CRITICAL POLICY ANALYSIS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN HIV/AIDS DI KOTA TANGERANG - FISIP Untirta Repository

  

CRITICAL POLICY ANALYSIS PERATURAN

MENTERI KESEHATAN NOMOR 21 TAHUN

2013 TENTANG PENANGGULANGAN

HIV/AIDS DI KOTA TANGERANG

  SKRIPSI

  

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Kebijakan Publik

Program Studi Ilmu Administrasi Negara

  Oleh Maria Lusyana Br. Ginting

  NIM.6661132667

  

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

SERANG, Oktober 2017

  Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir.

  • -Pengkhotbah 3: 11

  PERSEMBAHAN: “Skripsi ini aku persembahkan kepada Mamak dan Bapak yang selalu memberikan dukungan moril dan doa”

  

ABSTRAK

Maria Lusyana Br Ginting. NIM. 6661132667. Critical Policy Analysis

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013 tentang

Penanggulangan HIV/AIDS di Kota Tangerang. Program Studi Ilmu

Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik. Universitas Sultan

Ageng Tirtayasa. Dosen Pembimbing I Leo Agustino, Ph.D. Dosen

Pembimbing II Maulana Yusuf, M.Si.

  HIV/AIDS merupakan isu yang sensitif di berbagai belahan dunia termasuk di Indonesia. Pemerintah Indonesia merespon isu tersebut dengan mencoba menyelesaikannya dengan penanggulangan HIV/AIDS, dengan cara mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013. Masalah- masalah dihadapi dalam penanggulangan HIV/AIDS khususnya di kota Tangerang. Kota Tangerang memiliki kasus HIV/AIDS tertinggi di Provinsi, dengan berbagai masalah dalam penanggulangan HIV/AIDS, seperti belum maksimalnya layanan di RSUD Kota Tangerang, masih ada stigma dan diskriminasi, terbatasnya SDM yang terlatih, terbatasnya fasiltas pelayanan, dan terbatasnya anggaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengkritisi Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013 di kota Tangerang. Teori yang digunakan untuk mengkritisi adalah Critical System Thinking, menggunakan 4 dimensi Critical System Thingking dari Ulrich yaitu Sumber Motivasi, Sumber Kekuasaan, Sumber Pengetahuan, dan Sumber Pengesahan. Metode yang digunakan adalah kualitatif ekspolratif. Teknik analisi data dalam penelitian ini menggunakan analisis dari Miles dan Huberman. Hasil dari penelitian ini adalah analisis kritis dalam Permenkes Nomor 21 Tahun 13 di kota Tangerang baik dalam dimensi sumber motivasi dan sumber pengesahan, walaupun terdapat beberapa hal yang perlu dibenahi, dan belum baik dalam sumber kekuatan, seperti sumber daya yang terbatas, terdapat beberapa aspek yang berada diluar kontrol pembuat dan pelaksana kebijakan, dan berdasarkan world view juga belum baik dalam pembebasan dan saksi seperti pihak yang harusnya dilibatkan, dan tidak dilibatkannya secara optimal seperti komunitas LGBT dan sejenisnya.

  Kata kunci: Critical System Thinking, Penanggulangan HIV/AIDS

  

ABSTRACT

Maria Lusyana Br Ginting. NIM. 6661132667. Critical Policy Analysis

Regulation of the Minister of Health Number 21 of 2013 on HIV / AIDS

Control in Tangerang City. Major of Public Administration Science. The

Faculty of Social and Political Sciences. University of Sultan Ageng Tirtayasa.

  1st Advisor Leo Agustino, Ph.D. 2nd Advisor II Maulana Yusuf, M.Si.

  

HIV / AIDS is a sensitive issue in many parts of the world including in Indonesia.

The Government of Indonesia responded by trying to resolve it with HIV / AIDS

control, by issuing Regulation of the Minister of Health Number. 21 of 2013. The

Problems of HIV / AIDS especially in Tangerang city. Tangerang City has the

highest number of HIV / AIDS cases in the Province, with various problems in the

control of HIV / AIDS, such as the lack of service at Tangerang District Hospital,

stigma and discs, limited human resources trained, limited service facilities, and

budget constraints. This research is appropriate to criticize the Minister of Health

Regulation No. 21 of 2013 in the city of Tangerang. The theory used to criticize is

Critical System Thinking, using 4 dimensions of Thingking Critical System from

Ulrich that is Source of Motivation, Source of Power, Source of Knowledge, and

Source of Legalization. The method used is qualitative expolrative. Data analysis

technique in this research use analysis from Miles and Huberman. The result of

this research is a critical analysis in Regulation of the Minister of Health Number

  

21 Year 13 in Tangerang City, both in the source dimension of motivation and

source of ratification, although there are some things that need to be addressed,

and not good in resources, such as limited resources, there are several aspects

are beyond the control of policy makers and implementers, and based on world

views are also not good in liberation and relationships such as those who should

be involved, and are not involved as optimally as LGBT communities and the like.

  Keywords: Critical System Thinking, HIV / AIDS Control

KATA PENGANTAR

  Puji Syukur Peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga Peneliti dapat menyelesaikan penelitian skripsi ini yang berjudul Critical Policy Analysis Peraturan Menteri Kesehatan

Nomor 21 Tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV/AIDS di Kota Tangerang.

  Penelitian skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat tugas akhir Studi Strata Satu (S1) untuk mendapat gelar kesarjanaan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

  Peneliti meyadari sepenuhnya bahwa keberhasilan dan kesempurnaan pada penyusunan penelitian ini tidak akan terwujud tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak yang telah membantu dalam memberikan motivasi dan masukan untuk menambah wawasan terkait bidang yang diteliti oleh Peneliti. Oleh sebab itu, maka pada kesempatan ini Peneliti menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

  1. Kedua Orang tuaku tercinta yaitu Ayahanda Juaras Ginting, SE dan Ibunda Kota Bertha Ulina Br. Surbakti yang senantiasa mendoakan, mendidik, membantu baik materil maupun non-materil dengan sentuhan kasih sayang dan saudara-saudariku yaitu Ayu Junita Br. Ginting, Diana Beatrice Br. Ginting, dan Josua Ginting.

  2. Bapak Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

  3. Bapak Dr. Agus Sjafari, M.Si Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

  4. Ibu Rahmawati, S.Sos., M.Si Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

  5. Bapak Iman Mukhroman, S.Sos., M.Si Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

  6. Bapak Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M.Si Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

  7. Ibu Listyaningsih, M.Si Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

  8. Bapak Riswanda, Ph.D Sekretaris Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

  9. Bapak Ismanto, M.M sebagai Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan waktu, tenaga, arahan dan motivasi dalam proses kegiatan akademik peneliti.

  10. Bapak Leo Agustino, Ph.D sebagai Dosen Pembimbing Skripsi I yang telah memberikan waktu, tenaga, arahan dan motivasi dalam menyelesaikan penelitian ini.

  11. Bapak Maulana Yusuf, M.Si sebagai Dosen Pembimbing Skripsi II yang telah memberikan waktu, tenaga, arahan dan motivasi dalam menyelesaikan penelitian ini.

  12. Kepada seluruh Dosen dan Staff Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang telah membekali ilmu selama perkuliahan dan membantu dalam memberikan informasi selama proses perkuliahan.

  13. Kepada informan peneliti di Dinas Kesehatan Kota Tangerang, KPA Provinsi Banten, dan KPA Kota Tangerang, Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, LSM Lentera Edelwies, RSUD Kota Tangerang, Puskesmas Tanah Tinggi, Tribun Banten, dan Satelit News yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.

  14. Kepada para sahabat seperjuanganku Kabinet Tokek yang menjadi partner dalam memperoleh Gelar S1 yang selalu ada disaat suka maupun duka yaitu, Ahmad Fathoni, S.H, Asep Faturahman, Evi Setyowati, Galuh Melati NJ, Rezki Handoyo Wati, Suci Riskianingrum, Vevi Martina, dan Wildan Wirdaus.

  15. Kepada teman-temen seperjuangan Angkatan 2013, khususnya kelas D Administrasi Negara yang telah menjadi sumber kebahagiaan dan selalu ada selama menjalani perkuliahan.

  16. Kepada teman-teman sekelas dan seorganisasi Galuh, Fita, Firda, Nindi, Rahmi, Rima, Jakper, Jamal, dan semua yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu.

  17. Kepada kawan-kawan HIMANE 2014 dan HIMANE 2015 yang telah memberikan semangat dan memberikan pengalaman organisasi kepada peneliti.

  18. Kepada kawan-kawan DPM FISIP 2016 yang telah memberikan semangat dan memberikan pengalaman organisasi kepada peneliti.

  19. Kepada kawan-kawan GenBI Banten yang telah memberikan semangat dan memberikan pengalaman organisasi kepada peneliti.

  20. Kepada para bapak, ibu, kakak, dan teman di GKII yang selalu memberikan dukungan semangat dan doa.

  21. Serta semua pihak yang terlibat dalam membantu peneliti untuk memberikan arahan, bimbingan, semangat, dan doa yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Peneliti menyadari bahwa sebagai manusia yang tak luput dari kesempurnaan yang tentunya memiliki keterbatasan yang terdapat kekurangan dalam penyusunannya. Oleh sebab itu, Peneliti meminta maaf apabila ada kesalahan dan kekurangan dalam penelitian ini. Peneliti mengharapkan segala masukan baik kritik maupun saran dari pembaca yang dapat membangun demi penyempurnaan skripsi ini.

  Serang, September 2017 Peneliti,

  Maria Lusyana Br. Ginting

  

DAFTAR ISI

  Halaman HALAMAN JUDUL LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITIAS .............................................. i LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR .................................................................................... ii DAFTAR ISI ................................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x DAFTAR TABEL ........................................................................................... xi

  BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................

  1

  1.2 Identifikasi Masalah ............................................................. 18

  1.3 Batasan Masalah ................................................................... 18

  1.4 Rumusan Masalah ................................................................ 18

  1.5 Tujuan Penelitian .................................................................. 19

  1.6 Manfaat Penulisan ................................................................. 19

  1.6.1 Manfaat Praktis .......................................................... 19

  1.6.2 Manfaat Teoritis ........................................................ 19

  2.1.7. Kesetaraan Sosial ..................................................... 38

  3.2 Fokus Penelitian .................................................................... 47

  3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian ....................................... 47

  BAB III METODOLOGI PENELITIAN

  2.4 Asumsi Dasar ....................................................................... 46

  2.3 Kerangka Berfikir ................................................................. 43

  2.2 Penelitian Terdahulu ............................................................ 39

  2.1.8. Keadilan Sosial ........................................................ 39

  2.1.6. Hak Asasi Manusia dan HIV/AIDS .......................... 36

  1.7 Sistematika Penulisan ........................................................... 20

  2.1.5. Hak Kesehatan ......................................................... 35

  2.1.4. Pelayanan Kesehatan ................................................ 33

  2.1.3. Pengertian HIV/AIDS .............................................. 31

  2.1.2. Critical System Thinking ......................................... 27

  2.1.1. Teori Kebijakan Publik ............................................. 22

  2.1 Deskripsi Teori ..................................................................... 22

  BAB II DESKRIPSI TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN

  3.3 Lokasi Penelitian ................................................................. 48

  3.4 Instrumen Penelitian ............................................................ 48

  3.5 Informan Penelitian .............................................................. 49

  3.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data .................................. 56

  3.6.1 Teknik Pengolahan Data ............................................. 51

  3.6.2 Uji Keabsahan Data .................................................... 61

  3.8 Jadwal Penelitian ................................................................. 62

  BAB IV PEMBAHASAN

  4.1 Deskripsi Objek Penelitian ................................................... 63

  4.1.1 Gambaran Umum Kota Tangerang ............................. 63

  4.1.2 Dinas Kesehatan Kota Tangerang ............................... 66

  4.1.3 Gambaran Umum Permenkes No 21 Tahun 2013 ...... 73

  4.2 Deskripsi Data ...................................................................... 74

  4.2.1 Deskipsi Data Penelitian ............................................. 74

  4.2.2 Data Informan Penelitian ............................................ 78

  4.3 Deskripsi Hasil Penelitian .................................................... 80

  4.3.1 Sumber Motivasi ......................................................... 80

  4.3.2 Sumber Kekuasaan ...................................................... 95

  4.3.3 Sumber Pengetahuan ................................................... 118

  4.3.4 Sumber Pengesahan .................................................... 134

  4.4 Pembahasan .......................................................................... 144

  BAB V PENUTUP

  5.1 Kesimpulan ........................................................................... 164

  5.2 Saran ..................................................................................... 167 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

  DAFTAR GAMBAR Halaman

Gambar 1.1 Jumlah Kasus HIV/AIDS yang Dilaporkan Tahun 2005-September 2014 ..............................................................................................

  4 Gambar 1.2 11 Provinsi Terbanyak Kasus AIDS 2014 ...................................

  7 Gambar 1.3 Sebaran Kasus HIV/AIDS di Kota Tangerang ............................

  9 Gambar 1.4 Diskriminasi pada Odha ............................................................... 11

Gambar 1.5 Bentuk-Bentuk Diskriminasi ........................................................ 14Gambar 1.6 Dukungan Hibah APBD bagi 8 Kab/Kota Provinsi Banten ......... 17Gambar 2.1 The Eternal Triangle of Boundary Judgments ............................. 28Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Boundary Judgments ................................. 45Gambar 3.1 Analisis Data Miles dan Huberman ............................................. 59Gambar 4.1 Struktur Dinas Kesehatan Kota Tangerang .................................. 68Gambar 4.2 Ruangan Pengganti VCT RSUD Kota Tangerang ....................... 107Gambar 4.3 Layanan HIV/AIDS Tidak Dimiliki RSUD Kota Tangerang ..... 108Gambar 4.4 Ruangan Pengganti VCT Puskesmas Tanah Tinggi .................... 109Gambar 4.5 Kerangka Pemikiran ..................................................................... 144Gambar 4.6 Temuan Lapangan Sebetulnya dan Seharusnya ........................... 161

  DAFTAR TABEL

  Halaman

Tabel 1.1 Kumulatif Kasus HIV/AIDS Berdasarkan Kab/Kota Tahun 1998 s/d Oktober 2016 ................................................................................

  8 Tabel 1.2 Rumah Sakit Rujukan Odha Kota Tangerang .............................. 13

Tabel 1.3 Tempat Layanan HIV/AIDS Kota Tangerang ............................. 15Tabel 2.1 Boundary Categories .................................................................... 30Tabel 3.1 Deskripsi Informan Penelitian ...................................................... 50Tabel 3.2 Pedoman Wawancara Penelitian .................................................. 53Tabel 3.3 Jadwal Penelitian .......................................................................... 62Tabel 4.1 Distribusi Penyakit Berdasarkan Kecamatan ................................ 65Tabel 4.2 Penemuan Kasus Berdasarkan Pekerjaan ..................................... 66Tabel 4.3 Sepuluh Provinsi Kasus Terbanyak .............................................. 76Tabel 4.4 Kumulatif AIDS yang Hidup dan Meninggal ............................... 76Tabel 4.5 Tempat Layanan Rujukan ............................................................ 77Tabel 4.6 Layanan HIV/AIDS Provinsi Banten ........................................... 77Tabel 4.7 Daftar Informan ............................................................................ 79Tabel 4.9 Temuan Lapangan ........................................................................ 162

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

  Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus diwujudkan sesuai cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 melalui pembangunan nasional. Menurut WHO, kesehatan adalah kondisi dinamis meliputi kesehatan jasmani, rohani, sosial, dan tidak hanya terbebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan. (Purwoastuti dan Walyani 2015: 18). Kesehatan di Indonesia juga merupakan bentuk Hak Asasi Manusia, yang diwujudkan melalui perlindungan hukum, di mana Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dalam Pasal 4 menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas kesehatan.

  Kebijakan pemerintah dengan upaya pemberian fasilitas pelayanan kesehatan kepada seluruh lapisan masyarakat juga harus diperhatikan sungguh- sungguh karena negara bertanggungjawab untuk pemenuhan kebutuhan fasilitas pelayanan, di mana dalam Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 34 Ayat (3) menyebutkan: “Negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”. Pernyataan tersebut juga didukung oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada Dokumen 1978 Pasal V, yang menyebutkan (Dumilah 2015: 6):

  “Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk kesehatan rakyatnya yang bisa dipenuhi hanya dengan adanya ketetapan mengenai ukuran-ukuran yang cukup dalam hal kesehatan dan sosial.”

  Berangkat dari hal itu sudah seharusnya pemerintah melakukan upaya yang sungguh-sungguh dalam mewujudkan hal pembangunan kesehatan di Indonesia, karena sudah jelaslah bahwa kesehatan adalah hal penting yang berhak diperoleh oleh setiap individu, serta menjadi tanggung jawab pemerintah untuk menjamin warganya untuk mau dan mampu hidup sehat dan bisa memanfaatkan pelayanan kesehatan tanpa ada diskriminasi. Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Keberhasilan pembangunan kesehatan berperan penting dalam meningkatkan mutu dan daya saing manusia Indonesia, untuk itu diperlukan upaya dalam pembangunan kesehatan masyarakat Indonesia.

  Salah satu upaya yang dilakukan untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya ialah dengan menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Pemerintah Indonesia hingga saat ini masih menghadapi problematika kesehatan yang memberikan dampak sosial yang kompleks dan menjadi kendala pembangunan yang harus segera diselesaikan, terutama pada masalah kesehatan dalam penyakit menular yang berdampak pada kehidupan sosial, budaya, agama bahkan ekonomi. Penyakit yang dimaksud dari hal tersebut adalah HIV dan AIDS, di mana HIV/AIDS ini menjadi masalah sosial yang harus diperhatikan oleh semua pihak, karena fakta berkembangnya epidemi yang disebabkan HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan yang masih mengkhawatirkan di Indonesia bahkan negara-negara lain di dunia.

  HIV/AIDS merupakan isu kesehatan yang cukup sensitif untuk dibicarakan. Hal ini berkaitan dengan sifat yang unik dari penyakit ini, selain kasusnya yang seperti fenomena gunung es, yakni penyebaran kasusnya tidak dapat diprediksi pada fase awal. HIV menjadi masalah yang kompleks yang terjadi di seluruh dunia, dimana HIV merupakan penyakit menular yang di seluruh dunia dikaitkan dengan kesehatan yang buruk, pemusnahan komunitas tertentu, terapi tinggi biaya dan perawatan, kematian signifikan dan kemiskinan. (French 2015: 63). HIV/AIDS merupakan salah satu komponen MDG 6 di mana hal itu dianggap sebagai masalah global karena penyakit tersebut sangat mempengaruhi kualitas hidup dan produktivitas penderita, dan belum ada obatnya, namun sesungguhnya hal tersebut dapat dicegah (French 2015: 78).

  Penyebaran HIV dan AIDS di Indonesia dalam 10 tahun terakhir secara umum meningkat, di mana data kasus HIV Juli sampai September 2015 terdapat 6.779 kasus, dan kasus AIDS sampai September 2015 sejumlah 68.917 kasus, dan dihitung sampai September 2015 pula, kasus AIDS tersebar di 381 (77 %) dari 498 kabupaten, kota di seluruh provinsi di Indonesia. (Metro TV News 2015, Jumlah Kasus HIV & AIDS di Indonesia Meningkat, diakses tanggal 2 November 2016). Terdapat peningkatan terhadap jumlah kasus HIV dan AIDS di Indonesia, dan ada penurunan namun penurunannya tidak signifikan. Berikut data HIV/AIDS di Indonesia dari tahun 2005 sampai September 2014.

Gambar 1.1 Jumlah Kasus HIV-AIDS di Indonesia yang Dilaporkan Tahun 2005 –

  

September 2014

  • 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000

  Sumber: KPA Kota Tangerang (2016) Saat ini strategi terbaru diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI

  Nomor 21 Tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV/AIDS, karena langkah penanggulangan selama ini yang berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.

  1285/Menkes/SK/X/2002 tentang Pedoman Penanggulangan HIV dan AIDS dan Penyakit Menular Seksual dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Tujuan dari Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013 dimuat dalam Pasal 3, yaitu:

  a. Menurunkan hingga meniadakan infeksi HIV/AIDS

  b. Menurunkan hingga meniadakan kematian yang disebabkan oleh keadaan yang berkaitan dengan AIDS c. Meniadakan diskriminasi terhadap ODHA

  d. Meningkatkan kualitas hidup ODHA

  e. Mengurangi dampak sosial ekonomi dari penyakit HIV dan AIDS pada individu, keluarga dan masyarkat.

   859 7,195 6,048 10,362 9,793 21,591 21,031 21,511 29,037 22,869 5,184 3,665 4,655 5,114 6,073 6,907 7,312 8,747 6,266 1,876

  30,000 35,000 s.d. 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014*

Jumlah Kasus HIV Jumlah Kasus AIDS

  Adanya tujuan tersebut, baik pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota mempunyai peran yang sangat penting dalam penanggulangan HIV/AIDS ini dan itu sudah menjadi tanggungjawab pemerintah. Desentralisasi di Indonesia membuat fungsi kantor kesehatan provinsi menjadi berkurang, sementara fungsi kantor kesehatan kabupaten dan kota menjadi sangat penting (Wibowo dan Tim 2015: 68). Menurut Wibowo juga, secara sederhana, model desentralisasi melibatkan pelayanan kesehatan pada tiga tingkatan, yaitu:

  1. Pelayanan kesehatan primer yang terdiri dari pelayanan tingkat masyarakat dan rumah sakit rujukan setempat.

  2. Pelayanan kesehatan tingkat daerah (provinsi atau negara bagian di bagian geografis yang ditentukan negara).

  3. Kementerian kesehatan sebagai pemerintah pusat.

  Maka dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 21 Tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS mengatur peran pemerintah kota.

  Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013 Pasal 8 menyebutkan tugas dan tanggung jawab pemerintah daerah kabupaten/kota, yakni sebagai berikut: a. Melakukan penyelenggaraan berbagai upaya pengendalian dan penanggulangan HIV/AIDS.

  b. Menyelenggarakan penetapan situasi epidemik HIV tingkat kabupaten/kota.

  c. Menjamin ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat primer dan rujukan dalam melakukan penanggulangan HIV dan AIDS sesuai dengan kemampuan.

  d. Menyelenggarakan sistem pencatatan, pelaporan dan evaluasi dengan memanfaatkan sistem informasi.

  Penanggulangan HIV/AIDS di dalam Permenkes nomor 21 tahun 2013 memuat 5 kegiatan pokoknya, yaitu promotif, preventif, diagnosis, kuratif, dan rehabilitatif. Penanggulangan HIV/AIDS ini terdapat pada layanan dan perawatan dikatakan oleh Bapak Arif Mulyawan sebagai Pegiat Kebijakan HIV/AIDS Provinsi Banten, bahwa penanggulangan mencakup pertama adalah layanan, yang di dalamnya terdapat pengobatan, sistem rujukan, dan diagnosa penyakit, kedua adalah perawatan yang di dalamnya terdapat stigma dan dikriminasi, sehingga hasilnya adalah memutuskan mata rantai HIV/AIDS dan terdapat perubahan perilaku pada odha.

  Gambaran umum kebijakan penanggulangan HIV/AIDS dalam Permenkes nomor 21 tahun 2013 terkait layanan dan perawatan adalah mencakup prinsip dan strategi dalam Pasal 4 poin a, b, c, g, h yang memuat tentang nilai-nilai yang diterapkan, menghormati HAM, keadilan dan kesetaraan, memperkokoh kesejahteraan keluarga, melibatkan populasi kunci, dan mempertahankan kehidupan ekonomi yang layak dan produktif. Poin-poin tersebut yang peneliti angkat dalam penelitian ini karena masih terdapat kekurangan dalam pelaksanaan poin-poin tersebut.

  Masalah dalam penanggulangan HIV/AIDS secara Permenkes nomor 21 tahun 2013 mencakup masalah dalam pelayanan dan nilai-nilai yang diterapkan.

  Pelayanan yang baik sudah diamanatkan dalam Permenkes 21 tahun 2013 sehingga tujuan-tujuan kebijakan dalam penanggulangan HIV/AIDS dapat tercapai. Pada kenyataannya pemerintah Indonesia belum bisa melayani ODHA dengan baik karena kurangnya komitmen dari pemerintah itu sendiri dan kasus HIV/AIDS ini belum menjadi isu yang strategis untuk ditangani. Oleh karena itu perlunya peran pemerintah daerah yang lebih dalam penanggulangan HIVAIDS.

  Peran pemerintah daerah dalam era otonomi daerah, sangat dibutuhkan dalam memberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat, karena bidang kesehatan merupakan urusan pemerintah daerah wajib yang tertuang dalam UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Otonomi daerah memberi keluasan penuh terhadap daerah untuk memberikan pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan dalam penanggulangan HIV/AIDS. Provinsi Banten merupakan salah satu provinsi di Indonesia, dan seperti yang diketahui Provinsi Banten terdiri dari 4 kota dan 4 kabupaten antara lain:

  1. Kota Serang

  2. Kota Cilegon

  3. Kota Tangerang

  4. Kota Tangerang Selatan

  5. Kabupaten Lebak

  6. Kabupaten Pandeglang

  7. Kabupaten Tangerang

  8. Kabupaten Serang Provinsi Banten tidak lepas dari kasus HIV/AIDS. Provinsi Banten masuk dalam sebelas besar kasus terbanyak HIV/AIDS di 34 Provinsi di Indonesia, seperti yang tertuang dalam gambar berikut.

  

Gambar 1.2

11 Provinsi Terbanyak Kasus AIDS 2014

  Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Banten, 2016 Kota Tangerang merupakan salah satu daerah otonom yang terdapat di Provinsi Banten. Secara geografis kota Tangerang berbatasan langsung dengan Provinsi DKI Jakarta yang merupakan daerah sub urban dan menjadi skala prioritas pembangunan. Sebagai kota metropolitan yang berdekatan dengan ibukota Indonesia sekaligus juga sebagai kota industri, kota Tangerang mengalami masalah kesehatan menular yakni HIV dan AIDS, dan menjadi kota peringkat pertama kasus HIV/AIDS terbesar di Provinsi Banten. Alasan besarnya kasus HIV/AIDS di kota Tangerang adalah karena sebagai kota lintasan dengan adanya bandara udara, kota Tangerang sebagai perbatasan Jakarta, banyaknya industri sehingga menaikkan jumlah pendatang, dan adanya gaya hidup yang tidak baik dalam masyarakat. (Wawancara dengan Bapak Arif Mulyawan, Tia Suryaningsih dan Ari Luki).

Tabel 1.1 Kumulatif Kasus HIV-AIDS Berdasarkan Kabupaten/Kota Tahun 1998 s.d

  

Oktober 2016

Kabupaten/Kota HIV AIDS

  Kota Tangerang 838 485 Kabupaten Tangerang 747 385 Kabupaten Serang 416 143 Kota Cilegon 325 163 Kota Tangerang Selatan 217 116 Lebak 113

  98 Kota Serang 85 156 Kota Tangerang merupakan kasus terbanyak HIV/AIDS dengan perincian HIV 838 dan AIDS 485 kasus, oleh karena itu peneliti mengambil lokus penelitian di Kota Tangerang karena kota Tangerang paling tinggi kasus HIV/AIDS dengan berbagai masalah yang dihadapi. Pada 2016, lebih spesifiknya pencapaian kasus HIV di kota Tangerang sampai Oktober adalah sebagai berikut.

Gambar 1.3 1400 Sebaran Kasus HIV/AIDS di Kota Tangerang 1000 1200

  822 936 1029 1149 1216 600 800 511 674 400 200 57 57 66 145 123 22 77 222 62 284 128

412

99 163 148 114 93 120 67

  2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Kasus Baru Kumulatif

  Sumber: KPA Kota Tangerang, 2016 Berdasarkan banyaknya kasus tersebut, sudah seharusnya pelayanan kesehatan yang ada di kota Tangerang semakin baik dan maju, namun masih terdapat masalah yang menyebabkan pelayanan kesehatan ini belum mencapai titik yang maksimal. Sebagai contoh adalah RSUD Kota Tangerang yang belum mampu melayani ODHA dengan baik, masih belum bisanya ODHA untuk berobat. Hal tersebut terjadi karena fasilitas pelayanan di RSU Kota Tangerang masih terbatas, yakni terbatasnya SDM atau dokter spesialis yang terlatih untuk menangani ODHA dan seperti tidak adanya alat CD4, juga tidak adanya klinik Bougenville seperti di RSU Kabupaten Tangerang, sehingga ODHA memilih untuk berobat ke RSU Kabupaten Tangerang (Wawancara dengan pendamping ODHA dan ODHA pada saat layanan HIV/AIDS di RSU Kabupaten Tangerang, pada 28 Februari 2017).

  Salah satu penyebab lain kurang efektifnya program penanggulangan HIV/AIDS adalah masih ada stigma dan diskriminasi kepada orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dan populasi yang beresiko tinggi terinfeksi HIV/AIDS (umumnya dikenal dengan sebutan populasi kunci). Direktur Eksekutif UNAIDS mengemukakan bahwa stigma merupakan tantangan terbesar yang menghambat kegiatan penanggulangan di tingkat masyarakat, nasional, dan global. (lbhmasyarakat.org, Diskriminasi HIV: Stigma Yang Mewabah, 2017). Diskriminasi ODHA dilakukan oleh masyarakat, keluarga, bahkan petugas kesehatan (Wawancara dengan Arif Mulyawan, Tia Suryaningsih, Pengelola KPA Kota Tangerang). Diskriminasi itu terjadi adalah karena kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh Dinas terkait sepeti Dinas Kesehatan dan juga oleh KPA sendiri bahwa penularan HIV itu tidak mudah, jika kita duduk, makan, berpelukan dan hidup bersama ODHA tidak akan menularkan HIV. Berikut adalah data pendukung bahwa masih terdapat diskriminasi pada ODHA.

Gambar 1.4 Diskriminasi pada ODHA

  Sumber: Radar Banten, 2016 Stigma dan diskriminasi seolah menjadi hukuman sosial masyarakat terhadap ODHA yang bisa terjadi dalam beragam bentuk, seperti penolakan dan pengasingan terhadap ODHA. Stigma dan diskriminasi seringkali dirujuk sebagai suatu kesatuan. Stigma yang diterima oleh ODHA umunya diikuti dengan dan dilindungi oleh pemerintah dan masyarakat khususnya pada Kota Tangerang, karena ODHA ini masalahnya terdapat pada psikologi dan sosial mereka.

  Dampak yang ditimbulkan HIV/AIDS merupakan salah satu ancaman terbesar terhadap pembangunan sosial ekonomi, stabilitas dan keamanan. HIV dan AIDS menyebabkan keterpurukan masalah sosial dan ekonomi. Selain dari beberapa masalah diatas, masalah yang dihadapi dalam penanggulangan HIV/AIDS adalah kurangnya SDM di rumah sakit dan puskesmas, terbatasnya akses dan pemanfaatan terhadap layanan serta anggaran yang diberikan untuk kota Tangerang belum maksimal, karena anggaran untuk kabupaten Tangerang lebih besar dibanding kota Tangerang, padahal kasus HIV/AIDS tertinggi terletak di kota Tangerang, sehingga belum maksimalnya penanggulangan HIV/AIDS di kota Tangerang. Apabila pemerintah daerah tidak ambil bagian dalam usaha penanggulangan HIV/AIDS tentu saja akan berimplikasi pada meluasnya penyebaran HIV/AIDS secara nasional.

  Kasus HIV/AIDS harus segera ditangani secara maksimal, karena jika tidak diambil respon yang cepat akan berdampak pada aspek sosial ekonomi, kesehatan maupun kesejahteraan sosial, bahkan bisa sampai pada dampak jangka panjang yang berupa keresahan di bidang sosial dan politik, bertambahnya kemiskinan, disintegrasi sosial, keruntuhan aspirasi dan terganggunya ekonomi. Berdasarkan paparan diatas, Peneliti beranggapan bahwa masih ada masalah dan kekurangan pemerintah kota Tangerang dalam melakukan penanggulangan HIV/AIDS. Permasalahan yang terjadi saat ini dalam penanggulangan HIV dan AIDS meliputi:

  Pertama, belum maksimalnya pelayanan kepada ODHA oleh layanan kesehatan di RSUD Kota Tangerang. Berdasarkan wawancara dengan Tia Suryaningsih sebagai Pengelola Program KPA Kota Tangerang, mengatakan bahwa masih ada penolakan ODHA dari rumah sakit, hal ini didukung dengan pernyataan salah satu anggota KPA Kabupaten Tangerang bahwa kebanyakan ODHA dari kota Tangerang berobat ke Kabupaten, beliau mengatakan bahwa rumah sakit pemerintah belum siap, hal tersebut terjadi karena fasilitas pelayanan di RSUD Kota Tangerang masih terbatas, yakni SDM atau dokter spesialis yang terlatih terbatas untuk menangani ODHA dan seperti tidak adanya alat CD4, juga tidak adanya klinik Bougenville seperti di RSU Kabupaten Tangerang, serta tidak adanya akses obat ARV.

  Permenkes nomor 21 tahun 2013 dalam pasal 34 ayat 3 dan 4 menjelaskan bahwa rumah sakit harus menyediakan obat ARV untuk dapat diakses oleh odha, namun hal tersebut belum terealisasi di RSUD Kota Tangerang. Berikut daftar rumah sakit rujukan odha Kota Tangerang, yang menunjukkan bahwa rumah sakit pemerintah belum siap untuk melayani dan merawat odha.

Tabel 1.2 Rumah Sakit Rujukan ODHA Kota Tangerang

  No. Rumah Sakit/Puskemas Keterangan

  1. RS Usada Insani

  2. RSUD Kota Tangerang Belum siap (masi proses)

  3. Puskesmas Cibodasari (satelit) Sedang proses mandiri

  4. Puskesmas Karawaci Baru (satelit)

  Kedua, masih terdapat stigma dan diskriminasi pada ODHA oleh keluarga, masyarakat hingga petugas kesehatan. Berdasarkan yang dikatakan oleh Arif Mulyawan, dan Tia Suryaningsi, masih ada diskriminasi pada odha oleh perawat, dokter, dan juga keluarga odha yang kurang mendukung dan memperhatikan odha. Hal ini menunjukkan adanya masalah yang harus diselesaikan, padahal dalam penanggulangan HIV/AIDS mempunyai strategi yaitu salah satunya adalah meningkatkan upaya penanggulangan HIV/AIDS yang berkeadilan dimuat dalam Pasal 5 poin d.

  Gambar 1.5

Bentuk-Bentuk Diskriminasi

  Sumber: LBH, 2017 Ketiga, terbatasnya fasilitas layanan kesehatan untuk mengobati, merawat adalah berdasarkan wawancara dengan anggota KPA Kota Tangerang, Tia, dan dari materi yang beliau berikan mengatakan bahwa terbatasnya unit layanan kesehatan yang memiliki kemampuan kompherensif mendeteksi dan menangani HIV/AIDS. Pada Permenkes Nomor 21 Tahun 2013 Pasal 5 mengatakan bahwa salah satu strategi penanggulangan HIV/AIDS adalah adanya ketersediaan dan keterjangkauan pengobatan, pemeriksaan penunjang, menjamin, dan lainnya.

  Pasal 5 poin h menyebutkan meningkatkan ketersediaan, dan keterjangkauan pengobatan, pemeriksaan penunjang HIV/AIDS serta menjamin keamanan, kemanfaatan, dan mutu sediaan obat dan bahan/alat yang diperlukan. Tangerang hanya terdapat 2 rumah sakit yang menerima ODHA, yaitu: RS Usada Insani, dan RS Siloam Gleneagles, dan Rumah Sakit yang ada tersebut tidak memiliki tempat khusus seperti Care Support Treatment (CST), sedangkan RSUD Kota Tangerang belum mampu untuk melayani rujukan ODHA. Berikut merupakan tempat layanan HIV/AIDS di Provinsi Banten.

Tabel 1.3 Tempat Layanan HIV/AIDS di Kota Tangerang

  No. Jenis Layanan Jumlah

  1. Voluntary Counselling and Testing (VCT)

  5

  2. Care Support Treatment (CST)

  1

  3. Prevention of Mother To Children Transmission

  2 (PMTCT)

  4. Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM)

  3

  5. Layanan Alat Suntik Steril (LASS)

  4 Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Banten, 2016 Keempat, terbatasnya SDM di Rumah Sakit dan Puskesmas untuk melayani dan merawat ODHA. Terbatasnya tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan komprehensif mendeteksi dan menangani HIV/AIDS, di mana hal tersebut juga hasil wawancara peneliti dengan Sekretaris KPA Provinsi Banten, Dr. H. Encep Mukardi, Mars pada 28 Desember 2016. Beliau mengatakan SDM di kab/kota terbatas dan juga wawancara dengan Pengelola Program HIV, Ernawati mengatakan bahwa kurangnya SDM tertutama di Puskemas.

  Kelima, terbatasnya ketersediaan anggaran penanggulangan HIV/AIDS di kota Tangerang. Berdasarkan hasil wawancara kepada anggota KPA Kota Tangerang, Tia, mengatakan bahkan sampai pada pertengahan tahun 2016 anggaran penanggulangan HIV/AIDS di Kota Tangerang belum juga turun, dan dari data yang diberikan oleh KPA Provinsi Banten dan KPA Kota Tangerang, mengatakan masih ada keraguan pemerintah daerah dalam memberikan dukungan operasional hibah bagi Sekretariat KPA Kab/Kota, dukungan operasional untuk petugas penjangkau dan pendamping yang belum terakomodir di APBD Provinsi, dan Kabupaten/Kota, dan dukungan bantuan biaya kesehatan bagi ODHA belum optimal (BPJS dan JAMKESDA), serta dukungan anggaran untuk kabupaten Tangerang lebih besar daripada kota Tangerang, padahal dukungan dana yang harus lebih tinggi adalah kota Tangerang karena kota Tangerang lah yang tertinggi kasus HIV/AIDS. Berikut daftar bantuan hibah untuk penanggulangan HIV/AIDS di Provinsi Banten.

Gambar 1.6 Dukungan Hibah APBD bagi 8 Kabupaten/Kota di Provinsi Banten

  Dukungan Hibah APBD Bagi 8 KPA Kab/Kota di Provinsi Banten (Dalam Satuan Juta)

  600 600 600 2013 2014 2015

  300 200 200 200 200 200 200 150 150 150 150 120

  100 100

  50

  50

  50

  50

  40

25 Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kota Kota Serang Kota Kota

  Lebak Pandeglang Serang Tangerang Cilegon Tangerang Tangerang Selatan

  Sumber: KPA Provinsi Banten, 2016 Berdasarkan Gambar 1.5 terdapat penurunan anggaran di tahun 2015 pada

  Kota Tangerang, padahal pada strategi penanggulangan HIV/AIDS ini pada Pasal 5 (f) mengatakan meningkatkan pembiayaan penanggulangan HIV dan AIDS.

  Berdasarkan dari hal tersebut terdapat ketidaksesuaian atas rencana anggaran berdasarkan kebijakan yang berlaku.

  Berdasarkan latar belakang masalah yang telah peneliti paparkan, maka peneliti mengambil judul “Critical Policy Analysis Peraturan Menteri

  

Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013 Tentang Penanggulangan HIV/AIDS di

Kota Tangerang.

  1.2 Identifikasi Masalah

  Berdasarkan latar belakang tersebut maka terdapat masalah, yakni:

  1. Belum maksimalnya pelayanan kepada ODHA oleh layanan kesehatan di RSUD Kota Tangerang

  2. Masih terdapat stigma diskriminasi pada ODHA oleh keluarga, masyarakat hingga petugas kesehatan.

  3. Terbatasnya fasilitas layanan kesehatan untuk mengobati, merawat dan mendukung Orang Dengan HIV/AIDS.

  4. Terbatasnya SDM yang terlatih di Rumah Sakit dan Puskesmas untuk melayani dan merawat ODHA.

  5. Terbatasnya ketersediaan anggaran penanggulangan HIV/AIDS.

  1.3 Batasan Masalah

  Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka peneliti membatasi permasalahan yang akan dibahas berfokus pada penanggulangan HIV/AIDS di Kota Tangerang.

  1.4 Rumusan Masalah

  Berdasarkan fokus penelitian yang telah ditetapkan, maka peneliti dapat merumuskan masalah penelitian adalah Bagaimana Critical Policy Analysis Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013 Tentang Penanggulangan HIV/AIDS di Kota Tangerang?

  1.5 Tujuan Penelitian

  Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui secara kritis mengenai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013 Tentang Penanggulangan HIV/AIDS di Kota Tangerang.

  1.6 Manfaat Penelitian

  a) Secara Teoritis

  1. Untuk mengetahui hubungan antara teori dengan praktik yang ada di lapangan.

  2. Untuk dapat memberikan input atau masukan mengenai kebijakan publik.

  b) Secara Praktis

  1. Bagi pemerintah, diharapkan dapat menjadi masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Tangerang, Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi Banten dan Kota Tangerang, LSM, Layanan Kesehatan dan Media, serta masyarakat untuk mendukung dan mengawasi kegiatan Penanggulangan HIV dan AIDS di Kota Tangerang.

  2. Bagi peneliti, dapat memberikan input dan menambah pengetahuan dan wawasan serta melatih kemampuan menganalisis khususnya di bidang kebijakan publik.

  3. Manfaat bagi masyarakat adalah membangun kesadaran masyarakat dalam pengetahuan tentang HIV/AIDS dan membangun pemikiran yang lebih baik lagi terhadap ODHA.

1.7 Sistematika Penulisan

  Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menjelaskan tentang latar belakang dalam penelitian

Dokumen yang terkait

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM

0 0 10

IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG PENERTIBAN DAN PENANGGULANGAN PEKERJA SEKS KOMERSIAL DI KOTA SAMARINDA Agustinus Ola Boli

0 1 12

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG - Perda 21 Pengujian Kendaraan Bermotor

0 0 13

Panji Windu Arista Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Universitas Airlangga Abstract - IMPLEMENTASI PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL ANGKUTAN MASSAL BERBASIS JALAN DI KOTA TANGERANG

0 0 9

ANALISIS PEMBIAYAAN TALANGAN HAJI MENURUT HUKUM ISLAM DAN PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2013 - Test Repository

0 0 123

IMPLEMENTASI PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA DI KOTA SURAKARTA - UNS Institutional Repository

0 0 14

IMPLEMENTASI PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR 32 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT-SYARAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA LIFT UNTUK PENGANGKUTAN BARANG DAN ORANG DI PT PILLAR UTAMA CONT

0 0 12

ANALISIS PENERAPAN SANKSI TERHADAP BANGUNAN TANPA IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DI KOTA TANGERANG SELATAN DITINJAU DARI PERATURAN DAERAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG (Studi Kasus di Kota

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN - ANALISIS PENERAPAN SANKSI TERHADAP BANGUNAN TANPA IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DI KOTA TANGERANG SELATAN DITINJAU DARI PERATURAN DAERAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG (

0 0 20

BAB IV - ANALISIS PENERAPAN SANKSI TERHADAP BANGUNAN TANPA IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DI KOTA TANGERANG SELATAN DITINJAU DARI PERATURAN DAERAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG (Studi Kasus

0 0 21