JURNAL 2012 521 287.pdf
PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, SISA LEBIH PEMBIAYAAN
ANGGARAN (SiLPA), LUAS WILAYAH, DAN JUMLAH PENDUDUK
TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN/ KOTA
DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2012-2014
Rindarsih
STIE Adi Unggul Bhirawa Surakarta
Email: [email protected]
ABSTRACT
The purposes of this research it to identify the effect of economic growth, the financing surplus
budget, area and population of the capital expenditures in the District / City in Central Java
province in the period 2012-2014.
The data in this research is secondary data. The data collection is done with the literature study
and documentation. The data used in this study were 105 drawn from the data 35 District / City
of Central Java province in 2012-2014. Analysis used in this research is descriptive statistics test,
classic assumption test, multiple linear regression analysis, and hypothesis testing that includes t
test, F test, and R2 test.
The research proves that economic growth, the financing surplus budget, and the total population
and a significant positive effect on capital spending, and negatively affect the area of capital
expenditure. T test results showed economic growth and no significant effect on capital
spending. Financing surplus budget, area, and population significant effect on capital spending. F
test results showed that simultaneous economic growth, the financing surplus budget, area and
population significant effect on capital spending. R2 test results showed that the economic
growth, the financing surplus budget, area and population are able to explain the capital
expenditure by 59.7%, while the remaining 40.3% is explained by other variables outside the
research.
Keywords : economic growth, the financing surplus budgets, the area, the total population,
capital expenditure
A. PENDAHULUAN
Pengelolaan pemerintah daerah, baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten
dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang (UU) No.
22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 yang mengatur tentang otonomi daerah dan
desentralisasi fiskal.
Proses pelaksanaan desentralisasi fiskal menunjukkan bahwa potensi pemerintah
daerah antara satu dengan daerah yang lain bisa jadi sangat beragam. Pemberian otonomi
yang lebih besar akan memberikan dampak yang lebih besar bagi pertumbuhan ekonomi,
hal inilah yang mendorong daerah untuk mengalokasikan secara lebih efisien berbagai
potensi lokal untuk kepentingan pelayanan publik. konsekuensinya, pemerintah perlu
memberikan alokasi belanja yang lebih besar untuk tujuan ini.
Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu
negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode
tertentu. Meningkatnya angka pertumbuhan ekonomi tersebut, menunjukkan bahwa
pertumbuhan ekonomi didukung dengan tingginya pendapatan nasional yang bersumber
dari hasil pengelolaan kekayaan sumber daya alam dan potensi masing-masing provinsi
di Indonesia.
Besarnya pendapatan nasional dan laju pertumbuhan ekonomi tidak lepas dari
anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang ditetapkan pemerintah.UndangUndang No 12 tahun 2008 menjelaskan tentang pelimpahan berbagai kewenangan kepada
pemerintah daerah dan pengaturan proses-proses politik didaerah dengan memberikan
kewenangan seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban
menyelenggaran otonomi daerah daerah.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang digunakan untuk
keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah, yang dimaksud dengan
pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran
yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahuntahun anggaran berikutnya.
Peraturan Pemerintah No.58 Tahun 2005 menjelaskan bahwa SiLPA merupakan
selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode
anggaran. Sisa lebih perhitungan anggaran atau SiLPA terjadi hampir di setiap
pemerintah daerah yang ada di Indonesia.
UU No 33 Tahun 2004 juga menunjukkan bahwa luas wilayah merupakan
variabel yang mencerminkan kebutuhan atas penyediaan sarana dan prasarana per satuan
wilayah. Daerah yang memiliki wilayah luas pasti membutuhkan penyediaan sarana dan
prasarana serta infrastruktur yang lebih banyak dibandingkan daerah dengan luas wilayah
yang kecil.
Penyediaan sarana dan prasarana berdasarkan wilayah ini tidak lepas juga
kaitannya dengan penyebaran penduduk di wilayah tersebut.Semakin banyak jumlah
penduduk dalam satu wilayah maka semakin banyak prasarana dan sarana yang
disediakan Pemerintah Daerah.
Kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana merupakan dasar dalam melakukan
alokasi belanja modal. Menurut Perdirjen Perbendaharaan Nomor PER-33/PB/2008 yang
dimaksud belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan
modal yang sifatnya menambah aset tetap atau aset lainnya yang memberikan manfaat
lebih dari satu periode akuntansi. Oleh karena itu, upaya dalam meningkatkan kualitas
pelayanan publik, pemerintah daerah seharusnya mengubah komposisi belanjanya.
B. LANDASAN TEORI
1. Teori Yang Terkait
a. Anggaran Sektor Publik
Anggaran sektor publik merupakan suatu dokumen yang menggambarkan
kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi pendapatan, belanja, dan
aktivitas.
b. Belanja Modal
Belanja modal adalah komponen belanja langsung dalam anggaran
pemerintah yang menghasilkan output tertentu berupa asset tetap pemerintah
daerah seperti peralatan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya.
c. Produk Domestik Regional Bruto
Produk Domestik Regional Bruto adalah nilai barang dan jasa yang
dihasilkan dalam suatu wilayah selama setahun .PDRB merupakan indikator
untuk mengukur laju pertumbuhan ekonomi.
d. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai penjelasan mengenai
faktor-faktor apa yang menentukan kenaikan output perkapita dalam jangka
panjang.
e. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran
SiLPA merupakan salah satu sumber pembiayaan yang digunakan untuk
menutup defisit APBD akibat dari usaha peningkatan kualitas pelayanan dan
kesejahteraan masyarakat sesuai penjelasan dalam PMK No.45/PMK.02/2006.
f. Luas Wilayah
Luas wilayah merupakan salah satu variabel yang mencerminkan
kebutuhan akan penyediaan sarana dan prasana daerah sesuai dengan penjelasan
dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004.
g. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk pada suatu wilayah bisa dijadikan salah satu faktor
dalam alokasi belanja modal. Semakin banyak jumlah penduduk dalam satu
wilayah maka semakin banyak prasarana dan sarana yang disediakan Pemerintah
Daerah.
2. Kerangka Pemikiran
Bagan Kerangka Pemikiran
Pertumbuhan Ekonomi
(X1)
SiLPA
(X2)
Belanja Modal
(Y)
Jumlah Penduduk
(X4)
Luas Wilayah
(X3)
Sumber : Arif Purnama (2014), Bagus Setya Budi (2013)
3. Hipotesis
H1
: Pertumbuhan Ekonomi Berpengaruh Signifikan Terhadap Belanja Modal
: SiLPA Bepengaruh Signifikan Terhadap Belanja Modal
H2
H3
: Luas Wilayah Berpengaruh Signifikan Terhadap Belanja Modal
: Jumlah Penduduk Berpengaruh Signifikan Terhadap Belanja Modal
H4
C. METODE PENELITIAN
1. Lokasi Penelitian
Lokasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah seluruh Kabupaten / Kota Provinsi
Jawa Tengah.
2. Definisi Operasional Variabel
a. Belanja Modal
Belanja Modal merupakan belanja Pemerintah Daerah yang manfaatnya
melebihi satu anggaran dan akan menambah asset atau kekayaan daerah dan
selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin.
Belanja modal dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Belanja Modal =
Belanja Tanah + Belanja Peralatan dan Mesin +
Belanja Gedung dan Bangunan + Belanja Jalan,
Irigasi dan Jaringan + Belanja Asset Lainnya
b. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita yang terus
menerus dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi diproksi dengan Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) yang dihitung dengan rumus:
G : (PDRBt-PDBRt-1) X 100%
(PDRBt-1 )
Keterangan :
G
: Laju Pertumbuhan Ekonomi;
PDRBt : Produk Domestik Regional Bruto pada tahun t; dan
PDRBt-1 : Produk Domestik Regional Bruto pada tahun sebelumnya.
c. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran
Berdasarkan PP Nomor 71 Tahun 2010, SiLPA merupakan selisih yang
dapat ddihitung dengan membandingkan realisasi pendapatan LRA dan belanja,
serta penerimaaan dan pengeluaran pembiayaan dalam APBN/ APBD selama
satu periode anggaran. Indikator untuk mengukur SiLPA adalah:
SiLPA = Surplus/ Defisit Realisasi Anggaran + Pembiayaan Netto
d. Luas Wilayah
Luas wilayah dalam penelitian ini merupakan ukuran besarnya daerah
wewenang suatu pemerintahan yang dapat diukur dengan satuan angka.
e. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk jumlah manusia yang bertempat tinggal atau berdomisili
pada suatu wilayah atau daerah dan memiliki mata pencaharian tetap di daerah itu
serta tercatat secara sah berdasarkan peraturan yang berlaku di daerah tersebut.
3. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah 35 Kabupaten /Kota Provinsi Jawa
Tengah. Sedangkan sampel yang digunakan adalah penelitian ini adalah seluruh
populasi yaitu 35 Kabupaten/ Kota Provinsi Jawa Tengah. Sehingga teknik
pengambilan sampel yang digunakan adalah sensus sampling.
4. Jenis dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan pendekatan
kuantitatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series.
Data Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Belanja Modal diperoleh dari
APBD Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012-2014. Sedangkan,
data Pertumbuhan Ekonomi, Luas Wilayah, Jumlah Penduduk diperoleh dari Badan
Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah. Pertumbuhan ekonomi dalam penelitian ini
diproksi dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan
tahun 2000.
5. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini
terdiri dari:
a. Studi kepustakaan
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mengadakan studi penelaahan
terhadap buku, litelatur, catatan – catatan dan laporan mengenai obyek penelitian.
b. Studi dokumentasi
Teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan, mencatat, dan mengkaji
data sekunder.
6. Metode Analisis Data
a. Uji Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif adalah statistik yang berkenaan dengan bagaiman cara
mendeskripsikan, menggambarkan,atau menguraikan data sehingga mudah
dipahami. Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah pertumbuhan
ekonomi, sisa lebih pembiayaan anggaran, luas wilayah dan jumlah penduduk dan
belanja modal.
b. Uji Asumsi Klasik
1) Uji normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah distribusi data penelitian
masing-masing variabel telah menyebar secara normal. Uji normalitas dalam
penelitian ini dilakukan dengan analisis grafik dengan cara melihat grafik
Normal probability plot. Dasar pengambilan keputusan uji normalitas dengan
grafik normal probability plot apabila data (titik) menyebar disekitar garis
diagonal dan mengikuti arah garis diagonal maka data normal.
2) Uji mutikolinearitas
Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui apakah terdapat korelasi
antara variabel bebas (independen) pada model regresi. Pada model regresi
yang baik seharusnya tidak terjadi multikolinearitas. Kriteria tidak adanya
masalah multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolerance dan VIF, dimana
nilai tolerance > 0,10 dan VIF < 10,0.
3) Uji heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan varian dan residual satu pengamatan ke pengamatan
yang lain atau untuk melihat penyebaran data. Dalam menguji
heteroskedastisitas dalam penelitian ini dilakukan dengan melihat grafik
scatterplot. Apabila tidak terdapat pola tertentu dan titik-titik menyebar, maka
tidak terjadi heterokedastisitas.
4) Uji autokorelasi
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah pada suatu model regresi linear ada
korelasi antar kesalahan pengganggu pada periode satu dengan periode
sebelumya (Ghozali, 2005:92). Untuk mendeteksi masalah autokorelasi dalam
penelitian ini dengan menggunakan uji Durbin Watson (DW). Apabila nilai
D-W di antara -2 sampai +2, maka tidak ada autokorelasi.
c. Uji Regresi Linear Berganda
Analisis yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda yang
digunakan untuk melihat pengaruh pendapatan yaitu pertumbuhan ekonomi, sisa
lebih pembiayaan anggaran,luas wilayah dan jumlah penduduk terhadap belanja
modal. Persamaan hipotesis yang akan digunakan adalah:
Y= α + β1X1 + β2X2 + β3X4 + β4 X4 + e
Keterangan:
Y
= Belanja Modal (BM)
α
= Konstansta
β
= Koefisien Regresi
= Pertumbuhan Ekonomi
X1
X2
= Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran
= Luas Wilayah
X3
X4
= Jumlah Penduduk
e
= Error
d. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis penelitian ini menggunakan regresi linear berganda.
Uji hipotesis dalam penelitian ini meilputi:
1) Uji t
Uji statistik t merupakan suatu pengujian secara parsial yang bertujuan untuk
mengetahui apakah masing-masing variabel signifikan atau tidak terhadap
variabel dependen dengan menganggap variabel lainnya konstan dengan taraf
signifikansi 0,05 atau 5%, dengan ketentuan apabila nilai koef < 0,05, maka
Ho ditolak dan Ha diterima artinya secara parsial variabel indepneden
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
2) Uji F
Uji statistik F (uji simultan) digunakan untuk mengetahui apakah variabel
independen secara bersama-sama (simultan) mempunyai pengaruh pengaruh
yang signifikan terhadap variabel dependen. Dalam uji ini digunakan
hipotesis dengan taraf signifikansi 0,05 atau 5%, dengan ketentuan apabila
nilai koef < 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya secara simultan
seluruh variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel
dependen.
3) Uji R2
Koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan
model menerangkan variabel variabel independen.
Menurut Gozhali (2006), dalam mencari nilai koefisien determinasi rumus
yang digunakan adalah sebagai berikut:
KD = Adjusted R2 x 100%
Keterangan:
KD
= Nilai koefisien penentu
2
Adjusted R = Nilai koefisien korelasi
D. ANALISA DAN PEMBAHASAN
1. Gambaran Obyek Penelitian
Obyek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kabupaten dan
Kota di Provinsi Jawa Tengah. Jumlah Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Tengah
adalah 35 daerah yang terdiri dari 29 Kabupaten dan 6 Kota. Provinsi Jawa Tengah
merupakan Provinsi yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Barat, Jawa
Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Data pada penelitian ini (N) sebanyak 105, data didapatkan dari laporan
realisasi APBD Kabupaten dan Kota di Jawa Tengah tahun 2012-2014 yang
seluruhnya menyampaikan laporan kepada situs Dirjen Perimbangan Keuangan dan
data Product Domestic Regional Bruto (PDRB), Luas Wilayah dan Jumlah penduduk
dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah tahun 2012-2014.
2. Deskripsi Data
Hasil Uji Statistik Deskriptif
Pert. Ekonomi
SiLPA
Luas Wilayah
Jml. Penduduk
Belanja Modal
N
105
105
105
105
105
Minimum
2,08
0,00
18,12
119935,00
86187971
Maksimum
6,89
432324715
7777,64
1773379,00
804093758
Mean
5,3436
90085821,1
1144,9944
952924,848
233198951
Std. Dev
0,81037
74111522,65
1269,85193
405546,57448
106271258,0
Sumber : Data Diolah, 2015
Penjelasan mengenai hasil uji deskriptif pada tabel diatas, sebagai berikut:
a. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan Ekonomi memperoleh nilai minimum besar 2,08 yang terdapat di
Kabupaten Cilacap pada tahun 2012. Nilai maksimum diperoleh sebesar 6,89
terdapat di Kabupaten Banyumas tahun 2013. Sedangkan, nilai mean yang
diperoleh dalam sebesar 5,3436 dan standar deviasi sebesar 0,81037.
b. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) memperoleh nilai minimum sebesar
Rp 0 (tidak ada sisa pembiayaan) diperoleh Kabupaten Sragen pada tahun 2013.
Nilai maksimum SiLPA sebesar Rp 432.324.715 diperoleh Kota Semarang pada
tahun 2014. Sedangkan, nilai mean yang diperoleh sebesar 90.085.821,1 dan
standar deviasi sebesar 74.111.522,65.
c. Luas Wilayah
Luas Wilayah memperoleh nilai minimum sebesar 18,12 km2 terdapat di Kota
Magelang. Nilai maksimum luas wilayah yang diperoleh sebesar 7777,65 km2
terdapat didaerah Kabupaten Purbalingga. Sedangkan, nilai mean sebesar
1144,9944 dan nilai standar deviasi sebesar 1269,85193.
d. Jumlah Penduduk
Jumlah Penduduk memperoleh nilai minimum sebesar 119.935 penduduk yang
diperoleh Kota Magelang pada tahun 2013. Nilai maksimum jumlah penduduk
sebanyak 1.773.379 penduduk yang diperoleh Kabupaten Brebes tahun 2014.
Sedangkan, nilai mean diperoleh sebesar 952924,848 dan nilai standar deviasi
sebesar 405546,57448.
e. Belanja Modal
Belanja Modal memperoleh nilai minimum sebesar Rp 86.187.971 yang diperoleh
Kota Tegal pada tahun 2012. Nilai maksimum diperoleh Kota Semarang pada
tahun 2014 sebesar Rp 804.093.757. Sedangkan, nilai mean diperoleh sebesar
233198951 dengan standar deviasi sebesar 106271258,0.
3. Analisis Data dan Pembahasan
a. Uji Asumsi Klasik
1) Uji Normalitas
Hasil Uji Normalitas Dengan Normal P-Plot
Dependent Variable: Belanja Modal
1.0
Expected Cum Prob
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
Observed Cum Prob
Sumber: Data Diolah, 2015
Berdasarkan grafik normal p-plot diatas, terlihat bahwa titik-titik
menyebar dan berhimpit disekitar garis diagonal dan penyebarannya
mengikuti arah garis diagonal. Maka model regresi yang digunakan dalam
penelitian ini telah memenuhi asumsi normalitas.
2) Uji Multikolinearitas
Hasil Uji Multikolinearitas
Model
Tolerance
Pert. Ekonomi
0,966
SiLPA
0,763
Luas Wilayah
0,911
Jmlh Penduduk
0,711
Sumber: Data Diolah, 2015
VIF
1,036
1,310
1,098
1,407
Keputusan
Bebas Multikolinearitas
Bebas Multikolinearitas
Bebas Multikolinearitas
Bebas Multikolinearitas
Berdasarkan hasil output SPSS uji multikolinearitas pada tabel diatas
menunjukkan bahwa tidak ada variabel independen yang memiliki korelasi
antar variabel (multikolinearitas).
Hasil ini bisa dibuktikan pada setiap variabel independen memiliki
nilai tolerance lebih besar dari 0,10 dan nilai VIF lebih kecil dari 10,0. Maka,
dapat disimpulkan bahwa model regresi dalam penelitian ini telah memenuhi
asumsi multikolinearitas.
3) Uji Heterokedastisitas
Hasil Uji Heterokedastisitas Dengan Scatterplot
Regression Studentized Residual
Dependent Variable: Belanja Modal
4
2
0
-2
-2
-1
0
1
2
3
4
Regression Standardized Predicted Value
Sumber: Data Diolah, 2015
Berdasarkan gambar diatas menunjukkan tidak terjadi masalah
heterokedastisitas pada model regresi dalam penelitian ini. Hasil ini
dibuktikan dengan titik-titik yang menyebar dan tidak membentuk pola
tertentu. Maka, dapat disimpulkan bahwa bahwa model regresi dalam
penelitian ini telah memenuhi asumsi heterokedastisitas.
4) Uji Autokorelasi
Model
1
Hasil Uji Autokorelasi
Std. Error of the Estimate
Durbin-Watson
764478729,0
0,901
Sumber : Data Diolah, 2015
Berdasarkan tabel diatas dapat menunjukkan bahwa tidak terdapat
autokorelasi, hal ini dibuktikan dari nilai Durbin Watson berada diantara -2
dan +2 yaitu -2 < 0,901 < +2. Maka, dapat disimpulkan bahwa model regresi
dalam penelitian ini telah memenuhi asumsi autokorelasi.
b. Uji Regresi Linear Berganda
Model
Hasil Uji Regresi Linear Berganda
Koef. regresi
thitung
Signifikansi
Kontansta
58.836.262,4
1,176
0,242
Pertumbuhan Ekonomi
2.087.980,16
0,251
0,802
0,634
6,200
0,000
-13.736,818
-2,515
0,013
127,875
6,608
0,000
SiLPA
Luas Wilayah
Jumlah Penduduk
Sumber: Data Diolah, 2015
Berdasarkan tabel diatas, maka diperoleh persamaan regresi linear
berganda sebagai berikut:
Y = 58.836.262,4 + 2.087.980,16X1 + 0,634X2 – 13.736,818X3 + 127,875X4
Berdasarkan persamaan regresi linear berganda tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut:
α = 58.836.262,4, artinya apabila semua variabel independen (pertumbuhan
ekonomi, SiLPA, luas wilayah dan jumlah penduduk) dianggap konstan
maka belanja modal tiap daerah sebesar Rp 58.836.262,4.
β1 = 2.087.980,16, menunjukkan bahwa variabel Perumbuhan Ekonomi
berpengaruh positif terhadap Belanja Modal, artinya apabila Pertumbuhan
Ekonomi mengalami kenaikan 1% maka belanja modal akan meningkat
sebesar Rp 2.087.980,16. Dengan menganggap variabel lainnya konstan.
β2 = 0,634, menunjukkan bahwa variabel Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran
(SiLPA) berpengaruh positif terhadap Belannja Modal, artinya apabila Sisa
Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) mengalami kenaikan sebesar Rp 1,
maka Belanja Modal akan meningkat sebesar Rp 0,634. Dengan
menganggap variabel lainnya konstan.
β3 = -13.736,818, menunjukkan bahwa variabel Luas Wilayah berpengaruh
negatif terhadap Belanja Modal, artinya apabila Luas Wilayah mengalami
kenaikan sebesar 1 km2 maka Belanja Modal akan turun sebesar Rp
13.736,818. Dengan menganggap variabel lainnya konstan. Daerah Otonom
yang memiliki wilayah yang luas cenderung timbul masalah ketimpangan
atau kesenjangan dalam pemerataan pembangunan, hal ini dikarenakan ada
daerah-daerah yang tidak dapat dijangkau oleh pemerintah daerah otonom,
sehingga sulit bagi pemerintah daerah otonom untuk menentukan besarnya
alokasi belanja modal dalam rangka pemerataan pembangunan di daerah
yang menjadi kewenangannya.
β4 = 127,875, menujukkan bahwa variabel Jumlah Penduduk berpengaruh positif
terhadap Belanja Modal, artinya apabila Jumlah Penduduk mengalami
kenaikan 1 orang maka Belanja Modal akan meningkat sebesar Rp 127,875.
Dengan menganggap variabel lainnya konstan.
c. Uji Hipotesis
1) Uji t
Hasil Uji t
t hitung Sig.
0,251 0,802
6,200 0,000
-2,515 0,013
6,606 0,000
Keterangan
Variabel
Pertumbuhan Ekonomi
H0 Diterima
SiLPA
H0 Ditolak
Luas Wilayah
H0 Ditolak
Jumlah Penduduk
H0 Ditolak
Sumber : Data Diolah, 2015.
Berdasarkan hasil uji statistik pada tabel IV.7, maka dapat disimpulkan
masing-masing pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen
dalam penelitian ini sebagai berikut:
a) Pertumbuhan Ekonomi memperoleh nilai signifikansi (sig.) lebih besar
dari taraf signifikansi 5%, yaitu 0,802 > 0,05, sehingga H0 diterima dan
H1 ditolak. Maka, dapat disimpulkan bahwa, pertumbuhan ekonomi tidak
berpengaruh signifikan terhadap belanja modal.
b) Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) memperoleh nilai signifikansi
(sig.) lebih kecil dari taraf signifikansi 5%, yaitu 0,000 < 0,05, sehingga
H0 ditolak dan H2 diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa, Sisa Lebih
Pembiayaan Anggaran (SiLPA) berpengaruh signifikan terhadap belanja
modal.
c) Luas wilayah memiliki nilai t negatif namun memperoleh nilai
signifikansi (sig.) lebih kecil dari taraf signifikansi 5%, yaitu 0,013 <
0,05, sehingga H0 ditolak dan H3 diterima. Maka dapat disimpulkan
bahwa luas wilayah berpengaruh signifikan terhadap belanja modal.
d) Jumlah Penduduk memperoleh nilai signifikansi (sig.) lebih kecil dari
taraf signifikansi 5%, yaitu 0,000 < 0,05, sehingga H0 ditolak dan H4
diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk berpengaruh
signifikan terhadap belanja modal.
2) Uji F
Model
df
1. Regression
100
Hasil Uji Simultan F
F
Sig.
Keputusan
39,470
H0 Ditolak
0,000
Sumber : Data Diolah, 2015
Berdasarkan tabel diatas, diperoleh nilai F sebesar 39,470 dengan nilai
signifikansi (sig.) lebih kecil dari taraf signifikansi 5%, yaitu 0,000 < 0,05.
Maka, dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima, artinya secara
simultan Pertumbuhan Ekonomi, SiLPA, Luas Wilayah, dan Jumlah
Penduduk berperngaruh signifikan terhadap Belanja Modal.
3) Uji R2
Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)
Model
R
R Square Adjusted R
Std. Error Of
Square
the Estimate
1. Regression 0,782
0,612
Sumber : Data Diolah, 2015
0,597
67487729,0
Berdasarkan hasil uji R2 pada tabel diatas diperoleh nilai adjusted R
square sebesar 0,597, sehingga diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar
59,7% (0,597 x 100%). Maka, dapat disimpulkan bahwa kemampuan variabel
pertumbuhan ekonomi, SiLPA, luas wilayah dan jumlah penduduk dalam
menjelaskan variabel belanja modal sebesar 59,7%. Dan sisanya 40,3%
dijelaskan oleh variabel independen lain diluar dari penelitian ini seperti
pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus.
E. PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap Belanja
Modal;
b. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) berpengaruh positif dan signifikan
terhadap Belanja Modal;
c. Luas Wilayah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Belanja Modal;
d. Jumlah Penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja Modal; dan
e. Pertumbuhan Ekonomi, Sisa Lebih Pembiayaan (SiLPA), Luas Wilayah dan
Jumlah Penduduk secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Belanja
Modal.
2. Keterbatasan Penelitian
a. Sampel dalam penelitian ini terbatas pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa
Tengah sehingga tidak dapat melihat kecenderungan diluar Kabupaten/ Kota
Provinsi Jawa Tengah;
b. Penelitian ini hanya mengambil empat variabel independen sehingga hasil
penelitian ini belum dapat menjelaskan semua variabel yang mempengaruhi
belanja modal; dan
c. Penelitian ini hanya dilakukan untuk selama periode tiga tahun, yaitu 2012-2014.
Hal ini disebabkan karena kertebatasan akses perolehan data.
3. Saran
a. Bagi Pemerintah Daerah
1) Pertumbuhan ekonomi di Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota di Provinsi
Jawa Tengah sebaiknya lebih ditingkatkan lagi agar alokasi anggaran belanja
modal lebih besar sehingga dapat memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana
serta pemerataan pembangunan.
2) Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota di Provinsi Jawa Tengah sebaiknya
lebih mengoptimalkan potensi ekonomi lokalnya untuk menambah
penerimaan daerah sehingga tercipta kemandirian daerah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluarannya sehingga pada akhirnya ketergantungan pada
Pemerintah Pusat bisa dikurangi.
b. Bagi Penelitian Selanjutnya
1) Bagi penelitian selanjutnya disarankan untuk memperbanyak sensus yang
digunakan agar hasilnya lebih representatif terhadap populasi yang dipilih,
dan mengambil sampel selain Kabupaten/Kota Provinsi Tengah.
2) Variabel yang akan digunakan dalam penelitian mendatang, diharapkan lebih
lengkap dan bervariasi dengan menambah variabel ukuran atau jenis - jenis
penerimaan pemerintah daerah lainya, maupun variabel variabel non
keuangan seperti kebijakan pemerintah dan kondisi makro ekonomi.
3) Periode waktu penelitian hendaknya lebih diperpanjang sehingga dapat
diketahui lebih jauh lagi kecenderungan dalam jangka panjang.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah. 2013. Defisit/Surplus dan SiLPA Dalam Anggaran Daerah.
Adisasmita. 2005. Dasar-Dasar Ekonomi Wilayah. Penerbit Graha Ilmu. Yogyakarta
Adiwiyana, Priya. 2011. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana
Alokasi Umum terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal.Skripsi. Universitas
Diponegoro. Semarang.
Ardhini.2011. Pengaruh Rasio Keuangan Daerah terhadap Belanja Modal untuk Pelayanan
Publik Dalam Prespektif Teori Keagenan (Studi pada Kabupaten dan Kota di Jawa
Tengah).Skripsi U niversitas. Semarang.
Arsyad. 1999. Ekonomi Pembangunan. STIE YKPN. Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik (BPS). Luas Wilayah Kabupaten/ Kota Provinsi Jawa Tengah 2012-2014.
Bagus Setya Budi, 2013. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Belanja
Modal.Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.Yogyakarta.
Balitbang Provinsi NTT. 2008. Analisis Tentang Tingkat Efisiensi Dan Efektivitas Pengeluaran
Pemerintah Terhadap Pembangunan Daerah di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jurnal
Litbang NTT. IV-03.
Boediono. 1999. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Yogyakarta. (1999:2)
Darwanto, Yulia Yustikasari. 2007. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum,
dan Pertumbuhan Ekonom Terhadap Belanja Modal.
Halim, Abdul. 2004. Akuntansi Keuangan Daerah. Salemba Empat. Jakarta.
Ida, Mentayani Rusmanto. 2013. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Terhadap Belanja Modal Pada Kota Dan Kabupaten
Di Pulau Kalimantan. Jurnal Investasi Vol. 9 No. 2 Desember 2013.
Jayirah, Ainun. 2014. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli
Daerah, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, dan Luas Wilayah Terhadap Belanja Modal.
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta
Purnama, Arif. 2014. Pengaruh Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, Sisa Lebih
Pembiayaan Anggaran, dan Luas Wilayah Terhadap Belanja Modal. Universtas
Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Joulfaian, D & R. Mookerjee. 1990. The Interporal Relationship Between State and Local
Government Revenues and Expenditures.Evidence from OECD countries.
Keefer, Philip & Stuti Kemani. 2003. The Political Economy of Publick Expenditure.
Background paper for WDR 2004: Making Service Work For Poor People.The World
Bank.
Kusnandar, Dodik Siswantoro. 2012. Pengaruh Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah,
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas Wilayah terhadap Belanja Modal.
Universitas Indonesia. Jakarta.
Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen keuangan daerah. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Meianto Edi, Betri, Cherry Dhia Wenny. Pengaruh Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli
Daerah, dan Luas Wilayah Terhadap Belanja Modal pada Kabupaten/ Kota di Provinsi
Sumatra Selata. STIE Multi Data. Palembang.
ANGGARAN (SiLPA), LUAS WILAYAH, DAN JUMLAH PENDUDUK
TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN/ KOTA
DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2012-2014
Rindarsih
STIE Adi Unggul Bhirawa Surakarta
Email: [email protected]
ABSTRACT
The purposes of this research it to identify the effect of economic growth, the financing surplus
budget, area and population of the capital expenditures in the District / City in Central Java
province in the period 2012-2014.
The data in this research is secondary data. The data collection is done with the literature study
and documentation. The data used in this study were 105 drawn from the data 35 District / City
of Central Java province in 2012-2014. Analysis used in this research is descriptive statistics test,
classic assumption test, multiple linear regression analysis, and hypothesis testing that includes t
test, F test, and R2 test.
The research proves that economic growth, the financing surplus budget, and the total population
and a significant positive effect on capital spending, and negatively affect the area of capital
expenditure. T test results showed economic growth and no significant effect on capital
spending. Financing surplus budget, area, and population significant effect on capital spending. F
test results showed that simultaneous economic growth, the financing surplus budget, area and
population significant effect on capital spending. R2 test results showed that the economic
growth, the financing surplus budget, area and population are able to explain the capital
expenditure by 59.7%, while the remaining 40.3% is explained by other variables outside the
research.
Keywords : economic growth, the financing surplus budgets, the area, the total population,
capital expenditure
A. PENDAHULUAN
Pengelolaan pemerintah daerah, baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten
dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang (UU) No.
22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 yang mengatur tentang otonomi daerah dan
desentralisasi fiskal.
Proses pelaksanaan desentralisasi fiskal menunjukkan bahwa potensi pemerintah
daerah antara satu dengan daerah yang lain bisa jadi sangat beragam. Pemberian otonomi
yang lebih besar akan memberikan dampak yang lebih besar bagi pertumbuhan ekonomi,
hal inilah yang mendorong daerah untuk mengalokasikan secara lebih efisien berbagai
potensi lokal untuk kepentingan pelayanan publik. konsekuensinya, pemerintah perlu
memberikan alokasi belanja yang lebih besar untuk tujuan ini.
Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu
negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode
tertentu. Meningkatnya angka pertumbuhan ekonomi tersebut, menunjukkan bahwa
pertumbuhan ekonomi didukung dengan tingginya pendapatan nasional yang bersumber
dari hasil pengelolaan kekayaan sumber daya alam dan potensi masing-masing provinsi
di Indonesia.
Besarnya pendapatan nasional dan laju pertumbuhan ekonomi tidak lepas dari
anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang ditetapkan pemerintah.UndangUndang No 12 tahun 2008 menjelaskan tentang pelimpahan berbagai kewenangan kepada
pemerintah daerah dan pengaturan proses-proses politik didaerah dengan memberikan
kewenangan seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban
menyelenggaran otonomi daerah daerah.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang digunakan untuk
keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah, yang dimaksud dengan
pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran
yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahuntahun anggaran berikutnya.
Peraturan Pemerintah No.58 Tahun 2005 menjelaskan bahwa SiLPA merupakan
selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode
anggaran. Sisa lebih perhitungan anggaran atau SiLPA terjadi hampir di setiap
pemerintah daerah yang ada di Indonesia.
UU No 33 Tahun 2004 juga menunjukkan bahwa luas wilayah merupakan
variabel yang mencerminkan kebutuhan atas penyediaan sarana dan prasarana per satuan
wilayah. Daerah yang memiliki wilayah luas pasti membutuhkan penyediaan sarana dan
prasarana serta infrastruktur yang lebih banyak dibandingkan daerah dengan luas wilayah
yang kecil.
Penyediaan sarana dan prasarana berdasarkan wilayah ini tidak lepas juga
kaitannya dengan penyebaran penduduk di wilayah tersebut.Semakin banyak jumlah
penduduk dalam satu wilayah maka semakin banyak prasarana dan sarana yang
disediakan Pemerintah Daerah.
Kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana merupakan dasar dalam melakukan
alokasi belanja modal. Menurut Perdirjen Perbendaharaan Nomor PER-33/PB/2008 yang
dimaksud belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan
modal yang sifatnya menambah aset tetap atau aset lainnya yang memberikan manfaat
lebih dari satu periode akuntansi. Oleh karena itu, upaya dalam meningkatkan kualitas
pelayanan publik, pemerintah daerah seharusnya mengubah komposisi belanjanya.
B. LANDASAN TEORI
1. Teori Yang Terkait
a. Anggaran Sektor Publik
Anggaran sektor publik merupakan suatu dokumen yang menggambarkan
kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi pendapatan, belanja, dan
aktivitas.
b. Belanja Modal
Belanja modal adalah komponen belanja langsung dalam anggaran
pemerintah yang menghasilkan output tertentu berupa asset tetap pemerintah
daerah seperti peralatan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya.
c. Produk Domestik Regional Bruto
Produk Domestik Regional Bruto adalah nilai barang dan jasa yang
dihasilkan dalam suatu wilayah selama setahun .PDRB merupakan indikator
untuk mengukur laju pertumbuhan ekonomi.
d. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai penjelasan mengenai
faktor-faktor apa yang menentukan kenaikan output perkapita dalam jangka
panjang.
e. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran
SiLPA merupakan salah satu sumber pembiayaan yang digunakan untuk
menutup defisit APBD akibat dari usaha peningkatan kualitas pelayanan dan
kesejahteraan masyarakat sesuai penjelasan dalam PMK No.45/PMK.02/2006.
f. Luas Wilayah
Luas wilayah merupakan salah satu variabel yang mencerminkan
kebutuhan akan penyediaan sarana dan prasana daerah sesuai dengan penjelasan
dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004.
g. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk pada suatu wilayah bisa dijadikan salah satu faktor
dalam alokasi belanja modal. Semakin banyak jumlah penduduk dalam satu
wilayah maka semakin banyak prasarana dan sarana yang disediakan Pemerintah
Daerah.
2. Kerangka Pemikiran
Bagan Kerangka Pemikiran
Pertumbuhan Ekonomi
(X1)
SiLPA
(X2)
Belanja Modal
(Y)
Jumlah Penduduk
(X4)
Luas Wilayah
(X3)
Sumber : Arif Purnama (2014), Bagus Setya Budi (2013)
3. Hipotesis
H1
: Pertumbuhan Ekonomi Berpengaruh Signifikan Terhadap Belanja Modal
: SiLPA Bepengaruh Signifikan Terhadap Belanja Modal
H2
H3
: Luas Wilayah Berpengaruh Signifikan Terhadap Belanja Modal
: Jumlah Penduduk Berpengaruh Signifikan Terhadap Belanja Modal
H4
C. METODE PENELITIAN
1. Lokasi Penelitian
Lokasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah seluruh Kabupaten / Kota Provinsi
Jawa Tengah.
2. Definisi Operasional Variabel
a. Belanja Modal
Belanja Modal merupakan belanja Pemerintah Daerah yang manfaatnya
melebihi satu anggaran dan akan menambah asset atau kekayaan daerah dan
selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin.
Belanja modal dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Belanja Modal =
Belanja Tanah + Belanja Peralatan dan Mesin +
Belanja Gedung dan Bangunan + Belanja Jalan,
Irigasi dan Jaringan + Belanja Asset Lainnya
b. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita yang terus
menerus dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi diproksi dengan Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) yang dihitung dengan rumus:
G : (PDRBt-PDBRt-1) X 100%
(PDRBt-1 )
Keterangan :
G
: Laju Pertumbuhan Ekonomi;
PDRBt : Produk Domestik Regional Bruto pada tahun t; dan
PDRBt-1 : Produk Domestik Regional Bruto pada tahun sebelumnya.
c. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran
Berdasarkan PP Nomor 71 Tahun 2010, SiLPA merupakan selisih yang
dapat ddihitung dengan membandingkan realisasi pendapatan LRA dan belanja,
serta penerimaaan dan pengeluaran pembiayaan dalam APBN/ APBD selama
satu periode anggaran. Indikator untuk mengukur SiLPA adalah:
SiLPA = Surplus/ Defisit Realisasi Anggaran + Pembiayaan Netto
d. Luas Wilayah
Luas wilayah dalam penelitian ini merupakan ukuran besarnya daerah
wewenang suatu pemerintahan yang dapat diukur dengan satuan angka.
e. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk jumlah manusia yang bertempat tinggal atau berdomisili
pada suatu wilayah atau daerah dan memiliki mata pencaharian tetap di daerah itu
serta tercatat secara sah berdasarkan peraturan yang berlaku di daerah tersebut.
3. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah 35 Kabupaten /Kota Provinsi Jawa
Tengah. Sedangkan sampel yang digunakan adalah penelitian ini adalah seluruh
populasi yaitu 35 Kabupaten/ Kota Provinsi Jawa Tengah. Sehingga teknik
pengambilan sampel yang digunakan adalah sensus sampling.
4. Jenis dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan pendekatan
kuantitatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series.
Data Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Belanja Modal diperoleh dari
APBD Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012-2014. Sedangkan,
data Pertumbuhan Ekonomi, Luas Wilayah, Jumlah Penduduk diperoleh dari Badan
Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah. Pertumbuhan ekonomi dalam penelitian ini
diproksi dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan
tahun 2000.
5. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini
terdiri dari:
a. Studi kepustakaan
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mengadakan studi penelaahan
terhadap buku, litelatur, catatan – catatan dan laporan mengenai obyek penelitian.
b. Studi dokumentasi
Teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan, mencatat, dan mengkaji
data sekunder.
6. Metode Analisis Data
a. Uji Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif adalah statistik yang berkenaan dengan bagaiman cara
mendeskripsikan, menggambarkan,atau menguraikan data sehingga mudah
dipahami. Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah pertumbuhan
ekonomi, sisa lebih pembiayaan anggaran, luas wilayah dan jumlah penduduk dan
belanja modal.
b. Uji Asumsi Klasik
1) Uji normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah distribusi data penelitian
masing-masing variabel telah menyebar secara normal. Uji normalitas dalam
penelitian ini dilakukan dengan analisis grafik dengan cara melihat grafik
Normal probability plot. Dasar pengambilan keputusan uji normalitas dengan
grafik normal probability plot apabila data (titik) menyebar disekitar garis
diagonal dan mengikuti arah garis diagonal maka data normal.
2) Uji mutikolinearitas
Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui apakah terdapat korelasi
antara variabel bebas (independen) pada model regresi. Pada model regresi
yang baik seharusnya tidak terjadi multikolinearitas. Kriteria tidak adanya
masalah multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolerance dan VIF, dimana
nilai tolerance > 0,10 dan VIF < 10,0.
3) Uji heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan varian dan residual satu pengamatan ke pengamatan
yang lain atau untuk melihat penyebaran data. Dalam menguji
heteroskedastisitas dalam penelitian ini dilakukan dengan melihat grafik
scatterplot. Apabila tidak terdapat pola tertentu dan titik-titik menyebar, maka
tidak terjadi heterokedastisitas.
4) Uji autokorelasi
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah pada suatu model regresi linear ada
korelasi antar kesalahan pengganggu pada periode satu dengan periode
sebelumya (Ghozali, 2005:92). Untuk mendeteksi masalah autokorelasi dalam
penelitian ini dengan menggunakan uji Durbin Watson (DW). Apabila nilai
D-W di antara -2 sampai +2, maka tidak ada autokorelasi.
c. Uji Regresi Linear Berganda
Analisis yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda yang
digunakan untuk melihat pengaruh pendapatan yaitu pertumbuhan ekonomi, sisa
lebih pembiayaan anggaran,luas wilayah dan jumlah penduduk terhadap belanja
modal. Persamaan hipotesis yang akan digunakan adalah:
Y= α + β1X1 + β2X2 + β3X4 + β4 X4 + e
Keterangan:
Y
= Belanja Modal (BM)
α
= Konstansta
β
= Koefisien Regresi
= Pertumbuhan Ekonomi
X1
X2
= Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran
= Luas Wilayah
X3
X4
= Jumlah Penduduk
e
= Error
d. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis penelitian ini menggunakan regresi linear berganda.
Uji hipotesis dalam penelitian ini meilputi:
1) Uji t
Uji statistik t merupakan suatu pengujian secara parsial yang bertujuan untuk
mengetahui apakah masing-masing variabel signifikan atau tidak terhadap
variabel dependen dengan menganggap variabel lainnya konstan dengan taraf
signifikansi 0,05 atau 5%, dengan ketentuan apabila nilai koef < 0,05, maka
Ho ditolak dan Ha diterima artinya secara parsial variabel indepneden
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
2) Uji F
Uji statistik F (uji simultan) digunakan untuk mengetahui apakah variabel
independen secara bersama-sama (simultan) mempunyai pengaruh pengaruh
yang signifikan terhadap variabel dependen. Dalam uji ini digunakan
hipotesis dengan taraf signifikansi 0,05 atau 5%, dengan ketentuan apabila
nilai koef < 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya secara simultan
seluruh variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel
dependen.
3) Uji R2
Koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan
model menerangkan variabel variabel independen.
Menurut Gozhali (2006), dalam mencari nilai koefisien determinasi rumus
yang digunakan adalah sebagai berikut:
KD = Adjusted R2 x 100%
Keterangan:
KD
= Nilai koefisien penentu
2
Adjusted R = Nilai koefisien korelasi
D. ANALISA DAN PEMBAHASAN
1. Gambaran Obyek Penelitian
Obyek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kabupaten dan
Kota di Provinsi Jawa Tengah. Jumlah Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Tengah
adalah 35 daerah yang terdiri dari 29 Kabupaten dan 6 Kota. Provinsi Jawa Tengah
merupakan Provinsi yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Barat, Jawa
Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Data pada penelitian ini (N) sebanyak 105, data didapatkan dari laporan
realisasi APBD Kabupaten dan Kota di Jawa Tengah tahun 2012-2014 yang
seluruhnya menyampaikan laporan kepada situs Dirjen Perimbangan Keuangan dan
data Product Domestic Regional Bruto (PDRB), Luas Wilayah dan Jumlah penduduk
dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah tahun 2012-2014.
2. Deskripsi Data
Hasil Uji Statistik Deskriptif
Pert. Ekonomi
SiLPA
Luas Wilayah
Jml. Penduduk
Belanja Modal
N
105
105
105
105
105
Minimum
2,08
0,00
18,12
119935,00
86187971
Maksimum
6,89
432324715
7777,64
1773379,00
804093758
Mean
5,3436
90085821,1
1144,9944
952924,848
233198951
Std. Dev
0,81037
74111522,65
1269,85193
405546,57448
106271258,0
Sumber : Data Diolah, 2015
Penjelasan mengenai hasil uji deskriptif pada tabel diatas, sebagai berikut:
a. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan Ekonomi memperoleh nilai minimum besar 2,08 yang terdapat di
Kabupaten Cilacap pada tahun 2012. Nilai maksimum diperoleh sebesar 6,89
terdapat di Kabupaten Banyumas tahun 2013. Sedangkan, nilai mean yang
diperoleh dalam sebesar 5,3436 dan standar deviasi sebesar 0,81037.
b. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) memperoleh nilai minimum sebesar
Rp 0 (tidak ada sisa pembiayaan) diperoleh Kabupaten Sragen pada tahun 2013.
Nilai maksimum SiLPA sebesar Rp 432.324.715 diperoleh Kota Semarang pada
tahun 2014. Sedangkan, nilai mean yang diperoleh sebesar 90.085.821,1 dan
standar deviasi sebesar 74.111.522,65.
c. Luas Wilayah
Luas Wilayah memperoleh nilai minimum sebesar 18,12 km2 terdapat di Kota
Magelang. Nilai maksimum luas wilayah yang diperoleh sebesar 7777,65 km2
terdapat didaerah Kabupaten Purbalingga. Sedangkan, nilai mean sebesar
1144,9944 dan nilai standar deviasi sebesar 1269,85193.
d. Jumlah Penduduk
Jumlah Penduduk memperoleh nilai minimum sebesar 119.935 penduduk yang
diperoleh Kota Magelang pada tahun 2013. Nilai maksimum jumlah penduduk
sebanyak 1.773.379 penduduk yang diperoleh Kabupaten Brebes tahun 2014.
Sedangkan, nilai mean diperoleh sebesar 952924,848 dan nilai standar deviasi
sebesar 405546,57448.
e. Belanja Modal
Belanja Modal memperoleh nilai minimum sebesar Rp 86.187.971 yang diperoleh
Kota Tegal pada tahun 2012. Nilai maksimum diperoleh Kota Semarang pada
tahun 2014 sebesar Rp 804.093.757. Sedangkan, nilai mean diperoleh sebesar
233198951 dengan standar deviasi sebesar 106271258,0.
3. Analisis Data dan Pembahasan
a. Uji Asumsi Klasik
1) Uji Normalitas
Hasil Uji Normalitas Dengan Normal P-Plot
Dependent Variable: Belanja Modal
1.0
Expected Cum Prob
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
Observed Cum Prob
Sumber: Data Diolah, 2015
Berdasarkan grafik normal p-plot diatas, terlihat bahwa titik-titik
menyebar dan berhimpit disekitar garis diagonal dan penyebarannya
mengikuti arah garis diagonal. Maka model regresi yang digunakan dalam
penelitian ini telah memenuhi asumsi normalitas.
2) Uji Multikolinearitas
Hasil Uji Multikolinearitas
Model
Tolerance
Pert. Ekonomi
0,966
SiLPA
0,763
Luas Wilayah
0,911
Jmlh Penduduk
0,711
Sumber: Data Diolah, 2015
VIF
1,036
1,310
1,098
1,407
Keputusan
Bebas Multikolinearitas
Bebas Multikolinearitas
Bebas Multikolinearitas
Bebas Multikolinearitas
Berdasarkan hasil output SPSS uji multikolinearitas pada tabel diatas
menunjukkan bahwa tidak ada variabel independen yang memiliki korelasi
antar variabel (multikolinearitas).
Hasil ini bisa dibuktikan pada setiap variabel independen memiliki
nilai tolerance lebih besar dari 0,10 dan nilai VIF lebih kecil dari 10,0. Maka,
dapat disimpulkan bahwa model regresi dalam penelitian ini telah memenuhi
asumsi multikolinearitas.
3) Uji Heterokedastisitas
Hasil Uji Heterokedastisitas Dengan Scatterplot
Regression Studentized Residual
Dependent Variable: Belanja Modal
4
2
0
-2
-2
-1
0
1
2
3
4
Regression Standardized Predicted Value
Sumber: Data Diolah, 2015
Berdasarkan gambar diatas menunjukkan tidak terjadi masalah
heterokedastisitas pada model regresi dalam penelitian ini. Hasil ini
dibuktikan dengan titik-titik yang menyebar dan tidak membentuk pola
tertentu. Maka, dapat disimpulkan bahwa bahwa model regresi dalam
penelitian ini telah memenuhi asumsi heterokedastisitas.
4) Uji Autokorelasi
Model
1
Hasil Uji Autokorelasi
Std. Error of the Estimate
Durbin-Watson
764478729,0
0,901
Sumber : Data Diolah, 2015
Berdasarkan tabel diatas dapat menunjukkan bahwa tidak terdapat
autokorelasi, hal ini dibuktikan dari nilai Durbin Watson berada diantara -2
dan +2 yaitu -2 < 0,901 < +2. Maka, dapat disimpulkan bahwa model regresi
dalam penelitian ini telah memenuhi asumsi autokorelasi.
b. Uji Regresi Linear Berganda
Model
Hasil Uji Regresi Linear Berganda
Koef. regresi
thitung
Signifikansi
Kontansta
58.836.262,4
1,176
0,242
Pertumbuhan Ekonomi
2.087.980,16
0,251
0,802
0,634
6,200
0,000
-13.736,818
-2,515
0,013
127,875
6,608
0,000
SiLPA
Luas Wilayah
Jumlah Penduduk
Sumber: Data Diolah, 2015
Berdasarkan tabel diatas, maka diperoleh persamaan regresi linear
berganda sebagai berikut:
Y = 58.836.262,4 + 2.087.980,16X1 + 0,634X2 – 13.736,818X3 + 127,875X4
Berdasarkan persamaan regresi linear berganda tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut:
α = 58.836.262,4, artinya apabila semua variabel independen (pertumbuhan
ekonomi, SiLPA, luas wilayah dan jumlah penduduk) dianggap konstan
maka belanja modal tiap daerah sebesar Rp 58.836.262,4.
β1 = 2.087.980,16, menunjukkan bahwa variabel Perumbuhan Ekonomi
berpengaruh positif terhadap Belanja Modal, artinya apabila Pertumbuhan
Ekonomi mengalami kenaikan 1% maka belanja modal akan meningkat
sebesar Rp 2.087.980,16. Dengan menganggap variabel lainnya konstan.
β2 = 0,634, menunjukkan bahwa variabel Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran
(SiLPA) berpengaruh positif terhadap Belannja Modal, artinya apabila Sisa
Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) mengalami kenaikan sebesar Rp 1,
maka Belanja Modal akan meningkat sebesar Rp 0,634. Dengan
menganggap variabel lainnya konstan.
β3 = -13.736,818, menunjukkan bahwa variabel Luas Wilayah berpengaruh
negatif terhadap Belanja Modal, artinya apabila Luas Wilayah mengalami
kenaikan sebesar 1 km2 maka Belanja Modal akan turun sebesar Rp
13.736,818. Dengan menganggap variabel lainnya konstan. Daerah Otonom
yang memiliki wilayah yang luas cenderung timbul masalah ketimpangan
atau kesenjangan dalam pemerataan pembangunan, hal ini dikarenakan ada
daerah-daerah yang tidak dapat dijangkau oleh pemerintah daerah otonom,
sehingga sulit bagi pemerintah daerah otonom untuk menentukan besarnya
alokasi belanja modal dalam rangka pemerataan pembangunan di daerah
yang menjadi kewenangannya.
β4 = 127,875, menujukkan bahwa variabel Jumlah Penduduk berpengaruh positif
terhadap Belanja Modal, artinya apabila Jumlah Penduduk mengalami
kenaikan 1 orang maka Belanja Modal akan meningkat sebesar Rp 127,875.
Dengan menganggap variabel lainnya konstan.
c. Uji Hipotesis
1) Uji t
Hasil Uji t
t hitung Sig.
0,251 0,802
6,200 0,000
-2,515 0,013
6,606 0,000
Keterangan
Variabel
Pertumbuhan Ekonomi
H0 Diterima
SiLPA
H0 Ditolak
Luas Wilayah
H0 Ditolak
Jumlah Penduduk
H0 Ditolak
Sumber : Data Diolah, 2015.
Berdasarkan hasil uji statistik pada tabel IV.7, maka dapat disimpulkan
masing-masing pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen
dalam penelitian ini sebagai berikut:
a) Pertumbuhan Ekonomi memperoleh nilai signifikansi (sig.) lebih besar
dari taraf signifikansi 5%, yaitu 0,802 > 0,05, sehingga H0 diterima dan
H1 ditolak. Maka, dapat disimpulkan bahwa, pertumbuhan ekonomi tidak
berpengaruh signifikan terhadap belanja modal.
b) Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) memperoleh nilai signifikansi
(sig.) lebih kecil dari taraf signifikansi 5%, yaitu 0,000 < 0,05, sehingga
H0 ditolak dan H2 diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa, Sisa Lebih
Pembiayaan Anggaran (SiLPA) berpengaruh signifikan terhadap belanja
modal.
c) Luas wilayah memiliki nilai t negatif namun memperoleh nilai
signifikansi (sig.) lebih kecil dari taraf signifikansi 5%, yaitu 0,013 <
0,05, sehingga H0 ditolak dan H3 diterima. Maka dapat disimpulkan
bahwa luas wilayah berpengaruh signifikan terhadap belanja modal.
d) Jumlah Penduduk memperoleh nilai signifikansi (sig.) lebih kecil dari
taraf signifikansi 5%, yaitu 0,000 < 0,05, sehingga H0 ditolak dan H4
diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk berpengaruh
signifikan terhadap belanja modal.
2) Uji F
Model
df
1. Regression
100
Hasil Uji Simultan F
F
Sig.
Keputusan
39,470
H0 Ditolak
0,000
Sumber : Data Diolah, 2015
Berdasarkan tabel diatas, diperoleh nilai F sebesar 39,470 dengan nilai
signifikansi (sig.) lebih kecil dari taraf signifikansi 5%, yaitu 0,000 < 0,05.
Maka, dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima, artinya secara
simultan Pertumbuhan Ekonomi, SiLPA, Luas Wilayah, dan Jumlah
Penduduk berperngaruh signifikan terhadap Belanja Modal.
3) Uji R2
Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)
Model
R
R Square Adjusted R
Std. Error Of
Square
the Estimate
1. Regression 0,782
0,612
Sumber : Data Diolah, 2015
0,597
67487729,0
Berdasarkan hasil uji R2 pada tabel diatas diperoleh nilai adjusted R
square sebesar 0,597, sehingga diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar
59,7% (0,597 x 100%). Maka, dapat disimpulkan bahwa kemampuan variabel
pertumbuhan ekonomi, SiLPA, luas wilayah dan jumlah penduduk dalam
menjelaskan variabel belanja modal sebesar 59,7%. Dan sisanya 40,3%
dijelaskan oleh variabel independen lain diluar dari penelitian ini seperti
pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus.
E. PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap Belanja
Modal;
b. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) berpengaruh positif dan signifikan
terhadap Belanja Modal;
c. Luas Wilayah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Belanja Modal;
d. Jumlah Penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja Modal; dan
e. Pertumbuhan Ekonomi, Sisa Lebih Pembiayaan (SiLPA), Luas Wilayah dan
Jumlah Penduduk secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Belanja
Modal.
2. Keterbatasan Penelitian
a. Sampel dalam penelitian ini terbatas pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa
Tengah sehingga tidak dapat melihat kecenderungan diluar Kabupaten/ Kota
Provinsi Jawa Tengah;
b. Penelitian ini hanya mengambil empat variabel independen sehingga hasil
penelitian ini belum dapat menjelaskan semua variabel yang mempengaruhi
belanja modal; dan
c. Penelitian ini hanya dilakukan untuk selama periode tiga tahun, yaitu 2012-2014.
Hal ini disebabkan karena kertebatasan akses perolehan data.
3. Saran
a. Bagi Pemerintah Daerah
1) Pertumbuhan ekonomi di Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota di Provinsi
Jawa Tengah sebaiknya lebih ditingkatkan lagi agar alokasi anggaran belanja
modal lebih besar sehingga dapat memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana
serta pemerataan pembangunan.
2) Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota di Provinsi Jawa Tengah sebaiknya
lebih mengoptimalkan potensi ekonomi lokalnya untuk menambah
penerimaan daerah sehingga tercipta kemandirian daerah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluarannya sehingga pada akhirnya ketergantungan pada
Pemerintah Pusat bisa dikurangi.
b. Bagi Penelitian Selanjutnya
1) Bagi penelitian selanjutnya disarankan untuk memperbanyak sensus yang
digunakan agar hasilnya lebih representatif terhadap populasi yang dipilih,
dan mengambil sampel selain Kabupaten/Kota Provinsi Tengah.
2) Variabel yang akan digunakan dalam penelitian mendatang, diharapkan lebih
lengkap dan bervariasi dengan menambah variabel ukuran atau jenis - jenis
penerimaan pemerintah daerah lainya, maupun variabel variabel non
keuangan seperti kebijakan pemerintah dan kondisi makro ekonomi.
3) Periode waktu penelitian hendaknya lebih diperpanjang sehingga dapat
diketahui lebih jauh lagi kecenderungan dalam jangka panjang.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah. 2013. Defisit/Surplus dan SiLPA Dalam Anggaran Daerah.
Adisasmita. 2005. Dasar-Dasar Ekonomi Wilayah. Penerbit Graha Ilmu. Yogyakarta
Adiwiyana, Priya. 2011. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana
Alokasi Umum terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal.Skripsi. Universitas
Diponegoro. Semarang.
Ardhini.2011. Pengaruh Rasio Keuangan Daerah terhadap Belanja Modal untuk Pelayanan
Publik Dalam Prespektif Teori Keagenan (Studi pada Kabupaten dan Kota di Jawa
Tengah).Skripsi U niversitas. Semarang.
Arsyad. 1999. Ekonomi Pembangunan. STIE YKPN. Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik (BPS). Luas Wilayah Kabupaten/ Kota Provinsi Jawa Tengah 2012-2014.
Bagus Setya Budi, 2013. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Belanja
Modal.Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.Yogyakarta.
Balitbang Provinsi NTT. 2008. Analisis Tentang Tingkat Efisiensi Dan Efektivitas Pengeluaran
Pemerintah Terhadap Pembangunan Daerah di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jurnal
Litbang NTT. IV-03.
Boediono. 1999. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Yogyakarta. (1999:2)
Darwanto, Yulia Yustikasari. 2007. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum,
dan Pertumbuhan Ekonom Terhadap Belanja Modal.
Halim, Abdul. 2004. Akuntansi Keuangan Daerah. Salemba Empat. Jakarta.
Ida, Mentayani Rusmanto. 2013. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Terhadap Belanja Modal Pada Kota Dan Kabupaten
Di Pulau Kalimantan. Jurnal Investasi Vol. 9 No. 2 Desember 2013.
Jayirah, Ainun. 2014. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli
Daerah, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, dan Luas Wilayah Terhadap Belanja Modal.
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta
Purnama, Arif. 2014. Pengaruh Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, Sisa Lebih
Pembiayaan Anggaran, dan Luas Wilayah Terhadap Belanja Modal. Universtas
Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Joulfaian, D & R. Mookerjee. 1990. The Interporal Relationship Between State and Local
Government Revenues and Expenditures.Evidence from OECD countries.
Keefer, Philip & Stuti Kemani. 2003. The Political Economy of Publick Expenditure.
Background paper for WDR 2004: Making Service Work For Poor People.The World
Bank.
Kusnandar, Dodik Siswantoro. 2012. Pengaruh Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah,
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas Wilayah terhadap Belanja Modal.
Universitas Indonesia. Jakarta.
Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen keuangan daerah. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Meianto Edi, Betri, Cherry Dhia Wenny. Pengaruh Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli
Daerah, dan Luas Wilayah Terhadap Belanja Modal pada Kabupaten/ Kota di Provinsi
Sumatra Selata. STIE Multi Data. Palembang.