PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK BERBASIS MASALAH KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIK DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SEKOLAH MENENGAH PERTAMA: Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Lembang Tahun Ajara

(1)

MATEMATIK SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

(Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Lembang Tahun Ajaran 2014/2015)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh : Putik Rustika

(1303161)

PROGAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2015


(2)

Pendekatan Saintifik Berbasis Masalah Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematik dan Pemecahan Masalah Sekolah Menengah Pertama” ini beserta isinya adalah benar-benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan.

Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Agustus 2015 Yang membuat pernyataan,


(3)

KONTESKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIK DAN PEMECAHAN MASALAH

MATEMATIK SEKOLAH MENENGAH PERTAMA Oleh:

Putik. Rustika NIM.1303161 Telah Disetujui oleh:

Pembimbing

Prof. Dr. H.Wahyudin, M.Pd NIP.195108081974121001

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Matematika

Dr. Sufyani Prabawato, M. Ed NIP. 19600830 198603 1 003


(4)

Putik. Rustika, S.Pd. (2015). Penerapan Pendekatan Saintifik Berbasis Masalah Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematik dan Pemecahan Masalah Matematik Sekolah Menengah Pertama.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematik dan perolehan kemampuan pemecahan masalah matematik antara siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan saintifik berbasis masalah kontekstual dengan siswa yang mendapat pembelajaran Ekspositori. Jenis penelitian ini adalah kuasi eksperimen. Sampel adalah 79 siswa kelas VII yang berasal dari dua kelas pada salah satu SMP Negeri di Kabupaten Lembang. Kelas petama mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan saintifik berbasis masalah kontekstual dan kelas kedua mendapatkan pembelajaran Ekspositori. Kedua kelas diberikan pretes dan postes kemampuan representasi matematik dan postes kemampuan pemecahan masalah matematik. Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematik secara keseluruhan antara siswa yang belajar dengan pendekatan saintifik berbasis masalah konteksual dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran ekspositori; (2) terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematik berdasarkan kemampuan awal matematik siswa (tinggi, sedang, rendah) (3) terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan representasi matematik siswa; (4) terdapat perbedaan perolehan kemampuan pemecahan masalah matematik secara keseluruhan antara siswa yang belajar dengan pendekatan saintifik berbasis masalah konteksual dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran ekspositori; (5) terdapat perbedaan perolehan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa berdasarkan kemampuan awal matematik siswa (tinggi, sedang, rendah); (6) terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa terhadap perolehan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa.

Kata kunci: pembelajaran Pendekatan Saintifik Berbasis Masalah Kontekstual, Representasi Matematik, dan Pemecahan Masalah.


(5)

Approach to Enhance Representation of Mathematic Ability and Mathematical Problem Solving Junior High School.

This study aims to determine the differences in enhancement mathematic representation and acquisition of mathematic problem solving abilities among students who get scientific approach based on learning with contextual problemswith students who get Expository learning.This type of research is a quasi-experimental.Samples were 79 seventh grade students from two classes in one of the Junior High School in District Lembang.First class obtain scientific approach based on learning with contextual problem and the second class get Expository learning.Both of class are given a pre-test and post-test mathematical representations and post-test of mathematical problem solving ability.The results showed that (1) there are differences in the ability of mathematcal representation ability between students who learn the scientific approach problem-based contextual with students who get expository;(2) there are differences in mathematical representation enhancement based on ability of early mathematical students AEM (high, medium, low) (3) there is an interaction between model of learning and AEM in mathematical representation enhancement;(4) there are differences in the acquisition of mathematical problem solving ability between students who learn the scientific approach problem-based contextual with students who get expository;(5) there are differences in the acquisition of mathematical problem solving ability based on ability of early mathematics students EAM (high, medium, low);(6) ) there is an interaction between model of learning and AEM in mathematical problem solving ability acquisition.

Keywords: Problem Based on Contextual Scientific Approach, Representation of Mathematic, and Problem Solving of Mathematic.


(6)

1 DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN... ii

LEMBAR PERNYATAAN... iii

ABSTRAK... iv

KATA PENGANTAR... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR LAMPIRAN... x

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR ISI... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ...1

1.2 Rumusan Masalah ...8

1.3 Tujuan Penelitian...9

1.4 Manfaat Penelitian ...10

1.5 Definisi Operasional...10

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kemampuan Representasi Matematik ...12

2.2 Pemecahan Masalah ...14

2.3 Pendekatan Saintifik...16

2.4 Masalah Kontekstual ...26

2.5 Penelitian yang Relevan………...27

2.5 Hipotesis ...29

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ...30

3.2 Populasi dan Sampel ...31

3.3 Variabel Penelitian………..32

3.4 Instrumen Penelitian ...33

3.5 Pengembangan Bahan Ajar ...35


(7)

3.7 Teknik Analisis Data ...42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Pelaksanaan Penelitian…...46

4.2 Hasil Penelitian…...47

4.3 Hasil Observasi…………....………...58

4.4 Pembahasan……….60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ...70

5.2 Saran ...70


(8)

Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang terdapat pada sekolah, sehingga kemampuan-kemampuan matematika menjadi tujuan pembelajaran dari kurikulum pendidikan di Indonesia. Matematika sebagai bagian dari kurikulum sekolah tentunya diarahkan untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran, agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Oleh karena it, mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analtis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.

Sumarmo (2002) mengatakan bahwa, pendidikan matematika pada hakekatnya memiliki dua arah pengembangan yaitu memenuhi kebutuhan masa kini dan masa datang. Untuk memenuhi kebutuhan masa kini, pembelajaran matematika mengarah kepada pemahaman matematika dan ilmu pengetahuan lainnya. Sedangkan untuk kebutuhan di masa datang mempunyai arti lebih luas yaitu memberikan kemampuan nalar yang logis, sistematis, kritis dan cermat serta berpikir objektif dan terbuka yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari serta menghadapi masa depan yang selalu berubah. Dengan demikian pembelajarn matematika hendaknya mengembangkan proses dan keterampilan berpikir siswa. Kompetensi itu diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan


(9)

memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, dan kompetitif (BSNP, 2006).

BSNP (2006) menjelaskan tujuan dari pembelajaran matematika adalah agar peserta didik memiliki kemampuan:

(1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah;

(2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika;

(3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh;

(4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah;

(5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Berdasarkan dari tujuan pemebelajaran BSNP tersebut dapat dilihat mengkomunikasikan ide-ide dan gagasan merupakan salah satu kemampuan representasi siswa.

Hal ini sejalan dengan tujuan pembelajaran matematika yang ditetapkan dalam Kurikulum 2006 yang dikeluarkan Depdiknas pada hakekatnya meliputi: (1) koneksi antar konsep dalam matematika dan penggunaannya dalam memecahkan masalah; (2) penalaran; (3) pemecahan masalah; (4) komunikasi dan representasi; dan (5) faktor efektif. Tujuan pembelajaran tersebut mengacu pada kemampuan dasar matematika berdasarkan NCTM 2000 yakni pemecahan masalah (problem solving); penalaran dan bukti (reasoning dan proof); komunikasi (communication); koneksi (connections); dan representasi (representation).


(10)

Tujuan pembelajaran dan standar pembelajaran tersebut sangat erat dengan karakteristik dari ilmu matematika. Karakteristik matematika merupakan ilmu yang sangat dekat dengan pengembangan pola pikir seseorang yang bersifat abstrak. Kemampuan berpikir abstrak tersebut didukung dengan adanya kemampuan seseorang untuk merepresentasikannya ke dalam dunia nyata. Seperti halnya yang dikatakan oleh Wahyudin (2008: 242) yang menyatakan bahwa representasi-representasi dapat membantu para siswa untuk mengatur pemikiran, penggunaan representasi oleh para siswa dapat membantu menjadikan gagasan-gagasan matematik lebih konkrit dan tersedia untuk refleksi. Mengkomunikasikan gagasan-gagasan matematika dan berpikir secara matematik seseorang perlu merepresentasikan ide-ide tersebut dalam cara tertentu. Hal tersebut didikung oleh Hiebert (1990) yang menyatakan bahwa setiap kali mengkomunikasikan gagasan-gagasan matematika, gagsan tersebut perlu disajikan dengan suatu cara efektif. Komunikasi dalam matematika memerlukan representasi eksternal yang dapat berupa simbol tertulis, gambar, ataupun objek fisik. Gagasan-gagasan dalam matematika umumnya dapat direpresentasikan dengan satu atau beberapa jenis representasi.

Vergnaud (dalam Goldin, 2002: 207) menyatakan representasi merupakan unsur yang penting dalam teori belajar mengajar matematika, tidak hanya karena pemakaian sistem simbol yang juga penting dalam matematik dan kaya akan kalimat dan kata, beragam dan universal, tetapi juga untuk dua alasan penting yakni: (1) matematika mempunyai peranan penting dalam mengkonseptualisasi dunia nyata; (2) matematika membuat homomorphisme (transformasi suatu himpunan ke himpunan lain yang mengatur hubungan antara unsur-unsur yang pertama) yang luas yang merupakan penurunan dari struktur hal-hal lain yang pokok. Dari kedua alasan yang telah diungkapkan yakni matematika merupakan hal yang abstrak, sehingga dengan adanya representasi mempermudah dan sebagai jalan untuk bepikir matematik yang lebih tinggi lagi.

Hutagaol (2007) menyatakan bahwa terdapatnya permasalahan dalam penyampaian materi pembelajaran matematika, yaitu kurang berkembangnya


(11)

kemampuan representasi siswa, khususnya siswa SMP, siswa tidak pernah diberi kesempatan untuk menghadirkan representasinya sendiri. studi pendahuluan Hanifah (2015) yang melibatkan 36 siswa kelas VII pada salah satu SMP Negeri di Kabupaten Karawang melaporkan bahwa pada aspek representasi verbal secara umum siswa mampu mengerjakan soal-soal representasi matematis, akan tetapi dalam hal menuliskan interpretasi dari suatu representasi dengan kata-kata atau teks tertulis siswa mengalami kesulitan. Pada aspek representasi simbolik secara umum siswa mampu mengerjakan soal-soal representasi matematis, akan tetapi dalam membuat persamaan atau model matematik siswa mengalami kesulitan.

Setiap siswa mempunyai cara yang berbeda untuk mengkonstruksi pengetahuannya. Dalam hal ini, sangat memungkinkan bagi siswa untuk mencoba berbagai macam representasi dalam memahami suatu konsep. Selain itu representasi juga berperan dalam proses penyelesaian masalah matematis. Sebagaimana dinyatakan Brenner bahwa proses pemecahan masalah yang sukses bergantung kepada keterampilan merepresentasi masalah seperti mengkonstruksi dan menggunakan representasi matematik di dalam kata-kata, grafik, tabel, persamaan-persamaan, penyelesaian dan manipulasi simbol (Neria & Amit, 2004). Dari pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan representasi matematik sangat berhubungan erat dengan pemecahan masalah matematik. Peran serta siswa dan guru sangat diperlukan dalam mengembangkan kemampuan tersebut.

. Wahyudin (2008) mengatakan bahwa pemecahan masalah bukan sekedar suatu sasaran belajar matematika tetapi sekaligus alat utama dalam belajar itu. Dengan mempelajari pemecahan masalah didalam matematika, para siswa harus mendapatkan cara-cara berpikir, kebiasaan tekun dan rasa ingin tahu, serta kepercayaan diri didalam situasi-situasi tidak akrab yang akan mereka hadapi diluar kelas. Dikehidupan sehari-hari dan dunia kerja, menjadi seorang pemecah masalah yang baik bisa membawa manfaat-manfaat yang besar. Pemecahan masalah juga fokus utama dari matematika sekolah dan bertujuan untuk


(12)

membantu mengembangkan kemampuan berpikir matematik siswa (NCTM, 2000).

Sugiman (2010) menyatakan bahwa sangat sedikit siswa SMP di Indonesia (2,3%) yang mampu menyelesaikan soal yang kompleks yakni soal-soal pemecahan masalah yang memerlukan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Adapun, Murni (2012) yang menyatakan bahwa pelaksanaan pembelajaran pada beberapa kelas di beberapa SMP memperlihatkan bahwa siswa lebih dominan menyelesaikan soal rutin dari buku teks dan kurang memperoleh pengalaman menyelesaikan soal non rutin. Berdasarkan hasil penilitian tersebut dapat dikatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah masih dianggap sebagai bagian yang paling sulit bagi siswa dalam mempelajarinya ataupun guru dalam mengajarkannya. Selain itu, Schoenfeld (Even dan Tirosh, 2003) mengungkapkan bahwa para pelajar yang sebenarnya memiliki semua pengetahuan yang dibutuhkan, sering tidak mampu menggunakan pengetahuannya itu untuk menyelesaikan masalah yang terkait dengan kualitas pembelajaran matematika di sekolah.

Menyadari pentingnya kemampuan representasi dan pemecahan masalah, sehingga sangatlah diperlukan untuk berupaya menggunakan pendekatan pembelajaran matematika yang dapat melatih kemampuan-kemampuan tersebut. Matematika sekolah adalah bagian dari disiplin ilmu yang dipilih, antara lain dengan pertimbangan atau berorientasi pada pendidikan. Dengan demikian, pembelajaran matematika perlu diusahakan sesuai dengan kemampuan kognitif siswa, mengkongkritkan objek matematika yang abstrak sehingga mudah dipahami siswa. Sehingga, menerapkan masalah-masalah keseharian yang kontekstual dalam pembelajaran matematika sangatlah diperlukan.

Ruseffendi (Ansari, 2003) menyatakan bahwa bagian terbesar dari matematik yang dipelajari siswa di sekolah tidak diperoleh melalui eksplorasi matematika, tetapi melalui pemberitahuan. Pembelajaran yang demikian membuat siswa kurang aktif karena kurang memberi peluang kepada siswa untuk lebih banyak berinterkasi dengan sesama dan dapat membuat siswa memandang


(13)

matematika sebagai suatu kumpulam aturan dan latihan yang dapat berujung pada rasa bosan dan bingung saat diberikan soal yang berbeda dengan soal latihan. Sullivan (1992) menyatakan bahwa peran guru adalah memberi kesempatan belajar maksimal pada siswa antara lain dengan jala melibatkan siswa secara aktif dalam eksplorasi matematika serta memebri kebebasan berkomunikasi untuk menjelaska idenya dan mendengar ide temannya. Dengan adanya siswa aktif berkomunikasi menjelaskan idenya dapat mendukung kemampuan representasi untuk mengungkapkan ide dan gagasannya, sehingga mendukung pula kemampuan memecahkan masalah.

Pembelajaran matematika sangat berhubungan erat dengan siswa dan guru. Pada Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2013, siswa dituntut untuk aktif mengolah, mengkonstruksi dan menggunakan pengetahuan. Untuk itu pembelajaran harus berkenaan dengan kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan dalam proses kognitifnya. Agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, siswa perlu didorong untuk bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, dan berupaya keras mewujudkan ide-idenya. Peran guru sangat penting untuk mencapai itu semua. Guru sebagai fasilitator dan kunci berjalannya pembelajaran dikelas. Peran guru sangat dibutuhkan untuk menjamin proses pembelajaran yang mendorong siswa aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran.

Menurut Hosnan (2014: 31) perubahan adalah sesuatu yang biasanya dan harus terjadi pada bidang pendidikan. Perubahan yang terjadi tentunya pada pergantian kurikulum 2013 dari kurilkulum sebelumnya. Dalam rangka menerapkan pendidikan yang bermutu, pemerintah telah menetapkan kurikulum Tahun 2013 untuk diterakan di sekolah/madrasah. Kurikulum 2013 mengajak kita untuk masuk ke dalam dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran dengan mnggunakan pendekatan ilmiah atau saintifik yang menjadi katalisator utama. Pendekatan saintifik ini diyakini sebagai sarana utama unutk mengembangkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah. Dalam konsep pendekatan saintifik yang


(14)

disampaikan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, dipaparkan minimal ada 7 (tujuh) kriteria dalam pendekatan saintfik. Ketujuh kriteria tersebut adalah sebagai berikut : (1) Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu ; bukan sebatas kira – kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata; (2) Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru – siswa terbebas dari prasangka yang serta – merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis; (3) Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran. (4) Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran; (5) Mendorong dan menginspirasi siswa dalam memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi pembelajaran.; (6) Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan; (7) Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, tetapi menarik system penyajiannya.

Proses pembelajaran dan pendekatan saintifik pada kurikulum 2013 merupakan perpaduan antara proses pembelajaran yang awal mulanya terfokus pada eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi, kemudian dilengkapi dengan mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan (Kemendikbud, 2013). Meskipun ada yang mengembangkan lagi menjadi mengamati, menanya, mengumpulkan data, mengolah data, mengkomunikasikan, menginovasi dan mencipta. Namun, tujuan dari beberapa proses pembelajaran yang harus ada dalam pembelajaran saintifik sama, yaitu menekankan bahwa belajar tidak hanya terjadi di ruang kelas, tetapi juga di lingkungan sekolah dan masyarakat. Selain itu, guru cukup bertindak sebagai scaffolding ketika anak/ siswa/ peserta didik mengalami kesulitan, serta guru bukan satu – satunya sumber belajar.

Berdasarkan pemaparan yang dituliskan di atas membuat peneliti sangat tertarik untuk meneliti bagaimanakah penerapan pendekatan saintifik yang


(15)

berbasis masalah kontekstual tersebut terhadap kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematik siswa khususny di SMP kelas VII. Akan tetapi, sebelum penerapan pendekatan saintifik dilakukan karena matematika merupakan ilmu yang terstruktur dan sistematis siswa kemampuan siswa sekarang sangat dipengaruhi oleh pengetahuan sebelumnya, sehingga siswa dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu tinggi, sedang, dan rendah bedasarkan kemampuan awal matematik (KAM) dilihat dari hasil nilai rapor matematika siswa sebelumnya. Hal ini juga bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan pendekatan saintifik merata pada semua kategori KAM atau kategori KAM tertentu saja.

Sesuai dengan teori Krutetski (Darhim, 2004) yang mengatakan bahwa diduga siswa yang berkemampuan rendah akan meningkat hasil belajarnya apabila metode pembelajaran yang digunakan menarik, berpusat pada siswa, dan sesuai dengan tingkat kematangan siswa. Namun dimungkinkan terjadi sebaliknya untuk siswa yang berkemampuan pandai. Ini bisa terjadi karena siswa berkemampuan tinggi dimungkinkan lebih cepat memahami topik matematika yang dipelajari karena kepandaiannya, walaupun tanpa menggunakan berbagai macam metode pembelajaran yang menarik dan berpusat pada siswa.

Dengan memandang aspek KAM dan aspek strategi pembelajaran yang akan diterapkan, penaliti juga akan melihat apakah kedua aspek tersebut memiliki interaksi terhadap peningkatan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematik siswa. Hal ini dipandang perlu karena peneliti memiliki dugaan bahwa aspek KAM dan pembelajaran yang diterapkan akan secara bersama-sama mempengaruhi peningkatan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematik siswa. Artinya dimungkinkan peningkatan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematik yang terjadi setelah pembelajaran tidak benar-benar murni hasil dari model pembelajaran yang diterapkan, tetapi dipengaruhi juga oleh kemampuan awal matematis siswa. Peneliti juga menduga dengan pembelajaran yang diterapkan, siswa yang memiliki KAM sedang berkemungkinan mencapai peningkatan siswa KAM tinggi, dan siswa dengan KAM rendah memiliki kemungkinan menyamai peningkatan siswa KAM sedang.


(16)

Maka dari itu, peneliti akan melakukan penelitian yang berjudul Penerapan

Pendekatan Saintifik Berbasis Masalah Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematik dan Pemecahan Masalah khususnya di

tingkat SMP.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah di atas, masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana peningkatan kemampuan representasi matematik dan perolehan kemampuan pemecahan masalah siswa dengan pendekatan saintifik berbasis masalah kontekstual dibandingkan pembelajaran ekspositori?”

Selanjutnya, rumusan masalah tersebut dijabarkan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematik secara keseluruhan antara siswa yang belajar dengan pendekatan saintifik berbasis masalah kontekstual dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran ekspositori?

2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematik berdasarkan kemampuan awal siswa (tinggi, sedang, dan rendah)?

3. Apakah terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematka siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap peningkatan kemampuan representasi matematik?

4. Apakah terdapat perbedaan perolehan kemampuan pemecahan masalah matematik secara kesluruhan antara siswa yang belajar dengan pendekatan saintifik berbasis masalah kontekstual dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran ekspositori?

5. Apakah terdapat perbedaan perolehan kemampuan pemecahan masalah matematik berdasarkan kemampuan awal siswa (tinggi, sedang, dan rendah)? 6. Apakah terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran dan

kemampuan awal matematka siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap perolehan kemampuan pemecahan masalah matematik?


(17)

1.3 Tujuan Penelitian

Maksud penelitian ini adalah mengetahui hasil penerapan pendekatan saintifik berbasis masalah kontekstual terhadap kemampuan representasi matematik dan pemecahan masalah di tingkat SMP. Sedangkan tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan

representasi matematik secara keseluruhan antara siswa yang belajar dengan pendekatan saintifik berbasis masalah kontekstual dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran ekspositori.

2. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematik berdasarkan kemampuan awal siswa (tinggi, sedang, dan rendah).

3. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematka siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap peningkatan kemampuan representasi matematik.

4. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan perolehan kemampuan pemecahan masalah matematik secara kesluruhan antara siswa yang belajar dengan pendekatan saintifik berbasis masalah kontekstual dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran ekspositori.

5. Untuk mengetahui Apakah terdapat perbedaan perolehan kemampuan pemecahan masalah matematik berdasarkan kemampuan awal siswa (tinggi, sedang, dan rendah).

6. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematka siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap perolehan kemampuan pemecahan masalah matematik.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau kontribusi bagi peneliti yaitu memberikan gambaran yang jelas penerapan pendekatan saintifik


(18)

berbasis masalah kontekstual untuk meningkatkan kemampuan representasi dan pemecahan masalah siswa di tingkat SMP.

1.5 Definisi Operasional

Definisi operasional yang berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Kemampuan Representasi Matematis

Kemampuan Representasi Matematis adalah kemampuan mengungkapkan ide-ide dan gagasan matematika ke dalam bentuk gambar, symbol, bahasa baik tulisan maupun lisan.

2) Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Kemampuan pemecahan masalah matematis merupakan kemampuan siswa untuk memahami masalah(mengidentifikasi kecukupan data untuk memecahkan masalah dan membuat model matematis dari suatu situasai atau masalah sehari-hari); menyelesaikan masalah (meliputi kemampuan memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan model atau masalah yang diberikan); dan menjawab masalah (menjelaskan atau menginterprestasikan hasil sesuai masalah yang diberikan dan menuliskan/memeriksa kebenaran hasil atau jawaban).

3) Pendekatan Saintifik Berbasis Kontekstual

Pendekatan saintifik dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud pendekatan pembelajaran yang meliputi proses mengamati, menanya, menalar, mencoba, membentuk jejaring ke materi lain yang berkaitan yang bedasarkan masalah-masalah kontekstual pada kehidupan nyata.

4) Masalah Kontekstual

Masalah Kontekstual adalah masalah atau soal-soal berkonteks kehidupan nyata (kontekstual) yang konkret atau yang ada pada alam pikiran siswa atau situasi yang memuat masalah yang dapat dijangkau oleh pikiran siswa. Masalah-masalah itu dapat disajikan dalam bahasa biasa atau cerita, bahsa lambing, benda konkret atau model (gambar, grafik, table, dan lain-lain).


(19)

Putik Rustika, 2015

PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK BERBASIS MASALAH KONTEKSTUAL UNTUK

eksperimen Pada kuasi eksperimen ini subjek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subjek seadanya. Kelompok yang akan terlibat dalam penelitian ini yaitu kelompok eksperimen. Kelompok ini mendapatkan pmbelajaran melalui pendekatan saintifik berbasis masalah kontekstual, sedangkan kelompok yang lainnya dengan pembelaran ekspositori.

Pada penelitian ini perlakuan yang diberikan adalah pembelajaran dengan pendekatan saintifik berbasis masalah kontekstual, sedangkan aspek yang diukurnya adalah kemampuan representasi Matematik dan pemecahan . Oleh karena itu, yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik berbasis masalah kontekstual dan variabel terikatnya adalah kemampuan representasi Matematik dan pemecahan masalah. Desain kuasi eksperimen penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini berlandaskan pada Ruseffendi (2005: 50) adalah desain kelompok pretes-postes (pretest-posttest control group design).

Dasar pertimbangan dalam memilih desain ini adalah karena penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan representasi Matematik dan pencapaian pemecahan masalah yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan saintifik berbasis masalah kontekstual dan siswa yang memperoleh pembelajaran ekspositori. Adapun desain penelitian ini menggunakan desain “Nonequivalent Control-Group Design”, dimana kelas kontrol dan kelas

eksperimen tidak diambil melalui prosedur acak. Desain yang disajikan adalah sebagai berikut:

Kelas Eksperimen : O X O


(20)

Sedangkan untuk kemampuan pemecahan masalah, karena tidak dilakukan

pretest untuk kedua kelas, maka desain penelitiannya adalah sebagai berikut:

Kelas Eksperimen : X O

Kelas Kontrol : O

Keterangan:

O : Pengukuran kemampuan representasi dan pemecahan Masalah matematik siswa pada waktu sebelum dan sesudah pembelajaran.

X : Pembelajaran dengan pendekatan saintifik berbasis masalah kontekstual

: Subjek tidak dikelompokkan secara acak

3.2 Populasi dan Sampel

Populasi yang sudah dipilih pada penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 3 Lembang. Subjek penelitian adalah dua kelas yang dipilih secara random dari kelas reguler. Alasan random sampling karena setiap kelas merupakan kelas reguler. Satu kelas menjadi kelas eksperimen yaitu kelas VII E dan satu lagi menjadi kelas kontrol yaitu VII H yang ditentukan secara random. Untuk keperluan uji coba tes maka dipilih kelas selain kelas sampel di luar populasi dari penelitian.

Sampel penelitian ditentukan Berdasarkan purposive sampling. Tujuan dilakukan pengambilan sampel seperti ini adalah agar penelitian dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien terutama dalam hal pengawasan, kondisi subyek penelitian, waktu penelitian yang ditetapkan, kondisi tempat penelitian serta prosedur perijinan. Berdasarkan alasan-alasan tersebut, penentuan sampel penelitian didasarkan pada kriteria; (1) letaknya berdekatan dan mudah dijangkau, (2) memiliki prosedur administratif yang relatif mudah, (3) memiliki ketersediaan sarana dan prasarana yang relatif lengkap, (4) rata-rata kemampuan siswa berada pada level sedang tinggi Berdasarkan data dari kantor dinas setempat.


(21)

Setelah mendapatkan dua kelas yang menjadi sampel penilitian, siswa dikelompokkan kembali berdasarkan nilai rapor matematika sebelumnya menjadi tiga kartegori kemampuan awal siswa yaitu tinggi, sedang, dan rendah.

3.3 Variabel Penelitian

Variabel adalah objek penelitian atau apa yang akan menjadi titik perhatian suatu penelitian. Pada penelitian ini variabel yang digunakan terdiri dari variabel bebas (X), variabel terikat (Y), dan variabel prediktor (Z).

1. Variabel Bebas (X)

Sugiyono (2013) mengemukakan bahwa variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat. Variabel bebas ini dapat disebut sebagai variabel sebab. Berdasarkan pengertian di atas maka yang menjadi variabel bebas (X) pada penelitian ini yaitu: (a) pembelajaran dengan pendekatan saintifik berbasis masalah kontekstual yang diberikan pada kelas eksperimen, (b) pembelajaran kovensional yang diberikan kepada kelas kontrol.

2. Variabel Terikat (Y)

Variabel terikat yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain. Variabel terikat ini juga disebut variabel akibat. Berdasarkan pengertian tersebut maka yang menjadi variabel terikat (Y) pada penelitian ini adalah kemampuan representasi dan pemecahan masalah Matematik siswa.

3. Variabel Prediktor (Z)

Variabel prediktor sering digunakan peneliti apabila akan melakukan penelitian yang bersifat membandingkan. Variabel prediktor (Z) pada penelitian ini adalah kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang, rendah).

4. Keterkaitan Antar Variabel Penelitian

Untuk mempermudah melihat bagaimana keterkaitan antar-variabel, berikut ini disajikan keterkaitan antar-variabel untuk masing-masing rumusan masalah

Tabel 3.1 Keterkaitan antar Variabel Bebas, Terikat dan Kontrol

Kemampuan yang diukur

Kemampuan Representasi

Kemampuan Pemecahan Masalah


(22)

Kemampuan Awal

Matematika

Tinggi RTSK RTPK PMTSK PMTPK

Sedang RSSK RSPK PMSTK PMSPK

Rendah RRSK RRPK PMRTK PMRPK

RSK RPK PMSK PMPK

Keterangan:

SK : Pembelajaran pendekatan saintifik berbasis masalah kontekstual PE : Pembelajaran dengan model ekspositori

Contoh:

RSK adalah kemampuan representasi siswa yang pembelajarannya dengan pendekatan saintifik berbasis masalah kontekstual

RPE adalah kemampuan representasi siswa yang pembelajarannya ekspositori PMSK adalah kemampuan pemecahan masalah siswa yang pembelajarannya

dengan pendekatan saintifik berbasis masalah kontekstual

PMPE adalah kemampuan pemecahan masalah siswa yang pembelajarannya ekspositori

3.4 Instrumen Penelitian

Penilitan ini akan memperoleh data kuantitatif yang berasal dari instrument tes tertulis. Instrumen tes yang digunakan merupakan intrumen tes yang berindikator kemampuan reperesentasi Matematik dan pemecahan masalah yang digunakan saat pretest dan postest.

1. Instrumen Tes Kemampuan Representasi

Tes kemampuan representasi disusun dalam bentuk uraian. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Frankel dan Wallen (Suryadi, 2005) yang menyatakan bahwa tes berbentuk uraian sangat cocok untuk mengukur higher

level learning outcomes. Tes kemampuan representasi dibuat untuk mengukur

kemampuan representasi Matematik siswa SMP mengenai materi yang sudah dipelajarinya. Penilitian ini akan menggunakan tiga kemampuan representasi secara eksternal yang menjadi indicator soal tes yaitu representativ visual, verbal, dan simbolik. Adapun rincian penskoran tes sesuai indikator kemampuan berpikir logis yang akan diukur adalah sebagai berikut.


(23)

Tabel 3.2 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Representasi

2. Instrumen Tes Pemecahan Masalah

Kemampuan pemecahan masalah Matematik yang ingin diketahui melalui penelitian ini yaitu: memahami masalah (mengidentifikasi kecukupan data untuk memecahkan masalah dan membuat model Matematik dari suatu situasai atau masalah sehari-hari); menyelesaikan masalah (meliputi kemampuan memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan model atau masalah yang diberikan); dan menjawab masalah (menjelaskan atau menginterprestasikan hasil sesuai masalah yang diberikan dan menuliskan/memeriksa kebenaran hasil atau jawaban).

Tabel 3.3 Pedoman Skor Pemecahan Masalah

SKOR SKALA

Memahami Masalah Menyelesaikan Masalah

Menjawab Masalah

0 Tidak Usaha Tidak Usaha Tidak ada jawaban dan

jawaban salah tidak tepat

SKOR VISUAL VERBAL SIMBOLIK

0 Tidak ada jawaban/

menjawab tidak sesuai

pertanyaan/ tidak ada yang benar

Tidak ada jawaban/ menjawab tidak sesuai pertanyaan/ tidak ada yang benar

Tidak ada jawaban/

menjawab tidak sesuai pertanyaan/ tidak ada yang benar

1 Membuat representasi visual yang berbeda dari suatu diagram, grafik, atau table yang diberikan

Membuat representasi visual dalam bentuk representasi verbal

Membuat representasi

simbolik yang berbeda dari suatu persamaan atau ekspresi matematika yang diberikan

2 Menyatakan representasi

simbolik/verbal dalam

bentuk representasi visual

Menyusun interpretasi dari representasi lain yang diberikan

Menyatakan representasi

visual dalam bentuk


(24)

sesuai rencana

1 Kesalahan

menginterprestasi masalah secara lengkap

Kesluruhan rencana tidak tepat

Kesalahan menyalin,

menghitung, jawaban

kurang teapat

2 Sebagian besar salah dalam

menginterpretasi masalah

Sebagian prosedur benar tetapi sebagian besar salah

Solusi Benar

3 Sebagian kecil salah dalam menginterpretasi masalah

Prosedur benar

secara subtansial

dengan sedikit

kekurangan atau

kesalahan prosedur

4 Memahami masalah dengan

lengkap

Rencana yang

menuntnkepada solusi yang benar tanpa ada kesalahan aritmatik

Skor maksimum 4 Skor maksimum 4 Skor maksimum 2

3. Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk memperoleh informasi tentang tindakan pembelajaran yang dilakukan guru, observasi dilakukan oleh peneliti dan dua orang sebagai observer. Format observasi yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dua jenis yaitu lembar observasi untuk mengamati aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran dan lembar observasi untuk mengamati aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Lembar observasi aktivitas siswa berfungsi untuk menilai partisipasi siswa dalam proses pembelajaran Berdasarkan tahapan model pembelajaran inkuiri dan untuk menilai kemampuan siswa dalam menerapkan konsep. Lembar observasi aktivitas siswa dan guru tersebut berbentuk format isian, observer hanya perlu membubuhkan tanda ceklist () jika kriteria dalam daftar sesuai dengan hasil pengamatan.

3.5 Pengembangan Bahan Ajar

Bahan ajar dalam penelitian ini adalah bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran matematika dengan aktivitas pembelajaran pendekatan berbasis masalah kontekstual untuk kelompok-kelompok eksperimen. Bahan ajar disusun Berdasarkan kurikulum yang berlaku di lapangan. Isi bahan ajar memuat


(25)

materi-materi matematika untuk kelas VII dengan langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan saintifik berbasis masalah kontekstual yang diarahkan untuk meningkatkan kemampuan representasi Matematik dan pemecahan masalah. Pokok bahasan dipilih adalah aritmetika sosial Berdasarkan alokasi waktu yang telah disusun oleh guru peneliti. Setiap pertemuan memuat satu pokok bahasan yang dilengkapi dengan lembar kerja siswa. Lembar kerja siswa memuat soal-soal latihan menyangkut materi-materi yang telah disampaikan.

3.6 Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahapan kegiatan sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap persiapan, yaitu sebagai berikut: i. Identifikasi permasalahan mengenai bahan ajar, merencanakan

pembelajaran, serta mempersiapkan alat dan bahan yang akan dipakai. ii. Melakukan perizinan tempat untuk penelitian.

iii. Menyusun instrumen penelitian. iv. Melakukan proses pembimbingan.

v. Melakukan uji coba instrumen yang akan digunakan untuk mengetahui kualitasnya. Uji coba instrumen ini diberikan terhadap subjek lain di luar subjek penelitian tetapi yang mempunyai kemampuan setara dengan subjek penelitian yang akan dilakukan.

vi. Analisis kualitas/ kriteria instrumen

vii.Menentukan dan memilih sampel dari populasi yang sudah ditentukan. viii.Menghubungi kembali pihak sekolah untuk membicarakan waktu dan

teknis pelaksanaan penelitian.

Pada langkah keenam analisis kualitas/kriteria terdiri dari: 1. Uji Reliabilitas

Suherman (2003: 131) suatu alat evaluasi (tes dan nontes) disebut reliabel jika hasil evaluasi tersebut relatif tetap yang digunakan pada objek yang sama. Relatif tetap di sini dimaksudkan tidak tepat sama, tetapi


(26)

mengalami perubahan yang tidak signifikan dan bisa diabaikan. Adapun bentuk soal tes yang digunakan pada penelitian ini adalah soal tes tipe subjektif atau uraian, karena itu menurut Suherman (2003: 154) untuk mencari koefisien reliabilitas (r11) menggunakan rumus:

               

2

2

11 1

1 Xtot

i S S n n r Keterangan:

r11 = koefisien reliabilitas alat evaluasi

n = banyaknya butir soal

Si2 = jumlah varians skor setiap soal

Sx tot2 = varians skor total

Adapun kriteria dari koefisien reliabilitas diinterpretasikan dalam Tabel 3.3

Tabel 3.4 Intepretasi Reliabilitas Koefisien Reliabilitas (r11) Interprestasi

20 , 0

11

r reliabilitas sangat rendah

40 , 0 20

,

0 r11 reliabilitas rendah

70 , 0 40

,

0 r11 reliabilitas sedang

90 , 0 70

,

0 rxy  reliabilitas tinggi

00 , 1 90

,

0 rxy  reliabilitas sangat tinggi.

(Suherman, 2003: 139)

Berdasarkan uji instrument yang sudah dilakukan didapat bahwa hasil dari reliabilitas tes untuk kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematik adalah 0,42 dan 0,30 yang dapat dikategorikan rendah.

2. Uji Validitas

Menurut Suherman (2003: 110) suatu alat evaluasi disebut valid jika dapat mengevaluasi dengan tepat sesuai yang dievaluasi itu. Secara umum dapat dikatakan bahwa suatu alat untuk mengevaluasi karekteristik X valid apabila yang dievaluasi itu karakteristik X pula. Alat evaluasi yang valid untuk suatu tujuan tertentu belum tentu valid untuk tujuan yang lain. Menurut


(27)

Suherman (2003: 120) untuk menghitung kevaliditasan empirik suatu soal, dihitung dengan koefisien validitas (rxy) dengan menggunakan rumus:

 

  ) ) ( )( ) ( ( ) )( ( 2 2 2 2 y y N x x N y x xy N rxy Keterangan:

rxy = koefisien korelasi antara nilai hasil ujian dengan nilai hasil ulangan harian siswa

N = banyak siswa X = nilai hasil ujian

Y = nilai ulangan harian siswa

Adapun kriteria dari koefisien validitas menurut diinterpretasikan dalam Tabel 3.4

Tabel 3.5 Intepretasi Validitas Instrumen Koefisien Validitas

(rxy)

Interpretasi 00 , 1 90 ,

0 rxy  validitasnya sangat tinggi (sangat baik)

90 , 0 70

,

0 rxy  validitas tinggi (baik)

70 , 0 40

,

0 rxy  validitas sedang (cukup)

40 , 0 20

,

0 rxy  validitas rendah (kurang)

20 , 0 00

,

0 rxy  validitas sangat rendah

00 , 0 

xy

r tidak valid

(Suherman, 2003: 112)

Berdasarkan uji instrument yang sudah dilakukan didapat bahwa hasil dari validitas tes adalah sebagai berikut:

Tabel 3.6 Hasil Uji Validitas Tes Kemampuan Representasi Nomor Soal Nilai rxy Interpretasi Kriteria

1 0,731 Tinggi Valid


(28)

3 0,354 Rendah Valid

4 0,687 Sedang Valid

5 0,649 Sedang Valid

Tabel 3.7 Hasil Uji Validitas Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Nomor Soal Nilai rxy Interpretasi Kriteria

1 0,587 Sedang Valid

2 0,630 Sedang Valid

3 0,753 Tinggi Valid

4 0,584 Sedang Valid

5 0,582 Tinggi Valid

3. Uji Daya Pembeda

Daya pembeda dari sebuah butir soal menyatakan seberapa jauh kemampuan butir soal itu mampu membedakan antara testi yang mengetahui jawabannya dengan benar dengan testi yang menjawab salah (Suherman, 2003: 159). Galton (Suherman, 2003: 159) berasumsi suatu perangkat alat tes yang baik bisa membedakan antara siswa yang pandai, rata-rata dan bodoh. Untuk menentukan daya pembeda digunakan rumus (Suherman, 2003: 160) :

SA BB BA

J J J

DP 

Keterangan:

DP = daya pembeda

JBA = banyaknya siswa yang menjawab benar pada kelompok atas

JBB = banyaknya siswa yang menjawab benar pada kelompok bawah

JSA = jumlah siswa kelompok atas

Adapun kriteria dari daya pembeda diinterpretasikan dalam Tabel 3.7.

Tabel 3.8 Kriteria Daya Pembeda Koefisien Daya Pembeda

(DP)

Kriteria

00 , 0 


(29)

20 , 0 00

,

0 DP Jelek

40 , 0 20

,

0 DP Cukup

70 , 0 40

,

0 DP Baik

00 , 1 70

,

0 DP Sangat baik

(Suherman, 2003: 161)

Berdasarkan uji instrument yang sudah dilakukan didapat bahwa hasil dari daya pembeda tes adalah sebagai berikut:

Tabel 3.9 Hasil Uji Daya Pembeda Tes Kemampuan Representasi Nomor Soal DP Interpretasi

1 0,40 Baik

2 0,75 Baik Sekali

3 0,15 Jelek

4 0,60 Baik

5 0,60 Baik

Tabel 3.10 Hasil Uji Daya Pembeda Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Nomor Soal DP Interpretasi

1 0,375 Cukup

2 0,275 Cukup

3 0,55 Baik

4 0,40 Cukup

5 0,25 Cukup

4. Uji Indeks Kesukaran

Indeks kesukaran adalah bilangan real yang menyatakan derajat kesukaran suatu butir soal dengan interval 0,00 sampai dengan 1,00 (Suherman, 2003: 169). Soal dengan indeks kesukaran mendekati 0,00 berarti butir soal tersebut terlalu sukar/ sulit, sebaliknya soal dengan indeks kesukaran 1,00 berarti soal tersebut terlalu mudah. Menurut Suherman (2003: 170) untuk menentukan indeks kesukaran digunakan rumus:


(30)

SB SA

BB BA

J J

J J IK

   Keterangan:

IK = Indeks kesukaran

JBA = banyaknya siswa yang menjawab benar pada kelompok atas

JBB = banyaknya siswa yang menjawab benar pada kelompok bawah

JSA = jumlah siswa kelompok atas

JSB = jumlah siswa kelompok bawah

Adapun kriteria dari indeks kesukaran diinterpretasikan dalam Tabel 3.11

Tabel 3.11 Kriteria Indeks Kesukaran Koefisien Daya Pembeda

(DP)

Kriteria

00 , 0 

IK Soal terlalu sukar

0,00<IK0,30 Soal sukar

0,30<IK0,70 Soal sedang

0,70< IK <1,00 Soal mudah

IK1,00 Soal terlalu mudah

(Suherman, 2003: 170)

Berdasarkan uji instrument yang sudah dilakukan didapat bahwa hasil dari indeks kesukaran tes adalah sebagai berikut:

Tabel 3.12 Hasil Uji Indeks Kesukaran Tes Representasi Nomor Soal IK Interpretasi

1 0,30 Sukar

2 0,425 Sedang

3 0,275 Sukar

4 0,30 Sukar

5 0,30 Sukar


(31)

Nomor Soal IK Interpretasi

1 0,3625 Sedang

2 0,2125 Sukar

3 0,425 Sedang

4 0,20 Sukar

5 0,125 Sangat Sukar

2. Tahap Pelaksanaan

Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam tahap dua ini ialah sebagai berikut: i. Memberikan pretes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol

ii. Melaksanakan kegiatan pembelajaran. Di kelas eskperimen, pembelajaran dilakukan dengan pendekatan saintifik berbasis masalah kontekstual, sedangkan di kelas kontrol pembelajaran dilakukan ekspositori.

iii. Melakukan observasi kelas pada setiap pembelajaran.

iv. Memberikan postes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

3. Tahap Refleksi dan Evaluasi

Pada tahap ketiga ini dilakukan pengkajian dan analisis terhadap pertemuan-pertemuan penelitian serta melihat pengaruh terhadap kemampuan kecerdasan logis Matematik siswa yang diukur. Kemudian dibuat kesimpulan Berdasarkan data yang diperoleh dan menyusun laporan penelitian

3.7 Teknik Analisis Data

Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa cara yakni dengan memberikan ujian (pretes dan postes) untuk kemampuan representasi, sedangkan untuk pencapaian kemampuan pemecahan masalah hanya postes saja. Data tersebut dikategorikan ke dalam data kuantitatif. Teknik analisis data yang digunakan ialah uji statistika yaitu uji perbedaan dua rata-rata yang berasal dari pretes, postes, dan indeks gain. Akan tetapi, sebelum dilakukannya


(32)

analisis data pretes, postes, dan indeks gain terlebih dahulu menganalisis data kemampuan awal siswa sebelumnya.

a. Analisis Data Kemampuan Awal Siswa

Data kemampuan awal matematika siswa yang diperoleh nilai rapor matematika siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol pada semester ganjil digunakan untuk penempatan siswa Berdasarkan kemampuan awal matematikanya. Siswa dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu siswa kelompok tinggi, siswa kelompok sedang, dan siswa kelompok rendah. kriteria pengelompokkan kemampuan awal matematika siswa Berdasarkan skor rerata (̅) dan simpangan baku (SB) sebagai berikut:

n ≥ ̅+ SB : Siswa Kemampuan Tinggi ̅–SB ≤ n < ̅ + SB : Siswa Kemampuan Sedang n < ̅– SB : Siswa Kemampuan Rendah

Keterangan:

n : Nilai matematika pada rapor semester 1 ̅ : Nilai rata-rata kelas pada rapor semester 1

: Simpangan baku nilai rapor semester 1

Tabel 3.14 Kemampuan Awal Matematika Siswa Kelas Eksperimen

KATEGORI INTERVAL NILAI JUMLAH

Siswa Kemampuan Tinggi Nilai rapor ≥ 88 9 orang siswa Siswa Kemampuan Sedang 73≤ Nilai rapor < 81 24 orang siswa Siswa Kemampuan Rendah Nilai rapor < 73 6 orang siswa

Tabel 3.15 Kemampuan Awal Matematika Siswa Kelas Kontrol

KATEGORI INTERVAL NILAI JUMLAH

Siswa Kemampuan Tinggi Nilai rapor ≥ 84,41 7 orang siswa Siswa Kemampuan Sedang 72,34≤ Nilai rapor <84,1 28 orang siswa


(33)

Siswa Kemampuan Rendah Nilai rapor < 72,34 5 orang siswa

b. Data Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah Matematik

Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan yakni dengan cara memberikan ujian (pretes dan postes). Data yang diperoleh kemudian dikategorikan ke dalam jenis data kuantitatif. Data yang diperoleh kemudian dilakukan analisis untuk menjawab hipotesis yang diajukan. Tahap pertama untuk menganalisis data kuantitatif adalah memeriksa pekerjaan yang dilakukan oleh siswa yaitu pretes dan postes. Pretes dan postes yang digunakan adalah tes tertulis berbentuk uraian, hal ini dilakukan untuk menghindari unsur subjektivitas dan perbedaan hasil pemeriksaan yang mencolok maka tentukan skor untuk setiap langkah pengerjaan testi yang sifatnya kumulatif (menyusun rambu-rambu penilaian untuk dijadikan acuan), sehingga skor untuk baris (langkah) terakhir sama dengan bobot untuk butir soal tersebut.

Melihat peningkatan kemampuan representasi dan pemecahan masalah, data yang akan digunakan adalah data postes atau indeks gain untuk kemampuan representasi, sedangkan pemecahan masalah data postes saja. Jika kemampuan pada pretes kedua kelompok sama, maka untuk melihat peningkatan kemampuan representasi dan pemecahan masalah akan digunakan data postes. Tetapi jika kemampuan pada pretes kedua kelompok berbeda, maka untuk melihat peningkatan kemampuan representasi siswa akan digunakan gain (indeks). Selain itu data indeks gain juga digunakan untuk melihat kualitas peningkatan representasi matematik dan pemecahan masalah . rumus gain ternormalisasi menurut Hake (1999) yaitu:

Normalized gain =

Keterangan:

= Skor postes = Skor pretes


(34)

Tabel 3.16 Klasifikasi Gain Ternormalisasi Skor Gain Interpretasi

g > 0,7 Tinggi

0,3 < g Sedang

g < 0,3 Rendah

Analisis dilakukan untuk mengetahui perbedaan kemampuan representasi Matematik dan pemecahan masalah antara siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan ssaintifik berbasis masalah kontekstual dengan yang mendapatkan pembelajaran ekspositori. Perangkat yang membantu analisis data kuantitatif digunakan bantuan software SPSS 17, dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Analisis Deskriptif

Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui gambaran mengenai data yang diperoleh. Adapun data deskriptif yang dihitung adalah nilai maksimum, nilai minimum, mean, variansi, dan standar deviasi.

b. Uji Hipotesis Penelitian

Uji hipotesis yang dilakukan untuk menjawab hipotesis 1,2,3,4,5, dan 6 dapat dilakukan langsung dengan menggunakan ANOVA 2 jalur sebagimana yang yang dikatakan oleh Healey (2010: 240) bahwa pada uji ANOVA diasumsikan populasi berasal dari data yang berdistribusi normal. Sehingga dengan ANOVA 2 jalur dapat melihat langsung seluruhnya menjawab hipotesis penelitian yaitu pengaruh dua model pembelajaran terhadap perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematik dan perolehan kemampuan pemecahan masalah, pengaruh model pembelajaran terhadap perbedaan kemampuan representasi dan pemecahan masalah berdasarkan kemampuan awal matematik(tinggi, sedang, rendah), dan melihat pengaruh interaksi model pembelajaran dan kemampuan awal matematk siswa pada kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematik.


(35)

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut.

1. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematik antara siswa yang belajar dengan pendekatan saintifik berbasis masalah kontekstual dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran ekspositori.

2. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematik berdasarkan kemampuan awal siswa (tinggi, sedang, dan rendah). Perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematik terdapat pada siswa yang memiliki kategori kemampuan awal matematik pada kategori antara tinggi dan sedang, serta antara tinggi dan rendah.

3. Terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematka siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap peningkatan kemampuan representasi matematik. 4. Terdapat perbedaan perolehan kemampuan pemecahan masalah matematik antara siswa

yang belajar dengan pendekatan saintifik berbasis masalah kontekstual dan siswa yang mendapatkan pembelajaran ekspositori.

5. Terdapat perbedaan perolehan kemampuan pemecahan masalah matematik berdasarkan kemampuan awal siswa (tinggi, sedang, dan rendah). Perbedaan perolehan kemampuan pemecahan masalah matematik terdapat pada siswa yang memiliki kategori kemampuan awal matematik pada kategori antara tinggi dan sedang, serta antara tinggi dan rendah. 6. Terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematka

siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap perolehan kemampuan pemecahan masalah matematik.

5.1Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh, maka beberapa saran yang dapat dikemukakan diantaranya sebagai berikut:

1. Berdasarkan temuan, peningkatan kemampuan representasi matematik siswa kategori KAM rendah yang memperoleh pembelajaran pendekatan saintifik berbasis masalah kontekstual relatif sama dengan siswa kategori KAM sedang. Dengan demikian pembelajaran saintifik berbasis masalah kontekstual dapat menjadi alternatif


(36)

2. Peningkatan kemampuan represntasi matematik masih tergolong sedang, sehingga sangat diperlukan usaha untuk meningkatkan lagi kemampuan representasi matematik mencapai kategori tinggi. Hal ini bisa dilihat dari kemampuan representasi simbolik siswa yang masih sulit membuat eksperesi matematika dari suatu masalah yang diberikan. Oleh karena itu, sangatlah perlu memperhatikan penambahan waktu pengamatan siswa terhadap masalah kontekstual dan melatihnya ke dalam bentuk ekspresi matematika. 3. Berdasarkan temuan, perolehan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa

kategori KAM rendah yang memperoleh pembelajaran pendekatan saintifik berbasis masalah kontekstual relatif sama dengan siswa kategori KAM sedang. Dengan demikian pembelajaran saintifik berbasis masalah kontekstual dapat menjadi alternatif untuk pencapaian kemampuan pemecahan masalah matematik siswa SMP khususnya pada siswa kategori KAM rendah.

4. Berdasarkan penilitian siswa masih sangat jauh untuk memperoleh skor ideal pada pemecahan masalah, hal ini karena siswa masih banyak yang kurang memahami masalah yang ada seperti mengindentifikasi unsur kecukupan data masih sebagian besar belum mampu dapat memahami suatu unsur-unsur yang terdapat pada masalah yang diberikan. 5. Dari hasil temuan, selain yang menjadi masih jauhnya perolehan skor ideal kemampuan

pemecahan masalah matematik siswa dapat dilihat dari kemampuannya dalam menyusun strategi dalam menyelesaikan masalah dan membuat model matematik dari suatu masalah sama halnya seperti kelemahan siswa pada kemampuan representasi matematik. Dengan demikian, dapat sangat diperlukannya pemberian masalah-masalah kontekstual dalam soal di LKS yang dapat mengasah pola pikir siswa untuk menyusun sebuah strategi dalam menyelesaikan dan memecahkan masalah.


(37)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2003). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Ansari, B.I. (2003). Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan

Komunikasi Matematis Siswa SMU Melalui Strategi Think-Talk-Write. Disertasi. UPI: Tidak diterbitkan.

Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Lampiran Peraturan Menteri

Pendidikan Nasional No 22 Tahun 2006 Tanggal 23 Mei 2006.

Jakarta.

Budhi, W.S. (2005). Langkah Awal Menuju Ke Olimpiade Matematika. Jakarta: CV. Ricardo

Darhim. (2004). Pengaruh Pembelajaran Matematika Kontekstual Terhadap

Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar. Disertasi. Bandung : UPI. Tidak

diterbitkan.

Deti. (2015). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik, dan Self

Confidence Siswa SMP melalui Resources-Based Learning (RBL) dengan Pendekatan Scientific. Tesis SPS UPI: Tidak diterbitkan

Even, R. dan Tirosh, D. (2002). Teacher Knowledge and Understanding of

Students Mathematical Learning. 10.219-240.

Febriyanti. (2014). Perbandingan Kemampuan Penalaran dan Representasi

Matematik serta Kemandirian Belajar Siswa antara Siswa yang Menggunakan Pendekatan Saintifik dengan Pendekatan Kontekstual.

Tesis SPS UPI: Tidak diterbitkan

Goldin, G. A. (2002). Representation in Mathematical Learning and Problem

Solving. In L.D

Hake. (1999). Analyzing Change/ Gain Scores. American Educational Research

Association’s Division D,Measurement And Research Methodology.

IndianaUniversity:USA.[Online]Tersedia:http://www.physics.indian a.edu/~sdi/analizingchange-gain.pdf Hodson, D. (1996). Laboratory work as scientific method: Three decades of confusion and distortion. Journal of Curriculum Studies, 28(2), 115-135.

Hanifah. (2015). Penerapan Pembelajaran Model Eliciting Activities (MEA)


(38)

Representasi dan Pemecahan Masalah Matematis siswa. Tesis SPS

UPI: Tidak diterbitkan

Healey. (2010). The Essential of Statistics: A Tool For Social Research. Book:Pages 240

Hosnan, M. (2014). Pendekatan Saintifik dan Konstekstual dalam Pembelajaran

Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia

Hudoyo, H.(2002). Representasi Belajar Berbasis Masalah. Jurnal Matematika atau Pembelajarannya. ISSN:085-7792. Tahun VIII, edisi khusus. Hutagaol, K. (2007). Pembelajaran Matematika Kontekstual untuk Meningkatkan

Kemampuan Representasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis SPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Karlimah. (2010). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan

Masalah serta Disposisi Matematis Mahasiswa PGSD Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. (Disertasi Program Doktor

Sekolah Pasca Sarjana). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Kartini. (2009). Peranan Representasi Dalam Pembelajaran Matematika. Makalah pada Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika di FMIPA UNY.

Kemdikbud. (2013). Kompetensi Dasar Matematika SMP/MTs.

Jakarta:Kemdikbud

Kemdikbud. (2013). Pendekatan Scientific (Ilmiah) dalam Pembelajaran. Jakarta:Pusbangprodik.

Kemdikbud. 2013. Pengembangan Kurikulum 2013. Paparan Mendikbud dalam Sosialisasi Kurikulum 2013. Jakarta :Kemdikbud

Kusumah, Y.S. (2008). Konsep Pengembangan dan Implementasi Computer

Based Learning dalam Peningkatan Kemampuan High-Order Mathematical Thinking. Pidato Pengukuhan Guru Besar [22 Oktober

2008] Bandung: UPI

Lisa. (2015). Penerapan Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dengan Pendekatan

Concrete-Representional-Abstract dalam Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Adversity Quotient Siswa SMP. Tesis SPS


(39)

Luitel, B.C. (2001). Multiple Representations of Mathematical Larning. [online]. Available: http://www. Matedu.cinvestav.mx/adalira.pdf. [18 Agustus 2014]

Mardiah, (2009). Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematik Siswa Mts

Melalui Pembelajaran dengan Metode Penemuan Terbimbing Berbasis Masalah Kontekstual. Tesis SPS UPI: Tidak diterbitkan

Meltzer, D. E. (2002). The Relationship between Mathematics Preparation and

Conceptual Learning Gains in Physics: A Possible "Hidden Variable" in Diagnostic Pretest Scores. American Journal of Physics. v70 n12 p1259-68 Dec 2002. [Online]. Tersedia:

www.physics.iastate.edu/-per/doc/AJP-Dec-2002-Vol.70-1259-1268.pdf. [20 November 2013].

Murni, A. (2012). Peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan

representasi matematis siswa SMP melalui pembelajaran metakognitif berbasis soft skill. (Disertasi), Sekolah Pascasarjana,

Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Mutia. (2013). Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Cooperative

Integrated Reading and Composition untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa. Tesis SPS UPI: Tidak diterbitkan

National Council of Teacher of Mathematics. (2000). Principles and Standards

for School Mathematics. Reston, VA: NCTM.

Neria, D. & Amit, M. (2004). Students Preference of Non-Algebraic

Representations in Mathematical Communication. Proceedings of

the 28th Conference of the International Group for the Psychology of Mathematical Education, 2004. Vol. 3 pp 409 – 416.

PERMEN, (2006). Standar Isi Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah. Jakarta. Rudolph, J.L. (2005). Epistemology for the masses: The origins of the scientific

method in American schools. History of Education Quarterly, 45, 341-376.

Ruseffendi, E. (2005). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non


(40)

Sabandar, J. (2007). Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Model. [online].Tersedia: http://www.ditnaga-dikti.org/ditnaga/files/pip/mat-inovatif.pdf (6 Oktober 2014)

Seno, H. et al. (2003). Panduan Belajar Matematika Dasar Kelas 3 SMA IPA/IPS. Yogyakarta: Primagama.

Sri. (2012). Meningkatkan Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah

Matematis Siswa melalui Mathematical Modelling dalam Model Problem Based Learning. Tesis SPS UPI: Tidak diterbitkan

Sugiman. (2010). Dampak pembelajaran matematka realistic terhadap

peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan keyakinan matematik siswa sekolah menengah pertama. (Disertasi). Sekolah

Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung

Schnotz, W., & Lowe, R. (2003). External and internal representation in multimedia learning. Elsevier Science Ltd, Learning and instruction, hlm. 117-123.

Sugiyono. (2013). Metode penelitian pendidikan: pendekatan kuantitatif,

kualitatif, dan R&D. Bandung : CV. Alfabeta.

Suhendra. (2005). Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Kelompok Belajar

Kecil untuk Mengembangkan Kemampuan Siswa SMA pada Aspek Problem Solving Matematik. Tesis SPS UPI: Tidak diterbitkan.

Suherman, et al. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA UPI.

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA-UPI.

Sullivan, P. (1992a). “Open-Ended Questions, Mathematics Investigations and

The Role of The Teacher”. In M. Horne, dan M. Supple. (Eds.).

Mathematics: Meeting the Challenge. Victoria: The Mathematics

Association of Victoria Clivelen.

Sumarmo. (2012). Handout Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: SPS UPI

__________ . (2002). Alternative Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan

Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah pada Seminar Nasional


(41)

Turmudi. (2008). Pemecahan Masalah Matematika pdf. [online]. Tersedia: http://file.upi.edu/browse,php?dir=Direktori/FPMIPA?JUR_PEND_ MATEMATIKA/196101121987031TURMUDI/(19September2014) Varelas, M and Ford M. (2009). The scientific method and scientific inquiry:

Tensions in teachingand learning. USA: Wiley InterScience.

Wahyudin. (2004). “Peranan Problem Solving”. Makalah Bahan Kuliah: Tidak

diterbitkan.

_______. (2008). Belajar dan Model-Model Pembelajaran. Bandung:Pascasarjana UPI

Wardhani, S. (2004). Pembelajaran Matematika Kontekstual di SMP. [online]. Tersedia:http://p4tkmatematika.com/web/index2.php?option=comco ntent&do_pdf=1&id=139(18 September 2014)


(1)

71

meningkatkan kemampuan representasi matematik siswa SMP khususnya pada siswa kategori KAM rendah.

2. Peningkatan kemampuan represntasi matematik masih tergolong sedang, sehingga sangat diperlukan usaha untuk meningkatkan lagi kemampuan representasi matematik mencapai kategori tinggi. Hal ini bisa dilihat dari kemampuan representasi simbolik siswa yang masih sulit membuat eksperesi matematika dari suatu masalah yang diberikan. Oleh karena itu, sangatlah perlu memperhatikan penambahan waktu pengamatan siswa terhadap masalah kontekstual dan melatihnya ke dalam bentuk ekspresi matematika. 3. Berdasarkan temuan, perolehan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa

kategori KAM rendah yang memperoleh pembelajaran pendekatan saintifik berbasis masalah kontekstual relatif sama dengan siswa kategori KAM sedang. Dengan demikian pembelajaran saintifik berbasis masalah kontekstual dapat menjadi alternatif untuk pencapaian kemampuan pemecahan masalah matematik siswa SMP khususnya pada siswa kategori KAM rendah.

4. Berdasarkan penilitian siswa masih sangat jauh untuk memperoleh skor ideal pada pemecahan masalah, hal ini karena siswa masih banyak yang kurang memahami masalah yang ada seperti mengindentifikasi unsur kecukupan data masih sebagian besar belum mampu dapat memahami suatu unsur-unsur yang terdapat pada masalah yang diberikan. 5. Dari hasil temuan, selain yang menjadi masih jauhnya perolehan skor ideal kemampuan

pemecahan masalah matematik siswa dapat dilihat dari kemampuannya dalam menyusun strategi dalam menyelesaikan masalah dan membuat model matematik dari suatu masalah sama halnya seperti kelemahan siswa pada kemampuan representasi matematik. Dengan demikian, dapat sangat diperlukannya pemberian masalah-masalah kontekstual dalam soal di LKS yang dapat mengasah pola pikir siswa untuk menyusun sebuah strategi dalam menyelesaikan dan memecahkan masalah.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2003). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Ansari, B.I. (2003). Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan

Komunikasi Matematis Siswa SMU Melalui Strategi Think-Talk-Write. Disertasi. UPI: Tidak diterbitkan.

Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Lampiran Peraturan Menteri

Pendidikan Nasional No 22 Tahun 2006 Tanggal 23 Mei 2006.

Jakarta.

Budhi, W.S. (2005). Langkah Awal Menuju Ke Olimpiade Matematika. Jakarta: CV. Ricardo

Darhim. (2004). Pengaruh Pembelajaran Matematika Kontekstual Terhadap

Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar. Disertasi. Bandung : UPI. Tidak

diterbitkan.

Deti. (2015). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik, dan Self

Confidence Siswa SMP melalui Resources-Based Learning (RBL) dengan Pendekatan Scientific. Tesis SPS UPI: Tidak diterbitkan

Even, R. dan Tirosh, D. (2002). Teacher Knowledge and Understanding of

Students Mathematical Learning. 10.219-240.

Febriyanti. (2014). Perbandingan Kemampuan Penalaran dan Representasi

Matematik serta Kemandirian Belajar Siswa antara Siswa yang Menggunakan Pendekatan Saintifik dengan Pendekatan Kontekstual.

Tesis SPS UPI: Tidak diterbitkan

Goldin, G. A. (2002). Representation in Mathematical Learning and Problem

Solving. In L.D

Hake. (1999). Analyzing Change/ Gain Scores. American Educational Research

Association’s Division D,Measurement And Research Methodology. IndianaUniversity:USA.[Online]Tersedia:http://www.physics.indian a.edu/~sdi/analizingchange-gain.pdf Hodson, D. (1996). Laboratory work as scientific method: Three decades of confusion and distortion. Journal of Curriculum Studies, 28(2), 115-135.

Hanifah. (2015). Penerapan Pembelajaran Model Eliciting Activities (MEA)


(3)

73

Representasi dan Pemecahan Masalah Matematis siswa. Tesis SPS

UPI: Tidak diterbitkan

Healey. (2010). The Essential of Statistics: A Tool For Social Research. Book:Pages 240

Hosnan, M. (2014). Pendekatan Saintifik dan Konstekstual dalam Pembelajaran

Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia

Hudoyo, H.(2002). Representasi Belajar Berbasis Masalah. Jurnal Matematika atau Pembelajarannya. ISSN:085-7792. Tahun VIII, edisi khusus. Hutagaol, K. (2007). Pembelajaran Matematika Kontekstual untuk Meningkatkan

Kemampuan Representasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis SPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Karlimah. (2010). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan

Masalah serta Disposisi Matematis Mahasiswa PGSD Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. (Disertasi Program Doktor

Sekolah Pasca Sarjana). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Kartini. (2009). Peranan Representasi Dalam Pembelajaran Matematika. Makalah pada Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika di FMIPA UNY.

Kemdikbud. (2013). Kompetensi Dasar Matematika SMP/MTs.

Jakarta:Kemdikbud

Kemdikbud. (2013). Pendekatan Scientific (Ilmiah) dalam Pembelajaran. Jakarta:Pusbangprodik.

Kemdikbud. 2013. Pengembangan Kurikulum 2013. Paparan Mendikbud dalam Sosialisasi Kurikulum 2013. Jakarta :Kemdikbud

Kusumah, Y.S. (2008). Konsep Pengembangan dan Implementasi Computer

Based Learning dalam Peningkatan Kemampuan High-Order Mathematical Thinking. Pidato Pengukuhan Guru Besar [22 Oktober

2008] Bandung: UPI

Lisa. (2015). Penerapan Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dengan Pendekatan

Concrete-Representional-Abstract dalam Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Adversity Quotient Siswa SMP. Tesis SPS


(4)

Luitel, B.C. (2001). Multiple Representations of Mathematical Larning. [online]. Available: http://www. Matedu.cinvestav.mx/adalira.pdf. [18 Agustus 2014]

Mardiah, (2009). Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematik Siswa Mts

Melalui Pembelajaran dengan Metode Penemuan Terbimbing Berbasis Masalah Kontekstual. Tesis SPS UPI: Tidak diterbitkan

Meltzer, D. E. (2002). The Relationship between Mathematics Preparation and

Conceptual Learning Gains in Physics: A Possible "Hidden Variable" in Diagnostic Pretest Scores. American Journal of Physics. v70 n12 p1259-68 Dec 2002. [Online]. Tersedia:

www.physics.iastate.edu/-per/doc/AJP-Dec-2002-Vol.70-1259-1268.pdf. [20 November 2013].

Murni, A. (2012). Peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan

representasi matematis siswa SMP melalui pembelajaran metakognitif berbasis soft skill. (Disertasi), Sekolah Pascasarjana,

Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Mutia. (2013). Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Cooperative

Integrated Reading and Composition untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa. Tesis SPS UPI: Tidak diterbitkan

National Council of Teacher of Mathematics. (2000). Principles and Standards

for School Mathematics. Reston, VA: NCTM.

Neria, D. & Amit, M. (2004). Students Preference of Non-Algebraic

Representations in Mathematical Communication. Proceedings of

the 28th Conference of the International Group for the Psychology of Mathematical Education, 2004. Vol. 3 pp 409 – 416.

PERMEN, (2006). Standar Isi Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah. Jakarta. Rudolph, J.L. (2005). Epistemology for the masses: The origins of the scientific

method in American schools. History of Education Quarterly, 45, 341-376.

Ruseffendi, E. (2005). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non


(5)

75

Sabandar, J. (2007). Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Model. [online].Tersedia: http://www.ditnaga-dikti.org/ditnaga/files/pip/mat-inovatif.pdf (6 Oktober 2014)

Seno, H. et al. (2003). Panduan Belajar Matematika Dasar Kelas 3 SMA IPA/IPS. Yogyakarta: Primagama.

Sri. (2012). Meningkatkan Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah

Matematis Siswa melalui Mathematical Modelling dalam Model Problem Based Learning. Tesis SPS UPI: Tidak diterbitkan

Sugiman. (2010). Dampak pembelajaran matematka realistic terhadap

peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan keyakinan matematik siswa sekolah menengah pertama. (Disertasi). Sekolah

Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung

Schnotz, W., & Lowe, R. (2003). External and internal representation in multimedia learning. Elsevier Science Ltd, Learning and instruction, hlm. 117-123.

Sugiyono. (2013). Metode penelitian pendidikan: pendekatan kuantitatif,

kualitatif, dan R&D. Bandung : CV. Alfabeta.

Suhendra. (2005). Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Kelompok Belajar

Kecil untuk Mengembangkan Kemampuan Siswa SMA pada Aspek Problem Solving Matematik. Tesis SPS UPI: Tidak diterbitkan.

Suherman, et al. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA UPI.

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA-UPI. Sullivan, P. (1992a). “Open-Ended Questions, Mathematics Investigations and

The Role of The Teacher”. In M. Horne, dan M. Supple. (Eds.). Mathematics: Meeting the Challenge. Victoria: The Mathematics

Association of Victoria Clivelen.

Sumarmo. (2012). Handout Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: SPS UPI

__________ . (2002). Alternative Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan

Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah pada Seminar Nasional


(6)

Turmudi. (2008). Pemecahan Masalah Matematika pdf. [online]. Tersedia: http://file.upi.edu/browse,php?dir=Direktori/FPMIPA?JUR_PEND_ MATEMATIKA/196101121987031TURMUDI/(19September2014) Varelas, M and Ford M. (2009). The scientific method and scientific inquiry:

Tensions in teachingand learning. USA: Wiley InterScience.

Wahyudin. (2004). “Peranan Problem Solving”. Makalah Bahan Kuliah: Tidak

diterbitkan.

_______. (2008). Belajar dan Model-Model Pembelajaran. Bandung:Pascasarjana UPI

Wardhani, S. (2004). Pembelajaran Matematika Kontekstual di SMP. [online]. Tersedia:http://p4tkmatematika.com/web/index2.php?option=comco ntent&do_pdf=1&id=139(18 September 2014)


Dokumen yang terkait

Upaya Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Dengan Model Experiential Learning (Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas Viii Smp Negeri 9 Kota Tangerang Selatan)

1 8 271

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA KELAS VII SMP NEGERI 3 MEDAN MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL.

0 2 30

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERDASARKAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA SMP NEGERI 1 SIMANINDO.

0 1 45

PENINGKATAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL.

0 6 41

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA SMP NEGERI 3 SUNGGAL.

0 14 42

PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK BERBASIS MIND MAPPING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH Penerapan Pendekatan Saintifik Berbasis Mind Mapping Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika (PTK Pada Siswa Kelas VII A SMP Muhammadiya

0 3 16

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL ANCHORED INSTRUCTION TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK PADA SISWA SMP : Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Lembang.

21 44 36

PENDEKATAN PENGAJUAN MASALAH SECARA BERKELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI VISUAL MATEMATIK SISWA SMP.

0 1 37

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA SMU MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH.

0 1 40

PENDEKATAN KONTEKSTUAL DAN STRATEGI THINK-TALK-WRITE UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN DISPOSISI MATEMATIK SISWA SMP Taufiq

0 0 13