212071128 Perbandingan Pembakaran Udara Stoikiometri

BAB II
KAJIAN TEORI

A. Motor Bensin Empat Langkah
Menurut Bosch (2001), motor bensin

pembakaran dalam

menggunakan siklus Otto. Sistem pengapian membakar campuran udara
dan bahan bakar dan dalam prosesnya mengubah energi kimia pada bahan
bakar menjadi energi kinetik.
Hasil dari pembakaran menyebabkan piston menghasilkan gerakan
bolak-balik (reciprocating) di dalam silinder, sedangkan setang piston
mengubah gerakan bolak-balik pada piston menjadi gerak putar pada
poros engkol yang kemudian diteruskan menuju roda gila. Kecepatan putar
poros engkol disebut juga kecepatan mesin (engine speed) atau kecepatan
putar mesin per menit (engine rpm).
1. Prinsip Kerja Motor Empat Langkah
Prinsip kerja motor empat langkah menggunakan mekanisme
katup untuk mengontrol siklus pemasukan dan pembuangan campuran
udara dan bahan bakar peda mesin. Katup-katup tersebut membuka

dan menutup saluran masuk dan buang pada silinder untuk menyuplai
campuran udara dan bahan bakar kedalam silinder dan mengeluarkan
gas sisa pembakaran keluar dari silinder.

8

9

a. Langkah Hisap
Diawali piston berada pada TMA (Titik Mati Atas), piston
bergerak menuju TMB (Titik Mati Bawah) dan meningkatkan
volume silinder, campuran udara dan bahan bakar terhisap masuk
kedalam silinder melalui saluran masuk dimana posisi katup masuk
terbuka sedangkan katup buang tertutup.
Ruang bakar di dalam silinder mencapai volume maksimum
(Vh+Vc) di TMB.
b. Langkah Kompresi
Katup hisap dan katup buang dalam kondisi tertutup, piston
bergerak dari TMB menuju TMA menyebabkan volume ruang
bakar menyempit dan mengkompresikan campuran udara dan

bahan bakar didalamnya menyebakan temperatur dan tekanan
didalam silinder meningkat.
Pada TMA ruang bakar mencapai volume minimum (Vc).
c. Langkah Kerja
Sebelum piston mencapai TMA, busi menyulut campuran
udara dan bahan bakar pada sudut pengapian (ignition angle) yang
tepat. Campuran udara dan bahan bakar terbakar seluruhnya saat
piston beberapa derajat melewati TMA.
Katup hisap dan katup buang masih tertutup dan panas
pembakaran meningkatkan tekanan dalam silinder mendorong
piston bergerak menuju TMB dan menghasilkan tenaga.

10

d. Langkah Buang
Katup buang terbuka sesaat sebelum piston mencapai TMB.
Gas sisa pembakaran bertekanan tinggi keluar dengan sendirinya
dari silinder melalui saluran buang (exhaust manifold), kemudian
sisa gas buang keluar terdorong oleh piston yang bergerak dari
TMB menuju TMA.

Ketika piston mencapai TMA, mulai bergerak untuk siklus
kerja berikutnya yaitu langkah hisap setiap dua kali putaran poros
engkol atau empat kali pergerakan piston. Untuk lebih jelasnya
lihat gambar 2.1

Gambar 2.1 Siklus Kerja Motor Empat Langkah
Sumber: Bosch (2001:5)
2. Waktu pembukaan katup
Mekanisme pembukaan katup dirancang sedemikian rupa
sehingga poros nok (camshaft) berputar satu kali untuk menggerakkan

11

katup hisap dan katup buang setiap dua kali putaran poros engkol
(crankshaft) (Toyota Astra Motor, 2000:3-19) .
Waktu pembukaan katup mengatur waktu dimana katup masuk
dan katup buang mulai membuka atau menutup berdasarkan derajat
putaran poros engkol. Aliran gas (gas flow) dan pengaruh getaran
kolom


gas

(gas-column

vibration

effect)

digunakan

untuk

meningkatkan pengisian campuran udara dan bahan bakar pada ruang
bakar dan mengeluarkan gas sisa pembakaran. Hal inilah yang
menyebabkan mengapa dibutuhkan overlapping katup (Bosch,
2001:5).
3. Kompresi
Perbandingan kompresi menunjukkan berapa jauh campuran
udara dan bahan bakar yang dihisap selama langkah hisap
dikompresikan dalam silinder selama langkah kompresi (Toyota Astra

Motor, 2000:1-7).
Nilainya dapat dirumuskan dengan ε = (Vh+Vc)/Vc dimana Vh
menunjukkan volume ruang bakar dengan piston berada pada posisi
TMB sedangkan Vc menunjukkan volume ruang bakar dengan piston
berada pada posisi TMA (Bosch, 2001:6).
Menurut Bosch (2001), rasio kompresi sangat berpengaruh
terhadap:
a.

Torsi yang dihasilkan oleh mesin

b.

Keluaran tenaga yang dihasilkan oleh mesin

12

c.

Konsumsi bahan bakar, dan


d.

Emisi gas buang sisa pembakaran
Mesin bensin mempunyai rasio kompresi (ε) antara 7-13

tergantung tipe mesin dan prinsip pemasukan bahan bakarnya. Mesin
dengan rasio kompresi antara 14-24 umumnya digunakan untuk mesin
diesel dan tidak dapat digunakan untuk mesin bensin. Mesin bensin
memiliki kualitas anti-knock yang sangat terbatas, dan dengan tekanan
kompresi yang tinggi menyebabkan temperatur yang tinggi pula pada
ruang bakar menyebabkan pembakaran yang tidak terkendali pada
bahan bakar bensin. Hal tersebut dapat menyebabkan detonasi yang
dapat merusak mesin.
4. Perbandingan udara dan bahan bakar
Perbandingan udara yang dibutuhkan untuk membakar 14,7 kg
udara membutuhkan 1 kg bahan bakar yang kemudian disebut
perbandingan

campuran


udara

dan

bahan

bakar

stoikiometri

(stoichiometric ratio) 14,7:1 (Bosch, 2001:6).
Faktor udara ekses (excess-air factor) λ mengindikasikan
seberapa jauh perbandingan udara dan bahan bakar aktual dengan
perbandingan udara dan bahan bakar teoritis 14,7:1. λ=1 menunjukkan
bahwa mesin berjalan dengan perbandingan udara dan bahan bakar
stoikiometri.
Jika

λ1 (dibawah


13

batasan λ=1,6) menunjukkan mesin tersebut mengalami kelebihan
udara (campuran miskin).
Besarnya campuran udara dan bahan bakar dimana mesin dapat
bekerja tanpa mengalami gangguan berada pada rentang 8:1 hingga 18,5:1,
hal tersebut dapat dijelaskan:

a.

8 bagian udara berdasarkan berat dikombinasikan dengan 1
bagian bahan bakar (8:1) merupakan campuran paling kaya yang
dapat diterima oleh mesin dan masih dapat melakukan pengapian.

b.

18,5 bagian udara dicampur dengan 1 bagian bahan bakar (18,5:1)
merupakan campuran paling miskin. Campuran udara dan bahan
bakar yang terlalu kaya atau terlalu miskin menyebabkan

pembakaran tidak normal atau mesin tidak dapat berjalan sama
sekali (Halderman & Linder, 2006: 87). Untuk lebih jelasnya lihat
gambar 2.2

Gambar 2.2 Mesin tidak akan bekerja jika campuran bahan bakar
terlalu kaya atau terlalu miskin
Sumber: Halderman & Linder (2006:87)

14

B. Bahan Bakar dan Proses Pembakaran pada Motor Bensin 4 Langkah
1.

Bahan bakar
Menurut Supraptono, bahan bakar adalah bahan-bahan yang
digunakan dalam proses pembakaran. Tanpa adanya bahan bakar,
proses pembakaran tidak mungkin berlangsung. Menurut asalnya,
bahan bakar dibagi menjadi tiga golongan, yaitu bahan bakar nabati,
bahan bakar mineral, dan bahan bakar fosil. Sedangkan ditinjau
menurut bentuknya, bahan bakar dibagi menjadi tiga jenis yaitu bahan

bakar berbentuk cair, padat, dan gas.
Setiap bahan bakar memiliki karakteristik dan nilai pembakaran
yang berbeda–beda. Karakteristik inilah yang menentukan sifat–sifat
dalam proses pembakaran, sifat yang kurang menguntungkan dapat di
sempurnakan dengan jalan menambah bahan-bahan kimia ke dalam
bahan bakar tersebut, dengan harapan akan mempengaruhi daya anti
detonasi atau daya letup dari bahan bakar, inilah yang disebut dengan
bilangan oktan (octane number). Pada bahan bakar motor bensin,
sedangkan pada bahan bakar motor Diesel sangat di pengaruhi oleh
bilangan setana (cetane number).
Pada motor bensin empat langkah bahan bakar yang digunakan
adalah bensin. Bensin berasal dari kata benzena, sebenarnya zat ini
berasal dari gas tambang yang mempunyai sifat beracun dan
merupakan persenyawaan dari hidrokarbon tak jenuh, artinya dapat
bereaksi dengan mudah terhadap unsur– unsur lain dan merupakan

15

komposisi isooctane dengan normal-heptana. Kualitas bensin
dinyatakan dengan angka oktan, atau octane number (Supraptono,

2004:13).
Menurut Arismunandar dalam Pratama (2010:8), nilai oktan
suatu bahan bakar merupakan bilangan yang menyatakan persen
volume iso-oktana dalam campuran yang terdiri dari iso-oktana dan
heptana normal yang mempunyai kecenderungan berdetonasi sama
dengan bahan bakar tersebut.
Bilangan oktan untuk bensin adalah sama dengan banyaknya
persen iso-oktana dalam campuran itu. Semakin tinggi nilai oktan
bahan

bakar

menunjukkan

daya

bakarnya

semakin

tinggi.

(Supraptono, 2004:13)
Di Indonesia bensin dibedakan menjadi tiga macam berdasarkan
bilangan oktannya, yaitu:
a. Premium
Premium merupakan bensin yang berwarna kekuningkuningan, jika ditambahkan TEL (Tetra Ethyl Lead) sebagai
penambah nilai oktan maka bensin tersebut mengandung timbal
yang berbahaya bagi kesehatan. Warna kuning tersebut akibat
adanya zat pewarna tambahan. Penggunaan premium pada
umumnya untuk bahan bakar motor bensin. RON (Research
Octane Number) bensin premium umumnya berada di bawah 90.

16

b. Pertamax
Pertamax merupakan bensin tanpa timbal yang dipasarkan
dengan warna kebiruan dan memiliki RON (Research Octane
Number) sebesar 92 dan dianjurkan untuk motor bensin dengan
perbandingan kompresi yang tinggi.
c. Pertamax plus
Pertamax plus merupakan bensin tanpa timbal yang
dipasarkan dengan warna merah. Pertamax plus ini memiliki RON
(Research Octane Number) sebesar 95. Angka oktan pertamax plus
adalah yang tertinggi jika dibandingkan dengan premium dan
pertamax. Dengan karakteristik tersebut sangat dianjurkan bila
pertamax plus digunakan pada mesin dengan rasio kompresi tinggi.
Seperti yang telah dicontohkan di atas bahwa kualitas suatu
bensin dapat diketahui dari oktannya. Oktan suatu bahan bakar
merupakan bilangan yang menyatakan persen volume iso-oktana
dalam campuran yang terdiri dari iso-oktana dan heptana normal
yang mempunyai kecenderungan berdetonasi sama dengan bahan
bakar tersebut.
Menurut Arismunandar dalam Pratama (2010:8), salah satu
cara meningkatkan nilai oktan suatu bahan bakar adalah dengan
menambahkan TEL yang mempunyai rumus kimia Pb(C2H5)4 ke
dalam bahan bakar tersebut. Namun cara ini akan menyebabkan

17

gas buang mengandung timah hitam yang beracun dan merusak
lingkungan.
Saat perusahaan pengolah minyak dibawah regulasi EPA
(Environmental Protection Agency) menghilangkan TEL dari
bensin, mereka mengembangkan metode lain untuk menaikkan
nilai oktan bahan bakar. Bahan tambah untuk meningkatkan nilai
oktan bahan bakar dapat dikelompokkan menurut tiga kategori:
a.

Aromatic hydrocarbons (hidrokarbon yang mengandung
cincin benzena), seperti xylene dan toluene.

b.

Alkohol, seperti etanol (ethyl alcohol), metanol (methyl
alcohol), dan Tertiary Butyl Alcohol (TBA).

c.

Metallic

compounds,

seperti

Methylcyclopentadienyl

Manganese Tricarbonyl (MMT).
Propana dan butana juga biasa digunakan pada bensin
sebagai peningkat nilai oktan (Handerman & Linder, 2006:84).
2.

Proses pembakaran pada motor bensin 4 langkah
Dalam proses pembakaran setiap macam bahan bakar selalu
membutuhkan sejumlah udara agar bahan bakar dapat terbakar
secara sempurna. Namun dalam kenyataanya tidak hanya proses
pembakaran secara sempurna saja yang terjadi pada motor bensin
empat langkah, proses pembakaran tidak sempurna juga sering
terjadi. Berikut ini akan dijelaskan kedua proses pembakaran
tersebut:

18

a. Pembakaran Sempurna (Normal)
Proses pembakaran dikatakan sempurna bila campuran bahan
bakar dan udara dapat terbakar seluruhnya pada waktu dan keadaan
yang dikehendaki. Selain itu, pembakaran sempurna terjadi bila
seluruh iso-oktana (C8H18) dapat bereaksi seluruhnya menjadi CO2
dan H2O. Berikut ini adalah reaksi pembakaran sempurna:
C8H18 + 12,5O2 + 47N2

8CO2 + 9H2O + 47N2

2C8H18 + 25O2 + 94N2

16CO2 + 18H2O + 94N2

(Toyota Astra Motor, 1995:3-8)
Mekanisme pembakaran normal dalam motor bensin dapat
dibagi menjadi empat fase seperti dijelaskan pada gambar dibawah.

Gambar 2.3 Grafik Pembakaran Campuran Udara-Bensin dan
Perubahan Tekanan di Dalam Silinder
Sumber: Toyota Astra Motor, (1995:2-3)

19

1) Fase penyalaan
Periode ini merupakan fase awal busi memercikkan bunga
api, dimana partikel-partikel bahan bakar telah dicampur dengan
udara masuk ke ruang bakar.
Fase ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
a)

Temperatur dari nyala api yang dikeluarkan oleh elektroda
busi.

b)

Sifat alami bahan bakar.

c)

Temperatur dan tekanan didalam silinder.

d)

Laju aliran campuran udara dan bahan bakar yang masuk
ke dalam silinder.

e)

Besarnya rasio udara dan bahan bakar yang masuk ke
dalam silinder (Heisler, 1995:169). Untuk lebih jelasnya
perhatikan gambar dibawah.

Gambar 2.4 Hubungan antara temperatur penyalaan dengan waktu
reaksi pembakaran
Sumber: Heisler (1995:170)

20

Gambar 2.5 Hubungan antara temperatur penyalaan, waktu
penyalaan dengan rasio udara dan bahan bakar.
Sumber: Heisler (1995:170)
2) Fase perambatan api (pembakaran explosive)
Pada akhir langkah pertama, campuran akan terbakar di
beberapa tempat di dalam silinder. Nyala api busi ini akan
merambat dengan kecepatan tinggi sehingga seolah-olah
campuran terbakar sekaligus.
Waktu yang dibutuhkan dalam fase perambatan api
dipengaruhi oleh intensitas turbulensi campuran yang masuk
kedalam ruang bakar.
Waktu pembakaran terjadi dengan lambat ketika campuran
udara dan bahan bakar dalam silinder stagnan atau tidak terjadi
turbulensi. Sebaliknya, waktu pembakaran semakin cepat saat
turbulensi campuran udara dan bahan bakar semakin meningkat,
biasanya seiring dengan peningkatan kecepatan mesin diikuti
dengan meningkatnya turbulensi campuran udara dan bahan

21

bakar di dalam ruang bakar. Durasi dari fase perambatan api
selalu konstan terhadap sudut pergerakan poros engkol (Heisler
1995:170).
3) Fase

pembakaran

puncak

(tekanan

pembakaran

maksimum)
Akibat nyala api di dalam silinder, maka terjadi kenaikan
tekanan akibat pembakaran tersebut. Tekanan pembakaran akan
mencapai tingkat maksimum pada posisi tertentu dari piston.
Untuk memperoleh tenaga yang tinggi dari hasil pembakaran,
maka tekanan pembakaran diusahakan mencapai maksimum
setelah piston berada 10° setelah TMA.
Pada fase ini udara yang tersisa semakin sulit bereaksi
dengan uap bahan bakar sehingga laju pembakaran menurun,
kondisi ini disebut after burning.
Pada saat yang sama, terjadi produksi panas akibat reaksi
kimia proses pembakaran menghasilkan langkah kerja.
Energi panas yang dilepaskan hilang melalui dinding
silinder dan kepala piston, selanjutnya piston bergerak turun
memperbesar volume ruang bakar mengakibatkan tekanan
didalam silinder menurun dengan drastis (Heisler, 1995:170).

22

4) Fase akhir pembakaran
Fase ini merupakan fase akhir dari proses pembakaran
dimana tekanan di dalam ruang bakar turun karena piston
bergerak turun dan proses pembakaran berakhir.
b. Pembakaran Tidak Sempurna (Tidak Stoikiometri)
Proses pembakaran tidak sempurna (tidak stoikiometri)
terjadi bila terdapat sebagian bahan bakar yang tidak ikut terbakar
atau pembakaran yang terjadi bila iso-oktana (C8H18) tidak dapat
bereaksi seluruhnya menjadi CO2 dan H2O melainkan menjadi CO,
HC, dan H2O. Reaksi pembakaran tidak sempurna dapat dituliskan
sebagai berikut:
C8H18 + 7O2
Ada

6CO + 8H2O + 2HC
beberapa

macam

pembakaran

tidak

sempurna,

diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Detonasi
Detonasi atau knocking merupakan proses terbakarnya
sendiri campuran bahan bakar dan udara yang berada terjauh
dari busi, karena terdesak oleh penekanan piston maupun oleh
perambatan nyala api pembakaran yang merambat dengan cepat
sehingga temperaturnya dapat melampaui temperatur penyalaan
sendiri dan akibatnya akan meledak. Detonasi yang cukup berat
dapat menimbulkan suara gemelitik pada dinding silinder,

23

akibatnya akan mempercepat keausan silinder dan cicin piston.
Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar dibawah.

Gambar 2.6 Proses pembakaran normal
Sumber: Heisler, (1995:79)

Gambar 2.7 Proses pembakaran saat terjadi detonasi
Sumber: Heisler, (1995:80)

Gambar 2.8 Variasi tekanan silinder saat terjadi detonasi
Sumber: Heisler, (1995:171)

24

Menurut Heisler (1995:174), beberapa hal yang dapat
menyebabkan timbulnya detonasi adalah:
(a) Perbandingan kompresi yang cukup tinggi.
(b) Pemakaian bahan bakar bernilai oktan rendah.
(c) Penyetelan waktu pengapian yang terlalu maju sehingga
tekanan puncak dalam silinder terjadi sebelum TMA.
(d) Campuran udara dan bahan bakar yang terlalu kaya
meningkatkan

temperatur

Menyebabkan kemungkinan

pembakaran

dan

tekanan.

terjadinya detonasi semakin

besar.
(e) Pendinginan pada ruang bakar tidak normal diakibatkan oleh
sistem pendinginan yang kurang baik.
(f) Pengkabutan yang berlebihan pada ruang bakar atau kepala
piston.
Menurut Arismunandar dalam Pratama (2010), cara untuk
mencegah terjadinya detonasi pada motor bensin adalah:
(a) Mengurangi tekanan dan temperatur campuran bahan bakar
dan udara yang masuk ke dalam silinder.
(b) Mengurangi perbandingan kompresi.
(c) Memperlambat saat penyalaan.
(d) Menaikkan

kecepatan

putaran

poros

engkol

untuk

memperoleh arus turbulen pada campuran yang akan
mempercepat rambatan nyala api.

25

(e) Memperkecil diameter piston untuk memperpendek jarak
perambatan nyala api. Hal ini bisa ditempuh dengan
menggunakan busi lebih dari satu.
(f) Membuat konstruksi ruang bakar yang sedemikian rupa
sehingga bagian yang terjauh dari busi mendapat pendinginan
lebih baik. Hal ini dapat ditempuh dengan cara memperbesar
perbandingan antara luas permukaan dan volume sehingga
diperoleh ruang yang sempit.
Menurut Heisler (1995:174), pengaruh detonasi pada
ruang bakar dibagi menjadi tiga yaitu:
(a) Menghilangkan lapisan batas perlindungan gas stagnan yang
selalu tersedia pada permukaan ruang bakar menyebabkan
lebih banyak panas yang akan disalurkan melalui dinding
silinder, sehingga temperatur dalam ruang bakar menjadi
lebih tinggi dan dapat memicu terjadinya pre-ignition.
(b) Menghilangkan lapisan oli (oil-film) yang melindungi dan
melumasi dinding silinder menyebabkan meningkatnya
gesekan antara dinding silinder dan cincin piston.
(c) Gelombang getaran detonasi membebani kerja piston
menimbulkan beban getaran pada pena piston, dan small-end
bearing setang piston. Jika berlangsung terus menerus dapat
menghilangkan lapisan pelumas dan merusak small-end joint.

26

2) Pre-ignition
Pre-ignition

merupakan

proses

terbakarnya

sendiri

campuran bahan bakar dan udara sebelum terjadinya loncatan
bunga api busi yang disebabkan oleh kelebihan panas
(overheated) yang terdapat pada elektroda tengah dari busi,
katup buang, kepala piston, karbon deposit (hot spot) dan gasket
yang menonjol pada ruang bakar.
Hasil pembakaran dan perambatan api yang dihasilkan
oleh hot spot serupa dengan hasil pembakaran dan perambatan
api yang dihasilkan oleh percikan bunga api busi, perbedaannya
hanya terletak pada kecepatan reaksi pembakaran. Percikan
bunga api busi menghasilkan waktu pengapian yang sesuai dan
terkontrol sedangkan hot spot menghasilkan reaksi pembakaran
yang tidak dapat diprediksi.
Pembakaran yang lebih awal mengakibatkan waktu
pembakaran

gas

dalam

silinder

yang lebih lama dan

meningkatkan perpindahan panas pada dinding silinder,
akibatnya

temperatur

penyalaan

sendiri

(self-ignition

temperature) akan berlangsung lebih awal. Konsekuensinya
tekanan puncak dalam silinder (dalam keadaan normal terjadi
pada posisi antara 10°-15° setelah TMA) berada pada posisi
lebih awal sebelum TMA, hal ini mengakibatkan tekanan
silinder dan temperatur maksimum terjadi sebelum TMA dan

27

menghasilkan tenaga yang mendorong piston berlawanan
selama langkah kompresi.
Pre-ignition pada mesin satu silinder akan menghasilkan
penurunan kecepatan dan tenaga secara konstan. Sedangkan bila
terjadi pada mesin multi silinder pada kecepatan tinggi piston
yang mengalami pre-ignition menghasilkan tenaga negatif dan
membebani piston pada silinder lain. Untuk lebih jelasnya lihat
gambar 2.9.

Gambar 2.9 Variasi tekanan silinder saat terjadi pre-ignition
Sumber: Heisler, (1995:175)
Jika pre-ignition terjadi bersamaan saat busi

mulai

memercikkan bunga api maka pembakaran akan terlihat seperti
pembakaran normal. Namun, ketika mesin dimatikan (pada
sistem pengapian konvensional) mesin akan tetap melakukan
pembakaran sampai temperatur pada ruang bakar tidak sanggup
lagi untuk melakukan pembakaran (Heisler, 1995:175).

28

3) Post-ignition
Post-ignition terjadi didalam ruang bakar diakibatkan oleh
hot spot yang mengakibatkan waktu penyalaan berlangsung
sepanjang langkah kompresi.
Saat mesin berada pada suhu kerja dan pengapian
dimatikan, hot spot akan terus menyalakan campuran udara dan
bahan bakar selama fase pembakaran puncak. Saat pengapian
dimatikan dan throttle valve ditutup, pembakaran akan berlanjut
setiap kali mencapai temperatur pembakaran sendiri (selfignition temperature, setelah beberapa waktu temperatur puncak
pada ruang bakar menurun drastis hingga hot spot tidak mampu
lagi untuk membakar campuran udara dan bahan bakar dan
mesin akan berhenti bekerja (Heisler, 1995:176).

C. Emisi Gas Buang Motor Bensin
Emisi gas buang merupakan zat pencemar yang dihasilkan dari
proses pembakaran motor bensin. Zat pencemar dari hasil pembakaran
atau uap bahan bakar bensin ini dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu CO
(carbon monoxide), HC (hydrocarbon), dan NOx (nitrogen oxide). Tetapi
ada pula zat pencemar yang berupa timah hitam (Pb), hal ini disebabkan
karena bensin mengandung TEL. Bila bensin terbakar, maka akan terjadi
reaksi dengan oksigen membentuk CO2 (carbon dioxide) dan H2O. Emisi

29

gas buang atau polutan yang paling sering diperhatikan adalah CO, HC,
CO2 dan O2. Dua gas yang disebutkan terakhir bukan merupakan polutan
tetapi terus diperhatikan karena menjadi indikator efisiensi pembakaran
(Erjavec, 2000:726).
Menurut Obert (1973:368), ada empat sumber pengeluaran polutan
motor bakar antara lain:

Gambar 2.10 Lokasi emisi pada motor bakar
Sumber: Heisler, (1995:658)
1.

Pipa gas buang (knalpot) merupakan sumber emisi yang paling utama
sekitar 65-85 persen yaitu mengeluarkan hidrocarbon (HC) yang
terbakar maupun tidak terbakar, nitrogen oksida (NOx), karbon
monoksida (CO) yang paling banyak dan campuran alkohol, aldehida,
keton, penol, asam, ester, ether, epoksida, peroksida, dan oksigenat
yang lain.

2.

Bak oli adalah sumber kedua emisi sekitar 20 persen yang
mengeluarkan hidrokarbon yang terbakar maupun tidak yang
dikarenakan blow-by gas.

30

3.

Tangki bahan bakar sekitar 5% berasal dari bensin yang menguap
karena cuaca panas.

4.

Karburator adalah faktor lainnya, terutama ketika mengendarai pada
kondisi stop and go (kondisi macet) dengan cuaca panas. Kerugian
penguapan dan bahan bakar mentah sekitar 5-10 persen.
Berikut ini akan dijelaskan prinsip produksi masing-masing zat

pencemar yang dihasilkan oleh motor bensin:
1.

Karbon Monoksida (CO)
Gas CO dihasilkan oleh pembakaran yang tidak normal karena
kekurangan oksigen pada campuran udara dan bensin. Ketika dalam
pembakaran terdapat cukup oksigen maka akan terbentuk CO2. CO2
bukan termasuk polutan namun digunakan oleh tumbuhan untuk
memproduksi oksigen. CO biasanya ditemukan pada saluran
pembuangan (exhaust), tetapi bisa juga ditemui pada crankcase. CO
mempunyai sifat tidak berwarna dan tidak berasa, namun dalam
konsentrasi tinggi merupakan zat yang beracun (Erjavec, 2000:726).
Nilai konsentrasi maksimum pada tempat kerja dari CO adalah 33
mg/m3 (Shäfer & Basshuysen, 1995:6)
Gas CO tidak akan terjadi jika pembakaran dilakukan di luar
silinder. Jika rasio udara dan bahan bakar semakin kaya, maka jumlah
gas CO yang dihasilkan juga semakin meningkat. Pada campuran
stoikiometri, jumlah gas CO yang dihasilkan sangat rendah. Jika
campuran semakin miskin, jumlah emisi CO juga semakin rendah.

31

Besarnya emisi CO merupakan indikator yang baik untuk campuran
udara dan bahan bakar kaya (Erjavec, 2000:727)
Menurut

Toyota

Astra

Motor

(1992:13),

terdapat

tiga

kemungkinan terbentuknya gas CO, yaitu:
a. Pada oksidasi berikutnya CO akan berubah menjadi CO2 yang
reaksinya dapat ditulis sebagai berikut:
C + 1/2O2
2CO + O2

CO
2CO2

Tetapi reaksi tersebut berjalan lambat dan tidak dapat merubah
seluruh sisa CO menjadi CO2. Jadi pada campuran yang miskin
sekalipun masih akan meghasilkan CO.
b. Pembakaran yang tidak merata karena tidak meratanya distribusi
bahan bakar di dalam ruang bakar.
c. Temperatur di sekeliling silinder rendah, sehingga pada daerah
quenching cenderung temperaturnya terlalu rendah untuk terjadi
pembakaran. Akibatnya api tidak dapat mencapai daerah ini di
dalam silinder. Daerah quenching merupakan daerah di dalam
silinder di bagian bawah permukaan kepala silinder, di bawah
permukaan katup dan di atas piston.

32

Gambar 2.11 Grafik Hubungan Lambda (λ) Terhadap Emisi CO
dengan Variasi Saat Pengapian
Sumber: Bosch, (2003:48)
Pada gambar 2.11 dapat dilihat bahwa pada saat campuran kaya
emisi gas CO cenderung naik (λ < 1), sedangkan pada saat campuran
miskin emisi CO cenderung turun (λ > 1) karena udara yang
mengandung oksigen cukup untuk memenuhi reaksi dengan karbon
sehingga membentuk CO2.
CO jika terhirup oleh manusia akan mengikat hemoglobin dalam
darah (240 kali lebih kuat dari pada oksigen). Akibatnya darah
kekurangan oksigen dan dapat mengganggu saraf pusat. Pada
konsentrasi rendah dapat menyebabkan pusing, penurunan kerja fisik
dan mental, sedangkan pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan
kematian (Heisler, 1995:694)
2.

Hidrokarbon (HC)
Hidrokarbon dihasilkan dari bahan bakar yang tidak terbakar
saat proses pembakaran. Ketika nyala pembakaran menyentuh dinding

33

silinder yang bertemperatur lebih rendah maka akan meninggalkan
molekul hidrokarbon yang tidak terbakar (Erjavec, 2000:726)
Menurut Toyota Astra Motor (1995:2-11), bentuk gas buang HC
dapat dibedakan atas:
a. Bahan bakar yang tidak terbakar dan keluar sebagai gas mentah.
b. Bahan bakar y ang terpecah karena reaksi panas sehingga berubah
menjadi gugusan HC lain yang ikut keluar bersama gas buang.
Menurut Toyota Astra Motor (1992:14), penyebab utama
timbulnya HC adalah:
a. Perbandingan udara dan bahan bakar tidak benar.
Ketika campuran miskin sekali konsentrasi HC menjadi
naik. Hal ini dikarenakan kurangnya bahan bakar yang menyebabkan
rambatan api menjadi lambat. Sehingga bahan bakar sudah dibuang
sebelum terbakar sempurna.
b. Kompresi rendah.
Pada saat kendaran berjalan menurun, throttle valve
tertutup. Akibatnya hanya sedikit udara yang melalui venturi untuk
kemudian tercampur dengan bensin masuk ke silinder. Kompresi
menjadi rendah dan campuran menjadi kaya. Rendahnya kompresi
dan kurangnya oksigen tersebut menimbulkan pembakaran tidak
sempurna (missfiring), sehingga di dalam gas buang terdapat HC
mentah.

34

c. Overlap katup.
Overlap merupakan membukanya katup masuk dan katup
buang secara bersama-sama selama waktu yang singkat. Overlap
katup menyebabkan sebagian HC terbuang melalui katup buang
sebelum terbakar.
d. Quenching.
Quenching merupakan turunnya temperatur nyala api
secara tiba-tiba pada daerah quenching di dalam silinder. Turunnya
temperatur tersebut menyebabkan sebagian bahan bakar tidak terbakar
terutama pada daerah quenching dan bahan bakar yang tidak terbakar
akan dikeluarkan pada saat langkah buang.
Emisi hidrokarbon memiliki sifat berbau, mudah menguap, dan
bereaksi lebih lanjut dengan NOx menjadi senyawa fotokimia dan
dapat menyebabkan hujan asam. Senyawa fotokimia yang terbentuk
dari emisi HC dapat mengakibatkan mata pedih, sakit tenggorokan,
dan gangguan pernafasan. Hidrokarbon juga bersifat carcinogens atau
dapat menyebabkan kanker.
3.

Nitrogen oksida (NOx)
Nitrogen oksida dihasilkan melalui temperatur pembakaran yang
tinggi. Saat temperatur pembakaran mencapai 1.370 °C, nitrogen dan
oksigen dalam udara bergabung sehingga menghasilkan nitrogen
oksida. Selama udara di atmosfir masih mengandung 78% nitrogen,

35

gas tersebut tidak dapat dicegah memasuki ruang bakar (Erjavec,
2000:727).
Huruf “x” pada NOx menyatakan banyaknya atom oksigen yang
terdapat pada gas tersebut. Terdapat berbagai macam NOx yang
dihasilkan seperti NO, NO2, NO3, N2O, N2O3 dan sebagainya
(Erjavec, 2000:727).
Gas NO mempunyai sifat tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak
berbau saat keluar dari mesin, namun ketika bersentuhan dengan
oksiden pada atmosfir berubah menjadi NO2 yang bersifat kemerahan
dan dapat menimbulkan hujan asam. Nilai konsentrasi maksimum
pada tempat kerja dari NO adalah 9 mg/m3 (Shäfer & Basshuysen,
1995:6).
4.

Timah Hitam (Pb)
Timah hitam (Pb) merupakan logam berat berbahaya yang dapat
menyerang saraf dan mempengaruhi kinerja otak. Timah hitam dapat
masuk kedalam tubuh manusia melalui dua cara yaitu masuk ke paruparu melalui sistem pernapasan dan masuk ke lambung melalui
makanan yang terkontaminasi timah hitam atau melalui atmosfir
(Heisler, 1995:694)
Timah hitam dapat ditemukan pada bensin yang mengandung
TEL yang mempunyai rumus kimia Pb(C2H5)4 untuk meningkatkan
nilai oktan. Ketika proses pembakaran berlangsung di ruang bakar,
maka TEL tersebut berubah menjadi partikel halus yang berupa timah

36

hitam dan ikut keluar ketika langkah buang. Nilai konsentrasi
maksimum pada tempat kerja dari Pb adalah 0,1 mg/m3 (Shäfer &
Basshuysen, 1995:6)

D. Etanol
Etanol adalah alkohol yang paling digunakan dalam kehidupan
sehari-hari karena sifat yang tidak beracun bahan ini banyak dipakai
sebagai pelarut dalam dunia farmasi dan industri makanan dan minuman.
Etanol sering ditulis dengan rumus C2H5OH.
Etanol dapat digunakan sebagai campuran bensin dalam kuantitas
yang bervariasi untuk mengurangi konsumsi BBM dan juga untuk
mengurangi polusi udara. Etanol bisa digunakan dalam bentuk murni
ataupun sebagai campuran untuk bahan bakar bensin maupun hidrogen.
Seperti bensin, etanol terdiri dari hidrogen dan karbon tetapi etanol
berisi oksigen dalam struktur kimianya. Oksigen yang terdapat pada etanol
menjadikanya sebagai bahan bakar yang lebih bersih dibandingkan dengan
bensin premium. Etanol dapat dibuat dari proses pemasakan, fermentasi
dan distilasi beberapa jenis tanaman seperti tebu, jagung, singkong atau
tanaman lain yang kandungan karbohidatnya tinggi. Bahkan dalam
beberapa penelitian ternyata etanol juga dapat dibuat dari selulosa atau
limbah hasil pertanian (biomassa). Sehingga etanol memiliki potensi
cukup cerah sebagai pengganti bensin (Handayani, tanpa tahun).

37

Penggunaan alkohol sebagai tambahan bahan bakar bensin
mempunyai kelebihan dan kekurangan sebagai berikut:


Kelebihan
1.

Alkohol dapat menyerap kelembaban dalam tangki bahan bakar.

2.

Penambahan alkohol sebesar 10% dapat meningkatkan nilai
oktan sebesar ±3 poin.

3.

Alkohol dapat membersihkan sistem bahan bakar.

4.

Alkohol dapat mengurangi emisi CO karena mengandung unsur
oksigen.



Kekurangan
1.

Penggunaan alkohol dapat menyumbat saringan bahan bakar
oleh kotoran akibat sifat membersihkan pada saluran bahan
bakar dan pompa bahan bakar.

2.

Alkohol meningkatkan volatility bahan bakar sebersar 0,5 psi
dapat menyebabkan masalah saat berkendara pada cuaca panas.

3.

Alkohol menurunkan nilai panas campuran udara bahan bakar
sebesar 60.000-70.000 BTU per galon alkohol dengan 130.000
BTU per galon bensin.

4.

Alkohol dapat menyerap air lalu terpisah dari bensin, terutama
saat temperatur rendah. Alkohol dan air yang terpisah dan
mengendap didasar tangki bahan bakar menyebabkan mesin
sulit dihidupkan selama cuaca dingin. Alkohol tidak mudah

38

menguap pada temperatur rendah (Halderman & Linder,
2006:85-86).

E. Biopremium
Biopremium adalah campuran antara bioetanol yang berasal dari
bahan organik dengan bensin yang berasal dari minyak bumi, yang sering
juga dikenal dengan sebutan biofuel. Berbeda dengan bensin dan solar
yang berasal dari minyak bumi. Biofuel mempunyai sifat dapat
diperbaharui, artinya bahan bakar ini dapat dibuat oleh manusia dari
bahan-bahan yang bisa ditumbuhkan atau dikembangbiakkan.
Pemakaian etanol murni secara langsung pada mesin bensin akan
sulit karena diperlukan banyak modifikasi. Pada temperatur rendah etanol
akan sulit terbakar, sehingga dengan etanol murni mesin akan sulit
starting. Pencampuran etanol dengan bensin akan mempermudah starting
pada temperatur rendah. Sifat etanol murni yang korosif dapat merusak
komponen mesin seperti alumunium, karet , timah, plastik dll. Mencampur
etanol dengan bensin akan menghasilkan gasohol atau biopremium.
Selama ini pabrikan mobil Ford telah mengembangkan mobil
berbahan bakar etanol mulai dari E20 sampai E85, E20 berarti 20% etanol
dan 80% bensin. Keuntungan dari pencampuran ini adalah bahwa etanol
cenderung akan menaikkan bilangan oktan dan mengurangi emisi CO2.
Biopremium dengan porsi bioetanol hingga 20% bisa langsung digunakan

39

pada mesin otomotif tanpa menimbulkan masalah teknis dan sangat ramah
lingkungan.
Tabel 2.1 Perbandingan beberapa sifat etanol dengan bensin

Sumber: www.afdc.doe.gov

F. Nanas
Nanas (Ananas comosus L.Merr) merupakan salah satu tanaman
buah yang banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis. Tanaman
ini mempunyai banyak manfaat terutama pada buahnya. Industri
pengolahan buah nanas di Indonesia menjadi prioritas tanaman yang
dikembangkan, karena memiliki potensi ekspor. Menurut data dari Biro
Pusat Statistik tahun 2005, volume ekspor terbesar untuk komoditas
holtikultura berupa nanas olahan yaitu 49,32% dari total ekspor
holtikultura Indonesia tahun 2004 (Ristiani dkk, 2008).

40

Penyebaran tanaman nanas menjangkau setiap propinsi di Indonesia.
Sentra produksi kulit nanas terdapat di beberapa daerah seperti Sumatera
Utara, Riau, Sumatera Selatan, Jawa Barat dan Jawa Timur. Namun
tanaman buah nanas ini ditanam luas di seluruh Indonesia. Sebagai variasi
pemanfaatan buah nanas, selain dikonsumsi secara segar, maka kulit
nanasnya pun dapat dimanfaatkan untuk pembuatan etanol (Ristiani dkk,
2008).
Tanaman nanas dapat tumbuh optimum pada kondisi lahan yang
menjamin perkembangan perakaran yang baik. Tekstur tanah yang
dikehendaki adalah lempung, lempung berdebu, dan lempung liat berpasir.
Nanas dapat ditanam pada tekstur yang lebih halus atau lebih kasar, tetapi
kurang baik jika ditanam pada tanah yang bertekstur terlalu kasar atau
terlalu halus. Tanah yang ideal untuk pertanaman nanas adalah tanah yang
memiliki kedalaman efektif lebih dari 50 cm. Tanaman nanas juga dapat
tumbuh baik pada tanah gambut yang sudah matang dengan ketebalan
gambut kurang dari 50 cm. (http://binaukm.com/2010/05/peta-komoditinanas-nanas-dalam-usaha-budidaya-nanas-nanas/, diakses 10 Februari
2011)
Indonesia memiliki kondisi lahan perkebunan yang sesuai dengan
kriteria yang diharapkan untuk dijadikan lahan perkebunan nanas. Hal ini
terbukti perkebunan nanas tersebar luas diberbagai wilayah di Indonesia.
Beberapa daerah yang cukup dominan menghasilkan dalam buah nanas

41

adalah Jawa Barat, Lampung, Sumatera Utara, Riau, Bangka Belitung
Sumatera Selatan dan Jawa Timur.
Nanas merupakan salah satu jenis buah-buahan yang banyak
dihasilkan di Indonesia. Dari data statistik, produksi nanas di Indonesia
untuk tahun 2009 adalah sebesar 1.558.196 ton. Dengan semakin
meningkatnya produksi nanas, maka limbah yang dihasilkan akan semakin
meningkat pula.
Limbah kulit nanas banyak kita jumpai di pasar – pasar buah dan
juga industri pengalengan nanas. Limbah yang dihasilkan di pasar – pasar
buah kebanyak tidak dimanfaatkan dan langsung dibuang ke tempat
penampungan sampah. Menurut Suprapti (2001), limbah nanas berupa
kulit, ati/ bonggol buah atau cairan buah/ gula dapat diolah menjadi
produk lain seperti sari buah atau sirup. Menurut Kumalaningsih (1993),
secara ekonomi kulit nanas masih bermanfaat untuk diolah menjadi pupuk
dan pakan ternak.

G. Bioetanol dari Limbah Nanas
Menurut Purwanto (2011), pembuatan bioetanol dari limbah nanas
meliputi beberapa proses yaitu:
1.

Fermentasi
Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam
keadaan

anaerobik

(tanpa

oksigen).

Proses

fermentasi

dimaksudkan untuk mengubah glukosa pada limbah nanas

42

menjadi etanol/bioetanol (alkohol) dengan menggunakan yeast.
Alkohol yang diperoleh dari proses fermentasi ini, biasanya
alkohol dengan kadar 8 sampai 10 persen volume.
Proses fermentasi biasanya dilakukan selama beberapa
hari dengan jumlah yeast yang optimal untuk menghasilkan
jumlah bioetanol dengan kadar alkohol paling tinggi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Purwanto
(2011), proses fermentasi optimal untuk pembuatan bioetanol
dari limbah nanas dilakukan selama tiga hari dengan jumlah
yeast sebanyak 20 gram.
2.

Distilasi
Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan
bahan kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan
menguap (volatilitas) bahan. Dalam penyulingan, campuran zat
dididihkan

sehingga

menguap,

dan

uap

ini

kemudian

didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki
titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu.
Dalam pembuatan etanol, distilasi dilakukan untuk
memisahkan alkohol dengan air dengan memperhitungkan
perbedaan titik didih kedua bahan tersebut yang kemudian
diembunkan kembali. Pada dasarnya titik didih etanol adalah
780C sedangkan air memiliki titik didih 1000C sehingga pada
proses distilasi tersebut alkohol akan terlebih dahulu menguap

43

dibandingkan air dan kemudian alkohol yang menguap tersebut
diembunkan lagi dan ditampung ditempat yang berbeda.
Termometer

Kondensor liebig
Air Pendingin

konektor

Labu Kaca
Gelas ukur
Bioetanol

Hasil Fermentasi
Limbah Nanas
Kompor listrik

Gambar 2.12 Alat destilasi
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Distilasi, diakses 21
Oktober 2010
3.

Distilasi Azeotropik
Distilasi azeotropik merujuk pada teknik-teknik yang
digunakan untuk memecah azeotrop dalam distilasi. Dalam
rekayasa kimia, salah satu teknik untuk memecah titik azeotrop
adalah dengan penambahan komponen lain untuk menghasilkan
azeotrop heterogen yang dapat mendidih pada suhu lebih
rendah, misalnya penambahan benzena atau
campuran air dan alkohol.

garam pada

44

Gambar 2.13 Grafik sistem azeotrop
Sumber: http://majarimagazine.com/2007/11/proses-distilasicampuran-biner/, diakses 7 Maret 2011
Titik A pada pada kurva merupakan boiling point
campuran pada kondisi sebelum mencapai azeotrop. Campuran
kemudian dididihkan dan uapnya dipisahkan dari sistem
kesetimbangan uap cair (titik B). Uap ini kemudian didinginkan
dan terkondensasi (titik C). Kondensat kemudian dididihkan,
didinginkan, dan seterusnya hingga mencapai titik azeotrop.
Pada titik azeotrop, proses tidak dapat diteruskan karena
komposisi campuran akan selalu tetap. Pada gambar di atas, titik
azeotrop digambarkan sebagai pertemuan antara kurva saturated
vapor dan saturated liquid. (ditandai dengan garis vertikal putusputus)
Banyak

metode

yang

bisa

digunakan

untuk

menghilangkan titik azeotrop pada campuran heterogen. Contoh
campuran heterogen yang mengandung titik azeotrop yang

45

paling populer adalah campuran ethanol-air, campuran ini
dengan metode distilasi biasa tidak bisa menghasilkan ethanol
teknis (99% lebih) melainkan maksimal hanya sekitar 96,25 %.
Hal ini terjadi karena konsentrasi yang lebih tinggi harus
melewati terlebih dahulu titik azeotrop, dimana komposisi
kesetimbangan cair-gas ethanol-air saling bersilangan. Beberapa
metode yang populer digunakan adalah :
1. Pressure Swing Distillation
2. Extractive Distillation (Purwanto, 2011:34-36).
Dari beberapa proses tersebut didapatkan kandungan
bioetanol dari limbah nanas dengan spesifikasi seperti
ditunjukkan pada tabel dibawah.
Tabel 2.2 Perbandingan beberapa sifat bioetanol dari limbah nanas
Parameter
Satuan
Hasil Analisa
Nilai Kalori

Kcal/kg

5592,28

Kadar Etanol

%

94,98

Pour Point

°C

-16,00

Flash point

°C

30,00

Density

Kg/l

0,8261

Viscosity

cPs

5,00

Sumber: Purwanto (2011).

46

H. Persyaratan Alat Uji Emisi Kendaraan Berbahan Bakar Bensin
Menurut Kementerian Lingkungan Hidup (dalam Warju, 2009:124),
persyaratan alat uji emisi kendaraan berbahan bakar bensin adalah sebagai
berikut:
a.

Alat uji harus memenuhi standar ISO 3930/OIML R-99 tentang
standar alat uji emisi kendaraan berbahan bakar bensin.

b.

Alat uji harus mampu mengukur konsentrasi CO, CO2, HC, O2, dan
lambda (λ) pada putaran stasioner (idle).

c.

Pastikan alat uji emisi

memiliki sertifikat kalibrasi yang masih

berlaku.
d.

Peralatan uji harus mendapatkan perawatan rutin 6 bulan sekali.

I. Standar Ambang Batas Emisi Kendaraan Bermotor Di Indonesia
Sesuai dengan peraturan menteri negara lingkungan hidup nomor 05
Tahun 2006 tentang ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor
lama, batas maksimum emisi gas buang berbahaya dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 2.3 Ambang Batas Emisi Kendaraan Bermotor Tipe L
Kategori

Parameter

Tahun

Metode

Pembuatan

CO (% Vol)

HC (ppm)

Uji

Sepeda Motor 2 Langkah

< 2010

4.5

12000

Idle

Sepeda Motor 4 Langkah

< 2010

5.5

2400

Idle

≥ 2010

4.5

2000

Idle

Sepeda Motor (2 Langkah
dan 4 Langkah)

Sumber: Kemen LH No. 05 Tahun 2006