PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA SMK PADA MATERI TERMOKIMIA.

(1)

Dwi Kusumahrini Fathulena, 2013

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

SISWA SMK PADA MATERI TERMOKIMIA

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar

Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Konsentrasi Pendidikan Kimia

Oleh :

Dwi Kusumahrini Fathulena 1102520

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM KONSENTRASI PENDIDIKAN KIMIA


(2)

Dwi Kusumahrini Fathulena, 2013


(3)

Dwi Kusumahrini Fathulena, 2013

Pengembangan Model

Pembelajaran Problem Solving

untuk Meningkatkan Kemampuan

Pemecahan Masalah Siswa SMK

pada Materi Termokimia

Oleh

Dwi Kusumahrini Fathulena S.ST STTT Bandung, 2010

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam

Konsentrasi Kimia pada Sekolah Pascasarjana

© Dwi Kusumahrini Fathulena 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,


(4)

Dwi Kusumahrini Fathulena, 2013

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING :

Pembimbing I,

Dr. rer nat. Omay Sumarna, M.Si NIP. 196404101989031025

Pembimbing II,

Dr. Agus Setiabudi, M.Si NIP. 196808031992031002

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Pendidikan IPA Sekolah Pascasarjana UPI

Prof. Dr. Hj. Anna Permanasari, M.Si. NIP. 195807121983032002


(5)

(6)

(7)

ii

Dwi Kusumahrini Fathulena, 2013

ABSTRAK

Penelitian yang berjudul “Pengembangan Model Pembelajaran Problem Solving untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMK pada Materi

Termokimia” ini bertujuan untuk memfasilitasi siswa SMK mengembangkan

kemampuan mereka dalam memecahkan masalah. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif berupa pra-experimental design dengan menggunakan one-group Pretest-Posttest Design. Penelitian dilakukan pada 34 siswa kelas XI salah satu SMK di kota Bandung. Untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah siswa SMK, digunakan butir soal berupa uraian yang dapat mengukur kemampuan di setiap indikator pemecahan masalah. Sebagai acuan dalam pemberian skor, digunakan Rubrik Kemampuan Pemecahan Masalah (RKMP). Skor yang diperoleh, diinterpretasi berdasarkan kategori Gayon dan untuk memperoleh informasi mengenai peningkatan kemampuan pemecahan masalah digunakan skor N-Gain. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa SMK berada pada level memuaskan. Sedangkan rata-rata peningkatan kemampuan pemecahan masalah yang dimiliki siswa SMK setelah pembelajaran dengan model problem solving berada pada kategori sedang dengan N-Gain 0,51. Peningkatan tertinggi berada pada indikator merumuskan masalah dengan N-Gain 0,60 dan peningkatan terendah pada kemampuan mengevaluasi dengan N-Gain 0,40.


(8)

ii

Dwi Kusumahrini Fathulena, 2013

ABSTRACT

The study entitled “The Development of a Problem Solving Learning Model to Improve Vocational Students’s Problem-Solving Ability on Thermochemical

Material” was intended to facilitate the vocational students developing their skills

in solving problems. The study used a quantitative research in the form of pre-experimental design using one-group Pretest-Posttest design. It was conducted by 34 students of class XI of one vocational school (SMK) in Bandung. To

measure the student’s problem solving skills, it was used test items such as descriptions which can measure the ability of each problem-solving indicator. As a reference of scoring, it was used with Problem Solving Skills Rubric. After the score had been obtained, it was interpreted by Gayon category, and to get the information about the enhancement of problem-solving used N-Gain scores. The

results showed that the average of vocational student’s problem solving skills are

at a satisfactory level. While the average of the enhancement of problem solving skill possessed by vocational students having problem solving learning model is in the middle category with N-Gain 0,51. The highest enhancement is in indicator to define and represent the problem in N-Gain 0,60 and the lowest enhancement is in the skill to evaluate in N-Gain 0,40.


(9)

vi

Dwi Kusumahrini Fathulena, 2013

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 8

E. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Pembelajaran Problem Solving ... 9

1. Pengertian Pembelajaran Problem Solving ... 9

2. Langkah-Langkah Problem Solving ... 12

B. Kemampuan Pemecahan Masalah ... 16

1. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah ... 16

2. Penilaian Kemampuan Pemecahan Masalah ... 19

C. Termokimia ... 20

1. Sistem dan Lingkungan ... 21

2. Kalor ... 22

3. Kalorimeter ... 25

4. Persamaan Termokimia ... 27

5. Beberapa Jenis Perubahan Entalpi ... 29

6. Penentuan Perubahan Entalpi (∆H) melalui Hukum Hess ... 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 33


(10)

vii

Dwi Kusumahrini Fathulena, 2013

B. Desain Penelitian ... 33

C. Metode Penelitian ... 34

D. Definisi Operasional ... 34

E. Instrumen Penelitian ... 35

F. Proses Pengembangan Instrumen ... 36

G. Teknik Pengumpulan Data ... 36

H. Analisis Data... 37

I. Alur Penelitian ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 43

A. Pembelajaran Problem Solving ... 43

1. Karakteristik Model Pembelajaran Problem Solving di SMK.... 45

2. Keterlaksanaan Pembelajaran Problem Solving ... 49

B. Kemampuan Pemecahan Masalah ... 57

1. Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMK Sebelum dan Sesudah Pembelajaran ... 57

2. Kemampuan Pemecahan Masalah untuk Setiap Indikator Pemecahan Masalah ... 63

3. Peningkatan Kemampuan Secara Keseluruhan Berdasarkan N-Gain ... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 77


(11)

viii

Dwi Kusumahrini Fathulena, 2013

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbedaan Pembelajaran Problem Solving dengan PBL ... 11 Tabel 2.2 Interpretasi terhadap Persentase Skor Kemampuan Pemecahan

Masalah ... 21 Tabel 3.1 Pembagian Kategori Kelompok Siswa ... 38 Tabel 3.2 Hasil Pembagian Kategori Kelompok Siswa ... 38 Tabel 4.1 Langkah Pembelajaran Problem Solving yang Dikembangkan

dari Metode IDEAL ... 45 Tabel 4.2 Persentase Siswa SMK pada Kemampuan Pemecahan Masalah

Sebelum Pembelajaran ... 57 Tabel 4.3 Persentase Siswa SMK pada Tingkat Kemampuan Pemecahan

Masalah sebelum Pembelajaran Berdasarkan Kategori Kelompok ... 58 Tabel 4.4 Persentase Siswa SMK pada Kemampuan Pemecahan Masalah

Setelah Pembelajaran ... 60 Tabel 4.5 Persentase Siswa SMK pada Tingkat Kemampuan Pemecahan

Masalah setelah Pembelajaran Berdasarkan Kategori Kelompok . 61 Tabel 4.6 Nilai Pretest, Posttest, dan N-Gain untuk Setiap Indikator

Kemampuan Pemecahan Masalah ... 64 Tabel 4.7 Persentase dan Jumlah Siswa yang Mencapai Peningkatan

Tinggi, Sedang, dan rendah dilihat dari N-Gain ... 73


(12)

ix

Dwi Kusumahrini Fathulena, 2013

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Alur Penelitian ... 40 Gambar 4.1 Karakteristik Pembelajaran Problem Solving di SMK ... 47


(13)

x

Dwi Kusumahrini Fathulena, 2013

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Perangkat Instrument Penelitian

1.1 Rencana Pelaksanaan pembelajaran ... 80

1.2 Lembar Observasi ... 95

1.3Artikel Pembelajaran Problem Solving ... 97

1.4 Soal Tes dan Kunci Jawaban ... 106

1.5 Rubrik Kemampuan Pemecahan Masalah ... 115

1.6 Soal Untuk Latihan ... 121

Lampiran 2. Data Hasil Penelitian 2.1 Pembagian Kelompok Siswa Berdasarkan Nilai Ulangan Harian ... 127

2.2 Hasil Analisis Data Pretest ... 128

2.3 Hasil Analisis Data Postest ... 130

2.4 Analisis Data Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah ... 132

2.5 Hasil Tes Tertulis Siswa SMK ... 134

2.6 Foto Penelitian ... 144

Lampiran 3. Surat Keterangan Penelitian 3.1 Surat Izin Penelitian... 145


(14)

xi


(15)

1

Dwi Kusumahrini Fathulena, 2013

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Penyelenggaraan pendidikan pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) bertujuan untuk mencetak Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki kemampuan akademis sekaligus keterampilan khusus dan menghasilkan lulusan yang siap kerja. Lulusan SMK dididik agar dapat bekerja di dunia industri maupun dunia usaha. Seperti yang tercantum dalam Kurikulum SMK 2006 dikemukakan bahwa Sekolah Menengah Kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Tujuan khusus dari SMK yaitu pendidikan menengah yang menyiapkan peserta didik : (1) Agar menjadi manusia produktif, mampu bekerja mandiri, mengisi kebutuhan dunia kerja pada saat ini maupun yang akan datang; (2) Mampu merintis karir, ulet dan gigih dalam berkompetisi serta dapat mengembangkan sifat profesional; (3) Mampu mengembangkan diri di kemudian hari baik secara mandiri maupun melalui jenjang pendidikan yang lebih tinggi; (4) Membekali peserta didik dengan kompetensi-kompetesi yang sesuai dengan program keahlian yang dipilih.

Di dalam dunia kerja sering muncul permasalahan yang kompleks. Dengan demikian, diharapkan para pekerja harus mampu menyelesaikan masalah yang terjadi di perusahaan tersebut. Selain untuk memajukan perusahaan tentu saja untuk perkembangan karirnya sendiri. Agar terampil sejak dini dalam


(16)

2

Dwi Kusumahrini Fathulena, 2013

penyelesaian masalah dan mudah beradaptasi dengan lingkungan pekerjaan, siswa SMK diharapkan mendapatkan kemampuan dalam menyelesaikan masalah ketika mereka masih duduk di sekolah menengah. Dengan kemampuan awal tersebut, ketika lulusan memasuki dunia kerja mereka tidak asing lagi dengan suatu masalah dan tidak merasa kaku untuk melakukan tindakan sesegera mungkin dalam menghadapi suatu permasalahan. Pandangan ini sejalan dengan Mupinga (2006) dalam jurnalnya yang mengatakan bahwa saat ini para pengusaha memerlukan lulusan kejuruan yang memiliki keterampilan nonteknis untuk meningkatkan keterampilan teknisnya. Karyawan harus mampu bertindak independen dalam perencanaan, pelaksanaan dan mengendalikan tugasnya. Seorang pekerja yang memiliki kemampuan pemecahan masalah (problem solving skills) dapat beradaptasi dengan mudah, lebih inovatif dibandingkan dengan pekerja lainnya, memiliki motivasi dan harga diri yang tinggi. Selain itu Paleocrassas (2006) mengatakan bahwa sekolah harus dapat mengakomodasi keterampilan di dalam konteks dunia nyata (real-world skills) seperti keterampilan berkomunikasi, bekerja dalam tim, perencanaan tindakan, pemecahan masalah, dan mengambil keputusan.

Dalam sebuah laporan tahun 2002 oleh Business Council of Australia Chamber of Commerce and Industry (Crebert at al., 2011), pengusaha kecil, menengah dan perusahaan besar mengidentifikasi aspek-aspek pemecahan masalah sebagai suatu hal yang penting yang harus dimiliki oleh karyawannya untuk keberhasilan dalam organisasi mereka. Aspek-aspek pemecahan masalah yang harus dimiliki oleh karyawan yaitu karyawan harus dapat: (1)


(17)

3

Dwi Kusumahrini Fathulena, 2013

mengembangkan kreatifitas dan solusi yang inovatif, (2) mengembangkan solusi praktis, (3) menunjukkan kemandirian dan inisiatif dalam mengidentifikasi masalah dan pemecahannya, (4) memecahkan masalah dalam tim, (5) menerapkan berbagai strategi untuk memecahkan masalah, dan (6) menerapkan strategi pemecahan masalah di berbagai bidang.

Overtoom (2000) dalam jurnalnya yang berjudul Employability Skills : An Update juga mengatakan bahwa perusahaan saat ini memerlukan pekerja di semua tingkatan untuk dapat memecahkan masalah, mengembangkan metode yang mereka gunakan, dan dapat berhubungan secara efektif dengan rekan kerja mereka. Overtoom mengatakan bahwa keterampilan teknis pekerja tidak lagi memadai sehingga perlu pelatihan dan pengembangan yang salah satunya dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah mereka. Pada abad ke-21, kemampuan ini diperlukan oleh semua tingkatan pekerja dan semua tingkatan pendidikan khususnya pada tingkatan sekolah menengah atas.

Penyiapan lulusan SMK dilakukan melalui pemenuhan dalam Standar Kompetensi Kelompok Mata Pelajaran (SK_KMP) satuan pendidikan SMK/MAK Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yaitu agar siswa dapat menunjukkan kemampuan analisis dan memecahkan masalah kompleks. Namun kenyataan di lapangan pengembangan pemecahan masalah belum menjadi prioritas utama. Pengalaman peneliti pada saat bekerja di industri tekstil, memperlihatkan bahwa siswa lulusan SMK rata-rata hanya mengetahui prosedur dalam menjalankan suatu proses tanpa tahu mengapa mereka harus melakukannya seperti prosedur yang diberikan. Akibatnya, ketika terjadi trouble, mereka tidak tahu apa yang harus


(18)

4

Dwi Kusumahrini Fathulena, 2013

mereka lakukan dan mereka kaku untuk mencoba melakukan tindakan karena tidak memiliki kemampuan pemecahan masalah, kecuali bagi karyawan yang sudah memiliki pengalaman yang lama.

Kemampuan analisis dan memecahkan masalah termasuk ke dalam proses berfikir tingkat tinggi. Sementara bagi SMK, pengembangan kemampuan berpikir tingkat tinggi belum menjadi prioritas (Pardjono & Wardaya, 2009) termasuk dalam hal ini untuk salah satu SMK industri di Bandung. Sejalan dengan temuan yang di kemukakan oleh Sofyan (2011) menyatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa SMK dalam proses pembelajaran masih rendah. Hal ini disebabkan metode pembelajaran yang diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar kurang membantu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Hasil penelitian Wulandari (2010) juga menyatakan bahwa sebagian siswa SMK merasa kesulitan dalam menyelesaikan soal pada tes problem solving terutama pada tahapan membuat perkiraan jawaban, membuat perencanaan, dan melakukan penyelesaian. Selain itu, semua responden dari hasil wawancara menyatakan bahwa mereka lebih menyukai bentuk tes biasa. Hal ini disebabkan mereka tidak terbiasa dalam mengerjakan soal yang menuntut kemampuan berpikir tingkat tinggi seperti keterampilan problem solving.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa SMK yang rendah diakibatkan oleh pembelajaran yang kurang mendukung pengembangan kemampuan pemecahan masalah siswa. Padahal kemampuan pemecahan masalah sangat penting sebagai bekal untuk siswa yang


(19)

5

Dwi Kusumahrini Fathulena, 2013

akan terjun langsung ke lapangan kerja sesuai dengan tujuan penyelenggaraan SMK.

Menurut Stice (Sofyan, 2011) langkah pertama yang harus dilakukan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah yaitu dengan memperkenalkan strategi pemecahan masalah kepada siswa. Selanjutnya siswa diberi kesempatan untuk mencoba strategi tersebut dalam memecahkan masalah. Siswa harus mempraktekkan proses pemecahan masalah secara sadar, dan menerima umpan balik sehingga siswa dapat mengetahui bagaimana mereka melakukan pemecahan masalah tersebut. Dengan umpan balik ini siswa dapat terus mengembangkan kemampuan pemecahan masalah mereka. Menurut Dahar (2006) dengan mencapai pemecahan suatu masalah secara nyata, para siswa juga mencapai suatu kemampuan baru. Para siswa telah belajar sesuatu yang dapat digeneralisasikan pada masalah lain yang mempunyai ciri-ciri formal yang mirip. Ini berarti mereka telah memperoleh suatu aturan baru atau mungkin juga suatu set baru tentang aturan-aturan. Sekali siswa berhasil memecahkan masalah, siswa itu telah belajar aturan baru, yang lebih kompleks daripada aturan yang digunakan dalam gabungan. Aturan baru yang dipelajari akan disimpan dalam memori dan digunakan lagi untuk memecahkan masalah-masalah lain.

Berdasarkan uraian di atas, model pembelajaran yang sesuai adalah model pembelajaran yang menyediakan aktivitas pemecahan masalah bagi seluruh siswa di dalam kelas. Model tersebut yaitu model pembelajaran problem solving. Seperti penelitian yang di tulis oleh Widiyowati (2009) bahwa penerapan model pembelajaran pemecahan masalah dapat meningkatkan kemampuan pemecahan


(20)

6

Dwi Kusumahrini Fathulena, 2013

masalah pada semua tahapan pemecahan masalah dengan peningkatan tertinggi pada tahap memahami masalah yaitu N-Gain 0,87.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Warimun (2010) dalam disertasinya juga dikatakan program pembelajaran dengan strategi problem solving dapat meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan pemecahan masalah dengan N-Gain 63,90 dengan kategori sedang pada seluruh aspek kemampuan pemecahan masalah. Sehingga, berdasarkan uraian tersebut pengembangan model pembelajaran problem solving di SMK perlu dilakukan.

Siswa lulusan SMK di dunia kerja khususnya industri akan banyak bersentuhan dengan problematika termokimia. Siswa lulusan SMK yang bekerja di dunia industri khususnya industri tekstil akan berhubungan langsung dengan alat atau mesin. Agar mesin dapat berjalan dengan efektif dan efisien tentu saja memerlukan energi yang cukup yang dapat dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar. Energi yang dibutuhkan tersebut berhubungan erat dengan konsep termokimia yang merupakan cabang ilmu kimia yang harus dikuasai oleh siswa SMK.

Karakteristik permasalahan dalam materi termokimia adalah bersifat kuantitatif artinya melibatkan persamaan dan meminta jawaban yang numerik. Misalnya memperkirakan energi suatu bahan bakar dari nilai kalor bahan bakar yang digunakan. Untuk dapat memecahkan permasalah tersebut di dalam proses belajar mengajar, dibutuhkan metode yang tepat yang menekankan pada proses penyelesaian masalah agar masalah tersebut berhasil dipecahkan dengan baik (Thaasoobshirazy & Glyyn, 2009).


(21)

7

Dwi Kusumahrini Fathulena, 2013

Problem solving adalah rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah (Komariah, 2011). Oleh karena itu konsep termokimia yang membutuhkan langkah-langkah atau strategi dalam penyelesaian masalahnya cocok menggunakan model pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yaitu problem solving.

Selain itu, sampai saat ini belum ditemukan adanya penelitian yang mencoba mengungkap hasil pembelajaran problem solving terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa SMK pada materi termokimia. Didasarkan pada latar

belakang yang telah dijelaskan, maka penelitian ini berjudul “Pengembangan Model Pembelajaran Problem Solving untuk Meningkatkan

Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMK pada Materi TermokimiaB. Rumusan Masalah

Sejalan dengan latar belakang yang telah dikemukakan, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana model pembelajaran problem solving pada materi termokimia yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa SMK?”

Berdasarkan masalah tersebut, maka pertanyaan penelitian berfokus pada: 1. Bagaimana keterlaksanaan pembelajaran problem solving pada materi

termokimia di SMK?

2. Bagaimana tingkat kemampuan pemecahan masalah siswa SMK sebelum dan setelah mengikuti pembelajaran problem solving?


(22)

8

Dwi Kusumahrini Fathulena, 2013

3. Bagaimana peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa SMK setelah pembelajaran problem solving pada materi termokimia diimplementasikan di dalam kelas?

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini lebih terarah, maka penelitian ini dibatasi pada materi termokimia dengan topik bahasan menentukan kalor yang dilepaskan atau diserap berdasarkan prinsip Black dan menentukan perubahan entalpi berdasarkan Hukum Hess. Penelitian ini dilakukan pada siswa SMK jurusan teknik penyempurnaan tekstil.

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah yang diuraikan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk memperoleh model pembelajaran problem solving yang dapat memfasilitasi siswa SMK dalam mengembangkan kemampuan pemecahan masalah mereka pada materi termokimia.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam upaya perbaikan pembelajaran, yaitu:

1. Menyediakan model pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa SMK dalam mengembangkan kemampuan pemecahan masalah pada materi termokimia. 2. Memberikan informasi bagi peneliti lain dalam mengembangkan model


(23)

33

Dwi Kusumahrini Fathulena, 2013

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subyek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di salah satu SMK kota Bandung. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan karena merupakan sekolah yang mempersiapkan siswanya untuk terjun langsung di dunia industri setelah siswa lulus dari sekolah ini.

Subyek penelitian adalah siswa kelas XI jurusan teknik penyempurnaan tekstil yang akan mempelajari materi termokimia pada semester II tahun ajaran 2012/2013 dengan pengambilan sampel secara nonrandom jenis purposive sampling.

B. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan one-group Pretest-Posttest Design. Paradigma dalam penelitian eksperimen model ini digambarkan sebagai berikut:

(Sugiyono, 2013)

X = treatment yang diberikan (pembelajaran problem solving) O1 = nilai pretest (sebelum diberi perlakuan)

O2 = nilai posttest (setelah diberi perlakuan)

Penelitian dilakukan hanya pada satu kelas yang diberi perlakuan berupa model pembelajaran problem solving. Sebelum siswa diberi perlakuan, siswa


(24)

34

Dwi Kusumahrini Fathulena, 2013

Pengembangan Model Pembelajaran Problem Solving Untuk Meningkatkan Kemampuan

melakukan pretest dan pada akhir pembelajaran siswa melakukan posttest menggunakan soal yang sama.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen berupa Pra-experimental Designs. Metode eksperimen merupakan bagian dari penelitian kuantitatif (Sugiyono, 2013). Menurut Firman (2008) eksperimen adalah suatu metode penelitian yang di dalamnya peneliti mencari informasi yang diperoleh dari suatu perlakuan (treatment) terhadap sekelompok subyek. Pada penelitian ini dilakukan perlakuan pembelajaran problem solving terhadap satu kelas yang bertujuan untuk menyelidiki pengaruhnya pada peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa SMK.

D. Definisi Operasional

Agar tidak terdapat perbedaan dalam penafsiran, maka beberapa istilah dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:

1. Pembelajaran problem solving merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah berdasarkan langkah-langkah yang dikemukakan oleh Bransford and Stain dengan langkah yang disebut dengan IDEAL.

2. Kemampuan pemecahan masalah merupakan suatu keterampilan berpikir tingkat tinggi atau proses berpikir kompleks yang meliputi kemampuan untuk mengidentifikasi masalah, merumuskan masalah, menentukan alternatif pemecahan masalah, melakukan strategi pemecahan masalah dan kemampuan mengevaluasi. Kemampuan pemecahan masalah pada


(25)

35

Dwi Kusumahrini Fathulena, 2013

Pengembangan Model Pembelajaran Problem Solving Untuk Meningkatkan Kemampuan

penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam proses pemecahan masalah dengan merujuk pada strategi pemecahan dari Bransford and Stein.

E. Instrumen Penelitian

a. Intrumen Berupa Lembar Observasi

Lembar observasi merupakan instrumen untuk memfokuskan pengamat terhadap aspek-aspek tertentu yang diselidiki ketika ia melakukan observasinya (Firman, 2008). Lembar observasi dimaksudkan untuk mengobservasi keterlaksanaan proses pembelajaran problem solving terhadap langkah-langkah pembelajaran yang diamati berdasarkan pembelajaran yang dikembangkan dari metode IDEAL.

b. Instrumen Berupa Tes

Tes adalah instrumen yang harus direspon oleh subyek penelitian dengan menggunakan penalaran dan pengetahuannya. Tes merupakan kumpulan pertanyaan atau soal yang harus dijawab oleh siswa dengan pengetahuan-pengetahuan serta kemampuan penalarannya (Firman, 2000). Tes yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengukur kemampuan siswa SMK dalam memecahkan masalah pada materi termokimia. Soal-soal tersebut akan mewakili setiap indikator pemecahan masalah, sehingga jawaban siswa terhadap tes tersebut akan mendeskripsikan sejauh mana kemampuan pemecahan masalah yang dimiliki siswa SMK.

Tes yang diberikan berupa tes tertulis berbentuk uraian karena tes uraian memiliki keunggulan yaitu; tepat untuk mengukur kemampuan jenjang tinggi yang sukar diukur melalui tes obyektif, melatih siswa merumuskan jawaban


(26)

36

Dwi Kusumahrini Fathulena, 2013

Pengembangan Model Pembelajaran Problem Solving Untuk Meningkatkan Kemampuan

dengan kata-kata sendiri, tidak memungkinkan terjadinya penebakan, dan mendorong siswa mengerti lebih dalam tentang suatu gagasan atau hubungan-hubungan.

F. Proses Pengembangan Instrumen

Instrumen yang digunakan harus memiliki validitas yang baik. Oleh karena itu soal dan lembar observasi yang telah dibuat terlebih dahulu dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dan diuji validitasnya oleh dosen ahli.

Validitas menurut Firman (2000) menunjukkan sejauh mana alat ukur itu mengukur apa yang seharusnya diukur oleh alat ukur tersebut. Dengan ungkapan lain, validitas menunjukkan sejauh mana alat ukur memenuhi fungsinya. Validitas yang digunakan untuk tes dan lembar observasi dalam penelitian ini adalah validitas isi. Suatu tes mempunyai validitas isi yang tinggi apabila tes itu mengukur hal-hal yang mewakili keseluruhan isi bahan pelajaran yang akan diukurnya. Cara menilai validitas isi suatu alat ukur ialah dengan mengundang “judgement” (timbangan) kelompok ahli dalam bidang yang diukur (Firman, 2000).

Sebelum divalidasi oleh dosen ahli, dilakukan penyusunan rancangan lembar observasi, rancangan tes, dan membuat pokok uji atau soal sesuai indikator pemecahan masalah yang telah dirumuskan.

G. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah siswa SMK terhadap materi termokimia dilakukan dengan memberikan tes berupa soal berbentuk uraian yang dapat mengukur kemampuan di setiap indikator pemecahan masalah.


(27)

37

Dwi Kusumahrini Fathulena, 2013

Pengembangan Model Pembelajaran Problem Solving Untuk Meningkatkan Kemampuan

Keterlaksanaan terhadap pembelajaran dilakukan observasi, sedangkan untuk mendukung penjelasan temuan peneliti terhadap kemampuan pemecahan masalah dan terhadap pembelajaran yang tidak terwakili dari instrumen yang telah dibuat diperoleh dari catatan lapangan.

H. Analisis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skor tes awal, skor tes akhir, dan gain. Dalam pemberian skor soal berupa uraian pada pretest dan posttest, digunakan rubrik kemampuan pemecahan masalah sebagai acuan dalam pemberian skor. Rubrik Kemampuan Pemecahan Masalah (RKMP) yang peneliti buat dapat dilihat pada Lampiran 1.5. Kemudian skor pretest dan posttest dihitung dengan cara:

Nilai =

x100

Berdasarkan RKMP, terdapat 5 indikator kemampuan pemecahan masalah dengan masing-masing memiliki skor maksimum 3. Sehingga jumlah skor maksimum kemampuan pemecahan masalah adalah 15 untuk setiap wacana.

Skor yang diperoleh, kemudian dianalisis berdasarkan kategori dari Gayon (2003). Berlandaskan kategori Gayon tersebut, peneliti dapat memperoleh informasi mengenai kemampuan pemecahan masalah siswa dalam setiap indikatornya ataupun kemampuan pemecahan masalah secara keseluruhan. Interpretasi berdasarkan Gayon terhadap skor yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 2.2 di halaman 20.


(28)

38

Dwi Kusumahrini Fathulena, 2013

Pengembangan Model Pembelajaran Problem Solving Untuk Meningkatkan Kemampuan

Pada pengolahan data dan analisis datanya, siswa dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu kelompok tinggi, sedang, dan rendah berdasarkan pembagian menurut Azwar (2003). Pembagian kelompok ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah berasal dari kelompok siswa yang mana. Pengelompokkan ini didasarkan pada nilai ulangan harian siswa yang ada disekolah tersebut. Pembagian tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Pembagian Kategori Kelompok Siswa

Kategori Rumus

Tinggi x ≥ │ ̅+ 1 . s│

Sedang │ ̅ - 1 . s │ ≤ x < │ ̅ + 1 . s │ Rendah x < │ ̅ - 1 . s │

Keterangan: x = Skor subjek ̅ = Rerata

s = Standar deviasi

Hasil pembagian kelompok dapat dilihat pada Tabel 3.2 dengan rincian terlampir pada Lampiran 2.2.

Tabel 3.2 Hasil Pembagian Kategori Kelompok Siswa

Kategori Kelompok Kriteria Jumlah Siswa

Tinggi x ≥ 67,21 5

Sedang 33,97 ≤ x < 67,21 25

Rendah x < 33,97 4

Jumlah 34

Gain merupakan peningkatan kemampuan yang dimiliki siswa setelah mengikuti pembelajaran yang dihitung berdasarkan selisih antara nilai postest dan pretest. Gain yang diperoleh dinormalisasi oleh selisih antara skor maksimal dengan skor pretest (N-Gain). Hal ini dikarenakan hasil yang diperoleh tiap siswa berbeda dan untuk menghindari kekhawatiran kemampuan awal (pretest) yang


(29)

39

Dwi Kusumahrini Fathulena, 2013

Pengembangan Model Pembelajaran Problem Solving Untuk Meningkatkan Kemampuan

berbeda, jika menggunakan gain atau dinilai dari peningkatan hasil posttest terhadap hasil pretest saja tanpa dinormalisasi hasilnya akan bias dan tidak fair. Sehingga analisis peningkatan di dalam penelitian ini menggunakan N-Gain. Peningkatan yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung berdasarkan rumusan yang dikemukakan oleh Hake (1998) dengan rumus g factor (N-Gain), secara matematis dituliskan sebagai berikut:

g =

Keterangan:

g = gain yang dinormalisasi Sfinal = Nilai tes akhir

Sinitial = Nilai tes awal

Tingkat perolehan N-Gain kemudian dikategori yaitu: g ≥ 0,7 : tinggi

0,3 ≤ g < 0,7 : sedang g < 0,3 : rendah

I. Alur Penelitian

Secara sistematik penelitian ini dilakukan melalui tahapan-tahapan yang disajikan dalam Gambar 3.1 berikut :


(30)

40

Dwi Kusumahrini Fathulena, 2013

Pengembangan Model Pembelajaran Problem Solving Untuk Meningkatkan Kemampuan Pendahuluan

dan Persiapan

Pelaksanaan

Analisis dan Penulisan

Gambar 3.1 Alur Penelitian

Standar Isi Pelajaran Kimia

Studi model Pembelajaran Berbasis

Problem Solving (PS)

Analisis Konsep

Penyusunan Instrumen (Soal dan Lembar

Observasi)

Studi Literatur

Studi Kemampuan Pemecahan Masalah

Analisis Aspek Kemampuan Pemecahan Masalah

Penyusunan Model Pembelajaran PS

Revisi dan Validasi Instrumen & Model Pembelajaran

Pretest Temuan dan Pembahasan Analisis Data Implementasi Pembelajaran Posttest Kesimpulan dan Saran Observasi oleh Observer


(31)

41

Dwi Kusumahrini Fathulena, 2013

Pengembangan Model Pembelajaran Problem Solving Untuk Meningkatkan Kemampuan Tahap-tahap penelitian di atas dapat di jabarkan sebagai berikut: 1. Tahap Pendahuluan

Pada tahap pendahuluan dilakukan kajian literatur mengenai standar isi pelajaran kimia di SMK, studi kemampuan pemecahan masalah, studi model pembelajaran problem solving yang dibutuhkan untuk pengembangan model pembelajaran problem solving.

2. Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan meliputi persiapan instrumen penelitian berupa perancangan lembar observasi yang diperlukan untuk melihat keterlaksanaan model pembelajaran problem solving di dalam kelas dan penyusunan instrumen berupa tes berbentuk uraian yang mewakili setiap indikator pemecahan masalah untuk melihat kemampuan pemecahan masalah siswa SMK. Pengembangan model pembelajaran mempertimbangkan hal-hal berikut :

a. Tingkat perkembangan kognitif siswa b. Karakteristik materi subjek

c. Strategi pembelajaran

d. Sintaks model yang dikembangkan 3. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan dilakukan implementasi model pembelajaran yang dikembangkan. Implementasi model pembelajaran problem solving dilakukan pada satu kelas perlakuan. Sebelum pembelajaran problem solving diimplementasikan di dalam kelas, siswa melakukan pretest terlebih dahulu untuk memperoleh informasi tentang kemampuan awal siswa. Pada akhir pembelajaran,


(32)

42

Dwi Kusumahrini Fathulena, 2013

Pengembangan Model Pembelajaran Problem Solving Untuk Meningkatkan Kemampuan

siswa melakukan posttest untuk mengukur peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa SMK pada materi termokimia.

4. Tahap Analisis dan Penyusunan Laporan

Data yang diperoleh dari hasil implementasi model kemudian dianalisis dengan cara menyusun urutan data, mengelompokkan dan mengorganisasikan data dalam kategori-kategori yang diteliti. Kemudian mengolah data kuantitatif yang diperoleh dari hasil tes dan data kualitatif yang diperoleh dari data lembar observasi, dianalisis secara statistik dan secara deskriptif. Hasil pengolahan data dilanjutkan dengan menyusun laporan hasil penelitian.


(33)

75

Dwi Kusumahrini Fathulena, 2013

BAB V KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan data hasil penelitian, analisis data serta pembahasan, maka dapat disimpulkan:

1. Keterlaksanaan pembelajaran problem solving di kelas diawali dengan penyampaian permasalahan yang terjadi di industri yang pernah siswa alami pada saat PKL terkait materi termokimia. Kemudian dilanjutkan dengan mengikuti tahapan IDEAL yaitu: identify the problem, define and represent the problem, explore possible strategies, act on the strategies, dan look back and evaluate the effect of your activities. Pelaksanaan pembelajaran problem solving di SMK pada materi termokimia dapat mengembangkan seluruh tahapan menurut Bransford and Stain berdasarkan metode IDEAL.

2. Sebelum mengikuti pembelajaran problem solving rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa SMK berada pada kategori kurang (poor) dengan nilai rata-rata 16,18%. Setelah mendapatkan pembelajaran problem solving, rata-rata kemampuan pemecahan masalah siwa SMK berada pada kategori memuaskan (satisfactory) dengan nilai rata-rata 58,04%. Kategori outstanding dicapai oleh siswa yang termasuk kedalam kelompok kategori tinggi. Kategori poor berasal dari siswa yang termasuk kedalam kelompok kategori rendah. Pembelajaran problem solving sulit diikuti oleh siswa yang termasuk kedalam kelompok kategori rendah.


(34)

76

Dwi Kusumahrini Fathulena, 2013

Pengembangan Model Pembelajaran Problem Solving Untuk Meningkatkan Kemampuan

3. Pembelajaran problem solving dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa SMK jurusan penyempurnaan tekstil pada materi termokimia dengan N-Gain 0,51, dengan kategori sedang pada seluruh indikator pemecahan masalah. N-Gain tertinggi terjadi pada kemampuan merumuskan masalah sebesar 0,60 dan N-Gain terendah terjadi pada kemampuan mengevaluasi sebesar 0,40.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka disarankan beberapa hal sebagai berikut:

1. Diperlukan pengembangan pembelajaran problem solving yang tidak hanya dapat diikuti oleh siswa kelompok kategori tinggi dan sedang, tetapi juga dapat diikuti oleh siswa kelompok kategori rendah.

2. Diperlukan pengembangan pembelajaran problem solving pada materi-materi lain yang dapat meningkatkan kemampuan memecahkan

masalah pada seluruh indikator kemampuan pemecahan masalah.

3. Diperlukan pengembangan instrumen yang lebih beragam untuk melatih siswa dalam mengembangkan kemampuan pemecahan masalah.

4. Bagi guru di SMK diharapkan dapat memberikan soal-soal yang dapat membantu siswa mengasah kemampuan pemecahan masalah.


(35)

77

Dwi Kusumahrini Fathulena, 2013

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, FR. (2010). Pengembangan Tes Keterampilan Problem Solving Siswa SMA pada Materi Pokok Hidrolisis Garam. Skripsi. UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Arikunto, S. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Azwar, S. (2003). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Baden, M.S. (2004). Foundations of Problem-based Learning. England: Society for Reseach into Higher Education & Open University Press.

Barrows, H.S. (1996). A Taxonomy of Problem-Based Learning Methods. New Directions for Teaching and Learning, 68, 3-11.

Chi, M.T.H and Glaser, R. (1980). Problem-Solving Ability. Learning Research and Development Center, University of Pittsburgh. No. N00014-79-C-0215, NR 157-430.

Crebert, G., Patrick, C.J., Cragnolini, V., Smith, C., Worsfold, K., & Webb, F. (2011). Problem Solving Skills Toolkit. 2nd Edition. Australia: Griffith University.

Dahar, R.W. (2006). Teori-teori Belajar & Pembelajaran. Jakarta: Erlangga. Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Kurikulum SMK edisi 2006. Jakarta:

Depdiknas

Firman, H. (2000). Penilaian Hasil Belajar dalam Pengajaran Kimia. UPI Bandung.

. (2008). Penelitian Pendidikan Kimia. UPI. Bandung.

Gayon, E.E.P. (2003). The Problem-Solving of High School Chemistry Students And Its Implications in Redefining Chemistry Education. University of the Philippines.

Hake, R. R. (1998). Interactive-Engagement Methods in Introductory Mechanics Courses. Bloomington, Indiana: Indiana University.

Kirkley, J. (2003). Principles for Teaching Problem Solving. Indiana: Indiana University.


(36)

78

Dwi Kusumahrini Fathulena, 2013

Pengembangan Model Pembelajaran Problem Solving Untuk Meningkatkan Kemampuan

Komariah, K. (2011). Penerapan Metode Pembelajaran Problem Solving Model Polya untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan bagi Siswa Kelas IX di SMPN 3 Cimahi. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA. Universitas Negeri Yogyakarta. Mertler, Craig A. (2001). Designing scoring rubrics for your classroom. Practical

Assessment, Research & Evaluation, 7(25). A peer-reviewed electronic journal. ISSN 1531-7714.

Moleong, L.J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mupinga, D.M., Busby, J.R., and Ngatiah, J.W. (2006). Postsecondary Technical and Vocational Education Institutions in Kenya: Needs and Chalenges. International Journal of Vocational Education and Training. 14 (1). 21-35.

Nitko, A.J & Brookhart,S.M. (2007). Educational Assesment of Students. 5th edition. Colombus: Pearson Merrill Prentice Hall.

OECD. (2004). Problem Solving for Tomorrow’s World. Programme for International Student Assesment.

Overtoom, Christine. (2000). Employability Skills: An Update. ERIC: Clearinghouse on Adult, Career, and Vocational Education. Columbus. EDO-CE-00-220.

Paleocrassas, S., Zaharia, S., Patesti, A., Antoniadou, M., and Kalyveza, M.C. (2006). Using Cognitive Perspective in an Innovative Career Education Concept: Result From a Pilot Study in Greece. International Journal of Vocational Education and Training. 14 (1). 37-51.

Pardjono & Wardaya. (2009). Peningkatan Kemampuan Analisis, Sintesis, dan Evaluasi melalui Pembelajaran Problem Solving. Cakrawala Pendidikan, Th. XXVIII, No.3.

Sofyan, R. (2011). Penerapan Metode Pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) dalam upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa pada Konsep Gerak Melingkar Beraturan. Skripsi. UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan. Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.


(37)

79

Dwi Kusumahrini Fathulena, 2013

Pengembangan Model Pembelajaran Problem Solving Untuk Meningkatkan Kemampuan

Sumartini, T. (2012). Penerapan Model Problem Solving untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Siswa pada Materi Titrasi Asam Basa. Skripsi. UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Suyanti, R.D. (2010). Strategi Pembelajaran Kimia. Yogyakarta: Graha Ilmu. Thaasoobshirazy, G & Glyyn, S.M. 2009. College Students Solving Chemistry

Problems: A Theoretical Model of Expertise. Journal of Research In Science Teaching. 46 (10). 1070– 1089.

Warimun, E.S. (2010). Pengembangan Kemampuan Problem Solving melalui Pembelajaran Topik Optika bagi Mahasiswa Calon Guru Fisika. Disertasi. Upi Bandung. Tidak diterbitkan.

Wena, M. (2009). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual. Jakarta: Bumi Aksara.

Widiyowati, I.I. (2009). Pendekatan Pemecahan Masalah pada Pembelajaran Larutan Penyangga untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA. Tesis. UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Wulandari, N. (2010). Pengembangan Tes Keterampilan Problem Solving Siswa SMK Kelas X pada Materi Pokok Larutan Penyangga. Skripsi. UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Yeats, W.B. (2001). Learning Skills. Center for Literacy Studies. Knoxville. UT Publication Number: Ro1-1804-089-002-02.


(1)

42

siswa melakukan posttest untuk mengukur peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa SMK pada materi termokimia.

4. Tahap Analisis dan Penyusunan Laporan

Data yang diperoleh dari hasil implementasi model kemudian dianalisis dengan cara menyusun urutan data, mengelompokkan dan mengorganisasikan data dalam kategori-kategori yang diteliti. Kemudian mengolah data kuantitatif yang diperoleh dari hasil tes dan data kualitatif yang diperoleh dari data lembar observasi, dianalisis secara statistik dan secara deskriptif. Hasil pengolahan data dilanjutkan dengan menyusun laporan hasil penelitian.


(2)

BAB V KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan data hasil penelitian, analisis data serta pembahasan, maka dapat disimpulkan:

1. Keterlaksanaan pembelajaran problem solving di kelas diawali dengan penyampaian permasalahan yang terjadi di industri yang pernah siswa alami pada saat PKL terkait materi termokimia. Kemudian dilanjutkan dengan mengikuti tahapan IDEAL yaitu: identify the problem, define and represent the problem, explore possible strategies, act on the strategies, dan look back and evaluate the effect of your activities. Pelaksanaan pembelajaran problem solving di SMK pada materi termokimia dapat mengembangkan seluruh tahapan menurut Bransford and Stain berdasarkan metode IDEAL.

2. Sebelum mengikuti pembelajaran problem solving rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa SMK berada pada kategori kurang (poor) dengan nilai rata-rata 16,18%. Setelah mendapatkan pembelajaran problem solving, rata-rata kemampuan pemecahan masalah siwa SMK berada pada kategori memuaskan (satisfactory) dengan nilai rata-rata 58,04%. Kategori outstanding dicapai oleh siswa yang termasuk kedalam kelompok kategori tinggi. Kategori poor berasal dari siswa yang termasuk kedalam kelompok kategori rendah. Pembelajaran problem solving sulit diikuti oleh siswa yang termasuk kedalam kelompok kategori rendah.


(3)

76

3. Pembelajaran problem solving dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa SMK jurusan penyempurnaan tekstil pada materi termokimia dengan N-Gain 0,51, dengan kategori sedang pada seluruh indikator pemecahan masalah. N-Gain tertinggi terjadi pada kemampuan merumuskan masalah sebesar 0,60 dan N-Gain terendah terjadi pada kemampuan mengevaluasi sebesar 0,40.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka disarankan beberapa hal sebagai berikut:

1. Diperlukan pengembangan pembelajaran problem solving yang tidak hanya dapat diikuti oleh siswa kelompok kategori tinggi dan sedang, tetapi juga dapat diikuti oleh siswa kelompok kategori rendah.

2. Diperlukan pengembangan pembelajaran problem solving pada materi-materi lain yang dapat meningkatkan kemampuan memecahkan

masalah pada seluruh indikator kemampuan pemecahan masalah.

3. Diperlukan pengembangan instrumen yang lebih beragam untuk melatih siswa dalam mengembangkan kemampuan pemecahan masalah.

4. Bagi guru di SMK diharapkan dapat memberikan soal-soal yang dapat membantu siswa mengasah kemampuan pemecahan masalah.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, FR. (2010). Pengembangan Tes Keterampilan Problem Solving Siswa SMA pada Materi Pokok Hidrolisis Garam. Skripsi. UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Arikunto, S. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Azwar, S. (2003). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Baden, M.S. (2004). Foundations of Problem-based Learning. England: Society for Reseach into Higher Education & Open University Press.

Barrows, H.S. (1996). A Taxonomy of Problem-Based Learning Methods. New Directions for Teaching and Learning, 68, 3-11.

Chi, M.T.H and Glaser, R. (1980). Problem-Solving Ability. Learning Research and Development Center, University of Pittsburgh. No. N00014-79-C-0215, NR 157-430.

Crebert, G., Patrick, C.J., Cragnolini, V., Smith, C., Worsfold, K., & Webb, F. (2011). Problem Solving Skills Toolkit. 2nd Edition. Australia: Griffith University.

Dahar, R.W. (2006). Teori-teori Belajar & Pembelajaran. Jakarta: Erlangga. Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Kurikulum SMK edisi 2006. Jakarta:

Depdiknas

Firman, H. (2000). Penilaian Hasil Belajar dalam Pengajaran Kimia. UPI Bandung.

. (2008). Penelitian Pendidikan Kimia. UPI. Bandung.

Gayon, E.E.P. (2003). The Problem-Solving of High School Chemistry Students And Its Implications in Redefining Chemistry Education. University of the Philippines.

Hake, R. R. (1998). Interactive-Engagement Methods in Introductory Mechanics Courses. Bloomington, Indiana: Indiana University.

Kirkley, J. (2003). Principles for Teaching Problem Solving. Indiana: Indiana University.


(5)

78

Komariah, K. (2011). Penerapan Metode Pembelajaran Problem Solving Model Polya untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan bagi Siswa Kelas IX di SMPN 3 Cimahi. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA. Universitas Negeri Yogyakarta. Mertler, Craig A. (2001). Designing scoring rubrics for your classroom. Practical

Assessment, Research & Evaluation, 7(25). A peer-reviewed electronic journal. ISSN 1531-7714.

Moleong, L.J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mupinga, D.M., Busby, J.R., and Ngatiah, J.W. (2006). Postsecondary Technical and Vocational Education Institutions in Kenya: Needs and Chalenges. International Journal of Vocational Education and Training. 14 (1). 21-35.

Nitko, A.J & Brookhart,S.M. (2007). Educational Assesment of Students. 5th edition. Colombus: Pearson Merrill Prentice Hall.

OECD. (2004). Problem Solving for Tomorrow’s World. Programme for International Student Assesment.

Overtoom, Christine. (2000). Employability Skills: An Update. ERIC: Clearinghouse on Adult, Career, and Vocational Education. Columbus. EDO-CE-00-220.

Paleocrassas, S., Zaharia, S., Patesti, A., Antoniadou, M., and Kalyveza, M.C. (2006). Using Cognitive Perspective in an Innovative Career Education Concept: Result From a Pilot Study in Greece. International Journal of Vocational Education and Training. 14 (1). 37-51.

Pardjono & Wardaya. (2009). Peningkatan Kemampuan Analisis, Sintesis, dan Evaluasi melalui Pembelajaran Problem Solving. Cakrawala Pendidikan, Th. XXVIII, No.3.

Sofyan, R. (2011). Penerapan Metode Pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) dalam upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa pada Konsep Gerak Melingkar Beraturan. Skripsi. UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan. Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.


(6)

Sumartini, T. (2012). Penerapan Model Problem Solving untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Siswa pada Materi Titrasi Asam Basa. Skripsi. UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Suyanti, R.D. (2010). Strategi Pembelajaran Kimia. Yogyakarta: Graha Ilmu. Thaasoobshirazy, G & Glyyn, S.M. 2009. College Students Solving Chemistry

Problems: A Theoretical Model of Expertise. Journal of Research In Science Teaching. 46 (10). 1070– 1089.

Warimun, E.S. (2010). Pengembangan Kemampuan Problem Solving melalui Pembelajaran Topik Optika bagi Mahasiswa Calon Guru Fisika. Disertasi. Upi Bandung. Tidak diterbitkan.

Wena, M. (2009). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual. Jakarta: Bumi Aksara.

Widiyowati, I.I. (2009). Pendekatan Pemecahan Masalah pada Pembelajaran Larutan Penyangga untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA. Tesis. UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Wulandari, N. (2010). Pengembangan Tes Keterampilan Problem Solving Siswa SMK Kelas X pada Materi Pokok Larutan Penyangga. Skripsi. UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Yeats, W.B. (2001). Learning Skills. Center for Literacy Studies. Knoxville. UT Publication Number: Ro1-1804-089-002-02.


Dokumen yang terkait

PERBANDINGAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING DAN PROBLEM BASED INSTRUCTION PADA KEGIATAN LABORATORIUM UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

1 9 231

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING BERBASIS GALLERY WALK TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATERI SEGIEMPAT SISWA KELAS VII

2 77 435

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMK PAB SAENTIS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING.

0 10 48

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA SMK.

2 31 239

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN Penerapan Metode Pembelajaran Problem Solving Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Hasil Belajar Matematika.

0 0 16

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI METODE PROBLEM SOLVING BAGI SISWA SMA Penerapan Metode Pembelajaran Problem Solving Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Hasil Belajar Matematika.

0 0 13

MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP FLUIDA STATIS DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA.

0 1 39

Pengembangan Perangkat Pembelajaran dengan Pendekatan Problem Solving dan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Head Together) pada Materi Bangun Ruang Sisi Datar untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah untuk Siswa SMP.

0 2 508

Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa pada Materi Peluang dengan Pendekatan Pemecahan Masalah (Problem Solving) untuk Siswa SMK.

0 1 120

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA SMK MUHAMMADIYAH I PURWOKERTO MELALUI PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING

0 0 12