makalah pkn tentang pilitik Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem politik pada suatu negara terkadang bersifat relatif, hal ini
dipengaruhi oleh elemen-elemen yang membentuk sistem tersebut. Juga faktor
sejarah dalam perpolitikan di suatu negara. Pengaruh sistem politik negara lain
juga turut memberi kontribusi pada pembentukan sistem politik disuatu
negara. Seperti halnya sistem politik di Indonesia, seiring dengan waktu,
sistem politik di Indonesia selalu mengalami perubahan.
Indonesia merupakan bagian dari sistem politik dunia, dimana sistem
politik Indonesia akan berpengaruh pada sistem politik negara tetangga
maupun dalam cakupan lebih luas. Struktur kelembagaan atau institusi khas
Indonesia akan terus berinteraksi secara dinamis, saling mempengaruhi,
sehingga melahirkan sistem politik hanya dimiliki oleh Indonesia. Namun
demikian, kekhasan sistem politik Indonesia belum dapat dikatakan unggul
bila kemampuan positif struktur dan fungsinya belum diperhitungkan sistem
politik negara lain.
Salah satu syarat penting dalam memahami bagaimana sistem politik
Indonesia adalah melalui pengembangan wawasan dengan melibatkan
institusiinstitusi nasional dan internasional. Artinya lingkungan internal dan
eksternal sebagai batasan dari suatu sistem politik Indonesia harus dipahami
terlebih dahulu.
B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan tentang definisi politik.
2. Menjelaskan tentang fungsi dan peranan politik di Indonesia.
3. Menjelaskan tentang Perkembangan Politik di Indonesia
4. Menjelaskan ciri-ciri sistem politik
1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian politik.
2. Mengetahui sistem, fungsi, dan peranan politi di Indonesia
3. Mengetahui perkembangan politik di Indonesia
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi politik
Politik adalah proses pembagian dan pembentukan kekuasaan dalam
masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan,
khususnya dalam Negara.
Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional
maupun konstitusional
Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda,
yaitu antara lain:
politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan
kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)
politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan
negara
Politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan
mempertahankan kekuasaan di masyarakat
politik
adalah
segala
sesuatu
tentang
proses
perumusan
dan
pelaksanaan kebijakan publik.
B. Fungsi Politik di Indonesia
1. Fungsi Sosialisasi Politik
Sosialisasi Politik merupakan suatu cara untuk memperkenalkan nilainilai politik, sikap-sikap dan etika politik yang berlaku atau yang dianut
oleh suatu negara. Pembentukan sikap-sikap politik atau untuk membentuk
suatu sikap dan keyakinan politik dibutuhkan waktu yang panjang melalui
proses yang berlangsung tanpa henti. Menurut Gabriel Almound, dalam
Sosialisasi Politik, terdapat dua hal yang penting, yaitu : Sosialisasi Politik
berjalan terus menerus selama hidup seseorang. Sikap-sikap dan nilai-nilai
yang didapatkan dan terbentuk pada masa kanak-kanak akan selalu
disesuaikan atau akan diperkuat sementara ia mengalami berbagai
3
pengalaman sosial. Pendidikan sekolah, pengalaman keluarga dan
pengaruh pergaulan berperan dalam memperkuat keyakinan tetapi dapat
pula mengubahnya secara drastis.
Sosialisasi Politik dapat berwujud transmisi dan pengajaran. Artinya
dalam sosialisasi itu terjadi interaksi antara suatu sikap dan keyakinan
politik yang dimiliki oleh generasi tua terhadap generasi muda yang
cenderung masih flesibel menerima pengaruh ajaran. Transmisi dan
pengajaran tersebut dapat berwujud : interaksi langsung yaitu berupa
pengajaran formal ataupun doktrinasi suatu suatu ideologi.
Contoh, pengajaran mata kuliah Pancasila di perguruan tinggi.
Interaksi tak langsung, yang sangat erat pengaruhnya pada masa kanakkanak, di mana berkembang sifat penurut atau sikap pembangkangan
terhadap orang tua, guru atau teman yang mempengaruhi sikapnya di masa
dewasa terhadap pemimpin politiknya dan terhadap sesama warga negara.
Misalnya ketika masa kanak-kanak, pengalaman yang didapatkannya
adalah terjadinya perpecahan keluarga dan otoriter orang tua. Kondisi dan
pengalaman seperti itu melahirkan suatu kebencian, sehingga ketika terjadi
suatu kondisi dalam negara yang sifatnya dapat disamakan dengan
keadaan dan pengalaman masa kecilnya, akan melahirkan pula kebencian
yang diwujudkan dalam partisipasi politik ilegal seperti demonstrasi,
oposisi dan gerakan subversif. Sosialisasi politik dijalankan melalui
bermacam-macam lembaga antara lain: keluarga, sekolah, kelompok
pergaulan, pekerjaan dan media massa.
2. Fungsi Rekrutmen Politik
Rekrutmen Politik adalah suatu proses seleksi atau rekrutmen
anggota-anggota kelompok untuk mewakili kelompoknya dalam jabatanjabatan administratif maupun politik. Setiap sistem politik memiliki sistem
atau prosedur-prosedur rekrutmen yang berbeda. Anggota kelompok yang
rekrut/diseleksi adalah yang memiliki suatu kemampuan atau bakat yang
sangat dibutuhkan untuk suatu jabatan atau fungsi politik. Setiap partai
politik memiliki pola rekrutmen yang berbeda. Pola perekrutan anggota
4
partai disesuaikan dengan sistem politik yang dianutnya. Di Indonesia,
perekrutan politik berlangsung melalui pemilu setelah setiap calon peserta
yang diusulkan oleh partainya diseleksi secara ketat oleh suatu badan
resmi. Seleksi ini dimulai dari seleksi administratif, penelitian khusus
(litsus) yaitu menyangkut kesetiaan pada ideologi negara.
3. Fungsi Komunikasi Politik
Komunikasi Politik adalah salah satu fungsi yang dijalankan oleh
partai poltik dengan segala struktur yang tersedia, mengadakan
komunikasi informasi, isu dan gagasan politik. Media-media massa
banyak berperan sebagai alat komunikasi politik dan membentuk
kebudayaan politik. Partai politik menjalankan fungsi sebagai alat
mengkomunikasikan pandangan dan prinsip-prinsip partai, program kerja
partai, gagasan partai dan sebagainya. Agar anggota partai dapat
mengetahui prinsip partai, program kerja partai atau pun gagasan partainya
untuk menciptakan ikatan moral pada partainya, komunikasi politik seperti
ini menggunakan media partai itu sendiri atau media massa yang
mendukungnya.
Sistem komunikasi politik di Indonesia dikembangkan dengan dasar
komunikasi yang bebas dan bertanggung jawab. Setiap media massa bebas
memberitakan suatu hal selama tidak bertentangan dengan aturan yang
berlaku, tidak membahayakan kepentingan negara dan masyarakat. Di
samping itu media massa juga berfungsi menyuarakan suara pembangunan
dan program-program kerja pemerintah, menyuarakan ide-ide politik,
membina tumbuhnya kebudayaan politik kemudian memelihara dan
mewariskannya pada generasi pelanjut.
4. Fungsi Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial adalah demensi vertical dari struktur social
masyarakat, dalam artian melihat perbedaan masyarakat berdasarkan
pelapisan yang ada, apakah berlapis-lapis secara vertical dan apakah
pelapisan tersebut terbuka atau tertutup. Soerjono Soekanto (1981::133),
menyatakan social stratification adalah pembedaan penduduk atau
5
masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat atau system berlapislapis dalam masyarakat. Stratifikasi sosial merupakan konsep sosiologi,
dalam artian kita tidak akan menemukan masyararakat seperti kue lapis;
tetapi pelapisan adalah suatu konsep untuk menyatakan bahwa masyarakat
dapat dibedakan secara vertical menjadi kelas atas, kelas menengah dan
kelas bawah berdasarkan criteria tertentu.
Pendapat di atas merupakan suatu penggambaran bahwa stratifikasi
sosial sebagai gejala yang universal, artinya dalam setiap masyarakat
bagaimanapun juga keberadaanya pasti akan di dapatkan pelapisan social
tersebut. Apa yang dikemukakan Aristoteles. Karl Marx adalah salah satu
bukti adanya stratifikasi sosial dalam masyarakat yang sederhana
sekalipun. Kriteria jenis kekayaan dan juga profesi pekerjaan merupakan
criteria yang sederhana, sekaligus menyatakan bahwa dalam masyarakat
kita tidak akan menemukan masyarakat tanpa kelas. Perkembangan
masyarakat selanjutnya menuju masyarakat yang semakin modern dan
kompleks, stratifikasi sosial yang terjadi dalam masyarakat akan semakin
banyak. Mengapa terjadi stratisikasi social uraian berikut ini akan
menjelaskannya.
Menurut Soerjono Sokanto (1981 : 133) Selama dalam suatu
masyatrakat ada sesuatu yang dihargai dan setiap masyarakat mempunyai
sesuatu yang dihargainya, maka barang sesuatu itu akan menjadi bibit
yang dapat menimbulkan adanya system berlapis-lapis yang ada dalam
masyarakat itu. Barang sesuatu yang dihargai di dalam masyarakat itu
mungkin berupa uang atau benda-benda yang bernilai ekonomis, mungkin
juga berupa tanah, kekuasan, ilmu pengetahuan, kesalehan dalam agama
atau mungkin juga keturunan dari keluarga yang terhormat. Terjadinya
stratifikasi sosial dalam masyarakat dikarenakan sesuatu yang dihargai
dalam masyarakat jumlahnya terbatas, akibatnya distribusinya di dalam
masyarakat tidaklah merata.
6
C. Ciri-ciri umum Sistem politik
Sistem politik baik modern maupun primitif memiliki ciri-ciri
tertentu Almond dalam The Politics of Developing Areas, mengatakan ada 4
(empat) ciri dalam sistem politik, yaitu:
a. Semua sistem politik temasuk yang paling sederhana mempunyai
kebudayaan politik dalam pengertian bahwa masyarakat yang paling
sederhana pun mempunyai tipe struktur
b. Semua sistem politik menjalankan fungsi-fungsi yang sama walaupun
tingkatnya berbeda-beda yang ditimbulkan karena perbedaan struktuk.
c. Semua struktur politik walaupun dispesifikasikan dengan berbagai unsur
baik itu pada masyarakat primitif maupun pada masyarakat modern
melaksanakan banyak fungsi.
d. Semua
sistem
politik
adalah sistem
campuran dalam
pengertian
kebudayaan.
D. Macam-Macam Sistem Politik
1) Almond dan Powell membagi 3 (tiga) kategori sistem politik yakni:
Sistem-sistem pimitif yang intermittent (bekerja dengan sebentarsebentar istirahat). Sistem politik ini sangat kecil kemungkinannya
untuk merubah peranan menjadi terspesialisasi atau lebih otonom.
Sistem ini lebih mencerminkan suatu kebudayaan yang samar-samar
dan bersifat keagamaan (parachiale)
Sistem-sistem tradisional dengan struktur-struktur bersifat pemerintah
politik yang berbeda-beda dan suatu kebudayaan “subjek”.
Sistem-sistem modern dimana struktur-struktur politik yang berbedabeda (partai-partai politik, kelompok-kelompok kepentingan, dan media
massa). Berkembang dan mencerminkan aktivitas budaya politik
“participant”.
7
2) Alfian mengklasifikasikan sistem politik menjadi 4 (empat) tipe, yakni:
Sistem politik otoriter/totaliter
Sistem politik anarki
Sistem politik demokrasi
Sistem politik demokrasi dalam trans Sistem politik
3) Menurut Ramlan Surbakti, mengklasifikasikan sistem politik dengan 4
(empat) macam kriteria, yakni:
Sistem politik otokrasi tradisional
Sistem politik totaliter
Sistem politik demorasi
Sistem politik negara berkembang
E. Peranan Politik di Indonesia
1. Fungsi perumusan kepentingan
Yaitu fungsi menyusun dan mengungkapkan tuntutan politik dalam
suatu negara. Orang per orang atau kelompok-kelompok dalam sayarakat
harus menentukan apa yang menjadi kepentingan mereka, atau apa yang
ingin mereka dapatkan dari negara/ politik. Fungsi ini seharusnya terutama
dijalankan oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau kelompokkelompok kepentingan.
2. Fungsi pemaduan kepentingan
Yaitu fungsi menyatupadukan tuntutan-tuntutan politik dari berbagai
pihak dalam suatu negara dan mewujudnyatakannya ke dalam berbagai
alternatif kebijakan. Pihak yang paling bertanggungjawab untuk
memadukan kepentingan adalah partai politik. Namun demikian, proses
pemaduan kepentingan juga terjadi di lembaga-lembaga legislatif dan
eksekutif.
3. Fungsi pembuatan kebijakan umum
Yaitu fungsi untuk mempertimbangkan berbagai alternatif kebijakan
yang diusulkan oleh partai politik dan pihak-pihak lain, untuk dipilih salah
satu di antaranya sebagai satu kebijakan pemerintahan. Pelaku fungsi ini
8
adalah lembaga legislatif dan eksekutif (pembuatan undang-undang) atau
lembaga eksekutif sendiri (pembuatan peraturan pemerintah).
4. Fungsi penerapan kebijakan
Yaitu fungsi melaksanakan berbagai kebijakan yang telah ditetapkan
oleh pihak yang berwenang. Pelaksana kebijakan pemerintah adalah aparat
birokrasi pemerintah di bawah pimpinan pejabat eksekutif.
5. Fungsi pengawasan pelaksanaan kebijakan
Yaitu fungsi mengadili pelanggar hukum. Pelaku peran untuk
mengadili adalah lembaga peradilan, yakni Mahkamah Agung beserta
lembaga peradilan di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungan perdilan militer, dan lingkungan
peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi
F. Infrastruktur Dan Suprastruktur Politik Di Indonesia
1. Infrastruktur politik.
Didalam suatu kehidupan politik rakyat (the social political sphere),
akan selalu ada keterkaitan atau keterhubungan dengan kelompokkelompok lain kedalam berbagai macam golongan yang biasanya “kekuatan
sosial politik masyarakat”. Kelompokm masyarakat tersebut yang
merupakan kekuatan politik di dalam masyarakat, disebut “infrastruktur
politik” berdasarkan teori politik, infrastruktur politik mencapai 5 unsur
atau komponen sebagai berikut:
2. Partai Politik (political party) di Indonesia
Perjalanan sejarah kehidupan partai politik di Indonesia secara garis
besarnya dapat dijelaskan sebagai berikut:
Masa pra kemerdekaan
Masa pasca kemerdekaan (tahun 1945-1965)
Masa orde baru (tahun 1966-1998)
Masa/era reformasi tahun 1999 s/d sekarang
9
3. Kelompok kepentingan (interest group)
Menurut Gabriel
A.
Almond, kelompok
kepentingan
dapat
diidentifikasi ke dalam jenis-jenis kelompok sebagai berikut:
Kelompok anomik
Kelompok non-asosiasional
Kelompok institusional
Kelompok asosiasional
Kelompok kepentingan pada negara totaliter (partai tunggal) pada
umumnya dianut oleh negara komunis (Rusia, RRC, Vietnam, Korea
Utara, Kuba, dan lain-lain). David Lane, (seorang analis politik)
mengidentifikasikan 5 (lima) kategori kelompok kepentingan di Uni
Soviet (Rusia), yaitu:
1) Elite politik, seperti anggota-anggota politbiro.
2) Kelompok- Kelompok institusional, seperti serikat-serikat dagang
3) Kelompok-kelompok pembangkang yang setia, seperti para dokter
dan guru
4) Pengelompokkan-pengelompokkan sosial yang tidak terorganisir
dalam suatu kesatuan, yang bukan merupakan bagian dari aparat
Soviet (Rusia), atau yang mempunyai jarak dengan rezim penguasa,
seperti kelompok intelektual yang menentang rezim atau anggota
sekte-sekte keagamaan tertentu.
3. Kelompok Penekan (pressure group)
Kelompok penekan dapat terhimpun dalam beberapa asosiasi yang
mempunyai kepentingan sama, antara lain:
1) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
2) Organisasi-organisasi sosial keagamaan
3) Organisasi Kepemudaa
4) Organisasi Lingkungan Hidup
5) Organisasi pembela Hukum dan HAM
6) Yayasan atau Badan hukum lainnya.
10
4. Media Komunikasi (political communication media)
Media komunikasi politik merupakan salah satu instrumen politik
yang dapat berfungsi untuk menyampaikan informasi dan persuasi
mengenai politik baik dari pemerintah kepada masyarakat maupun
sebaliknya.
5. Tokoh politik (political/figure)
Menurut Laster G. Seligman, proses pengangkatan tokoh-tokoh
politik akan berkaitan dengan beberapa aspek, yakni:
1) Legiitimasi elit politik
2) Masalah kekuasaan
3) Representativitas elit politik
4) Hubungan antara pengangkatan tokoh-tokoh politik dengan perubahan
politik.
6. Suprastruktur Politik
Suprastruktur politik (elit pemerintah) merupakan mesin politik resmi
di suatu negara sebagai penggerak politik formal. Dalam perkembangan
ketatanegaraan modern, pada umumnya elit politik pemerintah dibagi
dalam
kekuasaan
eksekutif
(pelaksana
undang-undang),
legislatif
(pembuat undang-undang), dan yudikatif (yang mengadili pelanggaran
undang-undang) dengan sistem pembagian kekuasaan atau pemisahan
kekuasaan.
Untuk terciptanya dan mantapnya kondisi politik negara, suprastruktur
politik harus memperoleh dukungan dari infrastruktur politik yang mantap
pula. Dengan demikian berarti bahwa sistem politik dan juga mekanisme
pemerintah (government mechanism). Dapat memenuhu fungsinya,
manakala:
a. Sistem politik mampu mempertahankan pola, dalam arti dapat
mempertahankan tata cara, kebiasaan-kebiasaan, norma-norma, dan
prosedur-prosedur yang berlaku.
b. Sistem politik mampu menyelesaikan ketegangan, dalam arti dapat
mendamaikan perselisihan, konflik, dan perbedaan pendapat yang
11
selalu timbul dalam masyarakat dengan cara dan produser yang
sedapat mungkin memuaskan semua pihak.
c. Perubahan-perubahan, dalam arti memiliki kemampuan adaptasi yang
besar
untuk
menyesuaikan
diri
dengan
perkembangan-
perkembangannya yang terjadi baik di dalam negeri maupun dalam
rangka hubungan internasional yang bersifat interdependesi dan
interrelasi antarnegara.
d. Sistem politik harus mampu mewujudkan tujuan nasional, dalam arti
kristalisasi keinginan anggota masyarakat menjadi tekad yang harus
dicapai dan menentukan cara untuk mencapai tujuan itu. Hal ini bisa
berupa Garis-garis Besar Haluan Negara dan peraturan perundangundangan lainnya sebagai dasar yuridis formal dalam upaya
meraihnya.
e. Sistem politik harus mampu mengintegrasi dan menjamin keutuhan
seluruh sistem sosial, karena ancaman, hambatan terhadap sistem
sosial yang berupa rasa ketidakpuasan, keresahan, ketegangan,
perpecahan/disintegrasi merupakan masalah yang harus diselesaikan
oleh sistem politik itu sendiri.
Suprastruktur politik di negara Indonesia sejak bergulirnya gerakan
reformasi tahun 1998 sampai dengan tahun 2006 telah membawa
perubahan besar di dalam sistem politik dan ketatanegaraan Republik
Indonesia. Era reformasi disebut juga sebagai “Era Kebangkitan
Demokrasi”
G. Perkembangan Politik di Indonesia
1. Perkembangan Politik Era Presiden Soekarno
Sebagai pemimpin besar revolusi, Soekarno dipandang sebagai
Presiden Republik Indonesia yang punya kharisma politik tersendiri.
Lugas, tegas, menggebu-gebu, semangat, dan cenderung anti-barat
merupakan gambaran yang bisa kita saksikan pada setiap pidato
politiknya. Masa awal kepemimpinannya, ditandai dengan terbentuknya
12
sistem pemerintahan parlementer. Sistem ini menciptakan sebuah
pemerintahan yang memberi kekuasaan dominan kepada lembaga
legislatif. Terbentuknya berbagai partai politik yang bebas menyuarakan
aspirasi merupakan tanda kehidupan politik terakomodir. Perkembangan
politik di era kepemimpinan Soekarno, telah memberikan ruang luas bagi
partai politik untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan politiknya. Ini
terbukti dengan terbentuknya sistem kepartaian (multipartai). Masyarakat
pun memiliki pilihan yang banyak untuk menempatkan keterwakilan
politiknya di parlemen. Pemilu sebagai ciri dari negara demokrastis, di era
Soekarno diselenggarakan dengan baik. Kebebasan pers menduduki posisi
tertinggi, sebagai media informasi yang dijamin kebebasannya. Namun hal
tersebut tidak berlangsung lama. Era kepemimpinan kemudian ditandai
dengan melemahnya sistem kepartaian yang bebas. Lalu terjadi gerakan
perkembangan yang lambat terhadap perkembangan politik Indonesia saat
itu.
2. Perkembangan Politik Era Presiden Soeharto
Perkembangan politik Indonesia era kepemimpinan Presiden Soeharto
di mulai ketika ia "mengambil alih" kekuasaan dari Presiden Soekarno.
Pemerintahan politik dijalani berdasarkan asas Pancasila, yang juga
mengatur seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara. Awalnya, realisasi
pengamalan
Pancasila
mampu
diterima
masyarakat
sebagi
"kiblat"pemerintahan politik yang dijalankan Soeharto. Namun, berubah
sebagai alat pemaksaan kehendak, yang mengubah sistem pemerintahan
menjadi otoriter. Presiden menjadi komandan pemerintahan yang tidak
boleh tersentuh oleh apapun dan siapapun. Kehidupan politik yang
diharapkan mengalami perkembangan setelah runtuhnya rezim Soekarno
ternyata hanya jadi retorika semata.
Posisi
politik
lembaga
legislatif
yang
seharusnya
menjadi
penyeimbang kekuasaan, malah menjadi tameng dari pemerintah yang
dibangun secara over sentralistik. Rotasi kekuasaan politik tak pernah
terjadi hingga 32 tahun lamanya. Pemilu hanya dijadikan rutinitas lima
13
tahunan yang pemenangnya sudah bisa ditebak. Partai Golkar menjadi
kendaraan
politik
yang ampuh digunakan
oleh Soeharto untuk
mengamankan setiap keputusan politik pemerintahannya di DPR. Bahkan,
Presiden Soeharto berubah sangat arogan, dengan menggunakan kekuatan
militer pada setiap situasi keamanan yang bisa saja mendorong masyarakat
untuk bergerak melawan rezimnya yang korup.
3. Perkembangan Politik Era Reformasi
Tidak ada yang dapat memberikan penilaian dengan pasti apakah citacita reformasi sudah terwujud atau belum. Runtuhnya kekuasaan Soeharto
padahal telah memberikan secercah harapan bagi terciptanya iklim
demokrasi yang jauh lebih baik. Namun, harapan itu kenyataan hanya
menjadi mimpi tanpa realisasi nyata. Masih adanya perbedaan dalam
pandangan ketegasan terhadap sistem pemerintahan, merupakan salah satu
indikator yang bisa kita lihat. Di sini terlihat ada persaingan politik yang
terjadi, antara pemerintah dan legislatif sebagai pembuat produk undangundang.
Kekuasaan presiden tidak mutlak dijalankan secara penuh, tapi
terpengaruh pada parlemen. Hal ini akhirnya menciptakan situasi politik
yang tidak sehat, karena presiden terpaku oleh kepentingan lain.
Kepentingan itu bisa jadi tidak berpengaruh pada perbaikan kondisi
bangsa secara keseluruhan. Dari uraian tadi, jelas terlihat bahwa sistem
demokrasi dalam perkembangan politik Indonesia yang dibangun pasca
Orde Baru masih mencari bentuk yang ideal. Satu prestasi yang patut kita
cermati adalah keinginan yang kuat untuk merealisasikan sistem pemilihan
kepala daerah langsung. Kebebasan berserikat dan berpendapat yang ada
dalam undang-undang dasar direalisasikan dengan sistem multipartai.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkembangan partai politik di Indonesia merupakan hal yang sudah
lama dan menjadi bagian dari kehidupan bangsa Indonesia itu sendiri yaitu
sejak adanya penjajah Belanda datang ke Indonesia sampai saat sekarang
pasca refomasi yang mana dinamika pergolakannya semakin tinggi. Indonesia
sempat mengalami ancaman dalam perkembangan iklim politiknya karena
lahirnya partai komunis Indonesia, yang melahirkan gerakan 30 September
1965. Namun berkat lahirnya Supersemar akhirnya organisasi terlarang ini
berhasil ditumpas sampai ke akarnya. Peran partai politik di Indonesia
mengalami banyak perubahan dan pasang surut dari mulai dibentuknya partai
politik di Indonesia untuk pertama kali di zaman pergerakan nasional yang
masih sebagai sarana sosialisasi dan komunikasi politik, sampai dengan
sekarang yang perannya sebagai penyalur aspirasi rakyat sudah mulai bisa
dimaksimalkan. Pada periode awal kemerdekaan, partai politik dibentuk
dengan derajat kebebasan yang luas bagi setiap warga negara untuk
membentuk dan mendirikan partai politik. Bahkan, banyak juga calon-calon
independen yang tampil sendiri sebagai peserta pemilu 1955. Sistem multi
partai terus dipraktikkan sampai awal periode Orde Baru sejak tahun 1966.
Padal pemilu 1971, jumlah partai politik masih cukup banyak. Tetapi pada
pemilu 1977, jumlah partai politik mulai dibatasi hanya tiga saja. Bahkan
secara resmi yang disebut sebagai partai politik hanya dua saja, yaitu PPP dan
PDI. Sedangkan Golkar tidak disebut sebagai partai politik, melainkan
golongan karya saja. Menurut pendapat kami pada era reformasi ini sebaiknya,
sistem multipartai tetap dipertahankan dengan tetap memberikan kesempatan
kepada masyarakat untuk mendirikan partai politik baru, namun perlu juga
memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam berpolitik agar tidak terjadi
penyimpangan terhadap wadah aspirasi rakyat tersebut.
15
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Husein. 2003. Kewarganegaraan. Bandung: Grafindo Media
Pratama.
http://kakarisah.wordpress.com/2010/03/09/perkembangan-partai-politikdi-indonesia/
16
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem politik pada suatu negara terkadang bersifat relatif, hal ini
dipengaruhi oleh elemen-elemen yang membentuk sistem tersebut. Juga faktor
sejarah dalam perpolitikan di suatu negara. Pengaruh sistem politik negara lain
juga turut memberi kontribusi pada pembentukan sistem politik disuatu
negara. Seperti halnya sistem politik di Indonesia, seiring dengan waktu,
sistem politik di Indonesia selalu mengalami perubahan.
Indonesia merupakan bagian dari sistem politik dunia, dimana sistem
politik Indonesia akan berpengaruh pada sistem politik negara tetangga
maupun dalam cakupan lebih luas. Struktur kelembagaan atau institusi khas
Indonesia akan terus berinteraksi secara dinamis, saling mempengaruhi,
sehingga melahirkan sistem politik hanya dimiliki oleh Indonesia. Namun
demikian, kekhasan sistem politik Indonesia belum dapat dikatakan unggul
bila kemampuan positif struktur dan fungsinya belum diperhitungkan sistem
politik negara lain.
Salah satu syarat penting dalam memahami bagaimana sistem politik
Indonesia adalah melalui pengembangan wawasan dengan melibatkan
institusiinstitusi nasional dan internasional. Artinya lingkungan internal dan
eksternal sebagai batasan dari suatu sistem politik Indonesia harus dipahami
terlebih dahulu.
B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan tentang definisi politik.
2. Menjelaskan tentang fungsi dan peranan politik di Indonesia.
3. Menjelaskan tentang Perkembangan Politik di Indonesia
4. Menjelaskan ciri-ciri sistem politik
1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian politik.
2. Mengetahui sistem, fungsi, dan peranan politi di Indonesia
3. Mengetahui perkembangan politik di Indonesia
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi politik
Politik adalah proses pembagian dan pembentukan kekuasaan dalam
masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan,
khususnya dalam Negara.
Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional
maupun konstitusional
Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda,
yaitu antara lain:
politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan
kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)
politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan
negara
Politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan
mempertahankan kekuasaan di masyarakat
politik
adalah
segala
sesuatu
tentang
proses
perumusan
dan
pelaksanaan kebijakan publik.
B. Fungsi Politik di Indonesia
1. Fungsi Sosialisasi Politik
Sosialisasi Politik merupakan suatu cara untuk memperkenalkan nilainilai politik, sikap-sikap dan etika politik yang berlaku atau yang dianut
oleh suatu negara. Pembentukan sikap-sikap politik atau untuk membentuk
suatu sikap dan keyakinan politik dibutuhkan waktu yang panjang melalui
proses yang berlangsung tanpa henti. Menurut Gabriel Almound, dalam
Sosialisasi Politik, terdapat dua hal yang penting, yaitu : Sosialisasi Politik
berjalan terus menerus selama hidup seseorang. Sikap-sikap dan nilai-nilai
yang didapatkan dan terbentuk pada masa kanak-kanak akan selalu
disesuaikan atau akan diperkuat sementara ia mengalami berbagai
3
pengalaman sosial. Pendidikan sekolah, pengalaman keluarga dan
pengaruh pergaulan berperan dalam memperkuat keyakinan tetapi dapat
pula mengubahnya secara drastis.
Sosialisasi Politik dapat berwujud transmisi dan pengajaran. Artinya
dalam sosialisasi itu terjadi interaksi antara suatu sikap dan keyakinan
politik yang dimiliki oleh generasi tua terhadap generasi muda yang
cenderung masih flesibel menerima pengaruh ajaran. Transmisi dan
pengajaran tersebut dapat berwujud : interaksi langsung yaitu berupa
pengajaran formal ataupun doktrinasi suatu suatu ideologi.
Contoh, pengajaran mata kuliah Pancasila di perguruan tinggi.
Interaksi tak langsung, yang sangat erat pengaruhnya pada masa kanakkanak, di mana berkembang sifat penurut atau sikap pembangkangan
terhadap orang tua, guru atau teman yang mempengaruhi sikapnya di masa
dewasa terhadap pemimpin politiknya dan terhadap sesama warga negara.
Misalnya ketika masa kanak-kanak, pengalaman yang didapatkannya
adalah terjadinya perpecahan keluarga dan otoriter orang tua. Kondisi dan
pengalaman seperti itu melahirkan suatu kebencian, sehingga ketika terjadi
suatu kondisi dalam negara yang sifatnya dapat disamakan dengan
keadaan dan pengalaman masa kecilnya, akan melahirkan pula kebencian
yang diwujudkan dalam partisipasi politik ilegal seperti demonstrasi,
oposisi dan gerakan subversif. Sosialisasi politik dijalankan melalui
bermacam-macam lembaga antara lain: keluarga, sekolah, kelompok
pergaulan, pekerjaan dan media massa.
2. Fungsi Rekrutmen Politik
Rekrutmen Politik adalah suatu proses seleksi atau rekrutmen
anggota-anggota kelompok untuk mewakili kelompoknya dalam jabatanjabatan administratif maupun politik. Setiap sistem politik memiliki sistem
atau prosedur-prosedur rekrutmen yang berbeda. Anggota kelompok yang
rekrut/diseleksi adalah yang memiliki suatu kemampuan atau bakat yang
sangat dibutuhkan untuk suatu jabatan atau fungsi politik. Setiap partai
politik memiliki pola rekrutmen yang berbeda. Pola perekrutan anggota
4
partai disesuaikan dengan sistem politik yang dianutnya. Di Indonesia,
perekrutan politik berlangsung melalui pemilu setelah setiap calon peserta
yang diusulkan oleh partainya diseleksi secara ketat oleh suatu badan
resmi. Seleksi ini dimulai dari seleksi administratif, penelitian khusus
(litsus) yaitu menyangkut kesetiaan pada ideologi negara.
3. Fungsi Komunikasi Politik
Komunikasi Politik adalah salah satu fungsi yang dijalankan oleh
partai poltik dengan segala struktur yang tersedia, mengadakan
komunikasi informasi, isu dan gagasan politik. Media-media massa
banyak berperan sebagai alat komunikasi politik dan membentuk
kebudayaan politik. Partai politik menjalankan fungsi sebagai alat
mengkomunikasikan pandangan dan prinsip-prinsip partai, program kerja
partai, gagasan partai dan sebagainya. Agar anggota partai dapat
mengetahui prinsip partai, program kerja partai atau pun gagasan partainya
untuk menciptakan ikatan moral pada partainya, komunikasi politik seperti
ini menggunakan media partai itu sendiri atau media massa yang
mendukungnya.
Sistem komunikasi politik di Indonesia dikembangkan dengan dasar
komunikasi yang bebas dan bertanggung jawab. Setiap media massa bebas
memberitakan suatu hal selama tidak bertentangan dengan aturan yang
berlaku, tidak membahayakan kepentingan negara dan masyarakat. Di
samping itu media massa juga berfungsi menyuarakan suara pembangunan
dan program-program kerja pemerintah, menyuarakan ide-ide politik,
membina tumbuhnya kebudayaan politik kemudian memelihara dan
mewariskannya pada generasi pelanjut.
4. Fungsi Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial adalah demensi vertical dari struktur social
masyarakat, dalam artian melihat perbedaan masyarakat berdasarkan
pelapisan yang ada, apakah berlapis-lapis secara vertical dan apakah
pelapisan tersebut terbuka atau tertutup. Soerjono Soekanto (1981::133),
menyatakan social stratification adalah pembedaan penduduk atau
5
masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat atau system berlapislapis dalam masyarakat. Stratifikasi sosial merupakan konsep sosiologi,
dalam artian kita tidak akan menemukan masyararakat seperti kue lapis;
tetapi pelapisan adalah suatu konsep untuk menyatakan bahwa masyarakat
dapat dibedakan secara vertical menjadi kelas atas, kelas menengah dan
kelas bawah berdasarkan criteria tertentu.
Pendapat di atas merupakan suatu penggambaran bahwa stratifikasi
sosial sebagai gejala yang universal, artinya dalam setiap masyarakat
bagaimanapun juga keberadaanya pasti akan di dapatkan pelapisan social
tersebut. Apa yang dikemukakan Aristoteles. Karl Marx adalah salah satu
bukti adanya stratifikasi sosial dalam masyarakat yang sederhana
sekalipun. Kriteria jenis kekayaan dan juga profesi pekerjaan merupakan
criteria yang sederhana, sekaligus menyatakan bahwa dalam masyarakat
kita tidak akan menemukan masyarakat tanpa kelas. Perkembangan
masyarakat selanjutnya menuju masyarakat yang semakin modern dan
kompleks, stratifikasi sosial yang terjadi dalam masyarakat akan semakin
banyak. Mengapa terjadi stratisikasi social uraian berikut ini akan
menjelaskannya.
Menurut Soerjono Sokanto (1981 : 133) Selama dalam suatu
masyatrakat ada sesuatu yang dihargai dan setiap masyarakat mempunyai
sesuatu yang dihargainya, maka barang sesuatu itu akan menjadi bibit
yang dapat menimbulkan adanya system berlapis-lapis yang ada dalam
masyarakat itu. Barang sesuatu yang dihargai di dalam masyarakat itu
mungkin berupa uang atau benda-benda yang bernilai ekonomis, mungkin
juga berupa tanah, kekuasan, ilmu pengetahuan, kesalehan dalam agama
atau mungkin juga keturunan dari keluarga yang terhormat. Terjadinya
stratifikasi sosial dalam masyarakat dikarenakan sesuatu yang dihargai
dalam masyarakat jumlahnya terbatas, akibatnya distribusinya di dalam
masyarakat tidaklah merata.
6
C. Ciri-ciri umum Sistem politik
Sistem politik baik modern maupun primitif memiliki ciri-ciri
tertentu Almond dalam The Politics of Developing Areas, mengatakan ada 4
(empat) ciri dalam sistem politik, yaitu:
a. Semua sistem politik temasuk yang paling sederhana mempunyai
kebudayaan politik dalam pengertian bahwa masyarakat yang paling
sederhana pun mempunyai tipe struktur
b. Semua sistem politik menjalankan fungsi-fungsi yang sama walaupun
tingkatnya berbeda-beda yang ditimbulkan karena perbedaan struktuk.
c. Semua struktur politik walaupun dispesifikasikan dengan berbagai unsur
baik itu pada masyarakat primitif maupun pada masyarakat modern
melaksanakan banyak fungsi.
d. Semua
sistem
politik
adalah sistem
campuran dalam
pengertian
kebudayaan.
D. Macam-Macam Sistem Politik
1) Almond dan Powell membagi 3 (tiga) kategori sistem politik yakni:
Sistem-sistem pimitif yang intermittent (bekerja dengan sebentarsebentar istirahat). Sistem politik ini sangat kecil kemungkinannya
untuk merubah peranan menjadi terspesialisasi atau lebih otonom.
Sistem ini lebih mencerminkan suatu kebudayaan yang samar-samar
dan bersifat keagamaan (parachiale)
Sistem-sistem tradisional dengan struktur-struktur bersifat pemerintah
politik yang berbeda-beda dan suatu kebudayaan “subjek”.
Sistem-sistem modern dimana struktur-struktur politik yang berbedabeda (partai-partai politik, kelompok-kelompok kepentingan, dan media
massa). Berkembang dan mencerminkan aktivitas budaya politik
“participant”.
7
2) Alfian mengklasifikasikan sistem politik menjadi 4 (empat) tipe, yakni:
Sistem politik otoriter/totaliter
Sistem politik anarki
Sistem politik demokrasi
Sistem politik demokrasi dalam trans Sistem politik
3) Menurut Ramlan Surbakti, mengklasifikasikan sistem politik dengan 4
(empat) macam kriteria, yakni:
Sistem politik otokrasi tradisional
Sistem politik totaliter
Sistem politik demorasi
Sistem politik negara berkembang
E. Peranan Politik di Indonesia
1. Fungsi perumusan kepentingan
Yaitu fungsi menyusun dan mengungkapkan tuntutan politik dalam
suatu negara. Orang per orang atau kelompok-kelompok dalam sayarakat
harus menentukan apa yang menjadi kepentingan mereka, atau apa yang
ingin mereka dapatkan dari negara/ politik. Fungsi ini seharusnya terutama
dijalankan oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau kelompokkelompok kepentingan.
2. Fungsi pemaduan kepentingan
Yaitu fungsi menyatupadukan tuntutan-tuntutan politik dari berbagai
pihak dalam suatu negara dan mewujudnyatakannya ke dalam berbagai
alternatif kebijakan. Pihak yang paling bertanggungjawab untuk
memadukan kepentingan adalah partai politik. Namun demikian, proses
pemaduan kepentingan juga terjadi di lembaga-lembaga legislatif dan
eksekutif.
3. Fungsi pembuatan kebijakan umum
Yaitu fungsi untuk mempertimbangkan berbagai alternatif kebijakan
yang diusulkan oleh partai politik dan pihak-pihak lain, untuk dipilih salah
satu di antaranya sebagai satu kebijakan pemerintahan. Pelaku fungsi ini
8
adalah lembaga legislatif dan eksekutif (pembuatan undang-undang) atau
lembaga eksekutif sendiri (pembuatan peraturan pemerintah).
4. Fungsi penerapan kebijakan
Yaitu fungsi melaksanakan berbagai kebijakan yang telah ditetapkan
oleh pihak yang berwenang. Pelaksana kebijakan pemerintah adalah aparat
birokrasi pemerintah di bawah pimpinan pejabat eksekutif.
5. Fungsi pengawasan pelaksanaan kebijakan
Yaitu fungsi mengadili pelanggar hukum. Pelaku peran untuk
mengadili adalah lembaga peradilan, yakni Mahkamah Agung beserta
lembaga peradilan di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungan perdilan militer, dan lingkungan
peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi
F. Infrastruktur Dan Suprastruktur Politik Di Indonesia
1. Infrastruktur politik.
Didalam suatu kehidupan politik rakyat (the social political sphere),
akan selalu ada keterkaitan atau keterhubungan dengan kelompokkelompok lain kedalam berbagai macam golongan yang biasanya “kekuatan
sosial politik masyarakat”. Kelompokm masyarakat tersebut yang
merupakan kekuatan politik di dalam masyarakat, disebut “infrastruktur
politik” berdasarkan teori politik, infrastruktur politik mencapai 5 unsur
atau komponen sebagai berikut:
2. Partai Politik (political party) di Indonesia
Perjalanan sejarah kehidupan partai politik di Indonesia secara garis
besarnya dapat dijelaskan sebagai berikut:
Masa pra kemerdekaan
Masa pasca kemerdekaan (tahun 1945-1965)
Masa orde baru (tahun 1966-1998)
Masa/era reformasi tahun 1999 s/d sekarang
9
3. Kelompok kepentingan (interest group)
Menurut Gabriel
A.
Almond, kelompok
kepentingan
dapat
diidentifikasi ke dalam jenis-jenis kelompok sebagai berikut:
Kelompok anomik
Kelompok non-asosiasional
Kelompok institusional
Kelompok asosiasional
Kelompok kepentingan pada negara totaliter (partai tunggal) pada
umumnya dianut oleh negara komunis (Rusia, RRC, Vietnam, Korea
Utara, Kuba, dan lain-lain). David Lane, (seorang analis politik)
mengidentifikasikan 5 (lima) kategori kelompok kepentingan di Uni
Soviet (Rusia), yaitu:
1) Elite politik, seperti anggota-anggota politbiro.
2) Kelompok- Kelompok institusional, seperti serikat-serikat dagang
3) Kelompok-kelompok pembangkang yang setia, seperti para dokter
dan guru
4) Pengelompokkan-pengelompokkan sosial yang tidak terorganisir
dalam suatu kesatuan, yang bukan merupakan bagian dari aparat
Soviet (Rusia), atau yang mempunyai jarak dengan rezim penguasa,
seperti kelompok intelektual yang menentang rezim atau anggota
sekte-sekte keagamaan tertentu.
3. Kelompok Penekan (pressure group)
Kelompok penekan dapat terhimpun dalam beberapa asosiasi yang
mempunyai kepentingan sama, antara lain:
1) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
2) Organisasi-organisasi sosial keagamaan
3) Organisasi Kepemudaa
4) Organisasi Lingkungan Hidup
5) Organisasi pembela Hukum dan HAM
6) Yayasan atau Badan hukum lainnya.
10
4. Media Komunikasi (political communication media)
Media komunikasi politik merupakan salah satu instrumen politik
yang dapat berfungsi untuk menyampaikan informasi dan persuasi
mengenai politik baik dari pemerintah kepada masyarakat maupun
sebaliknya.
5. Tokoh politik (political/figure)
Menurut Laster G. Seligman, proses pengangkatan tokoh-tokoh
politik akan berkaitan dengan beberapa aspek, yakni:
1) Legiitimasi elit politik
2) Masalah kekuasaan
3) Representativitas elit politik
4) Hubungan antara pengangkatan tokoh-tokoh politik dengan perubahan
politik.
6. Suprastruktur Politik
Suprastruktur politik (elit pemerintah) merupakan mesin politik resmi
di suatu negara sebagai penggerak politik formal. Dalam perkembangan
ketatanegaraan modern, pada umumnya elit politik pemerintah dibagi
dalam
kekuasaan
eksekutif
(pelaksana
undang-undang),
legislatif
(pembuat undang-undang), dan yudikatif (yang mengadili pelanggaran
undang-undang) dengan sistem pembagian kekuasaan atau pemisahan
kekuasaan.
Untuk terciptanya dan mantapnya kondisi politik negara, suprastruktur
politik harus memperoleh dukungan dari infrastruktur politik yang mantap
pula. Dengan demikian berarti bahwa sistem politik dan juga mekanisme
pemerintah (government mechanism). Dapat memenuhu fungsinya,
manakala:
a. Sistem politik mampu mempertahankan pola, dalam arti dapat
mempertahankan tata cara, kebiasaan-kebiasaan, norma-norma, dan
prosedur-prosedur yang berlaku.
b. Sistem politik mampu menyelesaikan ketegangan, dalam arti dapat
mendamaikan perselisihan, konflik, dan perbedaan pendapat yang
11
selalu timbul dalam masyarakat dengan cara dan produser yang
sedapat mungkin memuaskan semua pihak.
c. Perubahan-perubahan, dalam arti memiliki kemampuan adaptasi yang
besar
untuk
menyesuaikan
diri
dengan
perkembangan-
perkembangannya yang terjadi baik di dalam negeri maupun dalam
rangka hubungan internasional yang bersifat interdependesi dan
interrelasi antarnegara.
d. Sistem politik harus mampu mewujudkan tujuan nasional, dalam arti
kristalisasi keinginan anggota masyarakat menjadi tekad yang harus
dicapai dan menentukan cara untuk mencapai tujuan itu. Hal ini bisa
berupa Garis-garis Besar Haluan Negara dan peraturan perundangundangan lainnya sebagai dasar yuridis formal dalam upaya
meraihnya.
e. Sistem politik harus mampu mengintegrasi dan menjamin keutuhan
seluruh sistem sosial, karena ancaman, hambatan terhadap sistem
sosial yang berupa rasa ketidakpuasan, keresahan, ketegangan,
perpecahan/disintegrasi merupakan masalah yang harus diselesaikan
oleh sistem politik itu sendiri.
Suprastruktur politik di negara Indonesia sejak bergulirnya gerakan
reformasi tahun 1998 sampai dengan tahun 2006 telah membawa
perubahan besar di dalam sistem politik dan ketatanegaraan Republik
Indonesia. Era reformasi disebut juga sebagai “Era Kebangkitan
Demokrasi”
G. Perkembangan Politik di Indonesia
1. Perkembangan Politik Era Presiden Soekarno
Sebagai pemimpin besar revolusi, Soekarno dipandang sebagai
Presiden Republik Indonesia yang punya kharisma politik tersendiri.
Lugas, tegas, menggebu-gebu, semangat, dan cenderung anti-barat
merupakan gambaran yang bisa kita saksikan pada setiap pidato
politiknya. Masa awal kepemimpinannya, ditandai dengan terbentuknya
12
sistem pemerintahan parlementer. Sistem ini menciptakan sebuah
pemerintahan yang memberi kekuasaan dominan kepada lembaga
legislatif. Terbentuknya berbagai partai politik yang bebas menyuarakan
aspirasi merupakan tanda kehidupan politik terakomodir. Perkembangan
politik di era kepemimpinan Soekarno, telah memberikan ruang luas bagi
partai politik untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan politiknya. Ini
terbukti dengan terbentuknya sistem kepartaian (multipartai). Masyarakat
pun memiliki pilihan yang banyak untuk menempatkan keterwakilan
politiknya di parlemen. Pemilu sebagai ciri dari negara demokrastis, di era
Soekarno diselenggarakan dengan baik. Kebebasan pers menduduki posisi
tertinggi, sebagai media informasi yang dijamin kebebasannya. Namun hal
tersebut tidak berlangsung lama. Era kepemimpinan kemudian ditandai
dengan melemahnya sistem kepartaian yang bebas. Lalu terjadi gerakan
perkembangan yang lambat terhadap perkembangan politik Indonesia saat
itu.
2. Perkembangan Politik Era Presiden Soeharto
Perkembangan politik Indonesia era kepemimpinan Presiden Soeharto
di mulai ketika ia "mengambil alih" kekuasaan dari Presiden Soekarno.
Pemerintahan politik dijalani berdasarkan asas Pancasila, yang juga
mengatur seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara. Awalnya, realisasi
pengamalan
Pancasila
mampu
diterima
masyarakat
sebagi
"kiblat"pemerintahan politik yang dijalankan Soeharto. Namun, berubah
sebagai alat pemaksaan kehendak, yang mengubah sistem pemerintahan
menjadi otoriter. Presiden menjadi komandan pemerintahan yang tidak
boleh tersentuh oleh apapun dan siapapun. Kehidupan politik yang
diharapkan mengalami perkembangan setelah runtuhnya rezim Soekarno
ternyata hanya jadi retorika semata.
Posisi
politik
lembaga
legislatif
yang
seharusnya
menjadi
penyeimbang kekuasaan, malah menjadi tameng dari pemerintah yang
dibangun secara over sentralistik. Rotasi kekuasaan politik tak pernah
terjadi hingga 32 tahun lamanya. Pemilu hanya dijadikan rutinitas lima
13
tahunan yang pemenangnya sudah bisa ditebak. Partai Golkar menjadi
kendaraan
politik
yang ampuh digunakan
oleh Soeharto untuk
mengamankan setiap keputusan politik pemerintahannya di DPR. Bahkan,
Presiden Soeharto berubah sangat arogan, dengan menggunakan kekuatan
militer pada setiap situasi keamanan yang bisa saja mendorong masyarakat
untuk bergerak melawan rezimnya yang korup.
3. Perkembangan Politik Era Reformasi
Tidak ada yang dapat memberikan penilaian dengan pasti apakah citacita reformasi sudah terwujud atau belum. Runtuhnya kekuasaan Soeharto
padahal telah memberikan secercah harapan bagi terciptanya iklim
demokrasi yang jauh lebih baik. Namun, harapan itu kenyataan hanya
menjadi mimpi tanpa realisasi nyata. Masih adanya perbedaan dalam
pandangan ketegasan terhadap sistem pemerintahan, merupakan salah satu
indikator yang bisa kita lihat. Di sini terlihat ada persaingan politik yang
terjadi, antara pemerintah dan legislatif sebagai pembuat produk undangundang.
Kekuasaan presiden tidak mutlak dijalankan secara penuh, tapi
terpengaruh pada parlemen. Hal ini akhirnya menciptakan situasi politik
yang tidak sehat, karena presiden terpaku oleh kepentingan lain.
Kepentingan itu bisa jadi tidak berpengaruh pada perbaikan kondisi
bangsa secara keseluruhan. Dari uraian tadi, jelas terlihat bahwa sistem
demokrasi dalam perkembangan politik Indonesia yang dibangun pasca
Orde Baru masih mencari bentuk yang ideal. Satu prestasi yang patut kita
cermati adalah keinginan yang kuat untuk merealisasikan sistem pemilihan
kepala daerah langsung. Kebebasan berserikat dan berpendapat yang ada
dalam undang-undang dasar direalisasikan dengan sistem multipartai.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkembangan partai politik di Indonesia merupakan hal yang sudah
lama dan menjadi bagian dari kehidupan bangsa Indonesia itu sendiri yaitu
sejak adanya penjajah Belanda datang ke Indonesia sampai saat sekarang
pasca refomasi yang mana dinamika pergolakannya semakin tinggi. Indonesia
sempat mengalami ancaman dalam perkembangan iklim politiknya karena
lahirnya partai komunis Indonesia, yang melahirkan gerakan 30 September
1965. Namun berkat lahirnya Supersemar akhirnya organisasi terlarang ini
berhasil ditumpas sampai ke akarnya. Peran partai politik di Indonesia
mengalami banyak perubahan dan pasang surut dari mulai dibentuknya partai
politik di Indonesia untuk pertama kali di zaman pergerakan nasional yang
masih sebagai sarana sosialisasi dan komunikasi politik, sampai dengan
sekarang yang perannya sebagai penyalur aspirasi rakyat sudah mulai bisa
dimaksimalkan. Pada periode awal kemerdekaan, partai politik dibentuk
dengan derajat kebebasan yang luas bagi setiap warga negara untuk
membentuk dan mendirikan partai politik. Bahkan, banyak juga calon-calon
independen yang tampil sendiri sebagai peserta pemilu 1955. Sistem multi
partai terus dipraktikkan sampai awal periode Orde Baru sejak tahun 1966.
Padal pemilu 1971, jumlah partai politik masih cukup banyak. Tetapi pada
pemilu 1977, jumlah partai politik mulai dibatasi hanya tiga saja. Bahkan
secara resmi yang disebut sebagai partai politik hanya dua saja, yaitu PPP dan
PDI. Sedangkan Golkar tidak disebut sebagai partai politik, melainkan
golongan karya saja. Menurut pendapat kami pada era reformasi ini sebaiknya,
sistem multipartai tetap dipertahankan dengan tetap memberikan kesempatan
kepada masyarakat untuk mendirikan partai politik baru, namun perlu juga
memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam berpolitik agar tidak terjadi
penyimpangan terhadap wadah aspirasi rakyat tersebut.
15
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Husein. 2003. Kewarganegaraan. Bandung: Grafindo Media
Pratama.
http://kakarisah.wordpress.com/2010/03/09/perkembangan-partai-politikdi-indonesia/
16