Analisis SWOT terhadap Bank BCA pada Mas

Oleh :
Alexander Arif Christian S
3203012189/ Kelas C

Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya
Jl. Dinoyo 42 – 44, Surabaya

Bank Central Asia
Bank Central Asia (IDX: BBCA) adalah bank swasta terbesar di Indonesia. Bank ini
didirikan pada 21 Februari 1957 dengan nama Bank Central Asia NV dan pernah
merupakan bagian penting dari Grup Salim. Presiden Direktur saat ini (masa jabatan 1999sekarang) adalah Djohan Emir Setijoso.

Sejarah
BCA secara resmi berdiri pada tanggal 21 Februari 1957 dengan nama Bank Central Asia
NV. Banyak hal telah dilalui sejak saat berdirinya itu, dan barangkali yang paling signifikan
adalah krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997.

Krisis ini membawa dampak yang luar biasa pada keseluruhan sistem perbankan di
Indonesia. Namun, secara khusus, kondisi ini memengaruhi aliran dana tunai di BCA dan
bahkan sempat mengancam kelanjutannya. Banyak nasabah menjadi panik lalu beramairamai menarik dana mereka. Akibatnya, bank terpaksa meminta bantuan dari pemerintah
Indonesia. Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) lalu mengambil alih BCA pada

tahun 1998.

Berkat kebijaksanaan bisnis dan pengambilan keputusan yang arif, BCA berhasil pulih
kembali dalam tahun yang sama. Di bulan Desember 1998, dana pihak ke tiga telah
kembali ke tingkat sebelum krisis. Aset BCA mencapai Rp 67.93 triliun, padahal di bulan
Desember 1997 hanya Rp 53.36 triliun. Kepercayaan masyarakat pada BCA telah
sepenuhnya pulih, dan BCA diserahkan oleh BPPN ke Bank Indonesia pada tahun 2000.

Selanjutnya, BCA mengambil langkah besar dengan menjadi perusahaan publik. Penawaran
Saham Perdana berlangsung pada tahun 2000, dengan menjual saham sebesar 22,55% yang
berasal dari divestasi BPPN. Setelah Penawaran Saham Perdana itu, BPPN masih
menguasai 70,30% dari seluruh saham BCA. Penawaran saham kedua dilaksanakan di
bulan Juni dan Juli 2001, dengan BPPN mendivestasikan 10% lagi dari saham miliknya di
BCA.

Dalam tahun 2002, BPPN melepas 51% dari sahamnya di BCA melalui tender penempatan
privat yang strategis. Farindo Investment, Ltd., yang berbasis di Mauritius, memenangkan
tender tersebut. Saat ini, BCA terus memperkokoh tradisi tata kelola perusahaan yang baik,
kepatuhan penuh pada regulasi, pengelolaan risiko secara baik dan komitmen pada
nasabahnya baik sebagai bank transaksional maupun sebagai lembaga intermediasi

finansial.

Pemegang Saham
Komposisi pemegang saham pada tanggal 30 Juni 2009 adalah sebagai berikut:


FarIndo Investments (Mauritius) Ltd qualitate qua (qq) Farallon Capital
Management LLC (Bambang Hartono dan Robert Budi Hartono) - 47,15%



Anthony Salim - 1,76%



Saham dibeli kembali PT Bank Central Asia Tbk (treasury stock) - 1,18%



Masyarakat – 49.94%


Dewan Komisaris dan Direksi
Daftar Dewan Komisaris dan Direksi untuk masa jabatan mulai 16 Mei 2012 hingga
2016:Dewan Komisaris
Presiden Komisaris : Djohar Emir Setijoso
Komisaris :

Tonny Kusnadi

Komisaris :

Cyrillus Harinowo

Komisaris :

Sigit Pramono

Komisaris :

Raden Pardede


Dewan Direksi
Presiden Direktur :

Jahja Setiaatmadja

Wakil Presiden Direktur :

Eugene Keith Galbraith

Direktur :

Dhalia Mansor Ariotedjo

Direktur :

Anthony Brent Elam

Direktur :


Subur Tan

Direktur :

Suwignyo Budiman

Direktur :

Renaldo Hector Barros

Direktur :

Henry Koenaifi

Direktur :

Armand Wahyudi Hartono

Direktur :


Erwan Yuris Ang

Daftar Produk BCA

1. Produk Simpanan


Tahapan



Tahapan Gold



Tapres



BCA Dollar




Giro



Giro Valas



Deposito Berjangka



Tahapan Xpresi (untuk remaja usia < 25 tahun)



TabunganKu


2. Perbankan Elektronik


ATM BCA



Debit BCA



Tunai BCA



Flazz BCA




BCA By Phone



Klik BCA



m-BCA



SMS BCA



BCA KlikPay




BCA mobile (di smartphone)

3. BCA Mobile
BCA Mobile merupakan aplikasi perbankan BCA yang memiliki fitur perbankan
elektronik seperti Klik BCA, m-BCA dan Info BCA. Aplikasi ini mendukung sistem
operasi BlackBerry, iOS dan Android dan dapat diunduh di BlackBerry App World,
App Store dan Google Play Store.

4. Kartu Kredit


Kartu Kredit BCA Card Flazz Gold



Kartu Kredit BCA Card Flazz Klasik



Kartu Kredit BCA Everyday Card Flazz




Kartu Kredit BCA Card Flazz Platinum



Kartu Kredit BCA Visa Infinite Singapore Airlines PPS Club



Kartu Kredit BCA Visa Signature Singapore Airlines KrisFlyer



Kartu Kredit BCA Visa Platinum



Kartu Kredit BCA MasterCard Platinum



Kartu Kredit BCA Visa Gold



Kartu Kredit BCA MasterCard Gold



Kartu Kredit BCA Visa Klasik



Kartu Kredit BCA MasterCard Klasik



Kartu Kredit BCA mc2 Gold (Looney Tunes)



Kartu Kredit BCA mc2 Klasik (Looney Tunes)



Kartu Kredit BCA Visa Batman

5. Produk Kredit Konsumen


Kredit Pemilikan Rumah BCA (KPR BCA)



Kredit Pemilikan Rumah Xtra (KPR BCA Xtra)



Refinancing



Kredit Pemilikan Apartemen (KPA BCA)



Kredit Kendaraan Bermotor (KKB BCA)



Kredit Sepeda Motor (KSM BCA)

6. Bancassurance


Provisa Max



Optishield



Edusave



Medisave Plus



Pro Series (Pro Ayah, Pro Bunda, Pro Ananda)

7. Halo BCA
Melalui Halo BCA, Anda bisa mendapatkan informasi perbankan dengan mudah
dan cepat serta memperoleh solusi setiap permasalahan transaksi perbankan cukup
melalui telepon, kapanpun dan dimanapun Anda berada.

Dengan sertifikat ISO 9001:2000, komitmen Halo BCA memberikan layanan
terbaik bagi nasabah selama 24 jam sehari dan 7 hari seminggu. Nomor HALO
BCA adalah 500888 atau melalui ponsel di (021) 500888 atau melalui Twitter
@HaloBCA

8. BCA Syariah
Sesuai izin yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia melalui Surat Gubernur Bank
Indonesia No. 12/13/KEP.GBI/DpG/2010, dinyatakan bahwa PT. Bank BCA
Syariah mulai beroperasi tanggal 5 April 2010. Kami hadir untuk memenuhi dan
melayani kebutuhan transaksi syariah masyarakat.

9. BCA Remmitance
Kiriman Uang Valas
BCA melayani kiriman uang dalam valuta asing kepada penerima di dalam atau di
luar negeri. Sarana yang digunakan adalah telegraphic transfer (TT/wire transfer)
dan demand draft (DD/bankdraft).

Keunggulan


Cepat dan Aman



Teknologi informasi handal dan jaringan global bank koresponden
memungkinkan kiriman uang Anda dari setiap cabang BCA sampai ke
tujuan tepat waktu.



Kurs dan Biaya bersaing dalam 14 mata uang:
Dolar Australia(AUD), Dolar Kanada (CAD), Franc Swiss (CHF), Krone
Denmark (DKK), Euro (EUR), Pound sterling (GBP), Dolar Hong Kong
(HKD), Yen Jepang (JPY), Renminbi/Yuan (RMB), Riyal Saudi Arabia
(SAR), Krona Swedia (SEK), Singapore Dollar (SGD), Dolar Selandia Baru
(NZD), dan Dolar Amerika Serikat (USD). Fleksibel Berdasarkan
permintaan Anda, kiriman uang dapat sampai pada hari yang sama* (Value
Today) dan/atau tanpa potongan* (Full Amount). Sumber dana dari rekening
Anda atau tunai.
Syarat dan ketentuan berlaku
Syarat dan ketentuan umum pengiriman mata uang valas di BCA :


Layanan ini tersedia untuk siapa saja, baik pemilik rekening maupun
yang belum memiliki rekening BCA.



Prosedur sederhana. Pengirim mendatangi cabang BCA terdekat dan
mengisi serta menyerahkan formulir Permohonan Pengiriman Uang
(PPU) yang telah tersedia.

Kiriman Uang ke Indonesia
BCA menyalurkan kiriman uang cepat dan aman dari bank
koresponden atau mitra di luar negeri kepada penerima di Indonesia .
Pengiriman uang dapat ditujukan ke:


Rekening BCA dan rekening bank lain



Tunai (non rekening)

Pencairan dapat dilakukan di setiap cabang BCA dengan membawa
KTP/Paspor yang masih berlaku dengan


Menggunakan PIN

Untuk kiriman uang tunai melalui FIRe cash, Xpress Money, AFX
Fast Remit, atau EzRemit, penerima harus menyebutkan nomor PIN

Menggunakan DD (Demand Draft)
Penerima dapat menguangkan wesel yang diterbitkan oleh bank
koresponden dengan membawa wesel (draft). Untuk informasi lebih
lanjut, hubungi: Call center FIRe (62 21) 2556 3388 atau HALO
BCA.
10. Produk Lainnya
 BCA Prioritas
 Majalah Prioritas
 Autopay BCA
 Cicilan BCA
 Reward BCA

Profil Keluarga Salim
Latar Belakang
Anthony Salim atau yang biasa dikenal dengan nama Liem Hong Sien merupakan salah
satu orang yang masuk ke dalam 10 Tokoh Bisnis yang paling berpengaruh pada tahun
2005 oleh Warta Ekonomi. Predikat itu diberikan karena dirinya berhasil membangun
kembali Group Salim yang saat itu mengalami kegagalan yang diakibatkan oleh krisis
ekonomi tahun 1998.
Keluarga
Anthony Salim lahir dari keluarga yang tergolong mapan. Ayahnya, Sudono Salim adalah
pemimpin dari Salim Group yang pada akhirnya diteruskan oleh Anthony Salim sendiri.
Bisnis
Salim Group pada masa ayah dari Anthony Salim yaitu Sudono Salim sebenarnya pernah
mengalami masa keemasan yaitu sebelum terjadi krisis moneter pada tahun 1998. Bahkan
majalah Forbes pernah menobatkan pendiri Salim Group tersebut sebagai salah satu orang
terkaya di Indonesia. Namun saat terjadi krisis moneter, Salim Group banyak mempunyai
hutang hingga mencapai 55 Trilyun rupiah. Anthony Salim yang memegang kekuasaan
pada Salim Group akhirnya harus melunasi hutangnya dengan cara menjual beberapa
perusahaan yang dimilikinya yaitu PT Indocement Tunggal Perkasa, PT BCA, dan PT
Indomobil Sukses Internasional.

Meskipun demikian, Anthony Salim masih mempunyai beberapa perusahaan besar yang
tidak dia jual. Perusahaan tersebut antara lain adalah PT Indofood Sukses Makmur Tbk dan
PT Bogasari Flour Mills. Kedua perusahaan ini merupakan perusahaan penghasil mie
instant dan tepung terigu terbesar di dunia.
Kekayaan
Berkat usahanya membangun perusahaan mie instant dan tepung terigu, Anthony Salim
pernah dinobatkan sebagai taipan terkaya nomor 3 di Indonesia oleh Majalah Globe Asia.
Beliau berada di bawah Budi Hartono yang notabenenya adalah pemilik dari Djarum Group
dan Eka Tjipta Widjaja yang merupakan pemilik Sinar Mas Group. Kekayaannya ditaksir
mencapai 3 miliar dollar Amerika atau jika dikonversikan sekitar 27 trilyun rupiah. Hal ini
dikarenakan Anthony Salim memiliki banyak saham baik listed maupun non listed.
Perusahaan
Perusahaan paling penting yang dimiliki Anthony Salim adalah PT Indofood Sukses
Makmur Tbk dan PT Bogasari Flour Mills. Produknya sudah banyak sekali dikenal oleh
masyarakat Indonesia bahkan dunia. Contohnya saja adalah mie instant. Pasti kebanyakan
orang Indonesia sudah banyak yang mengenal mie instant Indomie, Supermi, dan Sarimi.
Ketiga jenis mie ini pernah menjadi favorit banyak orang di Indonesia. Selain mie instant,
produk lainnya yang sudah banyak dikenal adalah susu Indomilk, tepung terigu Bogasari
Segitiga Biru, Kunci Biru, dan Cakra Kembar. Bahkan minyak goreng Bimoli dan mentega
Simas Palmia adalah milik Anthony Salim. Pada tahun 2009, PT Indofood pernah mencatat
laba bersih yang diperolehnya tahun itu yakni mencapai 2 Triliun rupiah dan ini merupakan
prestasi yang sangat membanggakan. Laba bersih tersebut merupakan keuntungan yang
paling besar yang pernah dia raih selama menjalani bisnisnya. Padahal pada tahun 2009,
harga komoditas terus bergejolak namun PT Indofood berhasil melewatinya.

Dalam masalah bisnis, Anthony Salim mempunyai prinsip bisnis untuk PT Indofood.
Prinsipnya adalah Anthony ingin PT Indofood tetap berinovasi dan berekspansi. Bahkan
untuk mendukung prinsipnya itu, Anthony Salim bekerjasama dengan Nestle S.A untuk
memperbesar pangsa pasar yang semakin sulit untuk ditembus. Untuk melancarkan
bisnisnya tersebut, Anthony Salim berani untuk menyetor 50% saham. Strateginya dalam
memimpin perusahaan tergolong berhasil. Dia yakin dengan adanya komunikasi yang baik
dengan karyawan, maka kinerja perusahaan bisa fokus dan menghasilkan.

Profil

Sudono Salim
Sudono Salim atau Liem Sioe Liong (Hanzi: 林 紹 良 , pinyin: Lin Shaoliang) (lahir di
Tiongkok, 19 Juli 1916 – meninggal di Singapura, 10 Juni 2012 pada umur 95 tahun)

adalah seorang pengusaha Indonesia. Dia merupakan pendiri Grup Salim. Kepemilikan
Grup Salim meliputi Indofood, Indomobil, Indocement, Indosiar, BCA, Indomaret,
Indomarco, PT Mega, Bank Windu Kencana, PT Hanurata, dan PT Waringin Kencana dan
lain-lain. Selain itu bersama Djuhar Sutanto, Sudwikatmono dan Ibrahim Risjad (dikenal
dengan The Gangs of Four) mendirikan sebuah perusahaan tepung terigu terbesar di
Indonesia yaitu, PT Bogasari Flour Mill.
Pada saat kerusuhan melanda Jakarta tahun 1998, rumahnya yang berada di Gunung Sahari
, Jakarta Pusat, menjadi korban pengerusakan dan penjarahan. Setelah peristiwa tersebut, ia
mulai mengalihkan kepengurusan bisnisnya kepada anaknya Anthony Salim, lalu pindah
dan tinggal di Singapura hingga tutup usia.
Ia dikenal luas masyarakat dekat dengan mantan Presiden ke-2 Indonesia Soeharto.
Usahanya diteruskan anaknya yakni Anthony Salim dan menantunya Franciscus Welirang.

Mochtar Ryadi
Mochtar Riady (Hanzi: 李文正, Hokkien: Li Moe Tie, pinyin: Li Wenzheng; lahir di Kota
Malang, 12 Mei 1929; umur 84 tahun) adalah seorang pengusaha Indonesia terkemuka,
pendiri dan presiden komisaris dari Grup Lippo. Ia banyak dikenal orang sebagai seorang
praktisi perbankan andal, serta salah seorang konglomerat keturunan Tionghoa-Indonesia
telah yang berhasil mengembangkan grup bisnisnya hingga ke mancanegara.
Pada 2011, Forbes merilis daftar orang terkaya di Indonesia, Mochtar Riady menduduki
peringkat ke-38 dengan total kekayaan US$ 650 juta.
Kehidupan Awal

Ayah Mochtar Riady adalah seorang pedagang batik bernama Liapi (1888-1959),
sedangkan ibunya bernama Sibelau (1889-1939). Kedua orangtuanya merantau dari Fujian
dan tiba di Malang pada tahun 1918.
Pada tahun 1947, Riady ditangkap oleh pemerintah Belanda karena menentang
pembentukan Negara Indonesia Timur dan sempat ditahan di penjara Lowokwaru, Malang.
Ia kemudian di buang ke Cina, dan ia kemudian mengambil kuliah filosofi di Universitas
Nanking. Mochtar Riady tinggal di Hongkong hingga tahun 1950, dan kemudian kembali
lagi ke Indonesia. Pada tahun 1951 ia menikahi Suryawati Lidya, seorang wanita asal
Jember.
Perjalanan Karir
Mochtar Riady sudah bercita-cita menjadi seorang bankir di usia 10 tahun. Ketertarikan
Mochtar Riady yang dilahirkan di Malang pada tanggal 12 Mei 1929 ini disebabkan karena
setiap hari ketika berangkat sekolah, dia selalu melewati sebuah gedung megah yang
merupakan kantor dari Nederlandsche Handels Bank (NHB) dan melihat para pegawai
bank yang berpakaian perlente dan kelihatan sibuk. Mochtar Riady masih sangat ingin
menjadi seorang bankir, namun ayahnya tidak mendukung karena profesi bankir menurut
ayahnya hanya untuk orang kaya, sedangkan kondisi keluarga mereka saat itu sangat
miskin.
Oleh mertuanya, Mochtar Riady diserahi tanggungjawab untuk mengurus sebuah toko
kecil. Dalam tempo tiga tahun Mochtar Riady telah dapat memajukan toko mertuanya
tersebut menjadi yang terbesar di kota Jember. Cita-citanya yang sangat ingin menjadi
seorang bankir membuatnya untuk memutuskan pergi ke Jakarta pada tahun 1954,
walaupun saat itu dia tidak memiliki seorang kenalan pun di sana dan ditentang oleh
keluarganya. Mochtar Riady berprinsip bahwa jika sebuah pohon ditanam di dalam pot atau

di dalam rumah tidak akan pernah tinggi, namun akan terjadi sebaliknya bila ditanam di
sebuah lahan yang luas.
Untuk mencari relasi, Mochtar Riady bekerja di sebuah CV di jalan hayam wuruk selama
enam bulan, kemudian ia bekerja pada seorang importer, di waktu bersamaan ia pun
bekerjasama dengan temannya untuk berbisnis kapal kecil. Sampai saat itu, Mochtar Riady
masih sangat ingin menjadi seorang bankir, di setiap kali bertemu relasinya, ia selalu
mengutarakan keinginannya itu. Suatu saat temannya mengabari dia jika ada sebuah bank
yang lagi terkena masalah dan menawarinya untuk memperbaikinya, Mochtar Riady tidak
menyia-nyiakan kesempatan tersebut walau saat itu dia tidak punya pengalaman sekalipun.
Mochtar Riady berhasil meyakinkan Andi Gappa, pemilik Bank Kemakmuran yang
bermasalah tersebut sehingga ia pun ditunjuk menjadi direktur di bank tersebut.
Di hari pertama sebagai direktur, Mochtar Riady sangat pusing melihat ''balance sheet'', dia
tidak membaca dan memahaminya, namun Mochtar Riady pura-pura mengerti di depan
pegawai akunting. Sepanjang malam dia mencoba belajar dan memahami balance sheet
tersebut, namun sia-sia, lalu dia meminta tolong temannya yang bekerja di Standard
Chartered Bank untuk mengajarinya, tetapi masih saja tidak mengerti.
Akhirnya, dia berterus terang terhadap para pegawainya dan Pak Andi Gappa, tentu saja
mereka cukup terkejut mendengarnya. Permintaan Mochtar Riady pun untuk mulai bekerja
dari awal disetujuinya, mulai dari bagian kliring, cash, dan checking account. Selama
sebulan penuh, Mochtar Riady belajar dan akhirnya ia pun mengerti tentang proses
pembukuan, dan setelah membayar seorang guru privat, ia akhirnya mengerti apakah itu
akuntansi. Maka mulailah dia menjual kepercayaan, hanya dalam setahun Bank
Kemakmuran mengalami banyak perbaikan dan tumbuh pesat.

Setelah cukup besar, pada tahun 1964, Mochtar Riady pindah ke Bank Buana, kemudian
pada tahun 1971, dia pindah lagi ke Bank Panin yang merupakan gabungan dari Bank
Kemakmuran, Bank Industri Jaya, dan Bank Industri Dagang Indonesia.
Kunci Sukses
Mochtar Riady hampir selalu sukses dalam mengembangkan sebuah bank, dia memiliki
filosofi tersendiri yang ia sebut sebagai Lie Yi Lian Dje. Lie berarti ramah, Yi memiliki
karakter yang baik, Lian adalah kejujuran, sedangkan Dje adalah memiliki rasa malu. Visi
dan pandangan Riady yang jauh ke depan sering kali membuat orang kagum, dia dapat
dengan cepat membaca situasi pasar dan dengan segera pula menyikapinya.
Salah satu contohnya, ketika dia berhasil menyelamatkan Bank Buana tahun 1966. Saat itu
Indonesia sedang mengalami masa krisis karena Indonesia berada pada masa perubahan
ekonomi secara makro, ketika itu Riady sedang berkuliah malam di Universitas Indonesia,
di situ dia dikenalkan dengan beberapa pakar ekonomi seperti Emil Salim, Ali
Wardhana,dkk. Mochtar Riady segera sadar dan segera mengubah arah kebijakan Bank
Buana.
Pertama, dia menurunkan suku bunga dari 20 % menjadi 12 %, padahal pada waktu itu
semua bank beramai-ramai menaikkan suku bunganya. Karena suku bunga yang rendah
tersebut, maka para nasabah yang memiliki kredit yang belum lunas segera membayar
kewajibannya.
Sedangkan para usahawan yang akan meminjam diberi syarat ketat khususnya dalam hal
jaminan, namun karena bunga yang ditawarkan Bank Buana sangat rendah dibanding yang
lain maka banyak debitur yang masuk dan tak ragu untuk memberikan jaminan. Dengan
cara itu Bank Buana menjadi sehat, padahal pada waktu itu banyak klien dan bank yang
bangkrut. Dengan otomatis, orang mengenal siapa Mochtar Riady.

Terkenal Dengan
Dia dijuluki sebagai The Magic Man of Bank Marketing. Chairman Group Lippo ini
dikenal sebagai seorang praktisi perbankan yang handal. Bahkan patut digelari seorang
filsuf bisnis jasa keuangan yang kaya ide dan solusi mengatasi masalah. Seorang
konglomerat yang visioner dan sarat dengan filosofi bisnis. Dia pantas menjadi panutan
bagi para pengusaha dan pelaku pasar serta siapa saja yang ingin belajar dari pengalaman
orang lain.
Dalam RUPS PT Bank Lippo Tbk (LippoBank), Jumat 4 Maret 2005, Mochtar Riady
mengundurkan dari jabatan komisaris utama agar bisnis keluarga tersebut berubah menjadi
entitas bisnis kelembagaan yang sepenuhnya berjalan atas tuntutan profesionalisme.
Pengunduran ini menandai tidak adanya lagi keluarga Riady yang duduk jajaran pimpinan
LippoBank.
Mochtar Riady yang lahir di Malang, Jawa Timur 12 Mei 1929, setidaknya diakui
kehandalannya sebagai filsuf bisnis Grup Lippo yang didirikannya. Di Grup Lippo ini, dia
berhasil mengader James Tjahaya Riady (puteranya) dan Roy Edu Tirtadji menjadi filsuf
bisnis handal juga. James dan Roy telah siap mendampingi dan melanjutkan visi bisnisnya.
Mereka tampil sebagai filsuf dan pemikir sekaligus panglima yang menentukan arah bisnis
semua perusahaan yang bernaung di bawah bendera Lippo, baik pada masa tenang apalagi
pada masa sulit.
Masih ingat, ketika Bank Lippo di goyang rumor kalah kliring pada November 1995?
Mochtar, pemilik nama Tionghoa, Lie Mo Tie, ini mampu mengatasinya dengan cepat. Dia
laksana panglima perang yang dengan cerdas dan cekatan memonitor setiap perkembangan
lapangan detik demi detik, serta memberikan instruksi-instruksi penting ke semua lini
jajaran di bawahnya. Rumor kalah kliring itu pun dienyahkan dan bendera Bank Lippo pun
makin berkibar.

Lippo Group
Grup Lippo, memiliki lebih dari 50 anak perusahaan. Karyawannya diperkirakan lebih dari
50 ribu orang. Aktivitas grup ini, selain di Indonesia, juga merambah di kawasan Asia
Pasifik, terutama di Hong Kong, Guang Zhou, Fujian dan Shanghai. Saat ini Grup Lippo
paling tidak memiliki 5 area bisnis utama.
Pertama, jasa keuangan yang meliputi perbankan, investasi, asuransi, sekuritas, manajemen
aset dan reksadana. Jasa keuangan ini adalah core bisnis Lippo. Dalam bisnis keuangan ini,
Lippo cukup konservatif. Sehingga bank ini selamat dari guncangan krisis moneter,
walaupun sempat digoyang isu kalah kliring (1995) dan persoalan rekapitalisasi (1999).
Perusahaan sekuritasnya, Lippo Securities, juga memiliki reputasi yang cukup baik. Begitu
pula di bidang investasi, yakni Lippo Investment Management, Lippo Finance dan Lippo
Financial. Juga jasa asuransi dengan tiga perusahaan penting yaitu AIG Lippo (Lippo
Insurance) dan Asuransi Lippo ( Lippo General Insurance).
Kedua, properti dan urban development. Bisnis yang meliputi pembangunan kota satelit
terpadu, perumahan, kondominium, pusat hiburan dan perbelanjaan, perkantoran dan
kawasan industri. Lippo tidak hanya membangun perumahan, tetapi suatu kota yang
lengkap dengan berbagai infrastruktur. Di tiga kota yang telah dibangun, yaitu Lippo
Cikarang, Bekasi di timur Jakarta, Bukit Sentul, Bogor di selatan Jakarta, dan Lippo
Karawaci, Tangerang di barat Jakarta, para penghuni bisa mengakses TV Cable sekaligus
fasilitas internet.
Ketiga, pembangunan infrastruktur seperti pembangkit tenaga listrik, produksi gas,
distribusi, pembangunan jalan raya, pembangunan sarana air bersih, dan prasarana
komunikasi. Hampir semua bisnis ini dikonsentrasikan di luar negeri dan dikontrol oleh
kantor pusat Grup Lippo yang berbasis di Hong Kong, dipimpin puteranya Stephen Riady.
Aktivitas bisnisnya, antara lain, pembangunan jalan tol di Guang Zhou, pembangunan kota

baru Tati City di Provinci Fujian, Gedung Perkantoran Plaza Lippo di Shanghai dan
membangun kawasan perumahan elit dan perkantoran di Hong Kong.
Keempat, bidang industri yang meliputi industri komponen elektronik, komponen otomotif,
industri semen, porselen, batu bara dan gas bumi. Lippo Industries, memproduksi
komponen elektonik seperti kulkas dan AC merk Mitsubishi, serta komponen otomotif
memproduksi kabel persneling.
Kelima, bidang jasa-jasa yang meliputi teknologi informasi, bisnis ritel, rekreasi, hiburan,
hotel, rumah sakit, dan pendidikan. Ada beberapa hal yang kontroversi yang dilakukan
Mochtar dan James yang mendapat perhatian media massa. Pertama ketika ia membangun
Rumah Sakit untuk kelas atas di Lippo Karawaci. Untuk itu, Mochtar berani menggandeng
Gleneagles Hospital yang berbasis di Singapura. ”Dari pada orang-orang kaya kita pergi ke
Singapura, kan lebih baik kita bawa saja Gleneagles ke Indonesia.” kata Mochtar ketika
Rumah Sakit itu diluncurkan.
Selain Rumah Sakit, ia juga mendirikan Sekolah Pelita Harapan. Sekolah ini mendapat
sorotan karena biayanya menggunakan dolar AS dan dinilai mahal untuk saat itu. Tetapi
para pendiri Lippo beranggapan bahwa pendidikan yang disediakan oleh Sekolah Pelita
Harapan adalah yang terbaik. Selain wajib berbahasa Inggris, mereka memperoleh
tambahan pendidikan ekstra kurikuler seperti pelajaran musik, berkuda dan ilmu komputer.
Guru-guru pun didatangkan dari Amerika.
Di bisnis ritel, ketika Grup Lippo mengumumkan akhir 1996 membeli lebih dari 50 persen
saham Matahari Putra Prima, perusahaan ritel terbesar yang dimiliki Hari Darmawan,
banyak orang terkejut. Namun itu merupakan strategi penting Lippo untuk masuk ke dunia
bisnis ritel. Supermal raksasa telah dibangun dan Matahari merupakan salah satu penyewa
terbesar. Selain Matahari, Wal Mart dan JC Penney juga turut memeriahkan Lippo
Supermal yang memiliki luas 210.000 meter persegi.

Sejarah Group Lippo
Sejarah Grup Lippo bermula ketika Mochtar Riady yang memiliki nama Tionghoa, Lie Mo
Tie membeli sebagian saham di Bank Perniagaan Indonesia milik Haji Hasyim Ning pada
1981. Waktu dibeli, aset bank milik keluarga Hasyim telah merosot menjadi hanya sekitar
Rp 16,3 miliar. Mochtar sendiri pada waktu itu tengah menduduki posisi penting di Bank
Central Asia, bank yang didirikan oleh keluarga Liem Sioe Liong. Ia bergabung dengan
BCA pada 1975 dengan meninggalkan Bank Panin.
Di BCA Mochtar mendapatkan share sebesar 17,5 persen saham dan menjadi orang
kepercayaan Liem Sioe Liong. Aset BCA ketika Mochtar bergabung hanya Rp 12,8 miliar.
Mochtar baru keluar dari BCA pada akhir 1990 dan ketika itu aset bank tersebut sudah di
atas Rp 5 triliun.
Bergabung dengan Hasyim Ning membuat ia bersemangat. Pada 1987, setelah ia
bergabung, aset Bank Perniagaan Indonesia melonjak naik lebih dari 1.500 persen menjadi
Rp 257,73 miliar. Hal ini membuat kagum kalangan perbankan nasional. Ia pun dijuluki
sebagai The Magic Man of Bank Marketing. Dua tahun kemudian, pada 1989, bank ini
melakukan merger dengan Bank Umum Asia dan semenjak saat itu lahirlah Lippobank.
Inilah cikal bakal Grup Lippo.
Cita – cita jadi Bankir
Jalan berliku ditempuhnya untuk mencapai cita-cita menjadi seorang bankir. Mochtar Riady
sudah bercita-cita menjadi seorang bankir di usia 10 tahun. Ketika itu, anak dari pedagang
batik, ini setiap hari berangkat sekolah selalu melewati gedung megah kantor
Nederlandsche Handels Bank (NHB) dan melihat para pegawai bank itu berpakaian rapih
serta selalu sibuk. Sejak itu, dia berharap saat dewasa akan menjadi seorang bankir.

Belum cita-citanya terwujud, pada tahun 1947, Riady ditangkap oleh pemerintah Belanda
dan di buang ke Nanking, Cina. Lalu, di sana ia menggunakan kesempatan kuliah filosofi di
University of Nanking. Tapi akibat perang, Riady terpaksa pergi ke Hongkong hingga
tahun1950 dan kemudian kembali ke Indonesia.
Sekembali ke Indonesia, Riady masih sangat ingin mewujudkan cita-citanya menjadi
seorang bankir. Tapi ayahnya tidak mendukung. Karena menurut ayahnya, profesi bankir
hanya untuk orang kaya, sedangkan kondisi keluarga mereka saat itu sangat miskin.
Pada tahun 1951, ia menikahi gadis pilihannya asal jember. Kemudian, mertuanya
memberinya tanggungjawab untuk mengurus sebuah toko kecil. Hanya dalam tempo tiga
tahun, dia berhasil memajukan toko tersebut menjadi yang terbesar di kota Jember. Namun,
keinginan menjadi seorang banker membuatnya kurang betah mengurusi toko itu.
Pada tahun 1954, dia pun memutuskan pergi ke Jakarta walaupun ditentang oleh
keluarganya. Dia berprinsip bahwa jika sebuah pohon ditanam di dalam pot atau di dalam
rumah tidak akan pernah tinggi, namun akan terjadi sebaliknya bila ditanam di sebuah
lahan yang luas. Dia merasa yakin akan dapat mewujudkan cita-cita menjadi bankir di kota
metropolitan, kendati saat itu tidak memiliki seorang kenalan pun di Jakarta.

Mula-mula, dia bekerja di sebuah perusahaan komanditer di Jalan Hayam Wuruk selama
enam bulan. Kesempatan itu dia gunakan untuk mulai membuka relasi. Kemudian ia
bekerja pada seorang importer. Relasi pun mulai semakin banyak. Pada saat bersamaan, ia
pun bekerjasama dengan temannya untuk berbisnis kapal kecil.
Dia belum juga bisa mewujudkan cita-citanya menjadi seorang bankir. Saat itu, kepada para
sahabat, ia selalu mengutarakan cita-citanya itu. Lalu suatu saat, salah seorang temannya
mengabari bahwa ada sebuah bank, Bank Kemakmuran, yang lagi terkena masalah. Riady

tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Walau belum punya pengalaman sedikit pun, dia
berhasil meyakinkan Andi Gappa, pemilik bank yang bermasalah itu, sehingga ia pun
ditunjuk menjadi direktur.
Bayangkan, seorang yang belum berpengalaman sehari pun di bank atau sebagai akuntan,
langsung diangkat menjadi direktur. Pada hari pertama sebagai direktur, Riady sangat
pusing melihat balance sheet. Dia tidak bisa membaca dan memahaminya. Tapi, dia purapura mengerti di depan pegawai akunting. Lalu, sepanjang malam dia belajar untuk
memahami balance sheet tersebut, namun sia sia. Kemudian, dia minta tolong kepada
temannya yang bekerja di Standar Chartered Bank untuk mengajarinya. Tetapi dia masih
belum mengerti.
Begitu galau hati dan pikirannya. Bagaimana pun kepura-puraan itu, cepat atau lambat,
akan ketahuan juga. Akhirnya, dia berterus terang kepada para pegawainya dan Andi
Gappa, si pemilik bank. Tentu saja mereka sangat terkejut mendengar pengakuan itu. Riady
pun meminta diberi kesempatan mulai bekerja dari dasar. Andi Gappa menyetujuinya.
Riady bekerja mulai dari bagian kliring, cash dan checking account.

Dia menggunakan kesempatan itu bekerja sambil belajar dengan baik. Hanya dalam satu
bulan, ia pun mengerti tentang proses pembukuan. Dia pun membayar seorang guru privat,
yang mengajarinya akuntansi.
Setelah itu, dia pun menunjukkan kelebihan sebagai seorang bankir. Hanya dalam setahun,
Bank Kemakmuran mengalami banyak perbaikan dan tumbuh pesat. Setelah bank itu
tumbuh dengan sehat, pada tahun 1964, Riady pindah ke Bank Buana, di sini dia juga
mengukir berbagai kaeberhasilan. Ketika itu (1966), dia berhasil menyelamatkan Bank
Buana dari kesulitan. Saat itu Indonesia sedang mengalami masa krisis akibat perubahan
ekonomi secara makro.

Dia mengambil langkah jitu untuk menyelamatkan Ban Buana dari akrisis itu. Dia
menurunkan suku bunga dari 20 % menjadi 12 %. Padahal pada waktu itu semua bank
beramai-ramai menenaikkan suku bunganya. Karena suku bunga yang rendah tersebut,
maka para nasabah yang memiliki kredit yang belum lunas segera membayar
kewajibannya. Di sisi lain, banyak usahawan (debitur) yang ingin meminjam kendati diberi
syarat ketat terutama dalam hal jaminan. Dengan cara itu, Bank Buana menjadi sehat.
Sementara, saat itu ada beberapa bank yang bangkrut.
Nama Mochtar Riady pun mencuat, sebagai bankir bertangan dingin. Kemudian tahun
1971, dia pindah lagi ke Bank Panin yang merupakan gabungan dari Bank Kemakmuran,
Bank Industri Jaya dan Bank Industri Dagang Indonesia. Lalu tahun 1975, ia meninggalkan
Bank Panin dan bergabung dengan BCA, bank yang didirikan oleh keluarga Liem Sioe
Liong. Di BCA, dia mendapatkan saham sebesar 17,5 persen dan menjadi seorang penentu
kebijakan. Ketika Mochtar bergabung aset BACA hanya Rp 12,8 miliar. Saat dia keluar dari
BCA pada akhir 1990 aset bank tersebut sudah di atas Rp 5 triliun.
Pada setiap bank, sentuhan tangan Riady hampir selalu berbuah sukses. Dia mengaku
memiliki filosofi tersendiri yang disebut sebagai Lie Yi Lian Dje. Lie berarti ramah, Yi
memiliki karakter yang baik, Lian kejujuran dan Dje memiliki rasa malu. Selain itu, visi
dan pandangannya yang jauh ke depan ketangkasannya membaca situasi pasar dan dengan
segera pula menyikapinya, telah membuat namanya semakin disegani kalangan perbankan.
Sementara, untuk memperdalam dan mempertajam pengalamannya, dia pun menyempatkan
diri kuliah malam di Universitas Indonesia (UI). Di situ pula dia berkenalan dengan
beberapa pakar ekonomi seperti Emil Salim, Ali Wardhana dan lain-lain.

Krisis Ekonomi 1997 yang Berlanjut Krisis
Multidimensional 1998
Krisis Finansial Asia 1997
Krisis finansial Asia 1997 adalah krisis finansial yang dimulai pada bulan Juli 1997 di
Thailand, dan memengaruhi mata uang, bursa saham, dan harga aset lainnya di beberapa
negara Asia, sebagian Macan Asia Timur. Peristiwa ini juga sering disebut krisis moneter
("krismon") di Indonesia.

Indonesia, Korea Selatan, dan Thailand adalah negara yang paling parah terkena dampak
krisis ini. Hong Kong, Malaysia, dan Filipina juga terpengaruh. Daratan Tiongkok, Taiwan,
dan Singapura hampir tidak terpengaruh. Jepang tidak terpengaruh banyak tapi mengalami
kesulitan ekonomi jangka panjang.
Sejarah
Sampai tahun 1996, Asia menarik hampir setengah dari aliran modal negara berkembang.
Tetapi, Thailand, Indonesia dan Korea Selatan memiliki "current account deficit" dan
perawatan kecepatan pertukaran pegged menyemangati peminjaman luar dan menyebabkan
ke keterbukaan yang berlebihan dari risiko pertukaran valuta asing dalam sektor finansial
dan perusahaan.
Pelaku ekonomi telah memikirkan akibat Daratan Tiongkok pada ekonomi nyata sebagai
faktor penyumbang krisis. RRT telah memulai kompetisi secara efektif dengan eksportir
Asia lainnya terutaman pada 1990-an setelah penerapan reform orientas-eksport. Yang
paling penting, mata uang Thailand dan Indonesia adalah berhubungan erat dengan dollar,
yang naik nilainya pada 1990-an. Importir Barat mencari produsen yang lebih murah dan
menemukannya di Tiongkok yang biayanya rendah dibanding dollar.
Krisis Asia dimulai pada pertengahan tahun 1997 dan memengaruhi mata uang, pasar bursa,
dan harga aset beberapa ekonomi Asia Tenggara. Dimulai dari kejadian di Amerika Selatan,
investor Barat kehilangan kepercayaan dalam keamanan di Asia Timur dan memulai
menarik uangnya, menimbulkan efek bola salju.
Banyak pelaku ekonomi, termasuk Joseph Stiglitz dan Jeffrey Sachs, telah meremehkan
peran ekonomi nyata dalam krisis dibanding dengan pasar finansial yang diakibatkan
kecepatan krisis. Kecepatan krisis ini telah membuat Sachs dan lainnya untuk
membandingkan dengan pelarian bank klasik yang disebabkan oleh shock risk yang tibatiba. Sach menunjuk ke kebijakan keuangan dan fiskal yang ketat yang diterapkan oleh

pemerintah pada saat krisis dimulai, sedangkan Frederic Mishkin menunjuk ke peranan
informasi asimetrik dalam pasar finansial yang menuju ke "mental herd" di antara investor
yang memperbesar risiko yang relatif kecil dalam ekonomi nyata. Krisis ini telah
menimbulkan keinginan dari pelaksana ekonomi perilaku tertarik di psikologi pasar.
Indonesia
Pada Juni 1997, Indonesia terlihat jauh dari krisis. Tidak seperti Thailand, Indonesia
memiliki inflasi yang rendah, perdagangan surplus lebih dari 900 juta dolar, persediaan
mata uang luar yang besar, lebih dari 20 miliar dolar, dan sektor bank yang baik.
Tapi banyak perusahaan Indonesia yang meminjam dolar AS. Pada tahun berikut, ketika
rupiah menguat terhadap dolar, praktisi ini telah bekerja baik untuk perusahaan tersebut -level efektifitas hutang mereka dan biaya finansial telah berkurang pada saat harga mata
uang lokal meningkat.
Pada Juli, Thailand megambangkan baht, Otoritas Moneter Indonesia melebarkan jalur
perdagangan dari 8 persen ke 12 persen. Rupiah mulai terserang kuat di Agustus. Pada 14
Agustus 1997, pertukaran mengambang teratur ditukar dengan pertukaran mengambangbebas. Rupiah jatuh lebih dalam. IMF datang dengan paket bantuan 23 miliar dolar, tapi
rupiah jatuh lebih dalam lagi karena ketakutan dari hutang perusahaan, penjualan rupiah,
permintaan dolar yang kuat. Rupiah dan Bursa Saham Jakarta menyentuh titik terendah
pada bulan September. Moody's menurunkan hutang jangka panjang Indonesia menjadi
"junk bond".
Meskipun krisis rupiah dimulai pada Juli dan Agustus, krisis ini menguat pada November
ketika efek dari devaluasi di musim panas muncul pada neraca perusahaan. Perusahaan
yang meminjam dalam dolar harus menghadapi biaya yang lebih besar yang disebabkan
oleh penurunan rupiah, dan banyak yang bereaksi dengan membeli dolar, yaitu: menjual
rupiah, menurunkan harga rupiah lebih jauh lagi.

Inflasi rupiah dan peningkatan besar harga bahan makanan menimbulkan kekacauan di
negara ini. Pada Februari 1998, Presiden Suharto memecat Gubernur Bank Indonesia, tapi
ini tidak cukup. Suharto dipaksa mundur pada pertengahan 1998 dan B.J. Habibie menjadi
presiden. mulai dari sini krisis moneter indonesia memuncak.
Konsekuensi
Krisis Asia berpengaruh ke mata uang, pasar saham, dan harga aset lainnya di beberapa
negara Asia. Indonesia, Korea Selatan dan Thailand adalah beberapa negara yang
terpengaruh besar oleh krisis ini.
Krisis ekonomi ini juga menuju ke kekacauan politk, paling tercatat dengan mundurnya
Suharto di Indonesia dan Chavalit Yongchaiyudh di Thailand. Ada peningkatan anti-Barat,
dengan George Soros dan IMF khususnya, keluar sebagai kambing hitam.
Secara budaya, krisis finansial Asia mengakibatkan kemunduran terhadap ide adanya
beberapa set "Asian value", yaitu Asia Timur memiliki struktur ekonomi dan politik yang
superior dibanding Barat. Krisis Asia juga meningkatkan prestise ekonomi RRC.

Krisis Asia menyumbangkan ke krisis Rusia dan Brasil pada 1998, karena setelah krisis
Asia bank tidak ingin meminjamkan ke negara berkembang.
Krisis ini telah dianalisa oleh para pakar ekonomi karena perkembangannya, kecepatan,
dinamismenya; dia memengaruhi belasan negara, memiliki efek ke kehidupan berjuta-juta
orang, terjadi dalam waktu beberapa bulan saja. Mungkin para pakar ekonomi lebih tertarik
lagi dengan betapa cepatnya krisis ini berakhir, meninggalkan ekonomi negara berkembang
tak berpengaruh. Keingintahuan ini telah menimbulkan ledakan di pelajaran tentang
ekonomi finansial dan "litani" penjelasan mengapa krisis ini terjadi. Beberapa kritik

menyalahkan tindakan IMF dalam krisis, termasuk oleh pakar ekonomi Bank Dunia Joseph
Stiglitz.

Senin, 21 Desember 1998
LAPORAN AKHIR TAHUN BIDANG EKONOMI

Krisis Ekonomi 1998, Tragedi tak Terlupakan
PENGANTAR REDAKSI
"KEAJAIBAN yang hilang". Itulah istilah yang paling pantas diberikan bagi perekonomian
Indonesia sepanjang tahun 1998. Setelah berpuluh-puluh tahun terbuai oleh pertumbuhan

yang begitu mengagumkan, tahun 1998 ekonomi Indonesia mengalami kontraksi begitu
hebat. Laporan akhir tahun ekonomi akan mengungkap semua persoalan itu dan mencoba
menggambarkan keadaan untuk tahun mendatang. Laporan akan dituangkan dua hari
berturut-turut, Senin (21/12) dan Selasa, di Rubrik UTAMA dan Rubrik OPINI. Semua
dituliskan oleh wartawan ekonomi Kompas, Andi Suruji, Banu Astono, Dedi Muhtadi,
Ferry Irwanto, Ninuk M Pambudy, Pieter P Gero, Simon Saragih, Sri Hartati Samhadi,
Subur Tjahjono, Tjahja Gunawan, Yosef Umar Hadi, dan Yovita Arika.
TAHUN 1998 menjadi saksi bagi tragedi perekonomian bangsa. Keadaannya berlangsung
sangat tragis dan tercatat sebagai periode paling suram dalam sejarah perekonomian
Indonesia. Mungkin dia akan selalu diingat, sebagaimana kita selalu mengingat black
Tuesday yang menandai awal resesi ekonomi dunia tanggal 29 Oktober 1929 yang juga
disebut sebagai malaise.
Hanya dalam waktu setahun, perubahan dramatis terjadi. Prestasi ekonomi yang dicapai
dalam dua dekade, tenggelam begitu saja. Dia juga sekaligus membalikkan semua
bayangan indah dan cerah di depan mata menyongsong milenium ketiga.
Selama periode sembilan bulan pertama 1998, tak pelak lagi merupakan periode paling
hiruk pikuk dalam perekonomian. Krisis yang sudah berjalan enam bulan selama tahun
1997,berkembang semakin buruk dalam tempo cepat. Dampak krisis pun mulai dirasakan
secara nyata oleh masyarakat, dunia usaha.
Dana Moneter Internasional (IMF) mulai turun tangan sejak Oktober 1997, namun terbukti
tidak bisa segera memperbaiki stabilitas ekonomi dan rupiah. Bahkan situasi seperti lepas
kendali, bagai layang-layang yang putus talinya. Krisis ekonomi Indonesia bahkan tercatat
sebagai yang terparah di Asia Tenggara.

Seperti efek bola salju, krisis yang semula hanya berawal dari krisis nilai tukar baht di
Thailand 2 Juli 1997, dalam tahun 1998 dengan cepat berkembang menjadi krisis ekonomi,
berlanjut lagi krisis sosial kemudian ke krisis politik.
Akhirnya, dia juga berkembang menjadi krisis total yang melumpuhkan nyaris seluruh
sendi-sendi kehidupan bangsa. Katakan, sektor apa di negara ini yang tidak goyah. Bahkan
kursi atau tahta mantan Presiden Soeharto pun goyah, dan akhirnya dia tinggalkan.
Mungkin Soeharto, selama sisa hidupnya akan mengutuk devaluasi baht, yang menjadi
pemicu semua itu.

Efek bola salju
Faktor yang mempercepat efek bola salju ini adalah menguapnya dengan cepat kepercayaan
masyarakat, memburuknya kondisi kesehatan Presiden Soeharto memasuki tahun 1998,
ketidakpastian suksesi kepemimpinan, sikap plin-plan pemerintah dalam pengambilan
kebijakan, besarnya utang luar negeri yang segera jatuh tempo, situasi perdagangan
internasional yang kurang menguntungkan, dan bencana alam La Nina yang membawa
kekeringan terburuk dalam 50 tahun terakhir.
Dari total utang luar negeri per Maret 1998 yang mencapai 138 milyar dollar AS, sekitar
72,5 milyar dollar AS adalah utang swasta yang dua pertiganya jangka pendek, di mana
sekitar 20 milyar dollar AS akan jatuh tempo dalam tahun 1998. Sementara pada saat itu
cadangan devisa tinggal sekitar 14,44 milyar dollar AS.
Terpuruknya kepercayaan ke titik nol membuat rupiah yang ditutup pada level Rp
4.850/dollar AS pada tahun 1997, meluncur dengan cepat ke level sekitar Rp 17.000/dollar
AS pada 22 Januari 1998, atau terdepresiasi lebih dari 80 persen sejak mata uang tersebut
diambangkan 14 Agustus 1997.

Rupiah yang melayang, selain akibat meningkatnya permintaan dollar untuk membayar
utang, juga sebagai reaksi terhadap angka-angka RAPBN 1998/ 1999 yang diumumkan 6
Januari 1998 dan dinilai tak realistis.
Krisis yang membuka borok-borok kerapuhan fundamental ekonomi ini dengan cepat
merambah ke semua sektor. Anjloknya rupiah secara dramatis, menyebabkan pasar uang
dan pasar modal juga rontok, bank-bank nasional dalam kesulitan besar dan peringkat
internasional bank-bank besar bahkan juga surat utang pemerintah terus merosot ke level di
bawah junk atau menjadi sampah.
Puluhan, bahkan ratusan perusahaan, mulai dari skala kecil hingga konglomerat,
bertumbangan. Sekitar 70 persen lebih perusahaan yang tercatat di pasar modal juga
insolvent atau nota bene bangkrut.
Sektor yang paling terpukul terutama adalah sektor konstruksi, manufaktur, dan perbankan,
sehingga melahirkan gelombang besar pemutusan hubungan kerja (PHK). Pengangguran
melonjak ke level yang belum pernah terjadi sejak akhir 1960-an, yakni sekitar 20 juta
orang atau 20 persen lebih dari angkatan kerja.
Akibat PHK dan naiknya harga-harga dengan cepat ini, jumlah penduduk di bawah garis
kemiskinan juga meningkat mencapai sekitar 50 persen dari total penduduk. Sementara si
kaya sibuk menyerbu toko-toko sembako dalam suasana kepanikan luar biasa, khawatir
harga akan terus melonjak.
Pendapatan per kapita yang mencapai 1.155 dollar/kapita tahun 1996 dan 1.088
dollar/kapita tahun 1997, menciut menjadi 610 dollar/kapita tahun 1998, dan dua dari tiga
penduduk Indonesia disebut Organisasi Buruh Internasional (ILO) dalam kondisi sangat
miskin pada tahun 1999 jika ekonomi tak segera membaik.

Data Badan Pusat Statistik juga menunjukkan, perekonomian yang masih mencatat
pertumbuhan positif 3,4 persen pada kuartal ketiga 1997 dan nol persen kuartal terakhir
1997, terus menciut tajam menjadi kontraksi sebesar 7,9 persen pada kuartal I 1998, 16,5
persen kuartal II 1998, dan 17,9 persen kuartal III 1998. Demikian pula laju inflasi hingga
Agustus 1998 sudah 54,54 persen, dengan angka inflasi Februari mencapai 12,67 persen.
Di pasar modal, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Jakarta (BEJ) anjlok
ke titik terendah, 292,12 poin, pada 15 September 1998, dari 467,339 pada awal krisis 1
Juli 1997. Sementara kapitalisasi pasar menciut drastis dari Rp 226 trilyun menjadi Rp 196
trilyun pada awal Juli 1998.
Di pasar uang, dinaikkannya suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) menjadi 70,8
persen dan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) menjadi 60 persen pada Juli 1998 (dari
masing-masing 10,87 persen dan 14,75 persen pada awal krisis), menyebabkan kesulitan
bank semakin memuncak. Perbankan mengalami negative spread dan tak mampu
menjalankan fungsinya sebagai pemasok dana ke sektor riil.
Di sisi lain, sektor ekspor yang diharapkan bisa menjadi penyelamat di tengah krisis,
ternyata sama terpuruknya dan tak mampu memanfaatkan momentum depresiasi rupiah,
akibat beban utang, ketergantungan besar pada komponen impor, kesulitan trade financing,
dan persaingan ketat di pasar global.
Selama periode Januari-Juni 1998, ekspor migas anjlok sekitar 34,1 persen dibandingkan
periode sama 1997, sementara ekspor nonmigas hanya tumbuh 5,36 persen.

Anomali
Krisis kepercayaan ini menciptakan kondisi anomali dan membuat instrumen moneter tak
mampu bekerja untuk menstabilkan rupiah dan perekonomian. Sementara di sisi lain, sektor

fiskal yang diharapkan bisa menjadi penggerak ekonomi, juga dalam tekanan akibat
surutnya penerimaan.
Situasi yang terus memburuk dengan cepat membuat pemerintah seperti kehilangan arah
dan orientasi dalam menangani krisis. Di tengah posisi goyahnya, Soeharto sempat
menyampaikan konsep "IMF Plus", yakni IMF plus CBS (Currency Board System) di
depan MPR, sebelum akhirnya ide tersebut ditinggalkan sama sekali tanggal 20 Maret,
karena memperoleh keberatan di sana-sini bahkan sempat memunculkan ketegangan
dengan IMF, dan IMF sempat menangguhkan bantuannya.
Ditinggalkannya rencana CBS dan janji pemerintah untuk kembali ke program IMF,
membuat dukungan IMF dan internasional mengalir lagi. Pada 4 April 1998, Letter of
Intent ketiga ditandatangani. Akan tetapi kelimbungan Soeharto, telah sempat
menghilangkan berbagai momentum atau kesempatan untuk mencegah krisis yang
berkelanjutan.
Bahkan memicu adrenali masyarakat, yang sebelumnya terbilang tenang menjadi beringas.
Kemarahan rakyat atas ketidakberdayaan pemerintah mengendalikan krisis di tengah hargaharga yang terus melonjak dan gelombang PHK, segera berubah menjadi aksi protes,
kerusuhan dan bentrokan berdarah di Ibu Kota dan berbagai wilayah lain, yang menuntun
ke tumbangnya Soeharto pada 21 Mei 1998.
Tragedi berdarah ini memicu pelarian modal dalam skala yang disebut-sebut mencapai 20
milyar dollar AS, gelombang hengkang para pengusaha keturunan, rusaknya jaringan
distribusi nasional, terputusnya pembiayaan luar negeri, dan ditangguhkannya banyak
rencana investasi asing di Indonesia.
Munculnya pemerintahan baru yang tidak memiliki legitimasi, dan lebih sibuk dengan
manuvernya untuk merebut hati rakyat, tidak banyak menolong keadaan. Pemburukan
kondisi ekonomi, sosial, dan politik dengan cepat ini setidaknya terus berlangsung hingga

kuartal kedua, bahkan kuartal ketiga 1998. Begitulah, kita telah menyaksikan episode
terburuk perekonomian sepanjang tahun 1998.*

LAPORAN AKHIR TAHUN BIDANG EKONOMI

Era Bank-bank Bangkrut
INDUSTRI perbankan selama tahun 1998 begitu hiruk-pikuk. Antrean panjang nasabah
menyambut industri perbankan awal tahun 1998. Mereka benar-benar telah menempatkan
kepercayaan pada bank di bawah telapak kaki. Tindakan likuidasi tanpa memperhitungkan
kepanikan nasabah, menjadi awal dari semua prahara perbankan itu.

Untung ada jaminan atas simpanan nasabah, yang dikeluarkan pemerintah awal tahun 1998
juga. Kesulitan perbankan di satu sisi bisa tertolong karena tidak lagi harus dicecer nasabah
panik. Namun demikian, jaminan itu tak kunjung bisa mengakhiri krisis perbankan yang
sudah berkembang menjadi kronis.
Selain warisan dari penyakit masa lalu, ada beberapa karakter yang membantai industri
perbankan selama tahun 1998. Pertama adalah warisan dari kepanikan nasabah yang
mengakibatkan sumber pendanaan kosong melompong. Bank Indonesia memang
menyuntikkan likuiditas berupa BLBI. Akan tetapi pengenaan suku bunga BLBI, telah pula
menjadikan pemilik menghadapi beban yang terus bertambah.
Ada lagi faktor lain yang mewarnai, yakni suku bunga kredit yang lebih tinggi ketimbang
suku bunga simpanan nasabah. Akibatnya terjadi negative spread. Beban bankir semakin
bertambah saja. Bisa dikatakan, bank-bank kita sudah tinggal gedung-gedung saja tanpa isi.
Resesi ekonomi telah mencampakkan semua kredit yang disalurkan menjadi sampah.
Idealnya, pemilik bank sendiri harus menyuntikkan modal untuk memberi roh pada
perbankan. Akan tetapi itu tidak dapat dilakukan. Pemilik bank juga bangkrut, karena kredit
yang disalurkan ke kelompok sendiri, terjerat kredit macet.

Tambahan pula, sebagian kredit itu telah menguap dan sebagian besar menjadi simpanan
pemilik bank yang ada di sistem perbankan internasional. Kekhawatiran akan bisnis yang
tidak nyaman di Indonesia, telah membuat mereka lari tunggang langgang.
Akibatnya, BI harus menanggung semua beban yang ada di perbankan. Secara de facto,
pemilik saham mayoritas perbankan nasional adalah pemerintah melalui Bank Indonesia.
Bahkan sebagian besar saham-saham bank swasta telah dicengkeram oleh Badan
Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Akan tetapi pengambilalihan Bank Indonesia atas saham-saham perbankan nasional, juga
tak menyelesaikan masalah. Idealnya, sebagaimana di berbagai negara, pemerintah menjadi
penolong mayoritas kesulitan perbankan.
Namun pemerintah pun kini bagai tunggang langgang, tiba-tiba dihadapkan pada beban
dashyat akibat borok-borok industri perbankan. Borok-borok itu, sangat jelas terlihat pada
peringkat perbankan yang mayoritas berkategori B (modal sudah menjadi negatif 25 persen
terhadap aset) dan C (modal sudah negatif di bawah 25 persen) terhadap aset.
Pemerintah memang merencanakan rekapitalisasi dengan penerbitan obligasi. Diperkirakan
akan ada Rp 257 trilyun untuk menyuntikkan modal perbankan. Akan tetapi angka itu
dianggap terlalu moderat, jauh dari memadai. Kredit bermasalah bank sendiri pun mencapai
kurang lebih Rp 300 trilyun. Meski demikian, angka Rp 257 trilyun itu juga bukan hal
mudah untuk dipenuhi.
SEBELUM rencana rekapitalisasi, ada sejumlah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah
untuk menyehatkan perbankan. Ironisnya, kebijakan yang dikeluarkan pun-untuk
menyehatkan perbankan-seperti anak-anak bermain tali. Tarik ulur hampir selalu mewarnai
kebijakan pemerintah atas perbankan.
Kebijakan di bidang keuangan dan perbankan seringkali direvisi. Ambil contoh, pola
pengembalian dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang berubah-ubah.
Sebelumnya pemerintah menentukan batas waktu pengembalian BLBI selama lima tahun,
kemudian diubah lagi menjadi satu tahun.
Sampai akhirnya setelah melalui bebagai perdebatan, pemerintah menetapkan b

Dokumen yang terkait

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22