BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Pangan - Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran Konsumsi Pangan Rumah Tangga Miskin (Studi Kasus di Kelurahan Sidomulyo Kecamatan Medan Tuntungan)

BAB 2 LANDASAN TEORI

  2.1. Pengertian Pangan

  Pangan dan gizi merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam pembangunan. Komponen ini memberikan kontribusi dalam mewujudkan sumberdaya manusia yang berkualitas sehingga mampu berperan secara optimal dalam pembangunan. Karena begitu penting peranannya, pangan dan gizi dapat dianggap sebagai kebutuhan dan modal dasar pembangunan serta dijadikan indikator atas keberhasilan pembangunan (Khomsan, 2004).

  2.2. Klasifikasi Pangan

  Secara umum, pangan dikelompok menjadi dua yaitu pangan hewani dan pangan nabati. Penggolongan pangan yang digunakan oleh FAO dikenal sebagai Pola Pangan Harapan (PPH). Kelompok pangan dalam PPH ada sembilan yaitu padi-padian, umbi- umbian, pangan hewani, minyak dan lemak, buah biji berminyak, kacang-kacangan, gula, sayur dan buah serta lain-lain (minuman dan bumbu).

  a. Padi-padian adalah pangan yang berasal dari tanaman serealia yang biasa dikonsumsi sebagai pangan pokok seperti padi, jagung, gandum dan produk olahan seperti tepung (terigu, beras), pasta (bihun, makaroni, mie).

  b. Umbi-umbian adalah pangan yang berasal dari akar/umbi yang biasa dikonsumsi sebagai pangan pokok seperti singkong, ubi jalar, kentang, sagu.

  c. Pengan hewani adalah kelompok pangan yang terdiri dari daging, telur, susu dan ikan serta hasil olahannya. d. Minyak dan lemak adalah bahan makanan yang berasal dari nabati, seperti minyak kelapa, minyak sawit, margarin. Lemak umumnya berasal dari hewani.

  e. Buah/biji berminyak adalah pangan yang relatif mengandung minyak baik dari buah maupun bijinya, seperti kacang mete, kelapa, kemiri maupun wijen.

  f. Kacang-kacangan adalah biji-bijian yang mengandung tinggi lemak seperti kacang tanah, kacang hijau, kacang merah, kacang kedelai, termasuk juga hasil olahannya seperti tempe, tahu, susu kedelai dan oncom.

  g. Gula terdiri atas gula pasir dan gula merah.

  h. Sayuran dan buah adalah sumber vitamin dan mineral yang berasal dari bagian tanaman. Buah-buahan adalah bagian tanaman yang berupa buah. i. Lain-lain adalah bumbu-bumbuan yang berfungsi sebagai penyedap dan penambah citra pangan olahan seperti ketumbar, merica, pala, asam jawa, cengkeh (Khomsan, 2004).

  2.3. Konsumsi Pangan

  Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang dimakan oleh seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu secara biologis, psikologis, maupun sosial. Oleh karena itu, ekspresi setiap individu dalam memilih makanan akan berbeda satu dengan yang lain. Ekspresi tersebut akan membentuk pola perilaku makanan yang disebut kebiasaan makan (Khomsan, 2004).

  2.4. Pengeluaran Rumah Tangga

  Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan penduduk. Tingkat pengeluaran terdiri atas dua kelompok, yaitu pengeluaran untuk makanan dan bukan makanan. Tingkat kebutuhan/ permintaan (demand) terhadap kedua kelompok tersebut pada dasarnya berbeda- beda. Dalam kondisi pendapatan terbatas, kebutuhan makanan didahulukan, sehingga pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah akan terlihat bahwa sebagian besar pendapatannya digunakan untuk membeli makanan. Seiring dengan peningkatan pendapatan, maka lambat laun akan terjadi pergeseran pola pengeluaran, yaitu penurunan porsi pendapatan yang dibelanjakan untuk makanan dan peningkatan porsi pendapatan yang dibelanjakan untuk bukan makanan (BKP, 2010).

  2.5. Kemiskinan

  Bagi rumah tangga yang sangat miskin, akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makannya jika harus diberi makan jumlahnya sedikit. Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga yang miskin paling rawan terhadap kurang gizi. Kemiskinan inilah yang menjadi akar permasalahan dari ketidakmampuan rumah tangga untuk menyediakan pangan dalam jumlah, mutu, dan ragam yang sesuai kebutuhan setiap individu, untuk memenuhi asupan karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral yang bermanfaat bagi pertumbuhan, kesehatan dan daya tahan jasmani maupun rohani (Khomsan, 2004).

  2.6. Pendapatan

  Pada umumnya, jika pendapatan naik, jumlah dan jenis makanan cenderung membaik juga. Menggunakan pendapatan keluarga yang diperoleh secara bijaksana dan baik untuk membeli bahan pangan tambahan yang diperlukan dalam penyajian makanan seimbang bagi anggota keluarga. Keadaan ekonomi keluarga relatif mudah diukur dan berpengaruh besar pada konsumsi pangan, terutama pada golongan miskin. Hal ini disebabkan karena penduduk golongan miskin menggunakan sebagian besar pendapatanya untuk memenuhi kebutuhan makanan. Peubah ekonomi yang cukup dominan sebagai determinan konsumsi pangan adalah pendapatan keluarga.

  Perubahan pendapatan secara langsung dapat mempengaruhi perubahan konsumsi pangan keluarga. Meningkatnya pendapatan berarti memperbesar peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik. Sebaliknnya, penurunan pendapatan akan menyebabkan penurunan dalam hal kualitas dan kuantitas pangan yang dibeli (Khomsan, 2004).

  2.7. Jumlah Anggota Rumah Tangga

  Menurut BPS (2010), anggota rumah tangga adalah semua orang yang biasanya bertempat tinggal disuatu rumah tangga, baik yang berada di rumah pada saat pencacahan maupun sementara tidak ada.

  Jumlah anggota rumah tangga akan mempengaruhi konsumsi. Rumah tangga dengan jumlah anggota rumah tangga yang lebih besar cenderung mempunyai tingkat konsumsi yang tinggi. Jumlah anggota rumah tangga menentukan sampai batas tertentu jumlah pangan yang dikonsumsi, susunan isi keranjang pangan, ukuran ruang rumah tempat tinggal, pengeluaran untuk pakaian, pendidikan, kesehatan dan rekreasi (Sicat dan Arndt, H., 1991).

  2.8. Pendidikan Kepala Rumah Tangga

  Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia, sehingga kualitas sumber daya manusia sangat tergantung dari kualitas pendidikan. Kepala rumah tangga adalah seorang dari kelompok anggota rumah tangga yang bertanggung jawab atas kebutuhan sehari-hari rumah tangga tersebut atau orang yang dianggap/ditunjuk sebagai kepala rumah tangga tersebut. Jika seorang kepala rumah tangga memiliki pendidikan yang baik, maka diharapkan kepala rumah tangga tersebut memiliki pekerjaan layak yang nantinya akan menghasilkan pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (BPS, 2010).

  2.9. Beras Murah (Raskin)

  Pemerintah melalui Badan Urusan Logistik (Bulog/Dolog) melaksanakan program pengadaan beras murah atau beras miskin (raskin) yang ditujukan bagi masyarakat miskin agar tercukupi kebutuhan pangannya. Hasil Susenas 2010 menunjukkan bahwa secara nasional terdapat 50,33 persen rumah tangga yang membeli beras murah/raskin. Apabila dibandingkan antara daerah perkotaan dan pedesaan, rumah tangga yang membeli beras murah/raskin lebih banyak terdapat di pedesaan (65,27 persen) daripada perkotaan (35,21 persen), hal ini terjadi di semua provinsi. Pada umumnya harga beras murah/raskin yang dibeli rumah tangga antara Rp. 1.000 sampai Rp. 2.500 per kg. Sedangkan harga rata-rata beras miskin yang dibeli rumah tangga adalah Rp. 2.000 per kg. Secara umum harga tersebut relatif tidak berbeda baik di perkotaan maupun di pedesaan (BPS, 2010).

  2.10. Siklus Kehidupan Keluarga

  Setiap tingkatan keluarga memiliki tingkat kebutuhan yang berbeda-beda, baik pangan dan nonpangan. Karena kebutuhan berbeda pada setiap tahapan rumah tangga, maka penggunaan/alokasi pendapatan akan berbeda pula. Tiap tahapan keluarga mempunyai kondisi keuangan yang berbeda serta mempunyai orientasi dan tujuan pengelolaan keuangan yang berbeda pula, sehingga pada gilirannya setiap tahapan keluarga mempunyai alokasi pendapatan yang berbeda (Sicat dan Arndt, H., 1991).

  2.11. Rasio Beban Tanggungan (Dependency Ratio = DR)

  Dampak keberhasilan pembangunan bidang kependudukan di antaranya terlihat pada perubahan komposisi penduduk menurut umur yang tercermin dengan semakin rendahnya proporsi penduduk usia tidak produktif, khususnya kelompok umur 0-14 tahun yang semakin rendahnya rasio beban ketergantungan. Semakin kecilnya angka beban ketergantungan, akan memberikan kesempatan bagi penduduk usia produktif (kelompok umur 15-64 tahun) untuk meningkatkan kualitas dirinya. Rasio beban ketergantungan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Mantra, 2000) :

  ( )

  Penduduk umur 0-14 th +Penduduk umur 65 th ke atas ×k

  DR = (2.1)

  Penduduk umur (15-64 th) k = Angka konstanta, dan dalam rumus ini besarnya 100.

2.12. Metode Analisis Data

  Analisis data bertujuan untuk menyusun data dalam cara yang bermakna sehingga dapat dipahami. Prosedur analisis data dalam penelitian disesuaikan dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini metode analisis yang digunakan adalah analisis korelasi Pearson, analisis regresi linier berganda dengan metode backward, uji asumsi klasik (uji normalitas, heteroskedastisitas dan multikolinieritas).

2.12.1. Analisis Korelasi a. Korelasi Pearson

  Korelasi adalah istilah statistika yang menyatakan derajat hubungan linier antara dua variabel atau lebih. Hubungan antara dua variabel di dalam teknik korelasi bukanlah dalam arti sebab akibat (timbal balik), melainkan hanya hubungan searah saja. Korelasi ini sering juga disebut Korelasi Product Moment (Usman,1995).

  Koefisien korelasi adalah ukuran atau indeks dari hubungan antara dua variabel. Koefisien korelasi besarnya antara -1 sampai +1. Tanda positif dan negatif menunjukkan arti atau arah dari hubungan koefisien korelasi tersebut. Menghitung nilai koefisien korelasi Pearson dapat dilakukan dengan menggunakan rumus berikut :

  ( ) ( )

  ∑ ∑ ∑ −

  =

  (2.2)

  { ( ) }{ ( ) }

  ∑ ∑ ∑ ∑ − − dengan :

  = koefisien korelasi pearson = jumlah sampel = variabel bebas ke i, (i = 1,2,3,...,k) = variabel terikat Arti harga r akan dikonsultasikan dengan tabel interpretasi nilai r sebagai berikut :

Tabel 2.1. Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r Interval Koefisien Tingkat

  

Korelasi Hubungan

  0,80-1,000 Sangat erat 0,60-0,799 Erat 0,40-0,599 Cukup erat 0,20-0,399 Tidak erat 0,00-0,199 Sangat tidak erat Sumber : Helmi, 2010.

b. Korelasi Parsial

  Korelasi Parsial berhubungan erat dengan koefisien korelasi linier ganda. Dengan ini dimaksudkan koefisien korelasi antara sebagian dari sejumlah variabel apabila hubungan dengan sebagian variabel lainnya dianggap tetap (Sudjana, 2005). Di bawah ini adalah beberapa rumus untuk menghitung koefisien korelasi parsial untuk tiga variabel yaitu: .

  −

  = .

  ( 1 ) ( 1 )

  − − .

  −

  = .

  ( 1 ) ( 1 )

  − − (2.3) . −

  = .

  ( 1 ) ( 1 )

  − − . . .

  −

  . = ( 1 )

  1 . .

  − − dengan : = koefisien korelasi parsial antara variabel dengan , apabila . variabel dianggap tetap. = koefisien korelasi parsial antara variabel dengan , apabila . variabel dianggap tetap. = koefisien korelasi parsial antara variabel dengan , apabila . variabel dianggap tetap. = koefisien korelasi parsial antara variabel dengan , apabila . variabel dan dianggap tetap.

2.12.2. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas

  Uji normalitas atau kenormalan digunakan untuk mendeteksi apakah distribusi variabel-variabel bebas dan terikat adalah normal. Uji normalitas dapat dideteksi dengan melihat sebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik Normal P-Plot of

  

Regression Standarized Residual . Suatu model dikatakan memenuhi asumsi

  normalitas apabila data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal (Santoso, 2001).

b. Uji Heteroskedastisitas

  Uji heteroskedastisitas adalah uji untuk melihat apakah ada ketidaksamaan varians

  ( ) ( )

  dari residual dari suatu pengamatan ke pengamatan lain. Apabila ≠ ≠

  , hal ini disebut heteroskedastisitas. Satu asumsi penting dalam model regresi linier berganda adalah bahwa kesalahan pengganggu mempunyai varian yang sama,

  ( ) = ( ) =

  artinya untuk semua i, i = 1,2,3,...,n, asumsi ini disebut homoskedastisitas, (Santoso, 2001).

  Untuk melihat apakah suatu data terjadi heteroskedastisitas atau tidak, dapat dilakukan dengan pendekatan grafik scatter plot, (Gujarati, 1999), yaitu:

  1. Jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar (secara acak) di atas dan dibawah angka 0 pada sumbu y maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

  2. Jika ada pola tertentu serta titik-titik yang membentuk pola tertentu diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu y maka terjadi heteroskedastisitas.

  Contoh grafik scatter plot yang tidak terjadi heteroskedastisitas dan terjadi heteroskedastisitas, dapat dilihat pada gambar 2.1 dan 2.2.

Gambar 2.1. Tidak Terjadi HeteroskedastisitasGambar 2.2. Terjadi Heteroskedastisitas c.

   Uji Multikolinieritas

  Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas antara variabel bebas dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) dan Tolerance dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Yang baik adalah tidak terjadi korelasi yang tinggi antara variabel bebas, hal in disebut non multikolinearitas. Rumus mencari

  Variance Inflation Factor (VIF) yaitu :

  1 ( ) =

  (2.4)

  1

  − Dengan adalah korelasi kuadrat dari dengan variabel bebas lainnya.

  Menurut Santoso (2001: 203) pedoman untuk mendeteksi multikolinearitas adalah :

  1. Besar Variance Inflation Factor (VIF) dan Tolerance i. VIF > 5 dipastikan terjadi multikolinieritas ii. VIF < 5 tidak terjadi multikolinieritas iii. Tolerance < 0,1 diduga mempunyai persoalan multikolinieritas iv. Tolerance > 0,1 diduga tidak mempunyai persoalan multikolinieritas v. Atau Tolerance = 1/VIF dan VIF = 1/Tolerance.

  2. Besar korelasi antar variabel independennya bebas multikolinearitas. i. Koefisien korelasi harus lemah (< 0,5). ii. Jika ada nilai r > 0,5 harus dikeluarkan dari model.

2.12.3. Analisis Regresi Linier Berganda

  Analisis Multivariat (Multivariat Analysis) merupakan salah satu jenis analisis statistik yang digunakan untuk menganalisis data. Data yang digunakan berupa banyak peubah bebas (independent variabels) dan juga banyak peubah terikat (dependent variabels). Analisis Regresi Linear Ganda (Multiple Linear Regression) merupakan perluasan dari Simple Linear Regression (Regresi Linear Sederhana). Pada analisis ini bentuk hubungannya adalah beberapa variabel bebas terhadap satu variabel terikat. Regresi linier berganda ditujukan untuk menentukan hubungan linier antar beberapa variabel bebas X

  1 , X 2 , X 3, ..., X k terhadap variabel terikat Y. Persamaan

  umum regresi linier berganda (model untuk populasi) adalah sebagai berikut :

  • dengan :
  • =

  ⋯ (2.5)

  = variabel terikat = titik potong dengan sumbu tegak (intercept)

  , , , …, = koefisien regresi (slope) , , , …, = variabel bebas

  = nilai kesalahan (error) Persamaan umum tersebut dapat diestimasi dengan persamaan di bawah ini :

  = + + + + + +

  ⋯ (2.6) Untuk menghitung koefisien regresi persamaan (2.6) digunakan persamaan (1.3).

2.12.4. Menentukan Regresi Terbaik dengan Metode Backward

  Pemodelan pada regresi linear ganda adalah untuk memperoleh kandidat variabel yang fit yang dapat menjelaskan/menggambarkan variabel dependen sesungguhnya dalam populasi. Salah satu metode pemilihan variabel independen yang dipakai pada aplikasi SPSS 17 adalah metode backward. Metode backward adalah metode dengan memasukkan semua variabel kedalam model tetapi kemudian satu persatu variabel independen dikeluarkan dari model berdasarkan kriteria kemaknaan statistik tertentu. Variabel yang pertama dikeluarkan adalah variabel yang memiliki korelasi parsial terkecil dengan variabel dependen. Kriteria pengeluaran (P-Out/POT) adalah 0,10 artinya variabel yang mempunyai nilai p

  ≥ 0,10 dikeluarkan dari model (Santoso, 2001).

  Selain menggunakan korelasi parsial, pengujian dengan metode backward dapat dilakukan dengan membandingkan uji F parsial atau uji t parsial. Pemeriksaan tabel F dan tabel t akan menunjukkan hasil yang sama. Hal ini dikarenakan bahwa

  F( 1, , 1 ) = , 1 untuk sembarang nilai dan . Beberapa program

  − − komputer seperti SPSS menggunakan uji t parsial (Drapper dan Smith,1992).

2.12.5. Koefisien Determinasi Ganda ( )

  Koefisien korelasi ganda atau disebut juga koefisien determinasi ganda lebih banyak digunakan untuk menguji seberapa jauh garis regresi penaksir sesuai dengan pengamatan yang diperoleh. Menurut Drapper dan Smith (1992, hal: 87), adalah suatu ukuran besarnya keragaman amatan Y di sekitar rataanya yang dapat dijelaskan oleh persamaan regresi. Koefisien determinasi ganda dapat dihitung dengan menggunakan rumus yaitu :

  ∑ ∑ − −

  = = 1

  − (2.7)

  

( ) ( )

  ∑ − ∑ − dengan : = jumlah kuadrat regresi (JKR)

  ∑ −

  ( ) = jumlah kuadrat total (JKT)

  ∑ − = jumlah kuadrat sisa (JKS)

  ∑ −

  Pada analisis regresi estimasi cenderung tinggi (overestimate), maka untuk memperoleh ketepatan digunakan nilai yang disesuaikan (Adjusted ) dirancang untuk mengurangi bias tersebut, dihitung dengan cara :

  ( 1 )

  1

  − −

  = = 1 ( 1 )

  − − − (2.8)

  1

  − − − dengan : = koefisien determinasi ganda yang disesuaikan = koefisien determinasi ganda

  = jumlah variabel bebas = jumlah sampel

  n

2.12.6. Uji F (Uji simultan/gabungan)

  Pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat diuji dengan tingkat kepercayaan 95% atau

  α = 0,05. Kriteria pengujian hipotesis untuk uji serempak: H : = = = = = 0, (pendapatan kepala rumah tangga, jumlah

  ⋯ anggota rumah tangga, pendidikan kepala rumah tangga, lamanya berumah tangga dan jumlah subsidi beras miskin (raskin) yang diterima secara bersama-sama berpengaruh tidak signifikan terhadap pengeluaran konsumsi pangan rumah tangga miskin). H : tidak semua dari ( = 1,2,3, …, ) adalah nol, (pendapatan kepala rumah

  1

  tangga, jumlah anggota rumah tangga, pendidikan kepala rumah tangga, lamanya berumah tangga dan jumlah subsidi beras miskin (raskin) yang diterima secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap pengeluaran konsumsi pangan rumah tangga miskin). Rumus:

  1 /

  − −

  = =

  F hitung (2.9)

  ( 1 ) k / ( 1)

  − − − dengan : = koefisien determinasi ganda = jumlah variabel bebas = jumlah sampel = jumlah kuadrat regresi

  = jumlah kuadrat sisa Dalam hal ini, F hitung dibandingkan dengan F tabel dengan tingkat kepercayaan (confidence interval

  < F , maka H ) 95% atau α = 5% dengan ketentuan, jika F hitung tabel diterima dan H

  1 ditolak. Dalam hal lain, tolak H .

  2.12.7. Standar Eror Estimasi

  Standar eror estimasi dapat memberikan gambaran seberapa baiknya persamaan regresi linier berganda yang dihasilkan. Standar eror estimasi dapat dihitung dengan rumus :

  =

  (2.10)

  1

  − − dengan : = standar eror estimasi = jumlah kuadrat sisa = jumlah sampel = jumlah variabel bebas

  2.12.8. Uji t (Uji parsial/individual)

  Dilakukan untuk menguji secara parsial setiap variabel bebas apakah mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikatnya. Pengaruh parsial variabel bebas terhadap variabel terikat diuji dengan tingkat kepercayaan 95% atau

  α = 0,05 dan derajat kebebasan . Kriteria pengujian adalah sebagai berikut :

  ( = 1)

  − − H : pendapatan kepala rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, pendidikan kepala rumah tangga, lama berumah tangga dan jumlah subsidi beras miskin

  (raskin) yang diterima secara parsial berpengaruh tidak signifikan terhadap pengeluaran konsumsi pangan rumah tangga miskin H

  

1 : pendapatan kepala rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, pendidikan

  kepala rumah tangga, lama berumah tangga dan jumlah subsidi beras miskin (raskin) yang diterima secara parsial berpengaruh signifikan terhadap pengeluaran konsumsi pangan rumah tangga miskin.

  Rumus: = (2.11) dengan : = koefisien regresi untuk variabel bebas ke k

  S b k

  Dalam hal ini, t

  tabel < t hitung < t tabel ,

  ) 95% atau α = 5% dengan ketentuan, jika -t

  dengan tingkat kepercayaan (confidence interval

  tabel

  ) dibandingkan dengan t

  k

  (t

  hitung

  = standar eror estimasi = korelasi kuadrat antara dengan variabel bebas lainnya

  = simpangan baku koefisien regresi untuk variabel bebas ke k = nilai t

  (2.12) dengan : = simpangan baku koefisien regresi untuk variabel bebas ke k

  )

  −

  ( 1

  ∑

  =

  untuk variabel bebas ke k Simpangan baku koefisien regresi dapat dihitung dengan rumus :

  hitung

  maka H diterima dan H 1 ditolak. Dalam hal lain, tolak H (Sudjana, 2005).

Dokumen yang terkait

Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran Konsumsi Pangan Rumah Tangga Miskin (Studi Kasus di Kelurahan Sidomulyo Kecamatan Medan Tuntungan)

4 76 64

Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran untuk Konsumsi Pangan Rumah Tangga Pasca Erupsinya Gunung Sinabung di Desa Gajah, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo

3 88 76

Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pengeluaran Untuk Konsumsi Pangan Rumah Tangga Miskin Di Kecamatan Medan Belawan

18 139 93

Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran Pangan Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Medan Tuntungan

9 52 113

Analisis Determinan Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Masyarakat Miskin

7 55 137

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Konsumsi Pangan - Gambaran Pola Konsumsi Pangan Keluarga Peserta Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli Tahun 2014

0 0 19

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Analisis Regresi - Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kepadatan Penduduk Kota Medan tahun 2012

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN - Strategi Pengembangan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (MKRPL) (Studi Kasus : Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan)

0 0 17

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Regresi - Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Hasil Produksi Padi Di Kota Medan Pada Tahun 2002-2011

0 0 14

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Regresi - Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010

0 0 12