IPS NANIK MODEL YANG EFEKTIF

BAB I

PENDAHULUAN
Ilmu pengetahuan geografi merupakan ilmu yang mempunyai arti penting
bagi semua warga, sehingga pendidikan geografi tidak terbatas bagi orang yang
berprofesi sebagai geograf, tetapi bagi semua warga negara.Pada kurikulum 2004
(KBK) Geografi adalah salah satu pelajaran yang tercantum dalam kurikulum
Nasional, namun pada kurikulum 2006 (KTSP) pendidikan geografi dipadukan
dengan ilmu sosial lain dirangkum dalam Pendidikan IPS Terpadu. Setiap
perubahan paradigma yang terjadi akan berdampak terhadap perubahan sistem
dalam pembelajaran geografi. Ketidak siapan guru, siswa, masyarakat dan
pemerintah dalam menghadapi perubahan dunia saat ini merupakan kendala yang
tidak bisa dibiarkan. Di samping ketersediaan material, fasilitas, dan perlengkapan
pembelajaran yang masih kurang memadai serta prosedur pembelajaran yang
belum terencana dengan matang akan sangat mempengaruhi hasil pembelajaran.
Untuk mencapai cita-cita dan harapan yang sesuai dengan tujuan
pendidikan geografi, semua aspek yang terangkum dalam pembelajaran geografi
mesti disesuaikan, dipadukan menjadi satu rangkaian dan harus memiliki
kompetensi yang jelas.Selain materi yang jelas, guru yang berkompeten,
perbedaan, pemahaman guru terhadap perbedaan siswa, strategi, metode, dan juga
model pembelajaran haruslah menjadi bahan pertimbangan bagi guru sebelum

memulai pelajaran.Sebab hal ini juga turut mengambil andil penting dalam
tercapainya tujuan pendidikan.Dalam makalah ini, penulis berusaha untuk
mendiskriptifkan beberapa model pembelajaran yang penulis pikir sangat sesuai
menjadi pengantar dalam pembelajaran khusus geografi.

1

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PEMBELAJARAN EFEKTIF
Pembelajaran adalah suatu proses interaksi (hubungan timbal balik)
antara guru dengan siswa (Gundur Pulungan, 2005). Dalam proses tersebut,
guru memberikan bimbingan dan menyediakan berbagai kesempatan yang
dapat menolong siswa belajar dan untuk memperoleh pengalaman yang sesuai
dengan tujuan pembelajaran. Tercapainya tujuan pembelajaran ditandai oleh
tingkat penguasaan kemampuan dan pembentukan kepribadian.
Dalam Oemar Hamalik (1994), pembelajaran dapat juga diartikan
suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material,

fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi dalam
mencapai tujuan pembelajaran. Manusia yang terlibat dalam sistem
pembelajaran ini terdiri atas guru, siswa dan staff lain. Sedangkan materialnya
meliputi buku-buku, papan tulis, fotografi, slide dan lain-lain. Fasilitas dan
perlengkepan yang menjadi unsur dalam pembelajaran meliputi ruang kelas,
perlengkapan audio visual dan komputer.Prosedur meliputi jadwal dan metode
penyampaian informasi dalam belajar, praktek, evaluasi dan sebagainya.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah
suatu proses hubungan timbal balik antara guru dengan siswa yang melibatkan
beberapa unsur. Unsur yang dimaksud adalah manusia, material, fasilitas,
perlengkapan dan prosedur yang saling berperan dan saling mempengaruhi
demi untuk tercapainya tujuan dalam proses pembelajaran.
Efektif berasal dari kata “effective” yang dapat diartikan sebagai efek,
akibat, pengasuh atau kesan. Selain dari itu, kata efektif ini juga dapat
diartikan sebagai membawa hasil atau berhasil guna yang tidak hanya

2

diorientasikan pada hasil, akan tetapi juga dalam proses yang ada dalam
mencapai tujuan.

Jika

dikaitkan

dengan

pembelajaran,

dapat

dikatakan

bahwa

pembelajaran efektif itu adalah pembelajaran yang berorientasi pada program
pembelajaran yang berkenaan dengan usaha mempengaruhi, memberikan efek
yang dapat membawa hasil sesuai dengan tujuan maupun proses yang ada di
dalam pembelajaran itu sendiri (Wordpress.com). Untuk mendapatkan efek
tersebut, proses pembelajaran tertumpu pada beberapa faktor pendorong,
diantaranya; guru yang profesional, siswa,sikap dan cara belajar siswa yang

aktif baik ia perseorangan maupun kelompok, dan juga tersedianya sumber
belajar dengan memanfaatkan media pembelajaran yang tepat.
Berdasarkan asumsi di atas pembelajaran dikatakan efektif apabila
dalam proses pembelajaran semua elemen yang menjadi faktor pendorong
tersebut berfungsi secara keseluruhan, sehingga setiap guru dan peserta didik
yang terlibat dalam pembelajaran dapat merasa tenang, puas dengan hasil
belajar, dan dapat membawa kesan yang baik dalam perkembangan peserta
didik.
Dengan demikian hakikat pembelajaran efektif adalah proses interaksi
dalam pelaksanaan belajar mengajar yang melibatkan semua unsur
pembelajaran yang saling mempengaruhi, dan tujuannya bukan hanya terfokus
kepada hasil yang dicapai peserta didik, namun bagaimana proses
pembelajaran yang efektif mampu memberikan pemahaman yang baik,
kecerdasan, ketekunan, kesempatan dan mutu serta dapat memberikan
perubahan perilaku dan mengaplikasikannya dalam kehidupan mereka.
Dalam pembelajaran, guru harus menyadari bahwa mengajar memiliki
sifat yang sangat kompleks karena melibatkan berbagai aspek secara
bersamaan.Aspek yang dimaksud adalah; pedagogis, psikologis, dan
didaktis.Aspek pedagogis menunjuk pada kenyataan bahwa mengajar di
sekolah berlangsung dalam suatu lingkungan pendidikan, karena itu guru

harus

mendampingi

peserta

didik

menuju

kesuksesan

belajar

atau

kedewasaan.Aspek psikologis menunjuk pada kenyataan bahwa peserta didik
pada umumnya memiliki taraf perkembangan yang berbeda, ini menunjukkan

3


bahwa dalam aspek didaktisnyapun seorang guru harus menyadari bahwa
kompetensi dan tujuan yang harus mereka capai juga berbeda.
Pada prosesnya, perbedaan tersebut menuntut para pendidik untuk
menyajikan model yang berbeda dalam pembelajaran.Setiap model harus
disesuaikan dengan jenis pelajaran yang sedang berlangsung. Untuk itu setiap
guru harus menentukan dengan tepat jenis dan model belajar yang paling
berperan dalam proses pembelajaran dengan kompetensi yang harus dicapai.
Dengan demikian seorang guru harus memiliki pengetahuan yang cukup luas
mengenai

model-model

efektifyang

harus

diterapkan

dalam


setiap

pembelajaran.

B. MODEL EFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN GEOGRAFI
Lavyanto Trimo (2006), mengatakan bahwa model pembelajaran
adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar
tertentu.Dalam refrensi lain, S. Nasution (2009), menyatakan bahwa model
pembelajaran adalah cara yang konsisten yang dilakukan oleh seorang murid
dalam menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat, berpikir, dan
memecahkan soal.
Mengingat bahwa pencapaian kompetensi dalam pembelajaran tidak
sama, maka tidak semua orang mengikuti cara yang sama dalam
pembelajaran. Masing-masing menunjukkan perbedaan dan perbedaan ini
menuntut model belajar yang berkaitan erat dengan peribadi seseorang, yang
tentu dipengaruhi oleh pendidikan dan riwayat perkembangannya.Sehubungan
dengan itu, Elin Rosalin (2008), mengatakan seorang guru dituntut untuk
memahami semua aspek-aspek yang melatar belakangi peserta didik.Aspek

yang perlu dipahami tersebut meliputi kemampuan, potensi, minat, kebiasaan,
hobi, sikap, kepribadian, hasil belajar, catatan kesehatan, latar belakang
keluarga, dan kegiatannya di sekolah.
Pada prinsipnya, semua materi pelajaran dan aplikasi nilai-nilai yang
terkandung dalam mata pelajaran tersebut senantiasa berkembang sejalan

4

dengan perkembangan masyarakatnya.Kenyataan ini mengharuskan seorang
guru untuk memberikan pengalaman yang bervariasi dengan model yang
efektif dan beraneka.Penggunaan model yang tepat akan turut serta dalam
menentukan efektivitas dan efesiensi dalam pembelajaran, sehingga sangat
membantu peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Terkait dengan pembelajaran geografi, Arnie Fajar (2009) menyatakan
bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran geografi meliputi tiga
aspek. Ketiga aspek yang dimaksud adalah;
1. Aspek Pengetahuan, aspek pengetahuan yang terkait dalam tujuan
pembelajaran Geografi ini meliputi beberapa hal, yaitu;
a. Mengembangkan konsep dasar Geografi yang berkaitan dengan pola
keruangan dan proses-prosesnya,

b. Mengembangkan pengetahuan sumber daya alam, peluang dan
keterbatasannya untuk dimanfaatkan,
c. Mengembangkan konsep dasar Geografi yang berhubungan dengan
lingkungan sekitar dan wilayah Negara/dunia.
2. Aspek Keterampilan, aspek Keterampilan ini pula tertuju kepada;
a. Mengembangkan

keterampilan

mengamati

lingkungan

fisik,

lingkungan sosial, dan lingkungan binaan.
b. Mengembangkan keterampilan mengumpulkan, mencatat data dan
informasi yang berkaitan dengan aspek-aspek keruangan.
c. Mengembangkan keterampilan analisis sintesis, kecenderungan dn
hasil-hasil dari interaksi berbagai gejala geografis.

3. Aspek Sikap, dalam tujuan pengembangan sikap, Geografi bertujuan
untuk;
a. Menumbuhkan kesadaran terhadap perubahan fenomena geografi yang
terjadi di lingkungan sekitar,
b. Mengembangkan sikap melindungi dan tanggung jawab terhadap
kualitas lingkungan hidup,
c. Mengembangkan kepekaan terhadap permasalahan dalam pemanfaatan
sumber daya,

5

d. Mengembangkan sikap toleransi terhadap perbedaan sosial dan
budaya, dan
e. Mewujudkan rasa cinta tanah air dan persatuan bangsa.
Jika dilihat dari tujuan pembelajaran geografi yang dinyatakan oleh
Arnie Fajar (2009) di atas, dalam makalah ini penulis ingin memperkenalkan
beberapa model yang sesuai dengan tujuan dalam pembelajaran geografi
mengikut konsep Nursid Sumaatmadja.Meskipun model pembelajaran ini
masih terkesan lebih terpusat kepada guru, namun pada hakikatnya masih
dapat digunakan dalam transisi model pembelajaran tradisional ke Student

Centre Learning.Untuk mencapai tujuan dalam pembejaran geografi, Nursid
Sumaatmadja

(1997),

memperkenalkan

beberapamodel

pembelajaran

geografi.Beberapa model yang dimaksud adalah; Model Pembelajaran
Disiplin

Mental,

Model

PembelajaranStimulus-Respon,

Model

PembelajaranKognitif, dan Model Pembelajaran Sintetik.

C. Model Pembelajaran Disiplin Mental
Teori Disiplin Mental ini dikembangkan dari pandangan Plato dengan
teori Idealismenya yang melukiskan pikiran dan jiwa bersifat dasar bagi segala
sesuatu yang ada.Idealismenya hanyalah ide murni yang ada dalam pikiran,
karena pengetahuan orang berasal dari ide yang ada sejak kelahirannya.Belajar
dilukiskan

sebagai

pengembangan

oleh

pikiran

yang

bersifat

keturunan.Kepercayaan inilah yang dikenal sebagai konsep “disiplin mental”
(Bell Gredler, 1994).
Dalam pelaksanaannya di sekolah, teori menganggap bahwa secara
psikologi individu memiliki kekuatan, kemampuan atau potensi tertentu, dan
belajar merupakan pengalaman daripada kekuatan, kemampuan dan potensipotensi tersebut.Pandangan-pandangan yang berkenaan dengan potensi,
kecakapan atau kemahiran otak yang merupakan pelaku aktif bagi manusia
dalam berhubungan dengan lingkungannya inilah yang menjadi landasan
dalam pengembangan model disiplin mental.

6

Pada model pembelajaran ini, penekanan prosesnya berlandaskan
kekuatan otak yang meliputi ingatan, kemauan, dan penalaran.Model
pengajaran ini berlandaskan pandangan bahwa kekuatan otak manusia itu juga
berpusat pada minat dan nilai yang menyatukan diri manusia dengan
lingkungannya. Oleh karena itu, pada pengembangan model pembelajaran
Disiplin Mental inisama dengan latihan ingatan, kemauan, dan penalaran
untuk menanamkan minat dan nilai menjadi landasan proses utama. Melalui
proses ini diharapkan manusia akan mengerti tentang kebutuhan dan
lingkungan yang membimbing ke arah tindakan untuk berhubungan dengan
anggota masyarakat lainnya.
Pembelajaran geografi sentiasa mengajarkan hubungan keruangan
gejala-gejala geografi dipermukaan bumi yang antara lain adalah hubungan
keruangan antara umat manusia dengan alam lingkungannya dapat
mengembangkan model pembelajaran disiplin mental dalam merealisasikan
tujuan pembelajaran. Berkenaan dengan ingatan, menurut Bloom dkk
termasuk tingkat kognitif yang masih rendah.Meskipun demikian, ingatan ini
(remembering, recall) menjadi dasar pengembangan tingkat kognitif
selanjutnya.Dasar-dasar pengembangan ingatan, menjadi salah satu ciri Model
Pembelajaran Disiplin Mental yang dapat diterapkan pada Pembelajaran
Geografi.
Model pembelajaran Disiplin Mental dapat mengembangkan anak
didik menjadi manusia yang berdisiplin dalam mengungkapkan penalaran,
memecahkan masalah, dan berdisiplin terhadap aturan-aturan permainan
pengetahuan dan keilmuan.Teknik inkuiriyang menerapkan metode diskusi,
dapat mengimbangi kekakuan yang merupakan efek samping dari model
pembelajaran disiplin mental.Dalam hal ini, guru geografi harus fleksibel
dalam menciptakan suasana pembelajaran yang serasi dengan tujuan yang
harus dicapai. Dalam mengembangkan Disiplin mental pada pendidikan dan
pembelajaran, Herbart dkk dalam Nursid (2001) menganjurkan lima langkah
pelaksanaannya sebagai berikut :
1. Persiapan (preparation)

7

Mengetengahkan pemikiran-pemikiran yang dapat menggugah kesadaran
anak didik terhadap pengalaman yang telah dimiliki mereka. Melalui
persiapan ini, anak didik akan mengingat kembali hal-hal yang berkenaan
dengan pemikiran atau permasalahan yang dikemukakan oleh guru.
2. Penyajian (presentation)
Guru menyajikan fakta-fakta yang berkenaan dengan pemikiran atau
masalah yang dikemukakan pada tahap persiapan di atas. Guru melakukan
demontrasi tentang hal yang disajikannya.
3. Perbandingan dan abstraksi (comparison and abstraction)
Jika guru telah melakukan dua langkah di atas, anak didik akan melihat
adanya dua persamaan antara pemikiran atau masalah baru dengan hal-hal
yang telah diketahuinya. Dalam kesadaran anak didik akan terjadi proses
asosiasiatau

pemikiran,

fakta,

konsep

atau

masalah

yang

telah

diketahuinya. Dalam diri anak akan terjadi abstraksi tentang apa yang
dialami dan dipelajarinya.
4. Generalisasi (generalization)
Dari proses perbandingan, abstraksi, dan asosiasi tentang unsur-unsur
umum dari fakta, gejala, dan masalah yang telah diketahui dan
dipelajarinya, anak didik akan menarik kesimpulan sebagai suatu prinsip
umum atau suatu generalisasi. Mereka akan sampai pada` prinsip atau
hukum umum tentang fakta, gejala, dan masalah yang dipelajarinya sesuai
dengan tujuan pembelajaran yang harus dicapai.
5. Penerapan (application)
Akhirnya guru mengarahkan anak didik untuk menerapkan prinsip, hukum
umum atau generalisasi yang baru diperolehya. Guru memberikan tugas
kepada anak didik dalam bentuk masalah yang harus dipecahkan oleh
mereka dengan menerapkan pengetahuan, prinsip, atau generalisasi tadi.
Dengan demikian, ingatan mereka secara bermakna diterapkan untuk
menghadapi fakta-fakta, gejala-gejala, ataupun masalah baru.
Dalam mengembangkan langkah-langkah tersebut di atas, guru
geografi harus tetap mempertahankan suasana yang menarik minat dan
menyenangkan untuk menumbuhkan kemauan anak didik terhadap apa yang

8

mereka pelajari. Nilai hubungan manusia dengan alam lingkungan dan lebih
jauh lagi dengan Tuhan Maha Pencipta harus tetap menjadi azas yang
mendasari proses pembelajaran.

D. Model Pembelajaran Stimulus-Respon
Stimulus adalah bahan yang digunakan oleh guru ketika mengawali
pelajarannya di kelas sebelum masuk ke dalam pokok bahasan (W. Gulo,
2004). Bahan ini menghubungkan apa yang telah dimiliki oleh siswa dengan
apa yang akan dipelajari sekaligus untuk mengaktualisasikan bahan dan
membangkitkan minat keingintahuan peserta didik. Bahan ini sifatnya conflict
issues dan bias diambil dari realitas sosial atau cerita, bentuk permainan,
gambar atau kliping.
Model stimulus-respon ini landasi oleh konsep sebab-akibat yang
digunakan dalam dalam ilmu pengeathuan alam perilaku mekanisme.Perilaku
manusia merupakan akibat pengaruh dari luar tanpa mengansumsikan adanya
faktor dinamis dalam tingkah laku manusia dan keseluruhannya dipengaruhi
oleh stimulus.Teori ini menurut Gater dalam Oemar Hamalik (2009)
menyatakan, terdapat hubungan fungsional antara situasi dan respon yang
disebut dengan Connection.Teori ini adalah teori psikologis. Dimana
perubahan yang terjadi pada suatu bagian akan berpengaruh terhadap bagian
yang lain antara personal dan lingkungan.
Belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun
stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan
dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan
mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap
faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat
diamati (Oemar Hamalik, 1980). Oleh karena itu, kajiannya tentang belajar
disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperti Geografi dan Ekonomi yang
sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat
diamati dan diukur.

9

Teori seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang
kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan
pendidikan dan atau belajar yang tidak dapat diubah menjadi sekedar
hubungan stimulus dan respon.Teori ini tidak mampu menjelaskan alasanalasan yang mengacaukan hubungan antara stimulus dan respon ini dan tidak
dapat menjawab hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyimpangan antara
stimulus yang diberikan dengan responnya.Namun kelebihan dari teori ini
cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif
dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses
pembentukan atau shapping yaitu membawa siswa menuju atau mencapai
target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik untuk tidak bebas berkreasi
dan berimajinasi.
Konsep-konsep tentang belajar sekarang lebih mengungguli konsep
para tokoh sebelumnya.Konsep sekarang mampu menjelaskan konsep belajar
secara sederhana, namun lebih komprehensif.Hubungan antara stimulus dan
respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian
menimbulkan

perubahan

tingkah

laku,

tidaklah

sesederhana

yang

dikemukakan oleh tokoh-tokoh sebelumnya (Sardiman, 2007).Lebih lanjut ia
mengatakan bahwa respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu,
karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi
antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang
diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi
inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku(Sardiman, dkk.,
2001). Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar
harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta
memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi
yang mungkin timbul akibat respon tersebut juga merupakan perubahanperubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan
menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu
penjelasan lagi, demikian seterusnya.
Menurut Gagne (1970), Belajar merupakan kegiatan yang kompleks,
dan hasil belajar berupa kapabilitas, timbulnya kapabilitas disebab oleh

10

stimulasi yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan
oleh pelajar. Belajar terdiri dari tiga komponen penting yakni kondisi eksternal
yaitu stimulus dari lingkungan dari acara belajar, kondisi internal yang
menggambarkan keadaan internal dan proses kognitif siswa, dan hasil belajar
yang menggambarkan informasi verbal, keterampilan intelek, keterampilan
motorik, sikap, dan siasat kognitif. Robert M. Gagne mengemukakan delapan
tipe belajar yang membentuk suatu hirarki dari paling sederhana sampai paling
kompleks yakni : belajar tanda-tanda atau isyarat (Signal Learning) yang
menimbulkan perasaan tertentu, mengambil sikap tertentu,yang dapat
menimbulkan perasaan sedih atau senang, belajar hubungan stimulus-respons
(Stimulus Response-Learning)dimana respon bersifat spesifik, tidak umum
dan kabur, belajar menguasai rantai atau rangkaian hal (Chaining Learning)
mengandung asosiasi yang kebanyakan berkaitan dengan keterampilan
motorik, belajar hubungan verbal atau asosiasi verbal (Verbal Association)
bersifat asosiatif tingkat tinggi tetapi fungsi nalarlah yang menentukan,
belajar membedakan atau diskriminasi (Discrimination Learning) yang
menghasilkan kemampuan membeda-bedakan berbagai gejala, belajar konsepkonsep (Concept Learning) yaitu corak belajar yang menentukan ciri-ciri yang
khas yang ada dan memberikan sifat tertentu pula pada berbagai objek. belajar
aturan atau hukum-hukum (Rule Learning) dengan cara mengumpulkan
sejumlah sifat kejadian yang kemudian dalam macam-macam aturan, belajar
memecahkan masalah (Problem Solving) menggunakan aturan-aturan yang
ada disertai proses analysis dan penyimpulan.
Dengan demikian, belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang
berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat
eksplisit maupun implisit (tersembunyi). Untuk menangkap isi dan pesan
belajar, maka dalam belajar tersebut individu menggunakan kemampuan pada
ranah-ranah Kognitif yaitu kemampuan yang berkenaan dengan pengetahuan,
penalaran atau pikiran terdiri dari kategori pengetahuan, pemahaman,
penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Afektif yaitu kemampuan yang
mengutamakan perasaan, emosi, dan reaksi-reaksi yang berbeda dengan
penalaran yang terdiri dari kategori penerimaan, partisipasi, penilaian sikap,

11

organisasi dan pembentukan pola hidup.Sikomotorik yaitu kemampuan yang
mengutamakan keterampilan jasmani terdiri dari persepsi, kesiapan, gerakan
terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan
dan kreativitas.
Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa menurut
teori-teori belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari
adanya interaksi antara stimulus dan respon. Sedangkan apa yang terjadi di
antara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak
bisa diamati. Faktor lain yang juga dianggap penting oleh teori-teori belajar
adalah faktor penguatan (reinforcement), penguatan yang dimaksud disini
adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon.
Dalam teori stimulus-respon (S-R), belajar merupakan proses
hubungan (koneksi) antara peristiwa atau unit mental dengan peristiwa atau
unit fisikal yang membentuk proses stimulus-respon. Gejala dan peristiwa
yang terjadi dalam lingkungan menjadi perangsang (stimulus) terhadap proses
mental yang tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan proses fisikal (respon)
terhadap rangsangan. Menurut teori S-R, belajar itu merupakan gejala yang
berlangsung karena adanya rangsangan (stimulus) yang membangkitkan
proses hubungan antara unit mental dengan fisikal atau sebaliknya. Oleh
karena itu, materi pembelajaran yang disajikan pada proses pembelajaran,
harus menjadi stimulus terhadap respon yang lahir di dalam diri anak didik.
Pada pembelajaran geografi, materi pelajaran geografi secara
bermakna harus disajikan sebagai rangsangan terhadap reaksi intelektualemosional-fisikal

anak

didik

yang

mempelajari

materi

pelajaran

geografi.Dalam hal ini, melalui penerapan berbagai metode, teknik, strategi,
dan penggunaan berbagai media, secara bermakna materi geografi dirangsang
terhadap
didik.Dengan
rangsangan

perhatian
demikian,
untuk

membangkitkan

minat-kemampuan-pikiran-keterampilan

anak

model

teori

menciptakan

reaksi

pembelajaran
situasi

mental-fisikal

S-R menerapkan

belajar

(response)

(stimulus
anak

situation)

didik

dalam

mempelajari geografi.

12

E. Model Pembelajaran Kognitif
Kognitif berasal daripada kata ”kognisi” yang berarti suatu pengertian
luas mengenai berfikir dan mengamati tingkah laku yang menyebabkan orang
memperoleh pengetahuan atau yang dibutuhkan untuk menggunakan
pengetahuan (Sudarsono: 1996 dalam Ali Mukri, 2015). Dalam refrensi lain,
Ali Mukri (2015), menyebutkan bahwa kognitif itu adalah perkembangan
(sifat, perwatakan, keperibadian) yang ditentukan oleh kebudayaan dan
perkembangan intelektual moral.
Berdasarkan teori belajar kognitif, belajar merupakan suatu proses
terpadu yang berlangsung di dalam diri seseorang dalam usaha memperoleh
pemahaman dan struktur pengetahuan baru (untuk mengubah pemahaman dan
struktur pengetahuan lama). Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa
memperoleh pemahaman yang dimaksud disini adalah menangkap makna, arti
dari suatu objek atau situasi yang dihadapi.Sedangkan struktur pengetahuan
adalah persepsi atau tanggapan seseorang tentang keadaan dalam lingkungan
sekitarnya yang mempengaruhi ide-ide, perasaan, tindakan, dan hubungan
sosial orang yang bersangkutan(Sumiati dan Asra, 2008). Lebih spesifiknya,
Mok Soon Sang (2006), mengatakan bahwa teori pembelajaran kognitif ini
lebih terpusat kepada cara pembelajaran seperti pemikiran yang bijak, cara
menyelesaikan masalah, penemuan, kategori pembelajaran dan persepsi.
Mengikut teori ini, manusia mempunyai struktur pengetahuan, dan dalam
proses pembelajaran otaknya akan menyusun segala informasi dalam
ingatannya.
Dari

beberapa

penjelasan

di

atas,

masing-masing

peneliti

menggolongkan model belajar menurut pokok-pokok pengertian yang
mendasarinya. Di antara penjelasan itu terdapat perbedaan, akan tetapi juga
persamaan-persamaan walaupun dengan menggunakan istilah yang berbedabeda. Namun pada dasarnya, asumsi dasar teori ini adalah setiap orang telah
mempunyai pengalaman dan pengetahuan di dalam dirinya.Pengalaman dan
pengetahuan ini tertata dalam bentuk struktur kognitif (pengetahuan). Menurut
teori ini, proses pembelajaran akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran

13

yang baru beradaptasi (bersinambungan) secara klop dengan struktur kognitif
yang dimiliki oleh peserta didik.
Dalam

perkembangannya,

menurut

Hendy

Hermawan (2010),

setidaknya ada tiga teori pembelajaran yang bertitik tolak pada model
pembelajaran kognitif ini, yaitu teori Perkembangan Piaget, Teori Kognitif
Bruner, dan teori Bermakna Ausebel.Perbandingan ketiga teori ini dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel teori belajar dengan model pembelajaran kognitif

Piaget

Bruner

Ausebel

Proses kegiatan belajar  Proses belajar ditentukan  Proses terjadi jika siswa
menurut pola tahapan
oleh
cara
guru mampu
mengasimilasikan
perkembangan tertentu
mengatur
materi pengetahuannya
dengan
sesuai dengan umur
pelajaran dan bukan pengetahuan baru.
siswa.
umur siswa
Proses belajar terjadi  Proses belajar terjadi  Proses belajar terjadi melalui
melalui tahapan:
dalam tahapan:
tahapan:
1. Asimilasi
(suatu
1. Enaktitif (aktivitas 1. Memperhatikan stimulus
proses penyesuaian
siswa memahami
yang diberikan
pengeetahuan
baru
lingkungan);
dengan
struktur
kognitif siswa);
2. Akomodasi (proses
2. Ikonik
(siswa 2. Memahami stimulus
penyesuaian struktur
melihat
dunia
kognitif
siswa
melalui gambar dan
pengetahuan baru);
visualisasi verbal);
3. Equilibrasi
(proses
3. Simbolik
(siswa 3. Menyimpangg
dan
penyeimbangan
mampu memahami
menggunakan informasi
mental
setelah
gagasan-gagasan
yang sudah difahami.
diproses
asimilasi
abstrak).
atau akomodasi).
Contoh dari “Asimilasi”  Pada Tahapan Enaktif, 
dan akomodasi adalah
Siswa
Melakukan
sebagaiberikut. Misalnya
Observasi
Dengan
seseorang siswa memilki
Cara
Memahami
pengetahuan tentang baik
Secara
Langsung
dan buruk. Kemudian
Suatu Realitas. Pada
gurunya
memberikan
Tahap Ikonik, Siswa
pelajaran baru tentang
Melakukan Observasi
perbuatan baik dan buruk
Dengan
Cara
menurut
falsafah
Memahami
realitas
Pancasila.
Proses
dengan cukup melalui
penyesuaian
pelajaran
sumbersumber
baru tersebut dengan
sekunder
seperti
pengetahuan siswa itulah
tulisan dan gambar.
yang disebut proses
Pada
tahap
asimilasi. Jika proses ini
simbolik,siswa
dibalik yakni pemikiran
membuat
abstraksi
siswa yang disesuaikan
berupa
teori,
dengan pelajaran baru
penafsiran,
analisis,
maka proses inilah yang
dan
sebagainya
disebut akomodasi.
terhadap realitas yang
telah mereka amati dan

14

Selama proses asimilasi
alami.
dan akomodasi terjadi,
diyakini ada perubahan
stuktur kognitif dalam
benak siswa. Proses ini
suatu saat harus berhenti.
Untuk mencapai saat
berhenti
kita
memerlukan
proses
“equilibrasi”
(penyeimbangan). Jika
proses
equilibrasi
berhasil dengan baik
maka
terbentuklah
struktur kognitif pada
diri
siswa,
yaitu
penyatuan
harmonis
antara pengetahuan lama
dan pengetahuan baru.
Sumber: Teori Kognitif dalam Hendy Hermawan

Dari tabel di atas terlihat dengan jelas perbedaan ketiga konsep teori
yang bertitik tolak pada teori pembelajaran kognitif. Sekilas memang terlihat
mempunyai tujuan yang sama, akan teetapi berbeda dalam proses
pembelajaran.Dalam proses pengajaran, pendekatan model kognitif ini
didasarkan pada dilema moral. Menurut teori Piaget struktur kognitif
seseorang dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan selanjutnya struktur kognitif
ini yang meenentukan persepsi seseorang terhadap apa yang dilihatnya.
Windmiller (1976) dalam Endang Sumantri dan Sofyan Sauri (2006),
menyatakan bahwa Piaget berusaha mendefinisikan tingkat perkembangan
moral pada anak-anak melalui pengamatan dan wawancara.Dari hasil
pengamatannya terhadap anak-anak ketika bermain dan jawaban mereka atas
pertanyaan “mengapa mereka patuh kepada peraturan?”Piaget sampai pada
suatu kesimpulan bahwa perkembangan kemampuan kognitif pada anak
mempengaruhi pertimbangan moral mereka.
Kemudian dalam teori Bruner pula pelaksanaan proses pembelajaran
ini mengungkapkan bahwa pengembangan kognitif seseorang dipengaruhi
oleh faktor dalam, yaitu predisposisi biologis dan faktor luar. Brunerpun
menjelaskan bahwa jika tujuan kurikulum adalah mengembangkan aktivitas
berpikir siswa, maka teori pembelajaran yang digunakan hendaknya
memperhatikan tiga yang menjadi acuan untuk menentukan strategi

15

pembelajaran yang tepat, yaitu karakteristik siswa dan mata pelajaran, serta
cara memperoleh pengetahuan.
Dalam model pembelajaran kognitif ini, S. Nasution (2009),
mengemukakan tiga gaya belajar yang ada kaitannya dengan proses belajarmengajar, yakni gaya belajar menurut tipe:
1. Field dependence – Field independence
Gaya ini membicarakan perbedaan gaya belajar Field dependence atau
gaya pelajar yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan dengan Field
independence atau gaya pelajar yang tidak atau kurang dipengaruhi oleh
lingkungan. Untuk lebih jelasnya bandingkan perbedaan kedua tipe
tersebut dalam tabel di bawah ini:
Tabel perbedaan Field dependence dengan Field Independence
Field dependence
Field independence
Sangat dipengaruhi oleh lingkungan Kurang dipengaruhi oleh lingkungan dan
atau
banyak
bergantung
pada
pendidikan di masa lampau;
pendidikan sewaktu kecil;
Dididik untuk selalu memperhatikan Dididik untuk berdiri sendiri dan
orang lain;
mempunyai otonomi atas tindakannya;
Mengingat dalam hal-hal konteks Tidak peduli akan norma-norma orang
sosial;
lain;
Bicara lambat agar dapat dipahami Bicara cepat tanpa menghiraukan daya
orang lain;
tangkap orang lain;
Mempunyai hubungan sosial yang luas; Kurang mementingkan hubungan sosial;
cocok untuk bekerja dalam bidang
sesuai untuk jabatan dalam bidang
guidance, counseling, pendidikan, dan
matematika, science, insinyur;
sosial;
Lebih banyak terdapat di kalangan Banyak pria, namun banyak yang
wanita;
overlapping;
Tidak senang dengan matematika, lebih Dapat juga menghargai humanitas dan
menyukai bidang humanitas dan ilmuilmu-ilmu sosial, walaupun lebih
ilmu sosial;
cenderung kepada matematika dan
ilmupengetahuan alam;
Guru yang field dependent cenderung Guru yang field independent cenderung
diskusi, demokratis;
untuk
memberikan
ceramah,
menyampaikan
pelajaran
dengan
memberitahukannya;
Memerlukan petunjuk yang lebih Tidak memerlukan petunjuk yang
banyak untuk memahami sesuatu,
terperinci;
bahan hendaknya tersusun langkah
demi langkah;
Lebih peka akan kritik dan perlu Dapat
menerima
kritikan
demi
mendapat dorongan, kritik jangan
perbaikan.
bersifat pribadi.

Bila dilihat dari perbedaan antara kedua gaya pembelajaran pada tabel di
atas, maka kita dapat mengenal tipe siswa yang kita hadapi. Oleh sebab itu

16

guru mempunyai gaya mengajar sendiri, maka kita jangan pernah menilai
guru itu “baik” atau “tidak” sebelum kita mengenal polanya mengajar.
Mungkin tiap guru akan mudah mengajar siswa tertentu dan menemui
kesukaran dalam menghadapi murid lain. Akan tetapi ada yang
berpendapat bahwa dapat menyesuaikan gaya mengajar dengan kebutuhan
murid tertentu.
Pada umumnya gaya mengajar guru harus disesuaikan dengan gaya belajar
siswa apabila mengajar instrument (mengajarkan hal-hal tertentu). Akan
tetapi jika yang diajarkan bersifat development (mengembangkan pribadi
siswa, fleksibilitasnya maupun otonomi pribadinya, maka sebaiknya siswa
harus mengenal macam-macam gaya guru mengajar.
2. Impulsif – Reflektif
Siswa yang Impulsif biasanya mengambil keputusan dengan cepat tanpa
memikirkannya secara mendalam. Sebaliknya siswa yang Reflektif akan
mempertimbangkan segala alternatif sebelum mengambil keputusan dalam
situasi yang tidak mempunyai penyelesaian yang mudah (S. Nasution,
2009). Siswa yang reflektif atau impulsif akan bergantung pada
kecenderungan untuk merefleksikan atau memikirkan alternaif-alternatif
pemecahan suatu masalah yang bertentangan dengan kecenderungan untuk
mengambil keputusan yang impulsif dalam menghadapi masalah-masalah
yang sangat tidak pasti jawabannya.
Cara untuk menyelidiki siswa yang mempunyai tipe ini bisa dilakukan
dengan test memperlihatkan beberapa gambar dalam waktu yang terpisah,
kemudian siswa disuruh untuk memilih gambar yang sesuai. Siswa yang
impulsif akan akan memandang gambar tersebut sepintas lalu, kemudian
dengan cepat memilihh dengan cepat salah satu di antaranya yang
diindentik dengan gambar yang pertama. Sedangkan siswa yang reflektif
akan memperhatikan gambar tersebut dengan cermat sebelum menetapkan
pilihan.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pemberian test pilihan
berganda dengan menetapkan waktu yang ketat siswa yang impulsif dapat
bekerja dengan tergesa-gesa, akan tetapi siswa yang reflektif akan merasa

17

seperti lumpuh, karena tekanan waktu yang tidak mengizinkan untuk
berpikir dengan cermat. Justru itu, untuk memberikan test dengan pilihan
berganda diharapkan kepada guru atau pendidik agar mengatur waktu dan
jumlah pertanyaan sedemikian rupa sehingga siswa yang reflektif
mempunyai waktu untuk berpikir.
3. Preseptif/reseptif – Sistematis/intuitif
Precept diartikan dengan aturan, jadi siswa yang preseptif dalam
mengumpulkan informasi mencoba untuk mengorganisasikan semua hal
yang diterimanya, mereka akan menyaring informasi yang masuk dan
memperhatikan hubungan-hubungan di antara informasi tersebut. Siswa
yang mempunyai sifat preseptif ini akan membentuk suatu aturan yang
membantunya dalam menerima informasi yang sesuai dengan sistem atau
konsep yang digunakan, agar informasi yang diperoleh merupakan
kebulatan yang saling bertalian. Sementara siswa yang reseptif lebih
memperhatikan detil informasi dan tidak berusaha untuk membulatkan
atau mempertalikan informasi yang satu dengan yang lain. Siswa ini akan
mengumpulkan banyak informasi, akan tetapi tidak membentuknya
menjadi kebulatan (kesimpulan) yang bermakna. Untuk melihat perbedaan
antara Presentif dan Resentif lihat pada tabel di bawah ini:
Tabel: Perbedaan siswa yang mempunyai tipe Presentif dengan Resentif
Presentif
Resentif
 Memperhatikan aturan atau “cue”;
 Memperhatikan detil;
 Memusatkan perhatian pada hubungan  Menjauhi membentuk konsep sebelum
di antara informasi atau data;
memperoleh seluruh keterangan;
 Melompat dari data yang satu kepada  Mendesak
atau
menuntut
segala
data yang lain untuk mendapatkan keterangan
sebelum
mengambil
hubungannya.
kesimpulan.

Selain daripada itu, siswa yang sistematis mencoba melihat struktur suatu
masalah dan bekerja sistematis dengan data atau informasi untuk
memecahkan suatu masalah. Sedangkan orang yang intuitif langsung
mengemukan jawaban tertentu tanpa menggunakan informasi secara
sistematis dan cenderung memecahkan persoalan dengan jalan trial-anderror dan mudah melompat-lompat dari cara penyelesaian yang satu
kepada yang lain. Secara singkat tipe siswa Intuitif dan Sistematis ini
dirangkumkan pada tabel berikut:

18

Tabel: Perbedaan siswa yang mempunyai tipe Intuitif dengan Sistematis
Intuitif
Sistematis
Memperhatikan keseluruhan masalah; Mula-mula mencari suatu metode
pendekatan dan peemecahan;
Mempercayai
“hunches”
atau Menentukan jawaban berdasarkan suatu
petuunjuk atas perasaan;
metode;
Melompat-lompat
dalam
jalan Segera meniadakan alternative yang
pikirannya;
tidak sesuai;
Sering merumuskan masalah itu Melakukan penelitian dengan teratur
kembali;
untuk mencari data yang lebih banyak;
Mempertahankan jawabannya atas Menyelesaikan setiap langkah sebelum
dasar cocoknya jawaban itu dengan
melangkah kepada step berikutnya.
hal-hal lain, jadi tidak berdasarkan
metode yang digunakannya.

Dari perbedaan pertentangan sifat preseptif-reseptif dan intuitifsistematis di atas, kita tidak bisa menilai jika sifat yang satu lebih baik
daripada yang satu lagi.Cuma kita perlu tau bahwa adanya perbedaan
itu.Sebab, baik atau tidaknya sifat itu sangat bergantung kepada keadaan,
dimana sifat yang satu lebih sesuai dalam situasi tertentu dan bagi jabatan
tertentu dari pada yang satu lagi. Misalnya sifat preseptif-sistematis sesuai
dengan ahli matematika akan tetapi kurang sesuai dengan ahli sosial.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam proses
pembelajaran guru harus menyadari akan adanya tipe atau sifat-sifat siswa
yang berbeda. Tiap siswa mempunyai cara berpikir yang berbeda, namun
walaupun demikian masing-masing mempunyai kebaikan dan kekurangan
tersendiri. Dengan demikian, dalam menyalurkan seorang pelajar ke jurusan
tertentu, seorang guru harus mempertimbangkan tipe berpikir siswa dan
keinginan mereka sendiri.

F. Model Pembelajaran Sintetik
Pada dasarnya model SAS (Struktural Analitik Sintetik) adalah metode
yang disediakan untuk belajar membaca dan menulis permulaan di kelas
permulaan. Dalam proses operasionalnya model ini mempunyai langkahlangkah berlandaskan operasional dengan urutan: Struktural menampilkan
keseluruhan; Analitik melakukan proses penguraian; Sintetik melakukan
penggabungan kembali kepada bentuk struktural semula. Metode SAS
19

berlandaskan beberapa prinsip, yaitu prinsip lingustik (ilmu bahasa) yang
memandang

satuan

bahasa

terkecil

untuk

berkomunikasi

adalah

kalimat.Kalimat dibentuk oleh satuan-satuan bahasa di bawahnya yakni kata,
suku kata, dan fonem (huruf-huruf); model ini juga mempertimbangkan
pengalaman berbahasa anak. Oleh karena itu, pengajaran akan lebih bermakna
bagi anak karena bertolak dari sesuatu yang dikenal dan diketahui anak. Hal
ini akan memberikan dampak positif terhadap daya ingat dan pemahaman
anak; prinsip inkuiri (menemukan sendiri). Anak mengenal dan memahami
sesuatu berdasarkan hasil temuannya sendiri. Sikap seperti ini akan membantu
anak dalam mencapai keberhasilan belajar (Solchan, dkk., 2010).
Dimyati (Markhamah, 2007) berpendapat dalam proses pembelajaran
ada empat komponen yang penting yang berpengaruh bagi keberhasilan
belajar siswa, yaitu bahan belajar, suasana belajar, media dan sumber belajar,
serta guru sebagai subyek pembelajaran. Oleh karena itu diperlukan model
pembelajaran dan bahan ajar yang baik untuk dapat meningkatkan
keberhasilan belajar siswa.
Dalam refrensi lain, Supriyadi (1996) mendefinisikan metode struktur
analitik sintetik adalah suatu pendekatan cerita disertai gambar yang
didalamnya terkandung unsur analitik sintetik.Dalam seminar FIS UNIMED
di Medan, Sutikno mengatakan bahwa sintetik merupakan model pengajaran
yang segi penekanan pada matra tertentu, secara praktis dalam diri manusia,
segala perilaku yang dipisahkan pada matra serta hierarki pada suatu tujuan
yang menjadi satu perpaduan. Dalam menerapkan model pembelajaran
Geografi tidak dapat mutlak hanya satu, tetapi dapat sintetik lebih dari suatu
model, memadukan lebih dari satu model (Sutikno, 2005).
Mulyana (2008) mengatakan salah satu alternatif pembelajaran
berbasis masalah dan konstruktivisme yang tampaknya perlu dipertimbangkan
dalam rangka meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa di
Indonesia adalah pembelajaran analitik-sintetik intervensi divergen (PASID)
dan pembelajaran analitik-sintetik intervensi konvergen (PASIK). Sembiring
(2010) dalam tesisnya menyatakan metode pembelajaran Analitik Sintetik
merupakan salah satu metode pembelajaran yang berbasis pada masalah dan

20

merupakan kombinasi dari proses analitik dan sintetik. Mulyana (2008) dalam
penelitiannya menyatakan bentuk intervensi yang diberikan dalam proses
pembelajaran ini adalah bentuk intervensi konvergen dan bentuk intervensi
divergen. Bentuk intervensi konvergen adalah bentuk intervensi yang
dilakukan guru dengan cara memberikan pertanyaan investigasi yang bersifat
tertutup dan mengarah pada penyelesaian masalah. Bentuk intervensi divergen
adalah bentuk intervensi yang dilakukan guru dengan cara memberikan
pertanyaan investigasi yang bersipat terbuka dan mengarah pada penyelesaian
masalah.
Melalui intervensi konvergen atau divergen, siswa akan memperoleh
kesempatan yang cukup luas untuk melakukan kegiatan yang dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Mulyana (2008)
menyatakan kegiatan yang yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir
kritis

diantaranya

mempertimbangkan

konsekuensi

suatu

keputusan,

menentukan ide penyelesaian, menganalisis sudut pandang, mengevaluasi
bukti, mengkaji relevansi data yang telah dimiliki, menyelidiki reliabilitas
suatu gagasan, melakukan elaborasi penyelesaian yang sudah ada,
mencetuskan banyak gagasan, membuat gagasan penyelesaian yang bervariasi,
dan melahirkan gagasan penyelesaian yang baru.
Berdasarkan hasil penelitian Mulyana (2008) di sebuah Sekolah
Menengah Atas (SMA), pembelajaran Analitik Sintetik dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa, dan hasil penelitian Sembiring
(2010) pembelajaran Analitik Sintetik dapat meningkatkan kemampuan
penalaran siswa.

21

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari beberapa penjelasan tentang model pembelajaran yang efektif di
atas, dapat disimpulkan bahwa ke-empat model di atas sangat sesuai dalam
pembelajaran Geografi. Hal ini disebabkan oleh: pandangan model
pembelajaran Disimplin Mental yang berlandaskan pandangan yang berkenaan
dengan kecakapan atau kemahiran otak yang merupakan pelaku aktif bagi
manusia dalam kehidupan lingkungannya. Kemudian model pengajaran
Stimulus-Respon pula belajar merupakan gejala yang berlangsung karena
adanya stimulus yang membangkitkan proses hubungan antara unit mental dan
fisikal atau sebaliknya. Stimulus dalam pembelajaran geografi dapat melalui
penerapan berbagai metode, teknik, strategi, dan penggunaan media.
Sementara itu, model pembelajaran Kognitif ini dilandasi oleh teori
belajar yang paradikmanya berpusat pada interaksi manusia dengan
lingkungan psikologi secara serentak.Manusia mempunyai kaitan yang erat
terhadap lingkungannya, sehingga model pembelajaran kognitif ini sangat
sesuai dalam pengajaran Geografi.Kemudian dalam penerapan model
pembelajaran geografi tidak dapat hanya mutlak pada satu, tetapi sintetik lebih
dari satu model, dengan memadukan lebih dari satu model. Inilah yang
menyebabkan model Disiplin Mental, Stimulus-Respon, Kognitif dan Sintetik
ini sangat efektif dalam pembelajaran Geografi.

B. SARAN-SARAN

22

Sesuai dengan simpulan makalah di atas, ada beberapa saran yang
dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan kualitas
pendidikan, khusunya dalam bidang geografi. Antara lain adalah:


Kepada semua pihak sekolah yang terlibat dalam proses pembelajaran
sebaiknya meningkatkan kualitasnya dengan menerapkan model-model
pembelajaran yang inovatif, kreatif dan menyenangkan, sehingga siswa
merasa termotivasi dan tertarik untuk mengikuti pembelajaran.



Dalam proses pembelajaran, disarankan agar guru harus lebih kreatif
dalam memilih model pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan
anak.



Kemudian untuk para siswa diharapkan dapat berperan aktif dalam
pembelajaran agar tercipta kondisi yang menyenangkan.



Dan terakhir sekali, makalah ini dirasakan masih banyak kekurangan,
untuk mendapatkan hasil yang lebih sempurna, disarankan kepada pihakpihak yang berkaitan untuk membuat penelitian lebih lanjut. Sebab masih
banyak

hal-hal

yang

dirasakan

masih

samar-samar

dan

belum

terungkapyang berhubungan dengan isi makalah ini.

23

DAFTAR PUSTAKA

Arnie Fajar. (2009). Portofolio dalam Pembelajaran IPS. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Elin Rosalin.(2008).Bagaimana menjadi guru inspiratif. Bandung: PT. Karsa
Mandiri Persada.
Endang Sumantri dan Sofyan Sauri.(2006). Konsep Dasar Pendidikan Nilai.
Bandung: PT. Pribumi Mekar.
Gredler, Margaret E. Bell. (1994). Belajar dan Membelajarkan.Munandir (terj.).
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Gundur Pulungan. (18 Juni 2005) ‘Kendala dan Strategi Pembelajaran
Geografi’. In Proceeding of the National Seminar on Implementasi
Kurikulum Pendidikan Geografi Di Indonesia.State University of Medan.
Hendy Hermawan. (2010). Teori Belajar dan Motivasi.Bandung: CV. Citra Praya.
Lavyanto Trimo. (2006).Model-model pembelajaran inovatif. Bandung: CV. Citra
Praya.
Markhamah, Siti. (2007). Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Model
Pembelajaran Quantum Teaching pada Pokok Bahasan Lingkaran Siswa
Kelas VIII A Semester II SMP Negeri 15 Semarang Tahun Pelajaran
2006/2007. Skripsi UNNES Semarang : tidak diterbitkan.
Mok Soon Sang. (2006). Ilmu Pendidikan Untuk KLPI (Kursus Perguruan Lepas
Ijazah). Kuala Lumpur: Kumpulan Budiman Sdn.Bhd.
Mulyana,

T.

(2008).Pembelajaran

Analitik

Sintetikuntuk

Meningkatkan

Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik Siswa Sekolah
Menengah Atas. Disertasi Doktor pada PPS UPI:Tidak Diterbitkan.
Nursid Sumaatmadja. 2001. Metodologi Pengajaran Geografi. Jakarta : Bumi
Aksara.
Oemar Hamalik. (1994), Kurikulum dan Pembelajaran, Bandung : Bumi Aksara.
24

Oemar Hamalik. (1980). Media Pendidikan.Bandung
Oemar Hamalik. (2009).Psikologi Belajar dan Mengajar.Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
Pulungan, Ali Mukri. (2015). Penilaian Guru Pelatih Terhadap Karakter Kognitif
Pensyarah di Sebuah Institusi Pendidikan di Mandailing Natal,
Indonesia.Unpublished Thesis. University of Malaya Kuala Lumpur:
Fakulti Pendidikan.
Robert M. Gagne. 1970. The Conditioning of Learning. New York: Holt, Rinehart
and Winston.
Sardiman, A.M. 2007. Interaksi Belajar Mengajar. Radja Grafindo Persada:
Jakarta.
Sardiman, N. dkk. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. Raja Grafindo
Persada: Jakarta
Sembiring, T. (2010).Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi
Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Pembelajaran Analitik
Sintetik. Tesis pada PPS UPI:Tidak Diterbitkan.
Solchan, T. W, Mulyati, Y., Syarif, M., Yunus, M., Werdiningsih, E. & Pramuki, B.
E. (2010).Pendidikan Bahasa Indonesia di SD. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Sumiati dan Asra.(2008). Metode Pembelajaran. Bandung: CV. Wacana Prima.
Supriyadi.(1996).

Pendidikan Bahasa Indonesia 2. Jakarta: Depdikbud,

Universitas Terbuka.
Sutikno.(18 Juni 2005). “Pengembangan Kurikulum Pendidikan Geografi di
Indonesia”. In Proceeding of the National Seminar on Implementasi
Kurikulum Pendidikan Geografi Di Indonesia.State University of Medan.
S. Nasution. (2009). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar.
Jakarta: PT. Bumi Aksara.
W. Gulo. (2004). Strategi belajar mengajar. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia.

25