KAJIAN BEBERAPA ISOLAT Pseudomonad fluorescens DAN METODE APLIKASI TERHADAP PENYAKIT LAYU DAN PERTUMBUHAN TANAMAN CABAI (Capsicum annum L.) DI LAHAN.

KAJIAN BEBERAPA ISOLAT Pseudomonad fluorescens DAN METODE
APLIKASI TERHADAP PENYAKIT LAYU DAN PERTUMBUHAN TANAMAN
CABAI (Capsicum annum L.) DI LAHAN

SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
Program Studi Agroteknologi

Oleh :
TRIONO
NPM : 1025010006

kepada
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN” JAWA TIMUR
SURABAYA
2014

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.


KAJIAN BEBERAPA ISOLAT Pseudomonad fluorescens DAN METODE
APLIKASI TERHADAP PENYAKIT LAYU DAN PERTUMBUHAN TANAMAN
CABAI (Capsicum annum L.) DI LAHAN

Diajukan oleh :
TRIONO
NPM : 1025010006
Telah dipertahankan di hadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi
Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur
Pada tanggal..........,Januari 2014
Pembimbing:
1.

Tim Penguji:

Pembimbing Utama

1. Ketua


Dr. Ir. Ketut Sri Marhaeni J., MSi.

Dr. Ir. Ketut Sri Marhaeni J., MSi.

2.

2. Sekretaris

Pembimbing Pendamping

Dr. Ir. Yenny Wuryandari, MP.

Dr. Ir. Yenny Wuryandari, MP.
3. Anggota

Dr. Ir. Hery Nirwanto, MP.
4. Anggota

Ir. Makhziah, MP.


Mengetahui:
Dekan Fakultas
Pertanian

Ketua Program Studi
Agroteknologi

Dr. Ir. Ramdan Hidayat, MS.
NIP. 19620205 198703 1005

Ir. Mulyadi, MS.
NIP. 19530503 198503 1001

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Telah Direvisi
Tanggal : ..................................... 2014


Pembimbing Utama

Pembimbing Pendamping

Dr. Ir. Ketut Sri Marhaeni J., MSi.

Dr. Ir. Yenny Wuryandari, MP.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

SURAT PERNYATAAN

Berdasarkan Undang-Undang No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dan
Permendiknas No 17, Pasal 1 Ayat 1 tentang plagiarisme
Maka, saya sebagai Penulis Skripsi dengan judul :
KAJIAN BEBERAPA ISOLAT Pseudomonad fluorescens DAN METODE
APLIKASI TERHADAP PENYAKIT LAYU DAN PERTUMBUHAN TANAMAN
CABAI (Capsicum annum L.) DI LAHAN.
menyatakan bahwa Skripsi tersebut di atas bebas dari plagiarism.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan
saya

sanggup

mempertanggungjawabkan

sesuai

dengan

hukum

dan

perundangan yang berlaku.

Surabaya,........, Januari, 2014
Yang Membuat Pernyataan,


TRIONO
NPM. 1025010006

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

STUDY OF SOME ISOLATE Pseudomonad fluorescens AND
APPLICATIONS METHODS ON WILT DISEASE AND GROWTH OF CHILI
(Capsicum annum L.) IN THE LAND.

Triono, Ketut Sri Marhaeni Julyasih and Yenny Wuryandari
Faculty of Agriculture UPN “ Veteran” East Java, Surabaya
ABSTRACT
Pseudomonads fluorescens bacteria are biological agents that can
suppress plant disease development and growth promoter. The objective of this
research was to study of isolate Pseudomonads fluorecens who has the most
excellent in suppressing the development of chili plants to wilt disease and spur
growth. This research was conducted in the Laboratory Health Plant the Faculty
of Agriculture Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” East Java and in the
Agricultural Land Ketimang Village, Regency Wonoayu, District of Sidoarjo using

Randomized Block Design (RBD). This study is a factorial experiment (two
factors). The first factor is kinds isolate Pseudomonads fluorescens with four (4)
levels: Control / distilled water (P0), isolates Pf B (P1), isolates Pf 122 (P2) and
isolates Pf 160 (P3). The second factor is the method of application of biological
agents with two (2) levels, the submersion method (C1) and the sprinkling
method (C2). The results showed that treatment of Pf 122 is the most excellent
in suppressing the development of wilt disease, followed Pf and Pf B 160
consecutive able to suppress the development of wilt disease in pepper by
31.35%, 24.69% and 23.02 %. Treatment of Pf 122 is the most excellent in
spurring the growth of chili plants in the land.

Keywords: Pseudomonads fluorescens, Chili Plants Wilt Disease, Method of
Application.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

KAJIAN BEBERAPA ISOLAT Pseudomonad fluorescens DAN METODE
APLIKASI TERHADAP PENYAKIT LAYU DAN PERTUMBUHAN TANAMAN
CABAI (Capsicum annum L.) DI LAHAN.

Triono, Ketut Sri Marhaeni Julyasih dan Yenny Wuryandari
Fakultas Pertanian UPN “ Veteran” Jawa Timur, Surabaya

ABSTRAK

Bakteri Pseudomonad fluorescens merupakan agensia hayati yang dapat
menekan perkembangan penyakit tanaman dan pemacu pertumbuhan.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan isolat Pseudomonad fluorecens yang
paling baik dalam menekan perkembangan penyakit layu tanaman cabai serta
memacu pertumbuhan. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan
Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan nasional “veteran” Jawa
Timur dan di Lahan Pertanian Desa Ketimang Kecamatan Wonoayu Kabupaten
Sidoarjo menggunakan Rancangan acak Kelompok (RAK). Penelitian ini
merupakan percobaan faktorial (2 faktor). Faktor pertama macam isolat
Pseudomonad fluorescens dengan 4 (empat) level yaitu Kontrol/Aquadest (P0),
Isolat Pf B (P1), Isolat Pf 122 (P2) dan Isolat Pf 160 (P3). Faktor kedua yaitu
metode aplikasi agensia hayati dengan dua (2) level, yaitu metode perendaman
(C1) dan metode penyiraman (C2). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perlakuan Pf 122 merupakan yang paling baik dalam menekan perkembangan
penyakit layu, kemudian diikuti Pf 160 dan Pf B secara berturut-turut mampu

menekan perkembangan penyakit layu pada tanaman cabai sebesar 31,35 %,
24,69 % dan 23,02 %. Perlakuan Pf 122 merupakan yang paling baik dalam
memacu pertumbuhan tanaman cabai di lahan.

Kata Kunci : Pseudomonad fluorescens, Penyakit Layu Tanaman Cabai, Metode
Aplikasi.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

TRIONO NPM : 1025010006. KAJIAN BEBERAPA ISOLAT Pseudomonad
flourescens DAN METODE APLIKASI TERHADAP PENYAKIT LAYU DAN
PERTUMBUHAN TANAMAN CABAI (Capsicum annum L.) DI LAHAN.
Dibawah bimbingan Dr. Ir. Ketut Sri Marhaeni Julyasih, MSi. selaku Dosen
Pembimbing Utama dan Dr. Ir. Yenny Wuryandari, MP. selaku Dosen
Pembimbing Pendamping.
RINGKASAN (SUMMARY)
Cabai (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura
yang memiliki nilai ekonomis penting di Indonesia. Permintaan cabai merah di
Indonesia meningkat setiap tahun baik untuk keperluan rumah tangga maupun

industri. Kendala produksi cabai merah antara lain penyakit layu kompleks yang
disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum dan bakteri Ralstonia
solanacearum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan agensia
hayati Pseudomonad fluorescens dalam menekan perkembangan penyakit layu
pada tanaman cabai di lahan, mengetahui isolat agensia hayati Pseudomonad
fluorescens yang paling efektif dalam menekan perkembangan penyakit layu
pada tanaman cabai di lahan, mengetahui isolat agensia hayati Pseudomonad
fluorescens yang paling baik untuk memacu pertumbuhan tanaman cabai di
lahan serta mengetahui metode aplikasi agensia hayati Pseudomonad
fluorescens yang efektif untuk menekan penyakit layu serta memacu
pertumbuhan tanaman cabai di lahan.
Penelitian ini dilakukan di Laoratorium Kesehatan Tanaman Fakultas
Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur dan di
Lahan pertanian Desa Ketimang Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo,
mulai awal bulan November sampai Desember 2013. Penelitian ini merupakan
percobaan faktorial (2 faktor). Faktor pertama macam isolat Pseudomonad
fluorescens dengan 4 (empat) level yaitu Kontrol/Aquadest (P0), Isolat Pf B (P1),
Isolat Pf 122 (P2) dan Isolat Pf 160 (P3). Faktor kedua yaitu metode aplikasi
agensia hayati dengan dua (2) level, yaitu metode perendaman (C1) dan metode
penyiraman (C2). Kombinasi perlakuan terdapat 8 macam dan diulang sebanyak

5 kali. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis sidik ragam Anova (Analisis
Variansi). Apabila F hitung > F tabel dianjurkan uji perbandingan rata–rata hasil
dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ 5 %.
Hasil dari data pengamatan delapan perlakuan tersebut menunjukkan
bahwa semua isolat Pf mampu menekan perkembangan penyakit layu dan
memacu pertumbuhan tanaman cabai di lahan dibandingkan kontrol. Perlakuan
metode aplikasi tidak menunjukkan pengaruh terhadap penyakit layu dan
memacu petumbuhan tanaman cabai di lahan, serta tidak ada interaksi yang
nyata pada kombinasi perlakuan tersebut. Perlakuan Pf 122 merupakan yang
paling baik dalam menekan perkembangan penyakit layu, kemudian diikuti Pf
160 dan Pf B secara berturut-turut mampu menekan perkembangan penyakit
layu pada tanaman cabai sebesar 31,35 %, 24,69 % dan 23,02 %. Perlakuan Pf
122 merupakan yang paling baik dalam memacu pertumbuhan tanaman cabai di
lahan. Agensia hayati Pseudomonad fluorescens terutama isolat Pf 122
merupakan yang paling baik untuk diaplikasikan di lahan tanaman cabai.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

KATA PENGANTAR
Segala puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat-Nya kepada penulis serta shalawat dan salam semoga
terlimpah atas junjungan kita Nabi Muhammad SAW sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “KAJIAN BEBERAPA ISOLAT
Pseudomonad fluorescens DAN METODE APLIKASI TERHADAP PENYAKIT
LAYU DAN PERTUMBUHAN TANAMAN CABAI (Capsicum annum L.) DI
LAHAN.
Penyusunan

skripsi

ini

merupakan

salah

satu

persyaratan

untuk

penyelesaian jenjang Strata 1 (S1) Program Studi Agroteknologi Fakultas
Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Penyusunan skripsi ini tidak akan berhasil dan selesai dengan baik tanpa
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Maka dari itu, melalui tulisan ini
penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
yang terhormat:

1. Dr. Ir. Ketut Sri Marhaeni Julyasih. M.Si. selaku Dosen Pembimbing
Utama yang telah meluangkan waktu serta pikiran untuk memberikan
segala bimbingan, perhatian dan kesabaran mulai dari awal hingga akhir
dalam penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Yenny Wuryandari, MP. selaku Dosen Pembimbing Pendamping
yang telah meluangkan waktu serta pikiran untuk memberikan segala
bimbingan, perhatian dan kesabaran mulai dari awal hingga akhir dalam
penyusunan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Ramdan Hidayat, MS. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

i
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4. Ir. Mulyadi. MS. selaku Ketua Program Studi Agroteknologi Fakultas
Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

5. Ayah dan Ibunda tercinta yang telah susah payah mendidik penulis
hingga sekarang dan memberikan dukungan baik moril maupun spirituil
selama melaksanakan studi di Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur, sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi
ini dengan baik.

6. Buat kakakku Eko Purwanto, S.Pd., dan Krisna Dwijanto, SE. serta adikku
Kerta Adi Wasana terima kasih atas do’a dan motivasinya.

7. Spesial terima kasih buat kekasihku Anita Putra Anggraini yang tiada
hentinya memberikan motivasi, bantuan, semangat, waktu dan doa dalam
penyusunan skripsi ini.

8. Teman-teman seangkatan yang selalu membantu dan saling memberikan
pengarahan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

9. Semua pihak yang sengaja ataupun tidak sengaja memberikan bantuan
dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga Allah SWT berkenan memberikan balasan, limpahan, berkah,
rahmat dan karunia-Nya, Amien.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih
belum sempurna, maka dari itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun demi sempurnanya skripsi ini.

Surabaya, Januari 2014

Penyusun

ii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ...................................................................................

i

DAFTAR ISI .................................................................................................

iii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................

v

DAFTAR TABEL ..........................................................................................

vi

I. PENDAHULUAN .....................................................................................

1

1.1. Latar Belakang ...............................................................................

1

1.2. Rumusan Masalah ..........................................................................

4

1.3. Tujuan .............................................................................................

5

1.4. Hipotesis .........................................................................................

5

1.5. Manfaat ...........................................................................................

6

II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................

7

2.1. Produksi Cabai Di Indonesia ...........................................................

7

2.1.1. Kendala Produksi Cabai ......................................................

8

2.2. Penyakit Layu Fusarium (Fusarium oxisporum)...............................

9

2.2.1. Gejala Penyakit....................................................................

10

2.2.2. Patogen Penyebab ..............................................................

11

2.2.3. Siklus Hidup ........................................................................

12

2.3. Penyakit Layu Ralstonia (Ralstonia solanacearum) .........................

13

2.3.1. Gejala Penyakit ...................................................................

13

2.3.2. Patogen Penyebab ..............................................................

14

2.3.3. Siklus Hidup ........................................................................

15

2.4. Pengendalian Hayati .......................................................................

16

2.5. Agensia Hayati Pseudomonas fluorescens .....................................

17

2.5.1. Potensi dan Kelebihan Bakteri Pseudomonas fluorescens..

18

2.5.2. Pseudomonas fluorescens Sebagai Penekan Penyakit
Layu ...................................................................................

19

2.5.3. Pseudomonas fluorescens Sebagai Pemacu Pertumbuhan

20

2.5.4. Aplikasi Agensia Hayati .......................................................

21

III. METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................

22

3.1. Tempat dan Waktu ..........................................................................

22

3.2. Alat dan Bahan................................................................................

22

3.2.1. Alat ......................................................................................

22

iii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3.2.2. Bahan ..................................................................................

22

3.3. Metode Penelitian ...........................................................................

22

3.4. Pelaksanaan ...................................................................................

24

3.4.1. Survey Pendahuluan Lokasi Penelitian ................................

24

3.4.2. Penyiapan Lahan.................................................................

24

3.4.3. Penyiapan Bibit Cabai .........................................................

24

3.4.4. Pembuatan Media King’s B..................................................

25

3.4.5. Pembiakan Bakteri Pseudomonad fluorscens ......................

25

3.4.6. Aplikasi Agensia Hayati Pseudomonad fluorescens.............

26

3.4.7. Pemeliharaan Tanaman Cabai ............................................

28

3.5. Pengamatan....................................................................................

29

3.6. Analisa Data....................................................................................

31

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................................

32

4.1. Hasil Survey Pendahuluan Lokasi Penelitian ..................................

32

4.2. Pengaruh Pseudomonad fluorescens dan Metode Aplikasi
Terhadap Perkembangan Penyakit .................................................

33

4.2.1. Masa Inkubasi......................................................................

33

4.2.2. Indeks Penyakit ...................................................................

36

4.3. Panjang Perubahan Warna Jaringan Pangkal Batang .....................

42

4.4. Pengaruh Pseudomonad fluorescens dan Metode Aplikasi
Terhadap Pertumbuhan Cabai ........................................................

45

4.4.1. Tinggi Tanaman Cabai.........................................................

45

4.4.2. Jumlah Daun Tanaman Cabai .............................................

47

4.4.3. Panjang Akar Tanaman Cabai .............................................

49

4.4.4. Berat Kering Daun Tanaman Cabai .....................................

51

4.4.5. Berat Kering Akar Tanaman Cabai ......................................

53

V. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................

55

5.1. Kesimpulan .....................................................................................

55

5.2. Saran ..............................................................................................

55

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

56

LAMPIRAN ...................................................................................................

60

iv
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman
Teks

1. Gejala Penyakit Layu yang Disebabkan oleh Jamur Fusarium sp ...........

10

2. Jamur Fusarium oxysporum pada Media PDA dan Konidia Jamur
Fusarium oxysporum...............................................................................

11

3. Gejala Penyakit Layu Bakteri yang Disebabkan oleh Ralstonia
solanacearum pada Tanaman Cabai ......................................................

14

4. Denah Percobaan dan Ulangan ..............................................................

23

5. Perbanyakan Isolat Bakteri Pseudomonad fluorescens pada Media
King’s B...................................................................................................

26

6. Suspensi Agensia Hayati Pseudomonad fluoresces Pada MasingMasing Isolat...........................................................................................

27

7. a. Perendaman Bibit Cabai Menggunakan Suspensi Pseudomonad
fluorescens, b. Penyiraman Suspensi Pseudomonad fluorescens pada
Lubang Tanam ........................................................................................

27

8. Denah Tanaman Sampel ........................................................................

28

9. Tanaman Cabai Dewasa yang Terserang Penyakit Layu ........................

32

10. a. Gejala Daun Layu Dan Menguning, b. Daun Tanaman Sehat .............

33

11. Diagram Masa Inkubasi Penyakit Layu Tanaman Cabai .........................

35

12. Diagram Rata-rata Indeks Penyakit Setiap Perlakuan pada Tanaman
Cabai ......................................................................................................

41

13. (a) Warna Jaringan Pembuluh Tanaman Cabai yang Sehat,
(b) Warna Jaringan Tanaman Cabai yang Terserang Penyakit ..............

42

14. Diagram Rata-rata Panjang Perubahan Warna Jaringan Pangkal
Batang Tanaman Cabai Hari ...................................................................

44

15. Diagram Rata-rata Tinggi Tanaman Cabai 30 HST .................................

46

16. Diagram Rata-rata Jumlah Daun Tanaman Cabai...................................

48

17. Diagram Rata-rata Panjang Akar Tanaman Cabai Hari ke-30 .................

50

18. Diagram Rata-rata Berat Kering Daun Tanaman Cabai Hari ke-30 .........

52

19. Diagram Rata-rata Berat Kering Akar Tanaman Cabai Hari ke-30 ..........

54

v
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman
Teks

1.

Perkembangan Produksi Cabai Besar Menurut Wilayah Pulau Jawa dan
Luar Pulau Jawa, Tahun 2010–2012.......................................................

7

2. Perkembangan Produksi Cabai Besar Di Pulau Jawa Menurut Provinsi
Tahun 2011–2012. .................................................................................

8

3. Rata-rata Masa Inkubasi Penyakit Layu pada Tanaman Cabai ...............

34

4. Rata-rata Indeks Penyakit Layu Pada Tanaman Cabai Di Lahan ............

37

5. Rata-rata Panjang Perubahan Warna Jaringan Pangkal Batang
Tanaman Cabai ......................................................................................

43

6. Rata-rata Tinggi Tanaman Cabai Umur 30 HST Di Lahan.......................

45

7. Rata-rata Jumlah Daun Tanaman Cabai Hari ke-30 ................................

47

8. Rata-rata Panjang Akar Tanaman Cabai Hari ke-30 ...............................

49

9. Rata-rata Berat Kering Daun Tanaman Cabai .........................................

51

10. Rata-rata Berat Kering Akar Tanaman Cabai ..........................................

53

Nomor

Halaman
Lampiran

1. Anova Masa Inkubasi ..............................................................................

60

2. Anova Indeks Penyakit Hari ke-5 ............................................................

60

3. Anova Indeks Penyakit Hari ke-10 ..........................................................

60

4. Anova Indeks Penyakit Hari ke-15 ..........................................................

61

5. Anova Indeks Penyakit Hari ke-20 ..........................................................

61

6. Anova Indeks Penyakit Hari ke-25 ..........................................................

61

7. Anova Indeks Penyakit Hari ke-30 ..........................................................

62

8. Anova Panjang Perubahan Warna Jaringan Pangkal Batang Tanaman
Cabai Hari ke-30 .....................................................................................

64

9. Anova Tinggi Tanaman Cabai Hari ke-30................................................

62

vi
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

10. Anova Jumlah Daun Tanaman Cabai Hari ke-30 ....................................

62

11. Anova Panjang Akar Tanaman Cabai Hari ke-30 ....................................

63

12. Anova Berat Kering Akar Tanaman Cabai Hari ke-30 .............................

63

13. Anova Berat Kering Daun Tanaman Cabai Hari ke-30 ............................

63

vii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Cabai (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura
yang memiliki nilai ekonomis penting di Indonesia. Secara umum cabai memiliki
banyak kandungan gizi dan vitamin. Di antaranya kalori, protein, lemak,
kabohidarat, kalsium, vitamin A, B1 dan Vitamin C. Manfaat cabai sangat banyak,
selain digunakan untuk keperluan rumah tangga, cabai juga dapat digunakan
untuk bahan baku industri diantaranya, industri bumbu masakan, industri
makanan dan industri obat - obatan atau jamu. Buah cabai ini selain dijadikan
sayuran atau bumbu masak juga memiliki peluang eksport (Prajnanta,1998;
Haryoto, 2009).
Hasil pengukuran Badan Pusat Statistik (2013) menunjukkan, peningkatan
produksi cabai besar segar dengan tangkai di Indonesia tahun 2012, yaitu
sebesar 954,36 ribu ton dengan luas panen sebesar 120,275 ribu hektar dan
rata-rata produktivitas sebesar 7,94 ton per hektar. Dibandingkan tahun 2011
telah terjadi kenaikan produksi sebesar 65,51 ribu ton (7,37 %).

Kenaikan

tersebut disebabkan oleh kenaikan produktivitas 0,59 ton/ha (8,04 %), sementara
luas areal panen terjadi penurunan sebesar 788 hektar (0,65 %) dibandingkan
tahun 2011. Rata-rata produksi cabai nasional baru mencapai 7,94 ton/hektar,
sementara potensi produksi cabai dapat mencapai 10 ton/hektar. Produktifitas
cabai merah masih rendah yaitu 5,2 ton/ha dengan biaya produksi Rp 78 juta/ha.
Sedangkan harga pokok produksi Rp. 12.000/kg (Anonimus, 2012).
Salah satu kendala yang mempengaruhi produksi dan mutu cabai adalah
adanya serangan penyakit layu Fusarium yang disebabkan oleh jamur Fusarium
oxysporum. Jamur Fusarium sp. merupakan jamur yang sangat merugikan
karena dapat menyerang tanaman cabai mulai dari masa perkecambahan
1

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2

sampai fase dewasa (Semangun, 2001; Wiryanta, 2002). Menurut Duriat,
Gunaeni dan Wulandari (2007), selain jamur Fusarium sp. penyakit yang sering
ditemui pada tanaman cabai atau tanaman terung-terungan yaitu penyakit layu
bakteri yang disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum. Menurut Asrul
(2003), kedua jenis patogen ini adalah soil-borne disease (patogen tular tanah)
yang dapat mematikan tanaman cabai sehingga produksi menjadi puso.
Kehilangan hasil oleh Ralstonia solanacearum dapat mencapai lebih dari 60%
bahkan bisa mencapai 100%. Menurut Agrios (2005), penyakit layu bakteri
umumnya ditemukan pada daerah tropis, subtropis dan pada daerah beriklim
hangat di wilayah dunia.
Bakteri Ralstonia solanacearum berkembang di dalam jaringan tanaman
setelah melalui bagian interseluler tanaman dengan bantuan angin atau melalui
lubang alami, misalnya stomata dan tempat keluarnya akar sekunder. Bakteri
juga dapat menginfeksi melalui luka-luka karena tusukan nematoda akar,
Meloidogyne sp. Secara alami, patogen ini menginfeksi akar dengan kisaran
inang yang luas dan secara agresif mengkolonisasi jaringan xilem, menyebabkan
layu letal yang diketahui sebagai penyakit layu bakteri, bahkan tidak jarang
menyebabkan kematian pada inang (Semangun, 2001).
Penyakit layu kompleks yang disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum
dan bakteri Ralstonia solanacearum sulit dikendalikan, baik pada tanaman cabai
maupun tanaman lainnya (Duriat dkk., 2007). Penyakit layu yang disebabkan
oleh kedua patogen tersebut ditemukan di Sumatera Barat yang menyerang
tanaman pisang, jamur Fusarium oxysporum f.sp cubense (Foc) bersimbiosis
dengan bakteri Ralstonia solanacearum (Nasir dan Jumjunidang, 2004). Kedua
patogen tular tanah tersebut saling bersinergi di dalam jaringan akar sehingga
pertumbuhan tanaman tidak bisa berlangsung dengan baik.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3

Salah satu agensia hayati yang berpotensi untuk pengendalian hayati
adalah Pseudomonad fluorescens. Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan
di rumah kaca (Wuryandari, Purnawati, Arwiyanto, dan Hadisutrisno, 2005),
bahwa diperoleh beberapa isolat agensia Pseudomonad fluoresens yang
berhasil menekan layu bakteri dan dapat memacu pertumbuhan pada tanaman
tomat. Menurut Krisnawan (2011), agensia hayati Pseudomonad fluorescens
isolat Pf 36, isolat Pf 160 dan Pf 122 mampu menekan perkembangan penyakit
layu Fusarim sp., yang indeks penyakitnya kurang dari 20 %.
Hasil penelitian pada skala green house yang dilakukan Nurfitriana (2012),
membuktikan bahwa perendaman akar tanaman cabai dengan Pseudomonad
fluorescens mampu menekan perkembangan serangan penyakit layu Fusarium
sp. dan penyakit layu Ralstonia solanacearum. Dari hasil penelitian tersebut
diperoleh 3 isolat Pf yang paling baik dalam menekan penyakit layu pada
tanaman cabai. Hasil pengamatan indeks penyakit pada hari ke-30 isolat Pf 122
menunjukkan hasil yang terbaik yaitu 33,78 % diikuti Pf 160 sebesar 40,58 %
dan Pf B sebesar 46,69 %. Perlakuan kontrol menunjukkan indeks penyakit
tertinggi yaitu 71,25 %.
Pseudomonas fluorescens yang hidup di daerah perakaran tanaman dapat
berperan

sebagai

menghasilkan

jasad

renik

zat pengatur

pelarut

tumbuh

posfat,

(ZPT) bagi

mengikat

nitrogen

tanaman.

dan

Kemampuan

Pseudomonas fluorescens tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pupuk biologis
yang dapat menyediakan hara untuk pertumbuhan tanaman (Anonimus, 2013).
Menurut Soesanto (2008), bakteri Pseudomonas fluorescens juga menghasilkan
antibiotika dan bersifat Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR), yang
dapat memacu pertumbuhan tanaman dan menghambat pertumbuhan patogen.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4

Menurut Soesanto, Mugiastuti, dan Rahayuniati (2011), metode aplikasi
agensia hayati Pseudomonas fluorescens baik perendaman bibit/benih maupun
penyiraman pada tanaman kentang mampu menurunkan indeks penyakit serta
dapat memacu pertumbuhan tanaman kentang. Sementara Gunawan (2012),
melaporkan bahwa formula cair Pseudomonas fluorescens, baik dalam metode
aplikasi penyiraman maupun perendaman mampu mengendalikan penyakit
busuk pangkal batang kacang tanah, yaitu menurunkan intensitas penyakit.
Mencermati hal tersebut dan mengkaji hasil penelitian sebelumnya, maka
perlu diadakan pengujian lanjutan untuk mengetahui kemampuan agensia hayati
Pseudomonad fluorescens dalam menekan perkembangan penyakit layu dan
memacu pertumbuhan tanaman cabai pada skala lahan.

Selain itu, karena

metode aplikasi penelitian dilahan belum dilakukan maka sangat perlu dilakukan
penelitian tentang aplikasi yang efektif pada skala lahan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian hal tersebut di atas dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
1. Apakah

agensia

hayati

Pseudomonad

fluorescens

dapat

menekan

perkembangan penyakit layu dan memacu pertumbuhan tanaman cabai di
lahan?
2. Isolat agensia hayati Pseudomonad fluorescens mana yang paling baik
dalam menekan penyakit layu pada tanaman cabai di lahan?
3. Isolat agensia hayati Pseudomonad fluorescens mana yang paling baik
dalam memacu pertumbuhan tanaman cabai di lahan?
4. Metode aplikasi mana yang paling efektif dalam menekan penyakit layu serta
pemacu pertumbuhan pada tanaman cabai di lahan?

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

5

1.3. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui kemampuan agensia hayati Pseudomonad fluorescens dalam
menekan perkembangan penyakit layu pada tanaman cabai di lahan.
2. Mengetahui isolat agensia hayati Pseudomonad fluorescens yang paling
efektif dalam menekan perkembangan penyakit layu pada tanaman cabai di
lahan.
3. Mengetahui isolat agensia hayati Pseudomonad fluorescens yang paling baik
untuk memacu pertumbuhan tanaman cabai di lahan.
4. Mengetahui metode aplikasi agensia hayati Pseudomonad fluorescens yang
efektif untuk menekan penyakit layu serta memacu pertumbuhan tanaman
cabai di lahan.
1.4. Hipotesis
1. Agensia hayati Pseudomonad fluorescens dapat menekan perkembangan
penyakit layu dan memacu pertumbuhan tanaman cabai di lahan.
2. Agensia hayati Pseudomonad fluorescens isolat Pf 122 diduga paling baik
dalam menekan penyakit layu pada tanaman cabai di lahan.
3. Agensia hayati Pseudomonad fluorescens isolat Pf 122 diduga paling baik
dalam memacu pertumbuhan tanaman cabai di lahan.
4. Metode aplikasi agensia hayati Pseudomonad fluorescens dengan cara
perendaman lebih efektif dibandingkan metode penyiraman terhadap
penekanan penyakit layu serta pemacu pertumbuhan pada tanaman cabai di
lahan.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

6

1.5. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini antara lain sebagai berikut:
1. Mendapatkan

informasi tentang

isolat agensia

hayati Pseudomonad

fluorescens yang paling baik dalam menekan penyakit layu pada tanaman
cabai di lahan.
2. Mendapatkan

informasi tentang

isolat agensia

hayati Pseudomonad

fluorescens yang paling baik dalam memacu pertumbuhan tanaman cabai di
lahan.
3. Mendapatkan metode aplikasi yang tepat untuk pengendalian penyakit layu
serta memacu pertumbuhan tanaman cabai di lahan menggunakan agensia
hayati Pseudomonad fluorescens .

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Produksi Cabai Di Indonesia
Hasil pengukuran Badan Pusat Statistik (2013) menunjukkan, peningkatan
produksi cabai besar segar dengan tangkai di Indonesia tahun 2012, yaitu
sebesar 954,36 ribu ton dengan luas panen sebesar 120,275 ribu hektar dan
rata-rata produktivitas sebesar 7,94 ton per hektar. Dibandingkan tahun 2011
telah terjadi kenaikan produksi sebesar 65,51 ribu ton (7,37 %).

Kenaikan

tersebut disebabkan oleh kenaikan produktivitas 0,59 ton/ha (8,04 %), sementara
luas areal panen terjadi penurunan sebesar 788 hektar (0,65 %) dibandingkan
tahun 2011. Rata-rata produksi cabai nasional baru mencapai 7,94 ton/hektar,
sementara potensi produksi cabai dapat mencapai 10 ton/hektar.
Peningkatan produksi cabai besar tahun 2012, berdasarkan prosentase
menurut wilayah peningkatan produksi di Pulau Jawa sebesar 48,06 ribu ton
(11,84 %), sedangkan untuk luar Pulau Jawa peningkatanya sebesar 17,45 ribu
ton (3,61 %).
Tabel 1. Perkembangan Produksi Cabai Besar Menurut Wilayah Pulau Jawa dan
Luar Pulau Jawa, Tahun 2010–2012.
Wilayah

Produksi (ribu ton)
2010

2011

2012

Jawa

390,50

405,93

453,99

Luar Pulau Jawa

416,66

482,92

500,37

Indonesia

807,16

888,85

954,36

(Sumber data : BPS-2013)
Peningkatan produksi cabai besar tahun 2012, berdasarkan Provinsi di
seluruh Pulau Jawa yaitu peningkatan produksi di Jawa Barat sebesar 6,000 ribu
ton (3,07 %), Jawa Tengah sebesar 10,998 ribu ton (9,23 %), DI Yogyakarta

7
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

8

sebesar 2,048 ribu ton (14,21 %), Jawa Timur sebesar 25,997 ribu ton (35,29
%), dan Banten sebesar 3,018 ribu ton (90,74 %).
Tabel 2. Perkembangan Produksi Cabai Besar Di Pulau Jawa Menurut Provinsi
Tahun 2011–2012.
Provinsi

Produksi (Ribu ton)

Perkembangan

2011

2012

Absolute

Prosentase (%)

DKI Jakarta

-

-

-

-

Jawa Barat

195,383

201,383

6,000

3,07

Jawa Tengah

119,131

130,129

10,998

9,23

DI Yogyakarta

14,412

16,460

2,048

14,21

Jawa Timur

73,677

99,674

25,997

35,29

Banten

3,326

6,344

3,018

90,74

(Sumber data: BPS-2013)
2.1.1. Kendala Produksi Cabai
Kendala produksi cabai di Indonesia khususnya Jawa timur sangat
kompleks, salah satu pembatas faktor produksi cabai adalah penyakit Virus
Kuning, Patek, layu Bakteri dan layu Fusarium (Anonimus, 2012). Salah satu
kendala penyebab rendahnya produksi adalah gangguan penyakit yang dapat
menyerang sejak tanaman di persemaian sampai hasil panen bahkan dapat
menyebabkan kegagalan panen. Penyakit pada tanaman cabai disebabkan oleh
patogen atau Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Patogen atau penyebab
penyakit tersebut tidak selalu berupa makhluk hidup (animate pathogen), tetapi
juga sesuatu yang tidak hidup (inanimate pathogen) seperti virus, hara, air atau
penyebab lainnya (Duriat dkk., 2007).
Jamur Fusarium sp. merupakan jamur yang sangat merugikan karena
dapat menyerang tanaman cabai mulai dari masa perkecambahan sampai fase
dewasa (Semangun, 2001; Wiryanta, 2002). Menurut Duriat dkk. (2007), selain
jamur Fusarium sp. penyakit yang sering ditemui pada tanaman cabai atau

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

9

tanaman terung-terungan yaitu penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh
bakteri Ralstonia solanacearum. Menurut Asrul (2003), kedua jenis patogen ini
adalah soil-borne disease (patogen tular tanah) yang dapat mematikan tanaman
cabai sehingga produksi menjadi puso. Kehilangan hasil oleh Ralstonia
solanacearum dapat mencapai lebih dari 60% bahkan bisa mencapai 100%.
Menurut Agrios (2005), penyakit layu bakteri umumnya ditemukan pada daerah
tropis, subtropis dan pada daerah beriklim hangat di wilayah dunia.
2.2. Penyakit Layu Fusarium (Fusarium oxysporum)
Salah satu penyakit penting yang sering menyerang pada tanaman cabai
adalah penyakit layu Fusarium. Jamur penyebab layu pada tanaman cabai
adalah Fusarium oxysporum f.sp capsici. Tanaman cabai yang terserang
penyakit ini akan mengalami kelayuan mulai pada daun-daun tua, kemudian
menyebar ke daun-daun muda dan menguning. Jamur ini menyerang empulur
batang melalui akar yang mengalami luka dan terinfeksi (Kurnianti, 2013).
Penyakit layu yang disebabkan oleh patogen tular tanah jamur Fusarium sp.
selalu menjadi masalah yang serius karena dapat mengurangi hasil tanaman
sampai 100% (Taufik, 2008).
Penyakit layu Fusarium sp. menimbulkan kerugian yang cukup besar
dalam bidang pertanian. Di daerah Lembang dan Pacet Jawa Barat intensitas
penyakit layu Fusarium sp. mencapai 16,7 % (Manohara, 1977 dalam Semangun
2001), sedangkan di daerah Malang Jawa Timur intensitas penyakit layu
Fusarium sp. mencapai 10,25 % (Djauhari, 1987 dalam Semangun, 2001).
Kerugian akibat penyakit layu fusarium pada tanaman cabai cukup besar.
Penyakit ini dapat menyebabkan kerugian dan gagal panen hingga 50% (Rostini,
2011 dalam Mahartha, Khalimi dan Wirya, 2013).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

10

2.2.1. Gejala Penyakit
Gejala awal dari daun ini adalah menjadi pucatnya tulang-tulang daun,
terutama daun tanaman bagian atas, kemudian diikuti menggulungnya daun
yang lebih tua (epinasti) karena merunduknya tangkai daun, dan akhirnya
tanaman menjadi layu secara keseluruhan (Agrios, 1988; Anon, 1976 dalam
Semangun, 2001).

Gambar 1. Gejala Penyakit Layu yang
Disebabkan oleh Jamur Fusarium
(Sumber:http://erlanardianarisma
nsyah.wordpress.com)

Kelayuan

akibat

penyakit

layu

Fusarium

sp.

didahului

dengan

menguningnya daun, terutama daun-daun tua menuju ke daun muda. Pada
batang kadang-kadang terbentuk akar adventif. Pada tahap selanjutnya tanaman
menjadi kerdil dan merana, jika tanaman yang sakit tersebut dipotong dekat
pangkal batang atau dikelupas dengan pisau akan terlihat suatu cincin berwarna
coklat dari berkas pembuluh. Pada serangan berat, gejala tersebut juga terdapat
pada tanaman bagian atas. Serangan pada tanaman yang masih sangat muda
penyakit ini dapat menyebabkan kematian tanaman secara mendadak, karena
pada pangkal batang terjadi kerusakan atau kanker yang menggelang,
sedangkan pada tanaman dewasa yang terinfeksi masih dapat bertahan hidup
dan membentuk buah, tetapi hasilnya tidak maksimal (Semangun, 2001).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

11

2.2.2. Patogen Penyebab
Semua jamur Fusarium yang menyebabkan penyakit layu dan berada
dalam pembuluh (vascular disease) dikelompokkan dalam satu jenis (spesies),
yaitu Fusarium oxysporum Schlecht. Jenis ini mempunyai banyak bentuk (forma)
yang mengkhususkan diri pada jenis (spesies) tumbuhan tertentu (Semangun,
2001). Jamur penyebab layu pada tanaman cabai adalah Fusarium oxysporum
f.sp capsici (Kurnianti, 2013).

a

b

Gambar 2. (a) Jamur Fusarium oxysporum pada Media PDA (b) Konidia
Jamur Fusarium oxysporum.
(Sumber: Djaenuddin, 2011).
Jamur Fusarium sp. membentuk miselium bersekat dan dapat tumbuh
dengan baik pada berbagai kondisi. Awal pertumbuhan jamur ini,

miselium

berwarna putih keabu-abuan, semakin tua berwarna menjadi krem, akhirnya
koloni tampak mempunyai benang-benang berwarna oker. Jamur membentuk
banyak mikrokonidium bersel satu (1), tidak berwarna, lonjong atau bulat telur,
silindris, dan berukuran 9-16 x 2-4 µm dan bersekat satu. Mikrokonidium dapat
dibentuk dalam pembuluh kayu dan terangkut ke atas bersama-sama dengan air
dan hara tanah. Makroknidium berkembang dari konidiofor, silindris atau
ramping, berbentuk kumparan, tidak berwarna, kebanyakan bersekat dua atau
tiga, berukuran 40-100 x 5-7,5 µm. Klamidiospora berbentuk bulat atau bulat

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

12

panjang, berdinding halus sampai kasar, berukuran 10-11 x 8-9 um, dan terletak
terminal (diujung) atau interkalar (ditengah) (Soesanto, 2013).
Menurut Soesanto (2013), jamur Fusarium sp. menghasilkan klamidiospora
apabila keadaan lingkungan tidak sesuai bagi patogen dan berfungsi untuk
mempertahankan kelangsungan hidup patogen. Klamidospora dibentuk sebagai
respon terhadap kondisi lingkungan yang tidak sesuai yang bertujuan
mempertahankan kelangsungan hidup patogen. Klamidospora berukuran 7-11
μ m, bersel satu atau dua, berdinding tebal dan dihasilkan di dalam
makrokonidium atau miselium yang sudah tua (Semangun, 2001).
2.2.3. Siklus Hidup
Jamur Fusarium oxysporum dapat bertahan lama dalam tanah dalam
bentuk klamidiospora. Jamur ini merupakan jamur tanah, atau yang lazim disebut
sebagai soil inhabitant. Tanah yang sudah terinfestasi sulit dibebaskan kembali
dari jamur ini, walaupun tidak ada tumbuhan inang, jamur dapat bertahan dalam
tanah lebih dari 10 tahun (Kranz dkk., 1977 dalam Semangun, 2001).
Daur hidup jamur Fusarium oxysporum mengalami fase patogenesis dan
saprogenesis. Pada fase patogenesis, jamur hidup sebagai parasit pada
tanaman inang. Apabila tidak ada tanaman inang, patogen hidup di dalam tanah
sebagai saprofit pada sisa tanaman dan masuk fase saprogenesis, yang dapat
menjadi sumber inokulum untuk menimbulkan penyakit pada tanaman lain.
Penyebaran propagul dapat terjadi melalui angin, air tanah, serta tanah terinfeksi
dan terbawa oleh alat pertanian dan manusia (Djaenuddin, 2011). Jamur
Fusarium oxysporum juga dapat menyebar melalui biji tanaman, karena jamur ini
juga dapat menginfeksi buah-buahan (Semangun, 2001).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

13

2.3. Penyakit Layu Ralstonia (Ralstonia solanacearum)
Penyakit pada tanaman cabai sangat beragam, diantaranya peyakit layu
bakteri. Penyakit tersebut disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum yang
mempunyai banyak inang diantaranya Tomat (Licopersicon esculentum),
Kentang (Solanum tuberosum L.), Kacang Tanah (Arachis hypogea), dan Cabai
(Capsicum spp) (Harpenas dan Dermawan, 2010). Deny dan Hayward (2001),
bahwa bakteri Ralstonia solanacearum dapat menyerang lebih dari 50 famili
tanaman.

Menurut

Semangun

(2001),

bakteri

Ralstonia

solanacearum

mempunyai inang lebih dari 140 jenis tanaman. Tumbuhan yang rentan
terserang oleh bakteri ini antara lain Tampu (Macaranga tanarius), Sengon
(Albazzia spp.), Kacang Tanah (Arachis hypogea), Cabai (Capsicum annum L.),
Kedelai (Glycine max L Merill), Terung (Solanum mengolena), Wijen (Sesamum
indicum),

Tomat

(Licopersicon

esculentum),

Kacang

Panjang

(Vigna

unguiculata), dan Kacang Hijau (Vigna radiata).
2.3.1. Gejala Penyakit
Gejala khas yang ditimbulkan oleh bakteri ini adalah terjadinya kelayuan,
tanaman menjadi kerdil dan penguningan daun, kemudian tanaman layu total
dan mati. Pada tanaman cabai yang sudah tua, gejala layu terjadi pada daun
yang bagian bawah, sedangkan pada tanaman cabai yang masih muda gejala
layu mulai dari daun yang masih muda ke daun yang sudah tua. Semakin muda
umur tanaman yang terserang maka gejala yang ditimbulkan semakin parah
(Black, Green, Hartman dan Poulus, 2010). Tanaman cabai yang masih muda
daunya mulai layu dari bagian pucuk, selanjutnya seluruh bagian tanaman layu
mendadak dan mati (Duriat dkk., 2007).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

14

Gambar 3. Gejala Penyakit Layu Bakteri
yang Disebabkan oleh Ralstonia
solanacearum pada Tanaman
Cabai.
(Sumber : Duriat dkk., 2007)

Penyakit Ralstonia solanacearum, jika batang atau akar tumbuhan sakit
dipotong melintang akan keluar lendir bakteri seperti susu kental yang disebut
nenes (ooze). Lendir akan keluar lebih banyak jika batang atau akar ditekan atau
diletakkan dalam ruangan yang lembab. Bakteri patogen menginfeksi melalui
luka pada jaringan akar (Semangun, 2001). Gejala layu pada tanaman cabai
terjadi mendadak dan akan menyebabkan kematian beberapa hari kemudian
(Harpenas dan Dermawan, 2010).
2.3.2. Patogen Penyebab
Patogen penyebab penyakit layu Ralstonia solanacearum yaitu bakteri
Ralstonia solanacearum. Bakteri ini mempunyai morfologi berbentuk batang
lurus sampai melengkung, berukuran 0,5-1 x 1,5-4 um (Soesanto, 2008). Bakteri
Ralstonia solanacearum tidak berspora, tidak berkapsul, bergerak dengan satu
flagel (bulu cambuk) yang terdapat di ujung, aerob, gram negatif. Di atas medium
agar-agar bakteri ini membentuk koloni yang keruh, berwarna kecoklatan, kecil,
tidak beraturan, halus, berlendir dan bercahaya. Bakteri ini menghasilkan enzim

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

15

pektinmetilesterase

(PME),

poligalakturonase

(PG),

dan

selulase

(Cx)

(Semangun, 2001). Bakteri ini tidak menghasilkan pigmen fluorescens dan tidak
dapat tumbuh pada suhu di atas 40 oC (Deny dan Hayward, 2001).
Menurut Hayward, Prior, dan Allen (2005), bakteri Ralstonia solanacearum
mempunyai peran penting dalam bidang pertanian. Bakteri ini dapat bertahan
hidup dalam waktu yang lama di dalam air, tanah, dan tanaman maupun sisasisa tanaman. Kelangsungan hidup yang lama dan petumbuhan bakteri di
pengaruhi

oleh

suhu,

pH,

kadar

garam,

ketersediaan

nutrisi,

persaingan/kompetisi, antagonis atau mikroorganisme yang bersifat parasit.
Bakteri Ralstonia solanacearum dapat tumbuh dengan baik pada kisaran suhu
12 oC, 20 oC, dan 28 oC.
2.3.3. Siklus Hidup Patogen
Siklus hidup Ralstonia solanacearum merupakan bagian penting untuk
menyusun strategi pengendalian. Secara ringkas, siklus hidup Ralstonia
solanacearum dapat dimulai dari terjadinya infeksi patogen ke dalam akar, baik
secara sendiri maupun melalui luka yang dibuat oleh nematoda peluka akar, atau
akibat serangga dan alat-alat pertanian. Setelah berhasil masuk ke dalam
jaringan akar, Ralstonia solanacearum akan berkembang biak di dalam
pembuluh kayu (xylem) dalam akar dan pangkal batang, kemudian menyebar ke
seluruh bagian tanaman. Akibat tersumbatnya pembuluh kayu oleh jutaan sel
Ralstonia solanacearum, transportasi air dan mineral dari tanah terhambat
sehingga tanaman menjadi layu dan mati (Supriadi 1994; Hartati dkk., 1994;
Supriadi dkk., 1995 dalam Supriadi, 2011).
Bakteri Ralstonia solanacearum dapat meginfeksi akar-akar tanaman
melalui luka yang terjadi pada waktu pemindahan, maupun langsung masuk ke
bulu-bulu akar atau akar-akar yang masih muda dengan melarut dinding sel.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

16

Infeksi secara langsung lebih banyak terjadi jika populasi bakteri dalam tanah
semakin tinggi. Bakteri ini juga dapat menginfeksi melalui luka-luka karena
tusukan nematoda akar, Meloidogyne sp., bahkan melalui tempat keluarnya akarakar sekunder. Selain melalui akar bakteri ini dapat menginfeksi melalui
(stomata) lubang alami pada daun (Semangun, 2001).
Faktor lingkungan seperti suhu, kelembapan udara dan air, serta faktor
kebugaran tanaman sangat memengaruhi perkembangan patogen. Ralstonia
solanacearum berkembang pesat pada kondisi suhu udara 24-35°C, tetapi
perkembangannya menurun pada suhu di atas 35°C atau di bawah 16°C (Ciampi
dan Sequeira 1980 dalam Supriadi, 2011). Kenyataan ini dimanfaatkan untuk
memproduksi benih kentang bebas Ralstonia solanacearum di dataran tinggi
yang suhunya cukup dingin (Hayward, 1991 dalam Supriadi, 2011).
2.4. Pengendalian Hayati
Upaya pengendalian penyakit tanaman yang sering dilakukan oleh para
petani yaitu penggunaan bahan pestisida sintetik. Penggunaan pestisida kimia
tersebut untuk mengendalikan patogen-patogen yang sulit diatasi, seperti
patogen tular tanah dan virus. Petani menggunakan pestisida tersebut sering
melebihi dosis anjuran dan digunakan secara terus-menerus sehingga
mengakibatkan akumulasi pestisida di tanah. Akumulasi pestisida yang tinggi
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan bahkan menimbulkan dampak
negatif pada kesehatan manusia. Salah satu alternatif pengendalian yang ramah
lingkungan adalah penggunaan agensia hayati (Taufik, 2008).
Pengendalian hayati penyakit tanaman mempunyai arti luas yaitu semua
cara pengendalian penyebab penyakit atau pengaruh patogen tersebu