Demokratisasi di Korea Selatan dan korea

Dinamika Demokrasi di Korea Selatan dan Peran Masyarakat Sipil dalam membangun
Demokrasi: Studi Transisi Pemerintahan Park Chung Hee
Ulta Levenia
(leveenia@yahoo.com)

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Park Chung Hee merupakan salah satu tokoh yang sangat berpengaruh terhadap
perkembangan ekonomi di Korea Selatan. Ia merupakan peletak dasar pembangunan ekonomi
Korea Selatan. Namun sisi lain yang akan dibahas oleh penulis adalah bagaimana seorang
pemimpin yang berhasil memajukan ekonomi suatu negara harus jatuh oleh masyarakatnya yang
menginginkan demokrasi.
Rezim militer di Korea mulai muncul setelah terjadinya kudeta militer oleh Mayor
Jenderal Park Chung Hee dibantu rekannya Kolonel Kim Jong Pil pada tanggal 16 Mei 1961,
terhadap pemerintahan sipil Yun Po Son yang juga telah bersama-sama militer menjatuhkan
pemerintahan Syngman Rhee yang terkenal korup dan otoriter. Setelah kudeta, sebagai bagian
dari konsolidasi kekuatan politiknya, Park mengkonsentrasikan semua kekuatan sosial, politik,
dan ekonominya di bawah komandonya. Sebagai mantan militer Presiden Park tertarik untuk
menciptakan stabilitas, membangun perekonomian, dan memperkuat pertahanan nasional. Ia
tidak mengenal prinsip-prinsip demokrasi atau cara hidup demokrasi. Menurutnya cara

demokrasi tidak hanya akan membawa kemajuan ekonomi yang lamban tetapi juga pemisahan
sosial dan memperlemah pertahanan nasional. Baginya yang berlaku adalah demokrasi
“terbatas”, membatasi kebebasan sipil, kebebasan bicara dan pers. Ia sangat dekat dengan
birokratisme dan kepemimpinan militer ala Jepang pada periode Meiji, yang di bawah
kepemimpinan militer yang kuat mendorong modernisasi ekonomi dan pembangunan militer

melalui ideologi ishin atau revitalisasi1. Park Chung-hee membuat pemerintahannya bertumpu
pada kekuatan yang berasal dari militer, birokrat, dan teknokrat. Oleh karena itu rezim Korea
Selatan di bawah Park Chung-hee disebut Rezim Otoriter Birokratis. Presiden Park termasuk
salah seorang peletak dasar strong military-dominated government di Asia.
Hal tersebut membuat para mahasiswa geram dengan pemerintahannya yang otoriter dan
banyak mengatur kehidupan mahasiswa. Dengan dalih mengamankan negara dari demonstrasidemonstrasi oleh mahasiswa, presiden dengan dukungan militer mengumumkan negara dalam
keadaan darurat perang, membubarkan Majelis Nasional, menutup semua universitas yang
menjadi basis demonstrasi, melarang semua kegiatan politik. Disisi lain seperti kita ketahui
bahwa ekonomi pasar yang di jalankan oleh Chung-Hee menyebabkan kesengsaraan pada
masyarakat. Inilah awal dari perlawanan masyarakat sipil yang digerakkan oleh para mahasiswa
sehingga berhasil menjatuhkan rezim Park Chung-Hee.
Kerangka Teori
Teori revolusi Skocpol memiliki beberapa poin penting, pertama, bahwa Skocpol melihat
revolusi secara struktural, dalam arti hubungan antara pemerintah dan masyarakatnya. Skocpol

juga mementingkan hubungan antara aktor dan revolusi, mengutip Eric Hibsbawm bahwa
pentingnya bukti peran actor dalam revolusi tak berarti bahwa mereka juga adalah
pelaku, pencipta dan perencananya.2 Argumen ini didasarkan Skocpol dengan revolusi yang
terjadi pada tiga negara yaitu Prancis, Rusia dan China. Sztompka menyimpulkan dari kasus
pada tiga negara tersebut Skocpol menemukan tiga poin utama dinamika revolusi, pertama,
ditandai dengan adanya kehancuran struktural pada sistem politik, ekonomi dan ekonomi. Kedua,
krisis rezim membuka peluang pemberontakan petani dan atau buruh perkotaan. Tema revolusi
utama pada tahap ketiga ini merupakan perubahan sistem politik dengan konsolidasi ulang,
rekonstruksi sistem politik, hingga pembentukan sistem pemerintahan baru.3
Selain perspektif struktural di atas, poin kedua Skocpol dalam teori revolusinya adalah
hubungan internasional negara. menurut Skocpol selain kondisi struktur otonomi negara, revolusi
juga disebabkan oleh posisi negara terhadap hubungan luar negerinya. Semakin terbuka negara
1

Andrew C. Nahm, Introduction to Korean History and Culture , (Seoul: Hollym International, 1993), hlm. 196.
Piotr “zto pka. The “ociology of Cha ge . Jakarta:Pre ada,
. Hl :
3
Ibid


2

dengan hubungan internasional, kemungkinan akan revolusi semakin besar, seperti revolusi
industri di Inggris yang menimbulkan efek domino terhadap negara tetangga yang memiliki
hubungan dinamis dengan Inggris. Konflik yang menghasilkan revolusi sudah dibentuk dengan
kuat dan dibatasi oleh sosial ekonomi dan keadaan internasional.4

4

Lihat Theda “kocpol.
. “tates a d “ocial Revolutio : A Co parativeA alysis of Fra ce, Russia, a d Chi a .
CambridgeUniversity Press. Hlm: 17

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan, maka makalah ini melihat
bahwa proses demokratisasi di Korea Selatan berlangsung setelah runtuhnya rezim Park Chung
Hee yang berkuasa secara otoriter. Kemudian pertanyaan utama yang diangkat adalah bagaimana
transisi perubahan pemerintahan Korea Selatan pada masa sebelum, saat, dan sesudah Park
Chung Hee berkuasa, dan bagaimana peran masyarakat sipil dalam memperjuangkan demokrasi
di Korea Selatan.


BAB II
PEMBAHASAN
Korea Selatan Masa Pasca Kemerdekaan
Sebelum memasuki pembahasan mengenai Korea Selatan di bawah kepemimpinan Park
Chung Hee, penulis akan memberikan sedikit gambaran mengenai kondisi Korea Selatan
sebelum era Park Cung Hee. Korea Selatan sempat berada di bawah kekuasaan Jepang diawal
abad ke-20 atau lebih tepatnya sejak tahun 1910 hingga tahun 1945. Setelah itu, Korea Selatan
berada di bawah kekuasaan militer Amerika Serikat selama tiga tahun, yaitu sejak 1945 hingga
1948. Korea Selatan baru meraih kemerdekaan secara utuh pada 15 Agustus 1948.
Setelah merdeka, Korea Selatan yang pada saat itu masih bernama Republik Korea
memulai perjalanan mereka di bawah kepemimpinan Syngman Rhee atau yang biasa disebut
dengan The First Republic atau “Republik Pertama”. Syngman merupakan mantan seorang
jurnalis dan editor dalam sebuah koran berbahasa Inggris di Korea. Ia juga sempat masuk penjara
akibat aktivitasnya yang mendukung anti-pemerintah ketika Korea masih berada di bawah
kolonialisme Jepang5. Pada saat pemerintahan Syngman, Korea Utara menyerang Korea Selatan
sehingga menyebabkan terjadinya perang Korea yang berlangsung selama tiga tahun sejak tahun
1950 hingga 1953. Akibat perang tersebut, banyak korban jiwa yang berjatuhan diantaranya
lebih dari 10 juta keluarga di Korea terpisah, kerusakan fasilitas industri, serta kemiskinan yang
semakin tidak terkendali6.

Namun di bawah kepemimpinan Syngman, kondisi di Korea Selatan saat itu bisa dibilang
jauh dari demokrasi. Ia kerap melanggar Undang-Undang Dasar yang berlaku di Korea Selatan
agar ia tetap bisa memegang pemerintahan Korea sesuai dengan apa yang ia inginkan. Selain itu
ia juga dianggap menggunakan konsep politik Machiavelis sehingga pergantian pemerintahan
secara bebas dan damai tidak bisa tercipta di Korea sehingga ia bisa mempertahankan
kekuasaannya. Apa yang dilakukan Syngman menimbulkan ketidakpuasan dari mahasiswa di
Korea Selatan sehingga mereka melakukan revolusi mahasiswa yang berujung pada lengsernya
5

Ki-shik “. J. Hah , Political Leadership i Korea Politics , dala “oo g Hoo Kil da Chu g-in Moon (ed.),
Understanding Korean Politics: An Introduction, (New Yorl: State University of New York Press, 2001), hlm 108.
6
Mukhtasar Syamsuddin, Di a ika Korea da Persoala Politik di sekitar ya , dala Mukhtasar “ya suddi
(ed.), Politik dan Pemerintahan Korea, (Yogyakarta: INAKOS, 2010), hlm. 4.

Syngman sebagai Presiden Korea Selatan pada 19 April 1960. Saat itu lebih dari 100,000
masyarakat Korea yang terdiri dari mahasiswa dan masyarakat sipil berdemi untuk menurunkan
Syngman. Demonstrasi tersebut setidaknya menewaskan 125 korban jiwa dan ribuan lainnya
mengalami luka-luka. Demonstrasi tersebut seringkali disebut dengan “The Righteous Uprising
of April 19” atau “The 4.19 Students Uprising”7.


Setelah jatuhnya Rhee Syngman dari Partai Liberal, pemerintahan di Korea dikuasai oleh
Partai Demokrasi. Dengan bergantinya pemerintahan tersebut, saat itu pemerintahan Korea yang
baru sangat lekat dengan kekuatan sipil. Korea Selatan saat itu dipimpin oleh Chang Myon
sebagai seorang Perdana Menteri dan menandai dimulainya era The Second Republic atau
“Republik Kedua”.
Selama berlangsungnya Republik Kedua, beberapa langkah politik yang mereka ambil
dianggap hanya sebatas memperjuangkan pergantian kekuasaan dari Rhee Syngman yang sangat
anti-demokrasi menjadi pemerintahan yang lebih demokratis. Permasalahan lain seperti
persoalan di semenanjung Korea, hubungan luar negeri, dan masalah kelas di Korea tidak
menjadi perhatian utama dari Chang Myon dan beberapa tokoh dari Partai Demokrat. Akibatnya
kondisi yang terjadi di Korea Selatan saat itu semakin memanas dan menyebabkan terjadinya
kudeta militer yang dipimpin oleh Jenderal Park Chung Hee. Walapun demikian, Republik
Kedua dianggap telah berhasil menjalankan sistem parlementer dan sistem pemerintahan lokal
yang demoratis serta mengurangi organisasi-organisasi yang melanggar hak asasi manusia di
Korea. Sehingga Republik Kedua dianggap telah mencoba untuk memperluas partisipasi dan
kebebasan politik masyarakat Korea8.
Korea Selatan di bawah Rezim Park Chung Hee
Park Chung Hee merupakan presiden Korea Selatan ketiga dan merupakan presiden
terlama yang pernah memimpin Korea Selatan. Park memperoleh kekuasaan melalui kudeta

militer tahun 1961, melawan pemerintahan sebelumnya yang dipegang oleh YunPosun atau
YunBo-seon. Park memanfaatkan keadaan yang masih kacau akibat penurunan dengan paksa
presiden SyngmanRhee, dan digantikan oleh YunPosun yang merupakan aktivis politik hingga
7

John Kie-chia g Oh, Korea Politics: the Quest for De ocratizatio a d Eco o ic Develop e t , (New York,
Cornell University Press, 1999), hlm. 41.
8
Mukhtasar Syamsuddin, Op. Cit, hlm. 32.

Maret 1962. Akhirnya pada 1962 Park menggantikan posisi YunPosun sebagai kepala
pemerintahan dan resmi menjadi presiden. Pada awalnya Park mencapai kursi presiden tanpa
disokong dari partai politik manapun. Awal pemerintahannya, Park berjanji bahwa akan
menjalankan negara sebagai wakil dari warga sipil.9 Hal ini dinilai karena Park ingin
memperoleh legitimasi dari masyarakat sebagai presiden baru Korea Selatan yang berasal dari
masyarakat sipil, berhubung Park merupakan orang yang berpengaruh dalam militer dan ketika
kudeta. Ini berguna secara politik agar Park tidak terlihat sebagai tokoh yang hanya mengambil
kesempatan ketika keadaan pemerintah yang kacau.
Pada tahun 1963, yaitu setahun setelah Park memperoleh kekuasaan dalam pemerintahan
sebagai presiden, Park menjadi bagian dari DemocraticRepublicanParty (DRP). DRP sendiri

diketuai oleh Kim Jong Pil yang merupakan tokoh penting dalam kudeta yang dilakukan oleh
militer pada tahun 1961.10 Hal ini membuktikan bahwa Park mengingkari janjinya sebagai wakil
dari masyarakat sipil sebagaimana janjinya di awal pemerintahan. Park tidak bisa dan tidak akan
membuat dirinya keluar dari lingkup militer, karena melalui militerlah Park memperoleh
kekuasaan. Ini juga mempengaruhi parlemen yang mana diisi oleh para anggota militer yang
bergabung dalam DRP. Sehingga bisa disebut bahwa pemerintahan Park merupakan
pemerintahan militer. Anggota DRP terdiri dari mayoritas militer maupun bekas anggota militer.
Komposisi tersebut mempengarui tokoh kunci yang akan mengisi kabinet pemerintahan Park.
Komposisi Anggota Democratic Republican Party, Masa Pemerintahan Park11

9

Occupation

Number

Occupation

Number


Military

20

Bureaucracy

7

Education

13

Law

4

Politics

8


Banking

2

Press

7

Artist

1

Commerce

7

Total

70


Park, Kisung. 2008. MilitaryAuthoritaria Regi esa d Eco o ic Develop e t: The Rok’s Eco o ic TakeOffU der
Park Chung Hee. Thesis, Monterey California. Hal: 13
10
Ibid
11
David Chamberlin Cole and Princeton N. Lyman, Korean Development; the Interplay of Politics
and Economics (Cambridge, Mass.: Harvard University Press, 1971): 35.

Kabinet masa pemerintahan Park Chung Hee12
Departement

Name

Rank

The President of the Republic

Park Chung-hee

General, Army

Presidential Secretariat Senior Secretaries (Political

Kim Sang Book

Lt. General, Army

Civil Affairs

Yu Song Won

Brig. General, Army

PUblic Information

Kang Sang Uk

Brig. General, Army

Protocol

Cho Sang Ho

Colonel, Army

general Affairs

Kim Won Hui

Brig. General, Army

central Intelligence Agency Director

Kim Kye Won

Lt. General, Army

the prime Minister

Chung Il Gwon

General, Army

The Minister of Defense

Chung NaeHyok

Lt. General, Army

The Minister of Home Affairs

Park Kyong Won

Lt. General, Army

The Minister of Construction

Yi Han Rim

Lt. General, Army

The Minister of Transportation

Paik Son Yop

General, Army

The Minister of Agriculture and Forestry

Cho Si Hyong

Maj. General, Army

The Chairman, Committee of Agriculture and Forestry

Yi Chong Gun

Brig. General, Army

The Chairman, Committee on Commerce and Industry,

Kil Chong Sik

Colonel, Army

Cha Chi Chol

Army

Yi Sang Mu

Colonel, Army

No Chee Pil

Brig. General, Army

Min PyongHwon

Lt. General, Army

Yi PyongWhi

Colonel, Army

Affairs)

The National Assambly
The Chairman, Committee of Foreign Affairs, The
National Assambly
The Chairman, Committee on Home Affairs, The
National Assambly
The Chairman, Judiciary Committee, The National
Assambly
The Chairman, Committee on National Defense, The
National Assambly
The Chairman, Committe on Steering and Planning, The
National Asambly

Selanjutnya, Park berkuasa secara otoriter dengan mengurangi kebebasan pers, kebebasan
berbicara dan kebebasan dalam berekspresi. Hingga pada suatu titik pemerintahan otoriter Park
12

Se-Jin, Kim. The Politics of Military Revolution in Korea (Chapel Hill: University of North Carolina
Press, 1971): 162-163.

mengatur bagaimana cara berpakaian dan gaya hidup masyarakat Korea Selatan. Sebagai
tambahan, Park juga mengurangi aktivitas politik dari partai politik melalui hukum partai
politik.13 Pemerintahan diktator Park ini berlangsung dengan banyak aksi protes dari kalangan
mahasiswa. Mahasiswa merupakan agen penggerak demokrasi di Korea Selatan, presiden
pertama SyngmannRhee, digulingkan oleh mahasiswa karena membangun pemerintahan yang
tidak demokratis. Menyadari mahasiswa merupakan agen yang membahayakan pemerintahan
Park, dengan otoriter Park melakukan invasi militer ke dalam universitas. Hal ini ditandakan
dengan penjagaan yang ketat oleh militer semua universitas yang terdapat di Seoul, sebagai ibu
kota negara dan pusat administrasi negara. Keadaan ini membuat mahasiswa merasa tertekan dan
melakukan perlawanan yang puncaknya terjadi pada 1972, bersamaan dengan revitalisasi
konstitusi yang dilakukan sepihak oleh Park. Namun perlawanan mahasiswa tidak cukup untuk
menghadapi pemerintahan otoriter Park yang didukung oleh militer, sehingga sebanyak 2200
mahasiswa ditangkap akibat perlawanan tersebut.
Seiring dengan gejolak politik, di sisi lain, pada masa pemerintahan Park, keadaan
ekonomi Korea Selatan mulai membaik, namun hal ini bagaikan pedang bermata dua. Keadaan
ekonomi yang fokus dalam meningkatkan ekspor mengharuskan setiap masyarakat bekerja
dengan keras dan dieksploitasi. Keadaan eksploitasi yang parah mencapai puncaknya dengan
dikenal momentum ChunTaeI’llSelfImmotation pada tahun 1970, Chun yang merupakan pekerja
di bawah umur melakukan bunuh diri sebagai bentuk protes terhadap pemerintahan yang
menyebabkan eksploitasi pekerja. Peristiwa ini menandakan bahwa pemerintahan Park yang
berfokus akan ekonomi pasar mengakibatkan kesengsaraan terhadap masyarakat. Seringnya
terjadi perlawanan oleh mahasiswa, memberikan dampak yang tidak baik di dalam tubuh
pemerintahan Park. Ini disebabkan karena militer tidak mampu lagi untuk selalu menjadi tameng
yang melindungi pemerintahan yang otoriter, di sisi lain juga pengaruh akan perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi yang membuka mata masyarakat akan bagaimana
pemerintahan yang demokratis seharusnya berkuasa. Pada tahun 1979 tepatnya 26 Oktober,
dalam suatu pertemuan dengan petinggi KCIA. Park dibunuh dengan satu tembakan mengenai
kepala oleh seorang penembak jitu, namun hingga saat ini masih banyak kontroversi mengenai
kematian dan motif pembunuhan Park.

13

Haggard, Kim dan Moon. The TransitiontoExport-LedGrowthin South Korea: 1954-1966. Hal: 850-873:858

Korea Selatan Setelah Kepemimpinan Park Chung Hee
Pembunuhan Park Chung Hee merupakan hasil dari tabrakan yang tak terelakkan dari
rezim Park sebegai represi dengan gerakan demokratisasi sebagai perlawanan yang didahului
dengan konfrontasi dan meningkatnya ketegangan antara pemerintah dengan masyarakat sipil.
Namun pembunuhan ini juga menimbulkan harapan untuk demokratisasi Korea. Harapan ini
melambung tinggi dengan adanya „Spring of Seoul‟, yaitu periode demokratisasi di Korea
Selatan dari tanggal 26 Oktober 1979-17 Mei 1980.
Untuk memenuhi tuntutan agar merealisasikan demokrasi secepatnya maka perlu dibuat
jadwal transisi yang transparan dan cepat. Hal ini membutuhkan amandemen undang-undang
tentang warga negara dalam pemerintahan. Selain itu peran mahasiswa yang menekan untuk
dilakukannya proses demokrasi yang cepat juga sangat berpengaruh.
Setelah tewasnya Park Chung-Hee maka pemerintahan diambil oleh neo-military yang
dipresideni oleh Choi Gyu Ha pada tanggal 17 Mei 1980. Namun tekanan militer terhadap
protestor pemerintahan membuat masyarakat geram dan marah sehingga melakukan pergerakan.
Kemudian muncullah “Gwangju Popular” yang membuat neo military memaksa memilih
pemimpin mereka, Chun Doo Hwan melaluli Yushin Konstitusi. Neo military lalu membuat
kebijakan yang membatasi demokrasi di Korea Selatan seperti menghapus politisi yang
mengkritik mereka dan membuat program wajib militer yang sangat keras sehingga
menimbulkan korban jiwa karena pelatihannya. Melihat kondisi masyarakat yang tidak
mendukung dan menghambat legitimasi mereka, maka rezim Chun melakukan apa yang
dinamakan Kebijakan untuk mengurangi penindasan dimana mereka kembali mengizinkan anak2
untuk bersekolah dan mengembalikan jabatan profesor ke posisinya semula. Kebijakan ini
berhasil menstabilkan pemerintahan mereka.
Disisi lain kebijakan ini membuat mahasiswa semakin berani untuk menentang rezim
Chun dan memmemicu munculnya gerakan-gerakan baru seperti gerakan buruh dan gerakan
pekerja. Tahun 1984 gerakan ini tumbuh dengan eksplosif disetiap sektor kegiatan rakyat Korea
yang berlanjut pada tahun 1985 yang merupakan peristiwa penting dalam demokrasi Korea
dimana munculnya partai demokrasi Korea baru sebagai oposisi pertama pemerintahan.

BAB III
KESIMPULAN
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, Korea Selatan sudah seringkali mengalami dinamika
kepemimpinan demokratis sepanjang sejarahnya. Walaupun demikian, sistem pemerintahan yang
otoriter juga pernah mewarnai pemerintahan di Korea Selatan lewat Syngmann Rhee dan juga
Park Chung Hee. Dari kedua pemerintahan tersebut, keduanya bisa dibilang jatuh akibat gerakan
masyarakat sipil yang pada saat itu dilakukan oleh mahasiswa yang menginginkan pemerintahan
yang demokratis.
Pada saat pemerintahan Syngmann Rhee, ia berhasil dijatuhkan setelah mahasiswa
melakukan demonstrasi pada tahun 1960. Sedangkan pada saat pemerintahan Park Chung Hee,
sebelum ia tewas akibat ditembak saat menghadiri pertemuan KCIA, banyak terdapat tekanan
dari mahasiswa yang menginginkan ia untuk mundur terlebih setelah adanya kejadian tewasnya
salah seorang pekerja sebagai bentuk protes dari kebijakan eksploitasi pekerja yang dikeluarkan
oleh Park.
Sehingga dapat disimpulkan jika masyarakat sipil memiliki peranan yang sangat besar
dalam pembangunan demokrasi di Korea Selatan. Hal tersebut ditunjukkan lewat peranan
mereka yang bisa dibilang berhasil menjatuhkan pemerintahan otoriter dari Syngmann Rhee dan
Park Chung Hee dimana selepas pemerintahan Rhee, Korea Selatan dipimpin oleh pemerintahan
yang berbasis kekuatan sipil dan munculnya gerakan pekerja serta kemunculan partai demokrasi
Korea yang baru selepas pemerintahan dari Park Chung Hee.

Daftar Pustaka
Cole, D. C. dan Lyman, P. N., 1971, Korean Development; the Interplay of Politics and
Economics Cambridge, Mass.: Harvard University Press.

Haggard, Kim dan Moon., The Transition to Export-Led Growth in South Korea: 1954-1966.
Kie-chiang Oh, John. 1999, Korean Politics: the Quest for Democratization and Economic
Development, New York: Cornell University Press.

Kil, Soong Hoom dan Moon, Chung-in. (ed.), 2001 Understanding Korean Politics: An
Introduction, New York: State University of New York Press.

Nahm, A. C., 1993, Introduction to Korean History and Culture, Seoul: Hollym International.
Park, Kisung. 2008. Military Authoritarian Regimes and Economic Development: The ROK’s
Economic Take Off Under Park Chung Hee. Thesis, Monterey California

Se-Jin, Kim. 1971, The Politics of Military Revolution in Korea, Chapel Hill: University of
North Carolina Press.
Sztompka, Piotr., 2007, The Sociology of Change. Jakarta: Prenada.
Skocpol, Theda. 1979. States and Social Revolution: A Comparative Analysis of France, Russia,
and China . Cambridge University Press.

Syamsuddin, Mukhtasar. (ed.), 2010, Politik dan Pemerintahan Korea , Yogyakarta: INAKOS.

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24