Peranan Anggaran Berbasis Kinerja dalam Meningkatkan Pelayanan Penanganan Pemulangan Pekerja Migran.

(1)

vii Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT

Social Department of RI have authority and duty in returning migrant worker have problem to direct executed nya area by Social Directorate Aid of Victim Act Hardness and Worker Migran ( BSKTK-PM). In running its duty as responsibility to public, Directorate BSKTK-PM influenced by budget coming from APBN. In this research, intake of sample use technique of interview and kuesioner written by using sample 67 migrant worker responder have problem, 25 migrant worker repatriating handling officer responder, 5 Directorate BSKTK-PM staff responder, and Director BSKTK-PM. used information budget during 5 year ( 2004-2009). Method used to analyse data in this research is in perpective descriptive analysis technique. Hence, got the result of research indicating that performance budgeting is which during the time used by Directorate BSKTK-PM still not yet pure applied, because performance still influenced by existing budget, although remain to focus at migrant worker repatriating have problem to area come from and given handling in course of migrant worker repatriating have problem to area come from to cover food, transportation, and requirement gird for the woman of child and. indicator efficacy of Directorate BSKTK-PM performance seen at level of migrant worker have problem handled a success and returned to that area.

Keyword: Performance budgeting, repatriating handling, and migrant worker have problem.


(2)

viii Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK

Departemen Sosial RI memiliki tugas dan wewenang dalam memulangkan pekerja migran bermasalah ke daerah asalnya yang dilaksanakan langsung oleh Direktorat Bantuan Sosial Korban Tindak Kekerasan dan Pekerja Migran (BSKTK-PM). Dalam menjalankan tugasnya sebagai pertanggungjawaban kepada publik, Direktorat BSKTK-PM dipengaruhi oleh anggaran yang berasal dari APBN. Dalam penelitian ini, pengambilan sampel menggunakan teknik pemberian kuesioner dan wawancara tertulis dengan menggunakan sampel 67 responden pekerja migran bermasalah, 25 responden petugas penanganan pemulangan pekerja migran, 5 responden staf Direktorat BSKTK-PM, dan Direktur BSKTK-PM. Data yang digunakan adalah anggaran selama 5 tahun (2004-2009). Metoda yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif perspektif. Maka, didapatkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa anggaran berbasis kinerja yang selama ini digunakan oleh Direktorat BSKTK-PM masih belum murni diterapkan, karena kinerja masih dipengaruhi oleh anggaran yang ada, walaupun tetap berfokus pada pemulangan pekerja migran bermasalah ke daerah asal dan penanganan yang diberikan dalam proses pemulangan pekerja migran bermasalah ke daerah asal meliputi permakanan, transportasi, dan kebutuhan sandang untuk perempuan dan anak. Indikator keberhasilan kinerja Direktorat BSKTK-PM dengan melihat pada besarnya pekerja migran bermasalah yang berhasil ditangani dan dipulangkan ke daerah asalnya.

Kata kunci: Anggaran berbasis kinerja, penanganan pemulangan, dan pekerja migran bermasalah.


(3)

ix Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL..………..……. i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI……… iii

KATA PENGANTAR………...………. .iv

ABSTRACT ... ... .vii

ABSTRAK ... .. .viii

DAFTAR ISI ... .. ix

DAFTAR GAMBAR ... ….xiii

DAFTAR TABEL ... ….xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... ….xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 5

1.3. Identifikasi Masalah ... 8

1.4. Tujuan Penelitian ... 9

1.5. Kegunaan Penelitian... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Kajian Pustaka ... 12

2.1.1. Anggaran... ... 12


(4)

x Universitas Kristen Maranatha

2.1.1.2.Karakterisitik Anggaran... ... 13

2.1.1.3. Prinsip Anggaran... .... 14

2.1.1.4. Fungsi Anggaran ... 16

2.1.1.5. Jenis Anggaran ... 18

2.1.1.6.Pendekatan Penyusunan Anggaran ... 20

2.1.1.6.1. Line Item Budgeting ... 21

2.1.1.6.2. Incremental Budgeting ... 22

2.1.1.6.3. Planning Programming Budgeting System ... 22

2.1.1.6.4. Zero Based Budgeting ... 23

2.1.1.6.5.Medium Term Budgeting Framework ... 23

2.1.1.6.6. Anggaran Berbasis Kinerja ... 24

2.1.1.6.6.1.Elemen-elemen dalam Anggaran Berbasis Kinerja ... 27

2.1.1.6.6.2.Ruang Lingkup Anggaran Berbasis Kinerja . 29 2.1.1.6.6.3.Prinsip Penyusunan dan pengawasan Anggaran ... 31

2.1.1.6.6.4.Dampak Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja ... 33

2.1.1.6.6.5.Pendekatan Anggaran Berbasis Kinerja ... 34

2.1.1.6.6.6.Kelemahan Sistem Anggaran di Departemen Sosial RI ... 35

2.1.1.7. Proses Penyusunan Anggaran... 37

2.1.1.8. Tujuan Proses Penyusunan Anggaran ... 38


(5)

xi Universitas Kristen Maranatha

2.1.2.1. Kebijakan Teknis ... 39

2.1.2.2. Pendekatan Pelayanan ... 41

2.1.2.4. Program dan Kegiatan ... 44

2.1.2.5. Proses Bantuan Sosial Pekerja Migran ... 46

2.1.3. Pekerja Migran ... 47

2.1.3.1. Definisi Pekerja Migran ... 47

2.1.3.2. Kategori Pekerja Migran ... 48

2.1.3.3. Definisi Pekerja Migran Bermasalah ... 48

2.1.3.4.Karakteristik Permasalahan Pekerja Migran ... 49

2.1.3.5. Faktor Penyebab Timbulnya Permasalahan ... 49

2.1.3.6. Penanganan Terhadap Pekerja Migran Bermasalah ... 51

2.2. Rerangka Pemikiran ... 52

BAB III METODA PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian ... 57

3.2 Jenis Penelitian ... 58

3.3 Metode Penelitian... 59

3.4 Operasional Variabel ... 61

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 62

3.6 Hasil Pengumpulan Data ... 69

3.7. Langkah-langkah Penelitian ... 71

3.8. Teknik Analisis Data ... 72

3.9. Gambaran Umum Direktorat BSKTK-PM ... 73


(6)

xii Universitas Kristen Maranatha

3.9.2. Struktur Organisasi Direktorat Bantuan dan Jaminan Sosial ... 77

3.9.3. Struktur Direktorat BSKTK-PM ... 78

3.9.4. Tugas dan Fungsi Direktorat BSKTK-PM ... 79

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Langkah Penanganan Pemulangan Pekerja Migran Bermasalah ... 84

4.2 Kebutuhan Pekerja Migran Bermasalah... 87

4.3. Biaya Pemulangan Pekerja Migran Bermasalah ke Daerah Asal ... 107

4.4. Kesesuaian Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja dalam Penanganan Pemulangan Pekerja Migran Bermasalah ... 110

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 118

5.2 Saran ... 121

5.3 Keterbatasan ... 125

DAFTAR PUSTAKA ... 127

LAMPIRAN ... 128


(7)

xiii Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Siklus Anggaran………...37 Gambar 3.1 Struktur Organisasi Direktorat Bantuan dan Jaminan Sosial……...77 Gambar 3.2 Struktur Organisasi Direktorat BSKTK-PM...78 Gambar 4.1 Langkah Penanganan Pemulangan Pekerja Migran Bermasalah...85


(8)

xiv Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Sistem Penganggaran Tradisional………...……..…21

Tabel 2.2 Sistem Incremental Budgeting………... 22

Tabel 2.3 Planning Programming Budgeting System………..…… 23

Tabel 2.4 Medium Term Budgeting Framework………... 24

Tabel 2.5 Anggaran Berbasis Kinerja... 25

Tabel 3.1 Daftar Pertanyaan Kuesioner Kepada Responden... 66

Tabel 3.2 Hasil Pengumpulan Data Pekerja Migran... 69

Tabel 3.3 Hasil Pengumpulan Data Petugas Penanganan dan Pemulangan…… ….70

Tabel 4.1 Perbandingan Tingkat Kebutuhan Pekerja Migran Bermasalah Dengan Pelayanan yang Didapatkan... ...88

Tabel 4.2 Anggaran Direktorat BSKTK-PM... ...108

Tabel 4.3 Anggaran Direktorat BSKTK-PM (RPTC)... ...108

Tabel 4.4 Anggaran Direktorat BSKTK-PM (Petugas RPTC)... ....109

Tabel 4.5 Anggaran Direktorat BSKTK-PM (tambahan)... ....109

Tabel 4.6 Realisasi Anggaran Direktorat BSKTK-PM... ...109


(9)

xv Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A Anggaran Direktorat BSKTK-PM (2005-2009) ...128

Lampiran B Alokasi Dana Direktorat BSKTK-PM (2002-2009)...138

Lampiran C Rincian Anggaran Direktorat BSKTK-PM (2009)...139

Lampiran D Hasil Pengolahan Data Kuesioner Pekerja Migran Bermasalah...143

Lampiran E Hasil Pengolahan Data Kuesioner Petugas Penanganan dan Pemulang...148

Lampiran F Situasi di Tanjung Priok...152

Lampiran G Situasi di Rumah Perlindungan dan Trauma Center...154


(10)

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Krisis ekonomi 1998 yang melanda Indonesia memberi pengaruh hingga saat ini. Terlihat hampir enam puluh persen lebih perusahaan tidak lagi beroperasi seketika krisis ekonomi melanda. Perusahaan yang tidak beroperasi itu rata-rata bergerak di bidang perdagangan dan agro industri. Dikarenakan perusahaan tersebut yang mengalami gulung tikar, maka banyak buruh yang mengalami Putus Hubungan Kerja (PHK). Akibatnya tingkat kemiskinan pun menjadi meningkat diakibatkan banyak pengangguran (http://merzee.blogdetik.com/2008/12/15/phk-di-mata-anda/ diakses tanggal 19 September 2009).

Menurut Herman Kambono (2009:6), manusia tidak takut mati, tetapi takut lapar. Kenyataannya, rakyat khususnya masyarakat lapisan bawah banyak yang mengalami kemiskinan, bahkan kemiskinan akut. Di mana lapangan kerja adalah barang langka, dunia usaha khususnya dalam sekala kecil dan menengah, juga mengalami persoalan yang tidak mudah dipecahkan. Dari pendapat tersebut dan jika dihubungkan dengan dampak dari krisis ekonomi 1998, pada saat itu, sering sekali terjadi penjarahan dan tindakan kriminal yang merajalela. Ini diakibatkan karena tingkat kebutuhan hidup tidak diimbangi dengan pendapatan yang dimiliki.

Di tengah tingginya angka pengangguran dan terbatasnya lapangan pekerjaan di Indonesia inilah, maka menjadi pekerja migran adalah salah satu alternatif yang dipilih


(11)

BAB I Pendahuluan

Universitas Kristen Maranatha 2

sebagian angkatan kerja Indonesia. Di samping fenomena keluarga miskin yang terus bertambah akibat krisis ekonomi berkepanjangan yang terjadi di Indonesia saat ini, maka mau tidak mau, secara alami mereka akan berusaha untuk menyerbu pusat-pusat aktivitas perekonomian sebagai solusi untuk keluar dari himpitan kemiskinan yang menimpa mereka. Pekerjaan ini merupakan pahlawan devisa bagi negara karena dalam setahun bisa menghasilkan devisa 130 trilyun rupiah untuk di tahun 2008

(http://www.kompas-tv.com/content/view/10140/2 diakses tanggal 19 September 2009).

Walaupun menjadi pekerja migran menguntungkan bagi negara, tetapi banyak sekali keluhan permasalahan biospikososial yang dialami pekerja migran selama bekerja di luar negeri. Permasalahan biospikososial meliputi masalah tindak kekerasan, tidak mampu menyesuaikan diri, kesenjangan taraf kehidupan ekonomi, dan disharmoni keluarga (Direktorat BSKTK-PM, 2004:11-13) menjadi fokus permasalahan utama yang dihadapi oleh Departemen Sosial di bawah naungan Menteri Koordinator Kesejateraan Rakyat.Permasalahan biospikososial ini menimbulkan kerugian bagi pekerja migran itu sendiri, keluarganya, dan juga citra negatif bangsa.

Keberadaan mereka selama berada di luar negeri, kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Saat terjadinya korban tindak kekerasan terhadap pekerja migran, dan sudah di blow up oleh media cetak dan elektronik, dan saat sudah dijadikan topik pembicaraan masyarakat di seminar-seminar, barulah terlihat respon pemerintah terhadap pekerja migran itu. Masalah yang sering dihadapi oleh para pekerja migran ketika sedang bekerja di luar negeri adalah pekerja migran yang sering melarikan diri


(12)

BAB I Pendahuluan

Universitas Kristen Maranatha 3

dari tempat mereka bekerja, dan kesulitannya mereka untuk pulang kembali ke Indonesia akibat penyitaan paspor yang dilakukan oleh majikan mereka masing-masing.

Sebagai contoh kasus yang dialami oleh Ceriyati (16/6/2007). Ceriyati (35) adalah seorang TKW di Malaysia yang mencoba kabur dari apartemen majikannya. Ceriyati berusaha turun dari lantai 15 apartemen majikannya karena tidak tahan terhadap siksaan yang dilakukan kepadanya. Dalam usahanya untuk turun Ceriyati menggunakan tali yang dibuatnya sendiri dari rangkaian kain. Usahanya untuk turun kurang berhasil karena dia berhenti pada lantai 6 dan akhirnya harus ditolong petugas pemadam kebakaran setempat. Tetapi kisahnya dan juga gambarnya (terjebak di lantai 6 gedung bertingkat) menjadi headline surat kabar Indonesia serta Malaysia, dan segera menyadarkan pemerintah kedua negara adanya pengaturan yang salah dalam pengelolaan pekerja migran (http://id.wikipedia.org/wiki/Tenaga_Kerja_Indonesia).

Dari contoh kasus di atas, peranan pemerintah terhadap pekerja migran sepertinya kurang tanggap dan sangat terlambat. Pemerintah dari kedua negara baru menyadarinya ketika kasus tersebut sudah menjadi topik pembicaraan di masyarakat dan ketika saat itulah pemerintah baru menanggapinya. Haruskah kasus seperti ini terulang terus menerus di setiap tahun dan apakah sistem yang harus kita perbaiki untuk menghindari kasus ini terulang kembali?

Peranan pemerintah terhadap perlindungan pekerja migran yang berada di luar negeri sangatlah dibutuhkan oleh para pekerja migran di setiap tempat mereka bekerja. Sebenarnya, pemerintah telah membentuk badan tersendiri untuk menanggulangi segala resiko yang dihadapi oleh pekerja migran baik sebelum atau sesudah mereka bekerja di


(13)

BAB I Pendahuluan

Universitas Kristen Maranatha 4

luar negeri. Departemen Tenaga Kerja dan Badan Nasional Perlindungan dan Penempatan TKI adalah badan pemerintahan yang fokus pada pengiriman dan penempatan pekerja migran saat bekerja di luar negeri. permasalahan pekerja migran yang diakibatkan oleh kekerasan yang dilakukan majikan, trafficking, penyitaan paspor sehingga pekerja migran tersebut harus di penjara akibat disangka pekerja migran ilegal, bahkan pekerja migran yang meninggal di luar negeri yang masih harus berhubungan dengan hukum menjadi fokus permasalahan utama yang dihadapi oleh Departemen Sosial di bawah naungan Menteri Koordinator Kesejateraan Rakyat.

Untuk menanggulangi berbagai kasus dan fenomena yang sering terjadi pada pekerja migran, Departemen Sosial menyiapkan anggaran demi memberikan pelayanan yang terbaik kepada pekerja migran dalam penanganan dan pemulangan pekerja migran ke daerah asalnya. Anggaran tersebut berisikan proses penanganan dan pemulangan pekerja migran ke daerah asal, yang meliputi sebagai berikut:

1. penerimaan pekerja migran dari Kedutaan RI di luar negeri 2. menampung dan memberikan pelayanan biospikososial 3. transportasi pemulangan pekerja migran ke daerah asal 4. pemberian keterampilan dan modal usaha ekonomis produktif 5. penanganan pekerja migran yang meninggal dunia

Anggaran yang disediakan dalam memenuhi kebutuhan program kerja pelayanan penanganan dan pemulangan pekerja migran berdasarkan APBN sebesar 6 miliar rupiah (2004). Besarnya anggaran dari tahun ke tahun berbeda, dan memiliki standar dari tahun


(14)

BAB I Pendahuluan

Universitas Kristen Maranatha 5

sebelumnya berdasarkan atas kinerja seberapa banyak pekerja migran yang berhasil ditangani dan dipulangkan ke daerah asalnya.

Anggaran berbasis kinerja yang digunakan Direktorat BSKTK-PM dalam memberikan pelayanan penanganan pemulangan pekerja migran sifatnya masih baru, karena baru berjalan selama 5 tahun (2004-2009). Anggaran itu sendiri dibuat berdasarkan APBN, dan dipertanggungjawabkan setiap semester untuk mengukur kinerja Direktorat BSKTK-PM dalam menangani pekerja migran. Karena masih baru, Direktorat BSKTK-PM masih memiliki banyak kendala dalam memenuhi tugasnya.

Berdasarkan atas pentingnya peranan Departemen Sosial berupa pelayanan yang berkualitas terhadap pekerja migran, maka dibutuhkan penerapan anggaran berbasis kinerja yang dapat menjawab fenomena sosial mengenai pekerja migran, maka penulis mengambil judul ” Peranan Anggaran Berbasis Kinerja Dalam Meningkatkan Pelayanan Penanganan Pemulangan Pekerja Migran: Studi Kasus Direktorat BSKTK-PM Departemen Sosial RI.”

1.2. Rumusan Masalah

Departemen Sosial RI adalah organisasi sektor publik yang didirikan dengan visi kesejahteraan oleh dan untuk semua. Visi ini mengandung makna bahwa pembangunan kesejahteraan sosial merupakan upaya dan gerakan nasional untuk mewujudkan kesejahteraan sosial oleh perorangan, keluarga, kelompok masyarakat, organisasi dan dunia usaha bagi seluruh rakyat Indonesia. Dari visi tersebut Departemen Sosial memiliki misi (http://depsos.go.id/modules.php?name=Depsos&op=misi diakses tanggal 21 September 2009).:


(15)

BAB I Pendahuluan

Universitas Kristen Maranatha 6

 Meningkatkan harkat dan martabat serta kualitas hidup manusia.

 Mengembangkan prakarsa dan peran aktif masyarakat dalam pembangunan kesejahteraan sosial sebagai investasi modal sosial.

 Mencegah dan mengendalikan serta mengatasi permasalahan sosial, dampak yang tidak diharapkan dari proses industrialisasi, krisis sosial ekonomi, globalisasi dan arus informasi

 Mengembangkan sistem informasi sosial dan perlindungan sosial.

 Memperkuat ketahanan sosial melalui upaya memperkecil kesenjangan sosial dengan memberikan perhatian kepada warga masyarakat rentan dan tidak beruntung serta pembinaan semangat kesetiakawanan sosial dan kemitraan.

Departemen sosial memiliki beberapa unit kerja yaitu: Sekretariat Jenderal, Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Direktorat Jenderal Bantuan dan Jaminan Sosial, Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial, Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial, Inspektorat Jenderal, Pusat Penyuluhan Sosial, dan Pusat Penyusunan Per-UU dan Bantuan Hukum.

Dengan beberapa unit kerja tersebut, masing-masing unit kerja mempunyai fokus permasalahan sosial tersendiri. Pada Direktorat Jenderal Bantuan dan Jaminan Sosial itu sendiri, memiliki direktorat yang khusus menangani permasalahan mengenai pekerja migran, yaitu Direktorat Bantuan Sosial Korban Tindak Kekerasan dan Pekerja Migran (Direktorat BSKTKPM).

Sebenarnya, jika ingin memfokuskan pada pekerja migran, Departemen Tenaga Kerja dan Badan Nasional Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia adalah


(16)

BAB I Pendahuluan

Universitas Kristen Maranatha 7

dua badan pemerintah yang dibentuk khusus untuk menanggulangi permasalahan pekerja migran. Tetapi penulis ingin lebih memfokuskan pada Direktorat BSKTKPM karena direktorat ini lebih fokus pada pemulihan mental dari para pekerja migran, bukan pada pemulangan kembali pekerja migran dari negara mereka bekerja ke Indonesia. Pekerja migran yang dilayani oleh Direktorat BSKTK-PM adalah pekerja migran yang khusus bekerja di Malaysia

Direktorat BSKTKPM membentuk sebuah program jaminan sosial berbentuk asuransi sosial yang berbasis pada masyarakat, untuk memberikan perlindungan atas kehidupan para pekerja migran berupa pemulihan mental penghilangan traumatik saat mereka bekerja di luar negeri.

Selain dari pemulihan mental, Direktorat BSKTK-PM memberikan pelatihan keterampilan dan modal untuk bekerja secara mandiri sektor informal seperti pedagang kecil, penjual jasa, serta buruh yang tidak memiliki hubungan kerja dengan pihak lain (majikan-pekerja). Pemberian modal ini dimaksudkan kepada para mantan pekerja migran untuk membuka usaha di desa mereka sendiri dan bekerja secara mandiri sesuai dengan keahlian yang mereka miliki.

Dengan berbagai program kerja yang dihadapi Direktorat BSKTK-PM, dan besarnya jumlah pekerja migran yang harus diberi pelayanan penanganan pemulangan, maka Direktorat BSKTKPM dituntut untuk bekerja secara optimal dengan anggaran yang telah disediakan. Di tahun 2007, pekerja migran bermasalah yang dipulangkan ke Indonesia sebesar 36 ribu orang dan dipulangkan secara berkala setiap minggu pada hari


(17)

BAB I Pendahuluan

Universitas Kristen Maranatha 8

selasa dan jumat

(http://ecosoc-monitor.blogspot.com/2008/11/dana-pemulangan-tki-2009-menurun.html diakses tanggal 21 September 2009).

Kinerja yang optimal ini kurang didukung oleh anggaran yang ada dalam APBN padahal jumlah pekerja migran yang harus diberikan pelayanan penanganan dan pemulangan jumlahnya makin bertambah tiap tahunnya. Oleh karena itu, berapa pun besarnya anggaran yang diberikan dalam APBN, Direktorat BSKTK-PM tetap memprioritaskan pada kinerja yang dihasilkannya, yaitu berdasarkan seberapa besar keberhasilannya dalam penanganan dan pemulangan pekerja migran.

Berdasarkan visi, misi, Departemen Sosial RI dan program kerja Direktorat BSKTK-PM, penulis ingin melakukan studi kasus pada Direktorat BSKTK-PM Pusat untuk mengetahui seberapa besar peranan anggaran berbasis kinerja dalam meningkatkan pelayanan penanganan dan pemulangan pekerja migran?

1.3. Identifikasi Masalah

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka permasalahan yang diteliti dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Apa saja kebutuhan untuk penanganan pemulangan pekerja migran ke daerah asalnya?

2. Berapa besar biaya untuk penanganan pemulangan pekerja migran ke daerah asalnya?

3. Apakah anggaran berbasis kinerja sesuai untuk mengelola penanganan pemulangan pekerja migran ke daerah asalnya ?


(18)

BAB I Pendahuluan

Universitas Kristen Maranatha 9

1.4. Tujuan Penelitian

Maksud dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar peranan anggaran berbasis kinerja dalam mengingkatkan pelayanan penanganan dan pemulangan pekerja migran. Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menguraikan kebutuhan dalam penanganan pemulangan pekerja migran ke daerah asalnya, karena tiap kebutuhan dari pekerja migran tidaklah sama, maka Direktorat BSKTK-PM memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan dari masing-masing pekerja migran.

2. Untuk menguraikan besarnya biaya untuk menangani pemulangkan pekerja migran ke daerah asalnya, karena besarnya pekerja migran yang akan ditangani oleh Direktorat BSKTK-PM tidak bisa diprediksi jumlahnya, tetapi dalam penanganannya harus disesuaikan dengan anggaran yang telah ada

3. Untuk menerangkan kesesuaian anggaran berbasis kinerja telah tepat digunakan dalam mengelola penanganan pemulangan pekerja migran ke daerah asalnya, karena anggaran berbasis kinerja sifatnya masih baru sehingga membutuhkan adaptasi dengan keadaan di Indonesia, sebelumnya Direktorat BSKTK-PM tidak menggunakan anggaran berbasis kinerja. Tujuan perubahan penggunaan anggaran adalah untuk pencapaian kinerja yang lebih baik dari tahun ke tahun.


(19)

BAB I Pendahuluan

Universitas Kristen Maranatha 10

1.5. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan terhadap permasalahan ini. Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan masukan bagi ilmu pengetahuan di bidang akuntansi, khususnya mengenai peranan anggaran berbasis kinerja dalam menghadapi fenomena sosial masyarakat. Permasalahan sosial tidak akan hilang, tapi dengan penelitian ini, diharapkan segala bidang ilmu pengetahuan dapat menjawab kebutuhan dari fenomena sosial nasional yang timbul di kalangan masyarakat sekarang ini.

Penelitian ini mencakup fenomena sosial nasional yang membutuhkan perhatian yang mendalam dari masyarakat dan pemerintah. Penelitian ini diharapkan dapat lebih mendorong penelitian selanjutnya. Penelitian ini sifatnya masih luas karena masih membahas fenomena sosial nasional dan belum mendalam hingga ke keberhasilan pekerja migran di masing-masing daerah.

Hasil dari penelitian ini diharapkan juga memberikan sumbangan pikiran terutama bagi peneliti lanjutan untuk bisa lebih mengembangkan ilmu pengetahuannya secara lebih umum dan mendalam sebagai referensi peneliti lanjutan dalam bidang yang sama. Selain itu juga diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk dapat membantu menanggulangi fenomena sosial nasional berdasarkan bidang pengetahuan yang dimiliki.


(20)

BAB I Pendahuluan

Universitas Kristen Maranatha 11

2. Bagi penulis

Dalam penelitian ini penulis mendapatkan pengalaman menarik mengenai cara kerja dari Direktorat Bantuan Sosial Korban Tindak Kekerasan dan Pekerja Migran dalam menangani kebutuhan pekerja migran. Selain itu juga, penulis dapat mengetahui besarnya anggaran dari Direktorat Bantuan Sosial Korban Tindak Kekerasan dan Pekerja Migran dari tahun ke tahun yang khusus dibuat untuk menangani permasalahan pekerja migran dan juga keberhasilan kinerja dari Direktorat Bantuan Sosial Korban Tindak Kekerasan dan Pekerja Migran atas mantan pekerja migran dari tahun ke tahun. 3. Bagi Departemen Sosial

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan berupa saran atau ide yang sifatnya dapat memberikan kemajuan bagi Direktorat Jendral Bantuan dan Jaminan Sosial mengenai pentingnya penerapan anggaran yang sesuai dengan kebutuhan pekerja migran sehingga mereka merasakan bahwa keberadaan mereka diperhatikan dan dapat mengurangi jumlah pekerja migran dari tahun ke tahun.


(21)

118 Universitas Kristen Maranatha

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa peranan anggaran berbasis kinerja yang diterapkan pada Direktorat BSKTK-PM cukup memadai dalam penanganan pemulangan pekerja migran bermasalah ke daerah asalnya walaupun anggaran ini belum murni diterapkan. Hal ini dapat dilihat dari :

Berdasarkan Keputusan Presiden 106/2004, Departemen Sosial merupakan anggora dari TK-PTKIB (Tim Koordinasi Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah) yang bertugas menyusun dan mengkoordinasikan kebijakan dan program pemulangan pekerja migran Indonesia bermasalah dan keluarganya dari Malaysia ke Indonesia. Berdasarkan Keputusan Presiden 106/2004, Departemen Sosial dibawah naungan Menteri Negara Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, memiliki tanggung jawab dalam hal layanan permakanan, kebutuhan perempuan dan anak, penampungan dan transportasi bagi pekerja migran bermasalah termasuk yang meninggal dunia, sejak daerah entry point sampai ke provinsi daerah asal menjadi tanggung jawab Satgas PTKIB Daerah dengan penganggaran dari Departemen Sosial.


(22)

BAB V Simpulan dan Saran

Universitas Kristen Maranatha 119

2. Dalam proses pemulangan pekerja migran bermasalah ke daerah asal, beberapa hal yang dibutuhkan pekerja migran sebagai berikut : sarana transportasi, permakanan, sandang, tempat penampungan, pelayanan kesehatan, bimbingan keterampilan, pemanfaatan waktu luang, pendamping sosial, pelayanan rehabilitasi psikososial, pelayanan advokasi sosial, pelayanan rujukan, dan bantuan UEP.

3. Untuk memenuhi kebutuhan pekerja migran bermasalah dalam proses penanganan pemulangannya, Departemen Sosial bekerja sama dengan Departemen Perhubungan dalam menyediakan sarana transportasi berupa kapal Pelni untuk sarana transportasi laut dan bus Damri untuk sarana transportasi darat. Selain itu, Departemen Sosial menyediakan Tenaga Satuan Tugas, Pendamping Sosial, yang akan mendampingi pekerja migran bermasalah hingga ke daerah asal mereka, tempat penampungan dan RPTC yang di dalamnya juga menyediakan pelayanan rehabilitasi psikososial, pelayanan kesehatan, pemberian sandang, permakanan, dan pelayanan advokasi sosial, serta pemberian bantuan UEP untuk para mantan pekerja migran bermasalah yang ingin membuka usaha di daerahnya dan bekerja secara mandiri, tanpa harus bekerja kembali di Malaysia.

4. Departemen Sosial memberikan anggaran untuk tiap pekerja migran bermasalah sebesar Rp 450.000 (uang transportasi) + Rp 150.000 ( sandang) + Rp 30.000 (makan per hari) + Rp 30.000 (uang perlengkapan). Jadi total biaya yang dikeluarkan oleh Departemen Sosial untuk tiap pekerja migran bermasalah


(23)

BAB V Simpulan dan Saran

Universitas Kristen Maranatha 120

minimal sebesar Rp 650.000. Biaya itu bisa makin bertambah tergantung lamanya proses pemulangan pekerja migran bermasalah, karena penambahan biaya terdapat pada uang makan.

5. Sedangkan jika Departemen Sosial memulangkan pekerja migran bermasalah yang dalam keadaan sudah meninggal membutuhkan biaya sebesar Rp 2.700.000 ( uang transportasi) + Rp 3.500.000 (peti mati). Sehingga besarnya total biaya yang dikeluarkan untuk tiap pekerja migran bermasalah yang sudah meninggal yang akan dipulangkan ke daerah asalnya sebesar Rp 6.200.000.

6. Anggaran yang diterapkan oleh Direktorat BSKTK-PM dalam penanganan pemulangan pekerja migran bermasalah sebenarnya bukan anggaran berbasis kinerja murni, tetapi kombinasi dari anggaran berbasis kinerja dengan kuota yang ditetapkan yaitu APBN. Dari APBN yang diberikan kepada Departemen Sosial, Direktorat BSKTK-PM menyesuaikan indikator kinerja yang telah direncanakan dengan APBN yang disiapkan Departemen Sosial untuk Direktorat BSKTK-PM. 7. Tolok ukur keberhasilan anggaran berbasis kinerja jika indikator kinerja telah

dicapai bahkan dapat melebihi target. Tetapi jika realisasinya anggaran masih kurang karena melonjaknya jumlah pekerja migran bermasalah yang harus dipulangkan, biaya yang dikeluarkan untuk pemulangan pekerja migran tidak dikurangkan, atau dengan kata lain pelayanan yang diberikan masih harus seperti dengan prosedur, dan Direktorat BSKTK-PM dapat mengajukan kembali APBNP untuk dapat memenuhi kekurangan dari anggaran sebelumnya. Disinilah perbedaan dari penerapan anggaran berbasis kinerja yang diterapkan oleh


(24)

BAB V Simpulan dan Saran

Universitas Kristen Maranatha 121

Direktorat BSKTK-PM, walaupun anggarannya telah disiapkan sebelumnya, tetapi indikator kinerja yang diharapkan tidak ditentukan berdasarkan besarnya anggaran, tetapi dengan mematok untuk mencapai target yang ingin dicapai, lalu disesuaikan dengan anggaran yang didapat dari APBN. Maka dibutuhkan pembelanjaan yang efisien, menghilangkan belanja barang yang tidak produktif dan bukan prioritas supaya mendapatkan hasil outcome/output yang diinginkan.

Output diukur dalam tiga hal : kuantitas, kualitas, dan harganya.

8. Kelemahan yang didapatkan oleh penulis selama dalam penelitian adalah karena program ini dikerjakan tidak hanya khusus oleh Departemen Sosial melainkan dibantu juga oleh berbagai pihak terkait, tetapi pada kenyataannya adanya kesulitan dalam fokus penanganan. Dengan kata lain, kurangnya kesadaran akan tugas pokok dari tiap pihak dalam proses penanganan pemulangan pekerja migran bermasalah.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, penulis mengajukan beberapa saran perbaikan yang diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan Departemen Sosial terutama pada Direktorat BSKTK-PM di masa yang akan datang. Berikut adalah saran untuk penyukseskan penanganan pemulangan pekerja migran bermasalah ke daerah asal yang dihubungkan dengan anggaran Direktorat BSKTK-PM :

1. Dialokasikan dana cadangan untuk mengantisipasi biaya pemulangan pekerja migran pada akhir tahun


(25)

BAB V Simpulan dan Saran

Universitas Kristen Maranatha 122

2. Tugas Departemen Sosial dalam penanganan pekerja migran bermasalah harus lebih jelas karena bila hanya pemulangan dan permakanan dapat dilakukan oleh siapa saja. Maka sebaiknya tugas Departemen Sosial juga dimulai dar pada saat pemberangkatan pekerja migran ke negara mereka bekerja, sehingga jika Departemen Sosial sudah ikut serta dalam pencegahan awal permasalahan yang biasa dialami oleh pekerja migran Indonesia, maka tingkat permasalahan yang perlu ditangani dalam pemulangan pekerja migran bermasalah dapat berkurang. 3. Pekerja migran harus ditangani oleh para pekerja sosial agar mereka siap untuk

pulang ke rumah dan tidak kembali lagi ke luar negeri

4. Optimalisasi Satgas Debarkasi dan Embarkasi yang artinya adalah kinerja petugas di lapangan terutama di Pelabuhan dalam negeri maupun di luar negeri dapat ditingkatkan dengan tujuan dapat mengurangi permasalahan para pekerja migran sedikit demi sedikit. Ini dapat dilakukan dengan cara pengawasan terhadap pekerja migran saat mereka sedang bekerja di Malaysia, hingga jika mereka mengalami permasalahan langsung mendapat respons dan langsung bertindak, hingga melakukan pemulangan pekerja migran tersebut ke daerah asalnya.

5. Lakukan jejaring yang baik dengan dinas sosial dan provinsi untuk pemulangan pekeja migran bermasalah. Departemen Sosial bertugas untuk memulangkan pekerja migran bermasalah ke daerah asalnya, dan dalam pelaksanaannya membutuhkan bantuan berbagai pihak, baik Dinas Sosial di tingkat provinsi hingga Kabupaten, dan lembaga- lembaga sosial yang peduli pada permasalahan


(26)

BAB V Simpulan dan Saran

Universitas Kristen Maranatha 123

pekerja migran. Dengan tujuan supaya proses pemulangan pekerja migran bermasalah ke daerah asalnya lebih efektif sesuai dengan porsi kewenangan masing-masing lembaga.

6. Penanganan pekerja migran tidak hanya bagi mereka yang bermasalah tetapi bagaimana Direktorat BSKTK-PM mampu melaksanakan fungsi pencegahan. 7. Sebaiknya dianggarkan untuk uang santunan bagi keluarga pekerja migran yang

telah meninggal dunia.

8. Menerapkan penganggaran berbasis kinerja memang tidak semudah membalik telapak tangan, karena butuh proses dan upaya serius dari berbagai pihak terkait, khususnya kementerian/lembaga dan otoritas anggaran. Sebagai hal yang baru diterapkan di kementerian/lembaga, sangat wajar kalau masih ada kelemahan. Yang paling penting adalah upaya untuk terus berbenah agar penganggaran kinerja tidak melenceng dari filosofi dan tujuannya. Pengalaman negara lain yang sudah berhasil menerapkan anggaran kinerja, misalnya Australia, dapat menjadi contoh pengembangan di Indonesia. Banyak aspek yang perlu dibenahi dalam penganggaran kinerja pada kementerian/lembaga, yaitu mencakup perencanaan kinerja, proses penyusunan dan pembahasan anggaran, format-format dokumen anggaran, sampai dengan pelaporannya.

9. Format dokumen pelaksanaan anggaran (DIPA) perlu diatur ulang agar tidak sampai rinci ke pengendalian input (ke mata anggaran pengeluaran), tetapi lebih fokus ke pengendalian atas kinerja yang dihasilkan (output) dan manfaat yang dapat dinikmati oleh masyarakat/stakeholders (outcome). Hal penting yang perlu


(27)

BAB V Simpulan dan Saran

Universitas Kristen Maranatha 124

diingat adalah bahwa penganggaran kinerja tidak boleh berhenti hanya sampai penyusunannya, namun harus diatur mekanisme pelaporannya agar dapat memberikan umpan balik untuk peningkatan kinerja.

Sedangkan saran di bawah ini penulis tujukan kepada pihak-pihak lain yang terkait baik departemen, lembaga, organisasi sosial hingga kepedulian masayarakat dalam penanganan pemulangan pekerja migran bermasalah ke daerah asal :

1. Pengendalian penduduk yang berkaitan erat dengan kemiskinan akibat kurangnya lapangan pekerjaan, sehingga banyak penduduk Indonesia memilih bekerja di luar negeri terutama Malaysia untuk dapat memenuhi kebutuhannya. 2. Pembangunan di daerah pedesaan/kantong calon pekerja migran sehingga ada

lapangan pekerjaan

3. Mengirim pekerja migran yang benar-benar mempunyai keterampilan yang disesuaikan dengan permintaan kerja

4. Adanya pemantauan rutin terhadap kondisi pekerja migran di negara mereka bekerja

5. Shelter yg profesional yang di dalamnya ada pekerja sosial, psikolog,dan

advokasi.

6. Peningkatan kepedulian Pemerintah Daerah di dalam memulihkan dan memberdayakan mantan pekerja migran bermasalah

7. Dalam penyesuaian penerapan anggaran berbasis kinerja dalam organisasi sektor publik, sebaiknya perlu diperhatikan betul mengenai tahapan mengenai


(28)

BAB V Simpulan dan Saran

Universitas Kristen Maranatha 125

perencanaan kinerja, proses penyusunan dan pembahasan anggaran, format-format dokumen anggaran, sampai dengan pelaporannya

8. Kementerian/lembaga perlu menyiapkan tolok ukur kinerja untuk setiap instansi pemerintah yang menjadi ukuran keberhasilan instansi tersebut. Selain itu, perlu meningkatkan kemampuan menyeleksi kebijakan, program, dan kegiatan yang diajukan kementerian/lembaga dengan acuan prioritas program-program pemerintah. Maka diharapkan APBN dapat menampilkan informasi tentang indikator dan target kinerja atas program-program pemerintah (http://web.anggaran.depkeu.go.id/web-content-list.asp?ContentId=97 diakses tanggal 27 Desember 2009)

5.3. Keterbatasan

Penelitian ini masih kurang sempurna dikarenakan waktu penelitiannya terbatas, sehingga proses penanganan pemerintah yang diberikan kepada pekerja migran bermasalah dalam rangka pemulangan ke daerah asalnya hanya sebagian yang penulis ikuti yaitu hanya sampai pada penanganan di Rumah Perlindungan dan Trauma Center, sedangkan dalam hal bantuan Usaha Ekonomis Produktif, penulis tidak bisa meneliti dengan responden yang sama dikarenakan proses pemberian bantuan UEP membutuhkan waktu yang cukup lama.

Selain itu, anggaran yang dibahas dalam penelitian ini merupakan anggaran yang telah direalisasikan hingga 31 Oktober 2009, walaupun penulis meneliti di bulan Desember, tetapi belum adanya data yang terbaru dan benar mengenai kinerja Direktorat


(29)

BAB V Simpulan dan Saran

Universitas Kristen Maranatha 126

BSKTK-PM atas keberhasilan pemulangan pekerja migran bermasalah ke daerah asalnya.


(30)

Universitas Kristen Maranatha 127

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto Suharsimi. (1985). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. PT Bina Aksara. Jakarta.

Bastian Indra.(2001) Akuntansi Sektor Publik di Indonesia, BPFE UGM, Yogyakarta. Departemen Sosial Republik Indonesia. (2005). Peran dan Perjalanan Departemen

Sosial dari Masa ke Masa. Departemen Sosial RI,Jakarta.

Direktorat Bantuan Sosial dan Tindak Kekerasan dan Pekerja Migran. (2004). Standar Pemberdayaan dan Rujukan Pekerja Migran. Departemen Sosial,Jakarta.

Direktorat Bantuan Sosial dan Tindak Kekerasan dan Pekerja Migran. (2006). Pedoman

Bantuan Sosial Pemulangan Pekerja Migran Bermasalah dan Keluarganya.

Departemen Sosial,Jakarta.

Direktorat Bantuan Sosial dan Tindak Kekerasan dan Pekerja Migran. (2007). Pedoman

Pendamping Pada Rumah Perlindungan dan Trauma Center. Departemen

Sosial,Jakarta.

Direktorat Bantuan Sosial dan Tindak Kekerasan dan Pekerja Migran. (2008). Acuan

Umum Bantuan Sosial Pekerja Migran. Departemen Sosial,Jakarta.

Ihyaul,Ulum.(2004). Akuntansi Sektor Publik, UMM PRESS, Yogyakarta.

Maleong, Lexy J. (1997). Metode Penelitian Kualitatif. Remaja Rosda Karya, Bandung. Mardiasmo.(2002) Akuntansi Sektor Publik. ANDI Yogyakarta, Yogyakarta,.

Melly, G. Tan. (1997). Masalah Perencanaan Penelitian dalam Metode Penelitian

Masyarakat yang diterjemahkan oleh Koentjaraningrat. PT. Gramedia Pustaka

Utama, Jakarta.

Mulyadi, (2000). Akuntansi Biaya. Edisi Keenam, Bagian Penelitian Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Nafarin, M. (2004). Penganggaran Perusahaan. Salemba Empat, Jakarta. Sugiyono. (1999). Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta.Bandung.


(1)

2. Tugas Departemen Sosial dalam penanganan pekerja migran bermasalah harus lebih jelas karena bila hanya pemulangan dan permakanan dapat dilakukan oleh siapa saja. Maka sebaiknya tugas Departemen Sosial juga dimulai dar pada saat pemberangkatan pekerja migran ke negara mereka bekerja, sehingga jika Departemen Sosial sudah ikut serta dalam pencegahan awal permasalahan yang biasa dialami oleh pekerja migran Indonesia, maka tingkat permasalahan yang perlu ditangani dalam pemulangan pekerja migran bermasalah dapat berkurang. 3. Pekerja migran harus ditangani oleh para pekerja sosial agar mereka siap untuk

pulang ke rumah dan tidak kembali lagi ke luar negeri

4. Optimalisasi Satgas Debarkasi dan Embarkasi yang artinya adalah kinerja petugas di lapangan terutama di Pelabuhan dalam negeri maupun di luar negeri dapat ditingkatkan dengan tujuan dapat mengurangi permasalahan para pekerja migran sedikit demi sedikit. Ini dapat dilakukan dengan cara pengawasan terhadap pekerja migran saat mereka sedang bekerja di Malaysia, hingga jika mereka mengalami permasalahan langsung mendapat respons dan langsung bertindak, hingga melakukan pemulangan pekerja migran tersebut ke daerah asalnya.

5. Lakukan jejaring yang baik dengan dinas sosial dan provinsi untuk pemulangan pekeja migran bermasalah. Departemen Sosial bertugas untuk memulangkan pekerja migran bermasalah ke daerah asalnya, dan dalam pelaksanaannya membutuhkan bantuan berbagai pihak, baik Dinas Sosial di tingkat provinsi hingga Kabupaten, dan lembaga- lembaga sosial yang peduli pada permasalahan


(2)

pekerja migran. Dengan tujuan supaya proses pemulangan pekerja migran bermasalah ke daerah asalnya lebih efektif sesuai dengan porsi kewenangan masing-masing lembaga.

6. Penanganan pekerja migran tidak hanya bagi mereka yang bermasalah tetapi bagaimana Direktorat BSKTK-PM mampu melaksanakan fungsi pencegahan. 7. Sebaiknya dianggarkan untuk uang santunan bagi keluarga pekerja migran yang

telah meninggal dunia.

8. Menerapkan penganggaran berbasis kinerja memang tidak semudah membalik telapak tangan, karena butuh proses dan upaya serius dari berbagai pihak terkait, khususnya kementerian/lembaga dan otoritas anggaran. Sebagai hal yang baru diterapkan di kementerian/lembaga, sangat wajar kalau masih ada kelemahan. Yang paling penting adalah upaya untuk terus berbenah agar penganggaran kinerja tidak melenceng dari filosofi dan tujuannya. Pengalaman negara lain yang sudah berhasil menerapkan anggaran kinerja, misalnya Australia, dapat menjadi contoh pengembangan di Indonesia. Banyak aspek yang perlu dibenahi dalam penganggaran kinerja pada kementerian/lembaga, yaitu mencakup perencanaan kinerja, proses penyusunan dan pembahasan anggaran, format-format dokumen anggaran, sampai dengan pelaporannya.

9. Format dokumen pelaksanaan anggaran (DIPA) perlu diatur ulang agar tidak sampai rinci ke pengendalian input (ke mata anggaran pengeluaran), tetapi lebih fokus ke pengendalian atas kinerja yang dihasilkan (output) dan manfaat yang


(3)

diingat adalah bahwa penganggaran kinerja tidak boleh berhenti hanya sampai penyusunannya, namun harus diatur mekanisme pelaporannya agar dapat memberikan umpan balik untuk peningkatan kinerja.

Sedangkan saran di bawah ini penulis tujukan kepada pihak-pihak lain yang terkait baik departemen, lembaga, organisasi sosial hingga kepedulian masayarakat dalam penanganan pemulangan pekerja migran bermasalah ke daerah asal :

1. Pengendalian penduduk yang berkaitan erat dengan kemiskinan akibat kurangnya lapangan pekerjaan, sehingga banyak penduduk Indonesia memilih bekerja di luar negeri terutama Malaysia untuk dapat memenuhi kebutuhannya. 2. Pembangunan di daerah pedesaan/kantong calon pekerja migran sehingga ada

lapangan pekerjaan

3. Mengirim pekerja migran yang benar-benar mempunyai keterampilan yang disesuaikan dengan permintaan kerja

4. Adanya pemantauan rutin terhadap kondisi pekerja migran di negara mereka bekerja

5. Shelter yg profesional yang di dalamnya ada pekerja sosial, psikolog,dan

advokasi.

6. Peningkatan kepedulian Pemerintah Daerah di dalam memulihkan dan memberdayakan mantan pekerja migran bermasalah

7. Dalam penyesuaian penerapan anggaran berbasis kinerja dalam organisasi sektor publik, sebaiknya perlu diperhatikan betul mengenai tahapan mengenai


(4)

perencanaan kinerja, proses penyusunan dan pembahasan anggaran, format-format dokumen anggaran, sampai dengan pelaporannya

8. Kementerian/lembaga perlu menyiapkan tolok ukur kinerja untuk setiap instansi pemerintah yang menjadi ukuran keberhasilan instansi tersebut. Selain itu, perlu meningkatkan kemampuan menyeleksi kebijakan, program, dan kegiatan yang diajukan kementerian/lembaga dengan acuan prioritas program-program pemerintah. Maka diharapkan APBN dapat menampilkan informasi tentang indikator dan target kinerja atas program-program pemerintah (http://web.anggaran.depkeu.go.id/web-content-list.asp?ContentId=97 diakses tanggal 27 Desember 2009)

5.3. Keterbatasan

Penelitian ini masih kurang sempurna dikarenakan waktu penelitiannya terbatas, sehingga proses penanganan pemerintah yang diberikan kepada pekerja migran bermasalah dalam rangka pemulangan ke daerah asalnya hanya sebagian yang penulis ikuti yaitu hanya sampai pada penanganan di Rumah Perlindungan dan Trauma Center, sedangkan dalam hal bantuan Usaha Ekonomis Produktif, penulis tidak bisa meneliti dengan responden yang sama dikarenakan proses pemberian bantuan UEP membutuhkan waktu yang cukup lama.

Selain itu, anggaran yang dibahas dalam penelitian ini merupakan anggaran yang telah direalisasikan hingga 31 Oktober 2009, walaupun penulis meneliti di bulan Desember, tetapi belum adanya data yang terbaru dan benar mengenai kinerja Direktorat


(5)

BSKTK-PM atas keberhasilan pemulangan pekerja migran bermasalah ke daerah asalnya.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto Suharsimi. (1985). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. PT Bina Aksara. Jakarta.

Bastian Indra.(2001) Akuntansi Sektor Publik di Indonesia, BPFE UGM, Yogyakarta. Departemen Sosial Republik Indonesia. (2005). Peran dan Perjalanan Departemen

Sosial dari Masa ke Masa. Departemen Sosial RI,Jakarta.

Direktorat Bantuan Sosial dan Tindak Kekerasan dan Pekerja Migran. (2004). Standar Pemberdayaan dan Rujukan Pekerja Migran. Departemen Sosial,Jakarta.

Direktorat Bantuan Sosial dan Tindak Kekerasan dan Pekerja Migran. (2006). Pedoman

Bantuan Sosial Pemulangan Pekerja Migran Bermasalah dan Keluarganya.

Departemen Sosial,Jakarta.

Direktorat Bantuan Sosial dan Tindak Kekerasan dan Pekerja Migran. (2007). Pedoman

Pendamping Pada Rumah Perlindungan dan Trauma Center. Departemen

Sosial,Jakarta.

Direktorat Bantuan Sosial dan Tindak Kekerasan dan Pekerja Migran. (2008). Acuan

Umum Bantuan Sosial Pekerja Migran. Departemen Sosial,Jakarta.

Ihyaul,Ulum.(2004). Akuntansi Sektor Publik, UMM PRESS, Yogyakarta.

Maleong, Lexy J. (1997). Metode Penelitian Kualitatif. Remaja Rosda Karya, Bandung. Mardiasmo.(2002) Akuntansi Sektor Publik. ANDI Yogyakarta, Yogyakarta,.

Melly, G. Tan. (1997). Masalah Perencanaan Penelitian dalam Metode Penelitian

Masyarakat yang diterjemahkan oleh Koentjaraningrat. PT. Gramedia Pustaka

Utama, Jakarta.

Mulyadi, (2000). Akuntansi Biaya. Edisi Keenam, Bagian Penelitian Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.