Sistem Pemerintahan dan Politik di
http://www.beritasatu.com/asia/254362-dua-menteri-jepang-disebut-terkait-kasus-donasipolitik.html
Tokyo - Sebuah laporan dana politik menunjukkan bahwa donasi yang kontroversial diberikan
bagi cabang-cabang partai politik yang dikepalai Menteri Sekretaris Kabinet Yoshihide Suga
serta Deputi Perdana Menteri dan Menteri Keuangan Taro Aso.
Disebutkan, undang-undang pengendalian dana politik Jepang secara prinsip melarang
perusahaan-perusahaan memberikan donasi politik selama setahun setelah diberikan subsidi
negara.
Peraturan itu mengatakan, para politisi dilarang menerima donasi jika mereka mengetahui
subsidi tersebut. Dikatakan juga donasi dari perusahaan-perusahaan seperti itu tidak boleh
diterima kecuali ditujukan bagi proyek-proyek nirlaba.
Laporan tersebut menunjukkan bahwa cabang Partai Demokratik Liberal (LDP) yang dipimpin
oleh Menteri Aso menerima sekitar 1.000 dolar dari perusahaan peralatan pendingin udara di
Tokyo pada Desember 2013.
Perusahaan itu diberitahukan oleh badan penasehat yang menangani hal ini bagi kementerian,
bahwa perusahaan itu telah diberikan subsidi dari kementerian pertanahan.
Menteri Aso mengatakan kepada para wartawan hari ini, Rabu (4/3) bahwa kasus itu tengah
diselidiki. Ia mengatakan jika donasi itu dianggap legal, ia mungkin membiarkan cabang LDP
yang dipimpinnya menyimpan uang itu.
Cabang LDP lain yang dikepalai oleh Menteri Suga didapati telah menerima donasi senilai
sekitar 420 dolar dari perusahaan pertamanan di kota Yokohama pada Agustus 2013 atau
setelahnya. Perusahaan itu diberikan subsidi terkait dengan kementerian pertanian.
Menteri Suga mengatakan cabang itu menerima donasi tersebut, namun dirinya tidak mengetahui
kalau pemberinya telah menerima subsidi. Ia menambahkan uang tersebut dikembalikan setelah
adanya konfirmasi bahwa perusahaan tersebut menerima subsidi negara.
Sebelumnya, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe menginstruksikan Sekretaris Jenderal Partai
Demokratik Liberal (LDP) Sadakazu Tanigaki agar partai berkuasa tersebut membahas cara-cara
guna mencegah muncul kembalinya skandal-skandal terkait sumbangan politik.
Sistem Pemerintahan dan Politik di Jepang
Ditulis pada September 20, 2011
Materi Kuliah I
I. Sistem Pemerintahan Pada Masa Feodal
Untuk mengontrol wilayah Jepang yang memiliki luas 377.815 km2 yang merupakan kumpulan
dari 6.852 pulau, dan untuk mengurusi penduduk yang berjumlah sekitar 128 juta (2011), Jepang
menyelenggarakan sistem pemerintahan modern yang merupakan adopsi dari berbagai negara,
terutama negara-negara di Eropa. Namun, sistem pemerintahan tradisional Jepang merupakan
adaptasi dari sistem pemerintahan di Cina.
Untuk memahami sistem pemerintahan modern di Jepang, analisa terhadap sistem pemerintahan
tradisional perlu dilakukan. Sebelum mengalami modernisasi, pada masa feodal (1185-1603)
pemerintahan Jepang menerapkan sistem pemerintahan yang menempatkan shogun sebagai
pemimpin tertinggi yang memiliki kekuasaan penuh, sementara kaisar hanyalah sebagai boneka
dengan sedikit kekuatan politik. Periode ini diawali oleh Minamoto no Yoritomo (源の頼朝)
yang membangun model pemerintahan yang dikenal dengan sebutan bakufu (幕府) atau
pemerintahan shogunat. Shogunat yang pertama dikenal dengan nama Kamakura bakufu (鎌倉
幕府) di Kamakura[1] pada tahun 1192. Model pemerintahan shogunat terdiri dari dua divisi
utama yaitu, divisi samurai dan divisi pengadilan/hukum.
Para shogun diberikan kekuasaan militer oleh kaisar, dan mereka juga dibantu oleh para daimyō
(大名) yang merupakan tuan tanah semenjak abad ke-10 hingga awal abad ke-19. Para daimyō
memiliki hak kepemilikan tanah secara turun-temurun dan bahkan tentara untuk melindungi
tanah dan pekerjanya. Tak jarang, daimyō dapat meningkat statusnya menjadi shogun. Daimyō
pada masa Kamakura disebut Gokenin (ご家人) dan pada periode Muromachi (1336-1573),
kelas Gokenin dihapuskan dan diganti dengan Kelas Daimyō.
Sistem shogunat sebagai dasar pemerintahan pada masa Kamakura berangsur hilang pada akhir
periode ini. Kaisar terakhir pada periode ini, Go-Daigo mengembalikan kekuasaan kepada
kekaisaran karena menganggap shogunat gagal menghadapi serangan tentara Mongol (1268 dan
1281). Para shogunat tidak terlalu tertarik dengan hubungan luar negeri, dan mereka
mengabaikan sinyal-sinyal rencana penyerangan tentara Kubilai Khan dari Mongolia.
Dikembalikannya pemerintahan kepada kaisar menimbulkan ketidaksenangan kaum samurai.
Pembaharuan yang dilakukan oleh Go-Daigo disebut Kenmu shinsei (建武新政) atau Restorasi
Kenmu.
Namun upaya Go-daigo untuk menempatkan kaisar sebagai pemimpin utama tampaknya kurang
berhasil kaena pada tahun 1336 berdirinya Shogunat Ashikaga (足利幕府) yang selanjutnya
disebut Periode Muromachi(室町幕府). Ashikaga Takauji mendapat dukungan dari samurai
yang menentang keputusan Go-Daigo. Ashikaga memerintah wilayah Jepang dari Kyoto. Adapun
Kaisar Go-Daigo membangun markasnya di dekat Kota Nara.
Pemerintahan selanjutnya diteruskan oleh Oda Nobunaga (織田信長) seorang daimyō yang
berhasil mengusir Ashikaga Yoshiaki, shogun terakhir Ashikaga bakufu dari Kyoto. Nobunaga
merupakan daimyō yang kuat dan memiliki strategi kepemimpinan yang unik. Dia membangun
Benteng Azuchi di daerah Shiga yang berdekatan dengan Danau Biwa dan Kyoto. Benteng ini
berfungsi untuk mengawasi pergerakan musuh dan juga sebagai tempat perlindungan dari konflik
yang terjadi di kota. Masa kepemimpinan Nobunaga beserta para daimyō yang meneruskannya,
yaitu Toyotomi Hideyoshi (豊臣秀吉), dan Tokugawa Ieyasu (徳川家康) merupakan periode
menuju penyatuan wilayah Jepang yang tercapai pada tahun 1590. Namun, dari ketiganya, hanya
Tokugawa Ieyasu yang berhasil mendapatkan gelar Sei-Taishogun (征夷大将軍), lalu
mendirikan Shogunat Tokugawa pada tahun 1603.
Penggambaran tentang perjuangan ketiganya dalam penyatuan Jepang dilukiskan sebagai sebuah
proses pembuatan kue mochi, Nobunaga menumbuk tepung berasnya, Hideyoshi yang
mengulennya, dan Tokugawa yang menyantapnya[2].
Masa kepemimpinan Nobunaga dan Hideyoshi dikenal sebagai periode Azuchi dan
Momoyama[3], sedangkan shogunat Tokugawa juga dikenal sebagai periode Edo[4] yang
berlangsung dari tahun 1603-1868.
II. Sistem Pemeritahan Semi Modern Shogun Tokugawa
Tokugawa pada dasarnya meneruskan sistem shogunat, dan juga mempertahankan sistem
kasta/kelas-kelas dalam masyarakat Jepang sebagaimana yang dilakukan oleh Hideyoshi. Di
bawah daimyō terdapat para tentara yang merupakan para samurai. Para samurai menduduki
status sosial tertinggi setelah para daimyō. Samurai memiliki kelebihan yaitu dapat membuat
sendiri nama keluarganya dan membawa dua pedang. Nama samurai pada masa itu tidak sama
dengan nama-nama orang Jepang pada masa sekarang yang hanya terdiri dari dua kata saja yaitu,
nama keluarga dan nama sendiri[5]. Orang-orang Jepang dewasa ini yang menggunakan nama
keluarga samurai masih disegani oleh masyarakat Jepang. Para samurai bukanlah kalangan
terpelajar, namun mereka memiliki konsep perilaku seorang ksatria, yang dikenal dengan istilah
bushidō (武士道). Apabila seorang samurai melanggar bushidō, maka dia harus melakukan
seppuku (切腹) atau hara-kiri(腹 切り)yaitu dengan menusuk perut mereka dengan
pedangnya. Sekalipun kalangan samurai didominasi oleh kalangan laki-laki, terdapat pula wanita
yang menjadai samurai.
Kelas kedua setelah samurai adalah kalangan orang petani. Mereka dikelompokkan dalam
beberapa kelas. Karena beras merupakan makanan pokok masyarakat Jepang, maka kestabilan
negara/wilayah tergantung dari terpenuhinya pasokan beras dari petani. Oleh karena itu mereka
dianggap penting. Namun, sayangnya kaum petani tetap tidak memperoleh penghasilan yang
cukup untuk menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah yang dimasuki oleh anak-anak samurai.
Kelas ketiga diisi oleh para tukang besi dan tukang kayu yang akan membuat pedang-pedang
para samurai. Adapun kelas keempat adalah para pedagang. Di antara semua kasta tersebut, kelas
pedagang adalah kalangan yang paling memiliki kesempatan untuk mendidik anak-anak mereka,
sebab mereka yang mengendalikan peredaran uang dalam masyarakat.
Sistem pemerintahan Tokugawa menempatkan kaisar sebagai penguasa tertinggi Jepang. Oleh
karena itu kaisar yang berkedudukan di Kyoto berwenang mengeluarkan kebijakan dan
selanjutnya akan ditindaklanjuti oleh Tokugawa sebagai shogun yang pada waktu itu
berkedudukan di Tokyo. Untuk kelancaran sistem tersebut, maka Tokugawa membentuk Kyōto
Shoshidai (京都所司代) yang bertugas menjadi penghubung antara shogunat dengan keluarga
kekaisaran.
Pemerintahan Tokugawa juga dikenal sebagai pemerintahan semi modern dan dikatator militer.
Shogunat Tokugawa mulai membuka diri dengan asing sejak tahun 1600-an. Perdagangan
dengan pedagang dari Eropa dan Cina dilakukan sebelum pada akhirnya diterapkannya kebijakan
sakoku (鎖国) pada tahun 1653.
Struktur pemerintahan Shogunat Tokugawa sangat kompleks, di bagian tertinggi setelah shogun
terdapat tairō (大老) atau sesepuh yang berperan sebagai penasehat. Selain itu terdapat rōjū
(老 中) atau Menteri Senior yang membawahi pejabat-pejabat lain, terlibat dalam pembagian
daerah, memberikan masukan kepada shogun, dan penghubung dengan keluarga kaisar. Intinya
menteri senior bertanggung jawab terhadap semua bidang pemerintahan yang dalam sistem
modern dipegang oleh para menteri dalam kabinet.
Selain itu terdapat Dewan Wakadoshiyori (若年寄) beranggotakan 4 orang yang bertugas
mengurusi keperluan hatamoto (旗本) atau para samurai, dan gokenin (ご家人) atau daimyō .
Lembaga lain yang dibentuk oleh shogunat Tokugawa adalah Soba yōnin (側用人) yang
berperan menghubungkan antara rōju dengan shogun.
Untuk mengurusi masalah keagamaan dibentuk jisabugyō (時差奉行) dan untuk mengurusi
para daimyo di daerah Shikoku dan menjaga Benteng Osaka, dibentuk Oosakajō dai (大阪城代).
Anggota dari Oosakajō dai adalah para fudaidaimyō (譜代大名) atau daimyō teratas di
keshogunan Tokugawa. Adapun untuk menjaga keamanan di daerah Kyoto dan untuk
berhubungan dengan kekaisaran, dibentuk Kyōtoshoshidai (京都所司代).
Di bawah Menteri Senior terdapat sejumlah orang yang bertugas menyelidiki kelompok
masyarakat di bawah dan para daimyo serta istana kekaisaran apabila terjadi praktek
administrasi yang salah, korupsi dan untuk mencegah terjadinya pemberontakan. Mereka adalah
oometsuke (大目付)yang bertugas mengawasi para daimyō , dan metsuke (目付) yang
mengawasi masyarakat awam di bawah para daimyō . Mereka bertanggung jawab kepada ryō ju
dan wakadoshiyori.
Adapun pelaksanaan pemerintahan dipegang oleh 3 lembaga administrasi atau sanbugyō (三奉
行), yaitu jishabugyō (寺社奉行), yang bertugas dalam urusan keagamaan (Buddha dan Shinto),
kanjōbugyō (勘定奉行) yang bertugas menangani masalah keuangan dan mengontrol tenryou
(天領) atau daerah kekuasaan shogun; dan machibugyō (町奉行) yang merupakan pelaksana
pemerintahan di daerah/lokal. Petugas machibugyō memiliki cakupan tugas yang luas, mereka
dapat bertugas sebagai walikota, kepala polisi, kepala pengadilan, kepala pemadam kebakaran,
tetapi tidak bertanggung jawab untuk mengurusi para samurai.
Pemerintahan di daerah yang merupakan wilayah kekuasaan shogun dikontorol oleh gundai (郡
代) dan daikan (代官). Daikan bertugas menjadi wakil pemerintahan pusat dalam mengontrol
daerah-daerah yang relatif luas. Sementara untuk daerah yang lebih kecil luasannya dipimpin
oleh seorang gundai. Selain itu terdapat lembaga Kurabugyou (蔵奉行) yang bertugas
mengontrol lumbung/gudang beras keshogunan. Daikan, gundai dan kurabugyō bertanggung
jawab kepada kanjōbugyō .
Shogunat Tokugawa juga berbeda dengan shogunat sebelumnya, karena inisiatifnya memberntuk
lembaga gaikokubugyou (外国奉行) yang bermarkas di Nagasaki dan Kanawaga. Lembaga ini
bertugas untuk mengurusi hubungan dan kerjasama dengan negara-negara di dunia.
III. Sistem Pemerintahan Modern Era Meiji
Pemerintahan modern Jepang diawali pasca restorasi Meiji atau Meiji ishin (明治維新). Shogun
terakhir dalam keshogunan Tokugawa ke-15 yaitu, Tokugawa Yoshinobu menyerahkan
kekuasaannya kepada kaisar pada tahun 1867. Namun ketidakpuasan Yoshinobu karena
kekaisaran tidak memberikannya kedudukan yang penting pada akhirnya menimbulkan Perang
Boshin(戊辰戦争) pada tahun 1868-1869. Gejala penentangan pada keshogunan Tokugawa
sebenarnya sudah berlangsung sejak tahun 1866, ketika aliansi Satchou atau Satsuma Chōsuu
dōmei (薩摩長州同盟) yang merupakan gabungan antara Satsuma han (薩摩藩)dan Choushuu
han (長州藩), dua klan yang paling berkuasa pada akhir shogun Tokugawa. Aliansi dipelopori
oleh Sakamoto Ryōma (坂本龍馬). Dalam Perang Boushin, pasukan dan antek-antek Yoshinobu
berhasil ditaklukkan, dan hal ini menjadi awal sistem kekaisaran yang kuat di Jepang.
Periode Meiji membawa Jepang pada keterbukaan pada dunia luar, terutama Eropa yang
berakibat pada perubahan besar-besaran dalam sistem pemerintahannya. Hal yang pertama kali
dilakukan adalah merombak sistem pemerintahan shogunat melalui penyusunan Seitaisho (正大
将) yang dilakukan oleh Fukuoka Takachika (福岡孝弟)dan Sōjima Taneomi(副島種臣) yang
mengenyam pendidikan di Barat.
Struktur pemerintahan pusat atau daijō kan (太政官) yang dibentuk pada tahun 1868, merupakan
kombinasi antara struktur pemerintahan pada periode Nara dan Heian dan sistem pemerintahan
di barat. Daijō kan terdiri dari lembaga legislatif, lembaga eksekutif, urusan Shinto, keuangan,
militer, hubungan luar negeri, dan urusan dalam negeri. Kementerian Kehakiman dibuat terpisah,
sama seperti yang diterapkan di barat.
Sistem pembagian daerah pada shogunat Tokugawa yang dibagi menjadi prefektur atau ken (県),
dan municipal atau fu (府) yang dikontrol oleh Divisi Urusan Dalam Negeri. Dan pada tahun
1871, bentuk pemerintahan daerah yang dikuasai oleh daimyō atau klan tertentu dihapuskan
melalui haihanchiken (廃藩置県). Dengan peraturan ini, diperkenalkan sistem sentralisasi
dengan pengontrolan penuh dari pemerintah pusat. Para daimyō diperintahkan untuk
menyerahkan semua kekuasaan mereka kepada kaisar. Selanjutnya pemerintah pusat membentuk
dewan perwakilan di setiap prefektur, municipal, kota dan desa.
Adapun pemerintah pusat mengadakan reorganisasi pada tahun 1869 untuk memperkuat
kekuasaan pusat, dengan membentuk Majelis Nasional sebagai lembaga tertinggi, membentuk
Dewan Penasihat atau sangi (参議) dan delapan kementrian yaitu, Kementerian Dalam Negeri,
Kementrian Luar Negeri, Keuangan, Angkatan Darat, Angkatan Laut, Urusan Rumah tangga
kekaisaran, Kehakiman, Pekerjaan Umum, dan Pendidikan.
Sekalipun Majelis Nasional adalah lembaga tertinggi, sistem pengambilan keputusan dilakukan
secara tertutup oleh hanbatsu (藩閥) atau oligarki Meiji yang beranggotakan klan-klan yang
mendirikan dinasti Meiji yaitu Klan Satsuma, Chōshuu, Tosa, Hizen, dan dari Pengadilan
Kerajaan). Sistem oligarki menyebabkan kecemburuan di kalangan klan yang lain, dan memicu
gerakan pembentukan Konstitusi Jepang. Pada tahun 1875 berlangsung Konferensi Osaka yang
menghasilkan reorganisasi pemerintahan dengan pembentukan Genrōin (元老院) yang
merupakan majelis yang keanggotaannya ditunjuk oleh kaisar. Genrōin beranggotakan keluarga
kaisar, pejabat tingkat atas dan para pakar. Mereka bertugas untuk mereview dan
merekomendasikan kebijakan yang diusulkan, tetapi tidak memiliki kekuatan untuk
menghasilkan kebijakan. Genrōin juga ditugaskan untuk menyusun draft konstitusi pada tahun
1876, tetapi kemudian draft yang mereka ajukan ditolak karena terlalu liberal. Genrōin pada
tahun 1890 diganti menjadi kokkai (国会) atau Parlemen Nasional.
Berdasarkan Konstitusi Meiji yang dirilis pada tahun 1889, dibentuk Imperial Diet atau Teikoku
gikai (帝国議会) pada tanggal 29 November 1890. Parlemen Imperial ini terdiri dari House of
Representative (Majelis Rendah) dan House of Peers (Kizokuin =貴族院). Anggota dari House
of Representative dipilih langsung oleh Kaisar, dan adapun anggota Kizokuin dipilih dari
keluarga kaisar. Kizokuin adalah bentuk tiruan dari the British House of Lords.
Pada tahun 1869, pemerintah Meiji menciptakan silsilah kekeluargaan dalam kekaisaran dan
kebangsawanan di Jepang, dengan menyatukan lembaga pengadilan (kuge=公家) dan para
daimyou menjadi sebuah kelas bangsawan yang dikenal sebagai kazoku (家族). Pada peraturan
imperial tahun 1884, kazoku dibagi menjadi lima golongan yang mirip dengan pembagian strata
kerajaan di Inggris (European Prince (duke), marquis, count, viscount, baron).
Anggota dari House of Peers adalah :
1. Putra Mahkota dari usia 18 tahun
2. Semua pangeran (shinnou) dan pangeran yang memiliki darah kekaisaran yang berusia di
atas 20 tahun.
3. Semua pangeran dan marquis yang berusia di atas 25 tahun
4. 150 orang wakil yang dipilih berdasarkan ranking counts, viscounts, dan baron, yang
berusia di atas 25 tahun
5. 150 anggota tambahan yang dipilih oleh Kaisar
6. 66 orang yang dipilih untuk mewakili 6000 orang pembayar pajak tertinggi.
IV. Sistem Pemerintahan Monarki Konstitusional
Perubahan mendasar dalam sistem pemerintahan Jepang adalah tatkala dibentuk pemerintahan
yang berdasarkan pada konstitusi. Dengan adanya desakan pembentukan konstitusi, maka model
pemerintahan yang menempatkan personal yang berjasa sebagai pejabat tinggi negara,
dihapuskan dan diganti dengan sistem pemilihan yang modern dan demokratis. Pada masa
sebelum perang, diangkatnya seseorang menjadi shogun atau terbangunnya sebuah shogunat
baru terjadi karena faktor kemenangan dalam peperangan antara pihak shogunat lama dengan
oposisinya. Sebaliknya, pemerintahan kekaisaran berganti secara turun temurun dengan
mempertahankan silsilah dan garis keturunan kekaisaran.
Dengan adanya konstitusi, maka pemerintahan akan dikendalikan secara demokratis, dan
pemilihan pejabat pemerintahan tidak lagi berdasarkan azas kekeluargaan dan atau akibat
peperangan, tetapi diselenggarakan secara konstitusional.
Konstitusi Jepang diberlakukan pada 3 Mei 1947, yang memuat delapan pasal pokok tentang
kekaisaran, penolakan terhadap peperangan, hak dan kewajiban rakyat, lembaga legislatif negara,
kabinet, pengadilan, keuangan, dan pemerintah lokal.
Dengan terbentuknya konstitusi Jepang, model pemerintahan yang dipilih selanjutnya adalah
Monarki konstitusional. Dalam model ini, kaisar adalah simbol negara dan pemersatu negara.
Kaisar tidak memiliki kekuasaan yang berkaitan dengan pemerintahan, dan semua kegiatan
kaisar adalah resmi dan merupakan seremonial yang memerlukan masukan dan nasehat dari
parlemen. Selain itu, kaisar juga berperan sebagai duta diplomatik.
Kaisar pertama di bawah sistem monarki konstitusi adalah Kaisar Akihito yang merupakan
Kaisar ke-125 dan masih memegang tahta pada saat ini. Dia merupakan putra dari Kaisar Showa
dan Permaisuri Kojun. Menempuh pendidikan di bidang Ilmu Politik dan Ekonomi di
Universitas Gakushuin tetapi tidak mendapatkan gelar akademik dari institusi ini. Minatnya
justru berkembang di bidang biologi kelautan, mengikuti jejak ayahnya. Banyak karya ilmiah
yang ditulisnya tentang bidang ini, dan juga tulisannya tentang sejarah ilmu sains di jaman Meiji
yang diterbitkan di Jurnal Science dan Nature. Dia diangkat menjadi kaisar pada 7 Januari 1989
setelah kematian ayahnya. Dan hari setelah pengangkatannya disebut sebagai Tahun Heisei (平
成) atau Tahun Pembangunan Perdamaian. Beliau menikah dengan Putri Michiko, dan memiliki
3 orang anak, yaitu Pangeran Naruhito (Hiro no miya), Pangeran Akishino (Aya no miya), dan
Putri Sayako (Nori no miya).
Putra Mahkota adalah Pangeran Naruhito yang merupakan putra pertama Kaisar Akihito, lahir
pada tahun 1960. Putra Mahkota juga merupakan lulusan program doktor di bidang sejarah di
Universitas Gakushuin. Dan kemudian memperdalam bidang sejarah transportasi Sungai Thames
pada abad ke-18 di Merton College, Cambridge University. Naruhito menikah dengan Owada
Masako, putrid seorang diplomat, dan juga merupakan lulusan Harvard University bidang
Ekonomi, lalu melanjutkan perkuliahan di Universitas Tokyo. Masako adalah seorang diplomat
sebelum menikah dengan Pangeran Naruhito. Mereka memiliki seorang anak, Putri Aiko yang
lahir pada 1 Desember 2001.
Dalam konstitusi Jepang, pengganti kaisar atau putra mahkota adalah anak yang berjenis kelamin
laki-laki. Oleh karena itu, status Putri Aiko sebagai putra mahkota dipermasalahkan. Dan karena
istri putra kedua kaisar, Pangeran Akishino, pada tahun 2006 melahirkan seorang anak laki-laki
(anak ketiga), Pangeran Hisahito Shinno, maka selama Pangeran Naruhito tidak memiliki anak
laki-laki, putra mahkota akan berpindah ke Pangeran Hisahito. Semula PM Shinzo Abe pada
tahun 2007 mengusulkan sebuah proposal tentang kemungkinan diangkatnya seorang putri untuk
menjadi penerus tahta kekaisaran, namun sejak kelahiran Hisahito, proposal ini tampaknya akan
ditentang, sehingga kekaisaran Jepang akan tetap mempertahankan tradisi lama, bahwa penerus
kekaisaran adalah seorang putra mahkota.
V. Sistem Parlementer Jepang
Berdasarkan konstitusi Jepang, Parlemen atau kokkai (国会) adalah lembaga tertinggi negara dan
lembaga yang berhak mengeluarkan kebijakan dan perundangan. Parlemen Jepang mengadopsi
sistem parlemen dua kamar (bicameral) yang diterapkan di Inggris. Ada dua badan dalam Kokkai
yaitu, Shugiin (衆議院) atau House of Representative (Majelis Rendah) dan Sangi in (参議院)
atau House of Councillors (Majelis Tinggi).
Majelis Rendah terdiri dari 480 anggota yang memiliki masa jabatan 4 tahun dan langsung
dipilih oleh rakyat. Masa 4 tahun tidaklah mutlak karena dapat dibubarkan oleh PM dengan mosi
tidak percaya. Pemilih yang berhak memilih adalah warganegara Jepang yang berusia 20 tahun,
dan yang berhak dipilih adalah warganegara berusia 25 tahun, dengan persyaratan memiliki
deposito sebesar 300 juta untuk calon tunggal di sebuah distrik atau yang dikenal sebagai
shousenkyoku (小選挙区) atau single-seat electoral district, dan 600 juta yen untuk calon yang
berasal dari daerah pemilihan yang dikenal sebagai hireiku (比例区) atau proportional
representation constituency. Adapun tugas dan wewenang Majelis Rendah adalah : mengajukan
usulan kebijakan, berperan dalam pemilihan PM, menetapkan anggaran keuangan, menerima
pengunduran diri kabinet (PM dan menteri), dan masalah ratifikasi perjanjian. Dengan suara 2/3,
Majelis Rendah dapat memveto keputusan Majelis Tinggi.
Dari segi keluasan wewenang, Majelis Rendah memiliki wewenang yang lebih luas daripada
Majelis Tinggi. Semisal terdapat rancangan perundangan yang diveto oleh Majelis Tinggi,
Majelis Rendah dapat menganulirnya dengan melakukan pemungutan suara dengan hasil
kesepakatan minimal 2/3 anggota yang hadir. Tetapi, Majelis Rendah dapat dengan mudah
dibubarkan oleh PM, dan sangat sensitif dengan pendapat dan opini rakyat. Sementara Majelis
Tinggi tidak dapat dibubarkan.
Hal yang membedakan sistem parlemen Jepang dengan sistem parlemen Inggris adalah dalam
kabinet Inggris, semua anggota kabinet adalah sekaligus anggota House of Common, oleh karena
itu pasti ada kesamaan pendapat antara kabinet dengan House of Common (shomin in =庶民員).
Adapun di Jepang, PM harus dipilih dari anggota Majelis Rendah, dan Menteri Sekretaris Negara
boleh dipilih dari Majelis Rendah atau Majelis Tinggi atau dari publik. Oleh karena itu kabinet
bisa saja sependapat dengan Majelis Rendah, tetapi ada kalanya tidak sepakat.
Adapun majelis Tinggi memiliki masa jabatan 6 tahun yang dipilih per tiga tahun sekali. Majelis
Tinggi merupakan bentuk terusan dari Kizokuin (貴族院) atau House of Peers yang
diberlakukan pada masa Meiji berdasarkan Konstitusi Imperial Jepang (11 Februari 1889~3 Mei
1947). Keanggotaannya berjumlah 242 orang yang merupakan warganegara Jepang minimal
berusia 30 tahun. Anggota Majelis Tinggi separuhnya dipilih dalam Pemilu, dengan komposisi,
73 dipilih dari perwakilan tunggal dari 47 prefektur yang ada di Jepang (小選挙区), dan 48
dipilih secara nasional dengan sistem perwakilan dengan proporsi tertentu (比例区). Sekalipun
tidak memiliki wewenang sebesar Majelis Rendah, kabinet harus tetap memperhatikan pendapat
Majelis Tinggi, terutama berkaitan dengan masalah amandemen Konstitusi, sebab hak suara
kedua majelis adalah sama. Dan ada banyak contoh keputusan/kebijakan perundangan yang
diputuskan secara bersama oleh kedua majelis.
Kabinet atau naikaku (内閣) di Jepang adalah kabinet yang merupakan koalisi dari partai-partai
pemenang pemilu. Dipimpin oleh seorang PM yang dipilih dari partai pemenang pemilu. Pada
umumnya menteri adalah sekaligus anggota parlemen. Menteri-menteri diangkat oleh PM
berdasarkan persetujuan Parlemen. Susunan Kabinet Jepang pada saat ini adalah sebagai
berikut :
Perdana Menteri
Yoshihiko NODA
Chief Cabinet Secretary
Osamu FUJIMURA
Minister of State for Okinawa Tatsuo KAWABATA
and NorthernTerritories
AffairsMinister of State for
Promotion of Local Sovereignty
Minister of Justice
Hideo HIRAOKA
Minister of Foreign Affairs
Koichiro GEMBA
Minister of Finance
Jun AZUMI
Minister of Education, Culture, Masaharu NAKAGAWA
Sports, Science and Tecchnology
Minister of Health, Labor, and Yoko KOMIYAMA
Welfare
Minister of Agriculture, Forestry,Michihiko KANO
and Fisheries
Minister of Economy, Trade, and Yoshio HACHIRO
Industry
Minister of Land, Infrastructure, Takeshi MAEDA
Transport, and Tourism
Minister of Defense
Yasuo ICHIKAWA
Minister of State for Consumer Kenji YAMAOKA
Affairs and Food Safety
State Minister for National
Motohisa FURUKAWA
Policy, Economic and Fiscal
Policy and Tax Reform
Minister of State for the
Goshi HOSONO
Corporation in support of
Compensation for Nuclear
Damage
Minister of State for Disaster
Tatsuo HIRANO
Management
Minister of State for
Renho MURATA
Government
RevitalizationMinister of State
for the New Public
CommonsMinister of State for
Measures for Declining
Birthrate, and Gender Equality
Minister of Postal Reform and Shozaburo JIMI
Financial Services
Senior Vice Minister
Katsuyuki ISHIDAHitoshi
GOTOIkko NAKATSUKA
Parliementary Secretary
Hiroshi OGUSHIKazuko
KOORIYasuhiro SONODA
[1] Kamakura sekarang terletak di
Kota Kamakura Prefektur
Kanagawa
[2] Duiker, William J.; Jackson J.
Spielvogel (2006). World History,
Volume II. Cengage Learning.
pp. 463, 474. ISBN 0495050547.,
attributed to C.Nakane and
S.Oishi, eds., Tokugawa Japan
(Tokyo, 1990), p.14.
[3] Azuchi adalah nama benteng
yang dibuat oleh Nobunaga,
sedangkan Momoyama adalah
nama benteng yang dibangun oleh
Hideyoshi di Fushimi, Kyoto.
[4] Penamaan ini dilakukan
karena ibukota shogunat berada di
daerah Edo (sekarang Tokyo).
[5] Para samurai membuat
namanya dari tiga kata, yaitu
nama keluarga (姓=せい), alias
(通称=つうしょう), dan
namanya sendiri (諱名=いみな).
Contoh nama samurai adalah 辻
平右衛門直正 (つじへいうえも
んなおまさ).Dia merupakan
guru yang mengajar di sekolah
samurai pada masa Edo. Kata 辻
adalah nama keluarganya, 平右衛
門 adalah nama aliasnya, dan 直
正 adalah namanya
sendiri.Dengan sistem penamaan
yang sekarang, namanya menjadi
辻直正
Tentang iklan-iklan ini
Share this:
Twitter
Facebook8
Entri ini ditulis dalam 日本文化研究 oleh murniramli. Buat penanda ke permalink.
Tinggalkan Balasan
Blog di WordPress.com.
Ikuti
Ikuti “日本研究”
Kirimkan setiap pos baru ke Kotak Masuk Anda.
Tokyo - Sebuah laporan dana politik menunjukkan bahwa donasi yang kontroversial diberikan
bagi cabang-cabang partai politik yang dikepalai Menteri Sekretaris Kabinet Yoshihide Suga
serta Deputi Perdana Menteri dan Menteri Keuangan Taro Aso.
Disebutkan, undang-undang pengendalian dana politik Jepang secara prinsip melarang
perusahaan-perusahaan memberikan donasi politik selama setahun setelah diberikan subsidi
negara.
Peraturan itu mengatakan, para politisi dilarang menerima donasi jika mereka mengetahui
subsidi tersebut. Dikatakan juga donasi dari perusahaan-perusahaan seperti itu tidak boleh
diterima kecuali ditujukan bagi proyek-proyek nirlaba.
Laporan tersebut menunjukkan bahwa cabang Partai Demokratik Liberal (LDP) yang dipimpin
oleh Menteri Aso menerima sekitar 1.000 dolar dari perusahaan peralatan pendingin udara di
Tokyo pada Desember 2013.
Perusahaan itu diberitahukan oleh badan penasehat yang menangani hal ini bagi kementerian,
bahwa perusahaan itu telah diberikan subsidi dari kementerian pertanahan.
Menteri Aso mengatakan kepada para wartawan hari ini, Rabu (4/3) bahwa kasus itu tengah
diselidiki. Ia mengatakan jika donasi itu dianggap legal, ia mungkin membiarkan cabang LDP
yang dipimpinnya menyimpan uang itu.
Cabang LDP lain yang dikepalai oleh Menteri Suga didapati telah menerima donasi senilai
sekitar 420 dolar dari perusahaan pertamanan di kota Yokohama pada Agustus 2013 atau
setelahnya. Perusahaan itu diberikan subsidi terkait dengan kementerian pertanian.
Menteri Suga mengatakan cabang itu menerima donasi tersebut, namun dirinya tidak mengetahui
kalau pemberinya telah menerima subsidi. Ia menambahkan uang tersebut dikembalikan setelah
adanya konfirmasi bahwa perusahaan tersebut menerima subsidi negara.
Sebelumnya, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe menginstruksikan Sekretaris Jenderal Partai
Demokratik Liberal (LDP) Sadakazu Tanigaki agar partai berkuasa tersebut membahas cara-cara
guna mencegah muncul kembalinya skandal-skandal terkait sumbangan politik.
Sistem Pemerintahan dan Politik di Jepang
Ditulis pada September 20, 2011
Materi Kuliah I
I. Sistem Pemerintahan Pada Masa Feodal
Untuk mengontrol wilayah Jepang yang memiliki luas 377.815 km2 yang merupakan kumpulan
dari 6.852 pulau, dan untuk mengurusi penduduk yang berjumlah sekitar 128 juta (2011), Jepang
menyelenggarakan sistem pemerintahan modern yang merupakan adopsi dari berbagai negara,
terutama negara-negara di Eropa. Namun, sistem pemerintahan tradisional Jepang merupakan
adaptasi dari sistem pemerintahan di Cina.
Untuk memahami sistem pemerintahan modern di Jepang, analisa terhadap sistem pemerintahan
tradisional perlu dilakukan. Sebelum mengalami modernisasi, pada masa feodal (1185-1603)
pemerintahan Jepang menerapkan sistem pemerintahan yang menempatkan shogun sebagai
pemimpin tertinggi yang memiliki kekuasaan penuh, sementara kaisar hanyalah sebagai boneka
dengan sedikit kekuatan politik. Periode ini diawali oleh Minamoto no Yoritomo (源の頼朝)
yang membangun model pemerintahan yang dikenal dengan sebutan bakufu (幕府) atau
pemerintahan shogunat. Shogunat yang pertama dikenal dengan nama Kamakura bakufu (鎌倉
幕府) di Kamakura[1] pada tahun 1192. Model pemerintahan shogunat terdiri dari dua divisi
utama yaitu, divisi samurai dan divisi pengadilan/hukum.
Para shogun diberikan kekuasaan militer oleh kaisar, dan mereka juga dibantu oleh para daimyō
(大名) yang merupakan tuan tanah semenjak abad ke-10 hingga awal abad ke-19. Para daimyō
memiliki hak kepemilikan tanah secara turun-temurun dan bahkan tentara untuk melindungi
tanah dan pekerjanya. Tak jarang, daimyō dapat meningkat statusnya menjadi shogun. Daimyō
pada masa Kamakura disebut Gokenin (ご家人) dan pada periode Muromachi (1336-1573),
kelas Gokenin dihapuskan dan diganti dengan Kelas Daimyō.
Sistem shogunat sebagai dasar pemerintahan pada masa Kamakura berangsur hilang pada akhir
periode ini. Kaisar terakhir pada periode ini, Go-Daigo mengembalikan kekuasaan kepada
kekaisaran karena menganggap shogunat gagal menghadapi serangan tentara Mongol (1268 dan
1281). Para shogunat tidak terlalu tertarik dengan hubungan luar negeri, dan mereka
mengabaikan sinyal-sinyal rencana penyerangan tentara Kubilai Khan dari Mongolia.
Dikembalikannya pemerintahan kepada kaisar menimbulkan ketidaksenangan kaum samurai.
Pembaharuan yang dilakukan oleh Go-Daigo disebut Kenmu shinsei (建武新政) atau Restorasi
Kenmu.
Namun upaya Go-daigo untuk menempatkan kaisar sebagai pemimpin utama tampaknya kurang
berhasil kaena pada tahun 1336 berdirinya Shogunat Ashikaga (足利幕府) yang selanjutnya
disebut Periode Muromachi(室町幕府). Ashikaga Takauji mendapat dukungan dari samurai
yang menentang keputusan Go-Daigo. Ashikaga memerintah wilayah Jepang dari Kyoto. Adapun
Kaisar Go-Daigo membangun markasnya di dekat Kota Nara.
Pemerintahan selanjutnya diteruskan oleh Oda Nobunaga (織田信長) seorang daimyō yang
berhasil mengusir Ashikaga Yoshiaki, shogun terakhir Ashikaga bakufu dari Kyoto. Nobunaga
merupakan daimyō yang kuat dan memiliki strategi kepemimpinan yang unik. Dia membangun
Benteng Azuchi di daerah Shiga yang berdekatan dengan Danau Biwa dan Kyoto. Benteng ini
berfungsi untuk mengawasi pergerakan musuh dan juga sebagai tempat perlindungan dari konflik
yang terjadi di kota. Masa kepemimpinan Nobunaga beserta para daimyō yang meneruskannya,
yaitu Toyotomi Hideyoshi (豊臣秀吉), dan Tokugawa Ieyasu (徳川家康) merupakan periode
menuju penyatuan wilayah Jepang yang tercapai pada tahun 1590. Namun, dari ketiganya, hanya
Tokugawa Ieyasu yang berhasil mendapatkan gelar Sei-Taishogun (征夷大将軍), lalu
mendirikan Shogunat Tokugawa pada tahun 1603.
Penggambaran tentang perjuangan ketiganya dalam penyatuan Jepang dilukiskan sebagai sebuah
proses pembuatan kue mochi, Nobunaga menumbuk tepung berasnya, Hideyoshi yang
mengulennya, dan Tokugawa yang menyantapnya[2].
Masa kepemimpinan Nobunaga dan Hideyoshi dikenal sebagai periode Azuchi dan
Momoyama[3], sedangkan shogunat Tokugawa juga dikenal sebagai periode Edo[4] yang
berlangsung dari tahun 1603-1868.
II. Sistem Pemeritahan Semi Modern Shogun Tokugawa
Tokugawa pada dasarnya meneruskan sistem shogunat, dan juga mempertahankan sistem
kasta/kelas-kelas dalam masyarakat Jepang sebagaimana yang dilakukan oleh Hideyoshi. Di
bawah daimyō terdapat para tentara yang merupakan para samurai. Para samurai menduduki
status sosial tertinggi setelah para daimyō. Samurai memiliki kelebihan yaitu dapat membuat
sendiri nama keluarganya dan membawa dua pedang. Nama samurai pada masa itu tidak sama
dengan nama-nama orang Jepang pada masa sekarang yang hanya terdiri dari dua kata saja yaitu,
nama keluarga dan nama sendiri[5]. Orang-orang Jepang dewasa ini yang menggunakan nama
keluarga samurai masih disegani oleh masyarakat Jepang. Para samurai bukanlah kalangan
terpelajar, namun mereka memiliki konsep perilaku seorang ksatria, yang dikenal dengan istilah
bushidō (武士道). Apabila seorang samurai melanggar bushidō, maka dia harus melakukan
seppuku (切腹) atau hara-kiri(腹 切り)yaitu dengan menusuk perut mereka dengan
pedangnya. Sekalipun kalangan samurai didominasi oleh kalangan laki-laki, terdapat pula wanita
yang menjadai samurai.
Kelas kedua setelah samurai adalah kalangan orang petani. Mereka dikelompokkan dalam
beberapa kelas. Karena beras merupakan makanan pokok masyarakat Jepang, maka kestabilan
negara/wilayah tergantung dari terpenuhinya pasokan beras dari petani. Oleh karena itu mereka
dianggap penting. Namun, sayangnya kaum petani tetap tidak memperoleh penghasilan yang
cukup untuk menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah yang dimasuki oleh anak-anak samurai.
Kelas ketiga diisi oleh para tukang besi dan tukang kayu yang akan membuat pedang-pedang
para samurai. Adapun kelas keempat adalah para pedagang. Di antara semua kasta tersebut, kelas
pedagang adalah kalangan yang paling memiliki kesempatan untuk mendidik anak-anak mereka,
sebab mereka yang mengendalikan peredaran uang dalam masyarakat.
Sistem pemerintahan Tokugawa menempatkan kaisar sebagai penguasa tertinggi Jepang. Oleh
karena itu kaisar yang berkedudukan di Kyoto berwenang mengeluarkan kebijakan dan
selanjutnya akan ditindaklanjuti oleh Tokugawa sebagai shogun yang pada waktu itu
berkedudukan di Tokyo. Untuk kelancaran sistem tersebut, maka Tokugawa membentuk Kyōto
Shoshidai (京都所司代) yang bertugas menjadi penghubung antara shogunat dengan keluarga
kekaisaran.
Pemerintahan Tokugawa juga dikenal sebagai pemerintahan semi modern dan dikatator militer.
Shogunat Tokugawa mulai membuka diri dengan asing sejak tahun 1600-an. Perdagangan
dengan pedagang dari Eropa dan Cina dilakukan sebelum pada akhirnya diterapkannya kebijakan
sakoku (鎖国) pada tahun 1653.
Struktur pemerintahan Shogunat Tokugawa sangat kompleks, di bagian tertinggi setelah shogun
terdapat tairō (大老) atau sesepuh yang berperan sebagai penasehat. Selain itu terdapat rōjū
(老 中) atau Menteri Senior yang membawahi pejabat-pejabat lain, terlibat dalam pembagian
daerah, memberikan masukan kepada shogun, dan penghubung dengan keluarga kaisar. Intinya
menteri senior bertanggung jawab terhadap semua bidang pemerintahan yang dalam sistem
modern dipegang oleh para menteri dalam kabinet.
Selain itu terdapat Dewan Wakadoshiyori (若年寄) beranggotakan 4 orang yang bertugas
mengurusi keperluan hatamoto (旗本) atau para samurai, dan gokenin (ご家人) atau daimyō .
Lembaga lain yang dibentuk oleh shogunat Tokugawa adalah Soba yōnin (側用人) yang
berperan menghubungkan antara rōju dengan shogun.
Untuk mengurusi masalah keagamaan dibentuk jisabugyō (時差奉行) dan untuk mengurusi
para daimyo di daerah Shikoku dan menjaga Benteng Osaka, dibentuk Oosakajō dai (大阪城代).
Anggota dari Oosakajō dai adalah para fudaidaimyō (譜代大名) atau daimyō teratas di
keshogunan Tokugawa. Adapun untuk menjaga keamanan di daerah Kyoto dan untuk
berhubungan dengan kekaisaran, dibentuk Kyōtoshoshidai (京都所司代).
Di bawah Menteri Senior terdapat sejumlah orang yang bertugas menyelidiki kelompok
masyarakat di bawah dan para daimyo serta istana kekaisaran apabila terjadi praktek
administrasi yang salah, korupsi dan untuk mencegah terjadinya pemberontakan. Mereka adalah
oometsuke (大目付)yang bertugas mengawasi para daimyō , dan metsuke (目付) yang
mengawasi masyarakat awam di bawah para daimyō . Mereka bertanggung jawab kepada ryō ju
dan wakadoshiyori.
Adapun pelaksanaan pemerintahan dipegang oleh 3 lembaga administrasi atau sanbugyō (三奉
行), yaitu jishabugyō (寺社奉行), yang bertugas dalam urusan keagamaan (Buddha dan Shinto),
kanjōbugyō (勘定奉行) yang bertugas menangani masalah keuangan dan mengontrol tenryou
(天領) atau daerah kekuasaan shogun; dan machibugyō (町奉行) yang merupakan pelaksana
pemerintahan di daerah/lokal. Petugas machibugyō memiliki cakupan tugas yang luas, mereka
dapat bertugas sebagai walikota, kepala polisi, kepala pengadilan, kepala pemadam kebakaran,
tetapi tidak bertanggung jawab untuk mengurusi para samurai.
Pemerintahan di daerah yang merupakan wilayah kekuasaan shogun dikontorol oleh gundai (郡
代) dan daikan (代官). Daikan bertugas menjadi wakil pemerintahan pusat dalam mengontrol
daerah-daerah yang relatif luas. Sementara untuk daerah yang lebih kecil luasannya dipimpin
oleh seorang gundai. Selain itu terdapat lembaga Kurabugyou (蔵奉行) yang bertugas
mengontrol lumbung/gudang beras keshogunan. Daikan, gundai dan kurabugyō bertanggung
jawab kepada kanjōbugyō .
Shogunat Tokugawa juga berbeda dengan shogunat sebelumnya, karena inisiatifnya memberntuk
lembaga gaikokubugyou (外国奉行) yang bermarkas di Nagasaki dan Kanawaga. Lembaga ini
bertugas untuk mengurusi hubungan dan kerjasama dengan negara-negara di dunia.
III. Sistem Pemerintahan Modern Era Meiji
Pemerintahan modern Jepang diawali pasca restorasi Meiji atau Meiji ishin (明治維新). Shogun
terakhir dalam keshogunan Tokugawa ke-15 yaitu, Tokugawa Yoshinobu menyerahkan
kekuasaannya kepada kaisar pada tahun 1867. Namun ketidakpuasan Yoshinobu karena
kekaisaran tidak memberikannya kedudukan yang penting pada akhirnya menimbulkan Perang
Boshin(戊辰戦争) pada tahun 1868-1869. Gejala penentangan pada keshogunan Tokugawa
sebenarnya sudah berlangsung sejak tahun 1866, ketika aliansi Satchou atau Satsuma Chōsuu
dōmei (薩摩長州同盟) yang merupakan gabungan antara Satsuma han (薩摩藩)dan Choushuu
han (長州藩), dua klan yang paling berkuasa pada akhir shogun Tokugawa. Aliansi dipelopori
oleh Sakamoto Ryōma (坂本龍馬). Dalam Perang Boushin, pasukan dan antek-antek Yoshinobu
berhasil ditaklukkan, dan hal ini menjadi awal sistem kekaisaran yang kuat di Jepang.
Periode Meiji membawa Jepang pada keterbukaan pada dunia luar, terutama Eropa yang
berakibat pada perubahan besar-besaran dalam sistem pemerintahannya. Hal yang pertama kali
dilakukan adalah merombak sistem pemerintahan shogunat melalui penyusunan Seitaisho (正大
将) yang dilakukan oleh Fukuoka Takachika (福岡孝弟)dan Sōjima Taneomi(副島種臣) yang
mengenyam pendidikan di Barat.
Struktur pemerintahan pusat atau daijō kan (太政官) yang dibentuk pada tahun 1868, merupakan
kombinasi antara struktur pemerintahan pada periode Nara dan Heian dan sistem pemerintahan
di barat. Daijō kan terdiri dari lembaga legislatif, lembaga eksekutif, urusan Shinto, keuangan,
militer, hubungan luar negeri, dan urusan dalam negeri. Kementerian Kehakiman dibuat terpisah,
sama seperti yang diterapkan di barat.
Sistem pembagian daerah pada shogunat Tokugawa yang dibagi menjadi prefektur atau ken (県),
dan municipal atau fu (府) yang dikontrol oleh Divisi Urusan Dalam Negeri. Dan pada tahun
1871, bentuk pemerintahan daerah yang dikuasai oleh daimyō atau klan tertentu dihapuskan
melalui haihanchiken (廃藩置県). Dengan peraturan ini, diperkenalkan sistem sentralisasi
dengan pengontrolan penuh dari pemerintah pusat. Para daimyō diperintahkan untuk
menyerahkan semua kekuasaan mereka kepada kaisar. Selanjutnya pemerintah pusat membentuk
dewan perwakilan di setiap prefektur, municipal, kota dan desa.
Adapun pemerintah pusat mengadakan reorganisasi pada tahun 1869 untuk memperkuat
kekuasaan pusat, dengan membentuk Majelis Nasional sebagai lembaga tertinggi, membentuk
Dewan Penasihat atau sangi (参議) dan delapan kementrian yaitu, Kementerian Dalam Negeri,
Kementrian Luar Negeri, Keuangan, Angkatan Darat, Angkatan Laut, Urusan Rumah tangga
kekaisaran, Kehakiman, Pekerjaan Umum, dan Pendidikan.
Sekalipun Majelis Nasional adalah lembaga tertinggi, sistem pengambilan keputusan dilakukan
secara tertutup oleh hanbatsu (藩閥) atau oligarki Meiji yang beranggotakan klan-klan yang
mendirikan dinasti Meiji yaitu Klan Satsuma, Chōshuu, Tosa, Hizen, dan dari Pengadilan
Kerajaan). Sistem oligarki menyebabkan kecemburuan di kalangan klan yang lain, dan memicu
gerakan pembentukan Konstitusi Jepang. Pada tahun 1875 berlangsung Konferensi Osaka yang
menghasilkan reorganisasi pemerintahan dengan pembentukan Genrōin (元老院) yang
merupakan majelis yang keanggotaannya ditunjuk oleh kaisar. Genrōin beranggotakan keluarga
kaisar, pejabat tingkat atas dan para pakar. Mereka bertugas untuk mereview dan
merekomendasikan kebijakan yang diusulkan, tetapi tidak memiliki kekuatan untuk
menghasilkan kebijakan. Genrōin juga ditugaskan untuk menyusun draft konstitusi pada tahun
1876, tetapi kemudian draft yang mereka ajukan ditolak karena terlalu liberal. Genrōin pada
tahun 1890 diganti menjadi kokkai (国会) atau Parlemen Nasional.
Berdasarkan Konstitusi Meiji yang dirilis pada tahun 1889, dibentuk Imperial Diet atau Teikoku
gikai (帝国議会) pada tanggal 29 November 1890. Parlemen Imperial ini terdiri dari House of
Representative (Majelis Rendah) dan House of Peers (Kizokuin =貴族院). Anggota dari House
of Representative dipilih langsung oleh Kaisar, dan adapun anggota Kizokuin dipilih dari
keluarga kaisar. Kizokuin adalah bentuk tiruan dari the British House of Lords.
Pada tahun 1869, pemerintah Meiji menciptakan silsilah kekeluargaan dalam kekaisaran dan
kebangsawanan di Jepang, dengan menyatukan lembaga pengadilan (kuge=公家) dan para
daimyou menjadi sebuah kelas bangsawan yang dikenal sebagai kazoku (家族). Pada peraturan
imperial tahun 1884, kazoku dibagi menjadi lima golongan yang mirip dengan pembagian strata
kerajaan di Inggris (European Prince (duke), marquis, count, viscount, baron).
Anggota dari House of Peers adalah :
1. Putra Mahkota dari usia 18 tahun
2. Semua pangeran (shinnou) dan pangeran yang memiliki darah kekaisaran yang berusia di
atas 20 tahun.
3. Semua pangeran dan marquis yang berusia di atas 25 tahun
4. 150 orang wakil yang dipilih berdasarkan ranking counts, viscounts, dan baron, yang
berusia di atas 25 tahun
5. 150 anggota tambahan yang dipilih oleh Kaisar
6. 66 orang yang dipilih untuk mewakili 6000 orang pembayar pajak tertinggi.
IV. Sistem Pemerintahan Monarki Konstitusional
Perubahan mendasar dalam sistem pemerintahan Jepang adalah tatkala dibentuk pemerintahan
yang berdasarkan pada konstitusi. Dengan adanya desakan pembentukan konstitusi, maka model
pemerintahan yang menempatkan personal yang berjasa sebagai pejabat tinggi negara,
dihapuskan dan diganti dengan sistem pemilihan yang modern dan demokratis. Pada masa
sebelum perang, diangkatnya seseorang menjadi shogun atau terbangunnya sebuah shogunat
baru terjadi karena faktor kemenangan dalam peperangan antara pihak shogunat lama dengan
oposisinya. Sebaliknya, pemerintahan kekaisaran berganti secara turun temurun dengan
mempertahankan silsilah dan garis keturunan kekaisaran.
Dengan adanya konstitusi, maka pemerintahan akan dikendalikan secara demokratis, dan
pemilihan pejabat pemerintahan tidak lagi berdasarkan azas kekeluargaan dan atau akibat
peperangan, tetapi diselenggarakan secara konstitusional.
Konstitusi Jepang diberlakukan pada 3 Mei 1947, yang memuat delapan pasal pokok tentang
kekaisaran, penolakan terhadap peperangan, hak dan kewajiban rakyat, lembaga legislatif negara,
kabinet, pengadilan, keuangan, dan pemerintah lokal.
Dengan terbentuknya konstitusi Jepang, model pemerintahan yang dipilih selanjutnya adalah
Monarki konstitusional. Dalam model ini, kaisar adalah simbol negara dan pemersatu negara.
Kaisar tidak memiliki kekuasaan yang berkaitan dengan pemerintahan, dan semua kegiatan
kaisar adalah resmi dan merupakan seremonial yang memerlukan masukan dan nasehat dari
parlemen. Selain itu, kaisar juga berperan sebagai duta diplomatik.
Kaisar pertama di bawah sistem monarki konstitusi adalah Kaisar Akihito yang merupakan
Kaisar ke-125 dan masih memegang tahta pada saat ini. Dia merupakan putra dari Kaisar Showa
dan Permaisuri Kojun. Menempuh pendidikan di bidang Ilmu Politik dan Ekonomi di
Universitas Gakushuin tetapi tidak mendapatkan gelar akademik dari institusi ini. Minatnya
justru berkembang di bidang biologi kelautan, mengikuti jejak ayahnya. Banyak karya ilmiah
yang ditulisnya tentang bidang ini, dan juga tulisannya tentang sejarah ilmu sains di jaman Meiji
yang diterbitkan di Jurnal Science dan Nature. Dia diangkat menjadi kaisar pada 7 Januari 1989
setelah kematian ayahnya. Dan hari setelah pengangkatannya disebut sebagai Tahun Heisei (平
成) atau Tahun Pembangunan Perdamaian. Beliau menikah dengan Putri Michiko, dan memiliki
3 orang anak, yaitu Pangeran Naruhito (Hiro no miya), Pangeran Akishino (Aya no miya), dan
Putri Sayako (Nori no miya).
Putra Mahkota adalah Pangeran Naruhito yang merupakan putra pertama Kaisar Akihito, lahir
pada tahun 1960. Putra Mahkota juga merupakan lulusan program doktor di bidang sejarah di
Universitas Gakushuin. Dan kemudian memperdalam bidang sejarah transportasi Sungai Thames
pada abad ke-18 di Merton College, Cambridge University. Naruhito menikah dengan Owada
Masako, putrid seorang diplomat, dan juga merupakan lulusan Harvard University bidang
Ekonomi, lalu melanjutkan perkuliahan di Universitas Tokyo. Masako adalah seorang diplomat
sebelum menikah dengan Pangeran Naruhito. Mereka memiliki seorang anak, Putri Aiko yang
lahir pada 1 Desember 2001.
Dalam konstitusi Jepang, pengganti kaisar atau putra mahkota adalah anak yang berjenis kelamin
laki-laki. Oleh karena itu, status Putri Aiko sebagai putra mahkota dipermasalahkan. Dan karena
istri putra kedua kaisar, Pangeran Akishino, pada tahun 2006 melahirkan seorang anak laki-laki
(anak ketiga), Pangeran Hisahito Shinno, maka selama Pangeran Naruhito tidak memiliki anak
laki-laki, putra mahkota akan berpindah ke Pangeran Hisahito. Semula PM Shinzo Abe pada
tahun 2007 mengusulkan sebuah proposal tentang kemungkinan diangkatnya seorang putri untuk
menjadi penerus tahta kekaisaran, namun sejak kelahiran Hisahito, proposal ini tampaknya akan
ditentang, sehingga kekaisaran Jepang akan tetap mempertahankan tradisi lama, bahwa penerus
kekaisaran adalah seorang putra mahkota.
V. Sistem Parlementer Jepang
Berdasarkan konstitusi Jepang, Parlemen atau kokkai (国会) adalah lembaga tertinggi negara dan
lembaga yang berhak mengeluarkan kebijakan dan perundangan. Parlemen Jepang mengadopsi
sistem parlemen dua kamar (bicameral) yang diterapkan di Inggris. Ada dua badan dalam Kokkai
yaitu, Shugiin (衆議院) atau House of Representative (Majelis Rendah) dan Sangi in (参議院)
atau House of Councillors (Majelis Tinggi).
Majelis Rendah terdiri dari 480 anggota yang memiliki masa jabatan 4 tahun dan langsung
dipilih oleh rakyat. Masa 4 tahun tidaklah mutlak karena dapat dibubarkan oleh PM dengan mosi
tidak percaya. Pemilih yang berhak memilih adalah warganegara Jepang yang berusia 20 tahun,
dan yang berhak dipilih adalah warganegara berusia 25 tahun, dengan persyaratan memiliki
deposito sebesar 300 juta untuk calon tunggal di sebuah distrik atau yang dikenal sebagai
shousenkyoku (小選挙区) atau single-seat electoral district, dan 600 juta yen untuk calon yang
berasal dari daerah pemilihan yang dikenal sebagai hireiku (比例区) atau proportional
representation constituency. Adapun tugas dan wewenang Majelis Rendah adalah : mengajukan
usulan kebijakan, berperan dalam pemilihan PM, menetapkan anggaran keuangan, menerima
pengunduran diri kabinet (PM dan menteri), dan masalah ratifikasi perjanjian. Dengan suara 2/3,
Majelis Rendah dapat memveto keputusan Majelis Tinggi.
Dari segi keluasan wewenang, Majelis Rendah memiliki wewenang yang lebih luas daripada
Majelis Tinggi. Semisal terdapat rancangan perundangan yang diveto oleh Majelis Tinggi,
Majelis Rendah dapat menganulirnya dengan melakukan pemungutan suara dengan hasil
kesepakatan minimal 2/3 anggota yang hadir. Tetapi, Majelis Rendah dapat dengan mudah
dibubarkan oleh PM, dan sangat sensitif dengan pendapat dan opini rakyat. Sementara Majelis
Tinggi tidak dapat dibubarkan.
Hal yang membedakan sistem parlemen Jepang dengan sistem parlemen Inggris adalah dalam
kabinet Inggris, semua anggota kabinet adalah sekaligus anggota House of Common, oleh karena
itu pasti ada kesamaan pendapat antara kabinet dengan House of Common (shomin in =庶民員).
Adapun di Jepang, PM harus dipilih dari anggota Majelis Rendah, dan Menteri Sekretaris Negara
boleh dipilih dari Majelis Rendah atau Majelis Tinggi atau dari publik. Oleh karena itu kabinet
bisa saja sependapat dengan Majelis Rendah, tetapi ada kalanya tidak sepakat.
Adapun majelis Tinggi memiliki masa jabatan 6 tahun yang dipilih per tiga tahun sekali. Majelis
Tinggi merupakan bentuk terusan dari Kizokuin (貴族院) atau House of Peers yang
diberlakukan pada masa Meiji berdasarkan Konstitusi Imperial Jepang (11 Februari 1889~3 Mei
1947). Keanggotaannya berjumlah 242 orang yang merupakan warganegara Jepang minimal
berusia 30 tahun. Anggota Majelis Tinggi separuhnya dipilih dalam Pemilu, dengan komposisi,
73 dipilih dari perwakilan tunggal dari 47 prefektur yang ada di Jepang (小選挙区), dan 48
dipilih secara nasional dengan sistem perwakilan dengan proporsi tertentu (比例区). Sekalipun
tidak memiliki wewenang sebesar Majelis Rendah, kabinet harus tetap memperhatikan pendapat
Majelis Tinggi, terutama berkaitan dengan masalah amandemen Konstitusi, sebab hak suara
kedua majelis adalah sama. Dan ada banyak contoh keputusan/kebijakan perundangan yang
diputuskan secara bersama oleh kedua majelis.
Kabinet atau naikaku (内閣) di Jepang adalah kabinet yang merupakan koalisi dari partai-partai
pemenang pemilu. Dipimpin oleh seorang PM yang dipilih dari partai pemenang pemilu. Pada
umumnya menteri adalah sekaligus anggota parlemen. Menteri-menteri diangkat oleh PM
berdasarkan persetujuan Parlemen. Susunan Kabinet Jepang pada saat ini adalah sebagai
berikut :
Perdana Menteri
Yoshihiko NODA
Chief Cabinet Secretary
Osamu FUJIMURA
Minister of State for Okinawa Tatsuo KAWABATA
and NorthernTerritories
AffairsMinister of State for
Promotion of Local Sovereignty
Minister of Justice
Hideo HIRAOKA
Minister of Foreign Affairs
Koichiro GEMBA
Minister of Finance
Jun AZUMI
Minister of Education, Culture, Masaharu NAKAGAWA
Sports, Science and Tecchnology
Minister of Health, Labor, and Yoko KOMIYAMA
Welfare
Minister of Agriculture, Forestry,Michihiko KANO
and Fisheries
Minister of Economy, Trade, and Yoshio HACHIRO
Industry
Minister of Land, Infrastructure, Takeshi MAEDA
Transport, and Tourism
Minister of Defense
Yasuo ICHIKAWA
Minister of State for Consumer Kenji YAMAOKA
Affairs and Food Safety
State Minister for National
Motohisa FURUKAWA
Policy, Economic and Fiscal
Policy and Tax Reform
Minister of State for the
Goshi HOSONO
Corporation in support of
Compensation for Nuclear
Damage
Minister of State for Disaster
Tatsuo HIRANO
Management
Minister of State for
Renho MURATA
Government
RevitalizationMinister of State
for the New Public
CommonsMinister of State for
Measures for Declining
Birthrate, and Gender Equality
Minister of Postal Reform and Shozaburo JIMI
Financial Services
Senior Vice Minister
Katsuyuki ISHIDAHitoshi
GOTOIkko NAKATSUKA
Parliementary Secretary
Hiroshi OGUSHIKazuko
KOORIYasuhiro SONODA
[1] Kamakura sekarang terletak di
Kota Kamakura Prefektur
Kanagawa
[2] Duiker, William J.; Jackson J.
Spielvogel (2006). World History,
Volume II. Cengage Learning.
pp. 463, 474. ISBN 0495050547.,
attributed to C.Nakane and
S.Oishi, eds., Tokugawa Japan
(Tokyo, 1990), p.14.
[3] Azuchi adalah nama benteng
yang dibuat oleh Nobunaga,
sedangkan Momoyama adalah
nama benteng yang dibangun oleh
Hideyoshi di Fushimi, Kyoto.
[4] Penamaan ini dilakukan
karena ibukota shogunat berada di
daerah Edo (sekarang Tokyo).
[5] Para samurai membuat
namanya dari tiga kata, yaitu
nama keluarga (姓=せい), alias
(通称=つうしょう), dan
namanya sendiri (諱名=いみな).
Contoh nama samurai adalah 辻
平右衛門直正 (つじへいうえも
んなおまさ).Dia merupakan
guru yang mengajar di sekolah
samurai pada masa Edo. Kata 辻
adalah nama keluarganya, 平右衛
門 adalah nama aliasnya, dan 直
正 adalah namanya
sendiri.Dengan sistem penamaan
yang sekarang, namanya menjadi
辻直正
Tentang iklan-iklan ini
Share this:
Facebook8
Entri ini ditulis dalam 日本文化研究 oleh murniramli. Buat penanda ke permalink.
Tinggalkan Balasan
Blog di WordPress.com.
Ikuti
Ikuti “日本研究”
Kirimkan setiap pos baru ke Kotak Masuk Anda.