PENGARUH PENGGUNAAN MODEL ANCHORED INSTRUCTION TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK PADA SISWA SMP : Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Lembang.

(1)

Yulanda, Syerli. 2014

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL ANCHORED INSTRUCTION TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK PADA SISWA SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL ANCHORED INSTRUCTION TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

MATEMATIK PADA SISWA SMP

(Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Lembang)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh

SYERLI YULANDA 1006253

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA


(2)

Yulanda, Syerli. 2014

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL ANCHORED INSTRUCTION TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK PADA SISWA SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG 2014

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL ANCHORED INSTRUCTION TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

MATEMATIK PADA SISWA SMP

Oleh Syerli Yulanda

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pedidikan pada

Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Syerli Yulanda 2014 Universitas Pendidikan Indonesia


(3)

Yulanda, Syerli. 2014

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL ANCHORED INSTRUCTION TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK PADA SISWA SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicek ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis


(4)

Yulanda, Syerli. 2014

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL ANCHORED INSTRUCTION TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK PADA SISWA SMP


(5)

Yulanda, Syerli. 2014

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL ANCHORED INSTRUCTION TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK PADA SISWA SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRAK

Syerli Yulanda. (2014). Pengaruh Penggunaan Model Anchored Instruction terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik pada Siswa SMP

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kemampuan pemecahan masalah matematik siswa SMP yang rendah. Padahal kemampuan ini sangatlah penting dalam matematika. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan kemampuan tersebut. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah pembelajaran dengan model Anchored Instruction. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan model Anchored Instruction terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa secara signifikan dan untuk mengetahui sikap siswa terhadap model Anchored Instruction. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pre- Experimental Design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi kelas VII di salah satu SMP Negeri di Kabupaten Bandung Barat tahun ajaran 2013/2014. Sampel yang diambil berupa dua kelas yang keduanya mendapatkan perlakuan yang sama. Instrumen yang digunakan adalah instrumen tes kemampuan pemecahan masalah matematis, angket dan lembar observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model Anchored Instruction berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik. Selain itu, hampir seluruh siswa memberikan respon positif terhadap model Anchored Instruction.


(6)

Yulanda, Syerli. 2014

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL ANCHORED INSTRUCTION TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK PADA SISWA SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRACT

This research is motivated by mathematical problem solving ability junior high school students are low. In fact, this ability is very important in mathematics. Therefore, efforts should be made to improve those skills. One effort to do is study the model of Anchored Instruction. The purpose of this study was to determine the effect of the use of models Anchored Instruction to the increase in mathematical problem-solving ability of students significantly and to determine students' attitudes toward models of Anchored Instruction. The method used in this study is the Pre-Experimental Design. The population in this study were all students of class VII in one of the Junior High School in West Bandung regency academic year 2013/2014. Samples taken in the form of two classes that both get the same treatment. The instrument used is an instrument of mathematical problem solving ability tests, questionnaires and observation sheets. The results showed that the use of the model Anchored Instruction affect the improvement of mathematical problem solving ability. In addition, almost all of the students responded positively to the model Anchored Instruction.


(7)

Yulanda, Syerli. 2014

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL ANCHORED INSTRUCTION TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK PADA SISWA SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Batasan Masalah ... 4

D. Tujuan Penelitian ... 5

E. Manfaat Penelitian ... 5

F. Definisi Operasional ... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Pemecahan Masalah ... 7

B. Model Anchored Instruction ... 10

C. Teori Belajar yang Berkaitan dengan Anchored Instruction ... 14

D. Pendekatan Scientific ... 16

E. Penelitian yang relevan ... 18

F. Hipotesis ... 18

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian dan Desain Penelitian ... 19


(8)

C. Instrumen Penelitian ... 20

D. Prosedur Penelitian ... 29

E. Prosedur Pengolahan Data ... 30

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 36

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 46

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 49

B. Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 53


(9)

Yulanda, Syerli. 2014

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL ANCHORED INSTRUCTION TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK PADA SISWA SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan inti dari sekalian perkembangan ilmu pengetahuan yang ada, terutama dalam bidang pendidikan dan perkembangan teknologi, maka sudah semestinya dikuasai dengan baik oleh semua orang apalagi siswa. Oleh karena itulah matematika merupakan pelajaran yang penting dikuasai, serta menjadi patokan untuk syarat kelulusan siswa di berbagai jenjang pendidikan. Menurut Ruseffendi (1991) berpendapat bahwa matematika penting sebagai pembimbing pola pikir maupun sebagai pembentuk sikap. Gurupun mempunyai peran penting dalam menunjang proses belajar dengan baik agar siswa dapat mengerti dan paham akan matematika itu sendiri serta bisa mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Pendidikan merupakan suatu hal yang penting terhadap kehidupan, dengan pendidikan kita bisa menggali dan mengembangkan potensi diri, dalam proses pembelajaran yang berlangsung kita mendapatkan ilmu yang nantinya bisa diaplikasikan dalam kehidupan, salah satu pendidikan yang kita peroleh adalah pendidikan matematika, mata pelajaran wajib ini termuat dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah.

Lima standar kemampuan matematik yang harus dimiliki oleh siswa menurut Nasional Counsil of Teachers of Mathematics (NCTM) adalah kemampuan pemecahan masalah (problem solving), kemampuan komunikasi (communication), kemampuan koneksi (connection), kemampuan penalaran (reasoning), dan kemampuan representasi (representation).

Berdasarkan uraian diatas, NCTM memuat kemampuan pemecahan masalah (problem solving), ini berarti kemampuan pemecahan masalah sudah seharusnya dikembangkan dan dimiliki siswa. Pentingnya kemampuan pemecahan masalah ini dikemukakan oleh Branca (1980), beliau mengemukakan bahwa


(10)

kemampuan pemecahan masalah adalah jantung matematika. NCTM (2000) juga menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan bagian integral dalam pembelajaran matematika, sehingga hal tersebut tidak boleh dilepaskan dari pembelajaran matematika. Ruseffendi (2006) juga berpendapat bahwa kemampuan pemecahan masalah sangat penting dalam matematika, melainkan juga bagi mereka yang akan menerapkannya dalam bidang studi lain dan dalam kehidupan sehari-hari.

Seiring dengan argumen-argumen diatas, Indonesia mempunyai bukti dari data yang diperoleh Trend in Internasional Mathematics and Science Study (TIMSS) sebuah studi yang diselenggarakan oleh Internasional Association for the Evaluation of Educational Achievement (IEA), pada tahun 2012 menempatkan siswa yang berumur 15 tahun ke atas, menyatakan bahwa Indonesia berada pada peringkat 64 dari 65 negara yang turut berpartisipasi dengan memperoleh rerata skor siswa yaitu 375, sedangkan rerata skor internasional adalah 494 (PISA, 2012). Skor yang diperoleh tersebut berada signifikan di bawah rerata internasional. Lembaga survei Programme for International Student Assesment (PISA) dari Organisation for Economic Cooperation and Development, menunjukkan rendahnya kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal yang diberikan dan membandingkan sejauh mana siswa siap untuk memecahkan suatu masalah (problem solving), mulai dari mengenali dan menganalisa masalah, memformulasikan reasoning-nya, dan mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang dimilikinya. Dalam ruang lingkup yang kecil penulis juga melakukan pengamatan di salah satu SMPN Kabupaten Bandung Barat mengenai kemampuan pemecahan masalah matematik siswa, penulis dapatkan masih rendahnya kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal non-rutin yang diberikan.

Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematik di atas disebabkan oleh salah satu faktornya adalah di lapangan pembelajaran matematika masih cendrung berfokus pada buku teks, masih sering dijumpai guru matematika terbiasa pada kebiasaan mengajar dengan menggunakan langkah-langkah pembelajaran seperti: menyajikan materi pembelajaran, memberikan contoh-contoh soal dan meminta siswa mengerjakan soal-soal latihan, yang terdapat


(11)

3

dalam buku teks dan membahas bersama siswa, maka dari itu diperlukan suatu model pembelajaran yang bisa membuat siswa merasa tertantang dalam pembelajaran maupun menyelesaikan soal pemecahan masalah maka sudah seharusnya ada pendekatan, metode, model maupun media pembelajaran untuk menunjang kemampuan di atas dan diharapkan bisa mengatasi persoalan yang dihadapi, agar siswa bisa meningkatkan kemampuan pemecahan masalah (problem solving).

Saputra (2012) menyatakan khusus tentang model pembelajaran, tidak jarang model pembelajaran yang digunakan akan meningkatkan atau menurunkan kualitas faktor-faktor internal dari pembelajaran itu sendiri. Pemilihan model pembelajaran yang tepat dapat membantu siswa untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran, oleh karena itu diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan minat dan motivasi belajar, sehingga pada akhirnya akan berdampak positif pada prestasi belajar siswa dan tujuan-tujuan pembelajarannya akan tercapai.

Salah satu model pembelajaran yang tergolong interaktif adalah model Anchored Instruction. Dalam Anchored Instruction, siswa dituntut untuk menyaring data, membuat model matematika, dan memberikan solusi dari suatu masalah yang telah diberikan. Anchored Instruction sekilas tampak seperti Problem-Based Learning, akan tetapi Anchored Instruction lebih banyak menggunakan media pembelajaran. Dengan demikian siswa dapat bekerja secara mandiri, walaupun tidak lepas dari bimbingan guru, lebih lagi permasalahan yang akan dikerjakan oleh siswa berbentuk cerita sehingga siswa tidak akan merasa bosan selama mengikuti proses belajar mengajar. Model pembelajaran ini meliputi penyimpulan informasi sekitar permasalahan yang ada, melakukan sintetis dan mempresentasikan apa yang didapat dari orang lain.

Ibrahim (2010) menyatakan secara umum model Anchored Instruction memiliki tahap-tahap sebagai berikut: (1) Pemberian masalah; (2) Bekerja kelompok; (3) Diskusi; (4) Presentasi oleh setiap kelompok. Jika dilihat sepintas, model Anchored Instruction ini tidak ada perbedaannya dengan model pembelajaran kooperatif, walaupun kenyataannya tidak begitu. Anchored


(12)

Instuction ini memiliki ciri khas yang berbeda yakni, penggunaan perangkat multimedia pada tahap pemberian masalah. Masalah ini digunakan untuk mengaitkan rasa keingintahuan serta kemampuan analisis dan inisiatif atas materi pembelajaran yang disajikan. Dan masalah yang disajikan berbentuk soal cerita yang dapat menarik perhatian siswa untuk menyelasaikan masalah tersebut.

Model Anchored Instruction diharapkan dapat menunjang proses pembelajaran yang ideal bagi siswa, supaya membuat siswa lebih tertantang dalam belajarnya perlu peran aktif dari guru dalam menciptakan permasalahan yang kontekstual yang kaya dengan konsep-konsep matematika dan memungkinkan siswa untuk memecahkan masalah dari berbagai aspek dan sudut pandang.

Berdasarkan alasan-alasan diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui Pengaruh Penggunaan Model Anchored Instruction terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik pada Siswa SMP.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dikaji dalam meneliti Pengaruh Penggunaan Model Anchored Instruction terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik pada siswa SMP adalah

1. Apakah penggunaan model Anchored Instruction berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa secara signifikan?

2. Bagaimana sikap siswa terhadap model Anchored Instruction ?

C. Batasan Masalah

Untuk menghindari meluasnya permasalahan dalam pengkajian materi maka dibatasi pada materi yang akan diambil yaitu aritmatika sosial serta bahan ajar yang berbentuk Lembar Kerja Siswa (LKS) yang dikembangkan dari silabus dan RPP kurikulum 2013.


(13)

5

D. Tujuan Pengkajian Materi

Adapun tujuan pengkajian materi ini adalah

1. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan model Anchored Instruction terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa secara signifikan.

2. Untuk mengetahui sikap siswa terhadap model Anchored Instruction.

E. Manfaat Pengkajian Materi

Adapun manfaat dari pengkajian materi ini antara lain:

1. Hasil pengkajian materi ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu, khususnya dalam bidang pendidikan mengenai kemampuan pemecahan masalah matematik dengan model Anchored Instruction pada siswa SMP. 2. Manfaat praktis

Adapun manfaat praktis dari pengkajian dari penelitian ini adalah:

a. Memberikan manfaat kepada calon guru bahwa perangkat pembelajaran matematika dengan model Anchored Instruction dapat dipakai dalam proses pembelajaran, khususnya dalam proses pembelajaran matematika, mampu menciptakan suasana kelas yang saling menghargai nilai-nilai ilmiah dan termotivasi untuk mengadakan penelitian yang bermanfaat bagi perbaikan dalam proses pembelajaran dan peningkatan kemampuan guru. b. Diharapkan dalam pengkajian materi ini dapat menjadikan model

Anchored Instruction sebagai salah satu alternatif pengembangan bahan ajar pemecahan masalah siswa SMP.

c. Bagi penulis, untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang penggunaan model Anchored Instruction dalam proses belajar mengajar matematika.


(14)

Untuk menghindari terjadinya perbedaan pendapat mengenai hal-hal yang dimaksudkan dalam penulisan ini, maka penelitian memberikan definisi operasional sebagai berikut:

1. Kemampuan pemecahan masalah matematik adalah kemampuan yang ditunjukkan siswa dalam menyelesaikan masalah yang memperhatikan proses menemukan jawaban berdasarkan tahapan memahami masalah, membuat rencana penyelesaian, melakukan perhitungan, dan memeriksa kembali.

2. Anchored Instruction bisa diartikan dengan instruksi berjangkar atau dalam

dunia pendidikan lebih dikenal dengan pembelajaran bermakna. Model Anchored Instruction adalah model pembelajaran yang memiliki tahap-tahap sebagai berikut: (1) pemberian masalah; (2) Bekerja kelompok; (3) Diskusi; (4) Presentasi oleh setiap kelompok. Anchored Instruction ini memiliki ciri khas yang berbeda yakni, penggunaan multimedia pada tahap pemberian masalah. Selain itu masalah yang diberikan berbentuk cerita sehingga siswa dituntut untuk menyaring data yang diperlukan dalam penyelesaian masalah.


(15)

Yulanda, Syerli. 2014

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL ANCHORED INSTRUCTION TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK PADA SISWA SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Pre-Experimental Design dengan pendekatan kuantitatif dalam penelitian ini akan diberikan perlakuan terhadap variabel bebas, yaitu penerapan pendekatan Anchored Instruction untuk melihat pengaruhnya terhadap variabel terikat, yaitu kemampuan pemecahan masalah matematik siswa. Ruseffendi (1994:32) bahwa “penelitian eksperimen adalah penelitian yang bertujuan untuk melihat sebab akibat yang kita lakukan terhadap variabel bebas, dan kita lihat hasilnya pada variabel terikat”. Terdapat satu kelompok sampel yaitu kelompok eksperimen melakukan pembelajaran matematika melalui Anchored Instruction. Kelompok ini diberikan pretes dan postes, dengan menggunakan instrumen tes yang sama. Sudjana (2004) juga memperkuat pendapat Ruseffendi menyatakan bahwa penelitian eksperimen adalah suatu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel lain dalam kondisi yang terkontrol secara ketat. Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas yaitu pembelajaran matematika dengan model Anchored Instruction sedangkan variabel terikatnya yaitu kemampuan pemecahan masalah matematik siswa.

Pendekatan kuantitatif digunakan untuk memperoleh gambaran tentang kemampuan penyelesaian masalah matematik siswa. Desain yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan desain pretes dan postes secara sederhana dapat dilihat pada desain dibawah ini (Sugiono, 2008:110),

O1 X O2

Keterangan: O1 = Pretes


(16)

X = Pembelajaran dengan menggunakan Anchored Instruction O2 = Postes

B. Populasi dan Sampel

Penelitian ini akan dilakukan di SMPN 1 Lembang, sebagai populasi dari penelitian adalah seluruh siswa kelas VII pada tahun ajaran 2013/2014. Berdasarkan desain penelitian yang digunakan, diambil satu kelas sebagai sampel. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2008). Materi yang diteliti adalah Aritmatika Sosial pada semester genap pada kelas VII SMPN 1 Lembang.

C. Instrumen Penelitian

Untuk mendapatkan data serta informasi yang lengkap mengenai hal-hal yg akan dikaji dalam penelitian ini maka dirancanglah seperangkat instrumen. Adapun instrumen yang digunakan yaitu instrumen pembelajaran dan instrumen pengumpulan data yang disusun dalam bentuk tes kemampuan pemecahan masalah dan kuesioner/angket yang dijawab oleh responden secara tertulis.

1. Instrumen Pembelajaran

Instrumen pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) kurikulum 2013 yang disusun berdasarkan silabus dengan pendekatan scientific dan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang disesuaikan dengan model Anchored Instruction untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis.

2. Instrumen Pengumpulan data

Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini dikelompokkan sebagai instrumen tes dan non-tes, dengan penjelasan sebagai berikut,

a. Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik

Tes kemampuan pemecahan masalah matematik siswa merupakan instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan kognisi siswa dalam pemecahan masalah yang diberikan. Tes ini disusun berdasarkan rumusan indikator kemampuan pemecahan masalah matematik yang dilakukan tertulis


(17)

21

oleh responden dalam bentuk uraian. Soal uraian yang diberikan kepada responden agar peneliti dapat mengetahui proses pengerjaan soal oleh siswa sehingga dapat diketahui apakah siswa sudah mampu memecahkan suatu masalah matematik atau belum.

Tes kemampuan pemecahan masalah matematik ini terdiri dari pretesdan postes hal ini dilakukan untuk mengamati perbedaan kelas eksperimen 1 yang mendapat perlakuan pembelajaran dengan pendekatan Anchored Instruction. Pretes dilakukan untuk mengukur kemampuan awal siswa, sementara itu postes dilakukan setelah pembelajaran dilakukan, untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematik siswa.

Sebelum penelitian ini dilakukan, instrumen diujicobakan terlebih dahulu, supaya alat evaluasi yang digunakan dalam penelitian ini berkualitas baik, dan kita akan meninjaunya dari validitas, reliabilitas, indeks kesukaran, dan daya pembeda dari instrumen tersebut yang dijelaskan sebagai berikut:

a.) Analisis terhadap validitas butir soal

Suatu alat evaluasi disebut valid (absah) apabila alat tersebut mampu mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi. Validitas atau keabsahan alat evaluasi tergantung pada ketepatan alat evaluasi dalam menjalankan fungsinya. Secara umum dapat dikatakan bahwa suatu alat untuk mengevaluasi karekteristik X valid apabila yang dievaluasi itu karakteristik X pula. Alat evaluasi yang valid untuk suatu tujuan tertentu belum tentu valid untuk tujuan yang lain. Dengan kata lain, validitas suatu alat evaluasi harus ditinjau dari karakteristik tertentu.

Oleh karena itu, suatu instrumen dikatakan valid apabila dapat memberikan gambaran tentang data secara benar sesuai dengan keadaan sesungguhnya dan tes tersebut dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur. Untuk mendapatkan validitas butir soal bisa digunakan rumus Product Moment Pearson (Suherman dan Kusumah, 1990), yaitu:


(18)

∑ ∑ ∑

√ ∑ ∑ ∑ ∑

Keterangan:

= koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y. X = skor siswa pada tiap butir soal.

Y = skor total tiap siswa. N = jumlah siswa.

Hasil perhitungan koefisien korelasi diinterpretasikan dengan menggunakan kriterian pengklasifikasian dari Guilford (Suherman dan Kusumah, 1990), yaitu:

Tabel 3.1

Klasifikasi Koefisien Validitas

Koefisien Validitas Interpretasi

Korelasi sangat tinggi (sangat baik) Korelasi tinggi (baik) Korelasi sedang (cukup) Korelasi rendah (kurang) Korelasi sangat rendah, dan

Tidak valid

Setelah diperoleh nilai validitas tiap butir soal, selanjutnya harus diuji keberartiannya dengan menggunakan pengujian sebagai berikut (Sudjana, 2002: 377):

H0 : validitas butir soal no ke-n tidak berarti. H1 : validitas butir soal no ke-n berarti. Statistik uji:


(19)

23

Dengan kriteria pengujian mengambil taraf nyata α, maka dari tabel distribusi student t diperoleh t1-0,5α n-2 untuk - t1-0,5α n-2 < t < t1-0,5α n-2 maka H0 diterima. Kesimpulannya merupakan penjelasan H0 ditolak atau diterima.

Berdasarkan hasil perhitungan dengan bantuan anates, diperoleh validitas dari tiap butir soal yang disajikan pada tabel berikut:

Tabel 3.2 Validitas Butir Soal

No. Soal Koefisien validitas Interpretasi

1. 2. 3. 4.

0,612 0,847 0,774 0,779

Sedang Tinggi Tinggi Tinggi

Setelah diperoleh nilai validitas, dilakukan uji keberartian dengan mengambil taraf nyata 5%. Berdasarkan hasil perhitungan, untuk kelima butir soal diperoleh nilai t hitung yang tidak sama dengan t tabel, maka H0 ditolak. Artinya validitas butir soal untuk keempat soal berarti.

b.) Analisis terhadap reliabilitas soal

Reliabilitas suatu alat evaluasi dimaksudkan sebagai suatu alat yang memberikan hasil yang tetap sama (relatif sama) jika pengukurannya diberikan pada subjek yang sama meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda, waktu yang berbeda, dan tempat yang berbeda pula. Alat evaluasi yang reabilitasnya tinggi disebut alat evaluasi yang reliabel. Suatu alat evaluasi (tes dan non tes) disebut reliabel apabila hasil evaluasi tersebut relatif tetap jika digunakan untuk subjek yang sama. Relatif tetap di sini dimaksudkan tidak tepat sama, tetapi mengalami perubahan yang tak berarti (tidak signifikan) dan bisa diabaikan. Perubahan hasil evaluasi ini disebabkan adanya unsur pengalaman dari peserta tes dan kondisi lainnya. Rumus yang


(20)

digunakan untuk mencari koefisien reliabilitas bentuk uraian dikenal dengan rumus Alpha (Suherman dan Kusumah, 1990), yaitu:

Keterangan:

= koefisien reliabilitas. = banyak butir soal

∑ = jumlah varians skor tiap butir = varians skor total.

Untuk koefisien reliabilitas yang menyatakan derajat keterandalan alat evaluasi, dinyatakan dengan r11. Tolok ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas alat evaluasi dapat digunakan tolok ukur yang dibuat oleh J.P Guilford (1956:145) sebagai berikut:

Tabel 3.3

Klasifikasi Koefisien Reliabilitas

Koefisien Reliabilitas Interpretasi

Derajat reliabilitas sangat rendah Derajat reliabilitas rendah Derajat reliabilitas sedang Derajat reliabilitas tinggi Derajat reliabilitas sangat tinggi Berdasarkan hasil perhitungan dengan bantuan anates, diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,80. Hal ini menunjukkan bahwa derajat reliabilitas tergolong sangat tinggi.

c.) Analisis terhadap indeks/tingkat kesukaran (IK) soal

Suatu hasil dari alat evaluasi dikatakan baik jika menghasilkan skor atau nilai yang membentuk distribusi normal, jika soal tersebut terlalu sukar, maka frekuensi distribusi yang paling banyak terletak pada skor yang rendah karena sebagian besar mendapat nilai jelek. Sebaiknya jika soal yang


(21)

25

diberikan terlalu mudah, maka frekuensi distribusi yang paling banyak pada skor yang tinggi, karena sebagian besar siswa mendapat nilai baik.

Indeks Kesukaran adalah suatu bilangan yang menyatakan derajat kesukaran suatu butir soal (Suherman dan Kusumah, 1990: 212). Bilangan tersebut adalah bilangan real pada interval (kontinum) mulai dari 0,00 sampai dengan 1,00. Soal dengan indeks kesukaran mendekati 0,00 berarti butir soal tersebut terlalu sukar, sebaliknya soal dengan indeks kesukaran mendekati 1,00 berarti soal tersebut semakin mudah. Rumus yang digunakan untuk menentukan indeks kesukaran soal bentuk uraian (Suherman dan Kusumah, 1990:194), yaitu:

Keterangan:

IK = indeks kesukaran.

= jumlah skor kelompok atas. = jumlah skor kelompok bawah. = jumlah skor ideal kelompok atas. = jumlah skor ideal kelompok bawah.

Hasil perhitungan taraf kesukaran, kemudian diinterpretasikan dengan kriteria seperti yang diungkapkan oleh Suherman dan Kusumah (1990) seperti tercantum dalam tabel berikut.

Tabel 3.4

Kriteria Tingkat Kesukaran

Tingkat Kesukaran Interpretasi

Soal terlalu sukar Soal sukar Soal sedang Soal mudah Soal terlalu mudah


(22)

Berdasarkan hasil perhitungan dengan bantuan anates, diperoleh nilai indeks kesukaran tiap butir soal yang disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 3.5 Indeks Kesukaran

No. Soal Koefisien indeks kesukaran Interpretasi

1. 2. 3. 4.

0,872 0,612 0,472 0,563

Mudah Sedang Sedang Sedang

d.) Analisis terhadap daya pembeda soal

Daya pembeda (DP) dari suatu butir soal menyatakan seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara testi yang mengetahui jawabannya dengan benar dengan testi yang tidak dapat menjawab soal tersebut (atau testi yang menjawab salah). Dengan kata lain, daya pembeda sebuah butir soal adalah kemampuan butir soal itu untuk membedakan antara siswa yang pandai atau berkemampuan tinggi dengan siswa berkemampuan rendah. Rumus yang digunakan untuk menentukan daya pembeda soal bentuk uraian menurut Depdiknas (Dainah, 2007), yaitu:

Keterangan:

DP = Daya Pembeda.

= jumlah skor kelompok atas. = jumlah skor kelompok bawah. = jumlah skor ideal kelompok atas.

Hasil perhitungan daya pembeda, kemudian diinterpretasikan dengan kriteria seperti yang diungkapkan oleh Suherman dan Kusumah (1990), yaitu:


(23)

27

Tabel 3.6

Kriteria Daya Pembeda

Daya Pembeda Interpretasi

Soal sangat jelek Soal jelek Soal cukup

Soal baik Soal sangat baik

Berdasarkan hasil perhitungan dengan bantuan anates diperoleh nilai daya pembeda tiap butir soal yang disajikan dalam tabel:

Tabel 3.7

Daya Pembeda Butir Soal

No. Soal Koefisien Daya Pembeda Interpretasi

1. 2. 3. 4.

0,225 0,658 0,618 0,640

Cukup Baik Baik Baik

Berikut ini adalah rekapitulasi olah data hasil uji instrumen menggunakan softwere Anates yang meliputi validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan indeks kesukaran.


(24)

Tabel 3.8

Rekapitulasi Analisis Butir Soal

Reliabilitas tes = 0,80

Interpretasi = Reliabilitas instrumen tinggi.

No. Soal

Validitas Indeks

Kesukaran

Daya Pembeda Keterangan

Koef. Kriteria Sign. Koef. Kriteria Koef. Kriteria

1. 2. 3. 4. 0,612 0,847 0,774 0,779 Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Signifikan Sangat Signifikan Sangat Signifikan Sangat Signifikan 0,872 0,612 0,472 0,563 Mudah Sedang Sedang Sedang 0,225 0,658 0,618 0,640 Cukup Baik Baik Baik Digunakan Digunakan Digunakan Digunakan

Instrumen soal seluruhnya berjumlah 4 butir soal. Berdasarkan hasil pengolahan data tersebut, maka instrumen yang digunakan adalah seluruhnya karena memenuhi syarat sebagai instrumen penelitian.

b. Instrumen Non Tes

Instrumen non tes digunakan untuk mengumpulkan data penelitian yang tidak bisa diperoleh dari instrumen tes. Misalnya data angket siswa terhadap model pembelajaran, keadaan kelas saat berlangusngnya pembelajaran, pendapat siswa terhadap pembelajaran, dan situasi kelas lainnya. Instrumen non tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket


(25)

29

Angket atau instrumen non tes ini di buat untuk menentukan skala sikap siswa terhadap model Anchored Instruction untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.

Memberikan skor untuk pengolahan data angket menggunakan tes skala Likert. Untuk pernyataan positif SS, S, TS, STS diberi skor turut 5, 4, 2, 1. Untuk pernyataan negatif SS, S, TS, STS diberi skor berturut- berturut-turut 1, 2, 4, 5. Setiap pernyataan dalam angket siswa kemudian dihitung berdasarkan skor skala Likert pada tabel 8 dibawah ini.

Tabel 3.9 Skor Skala Likert

Pernyataan SS S TS STS

Positif 5 4 2 1

Negatif 1 2 4 5

Keterangan:

SS = Sangat Setuju. TS = Tidak Setuju. S = Setuju.

STS = Sangat Tidak Setuju.

c. Lembar Observasi Selama Pembelajaran

Observasi dilakukan untuk mengamati data tentang aktifitas guru dan siswa selama berlangsungnya proses pembelajaran matematika menggunakan model Anchored Instruction. Observasi dilakukan bertujuan untuk mengetahui kondisi awal siswa sebelum pembelajaran dan jalannya proses belajar mengajar di dalam kelas.

D. Prosedur Penelitian

Prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini dibagi ke dalam tiga tahapan kegiatan sebagai berikut:


(26)

1. Tahap Persiapan

Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah sebagai berikut: a. Observasi tempat penelitian;

b. Mengindetifikasi masalah yang akan diteliti dan mengkaji berbagai literatur yang mendukung penelitian serta merumuskannya dalam bentuk proposal.; c. Menetapkan materi pelajaran yang akan digunakan dalam penelitian;

d. Membuat instrumen pembelajaran seperti RPP, bahan ajar, alat dan bahan; yang akan digunakan, serta instrumen penelitian.;

e. Melakukan uji coba instrumen; f. Analisis kualitas/kriteria instrumen;

g. Merevisi uji coba instrumen penelitian (jika perlu);

h. Melakukan pemilihan populasi dan sampel penelitiannya.;

2. Tahap Pelaksanaan

Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam tahap ini, sebagai berikut. a. Memberikan tes awal pada kelas eksperimen;

b. Melaksanakan kegiatan pembelajaran pada kelas eksperimen dilakukan pembelajaran dengan model Anchored Instruction;

c. Mengisi lembar observasi disetiap pertemuan oleh observer;

d. Memberikan tes akhir pada kelas eksperimen untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah;

e. Memberikan angket tentang pembelajaran yang dilakukan pada kelas eksperimen.

3. Tahap Analisis data

a. Mengumpulkan data hasil tes tertulis, angket dan lembar observasi; b. Mengolah dan menganalisis data secara statistik;

c. Menyusun laporan penelitian;


(27)

31

Data yang diperoleh dari hasil penelitian terbagi menjadi dua bagian, yaitu data yang bersifat kuantitatif dan data yang bersifat kualitatif, adapun prosedur analisis tiap data adalah sebagai berikut:

1. Analisis Data Kuantitatif

Data kuantitatif meliputi data hasil pretes dan postes serta data indeks gain.

a. Analisis Data pretes dan postes

Analisis data pretes dan postes digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil belajar siswa sebelum dan sesudah diberi perlakuan. Untuk mempermudah dalam melakukan pengolahan data, semua pengujian statistik pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan softwere SPSS 17.0. Analisis data pretest dan postes dilakukan dengan cara menentukan rata-rata untuk mengetahui rata-rata hitung. Adapun urutan langkah-langkah pengujian adalah sebagai berikut:

1) Deskriptif Statistik

Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui gambaran mengenai data yang diperoleh. Adapun data deskriptif yang dihitung adalah nilai maksimum, nilai minimum, jumlah siswa dan rata-rata.

2) Uji Normalitas

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah data dari kelompok sampel berdistribusi normal atau tidak. Untuk menghitung normalitas distribusi kelompok sampel digunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Dengan menggunakan taraf signifikansi 5%. Perumusan hipotesis yang digunakan pada uji normalitas adalah sebagai berikut. H0 : Data skor (pretes atau postes) berasal dari populasi yang

berdistribusi normal

H1 : Data skor (pretes atau postes) berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal

Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:


(28)

b) Jika signifikansi pengujiannya < 0,05, maka H0 ditolak

3) Uji Perbedaan Satu Rata-Rata

Uji perbedaan satu rata-rata bertujuan untuk mengetahui apakah kelas memiliki rata-rata yang lebih dari KKM. Ketentuan pengujiannya adalah sebagai berikut:

a) Jika data berasal dari populasi yang berdistribusi normal, maka pengujian dilakukan menggunakan uji t.

b) Jika data berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal, maka digunakan uji statistik non parametrik yaitu uji Wilcoxon.

b. Analisis Data kualitas peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik.

Indeks gain digunakan untuk melihat kualitas peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa di kedua kelas eksperimen. Indeks gain adalah gain ternormalisasi yang dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut Meltzer (Saputra, 2012):

Kriteria indeks gain adalah sebagai berikut:

Tabel 3.10 Kriteria Indeks Gain

Indeks Gain Interpretasi

g > 0,70 0,30 < g ≤ 0,70 g ≤ 0,30

Tinggi Sedang Rendah

Setelah didapatkan indeks gain maka diuji normalitas setelah normalitas terpenuhi selanjutnya dilakukan uji perbedaan satu rata-rata dengan menggunakan uji t, apabila normalitas dipenuhi. Untuk


(29)

33

mempermudah dalam melakukan pengolahan data, semua pengujian statistik pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan softwere SPSS 17. Adapun urutan langkah-langkah pengujian adalah sebagai berikut:

1) Deskriptif Statistik

Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui gambaran mengenai data yang diperoleh. Adapun data deskriptif yang dihitung adalah nilai maksimum, nilai minimum, jumlah siswa dan rata-rata.

2) Uji Normalitas

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah data dari kelompok sampel berdistribusi normal atau tidak. Untuk menghitung normalitas distribusi masing-masing kelompok sampel digunakan uji Kolmogorov-Smirnov.

3) Uji Perbedaan Satu Rata-Rata

Uji perbedaan satu rata-rata bertujuan untuk mengetahui apakah model Anchored Instruction dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik. Ketentuan pengujiannya adalah sebagai berikut:

a) Jika data berdistribusi normal maka pengujian dilakukan menggunakan uji t (One Sample Test).

b) Jika data berdistribusi tidak normal, maka digunakan uji statistik non parametrik yaitu uji (Wilcoxon One Sample).

c. Analisis Effect Size (Ukuran Pengaruh)

Menurut Olejnik dan Algina (Santoso, 2010), effect size adalah ukuran mengenai besarnya efek suatu variabel pada variabel lain, besarnya perbedaan maupun hubungan yang bebas dari pengaruh besarnya sampel, Untuk melihat seberapa besar pengaruh model Anchored Instruction maka dilakukan perhitungan dengan Effect Size


(30)

menggunakan Cohen’s sebagai berikut (Thalheimer, dalam Ariawan :2013):

̅̅ ̅ Dengan

(Minium, dkk:1993) Keterangan:

̅̅ : rerata skor postes ̅ : rerata skor pretes : effect size

: simpangan baku pretes

: simpangan baku postes : koefisien korelasi

Dengan kriteria menurut Cohen ( Becker, 2000) yaitu:

Tabel 3.11 Kriteria Effect Size

Effect Size Interpretasi

d ≥ 0,80 0,50 < d < 0,80 d ≤ 0,50

Besar Sedang

Kecil

2. Analisis Data Kualitatif

Analisis data kualitatif terdiri atas analisis data hasil observasi dan hasil angket.

a. Lembar Observasi

Data hasil observasi merupakan data pendukung dalam penelitian ini yang bermaksud untuk mengetahui sikap guru dan siswa terhadap model Anchored Instruction.


(31)

35

Angket diberikan kepada siswa untuk mengetahui sikap siswa terhadap Anchored Instruction. Angket pada penelitian ini terdiri dari dua buah kelompok pernyataan, yaitu pernyataan positif dan negatif, dengan indikator menunjukkan sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model Anchored Instruction.

Setiap pernyataan dalam angket skala Likert memiliki skor berbeda, kategori angket skala Likert (Suherman,2003) adalah sebagai berikut:

Tabel 3.12

Kategori Skor Angket Skala Liket Jenis

Pernyataan

Skor

SS S TS STS

Positif 5 4 2 1

Negatif 1 2 4 5

Suherman dan Kusumah (1990) menyatakan skor dihitung dengan menjumlahkan bobot skor setiap pernyataan dari alternatif jawaban yang dipilih dan dirata-ratakan.

Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut: (1) Jika maka dipandang positif (2) Jika maka dapat dipandang negatif


(32)

Yulanda, Syerli. 2014

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL ANCHORED INSTRUCTION TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK PADA SISWA SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan mengenai pengaruh model Anchored Instruction terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa SMP, diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

1. Penggunaaan model Anchored Instruction berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa secara signifikan.

2. Sikap siswa terhadap model Anchored Instruction adalah hampir seluruh siswa memberikan respon positif terhadap model Anchored Instruction.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang dilaksanakan mengenai pengaruh model Anchored Instruction terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa SMP, peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut.

1. Model Anchored Instruction dapat digunakan sebagai salah satu alternatif model pembelajaran di kelas, model ini dapat melatih siswa mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematik.

2. Kemampuan pemecahan masalah matematik dapat dikembangkan dengan membiasakan siswa memecahkan soal-soal yang lebih beragam, disesuaikan dengan alokasi waktu pembelajaran yang tersedia

3. Bagi peneliti lain yang tertarik untuk mengadakan penelitian tentang model Anchored Instruction, dapat diujicobakan pada pokok bahasan lain serta jenjang dan kemampuan lainnya.


(33)

Yulanda, Syerli. 2014

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL ANCHORED INSTRUCTION TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK PADA SISWA SMP


(34)

Yulanda, Syerli. 2014

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL ANCHORED INSTRUCTION TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK PADA SISWA SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Arends, R.I. (2008) Learning to Teach. Alih Bahasa Helly Prajitno dan Sri Mulyantini. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Arianto, L. (2012). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Model Berjangkar (Anchored Instruction) Materi Luas Kubus dan Balok Kelas VIII. Semarang: FPMIPA IKIP PGRI.

Atsnan dan Gazali. (2013). Penerapan Pendekatan Scientific dalam Pembelajaran Matematika SMP Kelas VII Materi Bilangan (Pecahan). Makalah: Pendidikan Matematika Pasca Sarjana UNY.

Barab, S. (1999). “Ecologizing” Instruction Through Integrated Units.

Middle School Journal: 21-28.

Becker, L. (2000). Effect Size. [Online]. Tersedia: http://www.bwgriffin.com/gsu/courses/edur9131/content/Effect_Si

ze_pdf5.pdf. [15 Mei 2014].

Branca, N.A. (1980). “Problem Solving as A Goal, Prosess and Basic Skill”, dalam Problem Solving in School Mathematics. Reston, VA: NCTM.

Bransford, J. (2009). Anchored Instruction. [Online]. Tersedia

http://www.lifecircles-inc.comLearningtheoriesbranford.html. [17

April].

Cognition and Technology Group at Vanderbilt (1990). Anchored Instruction and its Relationship to Situated Cognition. Educational Researcher, vol. 19 no. 6, pp.2-10

Crews,T. et al. Anchored Interactive Learning Environments. International Journal of AI in Education. 8:1-30.

Dahar, R.W. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Faizan, A.F. (2010). Pengaruh penerapan Model Pembelajaran MMP dengan Strategi Think Talk Write terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik. FPMIPA UPI: Tidak diterbitkan.

Febianti, G.A.D. (2012). Perbandingan Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik antara siswa yang memperoleh Pembelajaran malalui Pendekatan Anchored Instruction dan Pendekatan Problem Posing. FPMIPA UPI: Tidak diterbitkan.


(35)

51

Handiani, Y. (2011). Penerapan Model Pembelajaran PCL (Problem Centered Learning) untuk meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik dan Self Regulated Learning Siswa SMP. FPMIPA UPI: Tidak diterbitkan.

Ibrahim, (2010). Pengaruh Model Pembelajaran Anchored Instruction terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa SMA. Tesis Sps UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Kemendikbud. (2013). Dokumen Kurikulum 2013: Jakarta

Kemendikbud.(2013). Contoh Pendekatan Ilmiah dalam Matematika. Minium, E.W, King,B.M dan Bear,G.(1993). “Statistical Reasoning in

Psychology and Education”.Canada

Mullis, I.,Martin, M.O dan Foy, P. 2008. TIMSS 2007 International Mathematics Reports.Chesnut Hills: Boston College.

National Council of Teachers of Mathematic (NCTM). (2000). Principle and Standart for School Mathematics. (NCTM).

Oliver, K. (1999). Anchored Instruction. [Online]. Tersedia: http://www.edtech.vt.edu/edtech/id/models/powerpoint/anchored. [5 Maret].

Organization for Economic Cooperasion and Development (OECD), Program for International Student Assesment (PISA).(2012).

National Center for Education Statistic”.

Ratumanan, T.G. (2004). Belajar dan Pembelajaran. Semanrang: Unesa University Press.

Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E.T. (1994) Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Semarang: IKIP Press.

Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar kepada Membanu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA (edisi revisi). Bandung: Tarsito.

Saputra, Edy. (2012). Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran

Anchored Instruction Terhadap Peningkatan Kemampuan

Komunikasi Matematis dan Self-Concept Siswa. Tesis PPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.


(36)

Slavin, R.E (1988). Educational Psychology, Theory into Practice. Englewood Cliffs, N.J: Prentice Hall.

Sudjana. (2004). Metode Statistika. Jakarta: Tarsito.

Suherman, E dan Kusuma, Y.S. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijaya Kusumah 157.

Suherman, E. (2003). “Common Text Book” dalam Strategi Pembelajaran

Matematika Kontemporer. Bandung:JICA UPI.

Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak serta Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP. SPs UPI Bandung: Disertasi tidak diterbitkan.


(1)

35

Angket diberikan kepada siswa untuk mengetahui sikap siswa terhadap

Anchored Instruction. Angket pada penelitian ini terdiri dari dua buah kelompok

pernyataan, yaitu pernyataan positif dan negatif, dengan indikator menunjukkan sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model

Anchored Instruction.

Setiap pernyataan dalam angket skala Likert memiliki skor berbeda, kategori angket skala Likert (Suherman,2003) adalah sebagai berikut:

Tabel 3.12

Kategori Skor Angket Skala Liket Jenis

Pernyataan

Skor

SS S TS STS

Positif 5 4 2 1

Negatif 1 2 4 5

Suherman dan Kusumah (1990) menyatakan skor dihitung dengan menjumlahkan bobot skor setiap pernyataan dari alternatif jawaban yang dipilih dan dirata-ratakan.

Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut: (1) Jika maka dipandang positif (2) Jika maka dapat dipandang negatif


(2)

Yulanda, Syerli. 2014

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL ANCHORED INSTRUCTION TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK PADA SISWA SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan mengenai pengaruh model Anchored Instruction terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa SMP, diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

1. Penggunaaan model Anchored Instruction berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa secara signifikan.

2. Sikap siswa terhadap model Anchored Instruction adalah hampir seluruh siswa memberikan respon positif terhadap model Anchored

Instruction. B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang dilaksanakan mengenai pengaruh model Anchored Instruction terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa SMP, peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut.

1. Model Anchored Instruction dapat digunakan sebagai salah satu alternatif model pembelajaran di kelas, model ini dapat melatih siswa mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematik.

2. Kemampuan pemecahan masalah matematik dapat dikembangkan dengan membiasakan siswa memecahkan soal-soal yang lebih beragam, disesuaikan dengan alokasi waktu pembelajaran yang tersedia

3. Bagi peneliti lain yang tertarik untuk mengadakan penelitian tentang model Anchored Instruction, dapat diujicobakan pada pokok bahasan lain serta jenjang dan kemampuan lainnya.


(3)

Yulanda, Syerli. 2014

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL ANCHORED INSTRUCTION TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK PADA SISWA SMP


(4)

Yulanda, Syerli. 2014

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL ANCHORED INSTRUCTION TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK PADA SISWA SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Arends, R.I. (2008) Learning to Teach. Alih Bahasa Helly Prajitno dan Sri Mulyantini. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Arianto, L. (2012). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika

Model Berjangkar (Anchored Instruction) Materi Luas Kubus dan Balok Kelas VIII. Semarang: FPMIPA IKIP PGRI.

Atsnan dan Gazali. (2013). Penerapan Pendekatan Scientific dalam Pembelajaran Matematika SMP Kelas VII Materi Bilangan (Pecahan). Makalah: Pendidikan Matematika Pasca Sarjana UNY. Barab, S. (1999). “Ecologizing” Instruction Through Integrated Units.

Middle School Journal: 21-28.

Becker, L. (2000). Effect Size. [Online]. Tersedia: http://www.bwgriffin.com/gsu/courses/edur9131/content/Effect_Si ze_pdf5.pdf. [15 Mei 2014].

Branca, N.A. (1980). “Problem Solving as A Goal, Prosess and Basic Skill”, dalam Problem Solving in School Mathematics. Reston, VA:

NCTM.

Bransford, J. (2009). Anchored Instruction. [Online]. Tersedia http://www.lifecircles-inc.comLearningtheoriesbranford.html. [17 April].

Cognition and Technology Group at Vanderbilt (1990). Anchored Instruction and its Relationship to Situated Cognition. Educational Researcher, vol. 19 no. 6, pp.2-10

Crews,T. et al. Anchored Interactive Learning Environments. International

Journal of AI in Education. 8:1-30.

Dahar, R.W. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Faizan, A.F. (2010). Pengaruh penerapan Model Pembelajaran MMP

dengan Strategi Think Talk Write terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik. FPMIPA UPI: Tidak

diterbitkan.

Febianti, G.A.D. (2012). Perbandingan Peningkatan Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematik antara siswa yang memperoleh Pembelajaran malalui Pendekatan Anchored Instruction dan Pendekatan Problem Posing. FPMIPA UPI: Tidak diterbitkan.


(5)

51

Handiani, Y. (2011). Penerapan Model Pembelajaran PCL (Problem

Centered Learning) untuk meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik dan Self Regulated Learning Siswa SMP.

FPMIPA UPI: Tidak diterbitkan.

Ibrahim, (2010). Pengaruh Model Pembelajaran Anchored Instruction

terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa SMA. Tesis Sps UPI

Bandung: Tidak diterbitkan.

Kemendikbud. (2013). Dokumen Kurikulum 2013: Jakarta

Kemendikbud.(2013). Contoh Pendekatan Ilmiah dalam Matematika. Minium, E.W, King,B.M dan Bear,G.(1993). “Statistical Reasoning in

Psychology and Education”.Canada

Mullis, I.,Martin, M.O dan Foy, P. 2008. TIMSS 2007 International

Mathematics Reports.Chesnut Hills: Boston College.

National Council of Teachers of Mathematic (NCTM). (2000). Principle

and Standart for School Mathematics. (NCTM).

Oliver, K. (1999). Anchored Instruction. [Online]. Tersedia: http://www.edtech.vt.edu/edtech/id/models/powerpoint/anchored. [5 Maret].

Organization for Economic Cooperasion and Development (OECD), Program for International Student Assesment (PISA).(2012). “National Center for Education Statistic”.

Ratumanan, T.G. (2004). Belajar dan Pembelajaran. Semanrang: Unesa University Press.

Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E.T. (1994) Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang

Non-Eksakta Lainnya. Semarang: IKIP Press.

Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar kepada Membanu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA (edisi revisi). Bandung: Tarsito.

Saputra, Edy. (2012). Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran

Anchored Instruction Terhadap Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Self-Concept Siswa. Tesis PPs UPI


(6)

52

Slavin, R.E (1988). Educational Psychology, Theory into Practice. Englewood Cliffs, N.J: Prentice Hall.

Sudjana. (2004). Metode Statistika. Jakarta: Tarsito.

Suherman, E dan Kusuma, Y.S. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijaya Kusumah 157.

Suherman, E. (2003). “Common Text Book” dalam Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung:JICA UPI.

Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak serta

Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP. SPs UPI Bandung: Disertasi tidak diterbitkan.


Dokumen yang terkait

Upaya Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Dengan Model Experiential Learning (Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas Viii Smp Negeri 9 Kota Tangerang Selatan)

1 8 271

Pengaruh Model Pembelajaran Generatif Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa

4 45 189

Pengaruh model pembelajaran treffinger terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik siswa

2 39 0

Pengaruh model pembelajaran generatif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik siswa

0 5 0

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIK MELALUI PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK PADA SISWA SMP KELAS VII LANGSA.

0 4 45

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIK MELALUI PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK PADA SISWA SMP KELAS VII LANGSA.

0 2 15

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE SCRIPT TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DITINJAU DARI KEAKTIFAN SISWA (Eksperimen Siswa Kelas VII SMP Negeri 19 Surakarta).

0 1 8

PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK BERBASIS MASALAH KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIK DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SEKOLAH MENENGAH PERTAMA: Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Lembang Tahun Ajara

1 3 41

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN ANCHORED INSTRUCTION TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN SELF-CONCEPT SISWA.

11 29 52

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA

0 1 12