Studi Cost Benefit Tata Kelola Sampah di

1

Studi Cost Benefit Tata Kelola Sampah di Darat
dan di Laut
Danang M. Pratomo, Firmanto Hadi, S.T., M.Sc. dan Siti Dwi Lazuardi, S.T
Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia
e-mail: firmanto@na.its.ac.id
Abstrak—Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo
merupakan satu-satunya tempat pemrosesan akhir sampah Kota
Surabaya dengan luas wilayah 34,7 ha. Kapasitas eksisting TPA
saat ini hanya bisa menampung sampah maksimal 1.200 ton/hari.
Data jumlah penduduk Surabaya pada tahun 2012 mencapai 3,1
juta jiwa dan diproyeksikan akan mencapai 3,6 juta jiwa pada
tahun 2022. Dengan begitu pada tahun 2012-2012 akan terjadi
peningkatan pertumbuhan penduduk sebesar 16,6%. Hal ini
menyebabkan perkiraan umur operasional TPA tidak akan lebih
lama dari umur perencanaannya. Sebagai solusi untuk
mengantisipasi keterbatasan lahan dan kapasitas TPA adalah
dengan menggunakan Material Recovery Facilities (MRF) Apung.
MRF Apung merupakan penerapan konsep MRF pada sebuah

moda apung yang beroperasi di laut dengan radius pengolahan
yang diijinkan dalam MARPOL 73/78 Annex V. Untuk
mengetahui dampak dari pengoperasian dari MRF Apung dalam
penelitian ini digunakan metode Cost – Benefit Analysis. Dimana
setiap komponen biaya dan manfaatnya dihitung baik internal
maupun eksternal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa total biaya yang
diperlukan dalam pengolahan sampah di laut (MRF Apung)
adalah sebesar 542,2 milyar rupiah. Manfaat dari konsep
pengolahan sampah di laut adalah sebesar 54,7 milyar rupiah.
Berdasarkan analisis biaya dan manfaat menunjukkan hasil
dimana rasio B/C sebesar 0,10 yang berarti konsep MRF Apung
tidak layak untuk dilaksanakan pada saat harga tanah masih
senilai 1.5 juta rupiah per m2. Namun pada saat harga tanah
telah mencapai 13,9 juta rupiah per m2 yang diestimasikan pada
tahun 2021, maka alternatif pengolahan sampah dengan
menggunakan MRF Apung akan layak dijalankan.

Kata Kunci—Sampah Kota, Kapasitas TPA, MRF Apung,
Cost Benefit Analysis


I. PENDAHULUAN

K

ONDISI TPA di Surabaya ini sudah mengalami
keterbatasan kapasitas sehingga tidak mampu lagi
menampung sampah yang dihasilkan di kota Surabaya. TPA
Benowo merupakan satu satunya tempat pemrosesan akhir
sampah Kota Surabaya dengan luas area 34,7 ha [1].
Kapasitas eksisting TPA saat ini hanya bisa menampung
sampah maksimal 1.200 ton/hari. Data jumlah penduduk
Surabaya pada tahun 2012 mencapai 3,1 juta jiwa dan
diproyeksikan akan mencapai 3,6 juta jiwa pada tahun 2022
[2]. Dengan begitu pada tahun 2012-2012 akan terjadi
peningkatan pertumbuhan penduduk sebesar 16,6%. Hal ini

akan berdampak pada produksi jumlah sampah yang semakin
meningkat. Sehingga akan menyebabkan perkiraan umur
operasional TPA tidak akan lebih lama dari umur

perencanaannya. Di TPA inilah sampah yang ditampung
kemudian diolah secara land disposal (penyingkiran dan
pemusnahan limbah ke dalam tanah). Namun sistem land
disposal ini terdapat dampak pencemaran air tanah. Sehingga
sistem pengolahan tersebut tidak baik untuk diterapkan secara
terus menerus di kota Surabaya.
Untuk membantu kinerja TPA Benowo, maka volume
sampah yang masuk harus dikurangi. Pengurangan jumlah
volume sampah yang masuk dapat dilakukan dengan adanya
Material Recovery Facilities (MRF). MRF ini pada dasarnya
berfungsi untuk mengurangi volume sampah yang masuk ke
TPA dengan cara sampah tersebut diolah sehingga memilikki
nilai yang lebih tinggi dari asalnya. Adanya MRF di darat
memiliki masalah yang sama dengan adanya TPA di darat dari
aspek lingkungan, sosial, dan faktor pembebasan lahan yang
sukar didapat [3]. Hal ini memunculkan inovasi untuk
mengintegrasikan MRF di atas kapal sehingga dampak sosial
dan keterbatasan lahan dapat dikurangi.
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian terhadap tata
kelola sampah antara di darat dengan di laut. Hal ini

dimaksudkan untuk mengetahui strategis kedepan nilai
tambah atau seberapa besar biaya dan manfaat sesungguhnya
yang dihasilkan dari dua pengelolaan tersebut.
II. METODE PENELITIAN
Metode pengumpulan data dalam penelitian adalah metode
pengumpulan data secara langsung (primer), dan tidak
langsung (sekunder). Pengumpulan data ini dilakukan dengan
mengambil data terkait dengan permasalahan dalam
penelitian.
Tahap perhitungan dalam penelian ini adalah perhitungan
setiap komponen yang berhubungan dengan biaya dan
manfaat baik internal maupun eksternal dari pengoperasian
pengolahan sampah apung.
Tahap analisis dalam penelian ini meliputi analisis
mengenai perbandingan manfaat dan biaya dari pengoperasian
pengolah sampah apung. Dari analisis ini akan dihasilkan
seberapa besar nilai rasio dari manfaat yang didapat dibanding
biaya yang dikeluarkan.

2

III. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Jenis Sampah yang Diolah

Jenis sampah yang akan ditangani MRF Apung nantinya
merujuk pada komposisi sampah di kota Surabaya. Komposisi
terbanyak sampah berada pada jenis sampah basah.
Sedangkan untuk sampah kering yang masih bisa
dimanfaatkan seperti kertas, plastik, alumunium dan kaca akan
dikirim ke MRF untuk dipilah dan diolah. Sampah yang
memiliki nilai jual rendah seperti kain dan logam yang tidak
dapat diproses kembali akan ditransfer ke TPA.
Gambar 1 adalah persentase jumlah sampah yang diolah
dari total keseluruhan sampah yang masuk.

Gambar. 3. Skema Mekanisme Pengolahan Sampah

C. Radius Pengolahan yang Diijinkan

8,57%


91,43%

Jumlah Sampah yang Diolah

Peletakan lokasi area pengolahan merujuk pada aturan
MARPOL 73/78 Annex V yakni minimal 12 nautical mil dari
pantai terdekat. Pengolahan sampah dilakukan di area pada
lokasi antara pulau Jawa dan di selatan pulau Madura dimana
titik penempatan terlebih dahulu sudah diukur jarak miniman
yang diijinkan dari pantai-pantai terdekat sehingga didapat
lokasi seperti pada gambar berikut:

Tidak Diolah

Gambar. 2. Persentase Komposisi Sampah yang diolah MRF Apung

B. Jenis Pengolahan Sampah

Proses pengolahan sampah yang dilakukan di dalam MRF
dibagi menjadi dua jenis yaitu pengolahan sampah basah dan

sampah kering dengan terlebih dahulu melewati proses
pemilihan. Salah satu fokus utama untuk mereduksi jumlah
sampah di dalam MRF adalah dengan jalan pengolahan
sampah basah yang efektif. Karena sampah basah memiliki
porsi paling besar dalam komposisi sampah kota Surabaya.
Gambar 3 menunjukkan skema mekanisme pengolahan di
MRF Apung. Secara rinci pengolahan MRF terdiri dari:
a. Pengolahan sampah basah menjadi briket
b. Pengolahan kertas menjadi bal
c. Pengolahan plastik menjadi bal
d. Pengolahan alumunium menjadi bal
e. Pengolahan kaca menjadi bal
f. Pengolahan kayu, kulit, residu kertas, residu plastik,
residu alumunium, residu kaca menjadi briket

Gambar. 4. Lokasi untuk Area Pengolahan Sampah yang Dipilih

D. Konsep MRF Apung

Konsep operasi MRF Apung ini dimulai dari sampah rumah

tangga dari masing-masing kecamatan kota Surabaya diangkut
menggunakan gerobak sampah menuju ke TPS. Dari tiap TPS
di Surabaya, sampah diangkut dengan Compactor Truck
menuju Depo Transfer. Sedangkang sampah lama dari TPA
diangkut menggunakan Dump Trailer Truck. Selanjutnya
sampah yang tekumpul di Depo Transfer akan dipindahkan di
tongkang pengangkut sampah menuju MRF Apung di area
pengolahan. Setelah sampah diproses menjadi produk dan
residu, tongkang pengangkut produk akan mengangkut hasil
olahan dan tongkang pengangkut sampah mengangkut residu
yanh akan dibawa ke depo. Dari depo residu akan dibawa lagi
ke TPA dengan menggunakan truk. Gambar 5 menunjukkan
konsep operasi pengolahan sampah apung.

3
Sampah

INPUT
Sampah Lama


Sampah
Baru

TPA

Sampah Rumah
Tangga

PROSES

Depo Transfer
Produk/Residu MRF Apung

OUTPUT

Residu

Bal

Briket


16

Gambar. 5. Konsep Operasi Pengolahan

E. Perhitungan Operasional MRF Apung

Perhitungan operasional MRF Apung meliputi jumlah
sampah yang diolah (Tabel 1), perhitungan operasional moda
laut (Table 2) dan perhitungan operasional moda darat (Tabel
3).

F. Perhitungan Biaya MRF Apung

Dalam perhitungan biaya dan manfaat MRF Apung
meliputi internal maupun eksternal. Terlebih dahulu dilakukan
perhitungan biaya internal MRF Apung yang meiliputi biaya
depo transfer, biaya trucking, biaya pengapalan, biaya MRF
Apung dan biaya eksternal meliputi biaya emisi TPA, biaya
ketidaknyamanan, dan biaya emisi pengangkutan.

1) Biaya Depo Transfer
Biaya pembangunan depo transfer dapat dibagi menjadi 2
jenis, yaitu:
a) Biaya modal
Biaya modal mencakup biaya pembangunan depo transfer,
pembangunan dermaga untuk sandar kapal, dan alat bongkar
muat.
b) Biaya operasional
Biaya operasional depo adalah biaya rumah tangga depo
yang mencakup biaya penggunaan air, listrik, telepon, dan
biaya gaji pegawai depo.
Gambar 1 menunjukkan grafik total biaya depo transfer.

Tabel. 1. Jumlah Sampah yang Diolah
Jumlah Sampah yang Diolah
Total Ton Sampah yang dikelola (net)

1.337

ton/hari

Densitas

300

kg/m3

Total Volume Sampah yang dikelola (net)

4.458

m3/hari

Tabel. 2. Perhitungan Operasional Moda Laut
Kapal

Tongkang
Sampah+Residu

Jumlah armada
Kapasitas
muatan
Docking
Onhire
Roundtrip
Muatan
(diangkut)
Jumlah sampah
(diangkut)
Kapasitas
(angkut)
Utilisasi

Pengolah
Apung

Tongkang
Produk

1
2.000

1
2.700

1
2.000

20
345
344
559.923

20
345
345
720.37
3
418.92
3
720.37
3
58%

20
345
416
191.809

hari
hari
kali/th
ton/th

418.923

ton/th

831.927

ton/th

418.923
688.324
61%

50%

Tabel. 3. Perhitungan Moda Darat
Moda Darat
Truk Pengangkut sampah TPA + Residu
Onhire

345

hari

Ritasi per hari

5

rit/hari

Ritasi per tahun

1725

rit/tahun

Kapasitas Angkut

30

ton

Kapasitas angkut/tahun

103.500

ton/tahun

Muatan terangkut/tahun

101.506

ton/tahun

2

Unit Truck
Utilisasi

Keterangan

98%

unit
%

unit
ton

%

Gambar. 1. Grafik Total Biaya Operasional Depo Transfer

2) Biaya Trucking
Biaya sewa truk bisa dikategorikan menjadi 2, yaitu:
a) Biaya sewa
Biaya sewa ini adalah biaya untuk menyewa truk atau
disebut trucking yang digunakan untuk pengangkutan sampah
TPA dan residu.
b) Biaya perjalanan
Biaya perjalanan yaitu biaya bahan bakar yang ditanggung
pihak penyewa. Biaya bahan bakar dihitung dengan
memperhitungkan konsumsi bahan bakar truk ketika
beroperasi.
c) Biaya operasional
Biaya operasional kapal terdiri dari biaya gaji sopir dan
crew yang mengoperasikan truk, dan biaya perawatan truk.
Gambar 2 yang menunjukkan grafik total biaya trucking.

4

Gambar. 4. Total Biaya MRF Apung
Gambar. 2. Grafik Total Biaya Trucking

Pada tahun 2022 grafik total biaya trucking menunjukkan
kenaikan yang signifikan, hal ini disebabkan adanya
penambahan armada dari sebelumya tahun 2012-2021
berjumlah 2 unit bertambah menjadi 3 unit di tahun 2022
untuk menangani jumlah sampah yang semakin meningkat.
3) Biaya Shipment (Pengapalan)
Biaya pengapalan digolongkan menjadi 4 biaya [4], yaitu:
1. Biaya sewa
2. Biaya operasional
3. Biaya pelayaran
4. Biaya bongkar muat
Dalam perencanaan Pengolah Sampah Apung ini, biaya
bongkar muat tidak termasuk dalam komponen biaya. Hal
tersebut disebabkan karena kapal melakukan aktivitas bongkar
di terminal milik sendiri sehingga tidak ada biaya bongkar
muat. Gambar 3 menunjukkan perhitungan biaya pengapalan.
Pada grafik tersebut memperlihatkan tren biaya yang menurun
setiap tahunnya, hal ini disebabkan jumlah sampah yang
semakin meningkat berdampak pada waktu roundtrip yang
bertambah sehingga jumlah roundtrip per tahun menjadi lebih
sedikit.

5) Biaya Emisi TPA
Sampah yang ditimbun setiap harinya di TPA menjadi salah
satu penyebab dari timbulnya polusi udara yaitu dengan
terlepasnya metana dari proses anaerobik ke udara.
Emisi metana yang ditimbulkan dari penimbunan sampah di
TPA dapat dihitung dengan metode yang terdapat pada Clean
Development Mechanism (CDM) [5]. Gambar 5 menunjukkan
perhitungan biaya emisi TPA.

Gambar. 5. Biaya Emisi TPA

6) Biaya Dampak Ketidaknyamanan
Dampak Ketidaknyamanan (Disamenity Impact) yang
dimaksud adalah ketidaknyamanan yang berhubungan dengan
keberadaan maupun pengoperasian dari TPA. Istilah
ketidaknyamanyan meliputi dampak seperti kebisingan, debu
sampah, bau, adanya hama, gangguan visual, persepsi risiko
terhadap kesehatan manusia karena letaknya dekat dengan
TPA [6]. Gambar 6
menunjukkan perhitungan biaya
ketidaknyamanan.

Gambar. 3. Biaya Pengapalan

4) Biaya MRF Apung
Biaya MRF Apung dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1. Biaya modal MRF Apung
2. Biaya operasional MRF Apung
3. Biaya produksi MRF Apung
Gambar 4 menunjukkan grafik total biaya MRF Apung.
Gambar. 6. Biaya Dampak Ketidaknyamanan

7) Biaya Emisi Pengangkutan

5
Banyaknya emisi karbon dapat dihitung menggunakan
perhitungan Energi Panas/Satuan berat bahan bakar dan
Kandungan CO2/ Satuan energi. Sehingga didapatkan 1 Liter
solar menghasilkan 2848,32 gram CO2, 1 Liter MFO
menghasilkan 3253,453 gram CO2 [7]. Gambar 7
menunjukkan perhitungan biaya emisi pengangkutan. Pada
tahun 2022 grafik menunjukkan kenaikan yang signifikan, hal
ini disebabkan adanya penambahan armada darat dari 2
menjadi 3 unit sehingga jumlah emisi yang dihasilkan
semakin meningkat.
Gambar. 8. Grafik Penghematan Biaya Kebutuhan Lahan

Gambar. 7. Biaya Emisi Pengangkutan

8) Asumsi-Asumsi Pokok
Asumsi-asumsi pokok yang digunakan dalam perhitungan
Ini disajikan dalam Tabel 4.
Tabel. 4. Asumsi-Asumsi Pokok
Item
Nilai
345
Onhire MRF Apung
10
Umur Operasional MRF
Apung
65.000
Provision
8.360
Harga MFO
9.955
Harga MDO
12.000
Harga Air Tawar
10,50
Tingkat suku bunga
100
Skema pinjaman
10
Lama angsuran

2. Penghematan Biaya Dampak Kesehatan
Penghematan biaya dampak kesehatan dapat dihitung
dengan total biaya dampak kesehatan dengan memakai konsep
kondisi eksisting dikurangi biaya dampak kesehatan setelah
pengoperasian MRF Apung. Biaya dampak kesehatan dapat
dihitung dengan mengalikan jumlah kasus penyakit akibat
penimbunan sampah di TPA dengan Tarif Indonesian - Case
Based Groups (Tarif INA – CBGs). Tarif INA – CBGs adalah
besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada
Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan atas paket layanan yang
didasarkan kepada pengelompokan diagnosis penyakit [8].
Gambar 9 menunjukkan perhitungan penghematan biaya
dampak kesehatan.

Satuan
Tahun
Tahun
Rp/orang/hari
Rp/liter
Rp/liter
Rp/m3
%
%
Tahun

9) Manfaat MRF Apung
1. Penghematan Biaya Kebutuhan Lahan
Penghematan kebutuhan lahan dihitung dari selisih antara
lahan yang dibutuhkan dalam pengelolaan sampah di darat
dibandingkan dengan kebutuhan lahan setalah menggunakan
MRF Apung. Gambar 8 menunjukkan grafik total manafaat
penghematan dari kebutuhan lahan. Pada tahun awal grafik
manfaat penghematan menunjukkan nilai negatif hal ini
dikarenakan kebutuhan awal lahan untuk membangun depo
transfer.

Gambar. 9. Grafik Penghematan Biaya Dampak Kesehatan

3. Penambahan Nilai Sampah
Penambahan nilai sampah setelah diolah didapat dengan
memvaluasi nilai produk hasil olahan sampah menurut jenis
produk dan harga yang ada di pasaran. Dengan menggunakan
harga komponen sampah kering yang dapat didaur ulang yang
berlaku di Kota Surabaya, nilai ekonomi sampah di Kota
Surabaya dapat diperkirakan. Estimasi nilai jual jenis sampah
kering, yang terdiri atas plastik, kertas, kaca/gelas, dan logam
sebesar Rp. 337.050.000/hari.
Untuk mengetahui nilai tambah sampah setelah melalui
proses pengolahan di MRF Apung yaitu dengan mengalikan
total berat masing-masing jenis produk olahan dengan
estimasi nilai jual jenis sampah. Khusus briket jenis biobriket
harga yang ada di pasaran adalah 3000 rupiah per kilogram.
Gambar 10 menunjukkan hasil perhitungan nilai tambah
sampah setelah diolah di MRF Apung.

6
IV. KESIMPULAN

Gambar. 10. Grafik Penambahan Nilai Sampah

4. Benefit Cost Ratio
Berdasarkan hasil perhitungan manfaat MRF Apung
didapatkan total manfaat sebesar Rp. 54,7 milyar/tahun.
Sedangkan hasil perhitungan biaya MRF Apung didapatkan
total biaya sebesar Rp 542,2 milyar/tahun.
Setelah didapat hasil perhitungan dari masing-masing
komponen manfaat dan biaya maka langkah terakhir dari
analisis ini adalah menentukan nilai benefit – cost ratio
(BCR), dimana dari perhitungan sebelumnya seluruh analisis
diekivalenkan ke dalam nilai sekarang(present value) tahun
2013 dengan tingkat suku bunga sebesar 10,50%, inflasi
diabaikan dan 10 tahun umur perencanaan operasional
sehingga diperoleh nilai rasio B/C sebesar 0,10. Karena nilai
BCR < 1 maka bisa disimpulkan bahwa MRF Apung tidak
layak dijalankan untuk saat ini.
5. Analisis Sensitivitas
Analisis sensisitivitas dilakukan untuk mengetahui variable
yang mempengaruhi biaya operasional pengelolaan sampah di
darat dengan di laut. Variable yang berpengaruh pada biaya
operasional kedua pengelolaan sampah tersebut adalah harga
tanah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 11.

Pengoperasian pengelolaan sampah yang mengintegrasikan
MRF dengan kapal atau disebut MRF Apung dapat diterapkan
sebagai salah satu solusi penanganan sampah perkotaan di
Surabaya. Teknologi yang digunakan bertujuan mereduksi
jumlah sampah dengan cara diolah sebelum dibuang ke tempat
pembuangan akhir (TPA), sehingga dapat mengurangi
kebutuhan lahan, dampak lingkungan dan sosial.
Berdasarkan analisis biaya dan manfaat menunjukkan
hasil dimanan rasio B/C sebesar 0,10 yang berarti konsep
MRF Apung tidak layak untuk dilaksanakan pada saat harga
tanah masih senilai 1.5 juta rupiah per m2. Namun pada saat
harga tanah telah mencapai 13,9 juta rupiah per m2 yang
diestimasikan pada tahun 2021, maka alternatif pengolahan
sampah dengan menggunakan MRF Apung akan layak
dijalankan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak yang telah
membantu proses penelitian ini. Kepada Allah SWT, kepada
keluarga, kepada Dosen pembimbing 1 (Firmanto Hadi, ST.,
M.Sc.) dan Dosen pembimbing 2 (Siti Dwi Lazuardi S.T.),
Dosen dan Karyawan Jurusan Teknik Perkapalan dan Jurusan
Transportasi Laut, teman-teman Laksamana P-49 serta Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil Surabaya, Dinas Kebersihan
dan Pertamanan Surabaya dan UPTD TPA Benowo atas
semua bantuan dan dukungan yang diberikan terkait
penyelesaian artikel ilmiah ini.
DAFTAR PUSTAKA
[1]

[2]

[3]
[4]
[5]

[6]

[7]
Gambar. 11. Grafik Hubungan Harga Tanah terhadap Biaya Pengelolaan
Sampah

Berdasarkan grafik tersebut dapat diketahui bahwa biaya
pengelolaan sampah di laut pada awalnya akan lebih besar
dibanding dengan pengelolaan sampah di darat pada kondisi
eksisitng. Namun pada saat harga tanah mencapai 13,9 juta
rupiah per m2 (tahun 2021), maka alternatif pengolahan
sampah dengan menggunakan MRF Apung akan layak
dijalankan.

[8]

Kelompok Kerja Sanitasi Kota Surabaya. 2011. Memorandum Program
Sektor Sanitasi Kota Surabaya 2011. Surabaya: Kelompok Kerja
Sanitasi Kota Surabaya.
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surabaya, “Proyeksi
Kependudukan Kota Surabaya,” Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
Kota Surabaya, Surabaya, 2012.
Muafaq, “Desain Konseptual Sistem Pengolah Sampah Apung,” ITS,
Surabaya, 2014
Wijnolst, N., & Wergeland, T. . 1997. Shipping. Netherlands: Delft
University Press
Shailesh, “How do Municipal Solid Waste Disposal Sites Emit
Methane?,”
27
Februari
2013.
[Online].
Available:
http://greencleanguide.com/2013/02/27/how-municipal-solid-wastedisposal-sites-emit-methane/.
G. Turner, D. Handley, J. Newcombe dan E. Ozdemiroglu, “Valuation of
the external costs and benefits to health and environment of waste
management options,” Defra, London, 2004.
A. E. Prasetyo, “Analisis Pemindahan Moda Angkutan Barang di Jalan
Raya Pantura Pulau Jawa : Studi Kasus Koridor Surabaya – Jakarta,”
ITS, Surabaya, 2013.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, “Peraturan Mentri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2013,” Menteri Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta, 2013.

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21