PENGAMATAN KELIMPAHAN PLANKTON DI TAMBAK UDANG VANNAMEI SISTEM INTENSIF PT SURYA WINDU KARTIKA, DESA BOMO, KECAMATAN ROGOJAMPI, BANYUWANGI PRAKTEK KERJA LAPANG PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

PENGAMATAN KELIMPAHAN PLANKTON DI TAMBAK UDANG

  

VANNAMEI SISTEM INTENSIF PT SURYA WINDU KARTIKA,

DESA BOMO, KECAMATAN ROGOJAMPI, BANYUWANGI

PRAKTEK KERJA LAPANG

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

  

Oleh :

FITROTUZ ZAQIYAH

SIDOARJO – JAWA TIMUR

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN

  

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2015

  RINGKASAN

FITROTUZ ZAQIYAH. Pengamatan kelimpahan plankton di tambak udang

vannamei sistem intensif PT Surya Windu Kartika, Desa Bomo, Kecamatan

Rogojampi, Banyuwangi – Jawa Timur. Dosen Pembimbing Dr. Endang

Dewi Masithah, Ir., M.P.

  Meningkatnya budidaya vannamei sebanding dengan peningkatan permintaaan pakan udang, dewasa ini banyak dikembangkan teknologi yang menagadopsi dari pakan alami, salah satunya adalah plankton yang merupakan makanan alami larva organisme perairan. Sebagai produsen utama di perairan adalah fitoplankton, sedangkan organime konsumen adalah zooplankton.

  Keunggulan plankton sebagai pakan alami sebagai pakan larva ikan terletak pada kandungan gizinya yang lengkap, tidak mencemari media budidaya, memiliki ukuran yang relatif kecil sehingga sesuai dengan bukaan mulut larva.

  Tujuan pelaksanaan Praktek Kerja Lapang ini adalah untuk memperoleh pengetahuan di lapangan, pengalaman secara langsung dan dinamika kelimpahan plankton dan jenis-jenis plankton yang menguntungkan maupun merugikan dalam budidaya udang dengan sistem intensif di PT surya Windu Kartika desa Bomo, Kecamatan Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi.

  Penggambilan sampel plankton dilakukan pada pagi dan siang hari, sekitar pukul 06.00 dan 13.00. Analisis plankton yang dilakukan adalah secara kuantitatif yaitu perhitungan secara detail baik jenis maupun jumlah masing- masing jenis yang terkandung dalam air. Analisis plankton secara kuantitatif dilakukan menggunakan bantuan alat haemocytometer.

  Keberadaan plankton dalam suatu perairan dapat dijadikan sebagai parameter kualitas air. Keanekaragaman plankton yang rendah menandakan bahwa terjadi ketidak seimbangan linkungan perairan karena munculnya spesies- spesies tertentu yang lebih dominan terhadap spesies lain dalam komunitas.

  Upaya untuk mempertahankan kelimpahan plankton agar tetap dalam batasan yang mampu ditoleransi oleh organisme perairan yang dibudidayakan adalah dengan monitoring kualitas air.

  SUMMARY

FITROTUZ ZAQIYAH. Observations abundance of plankton in intensive

systems vannamei shrimp ponds PT Surya Windu Kartika, Bomo village,

District Rogojampi, Banyuwangi - East Java. Academic advisor Dr. Endang

Dewi Masithah, Ir., MP

  Increased cultivation is proportional to the increase in Demand vannamei shrimp feed, nowadays many technologies developed menagadopsi of natural food, one of which is a natural food plankton larvae of aquatic organisms. As primary producers are phytoplankton in the waters, while the consumer is organime zooplankton.

  Excellence as a natural food plankton as larvae feed on the nutritional content of fish is complete, do not pollute the cultivation medium, has a relatively small size to fit the larval mouth opening.

  The aim of this Field Work Practice is to acquire knowledge in the field, direct experience and dynamics of plankton abundance and types of plankton are beneficial or detrimental in intensive shrimp culture system with solar PT Kartika Windu Bomo village, District Rogojampi, Banyuwangi.

  Plankton samples done in the morning and afternoon, around 06.00 and 13:00. Plankton analysis is conducted quantitatively in detail, namely the calculation of both the type and amount of each type contained in the water.

  Analysis was performed using quantitative plankton aid haemocytometer.

  The existence of plankton in the water can be used as water quality parameters. Low plankton diversity indicates that the imbalance occurs aquatic environments because of the emergence of certain species are more dominant over the other species in the community.

  Efforts to maintain the abundance of plankton in order to remain within the range that is able to tolerate aquatic organisms are cultivated with water quality monitoring.

KATA PENGANTAR

  Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga laporan Praktek Kerja Lapang tentang pengamatan kelimpahan plankton di tambak udang vannamei sistem intensif PT. Surya Windu Kartika, Desa Bomo, Kecamatan Rogojampi, Banyuwangi. Laporan ini disusun berdasarkan hasil Praktek Kerja Lapang yang telah dilaksanakan di PT Surya Windu Kartika unit Bomo C mulai tanggal 20 Januari sampai 15 Februari 2014 .

  Penulis menyadari bahwa Praktek Kerja Lapang (PKL) ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan laporan/kegiatan selanjutnya. Akhirnya penulis berharap semoga Karya Ilmiah ini bermanfaat dan dapat memberikan informasi bagi semua pihak.

  Surabaya, 9 April 2014 Penulis UCAPAN TERIMA KASIH Pertama saya ucapkan puja dan puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah dan karuniaNya sehingga laporan Praktek Kerja Lapang

  (PKL) ini dapat diselesaikan dengan baik.

  Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Orang tua saya yang mana dengan ketulus ikhlasanya merestui dan senantiasa mendoakan saya agar menjadi orang yang lebih berguna bagi agama, nusa, bangsa dan keluarga. Sebagai mahasiswa Universitas Airlangga saya telah berusaha menyelesaikan laporan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini. Oleh karena itu saya mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat:

  1. Ibu Prof. Dr. Drh. Hj. Sri Subekti B. S., DEA selaku Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga.

  2. Ibu Endang Dewi Masithah, Ir.,MP. selaku dosen pembimbing yang telah banyak membantu serta memberikan petunjuk, arahan, dan bimbingan kepada penulis sejak penulisan usulan hingga Laporan PKL ini dapat terselesaikan.

  3. Bapak Eka Saputra, S.Pi., M.Si. dan Kustiawan Tri Pursetyo, S.Pi., M.Vet. selaku dosen penguji 4.

  Bapak Agustono, Ir., M.Kes. selaku koordinator PKL.

  5. Bapak Puji Rosyid, Ir., selaku pembimbing lapangan yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama PKL berlangsung.

  6. Keluarga besar tercinta yang telah memberikan dukungan yang tak terhingga.

  7. Teman-teman seperjuangan PKL di PT Surya Windu Kartika, Desa Bomo, Kecamatan Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi : Agung, Bagus, Jimmy,

  Novi dan Titom dari Universitas Airlangga. Wayani dari APS Sorong. Ilham, Imran dan Juskan dari Politeknik Negeri Pertanian Pangkep

  

DAFTAR ISI

  Halaman RINGKASAN………………………………………………………………. i SUMMARY…………………………………………………………………. ii KATA PENGANTAR………………………………………………………. iii UCAPAN TERIMA KASIH……………………………………………….. iv DAFTAR ISI ……………………………………………………………… v DAFTAR TABEL ………………………………………………………… vii DAFTAR GAMBAR……………………………………………………….. viii DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………… ix

  I PENDAHULUAN

  1.1. Latar Belakang............................................................................... 1

  1.2. Tujuan......…………………………………………………….…. 3

  1.3. Manfaat.......................................................................................... 4

  II TINJAUAN PUSTAKA

  2.1 Plankton …………………………………............................….. 5

  2.1.1 Fitoplankton dan Zooplankton ………….......…………….. 7

  2.1.2 Plankton di Perairan……………..........…………………… 8

  2.2 Komunitas dan Kelimpahan Plankton …..……………………… 10

  2.3 Keanekaragaman, Pemerataan dan Dominasi Jenis ….....……… 11

  2.4 Teknik Perhitungan Kelimpahan Plankton ..…………………… 14

  2.5 Udang Vannamei….......………………………………………… 17

  2.5.1 TaKsonomi dan Morfologi.…........................…………….. 17

  2.5.2 Kualitas Air……...…………..…………………………….. 19 1) Suhu ..….....................………………….………………… 19 2) Salinitas.. ...…..................................……………………… 19 3) Derajat Keasaman (Ph) ..…………..………………………. 20 4) Oksigen Terlarut…….....…………………………………… 20

  III METODOLOGI

  4.5 Hubungan Kualitas Air dengan Kelimpahan Plankton

  5.1 Saran……………………………………………………………. 41

  V SIMPULAN DAN SARAN

  4.6.2 Kemungkinan Pengembangan Usaha…………………….. 40

  4.6.1 Hambatan …......…………………………………………. 39

  4.6 Hamatan dan Kemungkinan Pengembangan Usaha

  4.5.6 Nitrogen...................................….....……………………. 39

  4.5.4 Ph.............................................….....……………………. 39

  4.5.3 Salinitas....................................….....……………………. 38

  4.5.2 DO (Oksigen Terlarut)..…........….....………………….... 37

  4.5.1 Suhu.........................................….....……………………. 37

  4.4 Hasil Pengamatan …........................….....……………………. 29

  3.1 Tempat dan Waktu....……………………………………………. 21

  4.3 Analisis dan Perhitungan Plankton …….....……………………. 29

  4.2 Teknik Penggambilan Sampel Air …………………….......…… 28

  4.1.4 Sarana dan Prasarana ……………………………........… 26

  4.1.3 Kegiatan Usaha.......……................................…………... 25

  4.1.2 Stuktur Organisasi........….........................………….…… 24

  4.1.1 Lokasi Geografis dan Keadaan Alam….....……………… 23

  4.1 Keadaan Umum Lokasi Praktek Kerja Lapang

  IV HASIL DAN PEMBAHASAN

  3.3 Metode Pengumpulan Data …………..………………………… 21

  3.2 Metode Kerja ……………………………………………………. 21

  5.2 Kesimpulan …………………………………………………….. 41 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………. 42 LAMPIRAN…………………………………………………………………. 44

  

DAFTAR TABEL

  Tabel Halaman 1.

  Pengelompokan plankton ........................................................

  6 2. Data Pegawai ..........................................................................

  25 3. Sarana Unit Tambak Bomo C .................................................

  27 4. Prasarana Unit Tambak Bomo C ............................................

  28 5. Parameter Kualitas Air ...........................................................

  35

  

DAFTAR GAMBAR

  Gambar Halaman 1.

  Udang Vannamei …….............………………………………………… 17

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran Halaman 1.

  Denah lokasi PT Surya Windu Kartika …………………………….. 44 2. Data Kelimpahan Plankton petak B8 ………………………....…….. 45 3. Data Kualitas air ................................................................................ 49 4. Gambar peralatan perhitungan plankton …..……………………….. 51

  

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Udang vannamei merupakan spesies introduksi yang dibudidayakan di Indonesia. Udang ini dianggap mampu mengantikan udang windu yang mengalami penurunan produksi pada tahun 1992 karena adanya faktor alami berupa perubahan lingkungan, sebagai akibat dari tingginya produksi dari industri budidaya udang windu yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan.

  Penurunan produksi udang windu berbanding terbalik dengan tuntutan kebutuhan akan udang di pasar lokal maupun internasional sebagai bahan pangan yang terus meningkat (Kalesaran, 2010).

  Meningkatnya budidaya vannamei sebanding dengan peningkatan permintaaan pakan udang, dewasa ini banyak dikembangkan teknologi yang mengadopsi dari pakan alami, salah satunya adalah plankton yang merupakan makanan alami larva organisme perairan. Sebagai produsen utama di perairan adalah fitoplankton, sedangkan organime konsumen adalah zooplankton, larva, ikan, udang, kepiting, dan sebagainya (Madinawati, 2010).

  Plankton sangat penting dalam budidaya udang, terutama pada sistem ototrofik yang mengandalkan fitoplankton untuk menghasilkan oksigen dari proses fotosintesis pada siang hari (Edhy dkk, 2010). Jika plankton tidak cukup berlimpah maka laju pertumbuhan plankton tidak akan dapat mengimbangi pertumbuhan ikan peliharaan yang mengakibatkan ikan tidak dapat tumbuh secara baik (Qiptiyah dkk., 2008).

  Menurut Sinta (2013) plankton merupakan pakan alami bagi larva ikan dan udang, karena plankton dapat menjadi sumber energi dan pertumbuhan. Pakan alami adalah jenis-jenis plankton (phytoplankton dan zooplankton). Contoh pakan alami dari jenis-jenis phytoplankton dan zooplankton yaitu Chlorella, Tetraselmis

  

chuii, Phaeodactylum, Dunaliella salina, Chaetoceros, Skeletoneme costatum,

Spirulina, dan Artemi. Keunggulan pakan alami sebagai pakan larva ikan terletak

  pada kandungan gizinya yang lengkap, tidak mencemari media budidaya, memiliki ukuran yang relatif kecil sehingga sesuai dengan bukaan mulut larva.

  Menurut Rokhim (2009) Fitoplankton dalam ekosisterm perairan memiliki peran penting bagi produktivitas primer perairan, karena dapat melakukan proses fotosintesis yang menghasilkan bahan organik maupun kebuuhan oksigen bagi organisme yang tingkatanya lebih tinggi.

  Plankton dalam perairan selain bersifat mengguntungkan ada pula yang dapat merugikan. Menurut Luhur (2011), beberapa jenis plankton dari Diatom seperti Cosniodiscus sp., Niztchia sp., Rizosolenia sp., dan plankton dari kelas Dynophyceae seperti Gymnodinium brevis, Gymnodinium sanguineus, dan

  

Gonyaulax xanenella bersifat merugikan. Hal ini dikarenakan plankton-plankton

  tersebut dapat mengeluarkan racun berupa neurotox, meningkatkan amoniak, dan mempersulit sistem pernafasan ikan. Menurut Madinawati (2010) peningkatan nilai kuantitatif plankton melalui batas normal yang ditolerir oleh organisme hidup dapat menimbulkan dampak negatif berupa kematian massal organisme perairan akibat persaingan penggunaan oksigen terlarut.

  Menurut Rokhim (2009) kondisi suatu perairan juga akan mempengaruhi pola penjebaran atau distribusi fitoplankton baik secara horisontal maupun vertikal, sehingga akan berpengaruh pada kelimpahan fitoplankton yang selanjutnya akan berpengaruh pada nilai produktivitas primer.

  Praktek kerja lapang ini dilaksanakan karena pada tambak dengan sistem intensif yang memiliki tingkat kepadatan tinggi sehingga manajemen dalam kualitas air harus optimal. Turunnya nilai kualitas air dapat menyebabkan dampak negatif pada organisme perairan. Plankton merupakan organisme perairan yang dapat memeberikan dampak positif dan negatif bagi parameter kualitas air.

1.2 Tujuan

  Tujuan pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah :

  1. Mendapatkan pengetahuan dan pengalaman dari suatu objek kegiatan di bidang perikanan yang sesuai dengan program studi, khususnya budidaya perairan di luar kampus.

  2. Mempelajari, memahami, dan mempraktekkan secara langsung tentang teknik penghitungan kelimpahan plankton pada tambak udang vannamei sistem intensif di PT Surya Windu Kartika, desa Bomo, Kecamatan Rogojampi, Banyuwangi, Jawa Timur.

  3. Mengetahui dinamika kelimpahan plankton pada tambak udang vannamei sistem intensif di PT Surya Windu Kartika, desa Bomo, Kecamatan Rogojampi, Banyuwangi, Jawa Timur.

1.3 Manfaat

  Manfaat yang diharapkan dari Praktek Kerja Lapang ini adalah mahasiswa mendapat gambaran langsung tentang lingkungan kerja yang sebenarnya dan secara langsung mengetahui cara pengamatan kelimpahan plankton pada tambak udang vannamei sistem intensif di PT Surya Windu Kartika, Desa Bomo, Kecamatan Rogojampi, Banyuwangi, Jawa Timur. Selain itu mahasiswa diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan tentang masalah-masalah yang terjadi di lapangan sehingga dapat memahami dan memecahkan permasalahan tentang kelimpahan plankton di perairan dengan cara membandingkan antara teori yang diterima dengan fakta yang ada di lapangan.

  

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Plankton

  Plankton adalah organisme mikroskopik yang hidup melayang atau mengapung dalam kolom air dengan kemampuan gerak yang terbatas. Plankton terbagi atas dua kelompok yaitu fitolankton dan zooplankton. Plankton merupakan komponen utama dalam rantai makanan ekosistem perairan. Fitoplankton berperan sebagai produsen primer dan zooplankton sebagai konsumen pertama yang menghubungkan dengan biota pada tingkat trofik yang lebih tinggi (Levinton, 1982; Arinardi et al., 1995; Casto and Huber, 2007; dalam Toha 2011)

  Plankton terdiri atas beberapa kelompok taksonomi dan satuan takson paling rendah disebut spesies atau jenis. Spesies dapat dikenal dari struktur morfologi dan selanjutnya spesies akan menyusun populasi beberapa populasi akan menyusun komunitas. Fitoplankton dan zooplankton merupakan satu komunitas. Satu komunitas plankton dicirikan dari komposisi spesies penyusun komunitas (Brahmana, 2007 dalam Winarni, 2011).

  Nybakken (1992) dalam Asmara (2005) membagi plankton berdasarkan ukuran plankton dalam lima golongan yaitu : megaplankton ialah organisme planktonik yang berukuran lebih dari 2000 mm, makroplankton ialah organisme planktonik yang berukuran 200-2000 mm, sedangkan mikroplankton berukuran 20-200 mm. Ketiga golongan lainnya yaitu nanoplankton yang berukuran 2-20 mm, dan ultrananoplankton organisme yang memiliki ukuran kurang dari 2 mm.

  Plankton dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu fitoplankton yang terdiri dari tumbuhan renik bebas bergerak dan mampu berfotosintesis sedangkan zooplankton ialah hewan yang bersifat planktonik.

  Plankton merupakan makanan alami larva organisme perairan. Sebagai produsen utama di perairan adalah fitoplankton, sedangkan organime konsumen adalah zooplankton, larva, ikan, udang, kepiting, dan sebagainya (Medinawati, 2010). Menurut Arinardi (1995) dalam Yazwar (2008), secara umum plankton dapat dikelompokkan berdasarkan ukuran dan contoh biotanya, seperti tertara pada tabel berikut ini: Tabel 1. Pengelompokan plankton menurut Arinardi (1995) dalam Yazwar (2008)

  Kelompok Ukuran Biota Umum A. Plankton Non Net

  2 µm Bakteri 1.

   Ultrananoplankton

  Fungi, Flagellata, dan

  2. 2-20 µm Nanoplankton

  Diatoma kecil Fitoplankton, Foraminifera,

  20-200 µm 3.

   Mikroplankton

  Ciliata, dan Rotifera B.

   Plankton Net 1. 0,20-20 mm Copepoda, Cladocera Mesoplankton 2. 2-20 mm Cephalopoda, Euphsid Mikroplankton 3. 20-200 mm Copepoda Makroplankton 4. >200 mm Cyane, Schipozoa Megaplankton

  Plankton terdiri dari fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton hanya terdiri dari alga yang mikroskopis. Semua fitoplankton selamanya hidup dalam air sebagai plankton dan diberi nama holoplankton. Lain halnya dengan zooplankton, zooplankton terdiri dari holoplankton dan meroplankton atau termoairplankton (Atmawati, 2012 ). Plankton secara umum yang dikenal terbagi atas fitoplankton dan zooplankton yang merupakan dasar awal dari semua jaringan makanan, dapat langsung dimanfaatkan oleh biota-biota yang hidup di perairan. Fitoplankton berperan sebagai pembuat makanan, dimanfaatkan oleh zooplankton dan selanjutnya zooplankton dimakan oleh ikan-ikan kecil sebagai konsumen berikutnya (Likumahuwa, 2009).

  2.1.1. Fitoplankton dan Zooplankton Brahmana (2007) dalam Winarni (2011) mengemukakan bahwa fitoplankton didefinisikan sebagai plankton tumbuhan atau plankton yang dapat melakukan fotosintesis dari maerial air, karbon dioksida dan cahaya sebagai sumber energi untuk menghasilkan material organik. Fitoplankton adalah sumber materi organik di lingkungan pelagik, yang terdiri atas alga mikroskopis, bersel tunggal, atau sel-sel terangkai dalam bentuk rantai. Ukuran fitoplankton berkisar dari beberapa mikrometer sampai beberapa ratus kilometer. Pada fitoplankton bersel tunggal, perbandingan luas permukaan dengan isi sel lebih tinggi dibanding sel-sel terangkai dalam rantai. Perbandingan luas permukaan dengan isi sel ini berhubungan dengan kemampuan tetap mengapung dalam kolom air, tetapi juga berguna untuk menyerap unsur hara yang diperlukan dalam fotosintesis.

  Fitoplankton dalam ekosistem perairan mempunyai peranan yang sangat penting terutama dalam rantai makanan di laut, karena fitoplankton merupakan produsen utama yang memberikan sumbangan pada produksi primer total suatu perairan. Dalam hal ini fitoplankton mempunyai peranan penting bagi produktivitas primer perairan, karena fitoplankton dapat melakukan fotosintesis yang menghasilkan bahan organik yang kaya energi maupun kebutuhan oksigen bagi organisme yang tingkatannya lebih tinggi (Rokhim dkk, 2009).

  Zooplankton terdiri dari keseluruhan organisme planktonik heterotrofik dengan nutrisi seperti hewan. Karena zooplankton tidak dapat mensintesis kebutuhan organiknya maka zooplankton harus memperoleh organik dari air sekitarnya dan menelan material hidup atau disebut fagotrof (Winarni, 2011). zooplankton memainkan peran penting sebagai rantai pertama dalam transfer energi di jejaring makanan perairan ekosistem laut lepas (Nybakken and Bertness, 2005; Ara and Hiromi, 2009 dalam Thoha, 2013).

  Perbedaan diantara keduanya terletak pada kemampuan fitoplankton dalam melakukan proses fotosintesis dengan tersedianya klorofil dalam sel-sel organisme tersebut. Dalam rantai makanan disuatu ekosisem air, fioplankton termasuk ke dalam kelompok produsen karena kemampuanya dalam melakukan fotosintesis tersebut. Oleh karena itu keberadaan fitoplankton disuatu ekosistem air menjadi sangat penting terutama dalam mendukung kelangsungan hidup organisme air lainnya, seperti zooplankton, bentos ikan dan lain-lain (Barus, 2004 dalam Winarni, 2011).

  2.1.2. Plankton di Perairan Plankton sebagai komponen dasar dalam struktur kehidupan di laut dapat dijadikan sebagai salah satu parameter dalam pemantauan kualitas lingkungan perairan. Aspek-aspek yang dapat diamati meliputi nilai kualitatif dan kuantitatif plankton. Aspek kualitatif meliputi pemahaman terhadap komposisi plankton yang berkaitan dengan keberadaan jenis-jenis plankton yang dapat menimbulkan bencana terhadap lingkungan perairan ataupun terhadap manusia, dalam hubungannya sebagai pengguna lingkungan atau konsumer langsung organisme laut sebagai bahan makanan. Aspek kuantitatif meliputi pemahaman terhadap fungsi dan tingkat kemampuan perairan sebagai pendukung kehidupan organisme perairan. Pemahaman plankton secara kuantitatif berhubungan erat dengan penilaian perairan (Thoha, 2004).

  Fungsi perairan dapat berubah akibat adanya perubahan struktur dan nilai kuantitatif plankton. Perubahan ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal dari alam maupun dari aktivitas manusia, seperti peningkatan signifikatif konsentrasi unsur hara secara sporadis yang dapat menimbulkan peningkatan nilai kuantitatif plankton hingga melampaui batas normal yang dapat itolerir oleh organisme hidup lainnya. Kondisi ini dapat menimbulkan dampak negatif berupa kematian massal organisme perairan akibat persaingan penggunaan oksigen terlarut seperti terjadi di berbagai perairan di dunia dan di beberapa perairan Indonesia (Thoha, 2004).

  Plankton merupakan sumber pakan yang akan dimanfaatkan oleh nekton dan ikan peliharaan. Jika plankton tidak cukup berlimpah maka laju pertumbuhan plankton tidak akan dapat menyaingi pertumbuhan ikan peliharaan yang dapat berakibat ikan tidak dapat tumbuh secara baik (Qiptiyah dkk., 2008). Dalam ekosistem air hasil dari fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton bersama dengan tumbuhan air disebut sebagai produktivitas primer. Fitoplankton hidup terutama pada lapisan perairan yang mendapat cahaya matahari yang dibutuhkan untuk melakukan proses fotosintesis ( Barus, 2001 dalam Yazwar, 2008).

  Keberadaan plankton di tambak di samping berfungsi sabagai pakan udang dapat pula berperan sebagai slah satu parameter ekologi yang dapat menggambarkan kondisi suatu perairan. Menurut Dawes (1981) dalam Amin dan Mansyur (2010), salah satu ciri khas organisme fitoplankton yaitu merupakan dasar dari mata rantai pakan di perairan. Oleh karena itu kehadiran plankton di suatu perairan dapat menggambarkan karakteristik suatu perairan apakah berada dalam keadaan subur atau tidak. Kelimpahan fitoplankton di suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa parameter lingkungan dan karakteristik fisiologinya. Komposisi dan kelimpahan fitoplankton akan berubah pada berbagai tingkatan sebagai respon terhadap perubahan-perubahan kondisi lingkungan baik fisika, kimia, maupun biolgi (Reynolda et al., 1984 dalam Amin dan Mansyur, 2010).

2.2 Komunitas dan Kelimpahan Plankton

  Struktur komunitas merupakan suatu kumpulan berbagai jenis mikroorganisme yang berinteraksi dalam suatu zonasi tertentu. Dinamika kelimpahan dan struktur komunitas fitoplankton terutama dipengaruhi oleh faktor fisika dan kimia, khususnya ketersediaan unsur hara (nutrien) serta kemampuan fitoplankton untuk memanfaatkannya (Muharram, 2006 dalam Wulandari, 2009).

  Jenis-jenis plankton yang mempunyai kelimpahan relatif tinggi merupakan jenis-jenis yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya lebih efisien daripada jenis lain dalam tingkat trofik yang sama. Hal ini berarti jenis-jenis tersebut mempunyai peranan yang penting bagi komunitas plankton di perairan tersebut (Qiptiyah dkk., 2008).

  Kelimpahan fitoplankton dan zooplankton tersebut diduga tergantung pada ketersediaan nutrien dan temperatur perairan (Qiptiyah dkk., 2008). Nybakken (1992) dalam (Qiptiyah dkk., 2008) mengatakan bahwa ada dua faktor yang dapat membatasi produktivitas fitoplankton yaitu cahaya dan zat-zat hara. Selain itu, aktivitas grazing dari zooplankton diduga juga mempengaruhi kelimpahan fitoplankton

2.3 Keanekaragaman, Pemerataan dan Dominasi Jenis

  Indeks keanekaragaman, indeks kemerataan atau keseragaman, dan indeks dominasi merupakan indeks yang digunakan untuk menilai kestabilan komunitas biota perairan dalam hubungannya dengan kondisi suatu perairan (Winarni, 2011).

  Indeks keanekaragaman spesies adalah ukuran kekayaan komunitas dilihat dari jumlah spesies dalam suatu kawasan (Usman dkk., 2013). Keanekaragaman juga ditunjang oleh komunitas plankton itu sendiri dimana plankton akan berkumpul disuatu tempat yang disukai (Nontji, 2008 dalam Usman dkk., 2013).

  Untuk mengetahui keanekaragaman plankton maka harus dilakukan analisis dan penghitungan Indeks Keanekaragaman dan Indeks Kesamaan, dengan rumus sebagai berikut :

  Indeks keanekaragaman Komunitas plankton dapat di hitung dengan rumus indeks keragaman Shannon-Wiener berikkut ini (Brower et al, 1990 dalam Yazwar, 2012) :

  H’ = - Ʃ pi ln pi

  Pi : Perbandingan antara jumlah suatu jenis dengan jumlah seluruh jenis (ni/N ) Sedangkan indeks kesamaan dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

  H′

  S =

  Hmax

  H’ : Indeks keragaman S : Jumlah spesies Hmax : Indeks keanekaragaman maksimum ( n = S )

  Dominansi spesies adalah penyebaran jumlah individu tidak sama dan ada kecenderungan suatu spesies mendominasi (Usman dkk., 2013). Indeks Dominasi mendeskripsikan tentang jumlah keseluruhan plankton yang terdapat di setiap stasiun penelitian (Usman dkk., 2013). Sedangkan menurut Madinawai (2010) indeks dominansi merupakan indeks yang memperlihatkan adanya spesies yang mendominasi dalam suatu komunitas plankton.

  Menurut Primack dkk (1998 dalam Atmawati, 2012), keanekaragaman jenis

menunjuk seluruh jenis pada ekosistem, sementara Desmukh (1992 dalam Atmawati,

2012) menyatakan bahwa keanekaragaman jenis sebagai jumlah jenis dan jumlah

individu dalam satu komunitas. Untuk dapat mengetahui keanekaragaman suatu

komunitas dapat dilakukan dengan cara menghitung: 1) Indeks Diversitas (keanekaragaman)

  Diversitas atau keanekaragaman didalam suatu komunitas, yaitu mempelajari

tentang keanekaragaman jenis organisme yang terdapat di dalam suatu komunitas.

  

Keanekaragaman dalam komunitas ditandai oleh banyaknya spesies organisme yang

membentuk komunitas tersebut. Semakin banyak jumlah spesies, makin tinggi

keanekaragamannya. Apabila suatu komunitas didominasi oleh satu atau sejumlah

kecil spesies dengan jumlah individu yang menyusun suatu komunitas. Tingginya

keanekaragaman menunjukkan suatu ekosistem yang seimbang dan memberikan

peranan yang besar untuk menjaga keseimbangan terhadap kejadian yang merusak

  

ekosistem. Adapun salah satu contoh dari indeks keanekaragaman zooplankton adalah

indeks Shannon – Wiener (Fahrul, 2007 dalam Atmawati, 2012) 2) Densitas (kerapatan) Densitas atau kerapatan merupakan ukuran besarnya populasi dalam satuan

ruang atau volume. Pada umumnya ukuran besarnya populasi digambarkan dengan

cacah individu / biomassa populasi per satuan ruang atau volume (Sudjoko, dkk.,

1998 dalam Atmawati, 2012) . untuk mengetahui perkembangan kerapatan populasi

pada ruang yang bebeda secara relative, maka satuan pengukuran yang dipergunakan

adalah kerapatan relatif (Darmawan, 2004 dalam Atmawati, 2012). Menurut

Sudjoko,dkk (1998) dalam Atmawati (2012) kerapatan suatu populasi secara teoritik

ditentukan oleh:

  a. Ketersediaan sumber daya misalnya makanan dan ruangan tempat hidup

  b. Aksebilitas sumber daya dan kemampuan individu populasi untuk mencari dan memperoleh sumber daya (antara lain penyebaran, pemencaran, dan kemampuan mencari).

  

c. Waktu artau kesempatan untuk memanfaatkan laju (= r) pertumbuhan.

3) Frekuensi kehadiran Frekuensi kehadiran merupakan pemunculan spesies tiap jenis pada seluruh

sampel atau merupakan keterdapatan suatu jenis dalam luasan tertentu. Frekuensi

kehadiran ditentukan dengan cara mencatat kehadiran dan ketidakhadiran

zooplankton pada stasiun penelitian (Atmawati, 2012).

4) Dominansi

  Dominansi merupakan banyaknya organisme di dalam lingkungan terhadap total individu di daerah tersebut. Nilai dominansi menggambarkan komposisi jenis dalam komunitas dan spesies yang dominan dalam suatu komunitas memperlihatkan kekuatan spesies itu dibandingkan spesies lain (Atmawati, 2012).

  Menurut Barus (2004) dalam Yazwar (2008) Distribusi zooplankton dan fitoplankton tidak merata karena fitoplankton mengeluarkan bahan metabolit yang membuat zooplankton tertarik terhadap fitoplankton. Jumlah dan distribusi musiman plankton maupun zooplankton dapat diketahui berdasarkan beberapa faktor pembatas seperti suhu, penetrasi cahaya dan kosentrasi unsur hara seperti nitrat dan fosfat dalam suatu perairan.

2.4 Teknik Perhitungan Kelimpahan Plankton

  Pengambilan sampel dilakukan 2 kali dalam selang waktu 1 minggu. Pada tiap stasiun pengamatan dilakukan pengambilan sampel pada satu titik sampling yaitu pada zona permukaan ( 0 meter ) dan ditarik secara horizontal . Faktor biotik yang diamati adalah plankton sedangkan faktor abiotik lingkungan meliputi suhu, DO, pH dan salinitas ( Barus, 2004 dalam Yazwar, 2008 ).

  Penghitungan plankton dilakukan dibawah mikroskop dengan menggunakan alat haemocytometer dan dengan menggunakan rumus menurut Isnansetyo & Kurniastuty (1995) dalam Yazwar (2008) yang dimodifikasi dilakukan peghitungan kelimpahan plankton :

  T x P x V x 1

  N =

  L x p x v x W

  N : Kelimpahan plankton per liter

  2 T : Luas penampang permukaan haemocytometer ( mm )

  2 L : Luas satu lapang pandang ( mm )

  P : Jumlah plankton yang dicacah P : Jumlah lapang yang diamati V : Volume konsetrasi plankton dalam bucket ( ml ) v : Volme konsentrat dibawah gelas penutup ( ml ) W : Volume air sampel yang disaring melalui planktonnet ( liter )

  Penghitungan plankton yang berasal dari perairan bebas adalah dengan menggunakan Sedgewick Rafter Counting Cell (SRCC ).Alat ini digunakan karena plankton yang dicacah bersifat heterogen dan beraneka ragam. Rumus SRCC & Kurniastuty ( 1995 ) dalam Purba ( 1998 ) adalah :

  ∑ ×1000 3,14×10

  Penghitungan plankton dapat dihitung dengan menggunakan alat haemocytometer yang umumnya digunakan untuk menghitung sel darah merah dan sel darah putih. Alat ini dapat digunakan untuk menghitung plankton dengan

  7

  diameter berukuran 2 – 30 µm hingga mencapai kepadatan 50 x 10 sel/ml ( Woro & Endang, 2011 ).

  Menurut Woro & Endang (2011) rumus penghitungan plankton dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Big Block Bila ukuran sel fitoplankton lebih besar dari 6 dan terlalu padat.

  Penghitungan fitoplankton menggunakan metode Big Block (blok A, B, C dan D).

  4

  Kepadatan Fitoplankton (sel/ml) =

  10

  4 Keterangan :

  nA, nB, nC, nD = jumlah sel fitoplankton pada blok A, B, C, D konstanta 4 = jumlah blok yang dihitung

  b. Small Block Bila ukuran sel plankton lebih kecil dan padat populasinya, maka penghitungan dilakukan dengan menggunakan Small Block ( blok E ) pada bagian tengah dengan menghitung sel pada lima kotak kecil.

  Kepadatan Fitoplankton (sel/ml) =

  −6 5 4 10

  Keterangan : na,nb,nc,nd,ne = jumlah sel fitoplankton pada kotak a, b, c, d, e konstanta 5 = jumlah kotak yang dihitung

  • 6

  4 x 10 = luas kotak kecil ( a,b,c,d atau e )

2.5 Udang Vannamei

  Keberadaan udang vannamei (Litopenaeus vannamei) di Indonesia khususnya di Jawa Timur sudah bukan hal yang asing lagi bagi para petambak, dimana udang introduksi tersebut telah berhasil merebut simpati masyarakat pembudidaya karena kelebihannya, sehingga sejauh ini dinilai mampu menggantikan udang windu (Penaeus monodon) sebagai alternatif kegiatan diversifikasi usaha yang positif. Udang vannamei secara resmi diperkenalkan pada masyarakat pembudidaya pada tahun 2001 setelah menurunnya produksi udang windu (Penaeus monodon) karena berbagai masalah yang dihadapi dalam proses produksi, baik masalah teknis maupun non teknis (Subyakto, dkk., 2009).

  2.5.1 Taksonomi dan Morfologi Udang vannamei digolongkan ke dalam genus Litopenaeus pada filum

  Arthropoda. Ada ribuan spesies di filum ini. Namun, yang mendominasi perairan yang berasal dari subfilum Crustacea. Ciri-ciri subfilum Crustacea yaitu memiliki tiga pasang kaki berjalan yang berfungsi untuk mencapit, terutama dari ordo

  Decapoda (Yuliati, 2009)

  Gambar 1 Morfologi Udang Vannamei Sumber : Wyban and Sweeney (1991) dalam Yulianti (2009) Berikut tata nama udang vannamei menurut ilmu taksonomi (Haliman dan, Adijaya 2005 dalam Yuliati, 2009).

  Filum : Arthtropoda Kelas : Malacostraca Ordo : Decapoda Family : Penaeidae Genus : Litopenaeus Spesies : Litopeneus vannamei

  Secara morfologi, tubuh udang vannamei dibentuk oleh dua cabang (biramous), yaitu exopodite dan endopodite. Vannamei memiliki tubuh berbuku- buku dan aktivitas berganti kulit luar secara periodik (moulting). Tubuh udang vannamei terdiri dari dua bagian, yaitu kepala (Thorax) dan perut (abdomen). Kepala udang vannamei terdiri dari antenula, antena, mandibula, dan dua pasang

  

maxillae . Kepala udang vannamei juga dilengkapi dengan tiga pasang maxilliped

dan lima pasang kaki berjalan (peripoda) atau kaki sepuluh (decapoda).

  Sedangkan perut (abdomen) udang vannamei terdiri enam ruas dan pada bagian abdomen terdapat lima pasang kaki renang dan sepasang uropods (mirip ekor) yang membentuk kipas bersama-sama telson (Yuliati, 2009).

  Bagian tubuh udang vannamei sudah mengalami modifikasi sehingga dapat digunakan untuk keperluan makan, bergerak, membenamkan diri ke dalam lumpur (burrowing), menopang insang karena struktur insang udang mirip bulu unggas, dan sebagai organ sensor seperti pada antena dan antenula. Sifat-sifat penting yang dimiliki udang vannamei yaitu aktif pada kondisi gelap (noctural), dapat hidup pada kisaran salinitas lebar (euryhaline) umumnya tumbuh optimal pada salinitas 15-30 ppt, suka memangsa sesama jenis (kanibal), tipe pemakan lambat tetapi terus menerus (continous feeder), menyukai hidup di dasar (bentik), mencari makan lewat organ sensor (chemoreceptor) (Yuliati, 2009).

  2.5.2 Kualitas Air Beberapa parameter kualitas air yang mendukung kehidupan udang vannamei adalah sebagai berikut :

1. Suhu

  Suhu air sangat mempengaruhi laju metabolisme dalam pertumbuhan organisme perairan. Selain itu, suhu juga akan mempengaruhi kelarutan gas-gas dalam air. Udang dapat bertahan pada rentang suhu yang lebar. Batas suhu paling tinggi untuk Litopenaus vannamei sekitar 35

  C. Udang akan bertahan pada suhu 24-32

  C, diluar kisaran tersebut udang akan stress dan tidak akan tumbuh dengan baik. Sedangkan untuk pertumbuhan maksimum rentang suhu antara 28-32 C (Wyk, 1999 dalam Panjaitan, 2012).

2. Salinitas

  Salinitas sangat besar pengaruhnya terhadap proses metabolisme dan kelangsungan hidup udang (Panjaitan, 2012). Budiarti (1999) dalam Panjaitan (2012) mengatakan bahwa salinitas merupakan parameter penting karena berhubungan dengan tekanan osmotik dan ionik air, baik sebagai media internal maupun eksternal dan juga salinitas berhubungan dengan tingkat osmoregulasi udang. Udang vannamei memiliki toleransi yang cukup besar terhadap salinitas, salinitas yang baik untuk pertumbuhan udang adalah 29-34 ppt.

  3. Derajat Keasaman (pH) Derajat keasaman (pH) air dapat berpengaruh terhadap meningkat tidaknya daya racun amonia dan hidrogen sulfida. Pada pH tinggi lebih banyak ditemukan senyawa amonia dan bersifat toksik. Hal ini disebabkan karena amonia lebih mudah terserap ke dalam tubuh udang. Apabila nilai pH semakin meningkat pada kadar tertentu, maka ajan mengakibatkan daya racun amonia semakin meningkat (Effendi, 2000 dalam Panjaian, 2012).

  Secara tidak langsung pH juga mempengaruhi kehidupan organisme kultivan melalui efek terhadap parameter ini, seperti tingkat toksik amoniak, dan keberadaan pakan alami. Untuk itu kestabilan pH pada kisaran normal sangat mendukung pada kehidupan dan pertumbuhan udang (Panjaitan, 2012). Kisaran pH yang dapat diterima menurut Wyk (1999) dalam Panjaitan (2012) untuk memelihara udang adalah 7-9.

  4. Oksigen Terlarut / Dissolved Oxygen (DO) Haliman dan Adijaya (2006) dalam Panjaitan (2012) menjatakan bahwa kandungan oksigen terlarut sangat memepengaruhi metabolisme tubuh udang dan kadar oksigen yang baik berkisar antara 4-6 ppm.

  

III METODOLOGI

  3.1 Tempat dan Waktu

  Praktek Kerja Lapang (PKL) ini dilaksanakan di tambak udang vannamei sistem intensif PT Surya Windu Kartika, Desa Bomo, Kecamatan Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi, Propinsi Jawa Timur. Kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini dilaksanakan pada tanggal 20 Januari 2014 – 15 Februari 2014.

  3.2 Metode Kerja

  Metode kerja yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapang ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah salah satu metode penelitian yang banyak digunakan pada penelitian untuk menjelaskan suatu kejadian. Menurut Morisan, dkk (2012), penelitian deskriptif bertujuan untuk menjelaskan situasi atau peristiwa. Peneliti mengamati suatu objek dan kemudian menjelaskan apa yang diamatinya. Penelitian deskriptif merupakan pengamatan yang bersifat ilmiah yang dilakukan secara hati-hati dan cermat, sehingga data yang diperoleh lebih akurat daripada pengamatan biasa.

  3.3 Metode Pengumpulan Data

  Pengumpulan data dilakukan melalui instrumen pengumpulan data, observasi, maupun melalui data dokumentasi. Menurut sumbernya, data dapat digolongkan sebagai data primer dan data sekunder.

3.3.1 Data Primer

  Data primer merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dari sumber datanya. Data primer disebut juga data asli.

  Untuk mendapatkan data primer, peneliti harus mengumpulkannya secara langsung (Nazir, 2011). Teknik yang dapat digunakan diantaranya adalah sebagai berikut:

  A. Observasi

Dokumen yang terkait

BUDIDAYA UDANG VANAME POLA INTENSIF DENGAN SISTEM BIOFLOK DI TAMBAK

0 0 13

APLIKASI PROBIOTIK (Bacillus sp.) PADA BUDIDAYA UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) DI TAMBAK UDANG INTENSIF SIDOJOYO GROUP, BANYUWANGI, JAWA TIMUR LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG PROGRAM STUDI S-I BUDIDAYA PERAIRAN

0 0 17

MANAJEMEN PEMBESARAN IKAN BANDENG ( Chanos chanos) DENGAN SISTEM SEMI INTENSIF DI BALAI BESAR PERIKANAN BUDIDAYA AIR PAYAU (BBPBAP) JEPARA PRAKTEK KERJA LAPANG PROGRAM STUDI S-1 BUDIDAYA PERAIRAN

0 4 14

MANAJEMEN PENERIMAAN BAHAN BAKU UDANG VANNAMEI UDANG, PT GRAHA MAKMUR CIPTA PRATAMA, SIDOARJO, JAWA TIMUR PRAKTEK KERJA LAPANG PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

1 2 13

MANAJEMEN KUALITAS AIR PADA PEMBESARAN UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) DALAM TAMBAK BUDIDAYA INTENSIF DI BALAI LAYANAN USAHA PRODUKSI PERIKANAN BUDIDAYA (BLUPPB) KARAWANG, JAWA BARAT PRAKTEK KERJA LAPANG PROGRAM STUDI S-1 BUDIDAYA PERAIRAN

0 3 78

MANAJEMEN PEMBERIAN PAKAN BUATAN PADA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DENGAN PENERAPAN KOMBINASI ORGANISME AUTOTROF DAN HETEROTROF DI TAMBAK UDANG INTENSIF WONGSOREJO, BANYUWANGI, JAWA TIMUR PRAKTEK KERJA LAPANG PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRA

0 1 18

TEKNIK PEMELIHARAAN INDUK UDANG GALAH (Macrobranchium rosenbergii) DI INSTALASI BUDIDAYA AIR PAYAU DESA SUKABUMI KECAMATAN MAYANGAN KABUPATEN PROBOLINGGO-JAWA TIMUR PRAKTEK KERJA LAPANG PROGRAM STUDI S-1 BUDIDAYA PERAIRAN

0 0 18

TEKNIK PEMBESARAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei)PADA TAMBAK INTENSIF DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM SEMI BIOFLOK DI BALAI PERIKANAN BUDIDAYA AIR PAYAU (BPBAP)GELUNG – SITUBONDO, JAWA TIMUR PRAKTEK KERJA LAPANG PROGRAM STUDI S-1 BUDIDAYA PERAIRAN

0 0 15

TEKNIK PEMBESARAN IKAN NILA GENETIC MALE TILAPIA (GMT) DENGAN FERMENTASI PAKAN DI KOLAM INTENSIF INSTALASI BUDIDAYA AIR PAYAU, LAMONGAN PRAKTEK KERJA LAPANG PROGRAM STUDI S1 BUDIDAYA PERAIRAN

0 0 18

TEKNIK PEMBESARAN IKAN BAWAL (Colossomamacropomum) SECARA MONOKULTUR PADA KOLAM SEMI INTENSIF DI BALAI BENIH IKAN PURI - MOJOKERTO LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG PROGRAM STUDI S1 BUDIDAYA PERAIRAN

0 0 62