BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Efektifitas Edukasi Diabetes Terpadu untuk Meningkatkan Efikasi Diri Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

  Menurut ADA (American Diabetes Association) Tahun 2010, diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. DM merupakan penyakit kronis yang memerlukan pengelolaan untuk mengontrol dan mencegah komplikasi. Insulin, hormon yang diproduksi oleh pankreas, mengontrol tingkat glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanan glukosa. Sel-sel pada pasien DM mungkin berhenti merespons insulin atau pankreas berhenti memproduksi insulin mungkin seluruhnya. Hal ini menyebabkan hiperglikemia, yang dapat mengakibatkan komplikasi metabolik akut seperti diabetic ketoacidosis (DKA) dan hiperglikemia

  (HHNS) (Smeltzer & Bare, 2009).

  hiperosmolar nonketotic syndrome

  Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI, 2008) DM Tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh kenaikan kadar gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau fungsi (retensi) insulin. Dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin pada DM tipe 2 resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Resistensi insulin mengacu pada sensitivitas jaringan terhadap insulin menurun, insulin mengikat reseptor khusus pada permukaan sel dan memulai serangkaian reaksi yang terlibat dalam

  1

  2 metabolisme glukosa. Reaksi intraseluler juga berkurang, sehingga rendering insulin kurang efektif merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan dan pada mengatur pelepasan glukosa oleh hati (Smeltzer & Bare, 2009)

  World Health Organization (WHO, 2000) dalam PERKENI (2008),

  menyatakan bahwa dari statistik kematian dunia, 57 juta jiwa kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh Penyakit Tidak Menular (PTM) dan diperkirakan sekitar 3,2 juta jiwa per tahun penduduk dunia meninggal akibat DM. Selanjutnya pada tahun 2003 WHO memperkirakan 194 juta jiwa atau 5,1% dari 3,8 miliar penduduk dunia yang berusia 20

  • – 79 tahun menderita DM pada 2025 akan meningkat menjadi 333 juta jiwa. WHO memprediksi Indonesia, bahwa ada kenaikan dari 8,4 juta diabetisi pada tahun 2030. Hal ini menjadikan Indonesia menduduki rangking ke empat setelah Amerika Serikat, China dan India dalam prevalensi DM

  Menurut PERKENI (2011), diperkirakan sekitar 50% penyandang DM yang belum terdiagnosis di Indonesia. Dua per tiga yang terdiagnosis yang menjalani pengobatan baik non farmakologis maupun farmakologis, yang menjalani pengobatan hanya sepertiganya saja KGD dapat terkendali dengan baik.

  Bukti-bukti menunjukkan bahwa komplikasi DM dapat dicegah dengan kontrol glikemik yang optimal. Namun di Indonesia target pencapaian kontrol glikemik belum tercapai, rerata HbA1c masih 8%, masih diatas target yaitu 7%. Hasil dari Pusat data dan informasi Kemenkes RI (2012) mencatat bahwa diabetes mellitus termasuk sepuluh besar penyakit yang menyebabkan kematian di Indonesia

  3 setelah perdarahan intrakranial, stroke, gagal ginjal, gagal jantung, dan penyakit jantung lainnya.

  Propinsi Sumatera Utara menurut Supriadi (2009), berdasarkan data dari laporan data Surveilens Terpadu Penyakit (STP) tahun 2008 terlihat jumlah kasus DM merupakan kasus terbanyak dengan jumlah kasus 1.717 pasien rawat jalan yang dirawat di rumah sakit dan puskesmas Kabupaten/Kota. Pasien DM rawat jalan mencapai 918 pasien yang dirawat di 123 rumah sakit seluruh Sumatera Utara dan 998 pasien yang dirawat di 487 puskesmas yang ada di 28 Kabupaten/Kota. Pada tahun 2009 pasien mencapai 108 pasien yang dirawat di rumah sakit dan 934 pasien dirawat di puskesmas selama Januari hingga Juni 2009.

  DM merupakan penyakit menahun yang akan diderita sumur hidup. Selain itu DM disebut the great imitator karena DM termasuk penyakit yang menyebabkan komplikasi pada bagian tubuh yang jika penanganannya tidak dilakukan dapat menyebabkan kematian (Sam, 2007). Pengelolaan pasien DM memerlukan tenaga ahli di bidang kesehatan, selain dokter, perawat, ahli gizi dan tenaga kesehatan lain, peran pasien dan keluarganya menjadi sangat penting.

  Edukasi kepada pasien dan keluarganya bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenai perjalanan penyakit, pencegahan penyulit dan penatalaksanaan DM, akan sangat membatu meningkatkan keikutsertaan keluarga dalam usaha memperbaiki hasil pengelolaan (PERKENI, 2011).

  Menurut PERKENI (2008), pilar penatalaksanaan DM meliputi edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan intervensi farmakologis. Pengelolaan DM

  4 dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2- 4 minggu), jika kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi pada kondisi tertentu dan sesuai dengan indikasi. Insulin dapat langsung diberikan dalam keadaan dekompensasi metabolik yang berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan menurun dengan cepat, adanya ketonuria. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien, sedangkan pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.

  Salah satu pilar dalam penatalaksanaan DM adalah pendidikan kesehatan (PERKENI, 2008), dimana dalam prosesnya memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan salah menjadi edukator mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku sehat. Edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi berguna untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku. Orem (1995) menyatakan bahwa perawat sebagai seorang edukator dan konselour bagi pasien dapat memberikan bantuan kepada pasien dalam bentuk

  supportive-educative dengan tujuan agar pasien mempu melakukan perawatan secara mandiri (Tomey & Aligood, 2006).

  Edukasi yang merupakan salah satu aspek yang memegang peranan penting dalam peñatalaksanaan DM Tipe 2 dapat diberikan kepada pasien dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pasien sehingga pasien

  5 memiliki prilakun preventif dalam gaya hidupnya untuk menghindari komplikasi DM Tipe 2 jangka panjang (Smletzer & Bare, 2009).

  Menurut Funnel et, al (2011) Diabetes Self Management Education

  (DSME) merupakan komponen penting dalam perawatan Pasien DM dan sangat

  dibutuhkan dalam upaya memperbaiki status kesehatan pasien. DSME adalah suatu proses berkelanjutan yang dilakukan untuk memfasilitasi pengatahuan, keterampilan dan kemampuan pasien DM untuk melakukan perawatan mandiri. DSME merupakan suatu proses yang memfasilitasi pengetahuan, keterampilan dan kemampuan perawatan mandiri yang sangat dibutuhkan oleh penderita DM, sebab pendidikan kesehatan tersebut dapat mengubah pola hidupnya, sehingga dapat mengontrol kadar glukosanya dengan baik.

  Tujuan DSME adalah mengoptimalkan kontrol metabolik dan kualitas hidup pasien dalam upaya mencegah komplikasi akut dan kronik. Sekaligus mengurangi penggunaan biaya perawatan klinis (Norris et.al, 2002), sedangkan menurut Funnel et.al tujuan DSME adalah mendukung pengambilan keputusan perawatan diri, pemecahan masalah, dan kolaborasi aktif dengan tim kesehatan untuk meningkatkan hasil klinis, status kesehatan dan kualitas hidup. Beberapa penelitian menyebutkan DSME memiliki dampak positif pada kesehatan dan psikososial pasien DM, khususnya meningkatkan kemampuan pasien dalam pengontrolan kadar glukosa darah, diet, olah raga, perawatan kaki, dan penggunaan obat (Tang T.S, Funnel M.M, Anderson. M, 2006).

  Hasil penelitian yang dilakukan oleh McGowan (2011), bahwa terdapat perubahan A1C dan berat badan pada kedua kelompok setelah 6 bulan, namun

  6 perubahan prilaku dan hasil biologis hanya terdapat pada kelompok yang mendapat intervensi DSME saja. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa DSME memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perilaku dan hasil klinis pada pasien diabetes mellitus tipe 2. Penelitian Rygg et all (2010) dan Silvia (2008) menunjukkan hasil bahwa dengan diberikannya DSME partisipan merasa mendapatkan informasi dan kenyamanan sehingga dua hal tersebut menjadi alasan bagi para responden untuk menghadiri kelas edukasi setiap sesi nya. Edukasi juga dapat mengurangi rasa terisolasi ketika berhadapan dengan penyakit diabetes yang mereka hadapi.

  Penelitian yang Dilakukan Ariyanti (2012) tentang “Peningkatan Self-

  Empowerment Penderita DM Tipe 2 dengan pendekatan DSME. Penerapan

  Edukasi dengan metode DSME dapat menimbulkan kemampuan manajemen diri yang baik sehingga dapat meningkatkan prilaku kepatuhan diet pada penderita DM tipe 2

  Hasil Penelitian Laili, Dewi dan Widyawati (2012), menyatakan bahwa terdapat adanya perubahan pengetahuan, sikap dan tindakan sebelum dan sesudah dilakukan edukasi dengan pendekatan DSME di wilayah kerja Puskesmas Kebonsari Surabaya. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Rondhianto (2011) yang menyatakan bahwa penerapan DSME dalam discharge planning memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kepercayaan diri dan prilaku pasien sehingga mampu merubah pola hidup yang baik sehingga efikasi diri dapat meningkat.

  7 Menurut Bandura (2004) efikasi diri adalah keyakinan seorang individu mengenai kemampuannya dalam mengorganisasi dan menyelesaikan suatu tugas yang diperlukan untuk mencapai hasil tertentu. Efikasi diri yakni keyakinan bahwa seseorang bisa menguasai situasi dan mendapatkan hasil positif. Efikasi diri juga merupakan konsep sentral dalam perilaku regulasi diri yang berkontribusi terhadap perilaku manajemen diri yang baik dan kontrol terhadap penyakit. Bandura menuliskan bahwa efikasi diri tersebut bersifat dinamis karena dapat dipengaruhi oleh latihan yang dilakukan terhadap materi yang akan membentuk pengalaman individu terhadap materi tersebut.

  Efikasi diri pasien diabetes mellitus tipe 2 berfokus kepada keyakinan pasien untuk mampu melakukan prilaku yang dapat mendukung perbaikan penyakitnya dan meningkatkan pengelolaan perawatan diri seperti makanan, latihan fisik, obat-obatan, kontrol kadar glukosa dan perawatan diabetes mellitus secara garis besar (Wu et. Al, 2006).

  Pasien diabetes mellitus seringkali kurang mendapatkan informasi tentang penyakit diabetes dan pengelolaannya membentuk persepsi yang kurang akurat terhadap diabetes (illness perception buruk). Pasien tidak memahami gejala diabetes, penyebab, konsekuensi, kontrol/perawatan dan jangka waktu penyakit diabetes. Ketidakpahaman pasien tentang penyakitnya sebagai akibat dari kurangnya informasi yang diterima pasien, menyebabkan munculnya emosi negatif (diabetes distress meningkat) dan tidak yakin mengelola penyakit diabetes sehingga dapat terhindar dari komplikasi (efikasi diri diabetes menurun). Perawat

  8 tidak pernah memberikan edukasi kepada pasien DM dengan alasan ketebatasan waktu, kurangnya SDM dan banyaknya pasien DM Tipe 2 yang kontrol ke RS.

  Medan merupakan salah satu daerah di Indonesia yang menunjukkan prevalensi DM yang meningkat. Ketua PERKENI Cabang Medan, Dharma Lindarto mengatakan pasien penderita diabetes di Sumatera Utara (Sumut) meningkat setiap tahunnya (Warta, 2013) prevalensi penderita diabetes di Sumut sudah hampir mendekati rata-rata nasional. Sumut memiliki prevalensi sebesar 5,3%, atau hanya 0,4% dibawah rata-rata nasional yang mencapai 5,7 persen, dari prevalensi rata-rata nasional diabetes 5.7%, penderita yang telah mengetahui memiliki diabetes sebelumnya hanya sebesar 26%. Sedangkan sebagian besar yang terdiagnosis diabetes atau sekitar 74 % tidak mengetahui menderita diabetes.

  Edukasi dapat diberikan di setiap layanan kesehatan, baik di rumah sakit, puskesmas maupun komunitas. Depkes (2004) pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) adalah unit fungsional pelayanan kesehatan terdepan sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kota atau Kabupaten yang melaksanakan upaya penyuluhan, penanganan kasus-kasus penyakit di wilayah kerjanya, secara terpadu dan terkoordinasi. Puskesmas mempunyai wewenang dan tanggung jawab atas pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya. Pelayanan kesehatan masyarakat yang diberikan puskesmas merupakan pelayanan kesehatan yang menyeluruh yang meliputi pelayanan kuratif (pengobatan), preventif (upaya pencegahan) promotif (peningkatan kesehatan), rehabilitatif (pemulihan kesehatan).

  9 Puskesmas Sering merupakan satu-satunya puskesmas di kota Medan yang memiliki klinik DM. Klinik ini didirikan tanggal 30 Mei 2008 dengan tujuan memberikan pelayanan DM yang berkualitas dan terjangkau ditingkat puskesmas, Memberikan edukasi agar pasien DM dapat mengatur diet sendiri, mendidik pasien agar terhidar dari komplikasi DM, memberikan penyuluhan kepada pasien dan masyarakat yang mempunyai faktor resiko penyakit DM agar tidak tercetus penyakit DM (Profil Puskesmas Sering, 2009). Berdasarkan medical record Puskesmas Sering terdata bahwa pasien DM bulan Juli s/d Desember 2013 rata- rata perbulan mencapai 30

  • – 40 pasien.

1.2. Permasalahan

  DM merupakan penyakit kronis yang tidak bisa disembuhkan tetapi bisa dikontrol untuk mencegah komplikasi. Pasien DM sering datang dengan masalah DM sudah dengan komplikasi. Edukasi pada pasien DM diharapkan dapat menambah pengetahuan pasien dan nantinya dapat merubah prilaku dalam pengelolaan DM. survei pendahuluan yang dilakukan peneliti pada beberapa penderita diabetes melitus di lokasi penelitian alasan penderita diabetes tidak datang lagi berobat pada waktu yang ditentukan adalah karena pada pemeriksaan terakhir mereka memiliki kadar glukosa darah mendekati nilai normal dan akan kembali datang lagi berobat apabila merasa kadar glukosa darahnya sudah tidak normal lagi. Selain itu ada juga yang lupa minum obat karena cara minum obat diabetes harus sesuai dengan anjuran dokter, sehingga masih banyak obat yang tersisa dan mereka menunggu sampai obat tersebut habis. Jadi dengan kata lain pasien belum memiliki efikasi yang baik. Salah satu cara untuk meningkatkan

  10 efikasi diri adalah melalui edukasi. Dari observasi diatas peneliti merasa perlu meneliti adakah efektifitas Edukasi Diabetes Terpadu terhadap efikasi diri pada pasien diabetes melitus tipe 2

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1.

  Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menguji efektifitas edukasi diabetes terpadu terhadap efikasi diri pasien diabetes mellitus tipe 2

1.3.2. Tujuan Khusus

  Tujuan Khusus penelitian ini adalah untuk: a. Mendeskripsikan efikasi diri pasien diabetes mellitus tipe 2 pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi sebelum perlakuan b.

  Mendeskripsikan efikasi diri pasien diabetes mellitus tipe 2 pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi setelah perlakuan c.

  Membandingkan efikasi diri pasien DM pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi setelah perlakuan

  1.4. Hipotesis

  Hipotesa penelitian adalah jawaban sementara penelitian yang diajukan oleh peneliti yang akan diuji kebenarannya yaitu edukasi diabetes terpadu efektif untuk meningkatkan efikasi diri pada pasien diabetes mellitus tipe 2.

  1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1.

  Praktik Keperawatan

  11 Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai kontribusi dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien diabetes melitus tipe 2 yang menitikberatkan kepada pemberian pendidikan melalui metode Diabetes self-management

  

education yang manfaatnya akan dapat meningkatkan motivasi, pengetahuan,

  efikasi dan pengelolaan diabetes secara mandiri hingga akhirnya pasien dapat meningkatkan derajat kesehatan dan kualitas hidupnya.

1.5.2. Pendidikan Keperawatan

  Hasil dari penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan keperawatan khususnya tentang pemberian edukasi diabetes terpadu pada pasien diabetes mellitus tipe 2 dengan metode Diabetes Self Management Education (DSME) dan juga tentang efikasi pasien diabetes mellitus.

  Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai data dasar untuk penelitian selanjutnya yang berfokus pada edukasi pasien diabetes mellitus dengan metode edukasi lain, desain dan metodologi penelitian yang berbeda.