Pengamatan Terumbu Karang di Pulau Air
Bab II
Pengamatan Terumbu Karang di Pulau Air
2.1 Latar Belakang dan Tujuan
2.1.1 Latar Belakang
Terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa deposit kalsium karbonat (CaCO3) di laut yang
dihasilkan terutama oleh hewan karang. Karang adalah hewan tak bertulang belakang dalam Filum
Cnidaria yang sangat sederhana, berbentuk tabung dan memiliki mulut yang dikelilingi oleh tentakel.
Karang (coral) mencakup karang dari Ordo Scleractinia dan Sub kelas Octocorallia (kelas Anthozoa)
maupun kelas Hydrozoa (Veron, 2000). Terumbu karang merupakan ekosistem yang unik dan spesifik
karena pada umumnya hanya terdapat di perairan tropis serta sangat sensitif terhadap perubahan
lingkungan perairan, terutama suhu, salinitas, sedimentasi dan eutrofikasi serta memerlukan kualitas
perairan alami (Veron, 1995 dan Wallace (1998). Ekosistem terumbu karang sangat dipengaruhi oleh
faktor-faktor lingkungan laut seperti cahaya, gelombang, arus, salinitas suhu, sedimentasi, ketersediaan
makanan (nutrien), pasang surut, dan tipe substrat.
Terumbu karang pada umumnya hidup di pinggir pantai atau daerah yang masih terkena
cahaya matahari kurang lebih 50 m di bawah permukaan laut. Beberapa tipe terumbu karang dapat
hidup jauh di dalam laut dan tidak memerlukan cahaya, namun terumbu karang tersebut tidak
bersimbiosis dengan zooxanthellae dan tidak membentuk karang.
Ekosistem terumbu karang sebagian besar terdapat di perairan tropis, sangat sensitif terhadap
perubahan lingkungan hidupnya terutama suhu, salinitas, sedimentasi, Eutrofikasidan memerlukan
kualitas perairan alami (pristine). Demikian halnya dengan perubahan suhu lingkungan akibat
pemanasan global yang melanda perairan tropis pada tahun1998 telah menyebabkan pemutihan karang
(coral bleaching) yang diikuti dengan kematian massal mencapai 90-95%.Selama peristiwa pemutihan
tersebut, rata-rata suhu permukaan air di perairan Indonesia adalah 2-3 °C di atas suhu normal.
Faktor fisik dan lingkungan berpengaruh terhadap keberadaan karang dan keanekaragaman jenis.
Kompleksitas dan keanekaragaman karang akan tetap ada jika kesetimbangan ekologis dapat tercapai
di antara karang dan biota yang berasosiasi dengannya. Asosiasi ini terjadi, misalnya, dengan
Echinodermata, ikan karang, lamun, alga, Acanthaster plancii dan biota lainnya.
Karang mempunyai strategi tersendiri untuk dapat bertahan hidup, seperti bentuk pertumbuhan dan
kemampuan bereproduksi. Masing-masing karang juga memberikan respons yang berbeda untuk
bertahan terhadap penyakit, predator, serta kompetisi dalam perebutan ruang.
Interaksi secara biologi meliputi:
1. Agregasi: Karang secara alami dapat saling serang - menyerang sesamanya dan secara alami
terbentuk suatu hirarki dimana karang yang satu mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari
karang yang lain. Hal ini terlihat jelas pada karang yang hidup saling berdekatan. Mereka dapat
mengeluarkan jaringan perutnya untuk mencerna karang yang lain.
2. Predasi: Sifat predasi sudah dimulai pada saat karang masih tigkat larva. Anakan karang sering
dimakan oleh moluska atau oleh ikan. Pada tingkat dewasa, karang dipredasi oleh Acanthaster
plancii (bulu seribu).
2.1.2 Tujuan
Menganalisis kondisi terumbu karang di stasiun Pulau Air berdasarkan parameter persentase tutupan
karang keras.
2.2 Metodologi
Pendataan terumbu karang di Pulau Air dilakukan menggunakan metode Line Intercept Transect (LIT)
dengan tujuan untuk menentukan komunitas bentik terumbu karang berdasarkan bentuk pertumbuhan
dalam satuan persen dan mencatat jumlah biota bentik yang ada di sepanjang garis transek. Komunitas
karang dicirikan dengan menggunakan kategori lifeform (bentuk hidup) yang memberikan gambaran
deskriptif mengenai morfologi komunitas karang.
[email protected]
2.2.1
Alat dan bahan
Meteran gulung sepanjang 200 meter
Kertas newtop
Pensil
Kamera bawah air
Botol sampel
Refraktometer
Secchi disk
DO-meter
SCT-meter
2.2.2 Cara Kerja
2.2.2.1 Pengamatan Terumbu Karang di Pulau Air
- Garis transek dibentangkan sepanjang 2 x 100 meter (50 meter untuk satu kelompok) sejajar
garis pantai (Gambar 1).
- Jenis substrat maupun terumbu karang yang dilalui oleh garis transek dicatat panjangnya
dengan satuan sentimeter (cm).
a. Jenis substrat dibedakan menjadi: pasir (S), lumpur (SI), batu (RC), pecahan karang (RB),
dan karang mati (DC) (lampiran A).
b. Karang keras dibedakan berdasarkan bentuk hidupnya (Lampiran A). Setiap jenis karang
keras yang dilalui oleh garis transek didokumentasikan untuk memudahkan
pengidentifikasian lebih lanjut menggunakan kamera bawah air.
- Hasil pengamatan dicatat pada kertas tahan air (kertas newtop).
- Pengukuran dilakukan terhadap suhu permukaan, salinitas, konduktivitas, dan DO. Selain itu,
dicatat pula rona lingkungan di sekitar stasiun pengamatan (untuk setiap kelompok) (English et
al., 1997).
-
Gambar 1. Garis transek untuk pendataan bentuk hidup terumbu karang
2.2.2.2 Survei Ikan dan Invertebrata Laut
Survei menggunakan metode transek sabuk (Belt Intercept Transect) menggunakan transek yang sama
dengan transek untuk terumbu karang. Jarak pengamatan sekitar 2,5 meter di kanan dan kiri transek
(English et al., 1997) (Gambar 2). Data yang diambil adalah jenis ikan yang ditemukan. Dilakukan juga
pencatatan biota lain yang berasosiasi dengan terumbu karang (invertebrata). Kunci identifikasi
invertebrata laut dan ikan karang dapat dilihat berturut-turut pada lampiran B dan C yang terdapat pada
modul kuliah lapangan..
[email protected]
Gambar 2. Metode Survei Ikan (Belt Intercept Transect)
2.3 Hasil dan Pembahasan
2.3.1 Kondisi Limnologi di Pulau Air
Table 2.1 Kondisi Limnologi Pulau Air (Transek 0-25 m)
No.
1
2
3
4
5
Parameter
1
2
3
DO
11.7 11.65 11.4
Suhu
31.1 30.46 30.9
Konduktivitas 40.6 45.34 40.8
Salinitas
37
38
24
pH
8
8.3
8
Kelompok
Rata-rata
4
5
6
7
8
11.7 10.93 10.56 9.95 11.27
11.145
31.1 30.9 31.6 31.1 32.3
31.1825
46.2 40.58 39.01 40.35 49.93 42.85125
37
40
36
35
39
35.75
8
8
8.1
8.5
7.9
8.1
Tabel 2.2 Kondisi Limnologi Pulau Air (Transek 25-50m)
Kelompok
Rata-rata
No.
Parameter
1 2
3 4
5
6 7
8
1 DO
11.6
10.78 11.59
11.07
11.26
2 Suhu
31.1
30.8 30.7
31.1
30.925
3 Konduktivitas
40.3
40.4 45.7
40.11
41.6275
4 Salinitas
35
39
38
38
37.5
5 pH
7.9
8
8.2
8.1
8.05
[email protected]
2.3.2
Pengamatan Terumbu Karang di Pulau Air
Tabel 2.3 Hasil Pengamatan Terumbu Karang di Pulau Air Dengan Metode LIT
Life Form
ACE
RKC
DC
ACB
ACD
ACT
ACS
CE
CM
CSM
CMR
CME
CF
CB
SCL
RKC
ZO
NIA
S
SI
RB
RC
CA
SC
Anemone
Submasive
CMI
ACROPORA EUCRUSTIN
RD
TOTAL
Length (cm)
520
510
1408
747
1325.5
480
385
370
685
928
90
580
320
170
30
30
0
16
435.5
1900
1681
3448
20
20
50
100
40
120
130
16539
%
3.144084
3.083621
8.513211
4.516597
8.01439
2.902231
2.327831
2.237136
4.141726
5.61098
0.544168
3.506863
1.934821
1.027874
0.181389
0.181389
0
0.096741
2.63317
11.488
10.16386
20.84769
0.120926
0.120926
0.302316
0.604631
0.241853
0.725558
0.786021
100
Tabel 2.4 Pengelompokkan ke Dalam Kategori Tertentu
Kategori
Karang Hidup
Karang Mati
Biota Lain
Alga
%
42.75047
11.59683
0.302316
0.217667
[email protected]
Abiotik
Total
45.13272
100
Persen Tutupan Terumbu Karang di
Pulau Air
IM=21.34
42.75046859
45.13271661
Karang Hidup
Karang Mati
Biota Lain
11.59683173
Alga
Abiotik
0.217667332
0.302315739
Gambar 2.1 Persen Tutupan Terumbu Karang di Pulau Air
Persen Tutupan Terumbu Karang
di Pulau Air
25
% TUTUPAN
20
15
10
5
0
LIFE FORM
Gambar 2.2 Persen Tutupan Terumbu Karang di Pulau Air Dalam Bentuk Grafik Batang
[email protected]
Dari hasil pengolahan data dimana pengambilan data pengamatan terumbu karang menggunakan
metode LIT, maka didapat prosentase lingkungan di sekitar terumbu karang seperti yang telah terlampir
pada gambar 2.1 dan gambar 2.2. Dari hasil pengolahan didapatkan bahwa prosentase kategori abiotic
di Pulau Air paling banyak di antara kategori yang lainnya yaitu sebanyak 45.14%. Kemudian disusul
oleh karang hidup sebanyak 42.75% , karang mati sebanyak 11.59%, biota lain sebanyak 0.3% dan
sisanya adalah alga sebanyak 0.23%.
Abiotic yang dimaksud disini adalah berupa jenis substrat seperti sand, silt, rubbles, dan rock.
Prosentase abiotic yang lebih banyak dibandingkan karang hidup ini menunjukkan bahwa terumbu
karang di Pulau Air masih sedikit. Kurangnya karang hidup pada ekosistem terumbu karang bisa
disebabkan oleh beberapa factor. Factor-faktor yang mempengaruhi hidup terumbu karang ditunjukkan
dari kondisi limnology di suatu perairan seperti temperature, salinitas, kondutivitas, pH dan DO.
Dari referensi yang kami dapatkan tersebutkan bahwa ada dua faktor utama yang mempengaruhi
kelangsungan hidup ekosistem terumbu karang, yakni faktor alam dan faktor buatan seperti kegiatan
manusia.
Faktor Alam :
1. Cahaya matahari
Cahaya adalah salah satu faktor yang paling penting yang membatasi terumbu karang, karena
cahaya diperlukan bagi proses fotosintesis. Kedalaman penetrasi sinar mempengaruhi kedalaman
pertumbuhan karang. Intensitas dan kualitas cahaya yang dapat menembus air laut sangat penting
dalam menentukan sebaran vertikal karang batu yang mengandungnya. Semakin dalam laut,
semakin kurang intensitas cahaya yang didapat atau dicapai yang berarti semakin kecil produksi
oksigen. Kedalaman laut maksimum untuk karang batu pembentuk terumbu karang adalah 45 meter.
Lebih dari itu cahaya terlalu lemah untuk zooxanthella yang merupakan alga mikroskopik bersel
tunggal dalam menghasilkan oksigen yang cukup bagi karang batu (Wells, 1956).
2. Kejernihan air
Karang batu hidup di bawah permukaan air sehingga untuk hidupnya memerlukan air laut yang
bersih dari kotoran – kotoran. Hal tersebut untuk menghindari benda – benda yang terdapat di dalam
air dapat menghalangi masuknya cahaya matahari yang diperlukan untuk hidup zooxanthella. Selain
itu, endapan lumpur atau pasir yang terkandung di dalam air yang diendapkan oleh arus dapat
mengakibatkan kematian pada terumbu karang (Karliansyah, 1988).
3. Kedalaman
Karang batu hidup subur pada kedalaman tidak lebih dari 40 meter (Molengraaff, 1929). Menurut
Wells (1956) pertumbuhan paling subur berada di kedalaman kurang lebih 20 meter.
4. Suhu perairan
Suhu terendah dimana karang batu dapat hidup, yaitu 15°C, tetapi kebanyakan ditemukan pada
suhu air diatas 18°C dan tumbuh sangat baik antara 25°C – 29°C. Suhu maksimum dimana terumbu
karang masih hidup adalah 36°C. Menurut Kuenen (Sukarno, 1982), suhu terbaik untuk
pertumbuhan karang batu adalah 25°C – 31°C dan masih dapat hidup pada suhu 15°C, tetapi
perkembangangbiakan, metabolism, dan pengapuran akan terganggu.
5. Salinitas
Salinitas Tingkat optimum salinitas untuk komunitas karang kira-kira 35 ppt, tetapi karang dapat
bertahan hidup di atas kisaran salinitas antara 25 sampai 42 ppt, sebaliknya salinitas dengan
konsentrasi yang tetap di bawah 20 ppt untuk waktu lebih dari 24 jam menyebabkan kematian pada
koral dan sebagian besar fauna karang yang lain, sehingga kejadian kematian lebih cepat dapat
terjadi pada tingkat salinitas yang terendah (Smith dan Buddemeier, 1992).
[email protected]
6. pH (Derajat Keasaman)
Keputusan Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup (KLH) (1988) dalam Edward (1996)
menetapkan bahwa nilai kisaran ambang batas pH (derajat keasaman) yang baik bagi kehidupan
biota laut berkisar diantara 6-9.
Dari factor-faktor yang mempengaruhi hidup terumbu karang yang disebutkan di atas, kami mengukur
dan telah mendapatkan data kondisi fisika kimia di perairan pulau air yaitu berupa DO, salinitas, suhu,
konduktivitas dan pH yang telah terlampir pada table 2.1 dan 2.2. Dari data tersebut didapatkan bahwa
suhu perairan adalah 31.1825°. Pada suhu sekian terumbu karang masih dapat hidup namun
perkembangbiakkan, metabolism dan pengapurannya tidak maksimal. Tinggi temperature perairan akan
menyebabkan karang menjadi memutih (bleaching) seiring dengan perginya zooxanthelae dari jaringan
kulit karang, jika terjadi terus menerus maka pertumbuhan terumbu karang terhambat dan akan mati.
Sedangkan untuk DO, pH dan salinitas didapatkan nilai yang baik untuk pertumbuhan karang yang
optimum. Konduktivitas berbanding lurus dengan salinitas, konduktivitas adalah daya hantar listrik dari
air dimana berhubungan dengan kandungan garam. Nilai salinitas yang didapatkan merupakan nilai
yang baik untuk pertumbuhan terumbuhan karang sehingga nilai konduktivitas yang didapatkan juga
bisa dikatakan merupakan nilai yang baik.
Apabila diamati dari nilai-nilai fisika kimia perairan di Pulau Air bisa dikatakan bahwa nilai-nilai tersebut
merupakan nilai yang bisa membuat terumbu karang dapat hidup dengan subur di perairan tersebut.
Namun dari hasil pengolahan data yang didapatkan bahwa abiotic masih lebih dominan dibandingkan
karang yang hidup. Kami mencoba menghubungkannya dengan factor buatan yaitu pola kegiatan
manusia di sekitar perairan tersebut. Terumbu karang di Pulau Air merupakan salah satu objek wisata
yang menarik sehingga banyak wisatawan domestic yang melakukan kegiatan snorkeling untuk melihat
dan menikmati keindahan terumbu karang. Untuk mencapai lokasi tersebut maka digunakan kapal
karena jarak lokasi terumbu karang dari pantai lumayan jauh. Kapal yang membawa wisatawan akan
berhenti di dekat lokasi dan membuang jangkarnya di daerah tersebut. Dari pengamatan bisa dilihat
bahwa terdapat jangkar yang mengenai terumbu karang. Hal ini dapat menyebabkan kehancuran pada
terumbu karang sehingga tidak banyak yang hidup di daerah tersebut.
Perbandingan juga dilakukan terhadap karang mati dan karang di Pulau Air dimana didapatkan bahwa
karang hidup masih jauh lebih banyak dibandingkan karang mati. Hal ini menunjukkan bahwa ekosistem
terumbu karang di Pulau Air masih sehat.
Table 2.5 Kriteria Persen Tutupan Terumbu Karang Menurut Keputusan Menteri Lingkungan
Hidup No. 4 Tahun 2001
Dari table 2.3 dapat diambil kesimpulan bahwa kondisi terumbu karang di Pulau Air masuk ke dalam
kategori sedang.
Penilaian suatu kondisi kesehatan dari ekosistem terumbu karang tidak hanya berpatokan pada
persentase penutupan karang saja, karena bisa terjadi dua daerah yang memiliki persentase penutupan
karang hidupnya sama namun mempunyai tingkat kerusakan yang berbeda. Tingkat kerusakan ini terkait
dengan besarnya perubahan karang hidup menjadi karang mati. Rasio kematian karang dapat diketahui
melalui indeks mortalitas karang dengan perhitungan (English et al, 1997) :
[email protected]
𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝑀𝑜𝑟𝑡𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 (𝐼𝑀) =
𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑢𝑡𝑢𝑝𝑎𝑛 (𝑘𝑎𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑎𝑡𝑖)
𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑢𝑡𝑢𝑝𝑎𝑛 (𝑘𝑎𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑎𝑡𝑖 + ℎ𝑖𝑑𝑢𝑝)
Setelah dihitung maka didapatkan harga indeks mortalitas dari terumbu karang di Pulau Air adalah
sebesar 21.34. Nilai tersebut menunjukkan bahwa besar perubahan karang hidup menjadi karang mati
di terumbu karang Pula Air adalah relative kecil.
2.3.3
Survei Ikan dan Invertebrata
Tabel 2.6 Jenis Ikan yang Terlihat di Sekitar Terumbu Karang Pulau Air
Jenis ikan
Scaridae
Chaetodontidae
Haemulidae
lutjanidae
Serranidae
pomacanthidae
Bullet head parrotfish
Palenose parrot fish
Schooling bannerfish
Bumphead parrotfish
Snapper
Sergeantfish
Damsel fish
moorish idol
blue stripped snapper
stripped sweetlips
honeycomb grouper
camuflauge grouper
oriental sweetlips
yellowbar parrotfish
butterfly fish
Spotnape Butterflyfish
Angelfish(pomacanthidae)
Leopard Grouper
Slender Grouper
Blacktaid Snapper
Mooray eel
Vagabond Butterflyfish
Teardrop Butterflyfish
Chevroned Butterflyfish
Parrotfish
Grouper
Redlip parrotfish
Sp. A (ikan bergaris putih-hitam vertikal)
Sp. A (ikan badan hitam, ekor kekuningan)
Jumlah
34
17
25
55
1
4
26
20
8
1
68
50
38
39
67
66
4
6
8
22
105
28
22
5
5
13
1
9
5
12
101
6
2
10
5
[email protected]
Sp. B (full body hitam)
Sp. C (Sejenis snapper, ekor V, ada garis kuning pada
tubuh)
3
3
Survei Ikan di Sekitar Terumbu Karang di Pulau Air
Jumlah (ekor)
120
100
80
60
40
20
0
Jenis Ikan
Gambar 2.3 Jenis Ikan dan jumlah yang terlihat di sekitar terumbu karang Pulau Air
Dari hasil pengamatan oleh beberapa kelompok didapatkan banyak jenis ikan yang hidup di sekitar
ekosistem terumbu karang Pulau Air. Kemudian dari referensi yang kami ambil dijelaskan bahwa
terdapat jenis ikan yang digunakan sebagai indicator kesehatan terumbu karang yaitu yang termasuk
dalam family Chaetodontidae. Ikan yang berasal dari family ini salah satunya adalah butterfly fish. Dapat
dilihat dari gambar 2.3 bahwa butterfly fish merupakan jenis ikan yang paling banyak ditemukan di sekitar
terumbu karang Pulau Air.
Banyaknya jenis ikan yang hidup di sekitar terumbu karang, khususnya lagi butterfly fish menunjukkan
bahwa kondisi dari terumbu karang baik dan sehat sebagai tempat ikan untuk hidup.
Tabel 2.7 Jenis Invertebrata yang Terlihat di Sekitar Terumbu Karang Pulau Air
Jenis invertebrata laut
Tridacna sp.
Trochus sp.
Diadema urchin
COT
Bintang laut
Clams
sea urchin
Triton
Giant Clams
Jumlah
11
1
65
10
2
20
4
3
5
[email protected]
thelenota ananas
Leatery soft coral
Zoanthid
1
5
1
Survei Invertebrata Sekitar Terumbu Karang di
Pulau Air
70
60
Jumalh (ekor)
50
40
30
20
10
0
Invertebrata
Gambar 2.4 Jenis invertebrata dan jumlah yang terlihat di sekitar terumbu karang Pulau Air
Survei Invertebrata Sekitar
Terumbu Karang di Pulau Air
Tridacna sp.
Trochus sp.
Diadema urchin
COT
Bintang laut
Clams
sea urchin
Triton
Gambar 2.5 Jenis invertebrata dan jumlah yang terlihat di sekitar terumbu karang Pulau Air
dalam bentuk diagram pie
[email protected]
Dari hasil pengamatan dan pengolahan data yang terlampir pada gambar 2.4 dan gambar 2.5 bahwa
terdapat banyak jenis invertebrate yang hidup di sekitar terumbu karang Pulau Air. Dari beberapa jenis
invertebrate ini, jenis yang mendominasi adalah Diadema urchin atau yang biasa disebut dengan bulu
babi. Banyaknya bulu babi menjadi indicator yang menentukkan bahwa ekosistem terumbu karang di
Pulau Air baik dan sehat. Bulu babi sensitive terhadap pencemaran karena mempunyai persyaratan
lingkungan hidup yang khusus. Telur bulu babi dikenal sebagai bahan uji toksisitas lingkungan.
Umumnya perkembangan embriologis bulu babi sangant sensitive terhadap perubahan kualitas
lingkungan hidup. Keberadaan air raksa di perairan sebesar 0,01 ppm, misalnya, sudah dapat
mengganggu proses fertilisasi dan menyebabkan abnormalitas perkembangan ombrio. Bulu babi dan
telurnya umumnya digunakan sebagai orbganisme indicator dalam mempelajari lingkungan. EPA
(Environment protection agency = biro perlindungan lingkungan) AS menggunakan perkembangan
standar bulu babi untuk menguji kehadiran polutan perairan.
Bulu babi telah digunakan sebagai hewan uji dalam penelititan lingkungan, penentu pencemaran air, uji
biologis untuk mengukur toksisitas suatu bahan atau substansi di perairan laut dan dan digunakan
sebagai organisme model dalam penelitian dasar yang terkait dengan kesehatan manusia (Angka dan
Suhartono, 2000; Lasut, 2000).
Dengan demikian banyaknya bulu babi di daerah terumbu karang Pulau Air menunjukkan bahwa daerah
tersebut bersih dari racun dan baik untuk pertumbuhan biota lainnya.
2.4 Kesimpulan
- Persen tutupan abiotik di Pulau Air adalah yang terbesar yaitu 45.14%. Kemudian disusul oleh
karang hidup sebanyak 42.75% , karang mati sebanyak 11.59%, biota lain sebanyak 0.3% dan
sisanya adalah alga sebanyak 0.23%.
- Karang hidup di Pulau Air masih sedikit disebabkan karena temperature air laut yang lebih
hangat dari temperature optimum untuk terumbu karang hidup dan adanya aktifitas manusi yang
merusak terumbu karang.
- Terumbu karang di Pulau Air termasuk ekosistem terumbu karang yang sehat dan bersih dilihat
dari banyakanya jenis ikan dan invertebrate yang ada.
- Ikan dari family Chaetodontidae dan bulu babi menjadi bioindicator lingkungan perairan laut.
- Terumbu karang di Pulau Air memiliki banyak butterflyfish dan bulu babi yang menunjukkan
lingkungan ekosistemnya baik.
Tambahan untuk daftar pustaka :
Indonesian Coral Reef Foundation (TERANGI). 2004. Panduan Dasar Untuk Pengenalan Ikan Karang
Secara Visual Indonesia. Jakarta. Indonesia
Nababan, Taripar M. 2009. Persen Tutupan (Percent Cover) Terumbu Karang Hidup di Bagian Timur
Perairan Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam. Departemen Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara. Medan
[email protected]
Pengamatan Terumbu Karang di Pulau Air
2.1 Latar Belakang dan Tujuan
2.1.1 Latar Belakang
Terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa deposit kalsium karbonat (CaCO3) di laut yang
dihasilkan terutama oleh hewan karang. Karang adalah hewan tak bertulang belakang dalam Filum
Cnidaria yang sangat sederhana, berbentuk tabung dan memiliki mulut yang dikelilingi oleh tentakel.
Karang (coral) mencakup karang dari Ordo Scleractinia dan Sub kelas Octocorallia (kelas Anthozoa)
maupun kelas Hydrozoa (Veron, 2000). Terumbu karang merupakan ekosistem yang unik dan spesifik
karena pada umumnya hanya terdapat di perairan tropis serta sangat sensitif terhadap perubahan
lingkungan perairan, terutama suhu, salinitas, sedimentasi dan eutrofikasi serta memerlukan kualitas
perairan alami (Veron, 1995 dan Wallace (1998). Ekosistem terumbu karang sangat dipengaruhi oleh
faktor-faktor lingkungan laut seperti cahaya, gelombang, arus, salinitas suhu, sedimentasi, ketersediaan
makanan (nutrien), pasang surut, dan tipe substrat.
Terumbu karang pada umumnya hidup di pinggir pantai atau daerah yang masih terkena
cahaya matahari kurang lebih 50 m di bawah permukaan laut. Beberapa tipe terumbu karang dapat
hidup jauh di dalam laut dan tidak memerlukan cahaya, namun terumbu karang tersebut tidak
bersimbiosis dengan zooxanthellae dan tidak membentuk karang.
Ekosistem terumbu karang sebagian besar terdapat di perairan tropis, sangat sensitif terhadap
perubahan lingkungan hidupnya terutama suhu, salinitas, sedimentasi, Eutrofikasidan memerlukan
kualitas perairan alami (pristine). Demikian halnya dengan perubahan suhu lingkungan akibat
pemanasan global yang melanda perairan tropis pada tahun1998 telah menyebabkan pemutihan karang
(coral bleaching) yang diikuti dengan kematian massal mencapai 90-95%.Selama peristiwa pemutihan
tersebut, rata-rata suhu permukaan air di perairan Indonesia adalah 2-3 °C di atas suhu normal.
Faktor fisik dan lingkungan berpengaruh terhadap keberadaan karang dan keanekaragaman jenis.
Kompleksitas dan keanekaragaman karang akan tetap ada jika kesetimbangan ekologis dapat tercapai
di antara karang dan biota yang berasosiasi dengannya. Asosiasi ini terjadi, misalnya, dengan
Echinodermata, ikan karang, lamun, alga, Acanthaster plancii dan biota lainnya.
Karang mempunyai strategi tersendiri untuk dapat bertahan hidup, seperti bentuk pertumbuhan dan
kemampuan bereproduksi. Masing-masing karang juga memberikan respons yang berbeda untuk
bertahan terhadap penyakit, predator, serta kompetisi dalam perebutan ruang.
Interaksi secara biologi meliputi:
1. Agregasi: Karang secara alami dapat saling serang - menyerang sesamanya dan secara alami
terbentuk suatu hirarki dimana karang yang satu mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari
karang yang lain. Hal ini terlihat jelas pada karang yang hidup saling berdekatan. Mereka dapat
mengeluarkan jaringan perutnya untuk mencerna karang yang lain.
2. Predasi: Sifat predasi sudah dimulai pada saat karang masih tigkat larva. Anakan karang sering
dimakan oleh moluska atau oleh ikan. Pada tingkat dewasa, karang dipredasi oleh Acanthaster
plancii (bulu seribu).
2.1.2 Tujuan
Menganalisis kondisi terumbu karang di stasiun Pulau Air berdasarkan parameter persentase tutupan
karang keras.
2.2 Metodologi
Pendataan terumbu karang di Pulau Air dilakukan menggunakan metode Line Intercept Transect (LIT)
dengan tujuan untuk menentukan komunitas bentik terumbu karang berdasarkan bentuk pertumbuhan
dalam satuan persen dan mencatat jumlah biota bentik yang ada di sepanjang garis transek. Komunitas
karang dicirikan dengan menggunakan kategori lifeform (bentuk hidup) yang memberikan gambaran
deskriptif mengenai morfologi komunitas karang.
[email protected]
2.2.1
Alat dan bahan
Meteran gulung sepanjang 200 meter
Kertas newtop
Pensil
Kamera bawah air
Botol sampel
Refraktometer
Secchi disk
DO-meter
SCT-meter
2.2.2 Cara Kerja
2.2.2.1 Pengamatan Terumbu Karang di Pulau Air
- Garis transek dibentangkan sepanjang 2 x 100 meter (50 meter untuk satu kelompok) sejajar
garis pantai (Gambar 1).
- Jenis substrat maupun terumbu karang yang dilalui oleh garis transek dicatat panjangnya
dengan satuan sentimeter (cm).
a. Jenis substrat dibedakan menjadi: pasir (S), lumpur (SI), batu (RC), pecahan karang (RB),
dan karang mati (DC) (lampiran A).
b. Karang keras dibedakan berdasarkan bentuk hidupnya (Lampiran A). Setiap jenis karang
keras yang dilalui oleh garis transek didokumentasikan untuk memudahkan
pengidentifikasian lebih lanjut menggunakan kamera bawah air.
- Hasil pengamatan dicatat pada kertas tahan air (kertas newtop).
- Pengukuran dilakukan terhadap suhu permukaan, salinitas, konduktivitas, dan DO. Selain itu,
dicatat pula rona lingkungan di sekitar stasiun pengamatan (untuk setiap kelompok) (English et
al., 1997).
-
Gambar 1. Garis transek untuk pendataan bentuk hidup terumbu karang
2.2.2.2 Survei Ikan dan Invertebrata Laut
Survei menggunakan metode transek sabuk (Belt Intercept Transect) menggunakan transek yang sama
dengan transek untuk terumbu karang. Jarak pengamatan sekitar 2,5 meter di kanan dan kiri transek
(English et al., 1997) (Gambar 2). Data yang diambil adalah jenis ikan yang ditemukan. Dilakukan juga
pencatatan biota lain yang berasosiasi dengan terumbu karang (invertebrata). Kunci identifikasi
invertebrata laut dan ikan karang dapat dilihat berturut-turut pada lampiran B dan C yang terdapat pada
modul kuliah lapangan..
[email protected]
Gambar 2. Metode Survei Ikan (Belt Intercept Transect)
2.3 Hasil dan Pembahasan
2.3.1 Kondisi Limnologi di Pulau Air
Table 2.1 Kondisi Limnologi Pulau Air (Transek 0-25 m)
No.
1
2
3
4
5
Parameter
1
2
3
DO
11.7 11.65 11.4
Suhu
31.1 30.46 30.9
Konduktivitas 40.6 45.34 40.8
Salinitas
37
38
24
pH
8
8.3
8
Kelompok
Rata-rata
4
5
6
7
8
11.7 10.93 10.56 9.95 11.27
11.145
31.1 30.9 31.6 31.1 32.3
31.1825
46.2 40.58 39.01 40.35 49.93 42.85125
37
40
36
35
39
35.75
8
8
8.1
8.5
7.9
8.1
Tabel 2.2 Kondisi Limnologi Pulau Air (Transek 25-50m)
Kelompok
Rata-rata
No.
Parameter
1 2
3 4
5
6 7
8
1 DO
11.6
10.78 11.59
11.07
11.26
2 Suhu
31.1
30.8 30.7
31.1
30.925
3 Konduktivitas
40.3
40.4 45.7
40.11
41.6275
4 Salinitas
35
39
38
38
37.5
5 pH
7.9
8
8.2
8.1
8.05
[email protected]
2.3.2
Pengamatan Terumbu Karang di Pulau Air
Tabel 2.3 Hasil Pengamatan Terumbu Karang di Pulau Air Dengan Metode LIT
Life Form
ACE
RKC
DC
ACB
ACD
ACT
ACS
CE
CM
CSM
CMR
CME
CF
CB
SCL
RKC
ZO
NIA
S
SI
RB
RC
CA
SC
Anemone
Submasive
CMI
ACROPORA EUCRUSTIN
RD
TOTAL
Length (cm)
520
510
1408
747
1325.5
480
385
370
685
928
90
580
320
170
30
30
0
16
435.5
1900
1681
3448
20
20
50
100
40
120
130
16539
%
3.144084
3.083621
8.513211
4.516597
8.01439
2.902231
2.327831
2.237136
4.141726
5.61098
0.544168
3.506863
1.934821
1.027874
0.181389
0.181389
0
0.096741
2.63317
11.488
10.16386
20.84769
0.120926
0.120926
0.302316
0.604631
0.241853
0.725558
0.786021
100
Tabel 2.4 Pengelompokkan ke Dalam Kategori Tertentu
Kategori
Karang Hidup
Karang Mati
Biota Lain
Alga
%
42.75047
11.59683
0.302316
0.217667
[email protected]
Abiotik
Total
45.13272
100
Persen Tutupan Terumbu Karang di
Pulau Air
IM=21.34
42.75046859
45.13271661
Karang Hidup
Karang Mati
Biota Lain
11.59683173
Alga
Abiotik
0.217667332
0.302315739
Gambar 2.1 Persen Tutupan Terumbu Karang di Pulau Air
Persen Tutupan Terumbu Karang
di Pulau Air
25
% TUTUPAN
20
15
10
5
0
LIFE FORM
Gambar 2.2 Persen Tutupan Terumbu Karang di Pulau Air Dalam Bentuk Grafik Batang
[email protected]
Dari hasil pengolahan data dimana pengambilan data pengamatan terumbu karang menggunakan
metode LIT, maka didapat prosentase lingkungan di sekitar terumbu karang seperti yang telah terlampir
pada gambar 2.1 dan gambar 2.2. Dari hasil pengolahan didapatkan bahwa prosentase kategori abiotic
di Pulau Air paling banyak di antara kategori yang lainnya yaitu sebanyak 45.14%. Kemudian disusul
oleh karang hidup sebanyak 42.75% , karang mati sebanyak 11.59%, biota lain sebanyak 0.3% dan
sisanya adalah alga sebanyak 0.23%.
Abiotic yang dimaksud disini adalah berupa jenis substrat seperti sand, silt, rubbles, dan rock.
Prosentase abiotic yang lebih banyak dibandingkan karang hidup ini menunjukkan bahwa terumbu
karang di Pulau Air masih sedikit. Kurangnya karang hidup pada ekosistem terumbu karang bisa
disebabkan oleh beberapa factor. Factor-faktor yang mempengaruhi hidup terumbu karang ditunjukkan
dari kondisi limnology di suatu perairan seperti temperature, salinitas, kondutivitas, pH dan DO.
Dari referensi yang kami dapatkan tersebutkan bahwa ada dua faktor utama yang mempengaruhi
kelangsungan hidup ekosistem terumbu karang, yakni faktor alam dan faktor buatan seperti kegiatan
manusia.
Faktor Alam :
1. Cahaya matahari
Cahaya adalah salah satu faktor yang paling penting yang membatasi terumbu karang, karena
cahaya diperlukan bagi proses fotosintesis. Kedalaman penetrasi sinar mempengaruhi kedalaman
pertumbuhan karang. Intensitas dan kualitas cahaya yang dapat menembus air laut sangat penting
dalam menentukan sebaran vertikal karang batu yang mengandungnya. Semakin dalam laut,
semakin kurang intensitas cahaya yang didapat atau dicapai yang berarti semakin kecil produksi
oksigen. Kedalaman laut maksimum untuk karang batu pembentuk terumbu karang adalah 45 meter.
Lebih dari itu cahaya terlalu lemah untuk zooxanthella yang merupakan alga mikroskopik bersel
tunggal dalam menghasilkan oksigen yang cukup bagi karang batu (Wells, 1956).
2. Kejernihan air
Karang batu hidup di bawah permukaan air sehingga untuk hidupnya memerlukan air laut yang
bersih dari kotoran – kotoran. Hal tersebut untuk menghindari benda – benda yang terdapat di dalam
air dapat menghalangi masuknya cahaya matahari yang diperlukan untuk hidup zooxanthella. Selain
itu, endapan lumpur atau pasir yang terkandung di dalam air yang diendapkan oleh arus dapat
mengakibatkan kematian pada terumbu karang (Karliansyah, 1988).
3. Kedalaman
Karang batu hidup subur pada kedalaman tidak lebih dari 40 meter (Molengraaff, 1929). Menurut
Wells (1956) pertumbuhan paling subur berada di kedalaman kurang lebih 20 meter.
4. Suhu perairan
Suhu terendah dimana karang batu dapat hidup, yaitu 15°C, tetapi kebanyakan ditemukan pada
suhu air diatas 18°C dan tumbuh sangat baik antara 25°C – 29°C. Suhu maksimum dimana terumbu
karang masih hidup adalah 36°C. Menurut Kuenen (Sukarno, 1982), suhu terbaik untuk
pertumbuhan karang batu adalah 25°C – 31°C dan masih dapat hidup pada suhu 15°C, tetapi
perkembangangbiakan, metabolism, dan pengapuran akan terganggu.
5. Salinitas
Salinitas Tingkat optimum salinitas untuk komunitas karang kira-kira 35 ppt, tetapi karang dapat
bertahan hidup di atas kisaran salinitas antara 25 sampai 42 ppt, sebaliknya salinitas dengan
konsentrasi yang tetap di bawah 20 ppt untuk waktu lebih dari 24 jam menyebabkan kematian pada
koral dan sebagian besar fauna karang yang lain, sehingga kejadian kematian lebih cepat dapat
terjadi pada tingkat salinitas yang terendah (Smith dan Buddemeier, 1992).
[email protected]
6. pH (Derajat Keasaman)
Keputusan Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup (KLH) (1988) dalam Edward (1996)
menetapkan bahwa nilai kisaran ambang batas pH (derajat keasaman) yang baik bagi kehidupan
biota laut berkisar diantara 6-9.
Dari factor-faktor yang mempengaruhi hidup terumbu karang yang disebutkan di atas, kami mengukur
dan telah mendapatkan data kondisi fisika kimia di perairan pulau air yaitu berupa DO, salinitas, suhu,
konduktivitas dan pH yang telah terlampir pada table 2.1 dan 2.2. Dari data tersebut didapatkan bahwa
suhu perairan adalah 31.1825°. Pada suhu sekian terumbu karang masih dapat hidup namun
perkembangbiakkan, metabolism dan pengapurannya tidak maksimal. Tinggi temperature perairan akan
menyebabkan karang menjadi memutih (bleaching) seiring dengan perginya zooxanthelae dari jaringan
kulit karang, jika terjadi terus menerus maka pertumbuhan terumbu karang terhambat dan akan mati.
Sedangkan untuk DO, pH dan salinitas didapatkan nilai yang baik untuk pertumbuhan karang yang
optimum. Konduktivitas berbanding lurus dengan salinitas, konduktivitas adalah daya hantar listrik dari
air dimana berhubungan dengan kandungan garam. Nilai salinitas yang didapatkan merupakan nilai
yang baik untuk pertumbuhan terumbuhan karang sehingga nilai konduktivitas yang didapatkan juga
bisa dikatakan merupakan nilai yang baik.
Apabila diamati dari nilai-nilai fisika kimia perairan di Pulau Air bisa dikatakan bahwa nilai-nilai tersebut
merupakan nilai yang bisa membuat terumbu karang dapat hidup dengan subur di perairan tersebut.
Namun dari hasil pengolahan data yang didapatkan bahwa abiotic masih lebih dominan dibandingkan
karang yang hidup. Kami mencoba menghubungkannya dengan factor buatan yaitu pola kegiatan
manusia di sekitar perairan tersebut. Terumbu karang di Pulau Air merupakan salah satu objek wisata
yang menarik sehingga banyak wisatawan domestic yang melakukan kegiatan snorkeling untuk melihat
dan menikmati keindahan terumbu karang. Untuk mencapai lokasi tersebut maka digunakan kapal
karena jarak lokasi terumbu karang dari pantai lumayan jauh. Kapal yang membawa wisatawan akan
berhenti di dekat lokasi dan membuang jangkarnya di daerah tersebut. Dari pengamatan bisa dilihat
bahwa terdapat jangkar yang mengenai terumbu karang. Hal ini dapat menyebabkan kehancuran pada
terumbu karang sehingga tidak banyak yang hidup di daerah tersebut.
Perbandingan juga dilakukan terhadap karang mati dan karang di Pulau Air dimana didapatkan bahwa
karang hidup masih jauh lebih banyak dibandingkan karang mati. Hal ini menunjukkan bahwa ekosistem
terumbu karang di Pulau Air masih sehat.
Table 2.5 Kriteria Persen Tutupan Terumbu Karang Menurut Keputusan Menteri Lingkungan
Hidup No. 4 Tahun 2001
Dari table 2.3 dapat diambil kesimpulan bahwa kondisi terumbu karang di Pulau Air masuk ke dalam
kategori sedang.
Penilaian suatu kondisi kesehatan dari ekosistem terumbu karang tidak hanya berpatokan pada
persentase penutupan karang saja, karena bisa terjadi dua daerah yang memiliki persentase penutupan
karang hidupnya sama namun mempunyai tingkat kerusakan yang berbeda. Tingkat kerusakan ini terkait
dengan besarnya perubahan karang hidup menjadi karang mati. Rasio kematian karang dapat diketahui
melalui indeks mortalitas karang dengan perhitungan (English et al, 1997) :
[email protected]
𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝑀𝑜𝑟𝑡𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 (𝐼𝑀) =
𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑢𝑡𝑢𝑝𝑎𝑛 (𝑘𝑎𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑎𝑡𝑖)
𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑢𝑡𝑢𝑝𝑎𝑛 (𝑘𝑎𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑎𝑡𝑖 + ℎ𝑖𝑑𝑢𝑝)
Setelah dihitung maka didapatkan harga indeks mortalitas dari terumbu karang di Pulau Air adalah
sebesar 21.34. Nilai tersebut menunjukkan bahwa besar perubahan karang hidup menjadi karang mati
di terumbu karang Pula Air adalah relative kecil.
2.3.3
Survei Ikan dan Invertebrata
Tabel 2.6 Jenis Ikan yang Terlihat di Sekitar Terumbu Karang Pulau Air
Jenis ikan
Scaridae
Chaetodontidae
Haemulidae
lutjanidae
Serranidae
pomacanthidae
Bullet head parrotfish
Palenose parrot fish
Schooling bannerfish
Bumphead parrotfish
Snapper
Sergeantfish
Damsel fish
moorish idol
blue stripped snapper
stripped sweetlips
honeycomb grouper
camuflauge grouper
oriental sweetlips
yellowbar parrotfish
butterfly fish
Spotnape Butterflyfish
Angelfish(pomacanthidae)
Leopard Grouper
Slender Grouper
Blacktaid Snapper
Mooray eel
Vagabond Butterflyfish
Teardrop Butterflyfish
Chevroned Butterflyfish
Parrotfish
Grouper
Redlip parrotfish
Sp. A (ikan bergaris putih-hitam vertikal)
Sp. A (ikan badan hitam, ekor kekuningan)
Jumlah
34
17
25
55
1
4
26
20
8
1
68
50
38
39
67
66
4
6
8
22
105
28
22
5
5
13
1
9
5
12
101
6
2
10
5
[email protected]
Sp. B (full body hitam)
Sp. C (Sejenis snapper, ekor V, ada garis kuning pada
tubuh)
3
3
Survei Ikan di Sekitar Terumbu Karang di Pulau Air
Jumlah (ekor)
120
100
80
60
40
20
0
Jenis Ikan
Gambar 2.3 Jenis Ikan dan jumlah yang terlihat di sekitar terumbu karang Pulau Air
Dari hasil pengamatan oleh beberapa kelompok didapatkan banyak jenis ikan yang hidup di sekitar
ekosistem terumbu karang Pulau Air. Kemudian dari referensi yang kami ambil dijelaskan bahwa
terdapat jenis ikan yang digunakan sebagai indicator kesehatan terumbu karang yaitu yang termasuk
dalam family Chaetodontidae. Ikan yang berasal dari family ini salah satunya adalah butterfly fish. Dapat
dilihat dari gambar 2.3 bahwa butterfly fish merupakan jenis ikan yang paling banyak ditemukan di sekitar
terumbu karang Pulau Air.
Banyaknya jenis ikan yang hidup di sekitar terumbu karang, khususnya lagi butterfly fish menunjukkan
bahwa kondisi dari terumbu karang baik dan sehat sebagai tempat ikan untuk hidup.
Tabel 2.7 Jenis Invertebrata yang Terlihat di Sekitar Terumbu Karang Pulau Air
Jenis invertebrata laut
Tridacna sp.
Trochus sp.
Diadema urchin
COT
Bintang laut
Clams
sea urchin
Triton
Giant Clams
Jumlah
11
1
65
10
2
20
4
3
5
[email protected]
thelenota ananas
Leatery soft coral
Zoanthid
1
5
1
Survei Invertebrata Sekitar Terumbu Karang di
Pulau Air
70
60
Jumalh (ekor)
50
40
30
20
10
0
Invertebrata
Gambar 2.4 Jenis invertebrata dan jumlah yang terlihat di sekitar terumbu karang Pulau Air
Survei Invertebrata Sekitar
Terumbu Karang di Pulau Air
Tridacna sp.
Trochus sp.
Diadema urchin
COT
Bintang laut
Clams
sea urchin
Triton
Gambar 2.5 Jenis invertebrata dan jumlah yang terlihat di sekitar terumbu karang Pulau Air
dalam bentuk diagram pie
[email protected]
Dari hasil pengamatan dan pengolahan data yang terlampir pada gambar 2.4 dan gambar 2.5 bahwa
terdapat banyak jenis invertebrate yang hidup di sekitar terumbu karang Pulau Air. Dari beberapa jenis
invertebrate ini, jenis yang mendominasi adalah Diadema urchin atau yang biasa disebut dengan bulu
babi. Banyaknya bulu babi menjadi indicator yang menentukkan bahwa ekosistem terumbu karang di
Pulau Air baik dan sehat. Bulu babi sensitive terhadap pencemaran karena mempunyai persyaratan
lingkungan hidup yang khusus. Telur bulu babi dikenal sebagai bahan uji toksisitas lingkungan.
Umumnya perkembangan embriologis bulu babi sangant sensitive terhadap perubahan kualitas
lingkungan hidup. Keberadaan air raksa di perairan sebesar 0,01 ppm, misalnya, sudah dapat
mengganggu proses fertilisasi dan menyebabkan abnormalitas perkembangan ombrio. Bulu babi dan
telurnya umumnya digunakan sebagai orbganisme indicator dalam mempelajari lingkungan. EPA
(Environment protection agency = biro perlindungan lingkungan) AS menggunakan perkembangan
standar bulu babi untuk menguji kehadiran polutan perairan.
Bulu babi telah digunakan sebagai hewan uji dalam penelititan lingkungan, penentu pencemaran air, uji
biologis untuk mengukur toksisitas suatu bahan atau substansi di perairan laut dan dan digunakan
sebagai organisme model dalam penelitian dasar yang terkait dengan kesehatan manusia (Angka dan
Suhartono, 2000; Lasut, 2000).
Dengan demikian banyaknya bulu babi di daerah terumbu karang Pulau Air menunjukkan bahwa daerah
tersebut bersih dari racun dan baik untuk pertumbuhan biota lainnya.
2.4 Kesimpulan
- Persen tutupan abiotik di Pulau Air adalah yang terbesar yaitu 45.14%. Kemudian disusul oleh
karang hidup sebanyak 42.75% , karang mati sebanyak 11.59%, biota lain sebanyak 0.3% dan
sisanya adalah alga sebanyak 0.23%.
- Karang hidup di Pulau Air masih sedikit disebabkan karena temperature air laut yang lebih
hangat dari temperature optimum untuk terumbu karang hidup dan adanya aktifitas manusi yang
merusak terumbu karang.
- Terumbu karang di Pulau Air termasuk ekosistem terumbu karang yang sehat dan bersih dilihat
dari banyakanya jenis ikan dan invertebrate yang ada.
- Ikan dari family Chaetodontidae dan bulu babi menjadi bioindicator lingkungan perairan laut.
- Terumbu karang di Pulau Air memiliki banyak butterflyfish dan bulu babi yang menunjukkan
lingkungan ekosistemnya baik.
Tambahan untuk daftar pustaka :
Indonesian Coral Reef Foundation (TERANGI). 2004. Panduan Dasar Untuk Pengenalan Ikan Karang
Secara Visual Indonesia. Jakarta. Indonesia
Nababan, Taripar M. 2009. Persen Tutupan (Percent Cover) Terumbu Karang Hidup di Bagian Timur
Perairan Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam. Departemen Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara. Medan
[email protected]