Pengaruh model pembelajaran generatif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik siswa

(1)

(Penelitian Quasi Eksperimen di MTs.N 8 Jakarta)

Skripsi

Diajukan dalam Rangka Penyelesaian Studi Strata-1 untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

DESI RATNASARI

108017000010

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014 M./1433 H.


(2)

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa” disusun oleh Desi Ratnasari, NIM. 108017000010, Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, November 2013

Yang mengesahkan,

Pembimbing I Pembimbing II

Firdausi, S.Si, M.Pd Gusni Satriawati, M.Pd NIP. 19690629 200501 1 003 NIP. 19780809 200801 2 032


(3)

(4)

Nama : DESI RATNASARI

NIM : 108017000010

Jurusan : Pendidikan Matematika Angkatan Tahun : 2008

Alamat : JL. H. Sarimun Rt.08 Rw.001 Kelurahan: Kembangan Selatan, Kecamatan : Kembangan, Jakarta Barat.

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh Model Pembelajaran Generatif Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

1. Nama : Firdausi, S.Si, M.Pd

NIP : 19690629 200501 1 003

Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika 2. Nama : Gusni Satriawati, M.Pd

NIP :19780809 200801 2 032

Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, November 2013 Yang Menyatakan,

Desi Ratnasari NIM 108017000010


(5)

i 2013.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran generatif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik siswa. Penelitian ini dilaksanakan di MTs.N 8, Jakarta Barat Tahun Pelajaran 2012/2013. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen dengan rancangan randomized subject posttest only control group design. Sampel penelitian sebanyak 56 siswa. Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik cluster random sampling

yaitu memilih dua kelas secara acak dari 5 kelas. Sampel penelitian pada kelas

eksperimen berjumlah 26 siswa yaitu pada kelas VIII 1 dengan menggunakan Model Pembelajaran Generatif. Sampel pada kelas kontrol berjumlah 30 siswa yaitu pada kelas VIII 3 dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Berdasarkan analisis dengan uji t, diperoleh nilai thitung yaitu sebesar 2,98 lebih besar

dibandingkan dengan nilai ttabel dengan derajat kebebasan (dk) = 54 dan taraf

signifikansi (α) = 0,05 yaitu sebesar 2.01 (2,98 > 2,01), maka ditolak dan diterima, yang artinya rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran generatif lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Dengan demikian, penerapan model pembelajaran generatif berpengaruh positif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik siswa.


(6)

ii

Education, Faculty Science Tarbiyah and Teachership, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2013.

The objective of this research was to know the effect of usinggenerative learning model

to mathematical problem solving ability of student. This study was conducted in MTs. 8, west Jakarta in academic year 2012/2013. The research method used was experimental with subject posttest only control group design. The sample used in this research was 56 student’s. Samples were taken by using the technique cluster random sampling that is randomly selecting two classes from 5 classes. The research sample in the experimental class numbered 26 students that is in class VIII 1 using the

generative learning model. The sample in control classes totaling 30 students that is in the class VIII 3 using conventional learning model. Based on the analysis by t test, t value obtained is equal to 2.98 greater than the value of t tables with degrees of freedom (df) = 54 and a significance level (α) = 0.05 is equal to 2.01 (2.98 > 2.01), it H_0 H_1 rejected and accepted, which means an average of mathematical problem-solving abilities of students taught using generative learning model to teaching higher than the average of students' mathematical problem-solving skills are taught using conventional learning model. Thus, the implementation of generative learning model to learning a positive effect on students' mathematical problem solving ability.


(7)

iii

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa mencurahkan rahmat, hidayat dan hikmah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Salawat dan salam senantiasa dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan para pengikutnya sampai akhir zaman.

Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan yang dialami. Namun, berkat kerja keras, kesungguhan hati, perjuangan, doa, dan semangat dari berbagai pihak untuk penyelesaian skripsi ini, semua dapat teratasi. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Ibu Dra. Nurlena Rifa’i, M.A.,Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah

dan Keguruan UIN syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Kadir, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan juga selaku selaku Dosen Penasihat Akademik.

3. Abdul Muin, S.Si., M.Pd., selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Firdausi, S.Si, M.Pd selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan waktu, bimbingan, arahan, motivasi, dan semangat dalam membimbing penulis selama ini.

5. Gusni Satriawati, M.Pd, selaku selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan waktu, bimbingan, arahan, motivasi, dan semangat dalam membimbing penulis selama ini.

6. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.


(8)

iv

8. Staf Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan Staf Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberi kemudahan dalam pembuatan surat-surat serta sertifikat.

9. Kepala Sekolah MTsN 8 Jakarta, Bapak Drs. H. A. Mawardi, MM yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

10. Seluruh dewan guru MTsN 8 Jakarta , khususnya Ibu Nur Afnidar, S.Pd, selaku guru matematika yang telah membantu penulis melaksanakan penelitian ini. Serta siswa dan siswi MTsN 8 Jakarta, khususnya kelas VIII. 11. Teristimewa untuk orangtuaku tercinta yang telah memberikan kasih sayang

yang tiada terkira, bapak Damiri dan Ibu Jaenah yang tak henti-hentinya mendoakan, melimpahkan kasih sayang dan memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis. Untuk Abangku dan Adikku tersayang, yang telah

memberikan do’a dan semangat, serta seluruh keluarga yang menjadi kekuatan bagi penulis untuk tetap semangat dalam mengejar dan meraih cita-cita.

12. Sahabat-sahabatku tercinta Nufa, Tari yang telah setia membagi kebersamaan dalam suka dan duka, terimakasih atas ketersediannya dalam memberikan dukungan, kasih sayang serta perhatian kepada penulis. Dan juga untuk Latifah yang sering kali memberikan tebengan ke kampus .

13. Teman-teman Jurusan Pendidikan Matematika angkatan 2008 terutama PMTK 2008 A yaitu, Ami, Pusti, Santi, Diah, Eva, Selly, Wini, Warsih, Dini, Mita, Pa Aji, Ulfah, Wardah, Eka, Nunu, Titin, Tsana, , Bela, Euis, Ocit, Icha, Tita, Ita, , Ridha, dan lain-lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih atas kebersamaannya selama di bangku perkuliahan, serta dukungan semangat dan perhatian yang telah diberikan kepada penulis.

Ucapan terima kasih juga ditunjukan kepada semua pihak yang namanya tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Mudah-mudahan semua bantuan,


(9)

v

membangun demi kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang. Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Jakarta, November 2013

Penulis Desi Ratnasari


(10)

vi

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Perumusan Masalah Penelitian ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II: DESKRIPSI TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Deskripsi Teoretik 1. Kemampuan Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran Matematik ... 8

a. Pengertian Masalah Matematika ... 8

b. Jenis-jenis Masalah Matematika ... 9

c. Pengertian Pemecahan Masalah Matematik ... 11

d. Langkah-langkah Pemecahan Masalah ... 13

e. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik ... 14

2. Model Pembelajaran Generatif ... 15

a. Pengertian Model Pembeljaran ... 15

b. Model Pembelajaran Generatif ... 16


(11)

vii

C. Hipotesis Penelitian ... 26

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 27

B. Metode dan Desain Penelitian ... 27

C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ... 29

D. Instrumen Penelitian ... 29

1. Validitas ... 32

2. Reliabilitas ... 33

3. Daya Beda ... 34

4. Taraf Kesukaran ... 35

E. Analisis Data ... 35

1. Uji Normalitas ... 36

2. Uji Homogenitas ... 37

3. Uji Hipotesis ... 38

F. Hipotesis Statistik ... 40

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 41

1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Kelompok Eksperimen ... 41

2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Kelompok Kontrol ... 44

3. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 47

B. Pengujian Persyaratan Analisis 1. Uji Normalitas ... 49

a. Uji Normalitas Kelas Eksperimen ... 50


(12)

viii

D. Keterbatasan Penelitian ... 59

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 61

B. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63


(13)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Langkah-Langkah Penerapan Model Pembelajaran

Generatif dalam Kelas ... 20

Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 27

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 30

Tabel 3.3 Pedoman Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik siswa ... 31

Tabel 3.4 Klasifikasi Inseks Reliabilitas Soal ... 33

Tabel 3.5 Indeks Daya Pembeda ... 34

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Kelompok Eksperimen ... 41

Tabel 4.2 Hasil Statistik Deskriptif Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Kelompok Eksperimen ... 43

Tabel 4.3 Deskripsi Data Kemampuan Pemecahan Masalah Kelompok Eksperimen ... 44

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Kelompok Kontrol ... 44

Tabel 4.5 Hasil Statistik Deskriptif Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Kelompok Kontrol ... 46

Tabel 4.6 Deskripsi Data Kemampuan Pemecahan Masalah Kelompok Kontrol ... 46

Tabel 4.7 Data Statistik Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Kelompok Ekperimen dan Kontrol ... 47

Tabel 4.8 Deskripsi Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Kelompok Ekperimen dan Kontrol ... 48

Tabel 4.9 Uji Normalitas Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Kelompok Ekperimen dan Kontrol ... 50

Tabel 4.10 Hasil Uji Homogenitas ... 51

Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Uji-t ... 52


(14)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tahapan dalam Model Pembelajaran Generatif ... 18 Gambar 4.1 Histogram dan Poligon Frekuensi Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematik Kelompok Eksperimen... 42 Gambar 4.2 Histogram dan Poligon Frekuensi Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematik Kelompok Kontrol ... 45 Gambar 4.3 Skor Rata-Rata Persentese Kemempuan Pemecahan

Masalah Matematik Kelompok Eksperimen dan

Kelompok Kontrol ... 49 Gambar 4.4 Kurva Uji Perbedaaan Data pada Kelompok


(15)

xi

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ... 70

Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 73

Lampiran 4 Kisi-kisi instrumen tes kemampuan pemecahan masalah matematik ( uji coba ) ... 109

Lampiran 5 Instrumen Test Uji Coba Kemampuan Pemecahan Matematik ... 110

Lampiran 6 Kisi-kisi tes kemampuan pemecahan masalah matematik ... 113

Lampiran 7 Instrumen Test Kemampuan Pemecahan Matematik ... 114

Lampiran 8 Jawaban Instrumen soal ... 118

Lampiran 9 Validitas Instrumen Soal ... 123

Lampiran 9 Langkah-Langkah Perhitungan Uji Validitas ... 125

Lampiran 10 Hasil Perhitungan Uji Reliabilitas ... 127

Lampiran 11 Langkah-Langkah perhitungan Uji Reliabilitas ... 129

Lampiran 12 Hasil Perhitungan Uji taraf Kesukaran ... 130

Lampiran 13 Langkah-Langkah Perhitungan Uji Taraf Kesukaran ... 132

Lampiran 14 Hasil Perhitungan Daya Pembeda ... 133

Lampiran 15 Langkah-langkah Perhitungan Daya Beda Soal ... 135

Lampiran 17 Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Kelompok Eksperimen ... 136

Lampiran 18 Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Kelompok Kontrol ... 138

Lampiran 19 Nilai Post Test ... 140

Lampiran 20 Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi Kelompok Eksperimen ... 141

Lampiran 21 Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi Kelompok Kontrol ... 145


(16)

xii

Lampiran 27 Tabel ... 158

Lampiran 28 Uji Referensi ... 165

Lampiran 29 Surat Izin Penelitian ... 172


(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagai Negara berkembang, Indonesia berupaya meningkatkan kualitas pendidikan agar memiliki sumber daya manusia yang potensial untuk dapat berdaya saing yang tinggi. Mengenai kualitas sumber daya manusia, tentunya tidak lepas dari kualitas pendidikan itu sendiri. Karena keunggulan di bidang sumber daya manusia dapat dicapai apabila terdapat keunggulan dalam bidang pendidikannya. Oleh karena itu kualitas pendidikan menjadi sangat penting dan perlu mendapatkan perhatian yang serius.

Salah satu upaya pendidikan agar dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas adalah melalui pendidikan matematika. Matematika merupakan ilmu yang universal. Artinya sebagian besar disiplin ilmu yang ada diluar matematika, secara langsung maupun tidak langsung memanfaatkan konsep matematika. Sebagaimana juga tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), bahwa matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin dan mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan pesat yang terjadi dibidang teknologi belakangan ini tidak dapat dipungkiri pada dasarnya dilandasi oleh perkembangan dibidang ilmu matematika. Oleh sebab itu, matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik, mulai dari jenjang sekolah dasar sampai perguruan tinggi agar mereka memiliki kemampuan berpikir logis, analisis, kritis dan kreatif untuk menghadapi perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan.

Salah satu hal terpenting dalam belajar matematika agar cara berpikir logis, analisis, kritis dan kreatif dapat tercapai adalah dengan mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematik. Namun kenyataannya dari fakta yang ada sangat disayangkan bahwa kemempuan pemecahan masalah matematik siswa di Indonesia masih sangat kurang. Hal ini bisa dilihat dari hasil survei yang dilakukan oleh TIMMS dan PISA, dimana pada dasarnya dimensi penilaian


(18)

TIMSS untuk siswa SMP terbagi atas dua dimensi, yaitu dimensi konten dan dimensi kognitif. Dimensi konten terdiri atas empat domain, yaitu: bilangan, aljabar, geometri, data dan peluang. Sedangkan dimensi kognitif terdiri atas tiga domain yaitu mengetahui fakta dan prosedur (pengetahuan), menggunakan konsep dan memecahkan masalah rutin (penerapan) dan memecahkan masalah nonrutin (penalaran). Dalam dimensi kognitif, pemecahan masalah merupakan fokus utama yang muncul dalam soal-soal tes terkait dengan hampir semua topik dalam tiap domain konten.1 Hasil survei empat tahunan TIMSS yang dilakukan untuk anak SMP kelas VIII pada keikutsertaan pertamakali tahun 1999 Indonesia berada pada peringkat 34 dari 38 negara. Pada tahun 2003 Indonesia berada pada peringkat 34 dari 46 negara. Pada tahun 2007 turun menjadi peringkat 36 dari 48 negara. Dan yang terakhir pada tahun 2011 Indonesia berada di peringkat 38 dengan rata-rata skor 386, sementara rata-rata skor internasional adalah 500. Jauh tertinggal oleh Korea yang berada di peringkat pertama dengan rata-rata skor 613.2

Sama halnya dengan survei yang dilakukan oleh PISA tahun 2000, 2003, 2006, 2009 dengan hasil yang tidak menunjukkan banyak perubahan pada setiap keikutsertaannya. Pada PISA tahun 2009 Indonesia hanya menduduki peringkat 61 dari 65 peserta dengan rata-rata skor 371, sementara rata-rata skor internasional adalah 496.3 Adapun kemampuan matematis yang digunakan dalam penilaian proses matematika dalam PISA adalah Komunikasi (communication), Matematisasi (mathematising), Representasi (representation), Penalaran dan argumen (reasoning and argument), Merumuskan strategi untuk memecahkan masalah (devising strategies for solving problems), Menggunakan bahasa simbolik, formal, dan teknik, serta operasi (using symbolic, formal, and technical language, and operations), Menggunakan alat-alat matematika (using mathematical tools). Soal-soal matematika dalam studi PISA lebih banyak mengukur kemampuan menalar, pemecahan masalah, berargumentasi dan

1

Sri Wardhani, Rumiati, Instrumen Penilaian Hasil Belejar Matemetika SMP: Belajar dari PISA dan TIMMS, (Yogyakarta: Kementerian Pendidikan Nasional, 2011), h. 24.

2

Ina V.S. Mullis, dkk., TIMMS 2011 International Results in Mathematics, (Baston College: TIMMS & PIRLIS, International Study center), h. 42

3


(19)

pemecahan masalah daripada soal-soal yang mengukur kemampuan teknis baku yang berkaitan dengan ingatan dan perhitungan semata.4 Dengan peringkat Indonesia dalam PISA yang berada pada urutan ke-61, maka dapat dikatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematik siswa Indonesia masih tergolong rendah. Penelitian lain yang menunjukan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa rendah yaitu hasil penelitian yang dilakukan Murni (2010) menemukan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa masih rendah. Kelemahan yang terlihat pada hasil kerja siswa dalam hal: menentukan model matematika, memilih yang tepat dan strategi yang sistematis, menggunakan konsep atau prinsip, dan kesalahan komputasi.5

Disalah satu sekolah di daerah Jakarta Barat, juga menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematik siswa masih tergolong rendah. Siswa kesulitan ketika diberikan soal-soal terapan atau aplikasi yang berkaitan dengan soal-soal kemampuan pemecahan masalah dan soal-soal ulangan yang biasanya menggunakan soal-soal non rutin, tetapi mereka tidak merasa kesulitan ketika harus mengerjakan tugas-tugas harian.

Dari fakta yang ada dapat diketahui bahwa kemampuan pemecahan masalah matematik siswa masih tergolong rendah. Padahal kemampuan pemecahan masalah matematik merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap siswa. Hal ini sejalan dengan tujuan pembelajaran matematika yang tercantum dalam Permendiknas No 22 Tahun 2006 (Depdiknas, 2006) pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan Memahami konsep matematika, Menggunakan penalaran, Memecahkan masalah, Mengomunikasikan gagasan, Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.6

Dari tujuan pembelajaran matematika, dapat dilihat bahwa standar kompetensi dalam pembelajaran matamatika salah satunya adalah memecahkan

4

Ibid., h. 18.

5 Atma Murni, dkk, “The Enhacement Of Junior High School Students’ Abilities In

Mathematical Problem Solving Using Soft Skill-Based Metakognitive Learning”, h.195, tersedia di (http://ejournal.unsri.ac.id/index.php/jme/article/download/554/153), diakses pada 10 April 2014.

6

Fadjar Shadik, Model Model Pembelajaran Matematika SMP,(Seleman: Departemen Pendidikan Nasional, 2009), h. 1


(20)

masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Selain itu, dalam National Council of Teacher Mathematich (NCTM), juga menyiratkan bahwa tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran matematika salah satunya adalah kemempuam pemecahan masalah matamatik. Itulah sebabnya kemempuan pemecahan masalah merupakan salah satu fokus dalam pembelajaram matematika. Kemampuan pemecahan masalah matematik merupakan kemampuan siswa menggunakan informasi dan pengetahuan yang sudah dimiliki untuk mencari jalan keluar atau solusi dari suatu permasalahan matematika.

Proses pembelajaran matematika saat ini masih cenderung menerapkan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered). Hal tersebut terbukti dari hasil penelitian Video Study pembelajaran matematika oleh tim Video Study

PMPTK tahun 2007 menunjukkan bahwa ceramah merupakan metode yang paling banyak digunakan selama mengajar matematika, waktu yang digunakan siswa untuk problem solving 32% dari seluruh waktu di kelas, guru lebih banyak berbicara dibandingkan dengan siswa, hampir semua guru memberikan soal rutin dan kurang menantang.7 Untuk itu, untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan dan agar guru tidak terjebak dalam pembelajaran yang hanya sekedar mentransfer pengetahuan, guru dapat menggunakan strategi atau model pembelajaran yang sesuai dengan mata pelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat di terapkan dalam pembelajaran matematika adalah model pembelajaran generatif. Model pembelajaran generatif ini adalah model pembelajaran yang berdasarkan teori belajar konstruktivisme. Siswa di fasilitasi untuk membangun sendiri pengetahuannya berdasarkan apa yang telah dipahami dengan mengkomunikasikan idea yang dimiliki.

Model pembelajaran generatif terdiri dari 4 tahap yakni tahap eksplorasi, tahap pemfokusan, tahap tantangan atau pengenalan konsep, dan tahap penerapan. Tahapan-tahapan yang terdapat dalam model pembelajaran generatif

7

Fajar Shadiq, Laporan Hasil Seminar dan Lokakarya Pembelajaran Matematika

(Yogyakarta, 2007), h.2, tersedia di (http://fadjarp3g.files.wordpress.com/2008/06/07-lapsemlok_limas_.pdf), diakses pada 10 April 2014.


(21)

memungkinkan siswa mendapat kebebasan dalam mengajukan ide-ide, pertanyaan-pertanyaan dan masalah-masalah sehingga belajar matematika lebih efektif dan bermakna. Selain itu tahapan-tahapan yang terdapat dalam model pembelajaran generatif juga dapat memberikan kesempatan kepada siswa merespon dan menyelesaikan masalah secara bebas dan kreatif. Dalam salah satu tahapan, yaitu tahap penerapan siswa di ajak untuk dapat memecahkan masalah dengan menggunakan konsep barunya atau konsep benar yang berkaitan dengan hal-hal praktis dalam kehidupan sehari-hari. Pada tahap ini siswa mengaplikasikan konsep-konsep yang telah diperoleh dari hasil diskusi untuk memecahkan permasalahan-permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Melalui latihan-latihan soal pemecahan masalah.

Berdasarkan uraian di atas, agar kemampuan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa dapat dikembangkan dengan baik, maka proses pembelajaran yang dilaksanakan harus melibatkan siswa secara aktif membangun pengetahuannya sendiri. Salah satu pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dan memberikan kesempatan kepada siswa merespon dan menyelesaikan masalah secara bebas dan kreatif ialah dengan menggunakan model pembelajaran generatif. Dari latar belakang diatas, maka penulis ingin meneliti mengenai “Pengaruh Model Pembelajaran Generatif terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka permasalahan dapat diidentifikasikan sebagai berikut :

1. Siswa mendapat kesulitan ketika dihadapkan pada soal-soal matematika yang berbentuk tes kemampuan pemecahan masalah.

2. Pembelajaran matematika masih berpusat pada guru.


(22)

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan uraian permasalahan yang telah dipaparkan, maka dalam peneltian ini perlu diadakan pembatasan masalah agar penelitian lebih terarah dan mengingat permasalahan yang cukup luas, maka perlu dilakukan pembatasan masalah. Masalah akan dibatasi pada:

1. Objek penelitian adalah siswa-siswi kelas VIII MTs.N 8 Jakarta Barat.

2. Kemampuan pemecahan masalah dibatasi pada: mampu memahami masalah, mampu membuat rencana pemecahan masalah, melaksanakan rencana pemecahan masalah, dan mampu menafsirkan hasil pemecahan masalah. 3. Materi pembelajaran dibatasi hanya pada materi bangun ruang dengan SK5

yaitu memahami sifat-sifat kubus, balok, prisma, limas, dan bagian-bagiannya, serta menentukan ukurannya dan KD 5.3 yaitu menghitung luas permukaan dan volume kubus, balok, prisma dan limas.

D. Perumusan Masalah Penelitian

Agar penelitian ini lebih terarah, baik dalam perumusan tujuan penellitian maaupun dalam penarikan kesimpulannya, maka penulis terlebih dahulu akan merumuskan masalah penelitiannya, yaitu:

1. Bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran generatif?

2. Bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran konvensional dengan metode ekspositori?

3. Bagaimana pengaruh penggunaan model pembelajaran generatifpada kemampuan pemecahan masalah matematik siswa ?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:


(23)

1. Mengetahui bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran generatif.

2. Mengetahui bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran konvensional dengan metode ekspositori.

3. Mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran generatif pada kemampuan pemecahan masalah matematik siswa.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, terutama bagi: 1. Bagi Peneliti, dapat menambah pengetahuan dan melihat pengaruh

kemampuan pemecahan masalah matematik siswa setelah pembelajaran matematika dengan model pembelajaran generatif.

2. Memberikan alternatif bagi guru dalam pembelajaran matematika melalui model pembelajaran generatif.

3. Membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematik.

4. Bagi Peneliti Lanjutan, Dapat menjadi rekomendasi agar penelitian terhadap penerapan model pembelajaran generatif dalam pembelajaran matematika dilakukan terhadap kemampuan matematika atau pokok bahasan lain.


(24)

8 A.Deskripsi Teoritik

1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik a. Pengertian Masalah Matematika

Pada dasarnya masalah atau problem adalah situasi yang mengandung kesulitan bagi seseorang dan mendorongnya untuk mencari solusi dari masalah tersebut. Tidak semua suatu pernyataan dapat dikatakan sebagai suatu masalah. Suatu pertanyaan dapat dianggap sebagai suatu masalah oleh seorang tetapi mungkin saja pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan yang rutin bagi orang lain. Menurut Cooney,et al: “….for a question to be a problem, it must present a challenge that cannot be resolved by some routine procedure known to the

student”.1 Maknanya adalah suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin yang sudah diketahui si pelaku atau siswa. Karenanya, dapat terjadi dimana suatu masalah bagi seseorang siswa akan menjadi pertanyaan bagi siswa lainnya karena ia sudah mengetahui prosedur untuk menyelesaikannya.

Senada dengan itu Lenchner dalam Sri Wardani pada intinya menyatakan hal-hal berikut ini:

Suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya tantangan yang tidak dapat dipecahkan dengan suatu prosedur rutin yang sudah diketahui oleh penjawab pertanyaan dan suatu

masalah bagi Si A belum tentu menjadi masalah bagi Si B jika Si B sudah mengetahui prosedur untuk menyelesaikannya, sementara Si A belum pernah mengetahui prosedur untuk menyelesaikannya.2

1

Fajar Shadiq, PemecahanMasalah,Penalarandan Komunikasi.Makalah Disajikan Dalam Diklat Instruktur/Pengembang Matematika SMA Jenjang Dasar. (Yogyakarta: PPPG Matematika, 2004). h. 10.

2

Sri Wardani, Pembelajaran Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika di SMP, (Yogyakarta: PPPPTK Matematika, 2010) , h. 15.


(25)

Menurut Holmes, terdapat dua macam masalah dalam pembelajaran matematika SMP, yaitu masalah rutin dan nonrutin, tetapi apapun masalahnya, rutin atau nonrutin, tetap bergantung pada pengalaman si pemecah masalah.3 Masalah nonrutin merupakan masalah yang belum diketahui prosedur penyelesaiannya. Untuk mencari pemecahannya diperlukan keterampilan yang lebih tinggi, yang dapat diperoleh siswa setelah mereka memiliki pemahaman konsep dah keterampilan dasar matematika, serta keterampilan memecahkan masalah-masalah rutin.

Dari berbagai pendapat ahli dapat disimpulkan bahwa masalah adalah suatu persoalan yang memerlukan penyelesaian dan masalah bersifat relatif, sebab suatu soal dapat dikatakan menjadi suatu masalah atau hanya soal latihan biasa adalah sesuai dengan kemampuan setiap individu tersebut dalam menghadapi suatu persoalan yang sedang dihadapinya.

b. Jenis-jenis Masalah Matematika

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering dihadapkan kepada masalah-masalah yang menuntut kita untuk menyelesaikannya. Meskipun definisi suatu masalah secara relatif cukup familiar dengan kita, kata masalah mengandung arti yang komprehensif. Banyak berbagai tanggapan yang berbeda dalam menghadapi masalah tertentu. Secara umum, masalah dalam matematika merupakan soal-soal yang belum diketahui prosedur pemecahannya oleh siswa. Permasalahan yang di hadapi dapat dibedakan menjadi masalah yang berhubungan dengan masalah translasi, masalah aplikasi, masalah proses, masalah teka-teki.4

1) Masalah translasi

Merupakan masalah biasa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari yang untuk menyelesaikannya diperlukan translasi (perpindahan) dari bentuk verbal ke dalam bentuk matematika atau model matematika.

3

Sri Wardani, op. cit., h. 21.

4

Maulana, Nahrowi Adjie, Pemecahan Masalah Matematika,(Bandung: UPI Press,2007), hal.7-9


(26)

Contohnya : Joni memiliki kelereng sebanyak 20 buah. Ketika sedang sekolah ternyata adik Joni mengambil kelereng Joni sebanyak 7 buah. Berapakah kelereng yang Joni punya sekarang?

Kata “diambil” di artikan sebagai pengurangan, sehingga apabila diubah kedalam model matematika menjadi: 20 – 7 = ...

2) Masalah aplikasi

Suatu permasalahan yang sengaja dibuat untuk menguji dan memberikan kesempatan kepada si pemecah masalah untuk menyelesaikan masalah dengan bermacam-macam keterampilan dan prosedur matematika. Dengan menyelesaikam masalah seperti itu siswa dapat menyadari kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

Contohnya : Ayah Joni ingin membuat kotak tempat menaruh mainan Joni berbentuk balok dengan ukuran tiap rusuknya 1 meter. Kotak mainan yang akan dibuat oleh ayah Joni terbuat dari triplek yang dibeli di toko dekat rumah Joni. Jika harga triplek permeter adalan15000. Berapa banyak triplek yang dibutuhkan ayah Joni dan uang yang diperlukan untuk membeli triplek?

3) Masalah Proses

Masalah ini ada dalam penyusunan langkah-langkah perumusan pola dan strategi khusus dalam menyelesaikan masalah. Masalah semacam ini memberikan kesempatan kepada si pemecah masalah untuk mengasah kemampuannya. Sehingga dalam diri si pemecah masalah terbentuk keterampilan menyelesaikan masalah sehingga dapat membantu si pemecah masalah menjadi terbiasa menyeleksi masalah dalam berbagai situasi masalah yang kemudian dapat memberikan suatu solusi dengan tepat.

Contohnya : Bu Yani meminjam uang di bank sebesar Rp. 8.500.000,-. Aturan bunga yang diterapkan oleh bank adalah bunga berjalansebesar 8% pertahun. Bu Yani akan mengembalikan pinjamannya selama 3 tahun secara di cicil. Berapakah besaran bunga yang diberikan Bu Yani kepada bank?

Permasalahan diatas di tuntut untuk mengetahui rumus yang dipakai, untuk dapat menentukan rumus harus dicari dulu suku pertama,suku kedua, dan bedanya.dari


(27)

hal tersebut terlihat bahwa masalah diatas memiliki proses yang agak rumit untuk menyelesaikannya.

4) Masalah teka-teki

Masalah ini dikemas dalam bentuk permainan yang bertujuan untuk rekreasi dan kesenangan serta sebagai alat yang bermanfaat untuk mencapai tujuan yang efektif dalam pengajaran matematika. Sehingga diharapkan nantinya si pemecah masalah dapat merasakan kondisi bermain dalam memecahkan masalah matematik.

Contohnya : Gambarlah empat ruas garis melalui sembilan titik pada gambar berikut tanpa mengangkat alat tulis ada tidak ada garis yang terlewati dua kali.

c. Pengertian Pemecahan Masalah Matematik

Menurut Robert L. Solso, pemecahan masalah adalah suatu pemikiran yang terarah secara langsung untuk menemukan solusi atau jalan keluar untuk suatu masalah yang spesifik.5 Sri Wardhani menyatakan bahwa, pemecahan masalah adalah proses menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal.6 Tatag Yull Eko Siwono berpendapat bahwa, pemecahan masalah adalah suatu proses atau upaya individu untuk merespon atau mengatasi halangan atau kendala ketika suatu jawaban atau metode jawaban blum tampak jelas.7 Dengan demikian ciri dari pertanyaan atau penugasan berbentuk pemecahan masalah adalah: (1) ada tantangan dalam materi

5

Robert L. Solso, Otto H. Maclin dan M. Kimberly Maclin., Pisikologi Kognitif, (Jakarta: Erlangga, 2008), h. 434.

6

Sri Wardhani, Analisis SI dan SKLMata Pelajaran Matematika SMP/MTs untuk Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika,(Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika, 2008), h. 18.

7

Tatag Yull Eko Siwono, Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif,(….. ; Unesa university


(28)

tugas atau soal, (2) masalah tidak dapat diselesaikan dengan menggunakan prosedur rutin yangsudah diketahui penjawab.

Sedangkan Robert Harris, menyatakakan bahwa memecahkan masalah adalah “the management of a problem in a way that successfully meets the goals established for treating it”.8

Ini bermakna bahwa memecahkan masalah adalah proses pengelolaan suatu masalah sehingga dapat tecapai tujuan yang telah ditetapkan untuk melakukannya.

Senada dengan hal tersebut,menurut NCTM, “Problem solving is a hallmark of mathematical activity and a major means of developing mathematical

knowledge”.9 Yang dapat diartikan bahwa pemecahan masalah adalah aktifitas dengan sungguh-sungguh dalam tujuan mengembangkan pengetahuan matematika.

Dalam NCTM mengungkapkan tujuan pengajaran pemecahan masalah dari sebelum taman kanak-kanak hingga kelas XII sebagai berikut:10

1. build new mathematical knowledge through problem solving, 2. solve problems that arise in mathematics and in other contexts, 3. apply and adapt a variety of appropriate strategies to solve problems, 4. monitor and reflect on the process of mathematical problem solving.

Tujuan pengajaran pemecahan masalah secara umum adalah untuk: 1) membangun pengetahuan matematika baru melalui pemecahan masalah, 2) memecahkan masalah yang muncul dalam matematika dan di dalam konteks-konteks lainnya, 3) menerapkan dan menyesuaikan bermacam strategi yang sesuai untuk memecahkan permasalahan, dan 4) memantau dan merefleksikan proses dari pemecahan masalah matematika.

Memecahkan masalah menurut Gagne dan Nasution dapat dipandang sebagai suatu proses dimana siswa menemukan kombinasi aturan-aturan yang telah dipelajarinya lebih dahulu yang digunakannya untuk memecahkan masalah yang baru yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari.11 Dengan demikian,

8

Sri Wardani. loc. cit.

9NCTM, “

Priciples and Standards for School Mathematics”, (Reston VA, 2000), p.116.

10

Ibid., h. 52 dan 334.

11

Janulis P. Purba, Pemecahan Masalah dan Penggunaan Strategi Pemecahan Masalah.h.2.http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._TEKNIK_ELEKTRO/19471025198 0021-JANULIS_P_PURBA/Makalah_Seminar/Artikel_P.J.Purba.pdf (akses 15maret 2012)


(29)

pemecahan masalah adalah proses berpikir untuk menentukan apa yang harus dilakukan ketika siswa tidak tahu.

Becker & Shimada (dalam McIntosh, R. & Jarret, D.) menegaskan hal ini

sebagai berikut: “Genune problem solving requires a problem that is beyond the

student’s skill level so that she will not automatically know which solution method

to use. The problem should be nonroutine, in that student perceives the problem

as challenging and unfamiliar, yet not insurmountable”.12

Dapat diartikan bahwa sebuah masalah matematik adalah suatu masalah yang melebihi tingkat kemampuan siswa, sehingga mereka tidak dapat langsung mengetahui metode untuk mencari solusinya. Suatu masalah haruslah latihan yang tidak rutin yang menjadikan siswa merasa adalah suatu tantangan dan latihan tak biasa yang belum bisa diatasi.

Dapat disimpulkan bahwa memecahkan masalah adalah upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan suatu masalah matematikadengan menggunakan metode sedemikian rupa sehingga tercapai tujuan yang telah ditetapkan atau yang diinginkan.

d. Langkah-langkah Pemecahan Masalah

Untuk memecahkan masalah matematika di perlukan langkah-langkah kongkrit yang tepat sehingga diperoleh jawaban yang benar. Beberapa pandangan dari langkah-langkah pemecahan masalah di ajukan oleh para ahli secara terstruktur sehingga memungkinkan kita untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan benar. Polya menguraikan empat langkah rencana dalam proses pemecahan masalah matematik, yaitu:13 1) memahami masalah, 2) membuat rencana pemecahan masalah, 3) melaksanakan rencana pemecahan masalah, 4) membuat review atas pelaksanaan rencana pemecahan masalah.

12

Sumardyono, pengertian dasar problem solving.

h.1.http://p4tkmatematika.org/file/problemsolving/TahapanMemecahkanMasalah.pdf (akses 15 maret 2012)

13

Erna Suangsih & Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI PRESS, 2006), h….


(30)

Sebagaimana Polya, Dewey pun menguraikan proses yang dapat dilakukan pada setiap langkah pemecahan masalah. Proses tersebut terangkum dalam lima langkah utama yaitu:14 1) mengenali/menyajikan masalah: tidak diperlukan strategi pemecahan masalah jika bukan merupakan masalah; 2) mendefinisikan masalah: strategi pemecahan masalah menekan-kan pentingnya definisi masalah guna menentukan banyaknya kemungkinan penyelesian; 3) mengembangkan beberapa hipotesis: hipotesis adalah alternatif penyelesaian dari pemecahan masalah; 4) menguji beberapa hipotesis: mengevaluasi kelemahan dan kelebihan hipotesis; 5) memilih hipotesis yang terbaik.

Sedangkan Fadjar Shadiq mengungkapkan bahwa ada empat langkah penting dalam poses pemecahan masalah, yaitu: memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang di peroleh.15 Hal ini sejalan dengan standar isi kurikulum pendidikan matematika, yang mengungkapkan bahwa tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan matematika salah satunya adalah agar siswa memiliki kemampuan pemecahan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

e. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik

Menurut Holmes dalam Sri Wardani, alasan seseorang perlu belajar memecahkan masalah matematika adalah adanya fakta dalam abad dua puluh satu ini bahwa orang yang mampu memecahkan masalah hidup dengan produktif. 16 Menurut Holmes, orang yang terampil memecahkan masalah akan mampu berpacu dengan kebutuhan hidupnya, menjadi pekerja yang lebih produktif, dan memahami isu-isu kompleks yang berkaitan dengan masyarakat global.17 Oleh

14

Ahmad Firdaus, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika,(tersedia di: http://madfirdaus.wordpress.com/2009/11/23/kemampuan-pemecahan-masalah-matematika/. akses 03 maret 2013)

15

Fadjar Shaddiq, Kemahiran Matematika, (Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2009), h. 5.

16

Sri Wardani, Pembelajaran Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika di SD, (Yogyakarta: PPPPTK Matematika, 2010) , h. 7.

17


(31)

karena itu, kemampuan pemecahan masalah dapat membantu seseorang dalam kehidupannya.

Kemampuan pemecahan masalah sangat penting dimiliki oleh siswa karena dengan memecahkan masalah, siswa mampu berfikir secara logis, analisis, sistematis, kritis dan kreatif untuk dapat menghadapi perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang semakin modern di zaman sekarang ini . Pola pikir seperti itu dibina dan dikembangkan dalam belajar matematika.

Menurut Sintha Sih Dewanti, Kemampuan pemecahan masalah merupakan keterampilan yang diperoleh siswa dari belajar matematika, sehingga latihan merupakan hal yang penting agar siswa semakin terampil. Semakin siswa berpengalaman dalam memecahkan beragam masalah, semakin baik pula kemampuan pemecahan masalahnya.18

Untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematik siswa, diperlukan indikator sebagai acuan penilaiannya. Oleh karena itu, indikator yang digunakan pada penelitian ini sesuai dengan indikator yang dikemukakan oleh standar isi kurikulum pendidikan matematika.

Secara operasional yang dimaksud dengan kemampuan pemecahan masalah matematik dalam penelitian ini adalah skor yang diperoleh melalui instrumen tes. Dengan indikator-indikator yang meliputi:

1) Mampu memahami masalah

2) Mampu membuat rencana model pemecahan masalah 3) Mampu menyelesaikan rencana model pemecahan masalah 4) Mampu menafsirkan solusi yang di peroleh.

2. Model Pembelajaran Generatif a. Pengertian Model Pembelajaran

Istilah model pembelajaran berbeda dengan strategi pembelajaran, metode pembelajaran dan prinsip pembelajaran. Model pembelajaran meliputi suatu model pembelajaran yang luas dan menyeluruh. Joyce dan Weil mengemukakan

18

Sintha Sih Dewanti,Psikologi Belajar MatematikaDiktat,h.149(tersedia di: http://www.scribd.com/doc/42091446/Psikologi-Belajar-Matematika-Diktat, akses 03 maret 2013)


(32)

bahwa setiap model belajar mengajar atau model pembelajaran harus memiliki empat unsur berikut.19

1. Sintak, yang merupakan fase-fase dari model yang menjelaskan model tersebut dalam pelaksanaannya secara nyata.

2. Sistem social, yang menunjukkan peran dan hubungan guru dan siswa selama proses pembelajaran.

3. Prinsip reaksi, yang menunjukkan bagaimana guru memperlakukan siswa dan bagaimana pula ia merespon terhadap apa yang dilakukan siswanya.

4. Sistem pendukung, yang menunjukkan segala sarana, bahan dan alat yang dapat digunakan untuk mendukung model tersebut.

Berdasarkan unsur-unsur di atas Toeti Soekamto dan Winataputra

mendefinisikan „model pembelajaran’ sebagai kerangka konseptual yang

menggambarkan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar bagi para siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.20

b. Model Pembelajaran Generatif

Pembelajaran generatif merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan pada pengintegrasian secara aktif pengetahuan baru dengan menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya. Pengetahuan baru itu akan diuji dengan cara menggunakannya dalam menjawab suatu persoalan yang terkait. Jika pengetahuan baru itu berhasil menjawab permasalahan yang dihadapi, maka pengetahuan baru itu akan disimpan dalam memori jangka panjang. Menurut Hassard “The generative learning model is a teaching sequence based on the view that knowledge is contructed by the

19

Fadjar Shadik, Model Model Pembelajaran Matematika SMP,(Seleman: Departemen Pendidikan Nasional, 2009), hal. 7

20


(33)

learner”21. Maksud dari kalimat tersebut adalah model pembelajaran generatif merupakan suatu prosedur pembelajaran yang didasarkan pada suatu pandangan bahwa pengetahuan itu dikonstruksi oleh siswa itu sendiri.

Pembelajaran generatif memiliki landasan teoritik yang berakar pada teori-teori belajar konstruktivisme. Konstruktivisme dianggap pandangan baru dalam dunia pendidikan. Belajar menurut teori konstruktivisme bukanlah sekedar menghafal akan tetapi, proses mengkonstruk pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil pemberian dari guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi pengetahuan yang dilakukan setiap individu.

Menurut Rustaman dkk. Keutamaan pembelajaran berdasarkan konstruktivisme dapat dijelaskan sebagai berikut:22

1. Memberikan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong siswa memberikan penjelasan tentang gagasannya.

2. Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimilki oleh siswa.

3. Memberi kesempatan siswa untuk berpikir tentang pengalamannya agar siswa berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang teori dan model, mengenalkan gagasan-gagasan sains pada saat yang tepat.

4. Memberikan kesempatan siswa untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri dan memotivasi siswa untuk menggunakan berbagai strategi belajar.

5. Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan

6. Memberikan lingkungan belajar yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak dan menghindari kesan selalu ada satu

“jawaban yang benar”.

21

Lusiana, Yusuf Hartato, dan Trimurti Saleh.,Penerapan Model Pembelajaran Generatif (MPG) untuk Pembelajaran Matematika di Kelas X SMA Negeri 8 Palembang, Jurnal Pendidikan Matematika Volume 3 No.2, 2009, h.30

22

Ahmad Fauzi Ridho, Aan Fadia Annur, Buchori Muslim., Model-Model Pembelajaran Inovatif, (tt.p.: t.p. 2011), h. 132-134.


(34)

c. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Generatif

Dalam pembelajaran generatif terdiri atas empat tahap, yaitu pendahuluan atau disebut tahap eksplorasi, pemfokusan, tantangan atau tahap pengenalan konsep dan penerapan konsep.23

Gambar 2.1. Tahapan dalam Model Pembelajaran Generatif

Tahap pertama yaitu tahap eksplorasi, pada tahap ini guru membimbing siswa untuk melakukan eksplorasi terhadap pengetahuan, ide atau konseptual awal yang diperoleh dari pengalaman sehari-harinya atau diperoleh dari pembelajaran pada tingkat kelas sebelumnya.24 Untuk mendorong siswa agar mampu melakukan eksplorasi, guru dapat memberikan stimulus berupa aktivitas atau tugas-tugas seperti melakukan penelusuran terhadap suatu permasalahan yang dapat menunjukkan data dan fakta yang terkait dengan konsepsi yang akan dipelajari.Pada proses pembelajaran ini guru berperan memberikan dorongan, bimbingan, memotivasi dan memberikan arahan agar siswa mau dan dapat mengungkapkan idenya. Ide siswa mungkin ada yang benar dan mungkin pula ada pula yang salah. Apabila konsepsi siswa ini salah maka dikatakan terjadi salah konsep (misconception).Namun demikian, guru pada saat itu sebaiknya tidak memberikan makna, menyalahkan atau membenarkan konsepsi siswa artinya biarkan siswa melakukan proses eksperimen atau penelusuran terlebih dahulu, kemudian baru menyimpulkan.

Tahap kedua yaitu tahap pemfokusan atau pengenalan konsep. Pada tahap guru mengarahkan siswa memfokuskan konsep dalam matematika yang akan dipelajari dengan mengaitkan konsep yang telah dimilikinya. Untuk itu, guru

23

Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer,(Jakarta: Bumi Aksara,2010), h.177

24

Ibid, h.178.

Eksplorasi Pemfokusan Tantangan / pengenalan

konsep

Penerapan Konsep


(35)

memberikan pertanyaan-pertanyaan yang berfungsi memberikan pengarahan dan menggali informasi (ide) yang dibutuhkan agar siswa dapat memfokuskan terhadap konsep materi.Tugas-tugas yang dibuat guru hendaknya tidak seratus persen merupakan petunjuk atau langkah-langkah kerja, tetapi harus memberikan kemungkinan siswa untuk menyelesaikannya dengan cara mereka sendiri atau cara yang diinginkan.25 Tugas akan dikerjakan secara berkelompok sehingga guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok dengan tujuan agar siswa dapat berlatih untuk meningkatkan sikap teman sejawat, membantu dalam kerja kelompok, menghargai pendapat teman, bertukar pengalaman (sharring idea) dan keberanian bertanya.

Tahap ketiga yaitu tantangan atau pengenalan konsep. Pada tahap ini guru berperan sebagai moderator dan fasilitator agar jalannya diskusi dapat terarah.26Guru menghargai pendapat siswanya, bahkan siswa disarankan untuk melekukan pemecahan masalah dengan jalan pikirannya sendiri dengan bekerjasama dengan temannya melelui diskusi, presentasi dan adu argumen atas ide-ide yang dimiliki berkaitan materi yang sedang di bahas.Pada tahap ini sebaiknya guru memberikan pemantapan konsep, dimaksudkan agar siswa memahami secara mantap konsep tersebut. Di samping itu guru juga memberikan latihan soal agar siswa memahami secara mantap konsep tersebut.

Tahap ke empat penerapan konsep. Pada tahap ini, siswa diajak untuk memecahkan masalah dengan menggunakan konsep barunya atau konsep benar dalam situasi yang baru yang berkaitan dengan hal-hal yang praktis dalam kehidupan sehari-hari.27Siswa perlu diberi banyak latihan-latihan soal. Dengan adanyalatihan soal, siswa akan semakin memahami konsep (isi pembelajaran) secara lebih mendalam dan bermakna.

d. Penerapan Model Pembelajaran Generatif

Kegiatan siswa selama proses pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran generatif.

25

Ibid, h.179.

26

Ibid.

27


(36)

Tabel 2.1

Langkah-Langkah Penerapan Model Pembelajaran Generatif dalam Kelas

No Tahapan

Pembelajaran

Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

1 Eksplorasi  Mengetahuiidea

siswa.

 Mengeksplorasi pengetahuan, ide atau konsepsi awal yang di peroleh dari pengalaman sehari-hari atau diperoleh dari pembelajaran pada tingkat sebelumnya.

Pada tahap ini siswa diberikan permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan materi yang sedang dipelajari untuk mengetahui konsep awal siswa.

2 Pemfokusan  Memberikan

motivasi melalui pengalaman sehari-hari.

 Memberikan pertanyaan yang bersifat open ended.

 Menafsirkan idea siswa.

 Menafsirkan dan menerangkan pandangan siswa.

 Melibatkan diri pada kegiatan yang diberikan guru yaitu mengetahui pengalaman sehari-hari yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari.

 Memberi pertanyaan mengenai masalah atau pun kegiatan yang diberikan.

 Memberikan pendapatnya yang mereka ketahui mengenai masalah tersebut.

 Menjelaskan konsep yang mereka miliki.

 Mempresentasikan idea mereka dalam diskusi kelompok dan di depan kelas.

3 Tantangan  Mengarahkan dan

memfasilitasi siswa agar terjadi pertukaran ide antar siswa.

 Menjamin ide siswa semua di pertimbangkan.

 Membuka diskusi.

 Mengusulkam melakukan demonstrasi jika diperlukan.

 Berdiskusi kelompok.

 Mempertimbangkan idea siswa lain baik dalam kelompok masing-masing maupun diskusi kelas.

 Membandingkan pandangan para ahli dengan pandangan kelas terhadap suatu konsep.

4. Penerapan  Membuat masalah

atau kegiatan yang dapat dipecahkan oleh pengetahuan konsep siswa yang baru.

 Membantu siswa untuk memahami pengetahuan baru atau idea yang baru

 Menyelesaikan masalah berdasarkan pengetahuan konsep yang baru.

 Menjelaskan penyelesaian yang dibuatnya kepada siswa lainnya.

 Berdiskusi mengenai penyelesaian yang tepat dan efektif.


(37)

Melalui tahapan pembelajaran generatif di atas, siswa diharapkan memiliki pengetahuan, kemampuan serta keterampilan untuk mengkonstruksi atau membangun pengetahuan secara mandiri. Menurut Sutarman dan Swasono, secara garis besar ada tiga langkah yang dikerjakan guru dalam pembelajaran, yaitu sebagai berikut:28

1. Guru perlu melakukan identifikasi pendapat tentang siswa pelajaran yang dipelajari

2. Siswa perlu mengeskplorasi konsep dari pengalaman dan situasi kehidupan sehari-hari dan kemudian menguji pendapatnya.

3. Lingkungan kelas harus nyaman dan kondusif sehingga siswa dapat mengutarakan pendapatnya tanpa rasa takut dari ejekan dan kritikan dari temannya. Guru perlu menciptakan suasana kelas yang menyenangkan.

e. Model pembelajaran konvensional

Model pembelajaran konvensional disini adalah model pembelajaran yang biasanya sering digunakan oleh para guru. Dalam model pembelajaran konvensional, metode mengajar yang lebih banyak digunakan oleh guru adalah metode ekspositori. Metode ekspositori ini, merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru, sebab dalam metode ini guru memegang peran yang sangat dominan29. Guru menyampaikan materi secara terstruktur dengan harapan materi pembelajaran yang disampaikan dapat dikuasai siswa dengan baik. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dalam model pembelajaran ini adalah guru menjelaskan atau menerangkan suatu konsep atau materi, kemudian guru memeriksa (mengecek) apakah siswa sudah mengerti atau belum. Kegiatan selanjutnya guru memberikan contoh soal dan penyelesaiannya, kemudian memberikan soal-soal latihan, dan siswa disuruh mengerjakannya. Jadi kegiatan guru yang utama adalah menerangkan dan siswa mendengarkan atau mencatat apa yang disampaikan guru.

28

Ibid., h.183.

29

Wina sanjaya, strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta : Kencana, 2010), h.179


(38)

Metode ekspositori memberikan siswa konsep yang telah dipersiapkan secara rapi, matematis dan lengkap sehingga anak didk tinggal menyimak dan mencernanya saja secara tertib dan teratur. Ada beberapa langkah dalam penerapan pembelajaran dengan menggunakan metode ekspositori, yaitu :30

1. Persiapan

Tahap persiapan berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk menerima pelajaran. Tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan persiapan adalah:

1. Mengajak siswa keluar dari kondisi mental yang pasif 2. Membangkitkan motivasi dan minat siswa untuk belajar 3. Merangsang dan menggugah rasa ingin tahu siswa

4. Menciptakan suasana dan iklim pembelajaran yang terbuka 2. Penyajian

Langkah penyajian adalah langkah penyampaian materi pelajara sesuai dengan persiapan yang telah dilakukan.Yang harus dipikirkan oleh setiap guru dalam penyajian ini adalah bagaimana agar materi pelajaran dapat dengan mudah ditangkap dan dipahami siswa.

3. Menghubungkan

Pada langkah ini adalah menghubungkan materi pelajaran dan pengalaman siswa atau dengan hal-hal lain yang memungkinkan siswa dapat menangkap keterkaitan dalam struktur pengetahuan yang telah dimilikinya. Langkah ini dilakukan tiada lain untuk memperbaiki makna terhadap materi pelajaran.

4. Menyimpulkan

Menyimpulkan adalah tahapan untuk memahamiinti dari materi pelajaran yang telah disajikan. Langkah menyimpulkan merupakan langkah sangat penting dalam strategi ekspositori, sebab melalui langkah menyimpulkan dapat mengambil intisari dari proses penyampaian.

5. Penerapan

Langkah aplikasi (penerapan) adalah langkah untuk kemampuan siswa setelah mereka menyimak penjelasan guru. Langkah ini merupakan

30


(39)

langkah yang sangat penting dalam proses pembelajaran ekspositori, sebab melalui langkah ini guru akan dapat mengumpulkan informasi tentang penguasaan dan pemahaman materi pelajaran oleh siswa.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang sering digunakan oleh guru dalam menyampaikan materi pembelajaran dikelas dengan menggunakan metode ekspositori, dimana dalam metode ekspositori ini guru lebih berpan dominan dalam pembelajaran.

f. Penelitian yang Relevan

Ada beberapa penelitian yang berkaitan dengan model pembelajaran generatif, diantaranya:

a. Penelitian yang dilakukan oleh Lusiana, dkk (2009) dengan judul

Penerapan Model Pembelajaran Generatif (MPG) untuk Pelajaran Matematika di Kelas X SMA Negeri 8 Palembang”. Dalam penelitiannya Lusiana, dkk memperoleh kesimpulan bahwa keefektifan penerapan model pembelajaran generatif untuk pelajaran matematika dikelas X SMA Negeri 8 Palembang masuk dalam katagori efektif, dengan rincian keaktifan siswa selama diterapkan model pembelajaran generatif tergolong sangat tinggi dan ketuntasan belajar siswa secara klasikal mencapai 76.32%, serta Sikap siswa terhadap penerapan model pembelajaran generatif tergolong positif .31

b. Penelitian yang dilakukan oleh Mimin Minarni Amelia (2011) yang

berjudul “Pengarun Model Pembelajaran Generatif terhadap

Kemampuan Koneksi Matematika siswa”. Dalam penelitiannya Mimin memperoleh kesimpulan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran generative terhadap kemampuan koneksi matematika siswa dengan

31

Lusiana, dkk., Penerapan Model Pembelajaran Generatif …., (tersedia di: http://eprints.unsri.ac.id/821/1/3_Lusiana_29-47.pdfdiakses 9 juli 2012)


(40)

rata-rata kemampuan koneksi untuk kelompok eksperimen 48.94 sedangkan untuk kelompok kontrol 33.59 .32

c. Penelitian yang dilakukan oleh Hulukati (2005) dalam disertasinya yang berjudul “Pengembangan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Melalui Pembelajaran dengan Model Pembelajaran Generatif” memperoleh kesimpulan bahwa model pembelajaran generatif dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa pada sekolah level rendah tetapi tidak untuk sekolah level tinggi. Untuk kemampuan pemecahan masalah matematik siswa baik di sekolah level rendah maupun sekolah level tinggi yang memperoleh pembelajaran model generatif lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaraan model konvensional.33

B.Kerangka Berpikir

Pemecahan masalah merupakan seni dari matematika atau jantungnya matematika.Dalam hal ini, matematika merupakan pemecahan masalah itu sendiri.Pembelajaran matematika dimulai dari pemecahan masalah sebagai konteks untuk memperkenalkan atau memahami suatu konsep atau prinsip matematika, kemudian konsep atau prinsip yang telah berhasil dipahami tersebut diterapkan dalam soal-soal pemecahan masalah untuk melatih keterampilan siswa. Pemecahan masalah merupakansuatu usaha mencari jalankeluar dari suatu kesulitan guna mencapai suatu tujuan. Secara garis besar tahap-tahap pemecahan masalah menurut standar isi kurikulum adalah pemehaman soal, pemikiran suatu rencana, pelaksanaan suatu rencana, dan peninjauan kembali.

Kemempuan pemecahan masalah merupakam salah satu fokus utama dalam pembelajaram matematika. Namun kenyataannya dari fakta yang ada

32

Mimin Minarni Amelia, “Pengarun Model Pembelajaran Generatif terhadap Kemampuan Koneksi Matematika siswa”, skripsi UIN Jakarta , Jakarta, tidak dipublikasikan

33

Hulukati, “Pengembangan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Melalui Pembelajaran dengan Model Pembelajaran Generatif”, disertasi UPI Bandung, Bandung, tidak dipublikasikan


(41)

sangat disayangkan bahwa kemempuan pemecahan masalah matematik siswa di Indonesia masih sangat kurang. Banyak siswa yang menganggap bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang sulit atau sukar dibandingkan dengan mata pelajaran yang lain. Kesulitan siswa dalam memahami matematika, tentunya akan mempengaruhi kemempuan pemecahan masalah matematik siswa.

Untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan dan agar guru tidak terjebak dalam pembelajaran yang hanya sekedar mentransfer pengetahuan, guru dapat menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan mata pelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat di terapkan dalam pembelajaran matematika adalah model pembelajaran generatif.

Pembelajaran generatif merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan pada pengintegrasian secara aktif pengetahuan baru dengan menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya. Pengetahuan baru itu akan diuji dengan cara menggunakannya dalam menjawab persoalan atau gejala yang terkait. Jika pengetahuan baru itu berhasil menjawab permasalahan yang dihadapi, maka pengetahuan baru itu akan disimpan dalam memori jangka panjang.

Pembelajaran generatif memiliki landasan teoritik yang berakar pada teori belajar konstruktivisme. Pada teori konstruktivisme ini siswa didorong untuk belajar aktif dan kreatif sehingga siswa mampu mengkonstruk sendiri suatu pengetahuan atau suatu konsep, melalui pengintegrasian secara aktif pengetahuan baru dengan menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya.

Model pembelajaran generatif terdiri dari 4 tahap yakni tahap eksplorasi, tahap pemfokusan, tahap tantangan atau pengenalan konsep, dan tahap penerapan. Tahapan-tahapan yang terdapat dalam model pembelajaran generatif memungkinkan siswa mendapat kebebasan dalam mengajukan ide-ide, pertanyaan-pertanyaan dan masalah-masalah sehingga belajar matematika lebih efektif dan bermakna. Selain itu tahapan-tahapan yang terdapat dalam model pembelajaran generatif juga dapat memberikan kesempatan kepada siswa merespon dan menyelesaikan masalah secara bebas dan kreatif. Pada tahapan-tahapan tersebut siswa diberi kesempatan untuk berdiskusi kepada teman didalam


(42)

kelompok maupun didalam kelas. Setiap siswa bebas untuk mengemukakan pendapat, ide, gagasan, atau kritikan,sehingga suatu konsep yang dibentuk lebih bermakna.Hal ini sejalan dengan pendapat Bruner (Mela, 2013) yang mengatakan

“ Belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh

manusia, dan dengan sendirinya memberi hasil yang paling baik. Selain itu juga siswa berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna”.34

Dalam salah satu tahapan khususnya, yaitu tahap penerapan siswa di ajak untuk dapat memecahkan masalah dengan menggunakan konsep barunya atau konsep benar yang berkaitan dengan hal-hal praktis dalam kehidupan sehari-hari. Pada tahap ini siswa mengaplikasikan konsep-konsep yang telah diperoleh dari hasil diskusi untuk memecahkan permasalahan-permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Melalui latihan-latihan soal pemecahan masalah.

Melihat hal tersebut, peneliti beranggapan bahwa model pembelajaran generatif dapat meningkatkan kemempuan pemecahan masalah matematik siswa. C.Perumusan Hipotesis

Berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang memperoleh pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran generatif lebih tinggi daripada kemempuan pemecahan masalah matematik siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvansional.

34

Mela Asihandani, Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Peserta Didik Melalui Pendekatan Pemecahan Masalah, (tersedia di: http://journal.unsil.ac.id/download.php?id=1586, akses 27 agustus 2013)


(43)

27 A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di MTs. Negeri 8 yang terletak di Jl. KPR BTN Kresek Duri Kosambi Cengkareng, Jakarta Barat, Indonesia 11750. Penelitian dilakukan pada siswa kelas VIII semester genap tahun ajaran 2012/2013.

B. Metode dan Desain Penelitian

Dalam penelitian ini, penerapan Model Pembelajara Generatif merupakan variabel bebas dan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa merupakan variabel terikat. Karena terdapat hubungan sebab akibat antara perlakuan yang dilakukan pada variabel bebas, dan hasil yang ditunjukkan pada variabel terikat, maka metode penelitian yang digunakan adalah metode Quasi Eksperimen yaitu metode yang tidak memungkinkan peneliti melakukan pengontrolan penuh terhadap variabel kondisi eksperimen. Dalam metode penelitian ini, peneliti ikut serta dalam penelitian yaitu dengan mengajar matematika di sekolah tersebut dengan menerapkan model pembalajaran generatif.

Sampel penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen menggunakan model pembelajaran generatif, sedangkan pada kelompok kontrol menggunakan pembelajaran konvensional.

Desain penelitian yang digunakan adalah randomized posttest only control group design. Desain penelitian tersebut dapat digambarkan sebagai berikut1

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelompok Perlakuan (VariabelTerikat) Posttest

Acak A (KE) X1 Y

Acak B (KK) X2 Y

1

Nana Syaodih Sukmadinata, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), h. 206


(44)

Keterangan :

X1 : Treatment dengan model pembelajaran generatif.

X2 : Treatment dengan model pembelajaran konvensional

Y : Pemberian post test kemampuan pemecahan masalah matematik dengan materi bangun ruang sisi datar.

Berkaitan dengan desain penelitian, penulis menggambarkan langkah-langkah pada penelitian ini dengan menggunakan diagram alur, sebagai berikut:

Bagan 3.1

Diagram Alur Penelitian Penyusunan Instrumen dan Bahan ajar

Pembuatan Butir Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik

Analisis Hasil Uji Coba Instrumen Uji Coba Instrumen

Perbaikan Instrumen

Perlakuan Pada Kelas Kontrol (Pembelajaran dengan ModelEkspositori)

Perlakuan Pada Kelas Eksperimen (Pembelajaran dengan Model Generatif)

Postest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol

Analisis Data

Kesimpulan Identifikasi masalah dan

tujuan penelitian


(45)

C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII MTs. Negeri 8 Jakarta pada semester genap tahun ajaran 2012/2013. Jumlah kelas VIII MTs. Negeri 8 Jakarta sebanyak 5 kelas paralel. Penempatan siswa MTs. Negeri 8 Jakarta dilakukan secara merata dalam hal kemampuan, artinya tidak ada kelas unggulan serta kurikulum yang diberikan juga sama, maka karakteristik antar kelas dapat dikatakan homogen, sedangkan karakteristik dalam kelas cukup heterogen, artinya ada siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.

Berdasarkan karakteristik yang telah dijelaskan, maka pemilihan sampel dilakukan dengan teknik sampel acak klaster (Cluster Random Sampling), dengan mengambil dua kelas secara acak dari 5 kelas yang memilki karakteristik yang sama. Hasil random diperoleh kelas eksperimen yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran generatif berasal dari kelas VIII.1 dan yang menjadi kelas kontrol yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran konvensional berasal dari kelas VIII.3.

D. Instrument Penelitian

Tes adalah alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan.2 Posttest digunakan untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematik siswa. Posttest ini diberikan setelah proses pembelajaran. Soal yang digunakan untuk posttest adalah soal yang berbentuk uraian sebanyak 8 soal.

Tes kemampuan pemecahan masalah matematik diberikan kepada siswa untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dalam mengerjakan soal-soal kemempuan pemecahan masalah matematik.

Adapun indikator yang akan diukur melalui tes uraian akan dijelaskan sebagaimana terdapat pada Table 3.2 di bawah ini:

2

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evalulasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Bumi Askara, 2009), h. 53


(46)

Tabel 3.2

KISI-KISI INSTRUMEN TES KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

No. Standar

Kompetensi

Kompetensi Dasar

Kelas / Semester

Materi Indikator Soal No.

Soa l

5 Memahami

sifat-sifat kubus, balok, prisma, limas, dan bagian-bagiannya, serta menentukan ukurannya 5.3 Menghitung luas permukaan dan volume kubus, balok, prismadan limas.

VIII/2 Bangun

Ruang

Mengidentifikasikan masalah yang

berhubungan dengan luas permukaan dan volume balok, merancang penyelesaian masalah, menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan menafsirkan hasil penyelesaian masalah tersebut

1,4

Mengidentifikasikan masalah yang

berhubungan dengan luas permukaan dan volume kubus, merancang penyelesaian masalah, menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan menafsirkan hasil penyelesaian masalah tersebut 2,3 Mengidentifikasikan masalah yang

berhubungan dengan luas permukaan dan volume limas, merancang penyelesaian masalah, menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan menafsirkan hasil penyelesaian masalah tersebut. 6,8 Mengidentifikasikan masalah yang

berhubungan dengan luas permukaan dan volume prisma, merancang penyelesaian masalah, menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan menafsirkan hasil penyelesaian masalah tersebut.


(47)

Untuk mengukur kemampuan siswa dalam penyelesaian masalah digunakan aturan penskoran yang diadaptasi dari Novita Yuanasari.3

Tabel 3.3

Pedoman Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa

No Aspek yang diukur Skor Keterangan

1 Kemampuan

mengidentifikasi masalah. (menuliskan yang diketahui dan ditanyakan dari soal matematika)

0 Jika salah menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan dar I soal.

Jika tidak menuliskan apa yang diketahui, ditanyakan dari soal, dan tidak menuliskan sketsa penyelesaian soal.

1 Jika menuliskan salah satu saja apa yang diketahui atau ditanyakan dari soal.

2 Jika menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan dari soal tetapi salah satunya salah.

3 Jika benar menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan dari soal.

Atau tidak menuliskan apa yang

Diketahui dan ditanyakan dari soal tetapi langsung menuliskan sketsa penyelesaian soal.

2 Kemampuan

merencanakan penyelesaian masalah.(Menuliska n sketsa/gambar/ model/rumus/ algoritmauntuk memecahkan masalah

0 Jika tidak menuliskan sketsa/gambar /model/rumus/ algoritma.

1 Jika salah menuliskan sketsa/gambar /model/rumus/ algoritma

2 Jika kurang tepat menuliskan sketsa/ gambar /model/rumus/algoritma.

3 Jika hanya sebagian yang benar dalam menuliskan sketsa/gambar/model/rumus/algoritma

4 Jika benar menuliskan sketsa/ gambar /model/ rumus/algoritma

3 Kemampuan

menyelesaikan masalah sesuai rencana. (Menyelesaikan Masalah dari soal Matematika dengan benar, lengkap, sistematis)

0 Jika tidak menuliskan penyelesaikan masalah dari soal. 1 Jika salah menuliskan penyelesaian masalah dari soal. 2 Jika sistematis dalam menuliskan penyelesaian masalah

dari soal tetapi benar solusinya.

3 Jika benar menuliskan penyelesaian soal tetapi tidak lengkap/ sistematis.

4 Jika benar, lengkap, dan sistematis menuliskan penyelesaian masalah dari soal.

4. Kemampuan menafsirkan solusinya

0 Jika tidak menjawab apa yang ditanyakan atau tidak menuliskan kesimpulan

1 Jika salah menjawab apa yang ditanyakan atau tidak menuliskan kesimpulan.

2 Jika kurang tepat menjawab apa yang ditanyakan atau tidak menuliskan kesimpulan.

3 Jika benar dan tepat menjawab apa yang ditanyakan .

3

Novita, Penerapan Strategi TTW (Think Talk Write) sebagai Upaya Meningkatkan Kemempuan Pemecahan Masalah dan Disposisi Matematis, UNY: skripsi 2011. Tidak diterbitkan, h.53-54.


(48)

Tes yang diberikan dalam bentuk uraian karena dengan tes uraian maka proses berpikir, ketelitian, sistematika penyusunan jawaban dapat dilihat melalui langkah-langkah penyelesaian soal. Tes uji coba tersebut, terlebih dahulu diberikan kepada 40 siswa kelas IX MTs.N 8 Jakarta. Tes uji coba ini dilakukan untuk mengetahui apakah tes tersebut telah memenuhi syarat tes yang baik yakni dengan menguji validitas, realibilitas, daya pembeda dan taraf kesukaran. Dalam instrumen pengambilan data, peneliti akan melakukan perhitungan validitas, perhitungan reliabilitas, perhitungan daya pembeda soal dan perhitungan tingkat kesukaran sebagai berikut:

1. Validitas

Menurut Anastasi dalam Sumarna Surapranata, validitas adalah suatu tingkatan yang menyatakan bahwa suatu alat ukur telah sesuai dengan apa yang diukur4. Perhitungan untuk skor essay dilakukan dengan rumus product moment:5

r hitung = ∑ ∑ ∑

√ ∑ ∑ ∑ ∑

keterangan:

r hitung =koefisien korelasi ∑ = jumlah skor item

∑ = jumlah skor total

jumlah responden

Uji validitas instrumen dilakukan dengan membandingkan hasil perhitungan di atas dengan rtabel pada taraf signifikansi 5% dengan ketentuan jika

rhitung> rtabel berarti butir soal valid, sedangkan jika rhitung< rtabel berarti butir soal

tidak valid. Berdasarkan hasil perhitungan uji validitas instrumen, dari 14 soal yang diujicobakan diperoleh 8 butir soal yang valid. Hasil perhitungan uji validitas instrumen dapat dilihat pada lampiran.

4

SumarnaSurapranata,Analisis, Validitas, ReliabilitasdanInterprestasiHasilTes,(Bandung: PT. RemajaRosdakarya, 2006), cet ke-3, h.50.

5


(49)

2. Reliabilitas

Reliabilitas instrument adalah ketetapan alat evaluasi dalam mengukur atau ketetapan siswa dalam menjawab alat evaluasi itu6. Suatu instrument dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data jika telah diuji reabilitasnya. Untuk mengukur reliabilitas instrument tes kemampuan pemecahan masalah matematik digunakan rumus Alpha Cronbach, yaitu :7

[ ] [ ∑ ]

Keterangan

: reliabilitas yang dicari

∑ : jumlah varians skor tiap-tiap item : varians total

Tabel 3.4

Klasifikasi Indeks Reliabilitas Soal8 Kisaran Koefisien Reliabilitas Tafsiran

Reliabilitas tak berkorelasi

0,20 Reliabilitas rendah sekali

Reliabilitas rendah

0,40 0,60 Reliabilitas sedang

Reliabilitas tinggi

Reliabilitas sangat tinggi

Reliabilitas sempurna

Berdasarkan hasil perhitungan uji realibilitas instrumen, diperoleh nilai 0,615 maka instrumen penelitian tersebut dapat disimpulkan memiliki kriteria koefisien reliabilitas yang tinggi, dan memenuhi persyaratan instrumen yang memiliki ketetapan jika digunakan. Hasil perhitungan uji reliabilitas instrumen dapat dilihat pada lampiran.

6

Ruseffendi, Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan & Bidang Non-Eksakta Lainnya,

(Bandung: Tersito,2010), h.158.

7

Suharsimi Arikunto, op.cit.,h. 109.

8


(50)

3. Daya Pembeda

Daya pembeda dari sebuah butir soal menyatakan seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut mempu membedakan antara testi yang mengetahui jawabannya dengan benar dan testi yang tidak dapat menjawab soal tersebut. Pengujian daya pembeda soal bertujuan untuk mengetahui kemampuan soal dalam membedakan siswa yang pandai dengan siswa yang kurang pandai.

Rumus yang digunakan adalah :9

Keterangan :

J = jumlah peserta tes

= skor maksimal kelompok atas = skor maksimal kelompok bawah

= skor peserta kelompok atas = skor peserta kelompok bawah

= proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab salah

Klasifikasi daya pembeda soal adalah sebagai berikut :10 Tabel 3.5

Indeks Daya Pembeda Dayabedasoal Keterangan

0,00-0,20 Jelek

0,21-0,40 Cukup

0,41-0,70 Baik

0,71-1,00 Baiksekali

Jika daya beda bernilai negatif, semuanya tidak baik, jika semua butir soal yang mempunyai nilai negatif sebaiknya dibuang. Dari hasil perhitungan daya pembeda soal, ditemukan bahwa 14 soal yang diujikan, 5 soal memiliki daya

9

Suharsimi Arikunto, op.cit.,h. 213

10


(51)

pembeda “cukup”, 3 soal memiliki daya beda yang “baik”, 3 soal memiliki daya

pembeda “jelek” dan 3 soal memiliki daya pembeda” sangat jelek”.Hasil perhitungan daya beda dapat dilihat pada lampiran.

4. Taraf Kesukaran

Untuk mengetahui taraf soal dikatakan sukar, sedang, atau mudah maka soal-soal tersebut diujikan taraf kesukarannya terlebih dahulu. Untuk mengukur taraf kesukaran digunakan rumus sebagai berikut :11

Keterangan :

P = indeks kesukaran

B = skor siswa

JS = skor maksimal siswa peserta tes

Klasifikasi indeks kesukaran soal adalah sebagai berikut12 : a. Soal dengan P 0,00 sampai 0,30 adalah soal sukar

b. Soal dengan P 0,31 sampai 0,70 adalah soal sedang c. Soal dengan P 0,71 sampai 1,00 adalah soal mudah

Berdasarkan hasil perhitungan uji tingkat kesukaran butir soal instrumen, dari 14 soal yang diujikan diperoleh 2 soal dengan tingkat kesulitan “sukar”, 11

soal dengan tingkat kesulitan “sedang”, 1 soal dengan tingkat kesulitan “mudah”.

Hasil perhitungan uji tingkat kesukaran instrumen dapat dilihat pada lampiran.

E. Analisis Data

Untuk menganalisis data, dipakai kesamaan dua rata-rata dan uji statistik yang digunakan adalah uji-t. namun sebelum menggunakan uji-t, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas sebagai syarat dapat dilakukannya analisis data.

11

Ibid., h. 208

12


(52)

1. Uji normalitas

Uji normalitas adalah suatu bentuk pengujian tentang kenormalan distribusi data. Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui apakah data yang diambil adalah data yang terdistribusi normal. Maksud dari data terdistribusi normal adalah bahwa data akan mengikuti bentuk distribusi normal dimana datanya memusat pada nilai rata-rata dan median. Uji ini sering dilakukan untuk analisis statistik parametrik. Uji dapat dilakukan setelah menentukan tipe data dari data penelitian yang diambil. Dalam penelitian ini, pengujian normalitas menggunakan uji lilliefors. Adapun prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut:13

a. Menentukan Hipotesis

Ho : Data berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1 : Data berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal

b. Pengamatan x1 , x2 , x3 , ….., xn dijadikan bilangan baku dimana , , , …., dengan menggunakan rumus: ̅ , dimana ̅ dan s merupakan rata-rata dan simpangan baku sampel.

c. Untuk tiap bilangan baku ini, dan menggunakan daftar distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang : F (zi ) = P(Z <zi ).

d. Selanjutnya diihitung proporsi , , , …., yang lebih kecil atau sama dengan zi . Jika proporsi dinyatakan oleh S (zi ), maka :

S ( ) =

g. Hitunglah selisih F(zi ) – S(zi) kemudian tentukan harga mutlaknya. h. Ambil harga yang paling besar diantara harga-harga mutlak selisih

tersebut. Sebutlah harga terbesar ini L0

Untuk menerima atau menolak hipotesis nol, kita bandingkan L0 ini dengan nilai kritis L yang diambil dari daftar berikut untuk taraf nyata α (0,05) yang dipilih. Kriterianya adalah: tolak hipotesis nol bahwa populasi berdistribusi normal jika L0 yang diperoleh dari data pengamatan melebihi L dari daftar.

13


(53)

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa dua atau lebih kelompok data sampel berasal dari populasi yang memiliki variansi yang sama. Dalam penelitian ini, pengujian homogenitas menggunakan uji Fisher (F). Adapun prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut :14

a. Menetukan Hipotesis

Ho : σ12= σ22

kedua kelompok mempunyai varians yang sama

Ha : σ12  σ22

kedua kelompok mempunyai varians yang tidak sama b. Cari dengan rumus : F =

atau

2 2

k b S S F

Dimana : S 2 = ∑ ∑ Keterangan:

F = Uji Fisher 2

b

S

= varians terbesar 2

k

S = varians terkecil

c. Tetapkan taraf signifikansi d. Hitung dengan rumus :

e. Tentukan kriteria pengujian H0, yaitu :

Jika , maka H0 diterima dan H1ditolak

Jika , maka H0 ditolak dan H1diterima

14


(54)

3. Uji Hipotesis

Setelah dilakukan pengujian prasyarat analisis data dengan menggunakan uji normalitas dan uji homogenitas, selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis ini digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan antara kemampuan pemecahan matematik siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran generatif dengan siswa yang tidak diajarkan dengan model pembelajaran generatif.

Hipotesis statistik uji dengan menggunakan uji-t dengan taraf signifikan

, dengan rumus yang digunakan untuk menguji kebenaran dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Apabila data populasi berdistribusi normal dan data populasi homogen, maka dilakukan uji hipotesis dengan uji-t15

̅ ̅ √ Dengan ̅ ∑ dan ̅ ∑

Sedangkan √ Keterangan :

: harga t hitung

̅ : nilai rata-rata hitung data kelompok eksperimen

̅ : nilai rata-rata hitung data kelompok control : varians data kelompok eksperimen

: varians data kelompok kontrol : simpangan baku kedua kelompok

: jumlah siswa pada kelompok eksprimen : jumlah siswa pada kelompok kontrol

15


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)