kepada salah satu siswa yang kita anggap paling baik daya tangkapnya, dimana siswa tersebut berperan sebagai fasilitator setelah sebelumnya kita latih terlebih dahulu. Bila hasilnya tidak terlalu jauh berbeda, dapat disimpulkan bahwa media ini cukup reliabel atau terandalkan karena dapat digunakan oleh siapapun yang menjadi fasilitator atau pengajarnya.

1. Pembahasan tentang penguasaan konsep

  Setelah dilakukan pembahasan dari penguasaan konsep larutan asam basa secara keseluruhan, maka perlu juga dilakukan pembahasan tiap indikator yang terdiri dari beberapa nomor pertanyaan yang tergabung dalam 5 sub konsep, yang terdiri dari Mendeskripsikan teori-teori asam basa, Mengidentifikasi sifat larutan asam basa, Menjelaskan sifat larutan asam basa, Menentukan derajat keasaman (pH) dan derajat ionisasi, Menganalisis sifat larutan berdasarkan konsep asam basa dan pH larutan.

  Ternyata dari ke 5 indikator tersebut yang menjadi perhatian khusus penulis adalah indikator ke 3 yaitu Menjelaskan sifat larutan asam basa, karena indikator ini memiliki pencapaian nilai N-Gain terendah yaitu sebesar 62,04%. Jadi perbaikan dan pengembangan media pembelajaran dan penyampaian materi sebaiknya dimulai dari yang terendah dahulu.

  Tujuan dari indikator ke 3 adalah menuntut siswa untuk memahami konsep kimia secara lebih detail tentang proses kimia, oleh karena itu dosen harus memutar otak lagi bagaimanakah caranya menjelaskan sifat larutan asam basa kepada setiap siswa. Indikator ini dianggap sulit oleh siswa karena memorinya hanya disediakan untuk menghafal, sementara kemampuan untuk memahami masih sangat terbatas. Indikator ini sangat penting mengingat larutan asam basa merupakan bahan laboratorium yang memiliki karakter spesifik atau berbeda dengan bahan-bahan kimia lainnya yang lebih netral. Bahan- bahan kimia ini termasuk bahan kimia berbahaya karena bersifat korosif pada kulit dan selaput lendir. Semakin kuat derajat keasaman dan kebasaannya, sifat korosifnya semakin tinggi.

  Pengembangan media pemelajaran berhubungan dengan indikator ke 3 ini dapat dilakukan dengan cara penyampaian materi per oral secara lebih jelas lagi dengan menekankan pada bagian-bagian yang penting untuk diketahui. Bila perlu bagian- bagian penting tersebut diucapkan berulang-ulang dalam tempo yang sedikit diperlambat. Media buku digital lebih diperlengkap lagi dengan gambar-gambar hidup dalam menjelaskan sifat-sifat larutan asam basa.

  Bila indikator ke 3 telah berhasil, dimana nilai rata-rata N-Gainnya naik ke kategori baik atau sebesar 71% ke atas, pengembangan media pembelajaran dilanjutkan pada indikator ke 5 yaitu Menganalisis sifat larutan berdasarkan konsep asam basa dan pH larutan yang memiliki nilai rata-rata N-Gain sebesar 62,55%. Indikator inipun harus segera disempurnakan karena nilai rata-rata N- Gainnya tidak jauh berbeda dengan indikator ke 3.

  Bila indikator ke 5 telah berhasil, maka dilanjutkan pada penyempurnaan indikator ke 1 yaitu Mendeskripsikan teori- teori asam basa dengan nilai rata-rata N- Gain sebesar 65,74%. Kemudian dilanjutkan lagi ke indikator ke 4 yaitu Menentukan derajat keasaman (pH) dan derajat ionisasi dengan nilai rata-rata N- Gain sebesar 68,29%, dan terakhir pada indikator ke 2 yaitu Mengidentifikasi sifat larutan asam basa dengan nilai rata-rata N- Gain sebesar 69,91%. Indikator ke2 menjadi indikator yang paling mudah karena bisa didapat dengan proses menghafal dan dibantu dengan proses visualisasi di ruang laboratorium pada saat melakukan praktikum. Menurut Stenbeg (2008), Visualisasi merupakan kerja dari otak kanan berupa long term memory jadi tidak mudah lupa, sedangkan otak kiri merupakan short term memory.

  Akhirnya semua indikator disempurnakan sampai mendapat nilai rata- rata N-Gain dengan kategori baik. Bila hasil dari penyempurnaan tiap kategori berhasil, maka sebagian besar siswa akan benar- benar menguasai konsep larutan asam basa. Lebih jauh lagi, diharapkan tidak ada lagi siswa yang tidak menyukai setiap materi ilmu kimia yang selalu menuntut siswa untuk berpikir kritis.

  2. Pembahasan tentang Keterampilan Proses Sains

  Keterampilan mengklasifikasikan sains pada siswa tampak meningkat syang menunjukkan bahwa nilai rata-rata pretes sebesar 41,67% (kategori cukup) meningkat pada rata-rata nilai postes menjadi 75% (kategori baik). Sehingga mendapat nilai rata-rata N-Gain sebesar 59,26% (kategori sedang). Secara umum keterampilan mengklasifikasikan pada setiap siswa juga meningkat. Hal ini terbukti dengan nilai rata-rata jawaban LKS siswa sebesar 67,05% dan merupakan kategori baik. Dari data-data tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran yang telah dilakukan dapat mengembangkan keterampilan mengklasifikasikan siswa dengan baik.

  Keterampilan menafsirkan mengalami peningkatan, dimana nilai rata- rata pretes sebesar 36,11% (kategori kurang) sementara skor rata-rata postes sebesar 61,81% (kategori baik). Setelah dilakukan pembelajaran, terjadi peningkatan kemampuan siswa dalam menafsirkan yang ditunjukkan dengan pencapaian nilai rata-rata N-Gain sebesar 39,35% (kategori sedang). Namun diantara ke 5 indikator keterampilan proses sains, indikator ini merupakan indikator yang paling rendah peningkatannya. Wahyu (2007) berpendapat bahwa hasil-hasil pengamatan tidak akan berguna bila tidak ditafsirkan. Oleh karena itu dari mengamati langsung, lalu mencatat setiap pengamatan secara terpisah, siswa harus menghubung- hubungkan hasil-hasil pengamatan itu.

  Pengertian pengamatn menurut Poerwadarminta (2003) adalah aktivitas terhadap suatu proses atau obyek dengan maksud merasakan dan kemudian memahami pengetahuan dari sebuah fenomena dan gagasan yang sudah diketahui sebelumnya, untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk melanjutkan suatu penelitian.

  Dengan demikian, rendahnya peningkatan tersebut karena siswa mengalami kesulitan untuk menghubungkan data hasil pengamatan, menemukan pola dalam suatu seri pengamatan kemudian menyimpulkannya pada saat pembelajaran. Sesuai yang dikemukakan oleh Anitah (2007) bahwa untuk menafsirkan siswa harus mencatat setiap pengamatan secara terpisah lalu menghubungkan pengamatan-pengamatan yang terpisah tersebut. Sehingga ketika dilakukan evaluasi atau penilaian terhadap keterampilan menafsirkan tersebut, maka hasilnya pun mengalami peningkatan sebesar 39,35%. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran yang telah dilakukan dapat mengembangkan keterampilan menafsirkan siswa dengan baik.

  Artinya siswa tidak mengalami kesulitan untuk menentukan alat/bahan/sumber yang akan digunakan, menentukan variabel/ faktor penentu, menetukan apa yang akan diukur, diamati, dicatat, menentukan apa yang akan dilaksanakan berupa langkah kerja pada saat pembelajaran sehingga ketika dilakukan evaluasi rata-rata siswa tidak mengalami kesulitan ketika menjawab soal keterampilan merencanakan percobaan. Keterampilan proses sains yang paling rendah dibandingkan dengan keterampilan proses sains yang lainnya berdasarkan hasil tes tertulis adalah keterampilan menafsirkan dengan N-Gain sebesar 39,35% (kategori sedang). Rendahnya keterampilan menafsirkan disebabkan siswa mengalami kesulitan dalam menghubungkan hasil-hasil pengamatan, menemukan pola dalam suatu seri pengamatan serta menyimpulkannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Rustaman (2005) bahwa menafsirkan didasarkan pada keterampilan observasi. Jika kegiatan mengamati tidak dilakukan dengan cermat dan hanya sekedar melihat saja, maka ketika dievaluasi siswa mengalami kesulitan dalam menafsirkan hasil pengamatannya tersebut. Oleh karena itu, keterampilan menafsirkan merupakan KPS siswa yang paling rendah dibandingkan dengan KPS yang lain.

  Jika diurutkan, maka persentase peningkatan keterampilan proses sains siswa untuk mengklasifikasikan, menafsirkan, meramalkan, menerapkan konsep, dan merencanakan percobaan adalah 59,26%, 39,35%, 59,72%, 62,50%, dan 57,18%. Berikut dijelaskan peningkatan keterampilan proses sains siswa pada tiap indikator:

  Pada Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa skor rata-rata pretes sebesar 41,67 sementara skor rata-rata postes sebesar

  75,00. Setelah dilakukan pembelajaran kontekstual, terjadi peningkatan kemampuan siswa dalam mengklasifikasikan yang ditunjukkan dengan pencapaian N-Gain sebesar 59,26 (kategori sedang). Keterampilan mengklasifikasikan ini mengalami peningkatan cukup baik. Peningkatan keterampilan mengklasifikasikan disebabkan siswa tidak mengalami kesulitan dalam mencatat setiap pengamatan secara terpisah, mampu mencari perbedaan dan persamaan asam dengan basa, mampu mengontraskan ciri- ciri asam basa dan membandingkannya karena untuk bisa mengklasifikasikan dituntut kecermatan dalam mengamati (Semiawan, 1990). Sesuai dengan pendapat Rustaman (2005) bahwa klasifikasi didasarkan pada keterampilan observasi. Jika kegiatan mengamati dilakukan dengan cermat dan tidak hanya sekedar melihat saja, maka ketika dievaluasi siswa tidak akan mengalami kesulitan dalam mengklasifikasikan hasil pengamatannya tersebut. Oleh karena itu, keterampilan mengklasifikasikan merupakan mengalami peningkatan cukup baik.

  Pada indikator Meramalkan seperti pada tabel 4.7 tampak bahwa nilai rata-rata pretes sebesar 40,97% (kategori cukup) sementara nilai rata-rata postes sebesar 74,31% (kategori baik). Setelah dilakukan pembelajaran, terjadi peningkatan kemampuan siswa dalam keterampilan meramalkan yang ditunjukkan dengan pencapaian nilai rata-rata N-Gain sebesar 59,72% (kategori sedang). Kondisi ini menunjukkan bahwa siswa memiliki kemampuan dalam mengemukakan apa yang akan terjadi pada kondisi tertentu tanpa didasarkan pengamatan langsung. Hasil jawaban menunjukkan bahwa siswa dapat mengembangkan keterampilan meramalkan sehingga ketika dilakukan evaluasi, rata-rata siswa mampu menjawab pertanyaan keterampilan meramalkan yang terdapat dalam soal tes tertulis. Artinya pembelajaran kontekstual dapat mengembangkan keterampilan meramalkan siswa dengan baik.

  Keterampilan meramalkan erat hubungannya dengan keterampilan mengamati. Hasil observasi mengenai keterampilan mengamati menunjukkan bahwa keterampilan ini tergolong baik. Siswa yang memiliki keterampilan mengamati yang baik akan mudah menemukan pola-pola dari hasil pengamatan, sehingga siswa dapat meramalkan keadaan dari pola-pola hasil pengamatan yang tersedia. Menurut Rustaman (2005), dalam keterampilan mengamati siswa harus menggunakan alat- alat indera untuk memperoleh fakta dari objek atau fenomena yang diteliti. Setelah mengumpulkan data berdasarkan observasinya, kemudian siswa menghubungkan hasil pengamatannya tersebut sehingga menemukan sebuah pola. Dengan adanya pola tertentu maka siswa akan mampu melakukan suatu prediksi. Berdasarkan hasil penelitian, siswa sudah menemukan pola tersebut, sehingga mereka mampu memperkirakan hal-hal yang belum terjadi berdasarkan pola yang didapat. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Anitah (2007), yaitu jika siswa dapat menggunakan pola-pola hasil pengamatan untuk mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum diamati maka siswa telah mempunyai keterampilan proses meramalkan.

  Keterampilan menerapkan konsep terjadi peningkatan seperti ditunjukkan oleh tabel 4.8, disana tampak bahwa nilai rata- rata pretes sebesar 38,19% (kategori kurang), sementara nilai rata-rata postes sebesar 72,22% (kategori baik). maka nilai rata-rata N-Gain yang dicapai sebesar 57,18% (kategori sedang). Hal ini menunjukkan bahwa menerapkan konsep merupakan suatu kemampuan untuk menggunakan konsep-konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru atau menerapkan konsep itu pada pengalaman baru untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi (Wahyu, 2007). Setelah diterapkannya pembelajaran kontekstual, keterampilan menerapkan konsep siswa mengalami peningkatan karena setelah pembelajaran siswa memiliki pemahaman mengenai materi larutan asam basa dan mampu menerapkan konsep pada situasi baru. Hal ini didukung oleh jawaban LKS yang mencapai nilai rata-rata sebesar 75% dengan kategori baik. Artinya pembelajaran kontestual dapat mengembangkan keterampilan menerapkan konsep siswa dengan baik pada pokok bahasan larutan asam basa. Nurhadi (2005) bependapat bahwa pembelajaran konstekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

  Indikator merencanakan percobaan juga terjadi peningkatan seperti tampak pada tabel 4.9, dimana nilai rata-rata pretes sebesar 38,19% (kategori kurang), sementara skor rata-rata postes sebesar 72,22% (kategori baik) dan pencapaian niai rata-rata N-Gain sebesar 57,18% (kategori sedang). Dalam penelitian ini indikator merencanakan percobaan mengalami peningkatan paling tinggi. Terjadinya hal tersebut disebabkan pada waktu kegiatan percobaan, siswa dilatih untuk dapat merencanakan percobaan. Siswa belajar menentukan alat yang akan digunakan dalam percobaan dan menentukan langkah kerja. Hal ini didukung oleh jawaban LKS yang mencapai nilai rata-rata 75,50% dengan kategori baik. Artinya selama pembelajaran berlangsung siswa mampu merencanakan percobaan tanpa ada kesulitan. Sehingga ketika dilakukan evaluasi atau penilaian terhadap keterampilan merencanakan percobaan tersebut, maka hasilnya pun tinggi dengan peningkatan sebesar 62,50%. Selain itu, berdasarkan pada hasil observasi aktivitas siswa untuk merencanakan percobaan termasuk kategori baik. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran kontekstual pada tahap elaborasi dapat mengembangkan keterampilan merencanakan percobaan siswa dengan baik ( Fajar, MY.et.,all.2018). . Berkembangnya tahap elaborasi dapat pula didukung oleh guru seperti yang dikatakan oleh Purwanto (2013), bahwa peran guru pada tahap ini adalah mendorong pesert didik untuk mendiskusikan dan menganalisis hasil belajarnya.

  Berdasarkan hal tersebut di atas, maka pembelajaran kontekstual pada pokok bahasan larutan asam basa dapat mengembangkan keterampilan proses sains siswa sehingga pada saat dilakukan tes tertulis setelah pembelajaran terjadi peningkatan. Hal ini membuktikan, bahwa pembelajaran kontekstual memiliki kelebihan yaitu mengaitkan antara materi kimia dengan penerapannya dalam kehidupan siswa sehari-hari sehingga hasil pembelajaran akan lebih bermakna bagi siswa (Suyanti, 2010). Dengan mengetahui keterkaitan antara materi kimia dengan kehidupan sehari-hari maka siswa menjadi termotivasi untuk mempelajari materi larutan asam basa. Temuan ini dapat diajarkan melalui program linier sebagaimaan ditegaskan oleh Asmara, T, et,all (2018).

  E. SIMPULAN DAN REKOMENDASI

  1. Kesimpulan

  Setelah kita membahas hasil penelitian yang telah disajikan maka dapat disimpulkan, bahwa :

  1. Melalui media pembelajaran buku digital, pencapaian nilai siswa tentang penguasaan konsep larutan asam basa rata-rata meningkat dengan rata-rata nilai N-Gain secara keseluruhan sebesar 62,94% dengan kategori sedang. Oleh karena itu media ini sebaiknya dimanfaatkan secara luas pada siswa- siswa, untuk membantu mempermudah siswa dalam memperoleh ilmu pengetahuan. Bila media ini masih banyak kekurangan, sebaiknya dicari solusinya untuk menutupi kekurangan itu. Mungkin media ini masih dianggap asing dan tidak semua sekolah dapat menerapkannya berkaitan dengan ekonomi, kondisi geografi, tidak populer dan sebagainya,

  2. Melalui media pembelajaran buku digital, pencapaian nilai siswa tentang keterampilan proses sains tentang larutan asam basa rata-rata juga meningkat dengan rata-rata nilai N-Gain secara keseluruhan sebesar 54,59% dengan kategori sedang. Hal ini terjadi karena media tersebut sangat menarik perhatian, sehingga konsentrasi siswa terfokus pada media tersebut. Media ini dianggap masih aneh dan merupakan media pembaharuan dalam proses belajar mengajar terutama bagi para pemuda yang mengandrungi teknologi yang semakin canggih.

  Rosdakarya Arikunto, Suharsimi. (2002). Dasar-Dasar

  3. Tanggapan siswa terhadap media pembelajaran buku digital dalam pembelajaran kontekstual sangat baik dan antusias. Media pembelajaran ini disambut oleh siswa secara menyenangkan. Nilai rata-rata secara keseluruhan sebesar 88,6% dengan kategori sangat baik.

  Aksara Asmara, T., Rahmawati, M., Aprilla, M ., Harahap, H., Darmawan, D. (2018).

  Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi

  3. Tanggapan siswa yang baik sangat dibutuhkan untuk mendukung kebeadaan media pembelajaran buku digital, karena siswa merupakan subyek pembelajaran. Dukungan siswa sebaiknya dijadikan bahan pertimbangan yang serius bagi petugas atau pejabat yang berwewenang dalam membuat kebijakaan berkaitan dengan proses pendidikan.

  F. REFERENSI Anitah, Sri W (2007). Media Pembelajaran.

  Surakarta. Yuma Pustaka Arifin, Zainal (1997). Penelitian

  Pendidikan, Bandung: PT Remaja

2. Rekomendasai

  2. Keterampilan proses merupakan bekal yang sangat berguna bagi siswa dalam menghadapi masalah di lapangan. Karena pada dasarnya tujuan akhir dari proses pembelajaran adalah memiliki berbagai keterampilan yang berguna dalam menjalani hidup dalam konstekstual kehidupan sehari-hari. Dalam media pembelajaran buku digital diperilihatkan gambar-gambar hidup yang akan membantu pemahaman ilmu pengetahuan, termasuk ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan proses-proses kimia.

  1. Dalam menggali ilmu pengetahuan, penguasaan konsep harus sebanyak mungkin, karena penguasaan konsep merupakan langkah awal dalam mendapatkan ilmu pengetahuan. Untuk mencapai hal itu, proses dalam menambah penguasaan konsep harus dipermudah, maka media pembelajaran sangat sesuai untuk digunakan dalan mencapai hal tersebut.

  Berkaitan dengan hasil kesimpulan di atas, maka rekomendasai yang diajukan penulis adalah :

  Pembelajaran Sekolah Pascasarjana IPI Garut, Vol 3, No 1, 2018. pp.

  506-514. Bloom, S. (1979). Taksonomi of Education

  Objectives The Classification of Education Goals. USA: Logman Inc

  Darmawan, D. (2011). Inovasi Pendidikan.

  Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Darmawan, D.(2013) Teknologi Informasi

  dan Komunikasi Teori dan Aplikasi Bandung : Remaja Rosdakarya.

  Darmawan, D.(2014). Metode Penelitian

  Kuantitatif. Bandung : Remaja

  Rosdakarya Darmawan,

  D. (2012). Pendidikan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.

  Strategi Pembelajaran Pemrograman Linier Menggunakan Metode Grafik Dan Simpleks, Jurnal Teknologi

  Darmawan,

  Surya, Muhamad. (2004). Psikologi Pembelajaran dan Pendidikan.

  Johnson (2007). Contextual Teaching & Learning, Terjemahan Ibnu Setiawan.

  Bandung: MLC Komalasari (2010). Pembelajaran Konstekstual, Konsep dan Aplikasi.

  Bandung: PT Refika Aditama Nurhadi (2005). Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK.

  Malang: Universitas Negeri Malang Sugiyono. (2008). Metodologi Penelitian

  Kesehatan. Bandung: Alfabeta

  Sundayana. Rostina (2016). Statistika Penelitian Pendidikan. Garut : STKIP Press

  Bandung: Bani Quraisy Susiwi, S (2009) . Penilaian Organoleptik. Jurusan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Suhaedi,

  dalam Pembelajaran Kimia. Jurusan

  D., Harahap, E, (2018). Membangun Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa melalui Lesson Study: Sebuah Perspektif,

  Jurnal Matematika, Vol. 17., No. 1., 2018.

  Wahyu. (2007). Panduan SPSS 17.0 untuk Mengolah Penelitian. Kuantitatif.

  Jogjakarta

  :

  Garailmu Yusuf, Syamsu (2006). Psikologi Pendidikan Anak dan Remaja.

  Bandung: PT Rosdakarya .

  Pendidikan Kimia FMIPA IKIP Bandung

  16 September 2017. Firman, H (2000). Penilaian Hasil Belajar

  D. (2013). Teknologi

  Conference on Lesson Study (ICLS 2017), Lombok NTB, Indonesia. 14-

  Implementation of Lesson Study on Integral Calculus Course, Proceedings International

  Fajar, MY., Harahap, E., Sukarsih, I., Rohaeni, O ., Suhaedi, D . (2017).

  Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

  Darmawan, D., Ruyadi, Y., Abdu, W.J., Hufad, A., (2017). Efforts to

  Know the Rate at which Students Analyze and Synthesize Information in Science and Social Science Disciplines: A Multidisciplinary Bio-Communication Study, OnLine Journal of Biological Sciences, Volume 17, Number 3 (2017) pp 226-231.

  Darmawan,

D., Harahap, E. (2016).

  462http://dx.doi.org/10.4236/ijcns.20 12.58056. Darmawan,

  Information Technology Implementation in Learning Accelerated. Int. J.

  14 (4): 562.573. DOI: 10.3844/jcssp.2018. 562.573. Darmawan, D.,(2012). Biological Communication Behavior through

  (2017). Development of Web-Based Electronic Learning System (WELS) in Improving the Effectiveness of the Study at Vocational High School “Dharma Nusantara. Journal of Computer Science 2018,

  Communication Strategy For Enhancing Quality of Graduates Nonformal Education Through Computer Based Test (CBT) in West Java Indonesia, International Journal of Applied Engineering Research, Volume 11, Number 15 (2016) pp 8641-8645. Darmawan, D., Kartawinata, H., Astorina, W.

  D. (2012). Biological

  Communication Through

  ICT Implementation: New Paradigm in Communication and Information Techn ology for Accelerated Learning. Germany: Lambert Academic Publishing Germany.

  Nur'aini, IL. E Harahap, FH Badruzzaman, D Darmawan, (2017). Pembelajaran Matematika Geometri Secara Realistis Dengan GeoGebra, Jurnal Matematika, Vol 16, No 2, 2017.

  Communications, Network and System Sciences, 2012, 5, 454-