PEMBUATAN YOGHURT SUSU KAMBING h Kacang Hijau

ITPEMBUATAN YOGHURT
(Laporan Praktikum Teknologi Hasil Hewani)

Oleh
Kelompok 6
Febry Darma Putri

1314051016

Gita Ayu Ambarwati

1314051018

Indah Khoirunisa

1314051022

Nurhayati Fajrin

1314051034


Ridwan Cholik

1314051039

Siska Setia Ningrum

1314051044

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG
2015

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Susu merupakan makanan sumber protein hewani yang berasal dari sapi
yang sedang laktasi. Susu mempunyai nilai gizi tinggi yang dibutuhkan
oleh tubuh seperti protein, lemak, hidrat arang, vitamin dan mineral.

Protein susu mempunyai nilai biologis tinggi karena mengandung asam
amino esensial yang lengkap, seimbang sehingga lebih mudah dicerna oleh
tubuh. Nilai biologis susu yang tinggi menyebabkan susu mudah terserang
mikroorganisme, sehingga susu mudah rusak dan tidak tahan lama
disimpan dalam bentuk segar. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan
pengolahan lanjutan untuk susu menjadi produk yang lebih tahan lama
namun tidak merusak nilai gizi yang terkandung didalamnya. Yoghurt
merupakan salah satu bentuk pengolahan lanjutan dari susu yang dapat
meningkatkan daya simpan susu dan juga meningkatkan nilai gizi yang
terkandung didalam susu itu sendiri. (Yulianti, 2011)
Fermentasi susu menjadi yoghurt dilakukan dengan bantuan bakteri asam
laktat yaitu Lactobacilis bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. L
Bulgaricus adalah bakteri grampositif berbentuk batang dan tidak
membentk endospora. Dalam susu, L Bulgaiccus akan mengubah laktosa
menjadi asam laktat. Bakteri ini bersifat termodurik dan homofermentatif,
dengan suhu optimum untuk pertumbuhannya sekitar 450 C. kondisi
optimum untuk pertumbuhannya adalah sekitar asam atau sekitar pH 5,5. S
thermophilus

adalah


bakteri

grampositif

berbentuk

bulat,

sering

pertumbuhannya berbentuk rantai. Bakteri ini dapat diklasifikasikan
sebagai bakteri homofermentatif dan termodurik dengan pH optimum
untuk pertumbuhannya sekitar 6,5 (Adnan, 1984)

I.1. Tujuan
Tujuan dari praktikum pebuatan yoghurt ini yaitu :
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan mampu membuat yoghurt dari susu
kambing.
2. Mahasiswa dapat mengetahui perbedaan pada dua perlakuan

pembuatan yoghurt yaitu tempat dan lama inkubasi.
3. Mahasiswa dapat mengetahui hasil pengujian organoleptik pada
yoghurt dengan parameter warna, rasa, aroma , penampakan serta
tekstur.

II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Susu
Susu adalah cairan bergizi yang dihasilkan oleh kelenjar susu dari mamalia
betina. Susu adalah sumber gizi utama bagi bayi sebelum mereka dapat
mencerna makanan padat. Susu

juga diolah menjadi berbagai produk

seperti mentega, yoghurt, es krim, keju, susu kental manis, susu bubuk dan
lain-lain untuk konsumsi. Dewasa ini, susu memiliki banyak fungsi dan
manfaat. Untuk umur produktif, susu membantu pertumbuhan mereka.
Sedangkan untuk orang lanjut usia, susu membantu menopang tulang agar
tidak keropos. Susu mengandung banyak vitamin dan protein. Oleh karena
itu, setiap orang dianjurkan minum susu. Sekarang banyak susu yang
dikemas dalam bentuk yang unik.Tujuan dari ini agar orang tertarik untuk

membeli dan minum susu. Ada juga susu yang berbentuk fermentasi atau
biasa disebut dengan nama Yoghurt (Winarno, 1980).
2.2 Susu Fermentasi
Beberapa jenis produk susu yang difermentasi diantaranya adalah yoghurt,
susu asidofilus, kefir, dan koumiss. Mikroba-mikroba utama penghasil
susu fermentasi dilakukan suplementasi bakteri yang bersifat sebagai
probiotik ke dalam susu fermentasi untuk meningkatkan nilai fungsional
produk akhir. Beberapa spesies yang sering digunakan antara lain
Bifidobacterium

bifidum, Bifidobacterium

longum, Bifidobacterium

infantis, Bifidobacterium breve, dan Lactobacillus casei (Wijaningsih,
2008).
Susu fermentasi memiliki rasa dan aroma yang khas tergantung dari
mikroorganisme yang dipakai. Karakteristik fisik dari beberapa jenis susu
fermentasi berbeda-beda. Yoghurt mempunyai tekstur yang agak kental
sampai kental atau semi padat dengan kekentalan yang homogen akibat


dari penggumpalan protein karena asam organik yang dihasilkan oleh
kultur starter (Surono, 2004).
2.3 Yoghurt
Yoghurt adalah minuman sehat yang terbuat dari fermentasi susu sapi.
Istilah yoghurt berasal dari bahasa Turki, yang berarti susu asam. Yoghurt
diartikan sebagai bahan makanan yang berasal dari susu sapi dengan
bentuk menyerupai bubur atau es krim yang rasanya asam. Yoghurt dibuat
melalui proses fermentasi menggunakan campuran bakteri Lactobacillus
bulgaricus dan Streptococcus thermophillus, yang dapat menguraikan gula
susu (laktosa) menjadi asam laktat. Adanya asam laktat inilah yang
menyebabkan yoghurt berasa asam. Aroma yang spesifik dari yoghurt
terdiri dari komponen komponen karbonil dengan diacetil dan acetaldehid
yang dominan. Proses fermentasi menyebabkan kadar laktosa dalam
yoghurt berkurang, sehingga yoghurt aman dikonsumsi oleh orang yang
lanjut usia atau yang alergi terhadap susu. (Purnomo, 1993)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum kali ini dilaksanakan pada tanggal 3 Juni 2015, pukul 08.00 –
10.00 WIB. Dilakukan di laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakutltas Pertanian, Universitas
Lampung.
3.2 Alat dan Bahan
Alat – alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu, kompor, oven,
panci, wadah inkubasi, baskom, gelas takar dan lap.
Untuk bahan yang digunakan yaitu susu kambing, yoghurt plain dan air.

3.4 Diagram Alir

Disiapkan alat dan bahan

Direbus air dan dan disterilisasikan alat-alat yang akan digunakan
selama 3-5 menit kemudian diangkat.
Dipanasakan susu ( 35 -950C ) sambil diaduk, hingga keluar
gelembung kecil yang bertujuan menguapkan air pada susu.
Didinginkan susu sampai 40 – 450C

Dicampurkan starter sebanyak 5% dari volume susu yang akan

dicampurkan ( 1L ), dan diaduk pelan hingga rata
Diinkubasi susu pada susu 40 – 450C selama 4 -5 jam dengan pH 4-5.
Sebagai perlakuan kontrol, diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam.

Diamati susu setelah inkubasi hingga terbentuk 2 fase.
Dimasukkan yoghurt yang telah jadi didalam lemari pendingin, namun
bukan di freezer

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Data Pengamatan
Data pengamatan yang diperoleh dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
No

1.

2.

Perlakuan


Warna

Aroma

Rasa

Penampakan

Yoghurt

Putih kental

Beraroma Sedikit

pH
dan Tekstur
Terbentuk dua 5.04

yang


dibagian

asam,

fase, bagian

diinkubasi di

atas dan

khas susu

atas kental

dalam oven

bagian

kambing


dan bagian

selama 5 jam

bawah putih

bawah lebih

agak bening

cair, tekstur

Yoghurt

Putih kental

Sedikit

Kurang

lembut.
Terbentuk dua 4.50

control yang

dibagian

berbau

asam,

fase, bagian

disimpan

atas dan

tidak

terasa

atas kental

dalam suhu

bagian

sedap,

sedikit

dan bagian

ruang selama

bawah putih

sedikit

kurang

bawah lebih

1x24 jam

agak bening

asam dan

enak

cair, dan

asam,

bau susu

tekstur

kambing

lembut.

(langu)

4.2 Pembahasan
Susu kambing merupakan salah satu minuman yang mengandung nilai gizi
tinggi, bahkan kandungan gizinya tidak kalah dengan susu sapi. Selain itu,
keluhan-keluhan kesehatan yang sering dijumpai akibat mengonsumsi susu
sapi tidak ditemui pada orang yang mengonsumsi susu kambing. Oleh sebab
itu, susu kambing dapat menjadi alternatif bagi konsumen yang alergi

terhadap susu sapi (Susanto dan Budiana, 2005). Salah satu bahan baku
beberapa jenis makanan dan minuman, seperti yoghurt yaitu susu kambing. Di
Indonesia, susu kambing belum banyak dikonsumsi. Hal ini disebabkan oleh
minimnya pengetahuan mengenai manfaat susu kambing tersebut. Selain itu,
populasi kambing perah juga masih terbatas (Susanto dan Budiana, 2005).
Susu kambing dihasilkan oleh ambing kambing (kelenjar mammae) yang
berupa cairan putih. Susu diproduksi oleh kambing betina setelah melahirkan
atau disebut masa laktasi. Lama masa laktasi kurang lebih 7 bulan. Salah satu
kelebihan susu kambing adalah kandungan gizinya yang relatif lebih lengkap
dan tinggi. Kandungan gizi susu kambing secara lengkap disajikan dalam
tabel sebagai berikut:
Tabel

1.

Kandungan

gizi

kambing per 100 gram Gizi
Air
Energi
Protein
Total lemak
Karbohidrat
Serat
Ampas
Mineral
Kalsium (Ca)
Besi (Fe)
Magnesium (Mg)
Phospor (P)
Potassium (K)
Sodium (Na)
Seng (Zn)
Tembaga (Cu)
Mangan (Mn)
Vitamin
Vitamin C
Thiamin
Riboflavin
Niacin
Asam pantotenat
Folat
Vitamin B12
Vitamin A
Vitamin D

susu Kandungan
87 g
68 kkal
3,5 g
4,1 g
4,4 g
0g
0.8 g
133 mg
0,05 mg
13,97 mg
110 mg
204 mg
49 mg
0,3 mg
0,046 mg
0,018 mg
1,29 mg
0,048 mg
0,138 mg
0,277 mg
0,310 mg
0,6 mg
0,065 mcg
185 IU
12 IU

Vitamin E
Vitamin B6

0,09 mg
0,046 mg
(Susanto dan
Budiana, 2005).

Pembuatan yoghurt dengan susu kambing memang kurang lazim dilakukan,
akan tetapi hal ini sangat disarankan mengingat tingginya kandungan gizi
yang terdapat dalam susu kambing tersebut. Tentunga hal yang semacam ini
dapat menjadi salah satu diversifikasi olahan pangan yang nantinya akan dapat
menciptakan nilai tambah. Seperti yang telah diketahui bahwa dalam
pembuatan yoghurt, starter atau biakan adalah hal yang penting. Fungsi dari
starter adalah sebagai pengawet (preservativ). Terbentuknya asam laktat dari
hasil fermentasi laktosa, menyebabkan pertumbuhan beberapa bakteri
tercegah, khususnya bakteri putreaktif, karena bakteri ini kurang toleran
terhadap asam (Rukmana, 2001).
Komponen susu yang paling berperan dalam pembuatan yoghurt adalah
laktosa dan kasein. Laktosa digunakan sebagai sumber energi dan karbon
selama pertumbuahn biakan yoghurt, yang akan menghasilkan asam laktat.
Terbentuknya asam laktat dari hasil fermentasi laktosa menyebabkan
keasaman susu meningkat atau pH susu menurun. Sedangkan kasein
merupakan komponen terbanyak dalam protein susu. Kasein mempunyai sifat
peka terhadap keasaman (pH). Apabila pH susu rendah hingga ± 4,6, maka
kasein menjadi tidak stabil dan akan terkoagulasi sehingga membentuk
padatan yang disebut yoghurt. Bakteri L. Bulgaricus dan S. Thermophillus
dalam biakan bersifat saling menstimulir, sehingga pertumbuhannya menjadi
lebih cepat. Perbandingan kedua biakan atau starter yang baik ditambahkan
untuk menghasilkan bentuk dan flavour yang baik yaitu 1:1 hingga 1:3 (L.
Bulgaricus:S. Thermophillus) (Rukmana, 2001).
Pada prinsipnya, yoghurt dibuat dengan adanya proses fermentasi susu
dengan menggunakan bakteri Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus
bulgaricus. Bakteri-bakteri tersebut menguraikan laktosa menjadi asam laktat
dan komponen aroma serta cita rasa. Untuk bakteri yang berperan dalam

pembentukan aroma yaitu bakteri Lactobacillus bulgaricus dan yang berperan
dalam pembentukan citarasa yoghurt adalah Streptococcus thermophilus.
Secara umum, pembuatan yoghurt sangatlah sederhana. Hal yang perlu
dilakukan terlebih dahulu yaitu sterilisasi alat-alat dan wadah yang digunakan
untuk pembuatan yoghurt. Susu yang masih dalam keadaan segar dipanaskan
hingga suhu 90o C namun jangan sampai mendidih yang bertujuan untuk
menguapkan airsehingga akan terbentuk gumpalan atau solid yoghurt dan
harus terus diaduk agar protein tidak terkoagulasi. Semakin tinggi total
solidnya maka cairan bening yang tersisa semakin sedikit, dan yoghurt yang
dihasilkan semakin bagus (Romansyah,2012).
Kemudian susu yang telah dipanaskan dilakukan pendinginan hingga suhunya
menjdi 37-45 °C. Hal ini dilakukan dalam wadah yang tertutup agar terhindar
dari kontaminan bahan dengan bakteri lain. Setelah itu, dilakukan inokulasi
atau penambahan bibit yoghurt sebanyak 2-5% ke dalam susu yang telah
mengental tadi sambil diaduk hingga rata. Dinginkan sekitar 3-6 jam dalam
wadah tertutup dan diinkubasi untuk menghasilkan rasa asam dan bentuk
yang kental pH sekitar 4,0-4,5. Suhu harus diatur pada kisaran 40-43°C dan
pada umumnya setelah penyimpanan selama 3 sampai 6 jam, maka akan
terjadi

koagulasi

(penggumpalan).

Tahap

selanjutnya

yaitu

filtrasi

yangdilakukan untuk memisahkan bagian yang padat atau gel dengan bagian
yang cair. Bagian atau fase yang padat yang siap untuk dikonsumsi (yoghurt)
(Romansyah,2012).
Sebelum dilakukannya proses pembuatan yoghurt, hal yang harus dilakukan
adalah sterilisasi seluruh alat-alat maupun wadah yang akan digunakan untuk
melakukan pmbuatan yoghurt. Sterililisasi dilakukan agar produk yoghurt
yang dihasilkan terhindar dari segala jenis mikroorganisme yang datang dari
luar khususnya yang bersifat pathogen (berbahaya). Mikroorganisme dapat
datang dari mana saja termasuk yang terkandung dalam bahan ataupun alat
yang di sterilkan. Sterilisasi menggunakan proses pemanasan dengan
menggunakan suhu yang tinggi yaitu diatas 100oC dan biasanya
menggunakan suhu 121oC pada autoclave. Namun jika menggunakan

perebusan dengan kompor, pastikan alat-alat yang akan disterilkan
dimasukkan setelah air mendidih. Kemudian ditutup kualinya agar
tekanannya bertambah yang menyebabkan suhu dalam rebusan meningkat
dan juga agar mikroorganisme lain tidak masuk (Jaelani, 2011).
Proses inkubasi dalam pembuatan yoghurt yaitu proses penambahan atau
penumbuhan biakan bakteri atau perbanyakan biakan akteri dengan
menyediakan keadaan lingkungan yang sesuai. Maksud dari lingkungan yaitu
suhu yang digunakan yang merupakan faktur penting pada inkubasi yang
akan mempengaruhi akan perkembangbiakan asam laktat dari yoghurt.
Lamanya inkubasi haus diperhatikan agar tidak terjadi dorninasi oleh salah
satu galur biakan atau spesies lain. Untuk proses inkubasi yoghurt bisa
dilakukan pada suhu kamar ataupun suhu 45oC, namun jika menggunakan
suhu yang lebih tinggi, maka aktivitas mikroba juga akan semakin tinggi.
Pada inkubasi suhu ruang/kamar membutuhkan waktu 14 sampai dengan 16
jam. Sedangkan pada suhu 32oC, waktu yang diperlukan yaitu 11 jam. Dan
untuk inkubai pada suhu 45oC hanya memerlukan waktu kurang lebih 4-6
jam. Selama proses inkubasi pula akan terbentuk flavor karena terbentuknya
asam laktat asetaldehid, asam asetat dan diasetil (Akhmad, 2014).
Dalam penginkubasian yoghurt baik dalam suhu kamar maupun suhu 4050oC, produk akan terbentuk fase yang terpisah. Yoghurt memiliki tekstur
yang mengental atau menggumpal serta membentuk dua fase. Pengentalan ini
terjadi karena adanya aktivitas enzim dan terbentuknya asam pada yoghurt.
Akibat adanya bakteri L.Bulgaricus dan S. Thermophilus, menyebabkan
penurunan pH. Pemisahan cairan ini karena tidak adanya homogenisasi
terlebih dahulu pada susu. Untuk fase bagian atas berbentuk padat dan yang
merupakan yoghurt yang dapat dikonsumsi. Sedangkan bagian yang berada
dibagian bawah berbentuk cair yaitu berisi Lactobacillus sp

dan dapat

digunakan untuk menginokulasi susu segar (Ossiris, 2012).
Yoghurt mengalami penggumpalan dikarenakan selain adanya butiran lemak
dan air, susu juga terdiri dari bola-bola protein yang kecil (misel) dan

letaknya sangat berdekatan. Selama proses inkubasi, pH menurun akibat
aktivitas kultur. Bila suasana susu asam dikarenakan oleh bacteri asam laktat
dari starter yoghurt, misel seolah-olah melekat dan ketika bertabrakan
terbentuklah jaringjaring yang merangkap air. Namun jika susasana susu
tidaklah asam, walaupun misel-misel ini bertabrakan, namun akan berpantul
dan memisah kembali (Ossiris, 2012).
Yoghurt yang telah dibuat dalam praktikum ini diberikan dua perlakuan
pembuatan yang berbeda. Perlakuan pertama yaitu pembuatan yoghurt yang
setelah dicampur dengan bakteri starter selanjutnya di inkubasi di dalam oven
dengan suhu 40 C selama 5 jam. Sedangkan perlakuan yang kedua yaitu
adalah yoghurt control yang disimpan pada suhu ruang selama 1x24 jam.
Setelah dilakukan dua perlakuan berbeda tersebut, maka dilakukannya
pengujian organolaptik dengan melihat dari beberapa factor yang perlu
diamatai dan diperhatikan dalam proses pembuatan yoghurt. Hasil pada kedua
perlakuan pengolahan yoghurt memberikan hasil yang berbeda, baik dari segi
rasa, aroma dan pH nya.
Hasil pengujian menunjukkan yoghurt yang diberi perlakuan inkubasi selama
5 jam di dalam oven memiliki aroma yang kurang asam dibandingkan dengan
aroma yoghurt yang disimpan pada suhu ruang. Hal ini dapat terjadi
dikarenakan mikroba yang tumbuh dalam pembentukan yoghurt sangat cepat
berkembang ada suhu optimumnya yaitu berksar pada suhu ruang. Hal ini
berdampak pada aroma yang ditimbulkan pada yoghurt yang diinkubasi tidak
beraroma asam yang tajam. Kontaminasi susu kambing yang digunakan juga
dapat mempengaruhi aroma dari yoghurt yang dibuat karena mikroba yang
tidak diinginkan akan dapat tumbuh lebih dominan daripada mikroba yang
sengaja ditambahkan dalam pembuatan yoghurt. Selain aroma, hal lain yang
dapat berubah karena beberapa factor di atas yaitu rasa dari yoghurt. Rasa
yang ditunjukkan oleh yoghurt yang diinkubasi dalam oven memiliki rasa
yang kurang asam atau dapat dikatakan rasa yang ditimbulkan belum seperti
rasa yoghurt pada umumnya yang terasa asam. Sedangkan rasa yoghurt pada

perlakuan penyimpanan suhu ruang yaitu, yoghurt memiliki aroma yang
kurang baik dan rasa yang lebih asam daripada perlakuan pertama.
Nilai pH yang ditunjukkan oleh kedua pembuatan yoghurt dengan dua
perlakuan berbeda menunjukkan hasil yang berbeda pula. pH yoghurt pada
perlakuan pertama yaitu sebesar 5.04 sedangkan pada perlakuan kedua nilai
pH nya lebih rendah yaitu sebesar 4.50. Menurut literatur, pH yoghurt akan
semakin menurun seiring dengan semakin banyaknya mikroba yang tumbuh
pada susu yang telah diolah menjadi yoghurt, ditambah lagi terhadap yoghurt
yang disimpan pada suhu ruang dimana suhu tersebut merupakan suhu
optimum mikroba tumbuh dan berkembang. Jika mikroba semakin banyak
yang berada di dalam susu tersebut maka mikroba akan menghasilkan flavor
yang lebih asam.
Warna serta penampakan dari yoghurt tersebut yaitu untuk perlakuan pertama
yoghurt yang dihasilkan berwarna putih keruh dibagian atas dan berwarna
putih bening pada bagian bawah. Penampakan yang ditunjukkan yoghurt
yaitu terbentuknya dua fase. Bagian atas merupakan bagian susu yang
menggumpal, gumpalan tersebut merupakan hasil atau produk akhir dari
pembuatan yoghurt, sedangkan pada bagian bawah warna yoghurt yaitu putih
sedikit bening. Bagian bawah dapat digunakan sebagai starter atau strain
kembali untuk membuat yoghut. Hasil yang ditunjukkan pada yoghurt yang
diberi erlakuan kedua untuk parameter warna dan penampakan yaitu tidak
jauh berbeda hanya saja warna yang ditimbulakan yaitu putih keruh bagian
atas dan putih bening berada pada bagian bawah. Aroma dari yoghurt yaitu
asam dan sedikit langu. Penampakan yang terbentuk yaitu terbentuknya dua
bagian, bagian atasnya yang merupakan hasil akhir dari pembuatan yoghurt
atau dengan kata lain bagian atasnya yang diambil sebagai yoghurt.
Sedangkan untuk bagiab bawah masih berbentuk lebih cair yang dapat
digunakan kembali sebagai strain.
Perbedaan dari kedua perlakuan yang telah diberikan pada praktikum
pembuatan yoghurt adalah terletak pada perlakuan tempat penyimpanan,
waktu dan suhu inkubasi. Yoghurt dengan perlakuan penyimpanan dalam

oven dengan suhu 40 C selama 5 jam lebih baik jika dibandingkan dengan
yoghurt yang disimpan pada suhu ruang selama 1x24 jam. Hal ini
dikarenakan bahwa suhu optimum pertumbuhan mikroba yaitu pada suhu
ruang, hal ini dapat memicu terbentuknya mikroba yang berlebih pada
yoghurt yang dibuat sehingga rasa akan menjadi lebih asam (ditunjukkan
dengan nilai pH yang lebih tinggi yaitu 4.50) dan aroma yang asam.
Sedangkan proses inkubasi yoghurt pada oven dengan suhu 40 C
pertumbuhan mikroba atau starter yogurt (Streptococcus thermophilus dan
Lactobacillus bulgaricus) dapat dikatakan merupakan kondisi optimum dalam
proses fermentasi. Produk yogurt yang dihasilkan segera disimpan dalam
refrigerator yang bersuhu 4-5°C, karena apabila dibiarkan terlalu lama pada
suhu inkubasi maka produksi asam akan semakin meningkat dan terbentuk
rasa pahit (Rukmana, 2004).
Hasil yang diperoleh dalam percobaan yoghurt dapat dikatakan kurang
berhasil dimana dari segi pH sebenarnya sudah mencapai pH yoghurt yaitu
diperoleh pH 5.04 pada perlakuan pertama, rasa asam kemanisan yang sedikit
kurang, dan teksturnya lembut. Sedangkan pada pembuatan yoghurt pada
perlakuan kontrol, jika dilihat dari segi pH dapat dikatakan berhasil karena
pH yang diperoleh adalah pH 4.50. Sedangkan jika dilihat dari segi rasa, dan
aromanya dikatakan tidak berhasil karena rasanya tidak berasa asam karena
terbentuknya asam laktat dan aromanya yang sedikit kurang sedap. pH
yoghurt yang dibuat telah memenuhi syarat pH yoghurt yang harus dicapai.
Hal ini sesuai dengan literatur yoghurt pH = 4,6–5 sedangkan yoghurt yang
baik seharusnya memiliki rasa yang asam, bertekstur lembut dan beraroma
asam (Fauzi, 2010).
Kesalahan yang terjadi pada saat praktikum yaitu kurang sterilnya susu
kambing yang digunakan. Hal ini mengakibatkan banyaknya kontaminan
mikroba lain yang mempengaruhi rasa dan aroma yoghurt yang dihasilkan.
Kesalahan yang kedua yaitu, dalam proses pembuatan yoghurt yang
dilakukan kurang aseptis, sehingga menimbulkan banyak kontaminan.

Kemudian, suhu inkubasi kurang optimum yang menyebabkan pertumbuhan
starter yang ditambahkan kurang berkembang dan menghasilkan asam.