BAB III TINJAUAN PUSTAKA - Pengukuran Nilai Overall Equipment Effectiviness (OEE) Sebagai Dasar Implementasi Total Productive Maintenance (TPM) (Studi Kasus di PT INALUM Batu Bara Sumatera Utara)

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Pengertian Maintenance

  Maintenance adalah semua aktifitas penting yang dilakukan untuk

  menjaga sistem dan semua komponen didalamnya untuk mampu bekerja dengan baik. Pemeliharaan mesin sangat berpengaruh pada produktifitas mesin sehingga pemeliharaan mesin sebaiknya dilakukan diluar waktu produksi atau pemeliharaan dijadwalkan pada waktu-waktu tertentu. Semakin sering pemeliharaan dilakukan maka akan semakin meningkatkan biaya pemeliharaan. Namun di sisi lain jika pemeliharaan tidak dilakukan akan mengurangi performa kerja mesin. Semakin tinggi level perbaikan pemeliharaan maka akan semakin tinggi biaya oemeliharaan yang ditanggung tetapi biaya kerusakan yang ditanggung semakin kecil. Hal ini akan meningkatkan biaya total meningkat pula. Maka oleh sebab itu perlu dicari pola pemeliharaan kombinasi antara biaya perawatan dan biaya kerusakan pada tingkat biaya total yang paling minimum. Pada posisi biaya kombinasi yang terendah inilah keputusan pemeliharaan dipilih sehingga dapat mengoptimalkan semua sumber daya yang ada.

  Dalam industri manufaktur, pada saat proses produksi akan dimulai diharapkan mesin/peralatan yang tersedia dalam keadaan yang siap pakai. Tetapi tidak selamanya kondisi mesin dalam keadaan prima dalam melakukan proses 3 produksi yang disebabkan oleh sering terjadinya kerusakan sehingga kemampuan Nachrul , A. dan M.Imron, Sistem Perawatan Terpadu.Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013. Hal. 2. mesin menurun. Tetapi hal tersebut masih dapat diatasi dengan melakukan perbaikan secara berkala melalui suatu aktivitas pemeliharaan yang tepat.

  Menurunnya kemampuan mesin menurut The Japan Institute of Plan

  Maintenance ada dua jenis yaitu :

  1. Natural Deterioration yaitu menurunnya kinerja mesin/peralatan secara alami akibat terjadi pemburukan/keausan pada fisik mesin/peralatan selama waktu pemakaian walaupun penggunaannya secara benar.

  2. Accelerated Deterioration yaitu menurunnya kinerja mesin/peralatan akibat kesalahan manusia (human error) sehingga dapat mempercepat pemburukan/keausan mesin/peralatan karena mengakibatkan tindakan dan perlakuan yang tidak seharusnya dilakukan terhadap mesin/peralatan.

  Kondisi mesin yang siap bekerja secara normal atau memiliki availability tinggi sangat diharapkan oleh perusahaan untuk dapat berproduksi optimal. Oleh karenanya diperlukan sebuah aktifitas menjaga ketersediaan mesin tersebut atau biasa disebut dengan aktifitas pemeliharaan (maintenance). Menurut Corder (1992) menyatakan bahwa pemeliharaan (maintenance) adalah suatu kombinasi dari berbagai tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu barang atau

  

  memperbaikinya sampai suatu kondisi yang bisa diterima. Pada dasarnya hasil yang diharapkan dari kegiatan pmeliharaan mesin/peralatan (equipment

  maintenance ) adalah sebagai berikut :

  1. Condition maintenance yaitu mempertahankan kondisi mesin/peralatan 4 agar berfungsi dengan baik sehingga komponen-komponen yang Corder. Anthony.Teknik Manajemen Pemeliharaan: Erlangga, 1996. hal. 1. terdapat didalam mesin juga berfungsi sesuai dengan umur ekonomisnya.

  2. Replacement maintenance yaitu melakukan tindakan perbaikan dan penggantian komponen mesin tepat pada waktunya sesuai dengan jadwal yang telah direncanakan sebelum kerusakan terjadi.

3.1.1 Tujuan Maintenance

  Maintenance adalah kegiatan pendukung bagi kegiatan komersil, maka dalam kegiatannya maintenance harus efektif, efisien dan berbiaya rendah.

  Dengan adanya kegiatan ini maka mesin/peralatan produksi dapat digunakan sesuai dengan rencana dan tidak mengalami kerusakan selama jangka waktu tertentu.

  Secara umum tujuan perawatan yang utama antara lain:

  

  1. Agar kemampuan produksi dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan rencana produksi.

  2. Menjaga kualitas produksi pada tingkat yang tepat dan mengusahakan agar kegiatan produksi tidak terganggu.

  3. Menjaga modal yang diinvestasikan dalam perusahaan dalam waktu yang ditentukan sesuai dengan kebijaksanaan perusahaan.

  4. Mencapai tingkat biaya maintenance serendah mungkin melalui pelaksanaan kegiatan maintenance dengan baik.

5 Ibid

  5. Menghindari hal-hal yang dapat membahayakan keselamatan para pekerja selama proses produksi.

  6. Mengadakan suatu kerja sama yang erat dengan pihak-pihak terkait dalam perusahaan untuk mencapai tujuan utama perusahaan, yaitu mencapai tingkat keuntungan setinggi mungkin dan total biaya serendah mungkin.

3.1.2 Jenis-Jenis Maintenance

  Jenis - jenis maintenance kedalam dua bentuk, yaitu pemeliharaan terencana (planned maintenance) dan pemeliharaan tak terencana (unplanned

  maintenance ).

1. Planned Maintenance (pemeliharaan terencana)

  Planned maintenance adalah proses pemeliharaan yang diorganisasi dan

  dilakukan dengan pemikiran ke masa depan, pengendalian dan pencatatan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya (Antony 1992).

  Pemeliharaan terencana terdiri dari tiga bentuk pelaksanaan, yaitu :

  1. Preventive Maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan-kerusakan yang tidak terduga dan menentukan kondisi atau keadaan yang menyebabkan fasilitas produksi mengalami kerusakan pada waktu digunakan dalam proses produksi. Preventive maintenance ini sangat efektif digunakan dalam menghadapi fasilitas produksi yang termasuk dalam critical unit. Sebuah fasilitas atau peralatan produksi termasuk dalam critical unit apabila kerusakan fasilitas atau peralatan tersebut akan membahayakan kesehatan atau keselamatan para pekerja , mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan, menyebabkan kemacetan pada seluruh produksi, dan modal yang ditanamkan dalam fasilitas tersebut cukup besar atau harganya mahal (Assauri, 2004). Secara umum tujuan dari preventive maintenance adalah :

  a. Meminimumkan downtime serta meningkatkan efektifitas mesin/peralatan dan menjaga agar mesin dapat berfungsi tanpa ada gangguan.

  b. Meningkatkan efisiensi dan umur ekonomis mesin/peralatan.

  2. Corrective Maintenance (pemeliharaan perbaikan) adalah pemeliharaan yang dilakukan untuk memperbaiki suatu bagian termasuk penyetelan dan reparasi yang telah terhenti untuk memenuhi suatu kondisi yang bisa diterima (Corder 1992). Menurut The Japan

  

Institue of Plant Maintenance, corrective maintenance menuntut para

  operator yang mengoperasikan mesin/peralatan untuk melaksanakan dua hal yang mencakup.

  a. Mencatat hasil yang diperoleh dari inspeksi harian mencakup semua kerusakan-kerusakan yang timbul secara detail dan terperinci.

  b. Secara aktif ikut berperan untuk memberikan ide-ide yang membangun bertujuan pencegahan terjadinya kerusakan mesin/peralatan dan mengantisipasi kondisi yang memungkinkan akan mengakibatkan kerusakan mesin/peralatan,

  3. Predictive Maintenance adalah pemeliharaan pencegahan yang diarahkan untuk mencegah kegagalan suatu sarana, dan dilaksanakan dengan memeriksa mesin-mesin tersebut pada selang waktu yang teratur dan ditentukan sebelumnya, pelaksanaan tingkat reparasi selanjutnya tergantung pada apa yang ditemukan selama pemeriksaan. (Corder 1992). Bentuk pemeliharaan ini sangat baik dilakukan karena dapat mencegah kerusakan sebelum mesin berhenti beroperasi atau mengalami kerusakan sehingga tidak mengganggu jalannya proses produksi.

  2. Unplanned Maintenance (pemeliharaan tidak terencana)

  Pada Unplanned maintenance biasanya berupa breakdown/emergency

  maintenance (pemeliharaan darurat) adalah tindakan maintenance yang

  tidak akan dilakukan pada mesin/peralatan yang masih dapat beroperasi, sampai mesin/peralatan tersebut rusak dan tidak dapat berfungsi lagi.

  Melalui bentuk pelaksanaan pemeliharaan tak terencana ini, diharapkan penerapan pemeliharaan tersebut akan dapat memperpanjang umur pakai dari mesin/peralatan,dan dapat memperkecil frekuensi kerusakan.

  6 Blanchard,S.B. Verma and P.L.Elmer,Maintaibility A Key To Effective Serviceability And Maintenance Management

  

, John Wiley & Sons Inc, New York. 1994, pp.15 Bagan jenis – jenis pemeliharaan (maintenance) dapat dilihata pada gambar 3.1

  Pemeliharaan Pemeliharaan Pemeliharaan terencan tak terencana Pemeliharaan Pemeliharaan Pemeliharaan pencegahan korektif darurat

Reparasi

  Pemeriksaan Penggantian Overhaul

minor yang

termasuk komponen terencana

tidak

pelumasan minor

ditemukan

dan

waktu

penyetalan

pemeriksaan

  Pemeliharaan Pemeliharaan waktu berjalan waktu berhenti

Gambar 3.1 Hubungan antara berbagai jenis pemeliharaan

3.1.3 Autonomous Maintenance (pemeliharaan mandiri)

  Autonomous maintenance atau pemeliharaan mandiri adalah perawatan

  mandiri mesin yang dilakukan oleh operator mesin. Bila selama ini operator hanya dilatih untuk mengoperasikan mesin, maka sudah saatnya untuk dilatih lebih lanjut. Operator hendaknya dilatih untuk mampu mendeteksi kejanggalan- kejanggalan kecil pada mesin dan melakukan perbaikan sendiri.

  Sasaran autonomus maintenance adalah mengembangkan kemampuan operator agar mampu mendeteksi gejala kerusakan sebelum terjadinya kerusakan yang sesungguhnya. Untuk itu terlebih dahulu operator harus menciptakan tempat kerja yang teratur sehingga setiap penyimpangan mesin dapat terdeteksi dengan cepat.

  Contoh kegiatan autonomous maintenance terhadap mesin adalah pengecekan harian, pembersihan, pelumasan, pengencangan mur/baut, reparasi sederhana dan pendeteksian penyimpangan. Selama melakukan hal-hal kecil itu operator dapat mendeteksi bila terjadi penyimpangan pada mesin.

  Untuk dapat melakukan autonomous maintenance, seorang operator terlebih dahulu harus dilatih tentang dasar-dasar kerja mesin. Operator juga harus tahu mengapa harus dilakukan serangkaian pengecekan terhadap mesin dan akibat yang terjadi bila pengecekan di abaikan. Operator juga dilatih untuk mengetahui potensi bahaya yang bisa ditimbulkan oleh mesin dan cara pencegahannya. Setelah dilatih hendaknya dibuat kualifikasi untuk menentukan operator-operator yang kompeten untuk menjalankan mesin.

  Dalam autonomous maintenance peran operator bukan sekedar mengerjakan pekerjaan rutin tetapi juga melakukan improvement. Operator mencari-cari hal-hal kecil yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kinerja mesin atau untuk mencegah terjadinya kerusakan mesin.

  Cita-cita tertinggi autonomous maintenance adalah mesin tidak mengalami

  

breakdown tanpa peran orang maintenance. Jadi mesin dirawat secara intensif

  oleh operator produksi tanpa bantuan orang maintenance sehingga mesin tidak pernah mengalami breakdown sehingga tidak membutuhkan orang maintenance 7 untuk memperbaikinya.

  

Suzuki.T, Total Productive Maintenace In Process Industries, Productivity Press, Portland

Oregon.1990,pp.15

  Idealnya autonomous maintenance harus mendapat dukungan dari pihak manajemen agar dapat berjalan dengan baik. Dengan dukungan manajemen para manajer dapat mulai menerapkan auotomous maintenance dengan leluasa tanpa hambatan birokrasi di unit kerjanya.

3.2. Total Productive Maintenance

3.2.1 Definisi Total Productive Maintenance (TPM)

  Menurut Nakajima (1988) TPM adalah suatu program untuk pengembangan fundamental dari fungsi pemeliharaan dalam suatu organisasi yang melibatkan seluruh SDM-nya. Jika di implementasikan secara penuh, TPM secara dramatis meningkat produktivitas dan kualitas, menurunkan biaya, meningkatkan kemampuan peralatan dan pengembangan dari keseluruhan sistem perawatan pada perusahaan manufaktur. TPM memerlukan partisipasi penuh dari semuanya, mulai manajemen puncak sampai karyawan lini terdepan. Operator bukan hanya bertugas menjalankan mesin sebelum dan sesudah pemakaian.

  TPM memungkinkan perusahaan memiliki program pemeliharaan pada peralatan produksi sehingga nantinya proses produksi dapat berjalan dengan

   seefektif dan seefisien mungkin.

  Menurut Suzuki (1990) definisi dari Total Productive Maintenance mencakup lima elemen yaitu sebagai berikut :

  1. Menciptakan suatu sistem preventive maintenance untuk memperpanjang 8 umur penggunaan mesin/peralatan.

  

Nakajima,S. Introduction to Total Productive Maintenance, Productivity Press,

Cambridge.1988,pp.10

  2. Memaksimalkan efektifitas mesin/peralatan secara keseluruhan.

  3. Melibatkan seluruh departemen perusahaan.

  4. Melibatkan semua orang mulai dari tingkatan manajemen tertinggi hingga para karyawan/operator lantai produksi.

  5. Merupakan pengembangan dari sistem maintenance berdasarkan preventive maintenance melalui manajemen motivasi.

3.2.2 Manfaat TPM

  TPM diperlukan untuk mengatasi six big losses dalam proses produksi perusahaan manufaktur. TPM berusaha untuk memastikan bahwa peralatan produksi memiliki daya tahan yang optimal. Beberapa hal yang berhubungan dengan TPM untuk mengoptimalkan daya tahan peralatan produksi adalah : a. TPM dilakukan untuk mengembalikan kondisi peralatan produksi pada keadaan yang optimal untuk dipakai dalam proses produksi.

  b. TPM diperlukan untuk meningkatkan keterlibatan operator dalam pemeliharaan peralatan peralatan produksi.

  c. TPM diperlukan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses pemeliharaan.

  d. TPM diperlukan untuk melatih para karyawan untuk meningkatkan keahlian kerja mereka.

  e. TPM diperlukan untuk melakukan manajemen pemeliharaan alat dan 9 tindakan pencegahan terhadap kerusakan peralatan produksi.

  Ibid f. TPM diperlukan untuk pemakaian yang efektif dan teknologi

3.3 Six Big Losses (Enam Kerugian Besar)

  Kegiatan dan tindakan-tindakan yang dilakukan dalam TPM tidak hanya berfokus pada pencegahan terjadinya kerusakan pada mesin/peralatan dan meminimalkan downtime mesin, akan tetapi banyak faktor yang dapat menyebabkan kerugian akibat rendahnya efisiensi mesin. Rendahnya produktivitas mesin yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan sering diakibatkan oleh penggunaan mesin yang tidak efektif dan efisien terdapat enam faktor yang disebut enam kerugian besar (six big losses). Efisiensi adalah ukuran yang menunjukkan bagaimana sebaiknya sumber-sumber daya digunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan output. Efisiensi merupakan karakteristik proses mengukur performansi aktual dari sumber daya relatif terhadap standar yang telah ditetapkan. Sedangkan efektivitas merupakan karakteristik lain dari proses mengukur derajat pencapaian output dari sistem produksi. Efektivitas diukur dari aktual output rasio terhadap output direncanakan. Dalam era persaingan bebas saat ini pengukuran sistem produksi yang hanya mengacu pada kuantitas output semata akan dapat menyesatkan, karena pengukuran ini tidak memperhatikan karakteristik utama dari proses yaitu kapasitas, efisiensi dan efektivitas.

10 Ibid

  Menggunakan mesin seefesien mungkin artinya adalah memaksimalkan fungsi dari kinerja mesin produksi dengan tepat guna dan berdaya guna. Untuk dapat meningkatkan produktivitas mesin yang digunakan maka perlu dilakukan analisis produktivitas dan efisiensi mesin pada six big losses. Adapaun enam kerugian tesebut adalah sebagai berikut :

  1. Downtime Losses, terdiri dari:

  a. Equipment failures (breakdowns) yaitu kerusakan mesin/peralatan yang tiba-tiba atau kerusakan yang tidak diinginkan tentu saja akan menyebabkan kerugian, karena kerusakan mesin akan menyebabkan mesin tidak beroperasi menghasilkan output. Hal ini akan mengakibatkan waktu yang terbuang sia-sia dan kerugian material serta produk cacat yang dihasilkan semakin banyak. Adapun rumus untuk menghitung Equipment

  failures (breakdowns) adalah : Equipment failure loss =

  b. Setup and Adjustment (kerugian karena pemasangan dan penyetelan) adalah semua waktu set-up termasuk waktu penyesuaian (adjustment) dan juga waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan-kegiatan pengganti satu jenis produk ke jenis produk berikutnya untuk proses produksi selanjutnya.

  Adapun rumus untuk menghitung Setup and Adjustment adalah :

  Setup and Adjustment loss =

  x 100%

  2. Speed Loss (penurunan kecepatan), terdiri dari:

  a. Idling and Minor Stoppage Losses disebabkan oleh kejadian-kejadian seperti pemberhentian mesin sejenak, kemacetan mesin, dan idle time dari mesin. Kenyataanya, kerugian ini tidak dapat dideteksi secara langsung tanpa adanya alat pelacak. Ketika operator tidak dapat memperbaiki pemberhentian yang bersifat minor stoppage dalam waktu yang telah ditentukan, dapat dianggap sebagai suatu breakdown. Adapun rumus untuk menghitung Idling and Minor Stoppage Losses adalah :

  100% Idling and Minor Stoppages loss = x

  b. Reduced Speed Losses yaitu kerugian karena mesin tidak bekerja optimal yang terjadi jika kecepatan aktual operasi mesin lebih kecil dari kecepatan optimal atau kecepatan mesin yang dirancang beroperasi dalam kecepatan normal. Menurunnya kecepatan produksi dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti:

  1. Kecepatan mesin yang dirancang tidak dapat dicapai karena berubahnya jenis produk atau material yang tidak sesuai dengan mesin yang dugunakan.

  2. Kecepatan produksi mesin menurun akibat operator tidak mengetahui berapa kecepatan normal mesin yang sesungguhnya.

  3. Kecepatan produksi sengaja dikurangi untuk mencegah timbulnya masalah pada mesin dan kualitas produk yang dihasilkan jika diproduksi pada kecepatan produksi yang elbih tinggi. Adapun rumus untuk menghitung Reduced Speed Losses adalah :

  Reduced Speed Loss =

  x100%

  3. Defect Loss, terdiri dari:

  a. Process Defect yaitu kerugian yang disebabkan karena adanya produk cacat maupun karena kerja produk diproses ulang. Produk cacat yang dihasilkan akan mengakibatkan kerugian material, mengurangi jumlah produksi, biaya tambahan untuk pengerjaan ulang dan limbah produksi meningkat. Adapun rumus untuk menghitung Process Defect adalah :

  100% Rework = x

  b. Reduced Yield Losses (kerugian pada awal waktu produksi hingga mencapai kondisi produksi yang stabil) adalah kerugian waktu dan material yang timbul selama waktu yang dibutuhkan oleh mesin untuk menghasilkan produk baru dengan kualitas produk yang telah diharapkan.

  Kerugian yang timbul tergantung pada faktor-faktor seperti keadaan operasi yang tidak stabil, tidak tepatnya penanganan dan pemasangan mesin atau cetakan ataupun operator tidak mengerti dengan kegiatan proses produksi yang dilakukan. Adapun rumus untuk menghitung

  Reduced Yield Losses adalah : 100%

  Yield/scrap loss = x

  Secara garis besar keenam kerugian dalam identifikasi tersebut dapat dipetakan dalam beberapa klasifikasi waktu pemesinan antara lain waktu operasi yang bernilai tambah (valuable operating time), waktu operasi bersih (net

  

operating time ), waktu operasi (operating time), waktu proses (loading time) yang

  ditunjukkan pada gambar 3.2 Time 6 major losses Calculation of OEE Downtime losses Equipment failure adjustment loss Set up and Availability = loading time – downtime X 100 Loading time Speed losses Idling and minor Reduced speed stoppages Performancy = processed amount x ideal cycle time X 100 Operating time Defect losses Defect in process Reduced yield Quality Rate = processed amount – defect amount X 100 Processed amount

Gambar 3.2 Perhitungan OEE berdasarkan Six Big Losses

3.4 Overall Equipment Effectiveness (OEE)

  OEE merupakan metode yang digunakan sebagai alat ukur (metric) dalam penerapan program TPM guna menjaga peralatan pada kondisi ideal dengan menghapuskan six big losses peralatan. Pengukuran OEE ini didasarkan pada pengukuran tiga rasio utama, yaitu Availability ratio, performance ratio, Quality

  ratio . Formula matematis dari OEE dirumuskan sebagai berikut : OEE (%) = Availability (%) x Performance Rate (%) x Quality Rate (%)

  Untuk mendapatkan nilai OEE, maka ketiga nilai dari ketiga rasio utama

   tersebut harus diketahui terlebih dahulu.

  Adapun standar world class untuk nilai OEE dari ketiga rasio utama tersebut yaitu:

  1. Availability rate 90% atau lebih

  2. Performance rate 95% atau lebih

  3. Quality rate 99% atau lebih

  4. OEE 85% atau lebih Hal yang mempengaruhi pengukuran Overall Equipment Effectiveness

  (OEE) adalah

  1. Availability Ratio Availability ratio merupakan suatu rasio yang menggambarkan pemanfaatan

  waktu yang tersedia untuk kegiatan operasi mesin/peralatan. Nakajima (1988) menyatakan bahwa availability merupakan rasio dari operation time, dengan

  11 Ibid mengeliminasi downtime peralatan, terhadap loading time. Dengan demikian formula yang digunakan untuk mengukur availability ratio adalah :

  Availability = x100% = x100% Loading time adalah waktu yang tersedia perhari atau perbulan dikurangi dengan waktu downtime mesin yang direncanakan (planned downtime).

  Loading Time = Total Available Time – Planned Downtime Operation time merupakan hasil pengurangan loading time dengan waktu downtime mesin (non operation time). Dengan kata lain, operation time adalah

  waktu operasi yang tersedia setelah waktu-waktu downtime mesin dikeluarkan dari total available time yang direncanakan. Downtime mesin adalah waktu proses yang seharusnya digunakan mesin akan tetapi karena adanya gangguan pada mesin/peralatan mengakibatkan tidak ada output yang dihasilkan. Downtime meliputi mesin berhenti beroperasi akibat kerusakan mesin, penggantian cetakan, pelaksanaan prosedur set up dan adjustment dan lain-lainnya.

2. Performance Ratio

  Performance ratio merupakan suatu rasio yang menggambarkan

  kemampuan dari peralatan dalam menghasilkan barang. Rasio ini merupakan hasil dari operating speed rate dan net operating rate. Operating speed rate peralatan mengacu kepada perbandingan antara kecepatan ideal (berdasarkan desain peralatan) dan kecepatan operasi aktual. Net operating rate mengukur pemeliharaan dari suatu kecepatan selama periode tertentu. Dengan kata lain, ia mengukur apakah suatu operasi tetap stabil dalam periode selama peralatan beroperasi pada kecepatan rendah. Tiga faktor penting yang dibutuhkan untuk menghitung performance efficiency :

  1. Ideal cycle (waktu siklus ideal/waktu standar)

  2. Processed amount (jumlah produk yang diproses)

  3. Operation time (waktu operasi mesin)

  Performance efficiency dapat dihitung sebagai berikut : Performance rate = x100%

3. Quality Ratio atau Rate of Quality Product

  Quality ratio adalah suatu rasio yang menggambarkan kemampuan

  peralatan dalam menghasilkan produk yang sesuai dengan standar. Quality ratio merupakan perbandingan nilai jumlah produk yang lebih baik terhadap jumlah total produk yang diproses. Formula yang digunakan untuk pengukuran rasio ini adalah:

   Quality rate = x100%

3.5 Diagram Sebab Akibat ( Cause and Effect Diagram)

  Diagram sebab akibat dikenal juga dengan istilah diagram tulang ikan (fishbone) diperkenalkan pertama kali pada tahun 1943 oleh Prof. Kaoru Ishikawa (Tokyo university). Diagram ini digunakan untuk menganalisa dan menentukan faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan dalam menentukan karakteristik kualitas output kerja.

  Untuk mencari faktor-faktor penyebab terjadinya peyimpangan kualitas hasil kerja maka, ada lima fator penyebab utama yang signifikan yang perlu diperhatikan yaitu :

  a. Manusia (man)

  b. Metode kerja (work method)

  c. Mesin atau peralatan kerja lainnya (machine/equipment)

  d. Bahan baku (raw material)

  e. Lingkungan kerja (work environment) Langkah-langkah dalam membuat diagram sebab akibat adalah sebagai berikut:

  1. Menentukan masalah atau akibat yang ingin dianalisa.

  2. Membentuk tim untuk menganalisa masalah atau akibat tersebut (dapat dilakukan dengan menggunakan (brainstorming).

  3. Menggambarkan kotak akibat dan garis tengah

  4. Membedakan kelompok akibat yang potensial dan gabungkan semuanya kedalam kotak yang dihubungkan dengan garis tengah.

  5. Mengidentifikasi akibat-akibat yang mungkin. Bentuk kategori baru jika diperlukan

  6. Memberi peringkat pada akibat-akibat untuk membedakan yang mana yang mempengaruhi masalah.

  7. Mengambil langkah correcti

MESIN METODE

  KUALITAS MATERIAL MANUSIA LINGKUNGAN KERJA HASIL KERJA

Gambar 3.3 Contoh Diagram Sebab Akibat

BAB IV METODE PENELITIAN

  4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

  Penelitian ini dilakukan di PT. Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) yang berlokasi di Jl. Access Road Kuala Tanjung, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara Sumatra Utara. Penelitian diselenggarakan pada tanggal 21 April sampai dengan 21 Oktober 2014.

  4.2 Rancangan Penelitian

  Penelitian ini digolongkan sebagai penelitian deskriptif (descriptif

  

research ). Tujuan dari deskriptif ini adalah untuk mengetahui tingkat

  produktivitas dan efektivitas mesin/peralatan dengan mengukur nilai Availability

  ratio , Performance ratio, dan Quality ratio dengan menggunakan metode Overall

Equipment Effectiveness (OEE) serta menghitung besarnya masing-masing faktor

  yang memberikan kontribusi terbesar yang terdapat dalam six big losses dan tindakan perbaikan dalam usaha peningkatan dan efisiensi produksi.

  4.3 Objek Penelitian

  Pada penelitian ini yang menjadi objek adalah casting machine no.2 (mesin pencetakan) di PT. Indonesia Asahan Aluminium (INALUM).

  4.4 Variabel Penelitian

  Adapun variabel dalam penelitian ini terdiri dari (Sinulingga, 2011):

  1. Variabel Dependen Variabel dependen adalah suatu variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lain. Adapun variabel dependen pada penelitian ini adalah efektifitas maintenance.

  2. Variabel Independen Variabel Independen adalah suatu variabel yang mempengaruhi variabel dependen. Adapun variabel independen pada penelitian ini yaitu

  availibility, performance ratio dan quality rate.

  4.5 Kerangka Berfikir

  Inti permasalahan dalam penelitian ini adalah menurunnya tingkat efektivitas mesin yang sering mengalami kerusakan. Hal ini terkait dengan faktor

  

availability mesin yang menyebabkan waktu set up menjadi lama dan

  ketersediaan waktu produksi berkurang, faktor performance mesin yang menunjukkan ketidakkonsistenan dalam pengaturan kecepatan mesin dan faktor

  

quality rate mesin yang menghasilkan sebagian produk yang reject. Oleh karena

  itu dilakukan pengukuran nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE) serta menghitung besarnya masing-masing faktor yang memberikan kontribusi terbesar yang terdapat dalam six big losses dan tindakan perbaikan dalam usaha peningkatan dan efisiensi produksi. Kerangka berfikir penelitian ini dapat dilihat pada gambar 4.1

  Set up and adjustment loss Equipment failures Availability Reduced Speed losses Idling and minor stoppages Performancy Ratio Efekitvitas mesin (OEE) Yield/scrap loss Rework loss Quality Rate

Gambar 4.1 Kerangka Berfikir Penelitian

  4.6 Instrumen Penelitian

  Adapun instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah alat tulis untuk mencatat keterangan yang diperoleh dari perusahaan.

  4.7 Pelaksanaan Penelitian

  Pelaksanaan penelitian yaitu dengan melakukan pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut (Sinulingga, 2011):

  1. Teknik observasi, yaitu melakukan pengamatan langsung pada objek penelitian.

  2. Teknik wawancara, yaitu melakukan wawancara kepada pihak perusahaan.

  3. Teknik kepustakaan, yaitu mencatat dan mempelajari data-data yang berasal dari perusahaan serta teori-teori yang berhubungan dengan pemecahan masalah dari berbagai buku yang sesuai dengan permasalahan yang diamati.

  Adapun sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Data Sekunder Data sekunder berisikan data umum perusahaan yang menyangkut visi, misi, sejarah perusahaan, struktur organisasi dan informasi-informasi lainnya.

  Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara informal secara tidak langsung yang digunakan untuk mendapatkan gambaran tentang kondisi secara umum yang berlangsung di perusahaan. Setelah data dikumpulkan, dilakukan pengolahan data untuk digunakan sebagai sumber informasi dalam melaksanakan analisa terhadap masalah. Data yang telah terkumpul digunakan dalam pengolahan data, antara lain : a. Data downtime

  b. Planned downtime

  c. Data waktu set-up

  d. Data produksi casting machine no.2

  Perumusan Masalah Penetapan Tujuan 2. Informasi pendukung 1. Kondisi PT. INALUM Studi Pendahuluan Studi Literatur Pengumpulan Data 2. Teori pendukung 1. Metode pemecahan masalah 2. Data Mesin - Sejarah - Visi dan misi - Struktur organisasi 1. Gambaran umum PT.INALUM Data Sekunder Pengukuran Tingkat Efektifitas dan Efisien dengan menggunakan Metode OEE Pengolahan Data Analisis Pemecahan Masalah Analisa OEE 4. Usulan Penyelesaian Masalah 3. Analisa Diagram Sebab Akibat 2. Analisa OEE six big losses 1.

  Kesimpulan dan Saran

Gambar 4.2. Diagram Alir Prosedur Penelitian

4.8 Pengolahan Data

  Data yang dikumpulkan kemudian diolah agar dapat digunakan dalam penelitian. Tahapan pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

  1. Penentuan Availability Ratio Dalam pengolahannya digunakan rumus :

  Availability = x 100%

  2. Perhitungan Performance Efficiency Dalam pengolahannya digunakan rumus :

  

Performance rate = x100%

  3. Perhitungan Rate of Quality Product Dalam pengolahannya digunakan rumus :

  Quality rate = x100%

  4. Perhitungan Overall Equipment Effectiveness Perhitungan OEE adalah perkalian nilai-nilai availability, performance

  efficiency dan rate of quality product yang sudah diperoleh. Rumusnya

  sebagai berikut :

  OEE (%) = Availability (%) x Performance Rate (%) x Quality Rate (%)

  5. Perhitungan OEE Six Big Losses

  a. Downtime losses

  1. Equipment failures Dalam pengolahannya digunakan rumus :

  Equipment failure loss = x100%

  2. Set up dan Adjustment Dalam pengolahannya digunakan rumus:

  Setup and Adjustment loss = x100% b. Speed loss

  1. Idling dan minor stoppages Dalam pengolahannya digunakan rumus:

  Idling and Minor Stoppages loss = x100%

  2. Reduced speed Dalam pengolahannya digunakan rumus:

  

= x100%

  c. Defect loss

  1. Rework loss Dalam pengolahannya digunakan rumus:

  Rework = x100%

  2. Yield/Scrap loss Dalam pengolahannya digunakan rumus:

  Yield/scrap loss = x100% 6. Penentuan six big losses yang paling dominan.

  7. Menganalisis faktor terbesar dari six big losses dengan menggunakan Diagram Cause and Effect.

  4.9 Analisis Pemecahan Masalah

  Menganalisis hasil pengolahan data untuk mengetahui seberapa besar perubahan tingkat efektivitas penggunaan mesin atau peralatan produksi dan untuk memperoleh penyelesaian dari masalah yang ada antara lain :

  1. Analisis perhitungan OEE = Availability x Performance Rate x Quality Rate

  2. Analisis perhitungan OEE six big losses

  3. Analisis faktor terbesar dari six big losses dengan menggunakan Diagram

  Cause and Effect

  4. Evaluasi/Usulan pemecahan masalah

  4.10 Kesimpulan dan Saran

  Berdasarkan hasil analisa dan uraian hasil pengukuran Overall Equipment

  Effectiveness (OEE) dapat ditarik beberapa kesimpulan dan kemudian dilakukan pemberian saran.

BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1 Pengumpulan Data

  Mesin/peralatan yang menjadi objek penelitian pada pengumpulan data adalah pada bagian casting (pencetakan) PT INALUM yaitu pada casting machine

  

no.2 . Mesin ini berfungsi untuk mencetak aluminium cair menjadi aluminium

  batangan (ingot). Mesin ini terdiri dari beberapa komponen/peralatan seperti

  

lounder , pouring device, mould, marking device, hummering device, returnning

roller, ingot pusher, receiving arm, water jacket, bearing, roller assy, chain

conveyor, O-ring, shave sleeve, asbestos sheet, washer, spraying device, dan cyrculating pump .

  Dari hasil penelitian pada casting machine no.2 di PT INALUM sering dilakukan kegiatan pergantian atau perawatan. Kegiatan atau jadwal maintenance yang dilakukan dapat dilihat sebagai berikut:

  1. Perawatan mingguan meliputi inspeksi dan lubrikasi peralatan dari casting

  machine no.2 seperti pembersihan mould, penggantian oli, memeriksa tekanan udara, lubricator dan presure gauge.

  2. Perawatan bulanan meliputi Maintanance Inspection of casting machine

  no.2 dengan melakukan penggantian spare part seperti side roller dan split pin dari chain conveyor yang abrasi dan lepas.

  3. Perawatan tahunan yang dilakukan pada akhir tahun, namun untuk mempersingkat overhoul maka dilakukan perawatan setiap bulannya seperti pengecekan air cyculating dari retaining roller casting machine no.2 .

  Salah satu contoh prosedur perawatan dan pembersihan dari bagian casting

  machine no.2 adalah sebagai berikut:

  1. Prosedur penggantian conveyor chain dari casting machine no.2

  a. Pembongkaran

  • Tutup valve air masuk ke cooling pan dan buka valve pembuangan
  • Pastikan power OFF
  • Pindahkan tangga dan lepaskan cover chain pouring lounder
  • Kendorkan chain conveyor
  • Lepaskan split pin penyambungan pipa support dan pin
  • Gantung chain conveyor 4 link sampai melewati frame
  • Pisahkan link bagian luar dengan link bagian dalam, gunakan chisel dan hammer 3 Kg • Lakukan hal yang sama pada sisi sebelah dan pada ujung conveyor

  chain sepanjang 20-30 mould

  • Gulung conveyor chain yang sudah tidak ada mouldnya, ikat dengan kawat agar tidak lepas, angkat dan letakkan didaerah aman
b. Pemasangan

  • Bersihkan cooling pan dari metal dan lain-lain
  • Naikkan chain conveyor yang baru sebanyak yang dibongkar
  • Sambungkan chain conveyor, pastikan pin terpasang bagus
  • Pasang mould, baut mould, O-blong washer
  • Kunci baut mould dan O-blong washer
  • Pasang cover chain conveyor dan tangga
  • Pastikan tidak ada peralatan yang tertinggal di cooling pan, dibawah atau diatas mould sebelum dilakukan test operasi
  • Test operasi 2. Proses pembersihan mould dari casting machine no.2.

  a. Persiapan pembersihan

  • Tentukan nomor mould yang akan dibersihkan dengan melihat jadwal harian
  • Bawa peralatan ke mould yang akan dibersihkan
  • Angkat retaining roller dengan mencantelkan rantai pada hook semaksimal mungkin
  • Pastikan roller tidak menyentuh mould
  • Pasangkan selang udara pada sumber udara tekan di pilar
  • Hubungkan selang udara pada jet chisel ke coupler sumber udara tersedia
  • Buka katup udara tekan

  • Pastikan jet chisel dapat dioperasikan dengan menekan throttle

  lever

  • Tekan tombol start untuk power source di control panel for main

  circuit

  • Jalankan casting machine dengan menekan foot switch 4
  • Hentikan casting machine dengan menekan foot switch 5, jika nomor mould yang akan dibersihkan berada pada posisi atas dan dekat dengan marking device

  b. Operasi pembersihan

  • Letakkan tempat duduk pada posisi yang tepat diatas mould
  • Arahkan needle tegak lurus terhadap bidang yang akan dibersihkan
  • Tekan throttle lever untuk mengoperasikan jet chisel
  • Lakukan pembersihan setiap permukaan mould
  • Lepaskan jet chisel dari selang udara
  • Semprotkan udara dengan selang udara untuk membersihkan kerak-kerak yang sudah lepas
  • Jalankan casting machine dengan menekan foot switch 4
  • Hentikan casting machine dengan menekan foot switch 5, jika nomor mould yang akan dibersihkan berada pada posisi atas dan dekat dengan marking device
  • Hubungkan kembali selang udara pada jet chisel
  • Lepaskan rantai ingot retaining roller dari cantolan

  • Cantelkan kembali rantai ingot retaining roller pada posisi semula dan pastikan tidak menyentuh mould
  • Tekan tombol stop untuk power source di control panel for main

  circuit

  • Tutup katup udara tekan pada pilar
  • Lepaskan jet chisel dari selang udara
  • Letakkan selang udara pada tempat yang tersedia dipilar
  • Bawa jet chisel ketempat penyimpanan
  • Tulis nomor mould yang dibersihkan pada formulir spearing, water

  cooling pan and mould cleaning data

  Perawatan mesin/peralatan ini dilakukan oleh tenaga kerja bagian departemen maintenance. Berikut jabatan dan kualifikasi tenaga kerja bagian

  maintenance dapat dilihat pada tabel 5.1

Tabel 5.1 Jabatan dan Kualifikasi Tenaga Kerja Maintenance Masa No Nama Jabatan Pendidikan Kerja

  Assistant

  1 Agusmar Panggabean Sarjana 30 tahun

  

Superintendent

  Sekolah

  2 Edison Sinaga Operator Teknik 10 tahun Menengah

  Sekolah

  3 Abdul Kadir Uhar Operator Teknik 15 tahun Menengah

Tabel 5.1 Jabatan dan Kualifikasi Tenaga Kerja Maintenance (Lanjutan) No Nama Jabatan Pendidikan Masa Kerja

  8 Dofrin Irwan Sitorus Operator Sekolah

  1 Superintendent − Manajemen pemeliharaan peralatan elektrik dan mekanik − Teori dan aplikasi mekanik, elektrik dan pengukuran − Keselamatan dan kesehatan kerja

Tabel 5.2 Pelatihan tenaga kerja maintenance No Jabatan Pelatihan

  Kegiatan pelatihan tenaga kerja maintenance dilakukan hanya pada saat masa training kerja. Adapun pelatihan yang dilakukan tenaga kerja maintenance dapat dilihat pada tabel 5.2.

  Sumber: PT INALUM

  Menengah Atas 5 tahun

  10 Rizky Pramadya Usman Operator Sekolah

  Teknik Menengah 10 tahun

  9 Ferdiansyah Pulungan Operator Sekolah

  Menengah Atas 5 tahun

  Teknik Menengah 10 tahun

  4 Suwandi Rastiman Operator Sekolah

  7 Rizal Efendi Tukiran Operator Sekolah

  Menengah 30 tahun

  Sekolah Teknik

  Assistant

Superintendent

  6 Azhari A. Halim

  D3 15 tahun

  Assistant

Superintendent

  5 Banner Haloho

  Teknik Menengah 20 tahun

  (K3)

Tabel 5.2 Pelatihan tenaga kerja maintenance (Lanjutan) No Jabatan Pelatihan

  2 Asisten Superintendent − Teori dan aplikasi mekanik, elektrik dan pengukuran − Manajemen tata graha − Keselamatan dan kesehatan kerja

  (K3)

  3 Senior Operator − Proses maintenance dan produksi di

  plant

  − Teori dan aplikasi mekanik, elektrik dan pengukuran − Keselamatan dan kesehatan kerja

  (K3)

  4 Operator − Proses maintenance dan produksi di

  plant

  − Teori dan aplikasi mekanik, elektrik dan pengukuran − Keselamatan dan kesehatan kerja

  (K3)

  Sumber: PT INALUM

  Sasaran dari penerapan TPM ini adalah meminimumkan six big losses yang terdapat pada casting machine no.2, sehingga dapat diperoleh efektivitas penggunaan mesin pada area tersebut secara maksimal. Untuk itu dilakukan pengukuran terlebih dahulu guna mengetahui tingkat efektivitas mesin/peralatan yang digunakan dengan menggunakan indikator OEE (Overall Equipment

  Effectiviness ). Dengan peningkatan OEE akan menghasilkan peningkatan efisiensi dan produktivitas pada casting machine no.2.

  Untuk pengukuran efektivitas dengan menggunakan OEE pada casting machine no.2 dibutuhkan data yang bersumber dari laporan produksi.

  Data yang digunakan adalah dalam periode April 2013 – Maret 2014, yaitu:

  1. Data waktu downtime Downtime merupakan waktu dimana mesin tidak dapat melakukan operasi

  11 29 10,5 50,5 Juli 12 32,5 9 53,5 Agustus 10 27,5 9,2 46,7 September 10,5 32 7,5

  2. Planned Downtime Planned Downtime adalah waktu yang sudah dijadwalkan dalam rencana

  Sumber : PT. INALUM

  50 Total 133 367,5 102,4 602,9

  8

  11 30 9,5 50,5 Maret 10,5 31,5

  10 27 8,6 45,6 Februari

  2014 Januari

  50 Oktober 11 29,5 8,6 49,1 November 12 33,5 9 54,5 Desember 11 30,5 7 48,5

  52 Juni

  karena adanya gangguan terhadap mesin. Pada casting machine no.2, faktor yang menyebabkan downtime adalah pencucian mesin, waktu set up, mesin rusak (machine break). Data waktu downtime dapat dilihat dalam tabel 5.3

  52 Mei 12 31,5 8,5

  7

  33

  12

  2013 April

  Downtime (jam)

  set up (jam)

Tabel 5.3 Data Waktu Downtime Casting Machine No.2 periode April 2013 - Maret 2014 Tahun Bulan Machine cleaning (jam) Machine break (jam) Waktu

  produksi, termasuk pemeliharaan seperti mengisi oli pelumas, memeriksa alat pelumas (lubricator), memeriksa alat pengukur tekanan (pressure gauge) dan kegiatan manajemen yang lain. Data waktu pemeliharaan dapat dilihat pada tabel 5.4.

Tabel 5.4 Data Waktu Pemeliharaan Casting Machine No.2 periode April 2013 - Maret 2014

  44 Maret 2014

  9

Dokumen yang terkait

Penerapan Total Productive Maintenance Pada Pembangkit Listriktenaga Gas Gt 2.1 Dengan Metode Overall Equipment Effectiveness

29 159 132

Pengukuran Nilai Overall Equipment Effectiviness (OEE) Sebagai Dasar Implementasi Total Productive Maintenance (TPM) (Studi Kasus di PT INALUM Batu Bara Sumatera Utara)

11 110 156

Perhitungan Tingkat Efektifitas Mesin Cane Mill Dengan Metode Overall Equipment Effectiveness Sebagai Dasar Usulan Penerapan Total Productive Maintenance Pada Pabrik Gula Sei Semayang PT. Perkebunan Nusantara II.

3 43 153

Study Peningkatan Overall Equipment Effectiveness Melalui Penerapan Total Productive Maintenance Di PTPN IV PKS Pasir Mandoge

19 90 160

Ulasan Perbaikan Effektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment Effektiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive maintenance Di PTPN IV Pabatu

3 63 161

Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. Wika

6 57 150

Penerapan Total Productive Maintenance Untuk Peningkatan Efisiensi Produksi Dengan Meggunakan Metode Overall Equipment Effectiveness DI PT. Perkebunan Nusantara III Gunung Para

2 46 124

Penerapan Total Productive Maintenance (TPM)

5 71 99

Penerapan Overall Equipment Effectiveness (Oee) Dalam Implementasi Total Productive Maintenance (TPM) (Studi Kasus di Pabrik Gula PT. “Y”.)

1 2 7

Analisis Nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE) pada Mesin Ripple Mill

2 7 6