Perancangan dan Uji Coba Modul Pelatihan School Engagement untuk Meningkatkan School Engagement pada Siswa Kelas VII di SMP "X" Kabupaten Bandung.

(1)

ii

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK

Judul penelitian ini adalah Perancangan dan Uji Coba Modul Pelatihan School Engagement pada Siswa/i kelas VII SMP “X” Kabupaten Bandung. Maksud dilakukannya penelitian ini adalah untuk merancang dan mengujicoba rancangan modul pelatihan school engagement pada siswa kelas VII SMP “X” Kabupaten Bandung. Sedangkan tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mendapatkan alat intervensi yaitu modul pelatihan school engagement yang teruji untuk dapat meningkatkan derajat school engagement pada siswa kelas VII SMP “X”Kabupaten Bandung.

Sampel pada penelitian ini adalah 26 orang siswa/i kelas VII SMP “X” Kabupaten Bandung yang memiliki school engagement dalam kategori rendah. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini dirancang dan diturunkan dari teori school engagement (Fredricks et.al). Kuesioner school engagement terdiri dari 39 pernyataan.

Validitas item berkisar antara 0.301-0628. Hal ini menunjukkan bahwa bahwa item-item tersebut dapat dipakai. Sedangkan reliabilitasnya sebesar 0.875. Hal tersebut menunjukkan bahwa item-item tersebut tergolong memiliki reliabilitas yang tinggi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa/i pelatihan school engagement memberikan reaksi positif terhadap keseluruhan pelatihan dan terjadi peningkatan derajat school engagement pad siswa/i setelah diberikan pelatihan school engagement.

Saran praktis yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah kepada siswa agar dapat mengingat kembali hal-hal yang didapatkan dari pelatihan dan menerapkan hasil pembeeljaran yang didapatkan ketika pelatihan di sekolah. Sedangkan saran bagi penelitian selanjutnya adalah melakukan modifikasi modul khususnya sesi kedua pada metode pelatihan dan meneliti efektivitas pelatihan school engagement pada siswa/i kelas VII SMP “X” Kabupaten Bandung.


(2)

iii

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT

The title of this study is the Design and Try Out Training Modules School Engagement on 7th grade students in junior hihg school “X” Kabupaten Bandung. The intention of this study was to design and to try out training modules school engagement at 7th grade students in junior high school “X” Kabupaten Bandung. While the purpose of this study was to get an intervention tool that the training modules school engagement could increase school engagement degree at 7th grade students in junior high school “X” Kabupaten Bandung.

The sample in this study were 26 7th grade students in junior high school “X” Kabupaten Bandung wich have school engagement in low category. Measuring devices used in this study is a questionnaire school engagement designed by school engagement theory from Fredricks et al. Qquestionnaire school engagement consists of 39statement. The validity of the items ranged from 0.301-0.628. this suggests that the items can be used.While the reliability of 0.875. it shows that these items have relatively high reliability.

Results showed that students gave positive reaction to the whole training and students who attented school engagement training has increased school engagement degree.

Practical advice that can be given in this study is to students in order to retrospect things that they get from training and apply learning results they get in school. While the suggestons for future research is to modificate training module in second session to make improvement on training method and investigate the effectiveness of modules school engagement training.


(3)

iv

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN... i

ABSTRAKSI ... ii

ABSTRACT ... iii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR BAGAN... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Identifikasi Masalah... 11

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian... 11

1.3.1 Maksud Penelitian... 11

1.3.2 Tujuan Penelitian... 11

1.4 Kegunaan Penelitian... 11

1.4.1 Kegunaan Ilmiah ... 11

1.4.2 Kegunaan Praktis... 12

1.5 Metode Penelitian... 12

BAB II LANDASAN TEORI 14 2.1 School Engagement... 14

2.1.1 Konsep Dasar School Engagement... 14


(4)

v

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

2.1.3 Komponen School Engagement... 18

2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi School Engagement ... 22

2.1.5 Peran School Engagement pada Remaja... 29

2.1.6 School Engagement dan Prestasi Akademik... 32

2.2 Teori Perkembangan Remaja... 33

2.2.1 Pengertian dan Batasan Remaja... 33

2.2.2 Ciri-ciri Masa Remaja... 35

2.2.3 Perubahan yang Terjadi pada Masa Remaja... 37

2.2.4 Tugas Perkembangan pada Masa Remaja... 38

2.3 Pembelajaran Eksperiential... 39

2.4 Evaluasi Program... 48

2.4.1 Definisi Evaluasi Program... 48

2.4.2 Alasan dilakukan Evaluasi Program... 49

2.4.3 Tipe Evaluasi Program... 50

2.4.4 Evaluasi Program Pelatihan Menurut Kirkpatrick... 50

2.4.5 Instruktur... 54

2.5 Kerangka Pemikiran... 54

2.6 Asumsi Penelitian... 63

2.7 Hipotesis Penelitian... 63

BAB III METODE PENELITIAN 64

3.1 Rancangan Penelitian... 64

3.2 Variabel Penelitian... 65

3.2.1 Definisi Konseptual... 65


(5)

vi

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

3.2.1.2 Definisi Konseptual Independen Variabel... 65

3.2.2 Definisi Operasional... 66

3.2.2.1 Definisi Operasional Dependen Variabel... 66

3.2.2.2 Definisi Operasional Independen Variabel... 66

3.3 Alat Ukur School Engagement... 67

3.3.1 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur... 69

3.3.1.1 Validitas Alat Ukur... 69

3.3.1.2 Reliabilitas Alat Ukur... 70

3.4 Evaluasi Program Pelatihan ... 71

3.5 Lokasi dan Populasi Pelatihan... 71

3.6 Karakteristik Sampel... 71

3.7 Teknik Sampling ... 72

3.8 Teknik Analisis Data... 72

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 71 4.1 Gambaran Responden... 71

4.1.1 Jenis Kelamin ... 71

4.1.2 Usia ... 72

4.2 Hasil Penelitian ... 72

4.2.1 Hasil Penelitian Berdasarkan Reaksi Peserta... 72

4.2.2 Hasil Penelitian Berdasarkan Proses Learning... 81

4.2.3 Hasil Penelitian Berdasarkan Uji Statistik ... 83


(6)

vii

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 100 5.2 Saran ... 101

DAFTAR PUSTAKA 104

DAFTAR RUJUKAN 106


(7)

viii

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Rancangan Modul Pelatihan School Engagement... .67

Tabel 3.2 Kisi – kisi alat ukur School engagement ...68

Tabel 3.3 Sistem Penilaian... ...69

Tabel 3.4 Pengkategorian Derajat SchoolEngagement ...69

Tabel 3.5 Aspek Penilaian Evaluasi Program ...69

Tabel 4.1 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ...73

Tabel 4.2 Gambaran Responden Berdasarkan Usia ... 74

Tabel 4.3 Evaluasi Reaksi Peserta terhadap Keseluruhan Pelatihan ...75

Tabel 4.4 Evaluasi Reaksi terhadap Trainer ...78

Tabel 4.5 Evaluasi Reaksi terhadap Fasilitator ...80

Tabel 4.6 Evaluasi Reaksi terhadap Metode Penyampaian Materi Sesi Pelatihan ...81

Tabel 4.7 Reaksi Peserta terhadap Manfaat Sesi Pelatihan ... 82

Tabel 4.8 Perubahan Proses Learning ... 83

Tabel 4.9 Tabel Uji Statistik Derajat SchoolEngagement ... .85

Tabel 4.10 Tabel Uji Statistik Komponen BehavioralEngagement ...86

Tabel 4.11 Tabel Uji Statistik Komponen EmotionalEngagement ...87


(8)

ix

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Bagan Rancangan Penelitian ... 13

Bagan 2.1 Bagan Kerangka Pikir... 62


(9)

x

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A DATA PRE-TEST DAN POST-TEST

LAMPIRAN B SESI THE CUBE

LAMPIRAN C ALAT UKUR SCHOOL ENGAGEMENT

LAMPIRAN D LEMBAR KERJA SISWA

LAMPIRAN E LEMBAR EVALUASI PELATIHAN

LAMPIRAN F GARIS BESAR PELAKSANAAN PELATIHAN

SCHOOL ENGAGEMENT


(10)

1

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Penelitian

Pendidikan merupakan elemen penting bagi pembangunan bangsa. Pendidikan menurut UU No. 20 tahun 2003, merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengambangkan segala potensi yang dimiliki peserta didik melalui proses pembelajaran. Proses pembelajaran dan pelatihan dirancang agar anak didik mendapatkan pengetahuan dan dapat mengembangkan keterampilan. Mengingat pentingnya peran pendidikan, proses pembelajaran bagi peserta didik harus dapat diselenggarakan dengan optimal. Salah satu upaya untuk menyelenggarakan pendidikan secara optimal adalah melalui jenjang pendidikan formal yang diadakan secara bertahap dimulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.

Keberhasilan proses pendidikan khususnya di sekolah merupakan suatu sistem pendidikan sebagai bagian dari sistem yang dikelola oleh sekolah. Sekolah merupakan salah satu komunitas bagi siswa selain keluarga. Peran sekolah adalah untuk melengkapi dan memfasilitasi siswa dengan pengetahuan dan keterampilan akademik dan sosial yang diperlukan siswa untuk persiapan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Untuk mencapai keberhasilan pendidikan di sekolah, diperlukan hubungan kerjasama antara sekolah, guru dan siswa yang bersangkutan. Keterikatan hubungan antara sekolah dengan siswa menjadi hal yang penting.


(11)

2

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Sejauh mana keterikatan siswa dengan sekolah merupakan faktor penting untuk meningkatkan proses pendidikan dan perilaku sosial yang positif. Keterlibatan yang positif dengan komunitas sekolah mendukung perkembangan siswa. Mengingat banyaknya situasi negatif yang dapat terjadi pada siswa seperti

dropping out, deliquency, tingkat absensi tinggi, kegagalan proses belajar

(Morrison, Robertson, Laurie & Kelly, 2002).

Menurut Slameto (2003:54-71) faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar siswa digolongkan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah daktor yang ada dalam diri siswa yang terdiri dari faktor jasmaniah, faktor psikologis dan faktor kelelahan. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang mempengaruhi proses belajar yang ada diluar individu yang terdiri dari faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor teman sebaya. Apabila faktor eksternal positif, misalnya peran orangua yang mendukung dan memberikan fasilitas yang memadai di rumah untuk menunjang proses belajar, guru yang berkompetensi, dan teman sebaya yang positif mendukung prose belajar namun tidak didukung kondisi internal dari siswa itu sendiri maka hal tersebut akan kurang dapat menghantarkan siswa menuju keberhasilan proses belajar.

Tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah salah satu jenjang pendidikan formal setelah Sekolah Dasar menuju Sekolah Menengah Atas. Sekolah Menengah Pertama terdiri dari tiga tingkatan yaitu kelas VII, VIII dan IX. SMP “X” merupakan salah satu SMP di Kabupaten Bandung yang memiliki jumlah siswa cukup banyak. Untuk tahun ajaran 2012-2013 kelas VII terdiri dari


(12)

3

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

empat kelas. Menurut keluhan dari guru BP dan guru wali kelas, angkatan kelas VII ini berbeda dengan angkatan kelas VII sebelumnya. Guru-guru menggambarkan bahwa sebagian besar dari mereka kurang menunjukkan minat belajar, kurang memiliki kemauan belajar dan kurang mau terlibat aktif dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Perilaku siswa/i di dalam kelas antara lain datang ke sekolah terlambat, mengobrol atau terlihat tidur di kelas saat guru menyampaikan materi, tidak membawa buku pelajaran, malas menyelesaikan tugas sampai tuntas, melihat atau mencontek hasil pekerjaan teman lainnya, dan terlambat mengumpulkan tugas. Guru mengeluhkan perilaku-perilaku siswa tersebut sehingga suasana pembelajaran di kelas tidak nyaman dan penyampaian materi pun tidak efektif dan tujuan pembelajaran pun tidak dapat tercapai dengan baik. Selain itu, guru pun khawatir siswa/i akan mendapatkan nilai prestasi akademik yang tidak optimal atau bahkan buruk.

Berdasarkan hal ini, peneliti melakukan survei awal melalui wawancara terhadap 25 siswa/i kelas VII SMP “X”. Siswa/i menyatakan bahwa mereka sebenarnya menyukai dan senang mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di SMP

“X” seperti kegiatan belajar dengan sistem moving class, kegiatan ekstrakulikuler

yang cukup banyak dan menilai sebagian besar guru cukup baik dalam mengajar. Namun, sebanyak 19 (76%) siswa menyatakan kurang tertarik untuk belajar dengan serius di kelas. Siswa/i sering menunjukkan perilaku mengobrol dengan teman, sering tertidur atau mengerjakan hal lain ketika guru sedang menyampaikan materi dengan alasan mereka merasa bosan dengan metode pengajaran guru sehingga siswa/i tidak dapat menjawab pertanyaan dari guru.


(13)

4

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Dengan perilaku ini, tidak sedikit siswa yang ditegur oleh guru namun mereka sering mengulanginya kembali. Sikap belajar siswa yang tidak serius dalam kegiatan belajar juga dapat dilihat dari tidak tuntasnya pengerjaan tugas dari guru, mencontek PR teman, bahkan sama sekali tidak mengerjakan PR. Mengingat materi pelajaran untuk tingkat SMP yang sangat banyak, siswa/i mengeluh dan menyatakan bahwa mereka malas belajar materi yang banyak sehingga mereka memilih untuk meninggalkan tugas belajar dan memilih kegiatan lain yang menyenangkan. Selain itu, mereka banyak bergantung dengan guru les private untuk belajar atau berlatih soal. Namun jika tidak ada kegiatan les, mereka menggunakan waktu mereka untuk bermain walaupun ada tugas atau ulangan. Selain itu, siswa/i sering belajar satu hari sebelum tugas/ ulangan diberikan. Dengan materi yang banyak, siswa/i cenderung asal-asalan dalam membaca atau menghafal dan mereka mengalami kesulitan mengerjakan tugas atau ulangan yang diberikan.

Bukan hanya pada kegiatan akademik, siswa/i pun menunjukkan perilaku membolos pada kegiatan nonakademik atau ekstrakulikuler. Pada awalnya, siswa/i merasa senang akan banyaknya pilihan ekstrakulikuler sehingga mereka dapat memilih kegiatan yang sesuai dengan keinginannya. Namun sebanyak 19 (76%) siswa/i rajin mengikuti kegiatan ekstrakulikuler dua bulan pertama kegiatan. Selanjutnya mereka merasa bosan dengan kegiatan tersebut dimana mereka menyatakan bahwa tidak ada variasi dari kegiatan tersebut. Dengan demikian, mereka memilih untuk meminta pindah atau membolos dari kegiatan ekstrakulikuler yang mereka pilih.


(14)

5

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Perilaku-perilaku siswa/i di atas mengacu pada rendahnya usaha yang dikerahkan siswa/i dalam proses pembelajaran di sekolah baik secara akademik

maupun nonakademik. Secara teoritis, tingkah laku yang menunjukkan effort

untuk menghasilkan prestasi ini dikenal sebagai school engagement. School

engagement dapat didefinisikan melalui 3 cara yaitu menunjukkan perilaku positif

dan siswa terlibat akademik dan nonakademik (behavioral engagement),

pengolahan reaksi emosi positif dan negatif terhadap guru, teman, akademik dan sekolah untuk menciptakan keterikatan dengan sekolah dan keinginan untuk

belajar (emotional engagement), dan kemauan untuk menunjukkan usaha

memahami kompleksitas materi dan menguasai keterampilan yang sulit

menggunakan strategi belajar (cognitive engagement). School engagement

dipandang sebagai bagian dari proses keuletan siswa secara akademik dan sumber energi yang membantu siswa untuk dapat menanggulangi stres sehari-hari, tantangan dan kemunduran di sekolah. Dengan cara menanggulangi yang efektif, siswa dapat mengembangkan motivasi seperti belajar mandiri, menguasai materi,

meregulasi diri dan berkembang di sekolah. Untuk itu, school engagement dapat

dilihat sebagai salah satu kunci dari perkembangan akademik sepanjang sekolah

dan pendidikan siswa. Siswa yang menunjukkan engagement tinggi akan mampu

mencapai prestasi yang lebih baik pula (Fredricks, Blumenfeld, Paris, 2004). Behavioral engagement yang tinggi ditunjukkan dengan sering hadir ke sekolah setiap hari dan tepat waktu, sering mengerjakan tugas sesuai yang diperintahkan guru sampai tuntas, sering aktif dalam kegiatan belajar di kelas dengan bertanya kepada mengenai materi yang kurang dipahami, dan rajin mengikuti kegiatan


(15)

6

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

ekstrakulikuler. Siswa/i dengan emotional engagement yang tinggi menunjukkan

keterikatan emosinya dengan senang dan bersemangat datang ke sekolah untuk belajar banyak hal di sekolah dengan teman-teman dan guru-guru. Siswa/i dengan cognitive engagement yang tinggi menggunakan strategi belajar dalam usaha memahami materi pelajaran yang komplek dan sulit. Sebaliknya, siswa yang tidak

menunjukkan engagement dengan sekolah biasanya siswa lebih pasif, tidak

berusaha, mudah menyerah dan sering menunjukkan emosi yang negatif seperti kemarahan dan rasa bersalah (Skinner dan Belmont, 1993). Siswa/i dengan behavioral engagement yang rendah jarang terlibat aktif dalam kegiatan belajar

secara akademik dan nonakademik. Siswa/i dengan derajat emotional engagement

yang rendah menunjukkan reaksi emosi kebosanan, kecemasan atau ketakutan

kurang antusiasme dalam kegiatan di sekolah. Siswa/i dengan cognitive

engagement yang rendah menunjukkan kemauan belajar yang rendah dan kurang mengembangkan strategi belajar yang tepat.

Di samping wawancara, peneliti juga melakukan survey awal terhadap 105

(100%) siswa/i kelas VII SMP “X” melalui kuesioner mengenai school

engagement. Kuesioner ini dibangun atas dasar teori School Engagement dari Fredricks et.al. (2005) yang terdiri dari tiga dimensi yaitu behavioral engagement, emotional engagement dan cognitive engagement. Hasil survey awal pada 105 (100%) siswa/i kelas VII SMP “X” Kabupaten Bandung didapatkan hanya 7 (7%)

siswa/i yang menunjukkan engagement tinggi pada ketiga dimensinya. Siswa/i

dengan behavioral engagement tinggi menunjukkan perilaku positif dengan sering


(16)

7

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

yang diperintahkan guru sampai tuntas, sering aktif dalam kegiatan belajar di kelas dengan bertanya kepada mengenai materi yang kurang dipahami, dan rajin

mengikuti kegiatan ekstrakulikuler. Siswa/i dengan emotional engagement yang

tinggi menunjukkan keterikatan emosinya dengan senang dan bersemangat datang ke sekolah untuk belajar banyak hal di sekolah dengan teman-teman dan guru-guru. Ditambah dengan rasa puas dari siswa/i akan fasilitas belajar yang disediakan oleh sekolah mampu meningkatkan keinginan mereka untuk belajar di

sekolah. Selain itu, siswa/i dengan cognitive engagement yang tinggi

menunjukkan kemauan untuk berusaha memahami materi pelajaran yang komplek dan sulit dengan sering menyimak penjelasan guru di kelas, sering membaca banyak buku, berusaha memahami apa yang dibaca, sering membaca ulang materi agar lebih paham, dan menghafalkan materi.

Didapatkan data sebanyak 42 (40%) siswa/i yang menunjukkan derajat school

engagement yang rendah dimana siswa/i kurang mengarahkan usaha dan potensinya pada proses pembelajaran di sekolah pada kegiatan akademik dan

nonakademik. Siswa/i dengan behavioral engagement yang rendah menunjukkan

jarang berpartisipasi atau aktif dalam kegiatan belajar di kelas seperti mengajukan pertanyaan mengenai materi yang tidak dipahami, siswa/i jarang mengerjakan tugas sampai tuntas dan mengumpulkan tugas tepat waktu. Pada kegiatan nonakademik, siswa/i jarang terlibat dalam kegiatan sekolah (OSIS, kegiatan keagamaan), dan siswa jarang mengikuti kegiatan ekstrakulikuler yang mereka

pilih. Siswa/i dengan derajat emotional engagement yang rendah menunjukkan


(17)

8

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

bantuan kepada guru mengenai pelajaran. Jikalau siswa senang dengan guru tertentu maka siswa akan terpacu untuk belajar. Sebaliknya jikalau siswa merasa kurang tertarik memperhatikan guru yang menerangkan maka siswa cenderung cuek atau tidak peduli akan kegiatan belajar. Didapatkan pula 19 (30%) siswa jarang menunjukkan antusias untuk mempelajari banyak hal di sekolah dan mengerjakan tugas sekolah dengan baik sehingga mereka pun tidak takut bila

mendapatkan nilai rendah. Di samping itu, siswa/i dengan cognitive engagement

yang rendah menunjukkan kemauan belajar yang rendah dan kurang mengembangkan strategi belajar yang lebih tepat untuk mata pelajaran tertentu

dengan kesulitannya masing-masing sehingga mereka kurang engage secara

kognitif. Mereka kurang memiliki usaha untuk dapat memahami materi pelajaran di sekolah dimana sikap belajar yang mereka tunjukkan di sekolah ialah jarang menyimak penjelasan guru mengenai materi pelajaran, siswa jarang berlatih soal-soal untuk membantu memahami materi pelajaran. Hal ini terjadi karena siswa/i masih dipengaruhi oleh metode pengajaran guru atau rasa malas belajar. Mengingat materi pelajaran yang banyak untuk mereka pelajari, siswa/i kurang menunjukkan strategi belajar, misalnya siswa jarang mempelajari kembali materi pelajaran yang mereka pelajari dari sekolah di rumah, jarang membaca banyak buku untuk mendapatkan pengetahuan dan mempelajari hal-hal yang mereka lakukan di sekolah, sangat jarang membuat rangkuman sendiri, sangat jarang menandai materi yang penting secara mandiri yang sebenarnya memudahkan mereka untuk paham, dan siswa jarang membaca ulang materi pelajaran di rumah agar lebih paham. Mereka hanya membaca asal atau sekali saja tanpa aktif


(18)

9

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

berpikir untuk menyerap informasi yang mereka baca. Selain itu, siswa/i jarang membuat catatan mengenai penjelasan guru agar lebih paham.

Berkaitan dengan permasalahan yang terjadi pada siswa/i kelas VII SMP “X” ini yaitu kurangnya frekuensi siswa/i mengarahkan usaha dan waktunya pada proses pembelajaran di sekolah baik pada kegiatan akademik dan maka diberi

suatu intervensi yang bertujuan untuk meningkatkan school engagement siswa

yang rendah. Konsep engagement mengacu pada perilaku (action) dan bukan

sekedar pemahaman melalui konseling atau psikoedukasi sehingga akan diberikan

pelatihan yang menyangkut ketiga komponen dari school engagement. Setelah

mengikuti pelatihan diharapkan mahasiswa selain paham dapat pula menerapkan

secara aplikasi pemahaman tersebut sehingga dapat meningkatkan derajat school

engegament mereka. Melalui pelatihan, siswa/i akan mendapatkan pengalaman

langsung dari kegiatan (games, diskusi, tugas pribadi dan tugas kelompok) yang

diikutinya. Asumsinya ketika siswa/i belajar dari pengalaman yang ia dapatkan, mengartikan pengalaman tersebut sesuai dengan tujuan, arah, ambisi dan harapan

yang telah ditetapkan maka siswa/i akan mendapatkan insight, penemuan dan

pengertian baru. (Weight, Albert, 1970).

Perlunya menyusun uji coba pelatihan school engagement ini karena belum

ditemukannya modul pelatihan school engagement dalam upaya menolong siswa/i

dengan school engagement yang rendah. Adapun penelitian yang pernah

dilakukan adalah penelitian mengenai intervensi yang tidak secara langsung dilakukan terhadap siswa/i melainkan melalui pendekatan intervensi dengan melakukan perubahan struktur sekolah dan perubahan iklim kurikulum belajar


(19)

10

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

terutama pada metode mengajar (Wigfield dan Guthrie, 2000). Namun bentuk intervensi ini pun membutuhkan pakar pendidikan dan kesediaan dari pihak sekolah untuk melakukan perubahan besar serta waktu yang tidak singkat untuk mengubah suatu organisasi sekolah. Dengan demikian, peneliti mempertimbangkan bentuk intervensi ini tidak cukup efektif dilakukan terhadap SMP “X”.

Di samping itu, ditemukan pula penelitian intervensi lain pada siswa dengan

karakteristik khusus yaitu siswa yang beresiko berat dropping out. Pada siswa/i

tersebut diberikan intervensi konseling personal yang melibatkan anggota keluarga dan mentor sekolah (Check dan Connect, 2006). Namun, intervensi ini membutuhkan waktu yang cukup lama dalam pelaksanaannya yaitu selama 1-2 tahun. Dengan pertimbangan karakteristik siswa/i SMP “X” yang bukan termasuk siswa beresiko berat dan pertimbangan waktu yang dibutuhkan cukup lama dalam pelaksanaannya maka peneliti mencari alternatif lain sebagai intervensi yang lebih memungkinkan. Selain itu, dengan pertimbangan jumlah siswa/i SMP “X” dengan school engagement yang rendah sebanyak 42 siswa maka intervensi melalui metode konseling dirasakan kurang efisien. Berangkat dari pemikiran yang diuraikan di atas, maka peneliti tertarik untuk merancang dan menguji coba modul pelatihan school engagement


(20)

11

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha 1.2. Identifikasi Masalah

Dalam penelitian ini, peneliti menguji coba rancangan modul pelatihan school engagement pada siswa/i kelas VII SMP “X” Kabupaten Bandung. Hal ini

ditujukan untuk mengetahui apakah rancangan modul pelatihan school

engagement yang disusun tersebut dapat meningkatkan derajat school engagement pada siswa/i kelas VII SMP “X” Kabupaten Bandung?

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian

Maksud dilakukannya penelitian ini adalah untuk merancang dan menguji

coba rancangan modul pelatihan school engagement pada siswa/i kelas VII SMP

“X” Kabupaten Bandung.

1.3.2. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mendapatkan alat

intervensi yaitu modul pelatihan school engagement yang teruji untuk dapat

meningkatkan derajat school engagement pada siswa/i kelas VII SMP “X”.

1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Ilmiah

a. Sebagai bahan masukan bagi ilmu Psikologi Pendidikan mengenai suatu

program pelatihan school engagement pada siswa/i kelas VII SMP “X”


(21)

12

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

b. Sebagai landasan informatif bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan

dengan suatu intervensi yaitu modul pelatihan school engagement pada

siswa/i kelas VII SMP “X” Kabupaten Bandung.

1.4.2. Kegunaan Praktis

a. Bagi siswa/i, pelatihan school engagement ini diharapkan dapat

mengarahkan usahanya pada proses pembelajaran di sekolah pada kegiatan akademik dan nonakademik

b. Bagi guru walikelas dan bidang studi, pemahaman mengenai school

engagement diharapkan dapat membantu siswa/i untuk terlibat dalam proses pembelajaran baik secara akademik maupun nonakademik.

c. Bagi guru BK, pemahaman mengenai school engagement diharapkan dapat

memberikan masukan guna membantu siswa/i agar lebih memahami mengenai diri mereka sebagai pelajar untuk memotivasi diri mencapai prestasi akademik yang optimal.

1.5. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menyusun rancangan modul

pelatihan school engagement dan melihat pengaruhnya terhadap peningkatan

derajat school engagement siswa/i kelas VII SMP “X” Kabupaten Bandung

sebelum dan sesudah pelatihan. Penelitian ini dilakukan pada siswa/i kelas VII SMP “X” Kabupaten Bandung. Adapun rancangan penelitian ini digambarkan dalam bagan sebagai berikut :


(22)

13

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Bagan 1.1 Bagan Rancangan Penelitian

Siswa/i kelas VII SMP dengan derajat school

engagement rendah

Kuesioner School engagement

Pelatihan School Engagement

Kuesioner School engagement

Hasil pre-test School engagement

Hasil post-test School engagement


(23)

102

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang telah diperoleh melalui pengolahan data Pelatihan

School Engagement pada siswa/i kelas VII SMP “X” dan memiliki derajat school engagement rendah, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan hasil uji coba, didapatkan bahwa modul pelatihan school engagement

dapat dipakai sebagai salah satu alat intervensi untuk meningkatkan derajat school

engagement pada sebagian siswa/i kelas VII SMP “X”.

2. Berdasarkan tahap reaksi peserta didapatkan bahwa pada umumnya peserta

menilai pelatihan school engagement bermanfaat dan menarik baik dari sisi materi,

waktu, metode pelatihan dan cara penyampaian materi.

3. Pada sesi kedua, tampaknya peserta kurang tertarik mengikuti pelatihan menjelang


(24)

103

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

5.2 Saran Penelitian

5.2.1 Saran Teoritis

1. Bagi penelitian selanjutnya dapat memodifikasi modul sesi kedua dengan

melakukan perbaikan yang menyangkut metode penyampaian materi.

2. Bagi peneliti selanjutnya dapat meneliti efektivitas modul perancangan

pelatihan school engagement pada siswa/i kelas VII.

5.2.2 Saran Praktis

1. Untuk siswa/i kelas VII SMP “X” agar dapat mengingat kembali aktivitas di

pelatihan dan menerapkan hasil pembelajaran yang didapatkan ketika

pelatihan schoolengagement di sekolah.

2. Untuk guru walikelas dan bidang studi, dalam menyampaikan materi

pelajaran sebaiknya menggunakan metode pembelajaran yang menarik dan disesuaikan dengan kebutuhan siswa/i. Selain itu, guru walikelas dapat memotivasi siswa/i dengan membantu siswa/i membuat target hasil belajar dan mengarahkannya.

3. Untuk guru Bimbingan Konseling SMP “X”, modul pelatihan school

engagement ini dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk diberikan kepada siswa/i SMP.


(25)

104

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Blumenfeld, P., Model, J., Bartko, W., Secada, W.G. 2005. School

Engagement of Inner-City Students During Middle Childhood. Lawrence Erlbaum Associates Inc., Publisher. London.

Boekaerts, Monique., Pintrich, Dale., Zeidner, Moshe. 2000. Handbook of Self Regulation. Academic Press., San Diego California.

Campbell, Donald T. & Stanley, Julian C. 1963. Experimental and Quasi

Experimental Design for Research. Rand Mc, Nally College Publishing Company, Chicago.

Christenson, Reschly & Wylie, Cathy. 2012. Handbook of Research on

Student Engagement. Springer Science, London.

Fredricks, J. A., Blumenfeld, P.C., & Paris, A. H. 2004. School

Engagement: Potential of the Concept, state of the evidence. Review of Educational Research, 59-109. The H.W. Wilson Company.

Fredricks, J.A., McColskey, W. 2011. Measuring Student Engagement in

Upper Elementary through High School: a Description of 21 Instruments. Institute of education Sciences. Washington DC.

Gilman, Huebner & Furlong, Michael. 2009. Handbook of Positive

Psychology in School. Routledge, New York.

Kirkpatrick, Donald L.,1998 Evaluating Training Program 2nd Edition.


(26)

105

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Moore, K. A., Lippman, L.H. 2005. What do children Need to Flourish?

Chapter 19: School Engagement. New York. Springer Science.

Prof. DR. Sudjana. 2002. Metoda Statistika. Bandung. Tarsito.

Vernoy, Mark W., Kyle, Diana. 2002. Behavioral Statistics in Action. The

McGraw-Hill Companies.

Walter GA, Marks SE. 1981. Experiential Learning and Change: theory,


(27)

106

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

• 29 Agustus 2012

http://www.schoolengagement.org

• 14 September 2012

http://ies.ed.gov/ncee/edlabs http://www.irre.org


(1)

13

Bagan 1.1 Bagan Rancangan Penelitian

Siswa/i kelas VII SMP dengan derajat school

engagement rendah

Kuesioner School engagement

Pelatihan School Engagement

Kuesioner School engagement

Hasil pre-test School engagement

Hasil post-test School engagement


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang telah diperoleh melalui pengolahan data Pelatihan School Engagement pada siswa/i kelas VII SMP “X” dan memiliki derajat school engagement rendah, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan hasil uji coba, didapatkan bahwa modul pelatihan school engagement dapat dipakai sebagai salah satu alat intervensi untuk meningkatkan derajat school engagement pada sebagian siswa/i kelas VII SMP “X”.

2. Berdasarkan tahap reaksi peserta didapatkan bahwa pada umumnya peserta menilai pelatihan school engagement bermanfaat dan menarik baik dari sisi materi, waktu, metode pelatihan dan cara penyampaian materi.

3. Pada sesi kedua, tampaknya peserta kurang tertarik mengikuti pelatihan menjelang di akhir sesi dimana peserta tampak jenuh dan bosan.


(3)

103

5.2 Saran Penelitian 5.2.1 Saran Teoritis

1. Bagi penelitian selanjutnya dapat memodifikasi modul sesi kedua dengan melakukan perbaikan yang menyangkut metode penyampaian materi.

2. Bagi peneliti selanjutnya dapat meneliti efektivitas modul perancangan pelatihan school engagement pada siswa/i kelas VII.

5.2.2 Saran Praktis

1. Untuk siswa/i kelas VII SMP “X” agar dapat mengingat kembali aktivitas di pelatihan dan menerapkan hasil pembelajaran yang didapatkan ketika pelatihan schoolengagement di sekolah.

2. Untuk guru walikelas dan bidang studi, dalam menyampaikan materi pelajaran sebaiknya menggunakan metode pembelajaran yang menarik dan disesuaikan dengan kebutuhan siswa/i. Selain itu, guru walikelas dapat memotivasi siswa/i dengan membantu siswa/i membuat target hasil belajar dan mengarahkannya.

3. Untuk guru Bimbingan Konseling SMP “X”, modul pelatihan school engagement ini dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk diberikan kepada siswa/i SMP.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Blumenfeld, P., Model, J., Bartko, W., Secada, W.G. 2005. School Engagement of Inner-City Students During Middle Childhood. Lawrence Erlbaum Associates Inc., Publisher. London.

Boekaerts, Monique., Pintrich, Dale., Zeidner, Moshe. 2000. Handbook of Self Regulation. Academic Press., San Diego California.

Campbell, Donald T. & Stanley, Julian C. 1963. Experimental and Quasi Experimental Design for Research. Rand Mc, Nally College Publishing Company, Chicago.

Christenson, Reschly & Wylie, Cathy. 2012. Handbook of Research on Student Engagement. Springer Science, London.

Fredricks, J. A., Blumenfeld, P.C., & Paris, A. H. 2004. School Engagement: Potential of the Concept, state of the evidence. Review of Educational Research, 59-109. The H.W. Wilson Company.

Fredricks, J.A., McColskey, W. 2011. Measuring Student Engagement in Upper Elementary through High School: a Description of 21 Instruments. Institute of education Sciences. Washington DC.

Gilman, Huebner & Furlong, Michael. 2009. Handbook of Positive Psychology in School. Routledge, New York.


(5)

Moore, K. A., Lippman, L.H. 2005. What do children Need to Flourish? Chapter 19: School Engagement. New York. Springer Science.

Prof. DR. Sudjana. 2002. Metoda Statistika. Bandung. Tarsito.

Vernoy, Mark W., Kyle, Diana. 2002. Behavioral Statistics in Action. The McGraw-Hill Companies.

Walter GA, Marks SE. 1981. Experiential Learning and Change: theory, design and practice. New York. John Wiley & Sons


(6)

DAFTAR RUJUKAN

• 29 Agustus 2012

http://www.schoolengagement.org

• 14 September 2012

http://ies.ed.gov/ncee/edlabs http://www.irre.org