Peran UMKM Sebagai Pilar Perekonomian

“Peran UMKM Sebagai Pilar Perekonomian Negara”
Oleh : Jansen Wijayanto

Krisis ekonomi adalah salah satu momok yang dikhawatirkan oleh setiap
negara di dunia, tak terkecuali Indonesia. Krisis ekonomi merupakan kondisi
memburuknya keadaan perekonomian dan keuangan suatu negara yang
berhubungan dengan mata uang negara yang bersangkutan. Krisis ekonomi dapat
menyebabkan runtuhnya perekonomian terhadap negara yang terkena dampaknya,
turunnya kepercayaan terhadap pemerintah dan lembaga keuangan, serta dapat
membuat kekisruhan internal suatu negara yang berdampak pada stabilitas
perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Indonesia pernah dilanda krisis
ekonomi Asia pada tahun 1997, pada saat itu Indonesia terkena dampak berupa
penurunan nilai rupiah, yang menguat pada bulan November. Indonesia juga
pernah terkena dampak dari krisis ekonomi global pada tahun 2008. Dampakdampak itu berupa menurunnya tingkat ekspor, menurunnya jumlah tenaga kerja
Indonesia di dalam dan luar negeri, serta berkurangnya pendapatan per kapita
yang berimplikasi pada angka kemiskinan yang semakin tinggi.
Memang dampak dari krisis ekonomi sangat luar biasa, ketika seluruh
sektor ekonomi terkena dampak dari krisis ekonomi (keuangan, perbankan,
investasi, dll.) maka sistem perekonomian bahkan sistem pemerintahan suatu
negara akan menjadi tidak stabil. Namun, jika ditelaah lebih jauh pada saat
beberapa sektor ekonomi terkena dampak dari krisis ekonomi, ada satu sektor

yang tidak terkena dampak secara signifikan dari kolapsnya ekonomi, bahkan
justru menjadi tulang punggung di kala Indonesia terkena krisis ekonomi pada
waktu itu (1997/1998). Sektor tersebut ialah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
atau yang biasa kita dengar yaitu UMKM. UMKM menjadi tameng perekonomian
Indonesia di tengah krisis global. Tidak hanya itu, UMKM dapat pula berperan
sebagai sektor pencipta lapangan pekerjaan baru, pemasukan devisa bagi negara,
dan untuk memaksimalkan tingkat perekonomian masyarakat kecil serta
terciptanya pemerataan ekonomi. Sebenarnya apa yang istimewa dari UMKM
yang notabenya dapat bertahan terhadap krisis bahkan menjadi tumpuan

perekonomian Indonesia pada waktu itu. Apakah keberadaan UMKM saat ini dan
masa yang akan datang sangat dibutuhkan dalam perekonomian Indonesia.
Memang tidak dapat dipungkiri UMKM adalah sektor yang tahan terhadap
krisis ekonomi serta mampu menjadi tulang pungung perekonomian negara.
Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM, Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah didefinisikan sebagai perusahaan milik perseorangan WNI
dengan kekayaan bersih maksimum sepuluh milyar rupiah (Rp10.000.000.000,00)
dan

penjualan


tahunan

maksimum

lima

puluh

milyar

rupiah

(Rp50.000.000.000,00). Adapun Jenis-jenis UMKM di Indonesia terdiri dari: (1)
pertanian dan yang terkait dengan pertanian (agribisnis), (2) pertambangan rakyat
dan penggalian; (3) industri kecil dan kerajinan rumah tangga; (4) listrik nonPLN, (5) konstruksi; (6) perdagangan besar, eceran, rumah makan, dan jasa
komunikasi; (7) angkutan dan komunikasi; (8) lembaga keuangan; dan (9) real
estate dan persewaan. Dengan pertumbuhan terbesar pada sektor industri kecil dan
kerajinan rumah tangga; perdagangan besar, eceran, RM dan jasa akomodasi;
angkutan dan komunikasi; dan real estate dan persewaan (Manikmas 2003).

Melalui definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa UMKM merupakan 99.9% dari
total seluruh pelaku ekonomi di Indonesia.
Di Indonesia UMKM adalah sektor ekonomi yang paling mondominasi.
Dengan jumlah penduduk yang banyak serta sumber daya alam yang sangat
melimpah tak pelak UMKM dapat membawa perubahan ke arah kesejahteraan
masyarakat yang lebih baik. secara garis besar UMKM dapat berperan sebagai
pencipta lapangan pekerjaan, pemasukan devisa bagi negara, alat pemerataan
ekonomi serta sebagai sarana mengembangkan sumber daya manusia dan sumber
daya alam secara optimal.
Sebagai pencipta lapangan pekerjaan baru dan alat penuntasan
kemiskinan, UMKM hadir untuk menciptakan peluang bagi pangsa pasar tenaga
kerja, baik sebagai wirausahawan maupun pekerja dalam bidang-bidang usaha
tersebut. Pada tahun 2007, jumlah populasi UMKM mencapai 49,8 juta unit usaha
atau 99,99% terhadap total unit usaha di Indonesia yang berjumlah 49,845 juta
unit usaha. Sementara jumlah tenaga kerjanya mencapai 91,8 juta orang atau

97,3% terhadap seluruh tenaga kerja Indonesia yang berjumlah 94,3 juta pekerja.1
Sementara itu, pada tahun 2014, mengacu pada data Kementerian Koperasi dan
UMKM RI, jumlah pelaku UMKM di Indonesia mencapai sekitar 57,9 juta.
UMKM sebagai pemasukan devisa negara tergolong sangat besar.

Berdasarkan catatan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) kontribusi
UMKM terhadap produk domestik bruto (PDB) meningkat dari 57,84% menjadi
60,34% dalam 5 tahun terakhir (data 2016). Berdasarkan data tersebut memang
sektor UMKM merupakan salah sektor penyumbang tersebar bagi pemasukan
negara. Pemerintah juga menargetkan kontribusi PDB Ekonomi Kreatif mencapai
7%-7,5% hingga tahun 2019. Meningkatnya devisa dari sektor UMKM juga dapat
menjadi motivasi untuk mengembangkan sektor ini yang akan menjadi salah satu
sektor unggulan Indonesia di masa depan.
Dalam pemerataan ekonomi UMKM juga berperan penting dalam
pemerataan ekonomi masyarakat. Berbeda dengan perusahaan besar, UMKM
memiliki lokasi di berbagai tempat, dari perkotaan hingga ke pelosok pedesaan
termasuk di daerah yang jauh dari perkembangan teknologi sekalipun.
Keberadaan UMKM di 34 provinsi yang ada di Indonesia tersebut dapat
memperkecil jurang antara yang miskin dengan yang kaya. Selain itu, masyarakat
kecil tak perlu berbondong-bondong pergi ke kota untuk memperoleh kehidupan
yang layak. Terlebih lagi dewasa ini sudah banyak e-commerce atau toko-toko
online yang menyediakan pengiriman paket ke seluruh penjuru di Indonesia.
Sebagai contoh dalam situs blanja.com jumlah produk yang listing mencapai
13.212 buah, dengan jumlah mencapai 3.313 transaksi.
Untuk mengembangkan sumber daya manusia dan mengoptimalkan SDA

Indonesia, UMKM hadir sebagai wadah untuk mengembangkan ide-ide dan
inovasi usaha yang berkaitan erat dengan tuntutan teknologi, perubahan zaman,
dan kondisi kebudayaan suatu negara. Sehingga pada perjalanannya, UMKM
dapat meningkatkan pola pikir masyarakat untuk berfikir secara kritis dan kreatif
dalam menjawab tantangan perekonomian yang semakin kompleks. Sebut saja
Rumah Kreatif

1

BUMN (RKB) yang merupakan sinergi dari berbagai Badan

Tulus Tambunan, Memahami Krisis: Siasat Membangun Kebijakan Ekonomi
(Jakarta: LP3S, 2011), hlm. 206

Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai upaya peningkatan kualitas UMKM dan
sumber daya manusia (SDM) sebagai pelaku UMKM itu sendiri. RKB merupakan
wadah bagi komunitas UMKM di Indonesia untuk meningkatkan kapasitas dan
kapabilitasnya. Terutama peningkatan keterampilan dalam dunia digital ataupun
e-commerce. Para pelaku UMKM dibimbing dan didampingi untuk menjawab
tantangan UMKM. Diantaranya terkait permasalahan kompetensi, peningkatan

akses pemasaran, dan kemudahan akses permodalan. Para pelaku UMKM akan
didampingi oleh para ahli dalam mengembangkan usaha mereka untuk
meningkatkan

kualitas

produknya,

standarisasi

bahan

baku,

bimbingan

pengembangan produk baru, packaging, branding, sampai dengan bimbingan
pendanaan. Pada bulan september 2017 RKB yang telah dibangun mencapai 175
hingga saat ini dengan jumlah petugas RKB yang memberikan pelatihan sebanyak
319 orang.

Untuk mencapai suatu tujuan tentunya kita diperhadapkan oleh beberapa
tantangan ataupun rintangan yang cukup beragam. Sama seperti halnya UMKM,
dalam memasuki era perekonomian global UMKM diperhadapkan oleh berbagai
macam bentuk permasalahan mulai dari yang klasik maupun modern sekalipun,
seperti permodalan, perizinan, hak paten, SDM, dan pangsa pasar UMKM itu
sendiri.
Bak pribahasa “there’s no such thing as a free lunch” (tidak ada yang
gratis di dunia ini)2 maka untuk mendapatkan suatu keuntungan, modal
merupakan sesuatu yang wajib pula ada dalam membangun sebuah usaha, baik itu
modal sendiri, modal gabungan, maupun modal dari kredit lembaga keuangan,
seperti bank, leasing, modal ventura, dll. Dalam perjalannya UMKM sering di
perhadapkan dengan sulitnya mendapatkan sumber pemodalan. Karena pada
dasarnya UMKM adalah usaha yang didirikan oleh orang-perorangan, maka
sumber pendanaannya pula cenderung dari individu tersebut.
Musa (1998) melakukan survei terhadap akses ke kredit bank bagi UMKM
selama periode krisis 1997/98, dengan jumlah sampel 300 unit usaha di delapan
provinsi dan sejumlah sektor ekonomi. Penemuan dari survei menunjukkan bahwa

2


N. Gregory Mankiw. Pengantar Ekonomi Edisi Kedua Jilid I (Jakarta: Penerbit
Erlangga, 2003), hlm. 5

uang sendiri masih merupakan sumber dana utama untuk modal kerja maupun
investasi yang memang merupakan salah satu karakteristik utama dari UMKM di
Indonesia

secara umum. Lebih dari 75% jumlah sampel penelitiannya itu

sepenuhnya tergantung pada dana milik sendiri untuk mendanai kegiatan bisnis
mereka sehari-hari. Hanya sedikit lebih dari 13% yang mempunyai akses ke bank
atau sumber-suber pendanaan formal lainnya.3 Karena masalah permodalan
tersebut akibatnya UMKM kesulitan dalam meningkatkan kapasitas usahanya atau
mengembangkan produk-produk yang mampu bersaing. Pelaku UMKM kerap
kali dinilai tidak mampu mengakses kredit usaha rakyat (KUR). Sedangkan dilihat
dari prospeknya banyak UMKM memiliki usaha yang layak untuk diberikan akses
perbankan. Akibatnya, tidak semua UMKM mampu mengakses KUR . Padahal
KUR diperuntukkan untuk masyarakat kecil, termasuk para pelaku UMKM.
Walaupun pemerintah telah menurunkan bunga KUR dari 12% menjadi 9%.
Namun angka ini dirasa masih relatif tinggi sehingga belum cukup menggairahkan

para pelaku UMKM. Terlebih lagi bunga KUR 9% saat ini terbatas bagi para
pelaku UMKM yang hanya diperuntukkan bagi UMKM yang telah berusia
minimal 2 tahun beroperasi. Hal yang mengkhawatirkan pula terdapat beberapa
bank yang justru menghalang-halangi para debitur untuk mengajukan pinjaman
modal usaha tersebut.
Rendahnya kualitas SDM juga menjadi penghambat UMKM sulit
berkembang. Para pelaku UMKM pada dasarnya merupakan masyarakat yang
minim pengetahuan sehingga mendorong mereka untuk membuat usaha sendiri,
seperti industri kerajinan yang masih banyak kita jumpai di Indonesia. Bukan
terletak pada barangnya yang tradisional tetapi permasalahan itu terdapat pada
sistem pembuatan, sistem kerja dan sistem pembukuan yang masih dikatakan
sederhana dan tradisional. Data membuktikan bahwa hampir 90% pelaku UMKM
memulai usahanya by accident dan bukan by design. Hal ini menggambarkan
bahwa sebagian besar pelaku UMKM di Indonesia memulai usahanya dengan
terpaksa karena kondisi ekonominya dan bukan karena melihat prospek
keuntungannya di masa mendatang. Walaupun pemerintah sudah membuat Badan

3

Tulus Tambunan, Memahami Krisis: Siasat Membangun Kebijakan Ekonomi

(Jakarta: LP3S, 2011), hlm. 86

Ekonomi Kreatif (bekraf) dan 175 unit RBK di tahun 2017. Namun lagi-lagi
masih banyak daerah-daerah yang justru memiliki sumber daya melimpah namun
pemanfaatannya belum maksimal dan belum dilirik oleh pemerintah.
Pangsa pasar UMKM juga merupakan hal yang sangat penting. Mengingat
di situlah babak akhir produk-produk UMKM akan dilepas dan diperjualbelikan.
Sulit masuknya produk-produk UMKM, terutama produk kerajian tangan dapat
membuat produk UMKM kalah bersaing oleh barang-barang yang berada di
pasar-pasar domestik dan mancanegara. Tentunya produk dengan label ternama
dan telah dikenal akan lebih diminati ketimbang produk UMKM yang masih
merupakan produk baru dan belum familiar di kalangan masyarakat. Belum lagi
bila ingin memasuki pasar luar negeri, UMKM akan lebih sulit lagi untuk
bersaing dan meningkatkan produktivitasnya. Apalagi, dengan prosedur dan tata
cara yang bisa dibilang berbeda-beda dan rumit di tiap-tiap negara membuat para
pelaku UMKM justru dilema, padahal poduk yang dihasilkan mereka bisa
dikatakan tidak jauh beda dengan pabrikan ternama bahkan lebih unik, classy, dan
istimewa. Contohnya, clothing line, sepatu handmade, sovenir-sovenir dari kayu,
tas-tas rajutan, dll.
Sesungguhnya pemerintah telah mengadakan pameran UMKM, baik di

dalam dan luar negeri contohnya SMESCO Event, Trade Expo Indonesia (TEI),
Pameran UKM Jakarta, dll. Namun itu hanya sebagai media promosi saja, dan
bukan tempat permanen untuk masyarakat melakukan jual beli dan bertransaksi di
dalamnya.
Pemerintah memang harus sungguh-sungguh dalam memanfaatkan
momen ini. Karena dilihat dari perbandingan dengan negara-negara tetangga
UMKM di Indonesia dikatakan masih jauh, kontribusi ekspor Indonesia hanya
15%, masih jauh dari UMKM Thailand 30%, dan Filipina 25%. padahal jika
dilihat lagi Indonesia memiliki SDM dan SDA yang jauh lebih banyak dengan
negara-negara tersebut. Sebaiknya Indonesia sungguh-sungguh serius dalam
mengupayakan UMKM sebagai pilar perekonomian negara terutama dalam hal
perdagangan bebas di bursa perdagangan global.
Sesungguhnya Indonesia telah berbenah dengan menyiapkan segala
rancangan yang berkaitan dengan pengelolaan dan sistem UMKM di Indonesia.

Salah satunya pada tahun 2018 Indonesia telah mewacanakan untuk menurunkan
tingkat bunga KUR dari 9% menjadi 7%. Pemerintah menargetkan penyaluran
KUR sebesar Rp 120 triliun pada tahun 2018 mendatang. Dari target itu, 50% di
antaranya atau sebesar Rp 60 triliun akan dialokasikan kepada sektor produktif.
Adanya subsidi bunga ini dikhususkan pada sektor UMKM sehingga diharapkan
akan memberikan added value. Dengan menyasar ke sektor produktif seperti
manufaktur, agribisnis maupun pertanian, maka dampak terhadap kontribusi PDB
akan semakin besar sekaligus memberikan nilai tambah, dan penyerapan tenaga
kerja. Terlebih jika jumlah UMKM di Indonesia telah mencapai 60 juta bahkan
lebih.
Otoritas jasa Keuangan (OJK) juga sudah memberikan ultimatum bagi
pemerintah untuk melirik sektor Financial Technology (fintech) sebagai sumber
alternatif permodalan bagi UMKM. Pembiayaan UMKM nantinya melaui sistem
fintech peer to peer lending sebagai sumber pembiayaan Hal ini dikarenakan
sumber pembiayaan melalui bank dirasa semakin kompleks. Fintech diharapkan
mampu memperluas pelayanan keuangan ke sektor UMKM yang unbankable.
Saat ini sekitar 11 juta UMKM yang hanya terjangkau layanan bank (bankable)
sedangkan sisanya sekitar 49 juta masih unbankable. Fintech memiliki kelebihan
yakni meratakan penyaluran kredit karena bisa menjangkau pelosok wilayah.
Terlebih perbankan juga memiliki kesulitan menyalurkan dana ke pelosok karena
memperhitungkan biaya operasional.
Dengan melihat jumlah RKB yang berkembang (175 unit) di Indonesia
bahkan mungkin akan bertambah, hal ini juga memunculkan tren positif sebagai
upaya peningkatan SDM dan kualitas UMKM kedepannya. Pelatihan-pelatihan
yang berkaitan dengan UMKM oleh RKB diharapkan mampu menggenjot
produktivitas UMKM ke arah perkembangan dan pertumbuhan linear.
Pengembangan UMKM di Indonesia memang perlu ditingkatkan lagi
karena sesungguhnya kualitas dan produktivitasnya masih jauh dari kata positif.
Hal ini berkaitan dengan karena UMKM adalah salah satu sektor yang tahan
terhadap krisis ekonomi. UMKM juga berperan sebagai wahana untuk membuka
peluang dan berbagai jenis lapangan pekerjaan. Dengan kondisi UMKM yang
tinggi dan stabil juga dapat meningkatkan pendapatan berupa pemasukan devisa

bagi negara yang pada gilirannya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi
Indonesia. UMKM juga berperan sebagai alat pemerataaan ekonomi bagi
masyarakat Indonesia. Dengan melihat kondisi UMKM Indonesia saat ini dan
melihat jumlah SDA dan SDM Indonesia pula serta ditambah keseriusan
pemerintah dan kerja sama antara otoritas keuangan dan lembaga keuangan, maka
tak pelak UMKM dapat memberikan dampak yang signifikan bagi perekonomian
Indonesia demi terciptanya kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.

Daftar Pustaka

https://indves.com/blog/3-peran-penting-umkm-penggerak-sektor-ekonomiindonesia-di-tingkat-menengah-ke-bawah , 7 Desember 2017 Pukul 23.00

https://m.detik.com/finance/berita-ekonomi-bisnis/3350193/sumbang-pdb-hingga6034-kadin-ingin-umkm-jadi-unggulan-ekonomi-ri , 7 desember 2017 Pukul
22.00

http://m.liputan6.com/bisnis/read/2897756/fintech-bisa-jadi-solusi-pembiayaanumkm 8 Desember 2017 pukul 22.00

https://www.kompasiana.com/kanopi_feui/umkm-sebagai-tameng-perekonomianindonesia-di-tengah-krisis-global_552052fda33311af4646cdf8 , 7 Desember 2017
pukul 21.00

Mankiw, N. Gregory. 2003. Pengantar Ekonomi Edisi Kedua Jilid I. Jakarta:
Penerbit Erlangga.

Tambunan, Tulus. 2011. Memahami Krisis: Siasat Membangun Kebijakan
Ekonomi. Jakarta: LP3ES.