Dosis efektif kombinasi natrium tiosulfat dan natrium nitrit sebagai antidot keracunan sianida akut pada mencit jantan galur swiss - USD Repository
DOSIS EFEKTIF KOMBINASI NATRIUM TIOSULFAT DAN NATRIUM
NITRIT SEBAGAI ANTIDOT KERACUNAN SIANIDA AKUT PADA
MENCIT JANTAN GALUR SWISS
SKRIPSIDiajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi Oleh :
Libertus Tintus H NIM : 04 8114 122
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008
DOSIS EFEKTIF KOMBINASI NATRIUM TIOSULFAT DAN
NATRIUM NITRIT SEBAGAI ANTIDOT KERACUNAN SIANIDA AKUT
PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS
SKRIPSIDiajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi Oleh :
Libertus Tintus H NIM : 04 8114 122
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008
Dedicated to : My First Goal -Jesus Christ -, Papa, Mama, Donny, Luci, Christ ina,
Almamat erku, And everyone’ s who know’ s Me
Ketika berat untuk menapakkan satu langkah,
Beranilah kawan...
Ketika letih melihat kenyataan,
Hadapilah teman!!
Ketika engkau tahu bahwa engkau sendirian..
Ingatlah Dia yang lebih dahulu meninggalkanmu
Sebab tapak kaki terlalu indah untuk diukirkan
Dan kenyataan terlalu riang untuk dimaknai
Untuk apa meninggalkan jejak?
Jika kelak jejakmu hanya akan tersapu
Untuk apa menjalani yang indah?
Jika itu hanya mimpi yang semu. . .
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Libertus Tintus H NIM : 048114122 Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada
Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
DOSIS EFEKTIF KOMBINASI NATRIUM TIOSULFAT DAN NATRIUM
NITRIT SEBAGAI ANTIDOT KERACUNAN SIANIDA AKUT PADA
MENCIT JANTAN GALUR SWISSberserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 22 Juli 2008
Yang menyatakan,
PRAKATA
Tiba saatnya bagi penulis untuk memanjatkan puji dan syukur kepada Bapa di surga dan Tuhan Yesus Kristus karena atas berkat, rahmat dan penyertaan-Nya membuat penulis mampu untuk menyelesaikan skripsinya yang berjudul “Dosis Efektif Kombinasi Natrium Tiosulfat Dan Natrium Nitrit Sebagai Antidot Keracunan Sianida Akut Pada Mencit Jantan Galur Swiss”.
Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Farmasi (S. Farm.), Program Studi Ilmu Farmasi, Fakultas Farmasi Sanata Dharma, Yogyakarta. Sekaligus untuk menambah kasanah pengetahuan dalam dunia kesehatan pada umumnya, dan dunia kefarmasian pada khususnya.
Rasa terimakasihpun pantas penulis haturkan kepada pihak-pihak yang telah mendukung terwujudnya skripsi ini. Dukungan baik secara langsung maupun tak langsung yang mereka berikan akan sangat bermanfaat bagi penulis.
Adapun ucapan terimakasih yang tulus hendak penulis haturkan kepada :
1. Bapa di surga yang telah mengutus putra-Nya yang tunggal ke dunia untuk menebus dosa manusia dan untuk menyertai umat-Nya yang masih berjuang di dunia ini.
2. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Ipang Djunarko, S.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan segala waktu dan kesabarannya dalam mendampingi penulis dari awal penelitian hingga selesainya skripsi ini.
4. Mas Parjiman, Mas Heru, Mas Kayat selaku laboran Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang bersedia membantu dan menemani penulis selama melakukan penelitian.
5. Pak Agus (laboran Laboratorium Farmakologi) Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Pak Surono (UPHP) Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada, atas bantuannya dalam menyediakan hewan uji.
6. Papa dan Mama yang selalu mendoakan penulis selama penulis jauh dari mereka. Terimakasih juga atas dukungannya sejak penulis dilahirkan di dunia ini.
7. Bude Yati dan Oma Sri terimakasih atas senyuman dan kesabarannya dalam mendidik penulis.
8. Paulus Donny J dan Lucia F, my funny little brother.
9. Dedek Christina Santi D. P. (my inspired), untuk dukungan, kasih sayang, air mata, senyuman, canda tawa, dan buat semua yang kamu berikan. Kamulah kado terindahku.
10. Coco, Yoyo, Boris, Rizky, Adit, Arie, Yudi, Mas Probo, Robet, Ayu, Chandy, Liancy, Sisil, Ineke, Rinta, Rosa untuk kebersamaannya di
11. Lidia Kristalia dan Cin Frengky Cuwondo, terimakasih ya buat pikiran kalian.
12. Andrew Arief Sudarmono untuk pertemanan selama ini, dukungan, dan kesetiaannya.
13. Brian Handoko Suciadi untuk pertemanan selama ini, dukungan, dan kebersamaannya.
14. Teman-teman SMA yang masih terus bersama hingga kini (Bambang dan adiknya Septo dan Dion, Jose Anon, Eman Sonlay, Bertus), terimakasih dukungannya.
15. Patar, Riki, Nobi, Dina, Monik, dan semua teman-teman SMP lainnya yang sudah membantu penulis menemukan jati diri.
16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah mendukung untuk terwujudnya skripsi ini.
Segala kesempurnaan adalah milik Bapa, maka penulis yang jauh dari sempurna inipun mengucapkan kata maaf apabila ada kesalahan dan kata-kata yang kurang berkenan di hati pembaca. Dari sini penulis sadar bahwa betapa penting kritik dan saran yang membangun agar karya ini menjadi lebih baik dan bermanfaat. Akhir kata, semoga karya ini berguna bagi perkembangan dunia kesehatan pada umumnya dan dunia kefarmasian pada khususnya.
Penulis
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 28 Juli 2008 Penulis,
Libertus Tintus H
DOSIS EFEKTIF KOMBINASI NATRIUM TIOSULFAT DAN NATRIUM
NITRIT SEBAGAI ANTIDOT KERACUNAN SIANIDA AKUT PADA
MENCIT JANTAN GALUR SWISS
Intisari Sianida merupakan senyawa racun yang dapat mengganggu kesehatan serta mengurangi bioavailabilitas nutrien di dalam tubuh. Natrium tiosulfat dan natrium nitrit dikenal sebagai antidotum yang dapat dikombinasikan untuk terapi keracunan sianida, tetapi berapa kisaran dosisnya belum banyak diteliti. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gejala, mekanisme, wujud, sifat, efek, dan kisaran dosis kombinasi natrium tiosulfat dan natrium nitrit yang efektif untuk menangani keracunan sianida akut pada mencit.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Empat puluh dua ekor mencit jantan dibagi dalam 7 kelompok yang terdiri dari : kelompok I diberi pelarut yang digunakan yaitu aquadest 25 mg/KgBB p.o., kelompok II diberi larutan KCN dosis 26 mg/KgBB p.o., kelompok III diberi Na S O dosis 22.960 mg/KgBB dan NaNO
2
2
3
2
dosis 62.460 mg/KgBB diberikan secara i.p., kelompok IV-VII diberi larutan KCN secara p.o. kemudian diberi antidot kombinasi natrium tiosulfat dan natrium nitrit dengan peringkat dosis natrium tiosulfat berturut-turut : 0.468 mg/KgBB, 3.279 mg/KgBB, 22.960 mg/KgBB dan 160.720 mg/KgBB i.p., untuk natrium nitrit menggunakan 1 peringkat dosis saja yaitu 62.460 mg/KgBB i.p.
Didapatkan bahwa gejala keracunan sianida pada mencit meliputi : hilang kesadaran, gagal nafas, kejang, sampai menimbulkan kematian. Wujud efek toksik sianida berupa perubahan biokimia dan juga perubahan fungsional. Sifat dari keracunan sianida pada mencit tidak terbalikkan. Kisaran dosis kombinasi natrium tiosulfat dan natrium nitrit sebagai antidot untuk keracunan sianida pada mencit sebesar 22.960 mg/KgBB untuk natrium tiosulfat dan 62.460 mg/KgBB untuk natrium nitrit secara i.p. Meningkatnya dosis natrium tiosulfat pada kombinasi dengan natrium nitrit dapat meningkatkan efek pengawaracunan sianida pada mencit. Kata kunci : natrium tiosulfat, natrium nitrit, antidot, sianida, keracunan.
EFFECTIVE DOSAGE OF SODIUM TIOSULPHATE AND SODIUM
NITRIT AS A COMBINATION FOR THE ANTIDOT OF ACUTE
POISONING CIANIDE IN MALE MICE SWISS STRAIN
Abstract
Cyanide is a toxic compound that can interfere the health and reduce the nutrient bioavailability in the body. Sodium tiosulphate and sodium nitrit can be used together for the therapy of cyanide poisoning, but there is a few experiment about the dosage. The purpose of this experiment is to find out the symptom, mechanism, form, characteristic, effect, and the range of the combination dosage of sodium tiosulphate and sodium nitrit which is effective to prevent the acute toxicity of cyanide in male mice.
This experiment belong to pure experimental with one way random sampling design. Fourty two male mice divided into 7 groups consist of group I given the solvent that is aquadest 25 mg/KgBB p.o., group II given by KCN solution 26 mg/KgBB, group III given Na
2 S
2 O 3 22.960 mg/KgBB and NaNO
2
62.460 mg/KgBB i.p., group IV-VII given KCN solution then given combination of antidote that is sodium tiosulphate and sodium nitrit with dosage range for the sodium tiosulphate is : 0.468 mg/KgBB, 3.279 mg/KgBB, 22.960 mg/KgBB, and 160.720 mg/KgBB i.p., sodium nitrit only use 1 dosage that is 62.460 mg/KgBB i.p.
And the result for the symptom of cyanide poisoning including : unconscious, breath failure, convultion, even death. The form of the toxic effect is biochemistry and fungtional altered. The characteristic of cyanide poisoning is irreversible. The dosage of combination of sodium thiosulfat and sodium nitrit is 22.960 mg/KgBB for the sodium thiosulfat and 62.460 mg/KgBB for the sodium nitrit via i.p. The rise of the sodium thiosulfat dosage also make the rise of the antidote effect in mice.
Keyword : sodium thiosulphate, sodium nitrit, antidote, cyanide, poisoning.
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ....................................................................................... i HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................. iii HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iv HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... v HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI…..................................................... vi PRAKATA …....................................................................................................... vii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................. x
INTISARI ............................................................................................................. xi
ABSTRACT .......................................................................................................... xii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiii DAFTAR TABEL ............................................................................................... xvi DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvii DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................... xviii
BAB I. PENGANTAR ....................................................................................... 1 A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
1. Permasalahan .................................................................................... 4
2. Keaslian penelitian ............................................................................ 4
3. Manfaat penelitian ............................................................................. 5
B. Tujuan Penelitian .................................................................................... 5
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA................................................................... 7
B. Masuknya Racun ke dalam Tubuh.......................................................... 12
C. Efek Racun pada Tubuh ...........................................................................14
D. Penanganan Keracunan ............................................................................17
E. Evaluasi Kondisi Darurat dan Perawatannya........................................... 19
F. Asas Umum Terapi Antidot .....................................................................23
G. Asam Sianida ...........................................................................................24
H. Antidotum Sianida ...................................................................................29
I. Natrium Tiosulfat .....................................................................................36 J. Natrium Nitrit...........................................................................................39 K. Landasan Teori.........................................................................................42 L. Hipotesis...................................................................................................43
BAB III. METODE PENELITIAN .................................................................... 44 A. Jenis dan Rancangan Penelitian .............................................................. 44 B. Variabel dan Definisi Operasional ......................................................... 44 C. Bahan Penelitian...................................................................................... 46 D. Alat dan Instrumen Penelitian................................................................. 46 E. Tata Cara Penelitian ................................................................................ 47
1. Pembuatan larutan dan penetapan dosis KCN .................................. 47
2. Pembuatan larutan dan penetapan dosis natrium tiosulfat................. 47
3. Pembuatan larutan dan penetapan dosis natrium nitrit..................... 47
4. Pengelompokkan hewan uji .............................................................. 48
5. Penanganan hewan uji……………………………………………….48
F. Analisis Hasil ...................................................................................... 49
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 50 A. Dosis Efektif Kombinasi Natrium Tiosulfat dan Natrium Nitrit sebagai Antidotum Sianida .................................................................................. 50
1. Perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik jantung berdebar…………………………………………………………….. 55
2. Perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik hilang kesadaran……………………………………………………………..58
3. Perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik gagal nafas….61
4. Perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik kejang ….......64
5. Perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik mati.... ……...67
B. Hubungan Dosis Kombinasi antara Natrium Tiosulfat dan Natrium Nitrit dengan Efek Penawaran Racun ......................................................71
C. Sifat Terbalikkan Kombinasi Natrium Tiosulfat dan Natrium Nitrit pada Keracunan Sianida.......................................................................... 74
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................80 A. Kesimpulan ............................................................................................. 80 B. Saran ........................................................................................................ 80 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 81 BIOGRAFI PENULIS .......................................................................................... 92
DAFTAR TABEL
Tabel I. Hasil pengamatan gejala efek toksik sianida terhadap 7 kelompok perlakuan ............................................................................................... 51 Tabel II. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik jantung berdebar................................................................................................. 56 Tabel III. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik hilang kesadaran............................................................................................... 62 Tabel IV. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik gagal nafas
............................................................................................................... 67 Tabel V. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik kejang .... 71 Tabel VI. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik mati........ 77 Tabel VII. Hasil perbandingan pengamatan gejala efek toksik sianida terhadap kelompok kontrol ……………………………………………………. 85
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Penggantian sianida dari sitokrom a oksidase oleh methemoglobin ... 31
3 Gambar 2 Struktur kimia 4-DMAP (4-dimethylaminophenol) ............................. 32
Gambar 3 Pengubahan sianmethemoglobin menjadi tiosianat oleh rodanase dan tiosulfat.................................................................................................. 33 Gambar 4 Struktur kimia (dimethyl-5,6-benzimadazolyl) hydroxocobamide........ 35 Gambar 5 Struktur kimia Dicobalt-EDTA............................................................. 36 Gambar 6 Pengubahan cyanmethemoglobin menjadi tiosianat oleh rodhanase dan tiosulfat................................................................................................... 75 Gambar 7 Kurva hipotesis yang melukiskan hubungan antara kadar racun didalam darah atau ditempat aksi lawan waktu dengan strategi terapi keracunan mempercepat eliminasi........... ............................................................... 76
Gambar 8 Kurva hipotesis yang melukiskan hubungan antara kadar racun di dalam darah atau di tempat aksi lawan waktu strategi terapi keracunan penghambatan distribusi......................................................................... 77
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data waktu (detik) timbulnya gejala efek toksik akibat pemberian sianida secara peroral, aquadest secara peroral, Na-tiosulfat + Na-nitrit secara intraperitonial…………………………………91
Lampiran 2. Data waktu (detik) timbulnya gejala efek toksik akibat pemberian Sianida + Na-tiosulfat 0.468 mg/KgBB + Na-nitrit, Sianida + Na- tiosulfat 3.279 mg/KgBB + Na-nitrit, Sianida + Na-tiosulfat 22.960 mg/KgBB + Na-nitrit, Sianida + Na-tiosulfat 160.720 mg/KgBB + Na-nitrit…………………………………………..92
Lampiran 3. Data waktu (detik) timbulnya gejala efek toksik akibat pemberian Sianida + Na-tiosulfat 160.720 mg/KgBB + Na-nitrit…………93
Lampiran 4. Hasil analisis data penelitian dengan program SPSS…………..94
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Sianida merupakan senyawa racun yang dapat mengganggu kesehatan
serta mengurangi bioavailabilitas nutrien di dalam tubuh. Selain di dalam ketela pohon dan kacang koro; sianida juga sering dijumpai pada daun salam, cherry, ubi, dan keluarga kacang–kacangan lainnya seperti kacang almond. Sianida merupakan racun yang bekerja cepat, berbentuk gas tak berbau dan tak berwarna, yaitu hidrogen sianida (HCN) atau sianogen khlorida (CNCl) atau berbentuk kristal seperti sodium sianida (NaCN) atau potasium sianida (KCN). Racun ini menghambat sel tubuh mendapatkan oksigen sehingga yang paling terpengaruh adalah jantung dan otak (Utama, 2006).
Selain dari makanan, sianida juga dapat berasal dari rokok, bahan kimia yang digunakan pada proses pertambangan dan sumber lainnya, seperti pada sisa pembakaran produk sintesis yang mengandung karbon dan nitrogen seperti plastik yang akan melepaskan sianida. Pada perokok pasif dapat ditemukan sekitar 0.06 µg/ml sianida dalam darahnya, sementara pada perokok aktif ditemukan sekitar 0.17 µg/ml sianida dalam darahnya. Hidrogen sianida sangat mudah diabsorpsi oleh paru, gejala keracunan dapat timbul dalam hitungan detik sampai menit. Jika gas hidrogen sianida terhirup sebanyak 50 ml (pada 1.85 mmol/L) dapat berakibat fatal dalam waktu yang singkat (Utama, 2006).
Masuknya sianida ke dalam tubuh tidak hanya melewati saluran pencernaan tetapi dapat juga melalui saluran pernafasan, kulit dan mata. Yang dapat menyebabkan keracunan tidak hanya sianida secara langsung tetapi dapat pula bentuk asam dan garamnya, seperti asam hidrosianik sekitar 2,500–5,000
3 3 mg.min/m dan sianogen klorida sekitar 11,000 mg.min/m (Utama, 2006).
Gejala yang paling cepat muncul setelah keracunan sianida adalah iritasi pada lidah dan membran mukus serta suara desir darah yang tidak teratur. Gejala dan tanda awal yang terjadi setelah menghirup HCN atau menelan garam sianida adalah kecemasan, sakit kepala, mual, bingung, vertigo, dan hypernoea, yang diikuti dengan dyspnea, sianosis (kebiruan), hipotensi, bradikardi, dan sinus atau aritmea AV nodus. Dalam keracunan stadium kedua, tampak kecemasan berlebihan, koma, dan terjadi kejang, nafas tersengal-sengal, kolaps kardiovaskular, kulit menjadi dingin, berkeringat, dan lembab. Nadi menjadi lemah dan lebih cepat. Tanda terakhir dari toksisitas sianida meliputi hipotensi, aritmia kompleks, gagal jantung, udem pada paru-paru dan kematian (Utama, 2006).
Jika sianida yang masuk ke dalam tubuh masih dalam jumlah yang kecil maka sianida akan diubah menjadi tiosianat yang lebih aman dan diekskresikan melalui urin. Selain itu, sianida akan berikatan dengan vitamin B
12 . Tetapi bila
jumlah sianida yang masuk ke dalam tubuh dalam dosis yang besar, tubuh tidak akan mampu untuk mengubah sianida menjadi tiosianat maupun mengikatnya dengan vitamin B 12 (Utama, 2006).
- tiosianat (SCN ) yang diekresikan melalui urin. Tiosianat ini dibentuk secara langsung sebagai hasil katalisis dari enzim rhodanese dan secara indirek sebagai reaksi spontan antara sianida dan sulfur persulfida (Utama, 2006). Reaksi ini membutuhkan sumber utama yaitu sulfur sulfan namun jumlahnya dalam tubuh terbatas maka natrium tiosulfat dapat digunakan sebagai antidot dalam keracunan sianida karena natrium tiosulfat dapat berfungsi sebagai pemasok sulfur. Natrium tiosulfat merupakan antidot pilihan jika diagnosisnya belum tentu jelas karena keracunan sianida atau bukan, seperti dalam kasus yang disebabkan oleh asap rokok (Meredith, 1993).
Melihat kasus–kasus yang telah terjadi dan penjelasan mengenai bahaya sianida bagi manusia maka besar kemungkinan seseorang mengalami keracunan sianida, untuk itulah diperlukan tindakan untuk mengatasi keracunan sianida, yang salah satunya adalah dengan menggunakan antidotum (Meredith, 1993).
Dari literatur yang didapat, antidotum yang dapat digunakan pada keracunan sianida adalah natrium nitrit dan juga natrium tiosulfat tetapi selama ini berapa besar dosis efektifnya dan bagaimana cara penggunaannya belum diketahui dengan pasti.
Dari penelitian Djunarko (2007) diketahui bahwa pada dosis yang tinggi (195 mg/KgBB mencit) natrium nitrit dapat menyebabkan keracunan, sedangkan pada dosis yang kecil (20 mg/KgBB mencit) natrium nitrit belum dapat menolong keracunan sianida akut, dan diketahui pula dosis efektifnya sebesar 62.460 mg/KgBB mencit. Dari literatur diketahui bahwa kombinasi natrium tiosulfat dan keracunan sianida akut. Natrium tiosulfat akan bekerja dengan mekanisme mempercepat eliminasi, sedangkan natrium nitrit akan bekerja dengan mekanisme hambatan bersaing (Kerns, 2002).
Berdasarkan latar belakang di atas maka diperlukan penelitian toksikologi klinis mengenai berapa besar dosis natrium nitrit dan natrium tiosulfat yang efektif untuk mengatasi keracunan sianida. Pada percobaan ini digunakan hewan uji mencit kemudian hasilnya dikonversikan ke dosis manusia. Dengan mengetahui dosis efektif antidot pada manusia maka dapat digunakan untuk pengawaracunan pada keracunan sianida.
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, timbul permasalahan untuk diteliti : a. Berapa besar dosis efektif natrium tiosulfat yang dikombinasikan dengan natrium nitrit sebagai antidot untuk keracunan sianida pada mencit? b. Apakah meningkatnya dosis natrium tiosulfat sebagai kombinasi dengan natrium nitrit dapat meningkatkan efek penawaran racun pada keracunan sianida pada mencit?
c. Bagaimana sifat terbalikkan natrium tiosulfat dan natrium nitrit pada keracunan sianida pada mencit?
2. Keaslian penelitian
Penelitian sejenis yang pernah dilakukan sebelumnya yaitu penelitian potensi natrium nitrit sebagai antidotum untuk keracunan sianida pada mencit antidotum keracunan sianida adalah sebesar 62.460 mg/KgBB secara i.p. Selain itu dari penelitian tersebut diketahui pula bahwa hubungan antara dosis natrium nitrit dengan efek pengawaracunan sianida dosis 26 mg/KgBB adalah tidak berbanding lurus. Namun, sejauh ini belum pernah dilakukan penelitian tentang Kombinasi Natrium Tiosulfat dan Natrium Nitrit Sebagai Antidot Terhadap Keracunan Sianida Akut Pada Mencit Jantan Galur Swiss.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis Penelitian ini bermanfaat dalam pengembangan pengetahuan tentang natrium tiosulfat dan natrium nitrit sebagai antidotum keracunan sianida.
b. Manfaat metodologis Penelitian ini dapat memberi informasi tentang metode antidot kombinasi dan cara pemberian lainnya.
c. Manfaat praktis Penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui berapa besar dosis efektif dari natrium nitrit dan natrium tiosulfat yang dapat digunakan pada pelayanan kefarmasian.
B. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui besar dosis efektif kombinasi natrium tiosulfat dan natrium nitrit yang efektif untuk keracunan sianida pada mencit.
2. Mengetahui hubungan antara dosis kombinasi natrium tiosulfat dan natrium
3. Mengetahui sifat terbalikkan natrium tiosulfat dan natrium nitrit pada keracunan sianida pada mencit.
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Toksikologi Merupakan ilmu yang lebih tua dari farmakologi. Disiplin ini mempelajari sifat-sifat racun zat kimia terhadap makhluk hidup dan lingkungan. Sedikitnya 50.000 zat kimia kini digunakan oleh manusia dan karena tidak dapat dihindarkan, maka kita harus sadar tentang bahayanya (Anonim, 1995).
1. Definisi toksikologi Beberapa sumber mengkaji tentang definisi toksikologi antara lain: toksikologi ditakrifkan sebagai ilmu yang mempelajari aksi bahaya zat kimia atas sistem biologi tertentu (Loomis, 1978). Lu (1995) mendefinisikan toksikologi sebagai kajian tentang hakikat dan mekanisme efek toksik berbagai bahan terhadap makhluk hidup dan sistem biologik lainnya. Toksikologi ialah ilmu pengetahuan mengenai kerja senyawa kimia yang merugikan terhadap organisme hidup (Ariens, Mutschler, Simonis, 1986). Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang zat kimia dan aksinya di dalam tubuh (Clarke and Clarke, 1975). Toksikologi juga didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang efek yang merugikan dari zat kimia atau zat asing secara fisik dalam sistem biologik (Hayes, 2001). Jadi istilah toksikologi ialah ilmu yang mempelajari pengaruh kuantitatif zat kimia atas sistem-sistem biologi, yang pusat perhatiannya terletak pada aksi berbahaya zat kimia itu (Donatus, 2001). makhluk hidup yang terpejani oleh racun, mekanisme aksi toksik, respons sel atau organel terhadap aksi toksik, wujud dan sifat efek toksik. Hal tersebut merupakan tolok ukur ketoksikan dari zat berbahaya (Loomis, 1978). Racun adalah suatu zat yang walaupun dalam jumlah yang sedikit dapat menyebabkan rasa sakit jika masuk kedalam tubuh. Rasa sakit dapat bersifat ringan (contohnya : sakit kepala atau mual) atau parah (contohnya, sakit yang tiba-tiba atau demam yang sangat tinggi), dan keracunan yang parah dapat menyebabkan kematian (Henry, 1997).
Toksisitas merupakan istilah relatif yang biasa digunakan dalam membandingkan suatu zat kimia dengan yang lainnya. Suatu hal yang biasa untuk mengatakan bahwa suatu zat kimia lebih toksik daripada zat kimia lainnya. Perbandingan antara zat kimia seperti itu sangat tidak informatif, kecuali jika pernyataaan tersebut melibatkan informasi tentang mekanisme biologi yang sedang dipermasalahkan dan juga kondisi bagaimana zat kimia tersebut berbahaya. Karena itu pendekatan toksikologi adalah dari segi studi tentang berbagai efek zat kimia atas berbagai sistem biologi, dengan penekanan pada mekanisme efek berbahaya zat kimia itu dan berbagai kondisi di mana efek berbahaya itu terjadi (Loomis, 1978).
2. Asas umum toksikologi
1. Kondisi efek toksik Termasuk dalam kondisi efek toksik ialah kondisi pemejanan yang meliputi jenis pemejanan (akut, sub akut atau kronis), jalur pemejanan
(intravaskuler atau ekstravaskuler), lama pemejanan dan kekerapan pemejanan, kondisi efek toksik ialah kondisi subyek atau makhluk hidup, meliputi keadaan fisiologi (misalnya : berat badan, umur, suhu tubuh, kecepatan pengosongan lambung, kecepatan aliran darah, status gizi, kehamilan, genetika, jenis kelamin, ritme sirkadian, ritme diurnal, dan keadaan patologi misalnya : penyakit saluran cerna, kardiovaskular, hati dan ginjal) berbagai macam kondisi itu, akan mempengaruhi ketersediaan zat beracun atau metabolitnya di dalam sel sasaran atau keefektifan antaraksinya, dengan sel sasaran. Dengan cara demikian akan menentukan ketoksikan sesuatu zat beracun. Jadi jelaslah bahwa ketoksikan zat beracun, salah satunya ditentukan oleh kondisi efek toksiknya (Donatus, 1990a). Cara suatu racun masuk kedalam tubuh disebut rute pemaparan atau rute absorpsi. Jumlah racun yang mencapai kealiran darah selama waktu tertentu tergantung dari rute absorpsinya (Henry, 1997).
2. Mekanisme aksi efek toksik Ketika kita kontak dengan racun, maka kita disebut terpejani racun. Efek dari suatu pemejanan, sebagian tergantung pada berapa lama kontak dan berapa banyak racun yang masuk dalam tubuh, sebagian lagi tergantug pada berapa banyak racun dalam tubuh yang dapat dikeluarkan. Selama waktu tertentu pemejanan dapat terjadi hanya sekali atau beberapa kali (Henry, 1997). Pada dasarnya setelah zat beracun masuk kedalam tubuh, suatu ketika dapat terdistribusi kedalam cairan ekstrasel dan intrasel. Berdasarkan atas sifat dan tempat kejadiannya, mekanisme aksi toksik zat kimia dibagi menjadi dua, yakni mekanisme luka intrasel dan ekstrasel (Donatus, 1990a).
3. Wujud efek toksik Beberapa racun diubah oleh tubuh menjadi zat-zat kimia yang lain, yang disebut metabolit dan kemungkinan dapat bersifat kurang beracun atau malah lebih beracun dari senyawa aslinya. Metabolit lebih mudah dikeluarkan dari tubuh daripada senyawa aslinya. Perubahan racun menjadi metabolit sebagian besar terjadi di hati (Henry, 1997). Pada dasarnya merupakan perubahan biokimia, fungsional, dan struktural, namun tidak berarti bahwa efek toksik zat beracun sepenuhnya dapat terpisah dengan tegas kedalam tiga jenis wujud dasar efek toksik itu (Donatus, 1990a).
Zat kimia dapat menimbulkan efek lokal maupun sistemik pada tubuh efek lokal hanya terbatas pada sebagian dari organ tubuh yang terkena racun, misalnya, kulit, mata saluran nafas atau usus, contoh efek lokal adalah munculnya bintik-bintik merah pada kulit, kulit terasa terbakar, mata berair, dan iritasi pada tenggorokan yang dapat menyebabkan batuk. Beberapa jenis racun dapat menyebabkan efek lokal tapi sebagian tidak menimbulkan efek lokal efek sistemik merupakan efek yang lebih umum yang terjadi setelah racun diabsorbsi. Beberapa jenis racun dapat menyebabkan efek lokal maupun sistemik (Henry, 1997). Jenis efek toksik berdasarkan perubahan biokimia, meliputi jenis wujud efek toksik yang berkaitan dengan respon dan perubahan atau kekacauan biokimia terhadap luka sel, akibat antaraksi antara zat beracun dan tempat aksi tertentu, yang sifatnya terbalikkan. Termasuk dalam jenis wujud efek toksik ini diantaranya perubahan respirasi sel, perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit, dan elektron (Donatus, 1990a).
Jenis efek toksik berdasarkan perubahan fungsional meliputi jenis wujud efek toksik yang berkaitan dengan antaraksi zat beracun dengan reseptor atau tempat aktif enzim yang sifatnya terbalikkan sehingga dapat mempengaruhi fungsi homeostasis tertentu. Termasuk dalam jenis wujud efek toksik ini diantaranya anoksia, gangguan pernafasan, gangguan sistem saraf, hiper atau hipotensi, hiper atau hipoglikemia, perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit, perubahan kontraksi atau relaksasi otot atau hipo/hiperemi. Hal tersebut dapat terjadi karena hambatan enzim yang secara normal bertanggung jawab terhadap penawaracunan neurotransmitter itu (Donatus, 1990a).
Efek toksik berdasarkan perubahan struktural, meliputi jenis wujud efek toksik yang berkaitan dengan perubahan morfologi sel yang akhirnya terwujud sebagai kekacauan struktural yang terdapat tiga respon histopatologi dasar sebagai tanggapan terhadap adanya luka sel, yakni degenerasi, profilerasi dan inflamasi atau perbaikan. Pada perubahan struktural ini bersifat tak terbalikkan, misalnya degenerasi lemak (Donatus, 1990a).
4. Sifat efek toksik Pada dasarnya hanya terdapat dua jenis sifat efek toksik zat beracun, yakni terbalikkan atau tak terbalkkan. Ciri khas dari wujud efek toksik yang terbalikkan yaitu : (1) bila kadar racun yang ada pada tempat aksi atau reseptor tertentu telah habis, maka reseptor tersebut akan kembali ke kedudukan semula (2) efek toksik yang ditimbulkan akan cepat kembali normal, dan (3) ketoksikan racunnya. Ciri khas dari wujud efek toksik yang tak terbalikkan yaitu : (1) kerusakan yang terjadi sifatnya menetap (2) pemejanan berikutnya dengan racun akan menimbulkan kerusakan yang sifatnya sama sehingga memungkinkan terjadinya penumpukan efek toksik dan (3) pemejanan dengan takaran yang sangat kecil dalam jangka panjang akan menimbulkan efek toksik yang seefektif dengan yang ditimbulkan oleh pemejanan racun dengan takaran besar dalam jangka pendek (Donatus, 1990a). Racun yang tidak berubah (masih dalam bentuk utuhnya) maupun bentuk metabolitnya biasanya dikeluarkan melalui urin, feses, atau keringat, atau udara yang dihembuskan saat bernafas. Mekanisme perubahan racun dari darah ke urin terjadi di ginjal dan mekanisme perubahan racun dari darah ke gas yang dihembuskan saat bernafas terjadi di paru-paru. Racun yang terdapat di feses mungkin melewati usus tanpa diabsorpsi oleh pembuluh darah yang ada diusus atau jika diabsorpsi maka akan dikembalikan lagi ke usus (Henry, 1997).
B. Masuknya Racun ke dalam Tubuh
Racun dapat masuk ke dalam tubuh diantaranya melalui :
1. Melalui mulut karena tertelan (ingesti). Sebagian keracunan terjadi melalui jalur ini anak-anak sering menelan racun secara tidak sengaja dan orang dewasa terkadang bunuh diri dengan menelan racun. Saat racun tertelan dan mulai mencapai lambung, racun dapat melewati dinding usus dan masuk kedalam pembuluh darah, semakin lama racun tinggal di dalam usus maka jumlah yang parah (Henry, 1997).
Jika seseorang muntah setelah menelan racun maka racun dapat dikeluarkan dari tubuh sebelum racun mencapai peredaran darah. Jadi jika pasien keracunan tidak muntah maka perlu dipaksa untuk mutah. Ada 2 macam cara yang lain untuk menghambat masuknya racun ke peredaran darah, yaitu dengan pemberian arang aktif yang dapat mengikat racun sehingga tidak melewati dinding usus, atau dengan pemberian laksatif sehingga racun dapat dikeluarkan dari saluran pencernaan dengan lebih cepat, racun yang tidak dapat menembus dinding usus dan mencapai sistem peredaran darah, tidak akan memberikan efek pada tubuh. Racun akan melewati saluran pencernaan dan keluar melalui feses (Henry, 1997).
2. Melalui paru-paru karena terhirup melalui mulut atau hidung (inhalasi). Racun yang berbentuk gas, uap, debu, asap atau spray dapat terhirup melalui mulut dan hidung dan masuk ke paru-paru. Hanya partikel-partikel yang sangat kecil yang dapat melewati paru-paru. Partikel-partikel yang lebih besar akan tertahan dimulut, tenggorokan dan hidung dan mungkin dapat tertelan. Racun yang dapat sampai ke paru-paru akan masuk ke peredaran darah dengan sangat cepat karena tempat pertukaran udara di paru-paru memiliki dinding yang tipis dan banyak terdapat aliran darah (Henry, 1997).
3. Melalui kulit yang terkena cairan atau spray. Orang yang bekerja dengan zat- zat kimia seperti pestisida dapat teracuni jika zat kimia tersemprot atau terciprat ke kulit mereka atau jika pakaian yang mereka pakai terkena pestisida. Kulit dapat masuk melalui kulit. Racun lebih cepat melewati kulit yang hangat, basah atau berkeringat dibanding dengan kulit yang dingin atau kering dan lebih cepat melewati kulit yang terluka atau terbakar daripada kulit yang utuh (Henry, 1997).
C. Efek Racun pada Tubuh
Racun memiliki efek, diantaranya :
1. Efek lokal
a. Pada kulit Zat kimia dapat merusak kulit, menyebabkan kulit menjadi kemerahan atau berbintik-bintik merah, nyeri, bengkak, berair atau seperti terbakar. Zat kimia yang bersifat iritan, menyebabkan gatal, rasa seperti terbakar, nyeri, saat terkena langsung tapi tidak menimbulkan rasa seperti terbakar apabila langsung dicuci.
Beberapa zat iritan tidak menimbulkan efek pada saat pertama mengenai kulit, tapi setelah kontak berikutnya dapat menyebabkan kemerahan atau berbintik-binti merah. Zat kimia yang bersifat korosif atau kausatik menyebabkan rasa nyeri seperti terbakar dengan lebih cepat dan merusak kulit, menyebabkan kulit berair dan berubah warna menjadi abu-abu atau kecoklatan (Henry, 1997).
b. Pada mata Zat iritan atau korosif dapat menyebabkan nyeri yang hebat pada mata dengan sangat cepat dan menyebabkan cacat pada mata hingga kebutaan. Mata tampak merah dan berair (Henry, 1997).
c. Pada usus dalam usus nyeri pada perut, muntah dan diare, dan muntahan serta fesesnya mungkin mengandung darah. Jika tenggorokan terasa terbakar, kemungkinan akan terjadi peradangan dengan cepat sehingga menyebabkan orang tidak dapat bernafas (Henry, 1997).
d. Pada saluran pernafasan dan paru-paru Beberapa gas dan uap dapat menyebabkan iritasi pada hidung, tenggorokan dan saluran pernafasan bagian atas dan dapat menyebabkan batuk dan susah bernafas. Beberapa gas dan uap dapat merusak paru-paru dengan mekanisme tertentu sehingga menyebabkan paru-paru terisi air. Hal ini dapat terjadi segera setelah seseorang menghirup zat tersebut atau dapat juga terjadi hingga 48 jam kemudian. Orang dengan paru-paru terisi air tidak dapat bernafas dengan baik.
Beberapa gas dapat menyebabkan udem pada paru-paru, juga dapat mengiritasi hidung, tenggorokan dan saluran pernafasan atas, dan dapat menyebabkan batuk serta menyebabkan susah bernafas. Saat orang mulai batuk dan susah bernafas, mereka harus dijauhkan dari gas tersebut dengan cepat dan dibawa ke udara terbuka, jika memungkinkan (Henry, 1997).
Beberapa gas, seperti karbon monoksida, tidak memiliki efek pada hidung dan tenggorokan. Gas beracun yang tidak menimbulkan batuk atau tidak menghambat saluran pernafasan sangat berbahaya, karena kita tidak menyadari sebenarnya kita sedang menghirup racun (Henry, 1997).
e. Melalui injeksi pada kulit Racun dapat diinjeksikan masuk kedalam kulit melalui jarum suntik, selama atau ular. Racun yang tersuntik kedalam pembuluh darah menimbulkan efek yang sangat cepat. Racun yang tersuntik kebawah kulit atau otot harus melewati beberapa lapis jaringan sebelum mencapai pembuluh darah, sehingga aksinya lebih lambat (Henry, 1997).
f. Pada bagian yang terinjeksi Racun iritan yang terinjeksi ke kulit, seperti racun dari sengat serangga dan gigitan ular, dapat menyebabkan nyeri dan bengkak ditempat yang terkena
(Henry, 1997).
2. Efek sistemik Ada beberapa cara sehingga racun dapat menyebabkan sakit :
a. Merusak organ-organ seperti otak, saraf, jantung, hati, paru-paru, ginjal atau kulit. Sebagian besar racun memiliki efek yang lebih besar pada satu atau dua organ dibanding organ yang lain. Organ yang terkena efek lebih besar disebut sebagai organ sasaran b. Memblok hubungan antar saraf
c. Menghentikan kerja tubuh sama sekali, misalnya menghentikan pemasokan energi atau oksigen (Henry, 1997).
3. Efek pada bayi yang masih dalam kandungan Beberapa racun dapat menyerang bayi yang masih dalam kandungan, hal ini lebih sering terjadi pada trimester pertama kehamilan, saat mulai terjadi pembentukan sistem saraf dan pembentukan organ-organ utama. Bagian dari bayi yang lebih mudah terserang adalah tulang, mata, telinga, mulut dan otak. Jika dan mati. Ada beberapa racun yang hanya menyerang bayi tanpa menimbulkan efek pada ibunya. Hal ini sangat berbahaya karena ibu tidak mengetahui bahwa bayinya terkena racun (Henry, 1997).
Jika seorang ibu hamil mengkonsumsi alkohol atau merokok selama kehamilannya maka dapat membahayakan bayinya. Obat-obatan juga dapat membahayakan bayi yang masih dalam kandungan. Wanita hamil sebaiknya tidak mengkonsumsi obat-obatan kecuali yang diresepkan oleh dokter (Henry, 1997).
D. Penanganan Keracunan
Pada umumnya para pakar sependapat bahwa penanganan keracunan bahan berbahaya akut, dibagi dalam tiga tahap tindakan, yakni : tindakan terapi suportif, penyidikan jenis racun penyebab, dan terapi antidot (Donatus, 1997).
1. Terapi suportif
Pada dasarnya merupakan tindakan pertolongan pertama, ditujukan untuk memperbaiki kondisi dan menyelamatkan jiwa penderita. Tindakan ini akan memelihara fungsi vital seperti pernafasan dan peredaran darah, sehingga penderita selamat serta menjadi lebih mudah dan kooperatif untuk menjalani terapi antidot berikutnya. Memperhatikan tujuan dan fungsi terapinya, jelas bahwa terapi suportif harus dilakukan dengan cepat atau sesegera mungkin (Donatus, 1997).
2. Penyidikan jenis racun penyebab
Merupakan tindakan penting yang ditujukan untuk menentukan pilihan a. Wawancara dengan penderita atau penghantar.
b. Pemeriksaan gejala-gejala keracunan yang ada secara sistematis.
c. Pemeriksaan wadah dan sisa bahan penyebab yang dicurigai, muntahan, air kencing, atau darah penderita. Pengiriman bahan yang diperoleh pada butir c ke laboratorium (Donatus, 1997).
3. Terapi antidot
Merupakan tata cara yang secara khusus ditujukan untuk membatasi intensitas (kekuatan) efek toksik zat kimia atau menyembuhkan efek toksik yang ditimbulkannya, sehingga bermanfat dalam mencegah timbulnya bahaya lebih lanjut. Berarti, sasaran terapi antidot adalah pengurangan intensitas efek toksik, lantas, bagaimana cara penatalaksanaannya? (Donatus,1997).
Seperti telah diungkapkan, keberacunan (intensitas efek toksik) suatu bahan berbahaya di antaranya ditentukan oleh keberadaan bahan berbahaya di tempat kerja yang melebihi harga KTM-nya lebih lanjut, keadaan ini bergantung pada keefektifan absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi bahan berbahaya terkait.
Perlu dicatat, strategi terapi antidot mana yang akan diambil, sepenuhnya bergantung pada pengetahuan atau informasi tentang rentang waktu antara saat pemejanan bahan berbahaya, saat timbulnya gejala-gejala toksik, dan saat penderita siap menjalankan terapi. Karena pengetahuan ini diperlukan untuuk memprakirakan dominasi tahapan nasib bahan berbahaya di dalam tubuh. Misal bahan berbahaya diprakirakan sudah terabsorpsi sempurna, maka tindakan diperlukan penghambatan distribusi atau peningkatan eliminasinya. Masalahnya sekarang, bagaimana tata cara pelaksanaan masing-masing strategi tersebut (Donatus, 1997)?
Ketiga strategi dasar terapi antidot tersebut dapat dikerjakan dengan metode yang tak khas atau metode yang khas. Dimaksud dengan metode tak khas ialah metode umum yang dapat diterapkan terhadap sebagian besar zat beracun. Metode khas ialah metode yang hanya digunakan bila zat beracunnya telah tersidik jati dirinya serta zat antidotnya tersedia (Donatus, 1997).
E. Evaluasi Kondisi Darurat dan Perawatannya
Ketika merawat orang pada kasus keracunan, diperlukan ulasan yang cepat untuk menentukan langkah yang tepat dan membutuhkan perawatan untuk menyelamatkan penderita. Berikut adalah daftar langkah-langkah untuk menangani orang yang keracunan (Olson, 2007).