Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pengeluaran Untuk Konsumsi Pangan Rumah Tangga Miskin Di Kecamatan Medan Belawan

(1)

ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PENGELUARAN UNTUK KONSUMSI PANGAN

RUMAH TANGGA MISKIN

DI KECAMATAN MEDAN BELAWAN

SKRIPSI

Oleh :

FIBRIANA GINTING 070304025 AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara, Medan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Ketua Komisi Pembimbing, Anggota Komisi Pembimbing,

(Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.S) (Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec) NIP. 196309281998031001 NIP. 196304021997031001

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PENGELUARAN UNTUK KONSUMSI PANGAN

RUMAH TANGGA MISKIN

DI KECAMATAN MEDAN BELAWAN

SKRIPSI

Oleh:

FIBRIANA GINTING 070304025 AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(3)

ABSTRAK

FIBRIANA GINTING (070304025), dengan judul penelitian “Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran untuk Konsumsi Pangan Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Medan Belawan”.

Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.S dan Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis M, Ec.

Penelitian ini ditetapkan secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Medan Belawan merupakan kecamatan dengan jumlah rumah tangga miskin terbesar yang ada di Kota Medan. Teknik pengambilan sampel dengan metode simple random sampling.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar faktor pendapatan keluarga, tingkat pendidikan ibu, jumlah anggota keluarga, jumlah beras raskin yang diterima, dan jarak rumah tangga dengan pasar/ sumber pangan mempengaruhi pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga miskin di Kecamatan Medan Belawan dan untuk mengetahui besar pangsa pengeluaran pangan rumah tangga miskin di Kecamatan Medan Belawan.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan analisis regresi linier berganda dan analisis kuantitatif pangsa pengeluaran pangan.

Dari hasil penelitian diperoleh pendapatan keluarga, tingkat pendidikan ibu, jumlah anggota keluarga, jumlah beras raskin yang diterima dan jarak rumah tangga dengan pasar/ sumber pangan secara serempak memberikan pengaruh sebesar 60,5 % terhadap pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga miskin dan 80 % dari rumah tangga miskin di Kecamatan Medan Belawan memiliki pangsa pengeluaran > 60% dengan rata–rata 70,45%.

Kata Kunci : rumah tangga miskin, pengeluaran untuk konsumsi pangan, pangsa pengeluaran pangan


(4)

RIWAYAT HIDUP

FIBRIANA GINTING, lahir di Kota Kabanjahe pada tanggal 6 pebruari 1988. Anak ke empat dari empat bersaudara dari kelurga Bapak Bakti Ginting dan Ibu Maretlina Br. Barus.

Adapun pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah:

1. Tahun 1994 masuk Sekolah Dasar (SD) Negeri 040443 Kabanjahe dan tamat pada tahun 2000.

2. Tahun 2000 masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 1 Kabanjahe dan tamat pada tahun 2003.

3. Tahun 2003 masuk Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Kabanjahe dan tamat pada tahun 2006.

4. Tahun 2007 melaui jalur SPMB diterima di Program Studi Agribisnis, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

5. Bulan Juni – Juli 2011 mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Mekar Mulio, Kecamatan Sei Balai, Kabupaten Batubara.

6. Bulan Agustus – September 2011 melakukan penelitian skripsi di Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan.

7. Anggota IMASEP Tahun 2007 -2011.

8. Panitia Seminar Nasional “ Fungsi dan Pengaruh Perbankan Dalam Peningkatan Sektor Pertanian” pada tahun 2009.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih-Nya yang memberikan kesempatan dan kekuatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Adapun judul penelitian ini adalah “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGELUARAN UNTUK KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KECAMATAN MEDAN BELAWAN” , yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M. Si, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M. Ec, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Dr. Ir. Salmiah, M.S, selaku Ketua Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

4. Staf Pengajar dan Pegawai Tata Usaha di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan yang turut mendukung dalam studi Penulis.

5. Seluruh masyarakat Medan Belawan di enam kecamatan yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas antusiasme yang telah diberikan kepada Penulis dalam menyelesaikan penelitian.


(6)

Teristimewa Penulis ucapkan terima kasih kepada Ayah saya Bakti Ginting (alm) dan Ibu saya Maret Lina br. Barus atas dukungan sprirual dan materialnya selama ini kepada penulis, dan tidak lupa juga kepada kakanda dan abangda yang saya kasihi (Elvrina Ginting, Am. Keb. ; Leanita Ginting, Amd. ; Abdi Nusanta Ginting, S. Kom) yang telah memberikan semangat dan penulisan skripsi ini. Dan terkhusus kepada teman– teman di Departemen Agribisnis stambuk 2007, terima kasih buat kebersamaan selama ini.

Akhir kata penulis menyadari bahwa tak ada gading yang tak retak, atas kekurangan ataupun kelebihan dari skripsi ini, kiranya pembaca dapat memakluminya. Atas perhatian pembaca penulis mengucapkan banyak terima kasih dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, November 2011 Penulis,


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ...ix

DAFTAR GAMBAR ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Identifikasi Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka ... 5

Landasan Teori ... 14

Kerangka Pemikiran ... 17

Hipotesis Penelitian ... 19

METODE PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Penelitian... 20

Metode Penentuan Sampel ... 22

Metode Pengumpulan Data ... 22

Metode Analisis Data ... 23

Defenisi dan Batasan Operasional ... 25

Defenisi ... 25

Batasan Operasional ... 26

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL Deskripsi Daerah Penelitian... 27

Letak dan Keadaan Geografis ... 27

Keadaan Penduduk ... 29

Sarana dan Prasarana ... 31


(8)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Faktor –faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran untuk Konsumsi Pangan Rumah Tangga Miskin di

Kecamatan Medan Belawan ... 36

Pendapatan Keluarga ... 37

Tingkat Pendidikan Ibu ... 39

Jumlah Anggota Keluarga ... 40

Jumlah Beras Raskin yang Diterima ... 42

Jarak Rumah Tangga dengan Pasar/ Sumber Pangan ... 44

Pangsa Pengeluaran Pangan pada Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Medan Belawan ... 48

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 54

Saran ... 54 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

1 Jumlah Rumah Tangga Sasaran di Setiap Kecamatan yang Ada di Kota Medan pada Tahun 2009

20

2 Distribusi Rumah Tangga Menurut Kelurahan di Kecamatan Medan Belawan Tahun 2009

21

3 Luas Wilayah Dirinci per Kelurahan di Kecamatan Medan Belawan Tahun 2009

27

4 Jumlah Penduduk, Luas Kelurahan, Kepadatan Penduduk per Km Dirinci Berdasarkan Kelurahan di Kecamatan Medan Belawan

29

5 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di kecamatan Medan Belawan Tahun 2009

30

6 Komposisi Mata Pencaharian Penduduk Berdasarkan Kelurahan di Kecamatan Medan Belawan

31

7 Sarana dan Prasarana Daerah Berdasarkan Kelurahan di Kecamatan Medan Belawan

32

8 Tingkat Pendidikan Ibu Rumah Tangga Sampel di Kecamatan Medan Belawan

33

9 Jumlah Anggota Keluarga Sampel di Kecamatan Medan Belawan 34 10 Pendapatan Keluarga Sampel di K ecamatan Medan Belawan 34 11 Rata - rata Pengeluaran Untuk Konsumsi Pangan RTM

Berdasarkan Pendapatan Keluarga

38

12 Rata - rata Pengeluaran Untuk Konsumsi Pangan RTM Berdasarkan Tingkat Pendidikan Ibu

39

13 Rata -rata Pengeluaran Untuk Konsumsi Pangan RTM Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga

41

14 Rata - rata Pengeluaran Untuk Konsumsi Pangan RTM Berdasarkan Jumlah Beras Raskin yang Diterima

42

15 Rata -rata Pengeluaran Untuk Konsumsi Pangan RTM Berdasarkan Jarak Rumah Tangga ke Sumber Pangan


(10)

Tabel Judul Halaman 16 Hasil Uji Multikolinieritas Menggunakan Statistik

Kolinieritas 46

17 Rata-rata Pangsa Pengeluaran Pangan RTS di Kelurahan Belawan Pulau Sicanang

49

18 Rata-rata Pangsa Pengeluaran Pangan RTS di Kelurahan

Belawan Bahagia 50

19 Rata-rata Pangsa Pengeluaran Pangan RTS di Kelurahan

Belawan Bahari 51

20 Rata-rata Pangsa Pengeluaran Pangan RTS di Kelurahan

Belawan II 51

21 Rata-rata Pangsa Pengeluaran Pangan RTS di Kelurahan

Bagan Deli 52

22 Rata-rata Pangsa Pengeluaran Pangan RTS di Kelurahan


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

1 Tabulasi Pengeluaran Pangan 1

2 Tabulasi Pengeluaran untuk Konsumsi Nonpangan 4 3 Tabulasi Data Faktor - faktor yang Mempengaruhi

Pengeluaran Pangan Rumah Tangga Miskin Kecamatan Medan Belawan

7


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

1 Kurva Engel Untuk Barang Kebutuhan Pokok 16

2 Skema Kerangka Pemikiran 18

3 Peta Kecamatan Medan Belawan 28

4 Grafik Uji Heterokedastisitas 47


(13)

ABSTRAK

FIBRIANA GINTING (070304025), dengan judul penelitian “Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran untuk Konsumsi Pangan Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Medan Belawan”.

Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.S dan Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis M, Ec.

Penelitian ini ditetapkan secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Medan Belawan merupakan kecamatan dengan jumlah rumah tangga miskin terbesar yang ada di Kota Medan. Teknik pengambilan sampel dengan metode simple random sampling.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar faktor pendapatan keluarga, tingkat pendidikan ibu, jumlah anggota keluarga, jumlah beras raskin yang diterima, dan jarak rumah tangga dengan pasar/ sumber pangan mempengaruhi pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga miskin di Kecamatan Medan Belawan dan untuk mengetahui besar pangsa pengeluaran pangan rumah tangga miskin di Kecamatan Medan Belawan.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan analisis regresi linier berganda dan analisis kuantitatif pangsa pengeluaran pangan.

Dari hasil penelitian diperoleh pendapatan keluarga, tingkat pendidikan ibu, jumlah anggota keluarga, jumlah beras raskin yang diterima dan jarak rumah tangga dengan pasar/ sumber pangan secara serempak memberikan pengaruh sebesar 60,5 % terhadap pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga miskin dan 80 % dari rumah tangga miskin di Kecamatan Medan Belawan memiliki pangsa pengeluaran > 60% dengan rata–rata 70,45%.

Kata Kunci : rumah tangga miskin, pengeluaran untuk konsumsi pangan, pangsa pengeluaran pangan


(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling azasi, sehingga ketersediaan pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin. Manusia dengan segala kemampuannya selalu berusaha mencukupi kebutuhannya dengan berbagai cara. Dalam perkembangan peradaban masyarakat untuk memenuhi kualitas hidup yang maju, mandiri, dalam suasana tenteram, serta sejahtera lahir dan batin, semakin dituntut penyediaan pangan yang cukup berkualitas dan merata. Oleh karena itu, kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk mewujudkan pembangunan sumberdaya manusia yang sehat, aktif dan produktif (BKP, 2010).

Pentingnya ketahanan pangan dalam pembangunan nasional sudah bukan lagi topik perdebatan. Pemerintah dan rakyat, yang diwakili oleh parlemen dan organisasi non-pemerintah, sepakat bahwa ketahanan pangan harus menjadi salah satu prioritas dalam pembangunan nasional. Paling tidak ada tiga alasan penting yang melandasi kesadaran semua komponen bangsa atas pentingnya ketahanan pangan. Pertama, akses atas pangan yang cukup dan bergizi bagi setiap penduduk merupakan salah satu pemenuhan hak azasi manusia. Kedua, konsumsi pangan dan gizi yang cukup merupakan basis bagi pembentukan sumberdaya manusia yang berkualitas. Ketiga, ketahanan pangan merupakan basis bagi ketahanan ekonomi, bahkan bagi ketahanan nasional suatu negara berdaulat


(15)

Banyak indikator lain yang digunakan untuk melihat ketahanan pengan, namun beberapa diantaranya sulit diukur. Indikator yang baik mempunyai ciri: cukup sederhana untuk pengumpulan dan penafsirannya, objektif dan dapat diukur dengan angka, dan responsif terhadap perubahan-perubahan akibat adanya program (Suhardjo, 1989). Seharusnya indikator ketahanan pangan dapat mempresentasikan jumlah dan mutu pangan yang dikonsumsi sesuai norma gizi.

Walaupun program peningkatan produksi pangan menunjukkan keberhasilan namun masih sering dijumpai isu ketidaktahanan pangan. Ini berarti peningkatan produksi pangan belum cukup dijadikan indikator ketahanan pangan. Pangsa pengeluran pangan merupakan salah satu indikator ketahanan pangan, makin besar pangsa pengeluaran untuk pangan berarti ketahanan pengeluaran pengan penduduknya semakin kecil, demikian sebaliknya

( Deaton dan Muellbauer, 1980).

Tingkat pengeluaran terdiri atas dua kelompok, yaitu pengeluaran untuk makanan dan bukan makanan. Tingkat kebutuhan / permintaan terhadap kedua kelompok tersebut pada dasarnya berbeda-beda. Dalam keadaan kondisi pendapatan terbatas, kebutuhan makanan didahulukan, sehingga pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah akan terlihat bahwa sebagian besar pendapatannya digunakan untuk membeli makanan. Seiring dengan peningkatan pendapatan, maka lambat laun akan terjadi pergeseran pola pengeluaran, yaitu penurunan porsi pendapatan yang dibelanjakan untuk makanan dan porsi pendapatan yang dibelanjakan untuk bukan makanan (BKP, 2010).


(16)

Dewasa ini program peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin kerap digalakkan mulai dari program beras bersubsidi (raskin) atau pemberian dana PKH (Program Keluarga Harapan) dan program yang lainnya. Namun dibalik hal tersebut sangat penting untuk diketahui hal / faktor apa saja yang memberikan pengaruh terhadap pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga miskin itu sendiri sehingga dengan mengetahui faktor apa yang memberikan pengaruh yang nyata dapat lebih diperhatikan sebagai salah satu cara untuk mengurangi tingkat kemiskinan itu sendiri. Dan hal tersebut merupakan alasan mengapa penulis tertarik untuk meneliti faktor - faktor yang mempengaruhi pengeluaran pangan rumah tangga miskin di Kecamatan Medan Belawan.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas secara rinci dapat diuraikan permasalahan yang berhubungan dengan penelitian sebagai berikut :

1. Berapa besar faktor pendapatan keluarga, tingkat pendidikan ibu, jumlah anggota keluarga, jumlah beras raskin yang diterima, dan jarak rumah tangga dengan pasar/ sumber pangan mempengaruhi pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga miskin di Kecamatan Medan Belawan? 2. Seberapa besar pangsa pengeluran pangan rumah tangga miskin di


(17)

Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis seberapa besar faktor pendapatan keluarga, tingkat pendidikan ibu, jumlah anggota keluarga, jumlah beras raskin yang diterima, dan jarak rumah tangga dengan pasar/ sumber pangan mempengaruhi pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga miskin di Kecamatan Medan Belawan.

2. Untuk mengetahui besar pangsa pengeluaran pangan rumah tangga miskin di Kecamatan Medan Belawan.

Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai bahan informasi bagi pihak – pihak yang membutuhkan informasi mengenai faktor- faktor yang berpengaruh terhadap pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga miskin terkhusus di Kecamatan Medan Belawan.

2. Sebagai bahan informasi kepada pemerintah dalam membuat kebijakan di bidang pangan yang lebih berpihak kepada masyarakat miskin.


(18)

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Tinjauan Pustaka

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan dan minuman bagi konsumsi manusia termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan dan minuman.

Pangan dikelompokkan menjadi sembilan kelompok yakni : 1. Padi- padian

Terdiri dari beras, jagung, terigu. 2. Makanan berpati atau umbi- umbian

Terdiri dari kentang, ubi kayu, ubi jalar, sagu, talas dan umbi- umbian lain. 3. Pangan hewani

Terdiri dari ikan, daging, susu, telur. 4. Minyak dan lemak

Terdiri dari minyak kelapa, minyak jagung, minyak kelapa sawit dan margarin.

5. Buah dan biji berminyak

Terdiri dari kelapa, kemiri, kenari, mete, dan coklat. 6. Kacang- kacang lainnya.

7. Gula


(19)

8. Sayur dan buah

Adalah seluruh jenis sayur dan buah yang biasa dikonsumsi. 9. Lain- lain

Terdiri dari teh, kopi, bumbu makanan dan minuman beralkohol. (BKP, 2010).

Kemiskinan

Penentuan batas kemiskinan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) mengacu pada kebutuhan minimal yang setara dengan kebutuhan energi sebesar 2.100 kalori per kapita per hari ditambah dengan pemenuhan kebutuhan minimum non-makanan. Patokan 2.100 kalori ditentukan berdasarkan hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi yang menyatakan bahwa hidup sehat rata- rata setiap orang harus mengkonsumsi makanan setara 2.100 kalori per kapita per hari (BPS Sumut, 2009).

Berdasarkan kriteria BPS dengan pendekatan kebutuhan dasar, yaitu penduduk miskin adalah penduduk yang tidak bisa mencukupi kebutuhan dasarnya berupa kebutuhan pangan dan kebutuhan lainnya. Penentuan dibawah garis kemiskinan didasarkan pada pengukuran pendapatan/ pengeluaran penduduk untuk mencukupi kebutuhan dasar yaitu berupa kebutuhan untuk konsumsi energi sebesar 2100 kalori perkapita perhari, sehingga apabila penghasilannya ada dibawah konversi tersebut maka termasuk pada kategori penduduk miskin. Besaran garis kemiskinan akan berada antar waktu, antar wilayah karena adanya tingkat kemahalan antar wilayah dan antara desa dan kota (Todaro, 2000).


(20)

Konsep kemiskinan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kemiskinan menurut Inpres nomor 12 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan Program Raskin, dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pengeluaran keluarga yang terdiri atas 4 anggota keluarga.

1. Golongan sangat miskin adalah mereka yang mengkonsumsi makanan senilai sampai dengan 1.900 kalori per hari, yang senilai dengan Rp.120.000,- per minggu atau bila disetarakan dengan pengeluaran per bulannya adalah Rp.480.000,- per rumah tangga per bulan.

2. Golongan miskin adalah mereka yang mengkonsumsi makanan senilai sampai 2.100 kalori per hari, yang senilai dengan Rp.150.000,- per minggu atau bila disetarakan dengan pengeluaran per bulannya adalah Rp.600.000,- per rumah tangga per bulan.

3. Golongan hampir miskin yaitu mereka yang mengkonsumsi makanan senilai sampai dengan 2.300 kalori per hari, yang senilai sampai dengan Rp.175.000,- per minggu atau bila disetarakan dengan pengeluaran per bulannya adalah Rp.700.000,- per rumah tangga per bulan (Asa’ad, 2007).

Pengeluaran Rumah Tangga

Tingkat pengeluaran terdiri atas dua kelompok, yaitu pengeluaran untuk makanan dan bukan makanan. Tingkat kebutuhan/ permintaan (demand) terhadap kedua kelompok tersebut pada dasarnya berbeda- beda. Dalam kondisi pendapatan terbatas, kebutuhan makanan didahulukan, sehingga pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah akan terlihat bahwa sebagian besar pendapatannya digunakan untuk membeli makanan. Seiring dengan peningkatan pendapatan, maka lambat laun akan terjadi pergeseran pola pengeluaran, yaitu penurunan porsi


(21)

pendapatan yang dibelanjakan untuk makanan dan peningkatan porsi pendapatan yang dibelanjakan untuk bukan makanan (BKP, 2010).

Pergeseran komposisi dan pola pengeluaran tersebut terjadi karena elastisitas permintaan terhadap makanan secara umum rendah, sedangkan elastisitas terhadap kebutuhan bukan makanan relatif tinggi. Keadaan ini jelas terlihat pada kelompok penduduk yang tingkat konsumsi makanannya sudah mencapai titik jenuh, sehingga peningkatan pendapatan digunakan untuk memenuhi kebutuhan barang bukan makanan, sedangkan sisa pendapatan dapat disimpan sebagai tabungan (saving) atau diinvestasikan (BKP, 2010).

Uraian di atas dapat menjelaskan bahwa pola pengeluaran merupakan salah satu variabel yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan (ekonomi penduduk), sedangkan pergeseran komposisi pengeluaran dapat mengindikasikan perubahan tingkat kesejahteraan penduduk (BKP, 2010).

Faktor - faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan rumah tangga miskin:

1. Pendapatan Keluarga

Tingkat pendapatan yang tinggi akan memberi peluang yang lebih besar bagi keluarga untuk memilih pangan dalam jumlah maupun jenisnya. Keluarga atau masyarakat yang berpenghasilan rendah mempergunakan sebagian besar dari penghasilannya untuk membeli makanan, dan semakin tinggi penghasilan semakin menurun proporsi yang digunakan untuk membeli makanan. Rumah tangga yang tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan akan berakibat buruk pada status gizi anggota rumah tangganya. Pendapatan mempunyai hubungan yang erat dengan perubahan dan perbaikan konsumsi


(22)

pangan dimana perubahan pendapatan secara langsung dapat mempengaruhi perubahan konsumsi pangan keluarga. Meningkatnya pendapatan berarti memperbesar peluang untuk membeli pangan dengan kuantitas dan kualitas yang lebih baik. Sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan penurunan dalam hal kualitas dan kuantitas pangan yang dibeli (Hardiansyah, 1985).

Menurut Suhardjo (1989) hubungan pekerjaan dengan pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan terhadap kuantitas dan kualitas makanan. Jelas ada hubungan antara pendapatan dengan gizi yang didorong oleh pendapatan yang meningkat.

Hal tersebut juga dikemukakan oleh Berg (1986) bahwa terdapat hubungan yang erat antara pendapatan dan gizi, dimana peningkatan pendapatan akan memperbaiki kesehatan dan gizi. Namun pengeluaran pangan yang bertambah tidak selalu membawa perbaikan pada susunan makanannya. Orang yang lebih banyak membelanjakan uang yang dimiliki untuk pangan mungkin akan makan lebih banyak, tetapi belum tentu mutu makanannya lebih baik.

Berbagai upaya perbaikan gizi biasanya berorientasi pada tingkat pendapatan. Seiring makin meningkatnya pendapatan, maka kecukupan akan makanan dapat terpenuhi. Dengan demikian pendapatan merupakan faktor utama dalam menentukan kualitas dan kuantitas bahan makanan. Besar kecilnya pendapatan rumah tangga tidak lepas dari jenis pekerjaan ayah dan ibu serta tingkat pendidikannya (Soekirman, 2000).

Pada rumah tangga dengan pendapatan rendah, 60-80 % dari pendapatannya dibelanjakan untuk makanan. Elastisitas pendapatan untuk makanan yang digambarkan dari persentase perubahan kebutuhan akan makanan


(23)

untuk tiap 1 % perubahan pendapatan, lebih besar pada rumah tangga yang miskin dibandingkan pada rumah tangga kaya (Soekirman, 2000).

Pengeluaran rumah tangga sebagai proksi dari pendapatan mempengaruhi tingkat konsumsi rumah tangga. Semakin besar pengeluaran total mengakibatkan konsumsi energi rumah tangga juga bertambah dengan kata lain apabila pengeluaran total rumah tangga bertambah maka pertambahan tersebut digunakan untuk memenuhi kekurangan konsumsi energi (Arifin dan Sudaryanto,1991).

Upaya pemenuhan konsumsi makanan yang bergizi berkaitan erat dengan daya beli rumah tangga. Rumah tangga dengan pendapatan terbatas, kurang mampu memenuhi kebutuhan makanan yang diperlukan tubuh, setidaknya keanekaragaman bahan makan kurang bisa dijamin karena dengan uang yang terbatas tidak akan banyak pilihan. Akibatnya kebutuhan makanan untuk tubuh tidak terpenuhi (Apriadji, 1986).

2. Tingkat Pendidikan Ibu

Tingkat pendidikan dapat juga dijadikan cerminan keadaan sosial ekonomi di dalam masyarakat (Hidayat, 2005). Semakin tinggi pendidikan atau keterampilan yang dimiliki seseorang semakin tinggi investasi yang diperlukan. Dan tingkat pendidikan istri, disamping merupakan modal utama dalam menunjang perekonomian keluarga juga berperan dalam penyusunan pola makan keluarga.

Hidayat (2005) juga berpendapat bahwa pendidikan ibu merupakan faktor yang sangat penting. Tinggi rendahnya pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat perawatan kesehatan, hygiene, kesadaran terhadap keluarga, disamping berpengaruh pada faktor sosial ekonomi lainnya seperti pendapatan, pekerjaan,


(24)

makan dan perumahan. Ibu memegang peranan penting pada pengelolaan rumah tangga. Tingkat pendidikan ibu terutama dapat menentukan sikap pengetahuan dan keterampilannya dalam menentukan makanan keluarga.

Soekirman (2000) mengemukakan bahwa pada bagan penyebab kekurangan gizi oleh Unicef 1998 tercantum bahwa meski secara tidak langsung namun tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kekurangan gizi. Dari sudut sosial ekonomi, tingkat pendidikan ibu rumah tangga merupakan salah satu aspek yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga. Tingkat pendidikan formal seorang ibu seringkali berhubungan positif dengan peningkatan pola konsumsi makanan rumah tangga. Hal ini termasuk upaya mencapai status gizi yang baik pada anak-anaknya.

Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang untuk menyerap informasi dan mengimplementasikan dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi (Atmarita, 2004).

3. Jumlah Anggota Keluarga

Anggota rumah tangga adalah semua orang yang biasanya bertempat tinggal di suatu rumah tangga, baik berada di rumah pada saat pencacahan maupun sementara tidak ada. Anggota rumah tangga yang telah bepergian 6 bulan atau lebih, dan anggota rumah tangga yang bepergian kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan pindah atau akan meninggalkan rumah 6 bulan atau lebih, tidak dianggap anggota rumah tangga. Orang yang telah tinggal di suatu rumah tangga 6 bulan atau lebih, atau yang telah tinggal di suatu rumah tangga kurang dari 6


(25)

bulan tetapi berniat menetap di rumah tangga tersebut, dianggap sebagai anggota rumah tangga (BPS, 2004).

Keluarga yang sangat miskin, akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makanan apabila anggota keluarganya kecil. Keluarga yang mempunyai jumlah anggota besar apabila persediaan pangan cukup belum tentu dapat mencegah gangguan gizi, karena dengan bertambahnya jumlah anggota keluarga maka pangan untuk setiap anggota keluarganya berkurang.

Sedangkan Sanjur (1982) menyatakan bahwa besar keluarga mempunyai pengaruh pada belanja pangan. Pendapatan perkapita dan belanja pangan akan menurun sejalan dengan meningkatnya jumlah anggota keluarga. Nilai absolut belanja pangan akan meningkat pada jumlah anggota keluarga yang besar tetapi belanja pangan perkapita menurun sejalan dengan ukuran ekonomi yang ada. Pendapatan perkapita menurun dengan meningkatnya jumlah anggota keluarga. Pemantauan konsumsi gizi tingkat rumah tangga tahun 1995-1998 juga menyatakan bahwa jumlah anggota rumah tangga yang semakin banyak, akan semakin mengalami kecenderungan turunnya rata-rata asupan energi dan protein per kapita per hari yang ditunjukkan dengan prevalensi tertinggi pada rumah tangga yang beranggotakan diatas enam orang.

4. Jumlah Beras Raskin yang Diterima

Pada 2002, pemerintah mengganti nama OPK (Operasi Pasar Khusus) menjadi Program Raskin agar lebih mencerminkan sifat program, yakni sebagai bagian dari program perlindungan sosial bagi RTM (Rumah Tangga Miskin), tidak lagi sebagai program darurat penanggulangan dampak krisis ekonomi. Penetapan jumlah beras per bulan per RTM yang pada awalnya 10 kg, selama beberapa tahun berikutnya bervariasi dari 10 kg hingga 20 kg, dan pada 2009 menjadi 15 kg.


(26)

Frekuensi distribusi yang pada tahun-tahun sebelumnya 12 kali, pada 2006 berkurang menjadi 10 kali, dan pada 2007 sampai sekarang ini kembali menjadi 12 kali per tahun.

Program Raskin ini bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran dari rumah tangga miskin sebagai bentuk dukungan dalam meningkatkan ketahanan pangan dengan memberikan perlindungan sosial beras murah dengan jumlah maksimal 15 Kg/rumah tangga miskin/bulan dengan masing-masing seharga Rp. 1600,00/Kg (Netto) (BPS,2004).

5. Jarak Rumah dengan Pasar/ Sumber Pangan

Akses fisik pangan dapat berupa jumlah maupun jarak pasar ataupun warung, serta ketersediaan pangan secara fisik di warung/ pasar. Dan tentunya semakin baik/ semakin dekat akses untuk mendapatkan pangan maka semakin kecil juga pengeluaran pangan untuk mendapatkan pangan tersebut


(27)

Landasan Teori

Teori Konsumsi John Maynard Keynes

John Maynard Keynes (1969) dalam General Theory nya membuat fungsi konsumsi sebagai pusat fluktuasi ekonominya dan teori itu telah memainkan peran penting dalam analisis makro ekonomi sampai saat ini. Keynes membuat dugaan tentang fungsi ekonomi berdasarkan intropeksi dan observasi kasual.

Dugaan pertama Keynes adalah bahwa kecendrungan mengkonsumsi marginal adalah antara nol dan satu. Ia menulis bahwa “hukum psikologis fundamental, dengan apa kita dinisbikan untuk tergantung pada keyakinan yang besar adalah bahwa manusia diatur, sebagai peraturan atau berdasarkan rata-rata, untuk meningkatkan konsumsi ketika pendapatan mereka naik, tetapi tidak sebanyak kenaikan dalam pendapatan mereka”.

Dugaan kedua, Keynes menyatakan bahwa rasio konsumsi terhadap pendapatan yang disebut kecendrungan mengkonsumsi rata-rata turun ketika pendapatan naik. Ia percaya bahwa tabungan adalah kemewahan sehingga ia berharap orang kaya menabung proporsi yang lebih tinggi dari pendapatan mereka ketimbang si miskin.

Ketiga, Keynes berpendapat bahwa pendapatan merupakan determinan yang penting dan tingkat bunga tidak memiliki peran penting. Keynes mengatakan bahwa pengaruh tingkat bunga terhadap konsumsi hanya sebatas teori


(28)

Teori Konsumsi Dengan Hipotesis Pendapatan Relatif (Relative Income Hipothesis)

Teori konsumsi dengan menggunakan hipotesis pendapatan relatif dikemukakan oleh James Duesenberry dengan bukunya Income, Saving, and the Theory of Consummer Behavior, bermaksud merekonsiliasi hubungan yang tidak proporsional dan yang proporsional antara konsumsi dengan pendapatan dengan maksud agar diperoleh gambaran mengenai alasan sebab- sebab timbulnya perbedaan tersebut.

Di dalam teorinya, Duesenberry menggunakan dua asumsi yang digunakan untuk mengamati faktor- faktor yang dapat berpengaruh terhadap pengeluaran konsumsi seseorang.

a) Selera rumah tangga atas barang konsumsi adalah interdependen. Artinya, pengeluaran konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh pengeluaran konsumsi yang dilakukan oleh masyarakat sekitarnya (tetangga). Jadi faktor lingkungan dapat berpengaruh terhadap pengeluaran konsumsi.

b) Pengeluaran konsumsi adalah irreversible. Artinya, pola pengeluaran pada saat penghasilan naik berbeda dengan pola pengeluaran pada saat penghasilan mengalami penurunan. Di dalam hal ini dikatakan bahwa pengeluaran konsumsi seseorang dalam jangka pendek dapat dipengaruhi oleh besarnya pendapatan relatif. Pendapatan relatif disini adalah merupakan pendapatan tertinggi yang pernah dicapai oleh seseorang. Sebagai misal, apabila pendapatan seseorang mengalami kenaikan maka secara otomatis konsumsi juga mengalami kenaikan dengan proporsi tertentu, dan sebaliknya bila pendapatan mengalami penurunan maka akan diikuti juga oleh penurunan


(29)

konsumsinya. Akan tetapi, proporsi penurunannya lebih kecil dibandingkan proporsi akibat kenaikan pendapatan tadi

(Waluyo, D. E., 2002). Hukum Engel

Untuk komoditas pangan, peningkatan pendapatan tidak diikuti dengan peningkatan permintaan yang progresif. Berdasarkan hal tersebut dengan asumsi harga pangan yang dibayar rumah tangga adalah sama, maka menurut hukum Engel pangsa pengeluaran pangan terhadap pengeluaran rumah tangga akan semakin berkurang dengan meningkatnya pendapatan. Untuk lebih jelasnya kurva Engel dapat dilihat pada Gambar 1 Berikut ini :

Jumlah (X)

X2 X1

0 M1 M2 Pendapatan (M)

Gambar 1. Kurva Engel untuk Barang Kebutuhan Pokok

Perubahan pendapatan nominal tidak berpengaruh banyak terhadap perubahan permintaan. Bahkan jika pendapatan terus meningkat, permintaan terhadap barang tersebut perubahannya makin kecil dibanding perubahan pendapatan. Jika dikaitkan dengan konsep elastisitas, maka elastisitas pendapatan


(30)

dari barang kebutuhan pokok makin kecil bila tingkat pendapatan nominal makin tinggi

(Deaton dan Muelbauer, 1980).

Kerangka Pemikiran

Tingkat kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari seberapa besar rumah tangga tersebut mengeluarkan uang mereka untuk mengkonsumsi kebutuhan makanan sebagai kebutuhan dasar untuk hidup. Banyak hal yang dapat mempengaruhi tingkat pengeluaran suatu rumah tangga miskin untuk mengkonsumsi makanan itu sendiri. Beberapa faktor yang memberikan pengaruh terhadap pengeluaran untuk mengkonsumsi pangan itu sendiri dapat kita bagi menjadi dua kelompok yaitu faktor ekonomi ( pendapatan keluarga dan jumlah beras raskin yang diterima) dan faktor sosial (tingkat pendidikan ibu, jumlah anggota keluarga, dan jarak rumah tangga dengan pasar/ sumber pangan). Dengan berorientasi pada faktor-faktor tersebut diatas diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai hal-hal apa saja yang diperlukan kelak dalam mengurangi tingkat kemiskinan rumah tangga terkhusus di Kecamatan Medan Belawan.


(31)

Secara skematis kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran Keterangan:

: Menyatakan hubungan : Menyatakan pengaruh

Pengeluaran untuk Konsumsi

Pangan

Pangsa Pengeluaran Pangan (PP) Faktor Ekonomi :

• Pendapatan Keluarga

• Jumlah Beras Raskin yang Diterima

Faktor Sosial :

• Tingkat Pendidikan Ibu

• Jumlah Anggota Keluarga

• Jarak Rumah Tangga dengan Pasar/ Sumber Pangan

Rumah Tangga Miskin


(32)

Hipotesis Penelitian

1. Faktor pendapatan rumah tangga, tingkat pendidikan Ibu, jumlah anggota keluarga, jumlah beras raskin yang diterima, dan jarak rumah dengan pasar/sumber pangan memberikan pengaruh yang nyata terhadap pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga miskin di Kecamatan Medan Belawan.

2. Pangsa pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga miskin di wilayah penelitian ≥ 60 %.


(33)

METODE PENELITIAN

Metode Penentuan Daerah Penelitian

Adapun jumlah rumah keluarga (rumah tangga) sasaran di setiap kecamatan yang ada di Kota Medan dapat kita lihat dari Tabel 1. dibawah ini. Tabel 1. Jumlah Rumah Tangga Sasaran di Setiap Kecamatan yang Ada di

Kota Medan Pada Tahun 2009

No Kecamatan Jumlah RTS

1 Medan Tuntungan 2.981

2 Medan Johor 3.817

3 Medan Amplas 3.891

4 Medan Denai 4.581

5 Medan Area 2.442

6 Medan Kota 2.371

7 Medan Maimun 2.198

8 Polonia 1.457

9 Medan Baru 650

10 Medan Selayang 2.698

11 Medan Sunggal 2.670

12 Medan Helvetia 3.131

13 Medan Petisah 1.598

14 Medan Barat 2.786

15 Medan Timur 3.899

16 Medan Perjuangan 4.522

17 Medan Tembung 4.995

18 Medan Deli 4.235

19 Medan Labuhan 5.544

20 Medan Marelan 7.309

21 Medan Belawan 11.360

Total 79.135

Sumber : BPS Propinsi Sumatera Utara 2010, 2011.

Dari Tabel 1 diatas dapat dilihat bahwa Kecamatan Medan Belawan merupakan kecamatan dengan tingkat kemiskinan rumah tangga yang terbesar, dan hal tersebut merupakan alasan mengapa penulis mengambil wilayah tersebut sebagai daerah penelitian.


(34)

Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive (sengaja) yaitu di enam kelurahan yang ada di Kecamatan Medan Belawan dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan daerah yang mempunyai jumlah rumah tangga miskin terbanyak di Kota Medan dan juga merupakan daerah yang diketegorikan sebagai daerah rawan pangan.

Untuk lebih jelasnya distribusi rumah tangga dan rumah tangga sasaran di enam kelurahan yang terdapat di Kecamatan Medan Belawan dapat kita lihat pada Tabel dibawah ini.

Tabel 2. Distibusi Rumah Tangga Menurut Kelurahan di Kecamatan Medan Belawan Tahun 2009

Kelurahan Banyaknya

Rata-rata anggota rumah tangga Rumah Tangga Penduduk (Jiwa) Rumah Tangga Sasaran (RTS) Belawan Pulau

Sicanang 3307 13935 1600 4

Belawan Bahagia 3307 13040 1540 5

Belawan Bahari 2640 10663 1581 4

Belawan II 2701 23751 2368 5

Bagan Deli 4826 13863 1662 4

Belawan I 3358 21448 2599 5

Total 21320 96700 11360 5

Sumber : Kecamatan Medan Belawan dalam angka 2010, 2011.

Dilihat dari Tabel 2 diatas diketahui bahwa Kelurahan Belawan I mempunyai jumlah rumah tangga sasaran terbesar (2599 RTS) namun, apabila dilihat dari persentase rumah tangga sasaran terbesar, itu terdapat di Kelurahan Belawan II (mencapai 87 % dari total rumah tangga yang ada di kelurahan tersebut). Sementara jumlah rumah tangga sasaran terkecil terdapat di Kelurahan Belawan Bahagia (1540 RTS) namun, apabila dilihat dari persentase rumah tangga sasaran terkecil terdapat di Kelurahan Bagan Deli (hanya 34% dari total rumah tangga yang ada di kelurahan tersebut).


(35)

Metode Penentuan Sampel

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penentuan sampel yang dilakukan secara simple random sampling (secara acak) dengan mengambil 10 rumah tangga sasaran yang ada di setiap kelurahan yang ada di kecamatan Medan Belawan. Hal ini dapat dilakukan karena anggota populasinya bersifat homogen, maka sampel yang kecil dapat mewakili seluruh populasi (Gulo, 2002).

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara wawancara langsung dengan rumah tangga sampel dengan menggunkan daftar kuisioner yang telah dipersiapkan lebih dahulu. Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai instansi dan dinas yang terkait seperti Badan Ketahanan Pangan Kota Medan, BPS Kota Medan, Kantor Kecamatan Medan Belawan, beserta enam kantor kelurahan yang ada di Kecamatan Medan Belawan.


(36)

Metode Analisis Data

Untuk tujuan 1, dalam mengetahui seberapa besar faktor sosial ekonomi terhadap tingkat pengeluaran pangan rumah tangga miskin, maka digunakan analisis regresi berganda dengan persamaan :

Y = b0 + b1X1+ b2X2+ b3X3+ b4X4+ b5X5 + ε Dimana:

Y= Pengeluaran untuk konsumsi pangan RT miskin Kecamatan Medan Belawan b1, b2, b3, b4, b5, b6= koefisen regresi untuk masing- masing variabel.

X1 = Pendapatan keluarga (Rp/ bulan) X2 = Tingkat pendidikan ibu (tahun)

X3 = Jumlah anggota rumah tangga (orang) X4= Jumlah beras raskin yang diterima (kg)

X5 = Jarak rumah tangga dengan pasar/ sumber pangan (m)

ε = Faktor kesalahan

b0, b1, b2, b3, b4, b5 ditentukan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS).

Kriteria Uji :

H0diterima jika nilai signifikansi ≥ α H1 diterima jika nilai signifikansi ˂ α

H0 = tidak ada pengaruh antara variabel terikat dan variabel bebas H1 = ada pengaruh antara variabel terikat dan variabel bebas

Untuk tujuan 2, dianalisis dengan menggunakan metode kuantitatif yaitu dengan melihat besar persentase pengeluaran untuk pangan dan nonpangan terhadap


(37)

pendapatan rumah tangga miskin di daerah penelitian, dan dihitung dengan menggunakan formula :

PF = TP PP

x 100%

Dimana :

PF = Persentase atau pangsa pengeluaran pangan (%) PP = Pengeluaran untuk pangan rumah tangga (Rp/bulan) TP = Total pengeluaran rumah tangga (Rp/bulan)

Apabila hanya menggunakan indikator ekonomi (diproksi dari pangsa pengeluaran pangan), dengan kriteria apabila persentase atau pangsa pengeluaran pangan tinggi (≥ 60% pengeluaran total) maka kelompok rumah tangga tersebut merupakan golongan yang relatif kurang sejahtera. Sementara itu apabila persentase atau pangsa pengeluaran pangan rendah (< 60% pengeluaran total) maka kelompok rumah tangga tersebut merupakan golongan yang sejahtera (Purwantini, dan Ariani, M., 2002).


(38)

Defenisi dan Batasan Operasional

Defenisi dan batasan operasional dibuat untuk menghindari kekeliruan dan kesalahpahaman dalam menafsirkan penelitian ini. Adapun defenisi dan batasan operasional yang dibuat adalah:

Defenisi

1. Pangan adalah kebutuhan yang paling mendasar bagi sumber daya manusia suatu bangsa yang meliputi sembilan bahan pokok.

2. Pengeluaran untuk konsumsi pangan adalah total rupiah perbulan yang dikeluarkan untuk belanja pangan (padi- padian, makanan berpati, pangan hewani, minyak dan lemak, buah dan biji berminyak, kacang-kacangan, gula, sayur dan buah, lain-lain (teh, kopi dan bumbu makanan)).

3. Pendapatan rumah tangga adalah jumlah seluruh pendapatan yang dihasilkan oleh kepala keluarga dan anggota keluarga yang mempunyai penghasilan.

4. Pendidikan Ibu adalah tingkat pendidikan formal terakhir yang ditempuh oleh ibu rumah tangga.

5. Jumlah anggota keluarga adalah adalah banyaknya orang dalam suatu rumah tangga yang terdiri dari ayah, ibu, anak dan anggota lainnya yang menjadi tanggungan kepala keluarga.

6. Jumlah beras raskin yang diterima adalah jumlah beras subsidi yang diberikan pemerintah kepada setiap rumah tangga perbulannya dalam satuan kg.


(39)

7. Pengeluaran untuk konsumsi nonpangan adalah harga/ sejumlah uang yang dikeluarkan untuk belanja nonpangan perbulannya (biaya pendidikan anak, biaya kesehatan, biaya listrik, biaya air, dan biaya bahan bakar).

8. Jarak rumah dengan pasar/ sumber pangan adalah jarak dari rumah dengan pasar atau tempat dimana seseorang dapat mengakses/memperoleh pangan.

Batasan Operasional

1. Lokasi Penelitian adalah di enam kelurahan yang ada di Kecamatan Medan Belawan yaitu Belawan Pulau Sicanang, Belawan Bahagia, Belawan Bahari, Belawan II, Bagan Deli dan Belawan I.


(40)

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN

KARAKTERISTIK SAMPEL

Deskripsi Daerah Penelitian Letak dan Keadaan Geografis

Penelitian dilakukan dikota Medan, yaitu di Kecamatan Medan Belawan. Kecamatan Medan Belawan terletak antara 030- 480 LU dan 980- 420BT, dan berada pada ketinggian 3 m diatas permukaan laut. Kecamatan Medan Belawan berbatasan langsung dengan selat malaka di sebelah utara, Kecamatan Medan Labuhan di sebelah selatan, Kabupaten Deli Serdang di sebelah barat dan di sebelah timur. Kecamatan Medan Belawan mempunyai luas sekitar 21,82 km2. Jarak kantor kecamatan ke kantor walikota Medan yaitu 23 km.

Untuk luas wilayah masing- masing kelurahan dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini :

Tabel 3. Luas Wilayah dirinci per Kelurahan di Kecamatan Medan Belawan Tahun 2009

Kelurahan Luas (Km2)

Persentase terhadap Luas Kecamatan

(%)

(1) (2) (3)

Belawan Pulau Sicanang 15,1 69,2

Belawan Bahagia 0,54 2,74

Belawan Bahari 1,03 4,72

Belawan II 1,75 8,02

Bagan Deli 2,3 10,54

Belawan I 1,1 5,04

Jumlah 21,82 100

Sumber : Kecamatan Medan Belawan dalam Angka 2010, 2011.

Dapat dilihat pada Tabel 3 bahwa lebih dari setengah luas wilayah Kecamatan Medan Belawan adalah Kelurahan Belawan Pulau Sicanang yang


(41)

mencapai 69,2%, diikuti oleh Bagan Deli, Belawan II, Belawan I, Belawan Bahari dan yang terakhir yaitu Kelurahan Belawan Bahagia.

Untuk lebih jelasnya peta Kecamatan Medan Belawan dapat dilihat pada Gambar 3 berikut:

Gambar 3. Peta Kecamatan Medan Belawan

Dari Gambar 3 tersebut diatas dapat dilihat dengan jelas bahwa terdapat empat kelurahan yang berbatasan langsung dengan selat malaka yaitu Belawan Pulau Sicanang, Belawan Bahagia, Belawan I dan Bagan Deli. Dan untuk diketahui berdasarkan profil Kota Medan bahwa Kecamatan Medan Belawan merupakan Kecamatan terluas ke -2 setelah Kecamatan Medan Labuhan.


(42)

Keadaan Penduduk a. Kepadatan Penduduk

Luas wilayah di setiap kelurahan yang ada di Kecamatan Medan Belawan ternyata tidak berbanding lurus dengan banyaknya jumlah penduduk. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 4 yang mengindikasikan bahwa meskipun luas wilayah kelurahan Belawan Pulau Sicanang memenuhi lebih dari setengah wilayah Kecamatan Medan Belawan, jumlah penduduknya tidak lebih besar dari kelurahan lainnya, begitu juga sebaliknya.

Tabel 4. Jumlah Penduduk, Luas Kelurahan, Kepadatan Penduduk per Km Dirinci Berdasarkan Kelurahan di Kecamatan Medan Belawan

Sumber : Kecamatan Medan Belawan dalam Angka 2010, 2011.

Dari Tabel 4 diatas didapat bahwa Kelurahan Belawan Bahagia memiliki kepadatan penduduk yang terbesar diantara kelurahan lainnya, sementara itu Kelurahan Belawan Pulau Sicanang merupakan kelurahan yang memiliki kepadatan penduduk yang terkecil.

Kelurahan

Jumlah Penduduk

(Jiwa)

Luas Wilayah (Km2)

Kepadatan Penduduk per Km2

(1) (2) (3) (4)

Belawan Pulau

Sicanang 13.935 15,1 923

Belawan Bahagia 13.040 0,54 24.148

Belawan Bahari 10.663 1,03 10.352

Belawan II 23.751 1,75 13.572

Bagan Deli 13.863 2,3 6.027

Belawan I 21.448 1,1 19.498


(43)

b. Penduduk Menurut Kelompok Umur

Penduduk di Kecamatan Medan Belawan berjumlah 96.700 jiwa dengan variasi umur yang berbeda- beda. Dimana umur juga dapat kita jadikan sebagai suatu patokan produktivitas seorang individu. Dan berdasarkan golongan umur penduduk Kecamatan Medan Belawan dapat dilihat pada Tabel 5 berikut:

Tabel 5. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kecamatan Medan Belawan Tahun 2009

Kelompok Umur (tahun) Jumlah (jiwa) Jumlah (%)

0-4 8.111 8,38%

5-14 17.564 18,16%

15-44 52.062 53,84%

45-64 15.120 15,64%

≥65 3.843 3,97%

Jumlah 96.700 100%

Sumber : Kecamatan Medan Belawan dalam Angka 2010, 2011.

Tabel 5 diatas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk dengan usia produktif mencapai 69,48 %. Hal ini berarti jumlah angkatan kerja di Kecamatan Medan Belawan cukup banyak, sehingga dapat dikatakan bahwa Kecamatan Medan Belawan Memiliki Potensi SDM dari segi kuantitas. Sedangkan penduduk dengan usia lanjut menduduki tingkat terendah yang hanya mencapai 3,97 %. c. Penduduk Menurut Jenis Pekerjaan

Mata pencaharian penduduk Kecamatan Medan Belawan bermacam jenisnya yaitu pegawai negeri, pegawai swasta, TNI/POLRI, nelayan, pedagang, pensiunan dan lain sebagainya.

Untuk mengetahui lebih jelas mengenai mata pencarian penduduk Kecamatan Medan Belawan dapat dilihat pada Tabel 6 berikut :


(44)

Tabel 6. Komposisi Mata Pencaharian Penduduk Berdasarkan Kelurahan di Kecamatan Medan Belawan

Sumber: Kecamatan Medan Belawan dalam angka 2010, 2011.

Tabel 6 diatas menunjukkan bahwa jumlah pekerjaan penduduk yang terbesar adalah sebagai pegawai swasta yaitu sebesar 7176 orang (28,2%), dan diikuti oleh nelayan dengan jumlah sebanyak 5238 orang (20,5%), pedagang sebanyak 3540 orang (13,9%), pegawai negeri sebanyak 1117 orang (4,4%), pensiunan sebanyak 455 orang (1,9%) dan polri/ TNI sebanyak 453 (1,8%), sementara sebanyak 7449 orang bermata pencaharian selain diatas yang tidak disebutkan satu-persatu.

Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana sangat mempengaruhi perkembangan dan kemajuan masyarakat. Semakin baik sarana dan prasarana akan mempercepat laju pembangunan, terkhusus untuk sarana pendidikan yang secara tidak langsung memberi pengaruh yang besar terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia di suatu daerah. Dan tidak kalah pentingnya adalah keberadaan pasar/ warung sebagai penyedia bahan pangan untuk rumah tangga itu sendiri. Untuk No Kelurahan Pegawai Nelayan Pedagang Pensiunan

Lain-lain Negeri Swasta Polri

1 Belawan Pulau Sicanang

85 1326 8 207 314 17 1152

2 Belawan

Bahagia 158 841 82 769 536 52 1291

3 Belawan

Bahari 126 965 13 965 246 21 1175

4 Belawan II 381 1751 45 231 1296 110 1451

5 Bagan Deli 112 1062 9 1689 325 27 875

6 Belawan I 255 1231 296 1377 823 228 1505


(45)

sarana dan prasarana yang ada di Kecamatan Medan Belawan dapat dilihat pada Tabel di bawah ini :

Tabel 7. Sarana dan Prasarana Daerah Berdasarkan Kelurahan di Kecamatan Medan Belawan.

Sumber : BPS Kecamatan Medan Belawan dalam Angka 2010, 2011.

Dilihat dari Tabel 7 diatas dapat kita lihat bahwa sarana dan prasarana di Kecamatan Medan Belawan dianggap masih kurang memadai, hal ini dapat dilihat dari jumlah sekolah terkhusus untuk tingkat SMP yang belum merata keberadaannya dan masih adanya kelurahan yang belum memiliki sarana pendidikan untuk tingkat SMP, dan untuk sarana kesehatan juga masih kurang dimana masih ada kelurahan yang tidak memiliki puskesmas seperti Belawan II. Dan untuk sejumlah pasar dan pertokoan juga belum cukup ramai mendukung kegiatan perekonomian di wilayah ini, hal itu dapat dilihat hanya terdapatnya 2 pasar yaitu di Kelurahan Bahagia dan Kelurahan Belawan II.

Karakteristik Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah rumah tangga sasaran yang terdapat di Kecamatan Medan Belawan. Karakteristik rumah tangga sampel yang dimaksud adalah meliputi karakteristik sosial ekonomi yang terdiri dari tingkat pendidikan Ibu, jumlah tanggungan, dan pendapatan.

No Kelurahan TK SD SMP SMA /SMK

Rumah

Sakit Puskesmas BPU BKIA Pasar 1 Belawan

Pulau Sicanang

3 9 2 1 1 1 0 1 0

2 Belawan

Bahagia 1 7 3 1 1 1 1 1 1

3 Belawan

Bahari 1 2 1 2 0 1 1 1 0

4 Belawan II 2 8 4 1 0 1 2 1 1

5 Bagan Deli 1 4 0 1 0 1 1 1 0

6 Belawan II 5 15 5 1 2 0 3 1 0


(46)

a. Tingkat Pendidikan Ibu

Tingkat pendidikan ibu rumah tangga yang menjadi sampel dapat dilihat pada Tabel 8 berikut :

Tabel 8. Tingkat Pendidikan Ibu Rumah Tangga Sampel di Kecamatan Medan Belawan.

No Tingkat Pendidikan Ibu

(tahun) Jumlah (jiwa) Jumlah (%)

1 0 1 1,66

2 1 1 1,66

3 2 6 10

4 3 5 8,33

5 4 6 10

6 5 5 8,33

7 6 8 13,33

8 7 5 8,33

9 8 7 11,66

10 9 8 13,33

11 10 3 5

12 11 1 1,66

13 12 4 6,66

Jumlah 60 100

Sumber : Diolah dari lampiran 3, 2011

Dari Tabel 8 diatas dapat dilihat bahwa sebanyak 53,31 % ibu yang menjadi sampel hanya berpendidikan SD bahkan 39,98 % tidak menamatkan sekolahnya di Sekolah Dasar. Dan hanya 36,69 % berpendidikan diatas SD. Hal ini mengindikasikan bahwa masih kurangnya kualitas sumberdaya manusia di daerah tersebut yang tentunya sangat mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu dalam memenuhi kebutuhan pangan keluarganya.


(47)

b. Jumlah Anggota Keluarga

Dalam membeli dan mengkonsumsi pangan jumlah tanggungan/ jumlah anggota keluarga sangat mempengaruhi kuantitas beli yang pada gilirannya akan berpengaruh juga terhadap banyaknya uang yang dikeluarkan untuk belanja pangan tersebut.

Adapun jumlah anggota keluarga pada daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 9 berikut:

Tabel 9. Jumlah Anggota Keluarga Sampel di Kecamatan Medan Belawan No Jumlah anggota keluarga

(jiwa)

Jumlah (rumah tangga)

Jumlah (%)

1 3 3 5

2 4 15 25

3 5 12 20

4 6 14 23,33

5 7 13 21,66

6 8 3 5

Jumlah 60 100

Sumber : Data diolah dari lampiran 3, 2011.

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah anggota rumah tangga terbanyak yaitu pada enam jiwa, dengan asumsi rumah tangga memiliki rata- rata empat orang anak (23,33%) dan hanya sebagian kecil saja yang anggota keluarga berjumlah tiga dan delapan.

c. Pendapatan Keluarga

Daya beli masyarakat dapat dilihat melalui pendapatannya, jika pendapatan yang diperoleh cukup tinggi, maka pada umumnya daya beli masyarakat juga tinggi. Pendapatan rumah tangga di Kecamatan Medan Belawan perbulannya cukup bervariasi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 10 berikut ini :


(48)

Tabel 10. Pendapatan Keluarga Sampel di Kecamatan Medan Belawan No Pendapatan (Rp/bulan) Jumlah

(Rumah tangga) Jumlah (%)

1 < Rp.999.999 3 5

2 Rp 1.000.000 -Rp 1.999.999 47 78,33

3 ≤ Rp 2.000.000 10 16,66

Jumlah 60 100

Sumber : Data diolah dari lampiran 3, 2011.

Dari Tabel diatas dapat dilihat pendapatan Keluarga sampel di Kecamatan Medan Belawan mayoritas berada di kisaran Rp 1.000.000 - Rp 1.999.999

( mencapai 78,33 %) dan hanya sebagian kecil yang berpendapatan dibawah Rp 1.000.000.


(49)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran untuk Konsumsi Pangan Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Medan Belawan.

Faktor –faktor yang mempengaruhi pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga miskin di Kecamatan Medan Belawan dianalisis dengan metode regresi linier berganda. Pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga miskin (Y) diduga dipengaruhi oleh pendapatan keluarga (X

1), tingkat pendidikan Ibu (X2), jumlah anggota keluarga (X3), jumlah beras raskin yang diterima (X

4), dan jarak rumah tangga dengan pasar / sumber pangan (X5 ).

Maka setelah dilakukan pengujian asumsi regresi linier berganda didapat hasil akhir dari estimasi faktor – faktor yang mempengaruhi pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga miskin di Kecamatan Medan Belawan sebagai berikut :

Y = 700000 + 0.123X1 – 8000X2 + 70000X3 – 50000X4 + 52 X5 Y = Pengeluaran untuk konsumsi pangan RTM (Rp/ bulan) X1 = Pendapatan keluarga (Rp/ bulan)

X2 = Tingkat pendidikan ibu (tahun) X3 = Jumlah anggota keluarga (jiwa)

X4= Jumlah beras raskin yang diterima (kg)

X5 = Jarak rumah tangga dengan pasar/ sumber pangan (m)

Pada model regresi diatas, nilai konstanta tercantum sebesar 700000 yang menunjukkan bahwa jika variabel bebas dalam model diasumsikan sama dengan


(50)

nol, maka pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga miskin di Kecamatan Medan Belawan adalah sebesar Rp 700.000/ bulannya.

Nilai koefisien determinasi yang sudah disesuaikan (Adjusted R Square) sebesar 0,605. Artinya, 60,5 % variabel dependen pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga miskin dijelaskan oleh variabel independen pendapatan keluarga, tingkat pendidikan ibu, jumlah anggota keluarga, jumlah beras raskin yang diterima, pengeluaran untuk konsumsi nonpangan dan jarak rumah tangga dengan pasar/ sumber pangan. Dan sisanya sebesar 39,5 % dijelaskan oleh variabel lain diluar variabel yang digunakan.

1. Pendapatan Keluarga (X1)

Pengaruh pendapatan keluarga terhadap pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga dapat dilihat dari koefisien regresi untuk pendapatan keluarga yang bernilai 0.123, yang berarti bahwa dengan bertambahnya pendapatan keluarga sebesar Rp.1 juta/ bulan, maka pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga miskin akan bertambah sebesar Rp 123.000. Dimana Secara parsial variabel pendapatan keluarga berpengaruh nyata terhadap pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga miskin itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dari p- value 0.035 < 0.05.

Hal tersebut dapat dilihat pada rumah tangga miskin di Kecamatan Medan Belawan dimana dengan bertambahnya pendapatan maka rata-rata pengeluaran untuk konsumsi pangan juga ikut meningkat. Untuk lebih jelasnya tingkat pendapatan rumah tangga sampel dan hubungannya dengan pengeluaran untuk konsumsi pangan dapat dilihat pada Tabel 11 dibawah ini :


(51)

Tabel 11. Rata–Rata Pengeluaran Untuk Konsumsi Pangan RTM Berdasarkan Pendapatan Keluarga.

No Pendapatan (Rp/bln)

Rata – rata pendapatan (Rp/bln)

Rata – rata pengeluaran konsumsi pangan

(Rp/bln)

1 < Rp.999.999 750.000 562.500

2 Rp 1.000.000 -Rp 1.999.999 1.385.106 738.121 3 ≥ Rp 2.000.000 2.278.000 976.500

Jumlah

Sumber : Data diolah dari lampiran 3, 2011.

Dari Tabel 11 diatas terlihat jelas adanya perbedaan rata – rata pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga dengan berbagai tingkatan pendapatan, dimana semakin tinggi pendapatan keluarga tersebut, semakin tinggi pula alokasi pengeluaran mereka untuk konsumsi pangan dimana penambahannya juga cukup signifikan.

Menurut penulis di daerah penelitian hal ini sangat wajar terjadi mengingat dengan bertambahnya pendapatan keluarga, Ibu rumah tangga cenderung untuk menambah atau mengubah menu makanan keluarga, dimana apabila sebelumnya Ibu rumah tangga hanya menyediakan lauk berupa telur, tahu atau tempe maka ketika pendapatan keluarga naik mereka cenderung untuk mengubah lauk menjadi ikan atau daging yang sudah tentu memiliki harga yang lebih mahal.

Hal tersebut tentu sesuai dengan pendapat Hardiansah, 1985 yang mengatakan bahwa dengan meningkatnya pendapatan berarti memperbesar peluang untuk membeli pangan dengan kuantitas dan kualitas yang lebih baik. Sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan penurunan dalam hal kualitas dan kuantitas pangan yang dibeli. Dengan kata lain adanya hubungan yang positif antara pendapatan dengan konsumsi pangan itu sendiri.


(52)

2. Tingkat Pendidikan Ibu (X2)

Tingkat Pendidikan Ibu memiliki nilai koefisien regresi sebesar 8000, yang berarti dengan bertambahnya tingkat pendidikan Ibu sebesar 1 tahun akan menambah rata-rata pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga miskin sebesar Rp.8.000. Namun, secara parsial variabel ini tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga miskin. Hal tersebut dapat dilihat dari p-value 0.309 > 0.05.

Di daerah penelitian diketahui bahwa 53,31 % ibu rumah tangga hanya berpendidikan SD bahkan 39,98 % dari mereka tidak menamatkan pendidikannya di sekolah dasar. Dengan tingkat pendidikan yang dapat dikatakan rendah, sebagian besar Ibu rumah tangga tersebut tidak memiliki pengetahuan tentang gizi dan pola konsumsi yang baik. Dimana terkadang mereka hanya mengkonsumsi makanan yang sekiranya hanya sebagai pengenyang perut. Adapun rata – rata pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga RTM berdasarkan tingkat pendidikan Ibu dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 12. Rata – Rata Pengeluaran Untuk Konsumsi Pangan RTM Berdasarkan Tingkat Pendidikan Ibu.

No

Tingkat Pendidikan Ibu

(tahun)

Rata – rata pengeluaran untuk

konsumsi pangan rumah tangga

(Rp/bln)

Jumlah

(Jiwa) Jumlah (%)

1 0 - 6 735.874 32 53,31

2 7 - 9 822.025 20 33,33

3 10 - 12 720.187 8 13,33

Jumlah 60 100

Sumber : Diolah dari lampiran 3, 2011.

Dilihat dari Tabel 12 diatas terlihat jelas bahwa kenaikan tingkat pendidikan ibu tidak sepenuhnya meningkatkan pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga miskin.


(53)

Ini menunjukkan adanya perbedaan yang mendasar dengan asumsi soekirman (2000) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan formal seorang ibu seringkali berhubungan positif dengan peningkatan pola konsumsi makanan rumah tangga yang pada akhirnya akan menambah pengeluaran untuk konsumsi pangan itu sendiri dan berbeda juga dengan apa yang dikatakan oleh Hidayat (2005) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan Ibu, disamping merupakan modal utama dalam menunjang perekonomian keluarga juga berperan dalam penyusunan pola makan keluarga.

Menurut penulis hal ini diakibatkan karena pendidikan ibu di daerah penelitian hampir merata dengan tingkat pendidikan yang masih rendah, dan hanya 6.66 % ibu rumah tangga yang berpendidikan sampai lulus SMA. Dengan jumlah yang sangat sedikit bila dibandingkan dengan ibu rumah tangga lainnya, maka mereka cenderung mengikuti kebiasaan masyarakat sekitar. Dimana hal ini sesuai dengan teori Duesenberry yang mengatakan bahwa selera rumah tangga atas barang konsumsi adalah interdependen. Artinya, pengeluaran konsumsi rumah tangga dipengeruhi oleh pengeluaran konsumsi yang dilakukan oleh masyarakat sekitarnya ( tetangga) dengan kata lain faktor lingkungan berpengaruh besar terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga miskin.

3. Jumlah anggota keluarga (X3)

Dilihat dari nilai koefisien regresi untuk jumlah anggota keluarga di daerah penelitian bernilai 70.000. Hal ini berarti bahwa dengan bertambahnya jumlah anggota rumah tangga sebanyak 1 orang maka pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga bertambah sebesar Rp 70.000 per bulannya. Secara parsial variabel ini juga memberikan pengaruh yang nyata terhadap


(54)

pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga. Hal ini dapat dilihat dari nilai p- value 0.002 < 0.05.

Untuk Rumah tangga sampel pada penelitian ini yaitu di Kecamatan Belawan, rata – rata terdiri dari 6 anggota keluarga. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 13 berikut ini :

Tabel 13. Rata – Rata Pengeluaran Untuk Konsumsi Pangan RTM Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga.

No Jumlah anggota keluarga (Jiwa)

Jumlah (rumah tangga)

Rata – rata pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga (Rp/bln)

1 3 3 375.500

2 4 15 560.700

3 5 12 640.500

4 6 14 787.282

5 7 13 1.129.336

6 8 3 1.031.900

Jumlah 60

Sumber : Data diolah dari lampiran 3, 2011.

Dari Tabel 13 diatas dapat kita lihat adanya pertambahan pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga miskin dengan bertambahnya jumlah anggota keluarga. Atau dapat dikatakan adanya hubungan yang signifikan, dimana dengan bertambahnya jumlah anggota rumah tangga, akan diikuti juga dengan penambahan pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga.

Hal ini terjadi karena dengan bertambahnya jumlah anggota rumah tangga maka, rumah tangga tersebut sudah pasti memerlukan penambahan asupan pangan yang tentunya membutuhkan biaya. Dan hal ini sesuai dengan pendapat sanjur (1982) yang mengatakan bahwa nilai absolut belanja pangan akan meningkat pada jumlah anggota keluarga yang besar tetapi belanja pangan perkapita menurun sejalan dengan ukuran ekonomi yang ada. Melihat kondisi tersebut penulis beranggapan bahwa perlunya kesadaran penduduk setempat akan arti pentingnya


(55)

dari keluarga berencana untuk dapat mengendalikan jumlah anggota keluarga secara khusus bagi rumah tangga miskin itu sendiri.

Intinya keluarga miskin akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makanan apabila anggota keluarganya kecil. Keluarga yang mempunyai jumlah anggota besar apabila persediaan pangan cukup, belum tentu dapat mencegah gangguan gizi, karena dengan bertambahnya jumlah anggota keluarga maka pangan untuk setiap anggota keluarganya berkurang, atau akan menambah alokasi pengeluaran untuk memenuhi konsumsi pangan keluarga tersebut.

4. Jumlah beras raskin yang diterima (X4)

Raskin merupakan program pemerintah dalam penyaluran beras bersubsidi kepada rumah tangga miskin. Dalam hal ini BPS yang merupakan data sasaran rumah tangga penerima program, digunakan sebagai dasar penetapan pagu alokasi hingga tingkat desa/kelurahan. Di tingkat desa/kelurahan, penetapan penerima manfaat menggunakan mekanisme mudes yang dilaksanakan secara transparan dan partisipatif dengan melibatkan berbagai unsur masyarakat termasuk perwakilan RTM. Dimana besarnya jumlah beras raskin yang diberikan kepada rumah tangga miskin sangat mempengaruhi pengeluaran konsumsi pangan rumah tangga tersebut.

Besarnya pengaruh variabel ini terhadap pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga miskin dapat dilihat dari koefisien regresi yang bernilai 50.000 (-). Dimana hal ini berarti bahwa dengan bertambahnya jumlah beras raskin yang diterima rumah tangga sebanyak 5 kg maka pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga berkurang sebesar Rp 50.000 perbulannya.


(56)

Secara parsial variabel ini berpengaruh terhadap pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga miskin. Hal ini dapat dilihat dari p- value 0.000 < 0.05.

Dan untuk lebih jelasnya rata –rata pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga miskin berdasarkan jumlah beras raskin yang diterima dapat dilihat pada Tabel 14 berikut ini :

Tabel 14. Rata – Rata Pengeluaran Untuk Konsumsi Pangan RTM Berdasarkan Jumlah Beras Raskin yang Diterima.

No

Jumlah Beras Raskin yang Diterima (Kg/bln)

Jumlah (rumah tangga)

Rata - rata pengeluaran untuk konsumsi pangan

(Rp/bln)

1 5 13 1.132.000

2 10 41 676.258

3 15 6 507.583

Jumlah 60

Sumber : Diolah dari Lampiran 3, 2011.

Apabila dilihat dari Tabel 14 diatas, terdapat hubungan yang negatif antara jumlah beras raskin yang diterima dengan pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga miskin di daerah penelitian. Dimana dengan bertambahnya jumlah beras raskin yang diterima maka pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga menurun.

Bantuan beras raskin di daerah penelitian memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga miskin karena pada umumya mereka dapat memperoleh beras raskin hanya dengan Rp 1600 – Rp.1800 /kg nya, sedangkan apabila mereka membeli di warung, harga beras perkilogramnya cukup mahal yaitu antara kisaran Rp 6.000- Rp. 9000. Hal tersebut jelas terlihat sesuai dengan peryataan BPS (2004) yang mengatakan bahwa Program Raskin bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran dari rumah tangga miskin sebagai bentuk dukungan dalam meningkatkan ketahanan pangan dengan memberikan perlindungan sosial beras murah.


(57)

Dan adapun ketidakmerataan jumlah beras raskin yang diterima di daerah penelitian disebabkan karena tidak semua rumah tangga miskin terdata sebagai penerima beras raskin. Sementara apabila dilihat secara kasat mata, masih banyak rumah tangga yang sangat membutuhkan bantuan beras subsidi tersebut, sehingga kepala lingkungan yang dalam hal ini sebagai distributor akhir berinisiatif untuk membagikan beras secara merata kepada setiap warga untuk mencegah terjadinya kesenjangan.

5. Jarak Rumah Tangga dengan Pasar / Sumber Pangan (X5 )

Akses fisik pangan dapat berupa jumlah maupun jarak pasar ataupun warung, serta ketersediaan pangan secara fisik di warung/pasar. Dan tentunya semakin baik/semakin dekat akses untuk mendapatkan pangan maka semakin kecil juga pengeluaran untuk mendapatkan pangan tersebut.

Nilai koefisien regresi untuk variabel jarak rumah dengan pasar/ sumber pangan yang bernilai 52 yang berarti bahwa rata-rata pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga miskin akan bertambah sebesar Rp. 52 dengan bertambahnya jarak rumah sebesar 1 m. Namun, secara parsial variabel ini tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga. Hal ini dapat dilihat dari p- value 0.338 > 0.05.

Untuk akses pangan dalam hal ini jarak rumah tangga sampel dengan sumber pangan dapat dilihat pada Tabel 15 berikut ini.


(58)

Tabel 15. Rata –Rata Pengeluaran Untuk Konsumsi Pangan RTM Berdasarkan Jarak Rumah Tangga Ke Sumber Pangan.

No Jarak rumah ke sumber pangan (m)

Jumlah (rumah tangga)

Rata - rata pengeluran untuk konsumsi pangan

(Rp/bln)

1 < 500 20 816.255

2 500 - 999 17 722.782

3 >1000 23 744.104

Jumlah 60

Sumber: Data diolah dari lampiran 3, 2011.

Apabila dilihat dari Tabel 16 diatas terlihat tidak adanya hubungan antara jarak rumah ke sumber pangan dengan rata-rata pengeluaran untuk konsumsi pangan pada rumah tangga miskin itu sendiri.

Menurut penulis hal ini diakibatkan karena pengeluaran akan bergeser kepada pengeluaran nonpangan seperti biaya transportasi (untuk sebagian kecil ibu rumah tangga) atau biaya minuman (tidak dimasukkan kedalam variabel pengeluaran untuk konsumsi pangan) sebagai pelepas dahaga apabila ibu rumah tangga tersebut menempuh sumber pangan dengan jalan kaki dan bukan untuk pengeluaran pangan, karena pada kenyataannya di daerah penelitian walaupun jarak untuk menempuh sumber pangan cukup jauh para ibu rumah tangga enggan untuk menggunakan sarana transportasi dan mereka lebih memilih untuk berjalan kaki dengan alasan menghemat biaya.

Uji AsumsiKlasik

1. Uji asumsi multikolineritas.

Multikolinieritas adalah suatu keadaan dimana variabel-variabel bebas saling berkorelasi. Persamaan regresi linier berganda yang baik adalah persamaan yang bebas dari adanya multikolinieritas antara variabel- variabel bebasnya. Hasil uji asumsi multikolinieritas untuk model faktor- faktor yang mempengaruhi


(59)

pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga miskin di Kecamatan Medan Belawan dapat dilihat pada Tabel 22 dibawah ini :

Tabel 16. Hasil Uji Multikolinieritas Menggunakan Statistik Kolinieritas No Variabel Bebas Collinierity Statistics

Tolerance VIF

1 Pendapatan Keluarga 0.838 1.193

2 Pendidikan Ibu 0.862 1.161

3 Jumlah Anggota Keluarga 0.629 1.589

4 Jumlah Beras Raskin yang

Diterima 0.604 1.655

5 Jarak ke Sumber Pangan 0.814 1.228

Sumber: Analisis Data Primer, 2011.

Hasil uji asumsi multikolinieritas untuk model pengeluaran untuk konsumsi pangan menunjukkan bahwa masing –masing variabel bebas memiliki nilai VIF < 10 dan nilai toleransi (tolerance) > 0,1. Maka dapat dikatakan bahwa regresi linier pengeluaran untuk konsumsi pangan terbebas dari masalah multikolinieritas. 2. Uji asumsi heterokedastisitas.

Uji heterokedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi perbedaan varian residual dari suatu periode pengamatan ke pengamatan yang lain. Metode grafik menunjukkan penyebaran titik – titik varian residual sebagai berikut :

a. Titik –titik data menyebar di atas dan di bawah atau di sekitar angka 0. b. Titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja.

c. Penyebaran titik – titik data tidak membentuk pola bergelombang menyebar kemudian menyempit dan melebar kembali.


(60)

Sumber: Analisis Data Primer, 2011.

Gambar 4. Grafik Uji Heterokedastisitas

Maka dapat disimpulkan bahwa model regresi pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga miskin terbebas dari asumsi heterokedartisitas.

3. Uji asumsi normalitas

Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah residual dalam model regresi memiliki distribusi normal. Setelah diuji dengan menggunakan normal probability plot dan diagram histogram, terlihat data menyebar mengikuti garis diagonal dan diagram yang tidak condong ke kekiri maupun ke kanan.


(61)

Sumber: Analisis Data Primer, 2011

Gambar 6. Grafik Uji Normalitas dan Histogram Normalitas

Apabila dilihat dari Gambar 6 diatas maka,dapat disimpulkan bahwa residual dalam model pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga miskin di Kecamatan Medan Belawan memiliki distribusi yang normal.

Pangsa Pengeluaran Pangan pada Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Medan Belawan

Perhitungan persentase atau pangsa pengeluaran pangan pada tingkat rumah tangga menggunakan formula sebagai berikut :

PF = TP PP


(62)

Dimana :

PF = Persentase atau pangsa pengeluaran pangan (%) PP = Pengeluaran untuk pangan rumah tangga (Rp/bulan) TP = Total pengeluaran rumah tangga (Rp/bulan)

(Sinaga dan Nyak Ilham, 2002).

Dan setelah menggunakan formula tersebut didapat bahwa pangsa pengeluaran pangan rumah tangga miskin Kecamatan Medan Belawan berdasarkan lampiran 3, rata –rata sebesar 70,45 %, dimana 80% dari rumah tangga sampel mempunyai pangsa pengeluaran pangan lebih daripada 60 % yang mengididentifikasikan bahwa rumah tangga tersebut kurang sejahtera dalam hal pemenuhan pangan. Hal tersebut sesuai dengan literatur Purwantini dan Arianti, 2002 yang mengatakan apabila hanya menggunakan indikator ekonomi (diproksi dari pangsa pengeluaran pangan), dengan kriteria apabila persentase atau pangsa pengeluaran pangan tinggi (≥ 60% pengeluaran total) maka kelompok rumah tangga tersebut merupakan golongan yang relatif kurang sejahtera.

Untuk lebih jelasnya, pangsa pengeluaran untuk setiap kelurahan yang ada di Kecamatan Medan Belawan yaitu :

1. Kelurahan Belawan Pulau Sicanang

Tabel 17. Rata- rata Pangsa Pengeluaran Pangan RTS di Kelurahan Belawan Pulau Sicanang

Sumber : Data diolah dari lampiran 3, 2011

No Pangsa Pengeluaran pangan Jumlah Sampel Persentase terhadap jumlah sampel Rata-rata pangsa pengeluaran pangan (%)

1 <60% 4 40% 55,45

2 ≥60% 6 60% 75,46


(63)

Apabila dilihat secara keseluruhan maka rata –rata pangsa pengeluaran pangan untuk rumah tangga miskin di Kelurahan Sicanang yaitu sebesar 67,46, hal tersebut berarti secara keseluruhan Kelurahan Sicanang dapat dikategorikan sebagai daerah yang kurang sejahtera dalam hal pemenuhan pangan. Dimana terlihat jelas bahwa hanya 40% dari sampel yang dapat dikategorikan tahan pangan dengan rata –rata pengeluaran pangan sebesar 55,45 % dan selebihnya sebesar 60 % tidak tahan pangan dengan rata – rata pangsa pengeluaran pangan sebesar 75,46%. Namun, Kelurahan Belawan Pulau Sicanang merupakan Kelurahan dengan rata-rata pangsa pengeluaran terkecil apabila dibandingkan dengan kelurahan lain yang ada di K ecamatan Medan Belawan.

2. Kelurahan Belawan Bahagia

Tabel 18. Rata- rata Pangsa Pengeluaran Pangan RTS di Kelurahan Belawan Bahagia

Sumber : Data diolah dari lampiran 3, 2011

Dari sepuluh rumah tangga sampel yang ada di Kelurahan Belawan Bahagia, hanya diperoleh dua rumah tangga saja yang dapat dikatakan tahan pangan dengan pangsa pengeluaran pangan masing- masing sebesar 44,91 % dan 53,96 %, sementara itu 8 rumah tangga lainnya dikategorikan tidak tahan pangan dengan pangsa pengeluaran pangan yang cukup besar.

No

Pangsa Pengeluaran

pangan

Jumlah Sampel

Persentase terhadap

jumlah sampel

Rata-rata pangsa pengeluaran pangan

(%)

1 <60% 2 20% 49,40

2 ≥60% 8 80% 72,58


(64)

3. Kelurahan Belawan Bahari

Tabel 19. Rata- rata Pangsa Pengeluaran Pangan RTS di Kelurahan Belawan Bahari

Sumber : Data diolah dari lampiran 3, 2011

Melihat nilai rata- rata pangsa pengeluaran pangan seperti tabel diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa Kelurahan Belawan Bahari merupakan kelurahan yang belum dapat dikatakan sebagai kelurahan yang tahan pangan. Dimana secara rata-rata pangsa pengeluaran pangan di kelurahan ini mencapai 69,25 %. Dimana hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sinaga dan Nyak Ilham, 2002 yang mengatakan bahwa rumah tangga dengan pangsa pengeluaran pangan > 60 % merupakan rumah tangga dikategorikan sebagai rumah tangga yang tidak tahan pangan.

4. Kelurahan Belawan II

Tabel 20. Rata- rata Pangsa Pengeluaran Pangan RTS di Kelurahan Belawan II

Sumber : Data diolah dari lampiran 3, 2011

Berdasarkan tabel diatas kita dapat melihat bahwa Kelurahan Belawan II secara umum dapat dikatakan sebagai Kelurahan yang tidak tahan pangan. Hal tersebut dapat kita lihat dari hanya terdapat dua rumah tangga sampel yang

No Pangsa Pengeluaran pangan Jumlah Sampel Persentase terhadap jumlah sampel Rata-rata pangsa pengeluaran pangan (%)

1 <60% 1 10% 57,55

2 ≥60% 9 90% 70,55

Rata- rata 69,25

No Pangsa Pengeluaran pangan Jumlah Sampel Persentase terhadap jumlah sampel Rata-rata pangsa pengeluaran pangan (%)

1 <60% 2 20% 55,48

2 ≥60% 8 80% 74,77


(65)

memiliki pangsa pengeluaran pangan < 60 %. Selebihnya sebanyak 8 rumah tangga sampel memiliki pangsa pengeluaran pangan ≥ 60% yang mengindikasikan bahwa mayoritas dari rumah tangga sampel belum dapat dikatakan sebagai rumah tangga tahan pangan.

5. Kelurahan Bagan Deli

Tabel 21. Rata- rata Pangsa Pengeluaran Pangan RTS di Kelurahan Belawan Bagan Deli

Sumber : Data diolah dari lampiran 3, 2011

Tidak jauh berbeda dengan kelurahan lainnya yang berada di Kecamatan Medan Belawan, Kelurahan Bagan Deli juga mempunyai mayoritas rumah tangga miskin yang dikategorikan sebagai rumah tangga yang tidak tahan pangan. Hal ini terlihat jelas dari delapan rumah tangga yang dijadikan sampel mengeluarkan lebih dari 60% pensdapatan mereka untuk belanja pangan. Sedangkan hanya 2 rumah tangga diantaranya yang mengeluarkan uang untuk belanja pangan tidak melebihi 60%.

6. Kelurahan Belawan I

Tabel 22. Rata- rata Pangsa Pengeluaran Pangan RTS di Kelurahan Belawan I

Sumber : Data diolah dari lampiran 3, 2011

No Pangsa Pengeluaran pangan Jumlah Sampel Persentase terhadap jumlah sampel Rata-rata pangsa pengeluaran pangan (%)

1 <60% 2 20% 54,44

2 ≥60% 8 80% 77,42

Rata- rata 72,82

No Pangsa Pengeluaran pangan Jumlah Sampel Persentase terhadap jumlah sampel Rata-rata pangsa pengeluaran pangan (%)

1 <60% 1 10% 57,85

2 ≥60% 9 90% 77,37


(66)

Jika dilihat secara rata- rata, maka Kelurahan Belawan I merupakan kelurahan dengan pangsa pengeluaran terbesar bila dibandingkan dengan kelurahan lainnya yang ada di Kecamatan Medan Belawan. Hal tersebut tampak jelas dari nilai pangsa pengeluaran pangan mencapai 75, 42%. Dan dalam keadaan yang hampir sama dengan kelurahan yang lainnya, hanya terdapat 1 rumah tangga yang dapat diketegorikan sebagai rumah tangga yang tahan pangan dengan pangsa pengeluaran 57,85 %.


(67)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Secara serempak pendapatan keluarga, tingkat pendidikan ibu, jumlah anggota keluarga, jumlah beras raskin yang diterima dan jarak rumah tangga dengan pasar/ sumber pangan mempengaruhi pengeluaran pangan untuk konsumsi pangan rumah tangga miskin di Kecamatan Medan sebesar 60,5 %. Dan, secara parsial faktor yang berpengaruh terhadap pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga miskin adalah pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga dan jumlah beras raskin yang diterima.

2. Rumah tangga miskin di Kecamatan Medan Belawan 80 % memiliki pangsa pengeluaran > 60% dengan rata –rata 70,45%. Hal ini mengindikasikan bahwa 80 % dari rumah tangga miskin tersebut dikategorikan sebagai rumah tangga yang tidak tahan pangan, dimana total pengeluaran untuk konsumsi pangan jauh lebih besar bila dibandingkan dengan total konsumsi nonpangan.

Saran

Saran untuk Pemerintah

Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagai setiap individu oleh kerena itu, perhatian yang intensif sangat perlu dilaksanakan terkhusus bagi rumah tangga miskin. Dalam hal ini Pemerintah diharapkan dapat memberikan stimulus bagi rumah tangga miskin dalam pencapaian katahanan pangan melalui


(68)

perhatian terhadap pendapatan keluarga seperti pemberian modal usaha bagi KK miskin, peningkatan pendidikan seperti mengadakan sekolah paket A, B, dan C atau pelatihan informal, pengendali jumlah anggota keluarga melalui penggalakan program KB, pendataan yang dilakukan minimal satu tahun sekali untuk melihat kondisi masyarakat, sehingga pembagian beras raskin dapat lebih adil dan merata dan perlunya perhatian terhadap keberadaan pasar /warung sebagai sarana untuk memperoleh pangan itu sendiri.

Saran untuk Peneliti

Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti tentang distribusi beras raskin dan dampaknya bagi pangsa pengeluaran pangan rumah tangga miskin.


(69)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2011. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32313/ analisis%20coping%20strategi.pdf?sequence=1

Apriadji, 1986, Gizi Keluarga, Penebar Swadaya, Jakarta, pp.8

Arifin, M & Sudaryanto, T. 1991, Pola Konsumsi Makanan Pokok, Konsumsi Energi dan Protein di Pedesaan Jawa Tengah, Berita Pergizi Pangan, vol. 8, pp. 10-16.

Asa’ad, M. 2007. Efektifitas raskin (beras untuk rumah tangga miskin). Studi kasus :RTM Penerima Raskin. Desa Penara Kebun, kec. Tnjung Morawa B.Kabupaten Deli Serdang. PROPSU. UISU.Medan.

Atmarita & Fallah, YS. 2004, Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan. WNPG VIII, LIPI. Jakarta, pp.147

Berg, A. 1986. Peranan Gizi dalam Pembangunan. Rajawali. Jakarta

Biro Pusat Statistik, 2004. Statistik Kesejahteraan Rakyat, BPS, Jakarta, Indonesia, pp. 7.

Biro Pusat Statistik Sumatera Utara. 2009. Indikator Kesejahteraan Rakyat Tahun 2008 dan Analisis Data Pengangguran Semester 1 Tahun 2009. Provsu BKP Kota Medan. 2010. Analisis dan Penyusunan Pola Konsumsi dan Supply

Pangan Kota Medan.

Deaton, A. and J. Muellbauer. 1980. Economics and Consumer Behavior. Cambridge University Press, London

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Penerbit PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.

Hardiansyah dan Suhardjo. 1987. Ekonomi Gizi. Diktat Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Hidayat, S 2005, Masalah Gizi di Indonesia, Kondisi Gizi Masyarakat Memprihatinkan. http :// www. suara pembaruan.online.

Husein, U. 1999. Metode Penelitian Pemasaran. Gramedia. Jakarta.

Muana, Nanga. 2001. Makro Ekonomi, Masalah dan Kebijakan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.


(1)

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Correlations Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Zero-order Partial Part Tolerance VIF

1 (Constant) 701309,921 201983,504 3,472 ,001

Pendapatan Keluarga ,123 ,057 ,193 2,161 ,035 ,441 ,282 ,177 ,838 1,193

Pendidikan Ibu -8400,125 8172,788 -,091 -1,028 ,309 ,119 -,139 -,084 ,862 1,161

Jumlah Anggota Keluarga 69499,530 21340,507 ,336 3,257 ,002 ,657 ,405 ,267 ,629 1,589

Jumlah Beras Raskin yang Diterima

-49985,271 10614,714 -,496 -4,709 ,000 -,705 -,540 -,385 ,604 1,655

Jarak ke Sumber Pangan 52,072 59,868 ,079 ,870 ,388 -,084 ,118 ,071 ,814 1,228

a. Dependent Variable: Pengeluaran untuk Konsumsi Pangan

Collinearity Diagnosticsa

Model Dimension Eigenvalue Condition Index

Variance Proportions

(Constant)

Pendapatan

Keluarga Pendidikan Ibu

Jumlah Anggota Keluarga

Jumlah Beras Raskin yang

Diterima

Jarak ke Sumber Pangan

1 1 5,434 1,000 ,00 ,00 ,00 ,00 ,00 ,01

2 ,251 4,655 ,00 ,01 ,00 ,02 ,00 ,75

3 ,164 5,763 ,00 ,00 ,60 ,00 ,09 ,01

4 ,099 7,396 ,00 ,17 ,30 ,04 ,17 ,15

5 ,043 11,179 ,01 ,74 ,06 ,37 ,01 ,08

6 ,009 24,422 ,99 ,07 ,03 ,56 ,72 ,01

a. Dependent Variable: Pengeluaran untuk Konsumsi Pangan


(2)

(3)

(4)

(5)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 60

Normal Parametersa,b Mean ,0000000

Std. Deviation 168282,423181 01 Most Extreme Differences Absolute ,114

Positive ,114

Negative -,081

Kolmogorov-Smirnov Z ,886

Asymp. Sig. (2-tailed) ,413


(6)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 60

Normal Parametersa,b Mean ,0000000

Std. Deviation 168282,423181 01 Most Extreme Differences Absolute ,114

Positive ,114

Negative -,081

Kolmogorov-Smirnov Z ,886

Asymp. Sig. (2-tailed) ,413

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.