Tinjauan Patient Safety pada Tata Laksana Di Instalasi Perawatan Intensif Rumah Sakit Immanuel Bandung Tahun 2014.
iv ABSTRAK
Tinjauan Patient Safety Pada Tata Laksana
di Instalasi Perawatan Intensif RS Immanuel Bandung Tahun 2014
Raden Diah Mutmainah, 2014 ; Pembimbing I : Yohanes R, dr., Sp.An Pembimbing II : Budi Widyarto, dr., MH
Latar belakang Rumah sakit berada di bawah tekanan yang meningkat untuk mengembangkan sistem rumah sakit demi mencegah KTD, Kejadian Tidak Diharapkan yang dapat mengakibatkan kematian atau cedera serius. Meningkatkan keselamatan pasien merupakan prioritas bagi para tenaga medis dan rumah sakit karena KTD dapat menjadi bencana bagi pasien, perawat dan institusi. Menurut laporan IOM (Institute of Medicine) di Amerika setiap tahun terjadi 48.000-100.000 pasien meninggal dunia akibat kesalahan medis berkaitan dengan sistem dan proses, bukan dari kesalahan atau kelalaian individual, dan menyebabkan tuntutan hukum yang dialami rumah sakit semakin meningkat. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong RS-RS di Indonesia untuk menerapkan Sembilan Solusi Keselamatan Pasien Rumah Sakit, secara langsung atau bertahap, sesuai dengan kemampuan dan kondisi RS masing-masing.
Tujuan untuk mengetahui kendala-kendala, manfaat dan harapan dari pelaksanaan program “Nine Patient Safety Solution” di bagian Instalasi Perawatan
Intensif Rumah Sakit Immanuel Bandung Tahun 2014.
Metode penelitian ini adalah deskriptif observasional dengan metode kualitatif, menggunakan rancangan etnografi. Responden sebanyak 2 dokter dan 23 perawat diambil dengan metode purposive sampling dengan pendekatan
homogeneous sampling.
Hasil pelaksanaan semua variabel dari Nine Patient Safety Solutions sudah dilaksanakan dengan baik, walaupun masih didapatkan beberapa kendala seperti jawaban yang belum seragam mengengenai cara pembuangan jarum suntik sekali pakai dan istilah memastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar jarang digunakan meskipun pada praktiknya hampir seluruh dokter dan perawat melakukan tindakan menggunakan prinsip tersebut.
Saran agar dokter dan perawat lebih meningkatkan penerapan program patient
safety pada pelaksanaan kerja sehari-hari dan lebih mensosialisasikan apabila
terdapat program baru.
Kata kunci : patient safety, instalasi perawatan intensif, Rumah Sakit Immanuel Bandung
(2)
v ABSTRACT
Observation of Patient Safety on Treatment
at Installation Intensive Care Unit Immanuel Hospital Bandung 2014 Raden Diah Mutmainah 2014 ; Tutor I : Yohanes R, dr., Sp.An
Tutor II : Budi Widyarto, dr., MH
Background Nowadays hospitals were under pressure in developing a system
to prevent adverse event that could result in death or serious injury. Improving patient safety is a priority for hospitals since adverse event can be harmful for patients, nurses, and institutions. According to the IOM ( Institute of Medicine ) of United States, there were approximately 48.000 – 100.000 deaths caused by medical errors related to systems and processes, rather than individual fault or negligence, and the result is the increasing number of lawsuits against hospital. The Committee of Patient Safety in Hospitals (KKPRS) encourages hospitals in Indonesia to implement the Nine Life-Saving Patient Safety Solutions in Hospitals or 9 Solutions, directly or gradually, based on abilities and conditions of the corresponding hospitals.
Aim To determine the barriers , benefits, and expectations of the " Nine Patient Safety Solution " programe in the (Installation) Intensive Care Unit of Immanuel Hospital Bandung in 2014 .
Method This research is an observational descriptive qualitative, using an ethnography design. Respondent consists of 2 doctors and 23 nurses, chosen with a purposive sampling and homogeneous sampling approach .
Results showed that the implementation of all variables of Nine Patient Safety Solutions has been done fairly well , although there is still some improvement needed such as there is different answers from correspondences about the procedure of discarding disposable syringe and point ensures the correct action at the right side of the body is rarely used, although in actual practice almost all doctors and nurses perform actions using the principle.
Suggested that the doctors and nurses should implement the patient safety
programes more strictly in their daily work practices and more socialized when there is a new program.
Keywords : patient safety , intensive care facilities , Immanuel Hospital Bandung
(3)
vi
DAFTAR ISI
JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
SURAT PERNYATAAN ... iii
ABSTRAK ... iv
ABSTRACT ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 3
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Manfaat Penelitian ... 4
1.4.1 Manfaat Akademis ... 4
1.4.2 Manfaat Praktis ... 4
1.5 Landasan Teori ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi ... 6
2.2 Keselamatan Pasien ... 6
2.2.1 Pengertian ... 6
2.2.2 Tujuan Keselamatan Pasien ... 7
(4)
vii
2.2.4 Sistem Patient Safety RS ... 8
2.2.5 Standar Patient Safety ... 8
2.2.6 Tujuan Langkah Penerapan Program Patient Safety ... 13
2.2.7 Pendekatan Komprehensif Pengkajian Keselamatan Pasien ... 14
2.2.8 Sembilan solusi live-saving Keselamatan Pasien ... 17
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bahan atau Subjek Penelitian ... 24
3.1.1 Bahan Penelitian... 24
3.1.2 Subjek Penelitian ... 24
3.1.3 Instrumen Penelitan ... 24
3.1.3 Lokasi dan Waktu ... 25
3.2 Metode Penelitian ... 25
3.2.1 Jenis Penelitian ... 25
3.2.2 Rancangan Penelitian ... 25
3.2.3 Variabel Penelitian ... 26
3.2.3.1 Definisi Operasional VariabelVariabel ... 26
3.2.4 Besar Sampel Penelitian ... 29
3.2.5 Teknik Pengambilan Sampel... 29
3.2.6 Prosedur Kerja ... 29
3.2.7 Metode Analisis ... 30
3.2.8 Aspek Etik Penelitian ... 30
BAB IV HASIL, PEMBAHASAN DAN PENGUJIAN HIPOTESIS PENELITIAN 4.1 Analisis Kualitatif ... 31
4.1.1 Open Coding ... 31
4.1.2 Selective Coding ... 69
(5)
viii
4.3 Hasil Observasi ... 81
4.3.1 Gambar ... 84
4.3.2 Daftar Tilik ... 88
4.3.2 Daftar Jawaban Responden ... 89
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 90
5.2 Saran ... 94
DAFTAR PUSTAKA ... 95
LAMPIRAN ... 98
(6)
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Penyebab Terbanyak Kesalahan Pemberian Obat ... 18
Tabel 4.2 Daftar Tilik ... 88
(7)
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 5 Langkah Cuci Tangan ... 23
Gambar 4.1 Ruang ICU... 84
Gambar 4.2 Ruang HCU ... 85
4Gambar 4.3 Tempat Sampah di ICU ... 85
Gambar 4.4 Tempat Sampah di HCU ... 85
Gambar 4.5 Wastafel di ICU ... 85
Gambar 4.6 Wastafel di HCU ... 85
Gambar 4.7 Alcohol ... 85
Gambar 4.8 Tisu Kering ... 85
Gambar 4.9 Cara Cuci Tangan ... 86
Gambar 4.10 Five Momment ... 86
Gambar 4.11 Tempat Obat ... 86
Gambar 4.12 LASA, High Alert ... 86
Gambar 4.13 R. Penyimpanan Obat ... 86
Gambar 4.14 Tempat Obat ... 86
Gambar 4.15 Daftar Terintegrasi (1) ... 87
Gambar 4.16 Daftar Terintegrasi (2) ... 87
Gambar 4.17 Peneng ... 87
(8)
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Komisi Etik Penelitian ... 98 Lampiran 2 Peedoman Wawancara Mendalam... 99 Lampiran 4 Transkrip Wawancara ... 100
(9)
Universitas Kristen Maranatha 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Peningkatan jumlah sarana pelayanan kesehatan di Indonesia masih belum diikuti dengan peningkatan kualitas layanan medik. Rumah sakit yang sudah terakreditasi pun belum semuanya menerapkan prosedur standar perlindungan pasien. Hampir setiap tindakan medik menyimpan potensi risiko. Data emperik membuktikan masalah medical error (kesalahan medis) sering terjadi dalam derajat yang beragam, dari ringan hingga berat. Menurut laporan IOM (Institute of
Medicine) menyebutkan bahwa di Amerika Serikat setiap tahun terjadi 48.000
hingga 100.000 pasien meninggal dunia akibat kesalahan medis berkaitan dengan sistem dan proses, bukan dari kesalahan atau kelalaian individual. (Orlando Regional Healthcare, Education & Development, 2004)
Laporan IOM tersebut menggambarkan bahwa sampai saat ini keselamatan pasien dalam pelayanan kesehatan masih kurang diterapkan, sehingga banyak timbul KTD yaitu Kejadian Tidak Diharapkan yang dapat mengakibatkan kematian atau cedera serius pada praktik kedokteran sehari-hari, yang akhirnya menciptakan pelayanan kesehatan yang kurang bermutu. Hal ini menyebabkan tuntutan hukum yang dialami rumah sakit semakin meningkat.
Meningkatkan keselamatan pasien merupakan peningkatan prioritas bagi para tenaga medis dan rumah sakit sejak KTD dapat menjadi bencana bagi pasien, perawat dan institusi. Rumah sakit perlu mengembalikan kepercayaan masyarakat melalui Program Keselamatan Pasien dimana World Health Organization (WHO) telah memulainya pada tahun 2004.
Laporan IOM merekomendasikan bahwa kunci untuk mengatasi kesalahan medis adalah fokus pada proses yang digunakan untuk memberikan layanan kesehatan dan tidak menyalahkan pada individu yang terlibat. Pertanyaan yang seharusnya dilontarkan adalah “Apa yang terjadi” dan ”Mengapa itu terjadi”, bukan “Siapa yang melakukannya”. Sebagai hasil dari banyak penelitian, penyedia layanan kesehatan menjadi lebih sadar akan masalah seputar
(10)
Universitas Kristen Maranatha 2
penyampaian kesehatan perawatan dan kesalahan medis yang dapat terjadi. (Orlando Regional Healthcare, Education & Development, 2004)
Rumah sakit berada di bawah tekanan yang meningkat untuk mengembangkan sistem rumah sakit demi mencegah KTD. Keselamatan pasien merupakan isu global yang sangat penting. Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai negara telah semakin menyadari pentingnya meningkatkan keselamatan pasien. Di negara berkembang, kemungkinan pasien yang dirugikan di rumah sakit lebih tinggi dibandingkan negara-negara industri. Risiko infeksi terkait perawatan kesehatan di beberapa negara berkembang, 20 kali lebih tinggi daripada di negara maju. 1,4 juta orang di seluruh dunia menderita infeksi yang diperoleh di rumah sakit. (JBS, C. 2008)
Menanggapi hal ini Indonesia telah mendirikan KKP-RS (Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit) oleh PERSI (Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia) dan telah diresmikan Gerakan Keselamatan Pasien Rumah Sakit pada tanggal 21 Agustus 2005. (Departemen Kesehatan R.I, 2006)
WHO Collaborating Centre for Patient safety pada tanggal 2 Mei 2007 resmi menerbitkan “Nine Life Saving Patient safety Solutions” (Sembilan Solusi
Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit). Panduan ini mulai disusun sejak tahun
2005 oleh pakar keselamatan pasien dari lebih 100 negara, dengan mengidentifikasi dan mempelajari berbagai masalah keselamatan pasien.
Solusi keselamatan pasien adalah sistem atau intervensi yang dibuat, mampu mencegah atau mengurangi cedera pasien yang berasal dari proses pelayanan kesehatan. Sembilan solusi ini antara lain perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike medication names), identifikasi pasien, komunikasi secara benar saat serah terima pasien, kendalikan cairan elektrolit pekat, pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan, hindari salah kateter dan salah sambung selang, pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar, penggunaan jarum suntik sekali pakai, dan higiene tangan untuk mencegah infeksi nosokomial.
Solisi ini merupakan panduan yang sangat bermanfaat membantu rumah sakit, memperbaiki proses asuhan pasien, guna menghindari cedera maupun kematian
(11)
Universitas Kristen Maranatha 3
yang dapat dicegah. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong RS-RS di Indonesia untuk menerapkan Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit, atau 9 Solusi, langsung atau bertahap, sesuai dengan kemampuan dan kondisi RS masing-masing. (Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia, 2007)
Inisiatif keselamatan pasien yang ditujukan untuk menciptakan budaya ruang perawatan yang aman semakin sering diperbincangkan. Saat ini banyak rumah sakit yang sudah mulai menerapkan program keselamatan pasien, selain untuk mengurangi angka kematian karena KTD, rumah sakit juga menerapkan program keselamatan pasien untuk meningkatkan kualitas guna mencapai akreditasi. Rumah Sakit Immanuel Bandung merupakan salah satu rumah sakit pendidikan swasta di Jawa Barat yang telah menerapkan program patient safety. Instalasi perawatan intensif adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri, dengan staf yang khusus dan pelengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit akut, cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia yang diharapkan masih reversibel, selain itu biaya yang dikeluarkan untuk perawatan di instalasi perawatan intensif lebih besar dibanding dengan ruangan lainnya.
Dengan adanya masalah ini peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian yang menggambarkan tentang keselamatan pasien dengan judul “Tinjauan Patient safety Pada Tata Laksana Di Instalasi Perawatan Intensif
Rumah Sakit Immanuel Bandung Tahun 2014”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, identifikasi masalah penelitian ini adalah apakah Rumah Sakit Immanuel Bandung khususnya bagian instalasi perawatan intensif telah menerapkan “Nine Patient safety Solution” dan apa saja
(12)
kendala-Universitas Kristen Maranatha 4
kendala, manfaat dan harapan dari pelaksanaan program “Nine Patient safety Solution”.
1.3Maksud dan Tujuan
Maksud penelitian adalah meninjau jalannya program “Nine Patient safety Solution” khususnya di bagian Instalasi Perawatan Intensif Rumah Sakit Immanuel Bandung. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kendala-kendala, manfaat dan harapan dari pelaksanaan program “Nine Patient safety Solution” di bagian Instalasi Perawatan Intensif di Rumah Sakit Immanuel Bandung Tahun 2014.
1.4Manfaat Penelitian
1.4.1Manfaat akademis
Memperluas wawasan mengenai penerapan program “Nine Patient safety Solution” di rumah sakit Bandung khususnya bagian Instalasi Perawatan Intensif Rumah Sakit Immanuel dan dapat digunakan oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha sebagai referensi karya tulis ilmiah selanjutnya.
1.4.2 Manfaat praktis
Menambah pengetahuan dan informasi tentang “Nine Patient safety Solution”
sehingga diharapkan dapat tercapainya pelayanan medis prima di rumah sakit yang jauh dari medical error dan memberikan keselamatan bagi pasien.
(13)
Universitas Kristen Maranatha 5
1.5Landasan Teori
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi
assesment risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan
risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risisko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.
Tujuannya agar terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit, meningkatnya akutanbilitas rumah sakit terhadap sistem dan masyarakat, menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit, dan terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan. (Departemen Kesehatan R.I, 2006)
(14)
90
Universitas Kristen Maranatha
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Dari hasil penelitian tiap variabel dapat disimpulkan 1. Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip
Dalam penatalaksanaannya di Instalasi Perawatan Intensif RS Immanuel Bandung untuk pelaksanaan perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip, 100% responden sudah melaksanakannya dengan baik terlihat dari jawaban semua responden mengetahui cara penanggulanganya yaitu dengan menggunakan labe LASA. Kendala yang dihadapi adalah banyak obat yang nama dan bentuknya mirip serta satu obat dengan sediaan yang beragam (dosis dan bentuk sediaan obat berbeda), 1 responden mengatakan lupa ketika diminta untuk menyebutkan contoh obat LASA, dan ada pembagian-pembagian obat di dalam kotak-kotak obat siapa saja dapat salah simpan sehingga tidak sesuai dengan tempat yang seharusnya. Harapannya selalu lihat memastikan sebelum memberikan ke pasien dan dibaca berulang-ulang, Obat diberi label dan dilihat baik-baik sebelum diberikan kepada pasien untuk menghindari kesalahan pemberian obat, dan Komunikasi dengan jelas, singkat, padat, dan tidak bertele-tele.
2. Identifikasi pasien
Dalam penatalaksanaannya di Instalasi Perawatan Intensif RS Immanuel Bandung untuk pelaksanaan identifikasi pasien, 100% responden sudah melaksanakannya dengan baik terlihat dari jawaban semua responden mengatakan dengan melihat gelang (peneng) sebagai identitas pasien yang dipasang ditangan kanan, pink untuk perempuan, biru untuk laki-laki, terdapat identitas berupa nama, jenis kelamin, usia dan jika pasien sadar ditanyakan langsung lalu dicocockan dengan peneng, status, lalu cek dimonitor komputer untuk memvalidasi. Kendala yang dihadapi adalah untuk mengetahui alamat
(15)
91
Universitas Kristen Maranatha terdapat di status, tidak terdapat di peneng. Harapannya sebelum melakukan tindakan sebaiknya lihat dulu peneng atau identitas pasien.
3. Komunikasi secara benar saat serah terima pasien
Dalam penatalaksanaannya di Instalasi Perawatan Intensif RS Immanuel Bandung untuk berkomunikasi secara benar saat serah terima pasien antara petugas ruangan, 100% responden sudah melaksanakannya dengan baik terlihat dari semua responden menjawab bahwa terdapat formulir khusus untuk serah terima, lalu perawat yang mengoperkan dan menerima pasien tanda tangan untuk validasi, terdapat sitem ronde, saat operan untuk keliling ke pasien dan harus memperkenalkan diri, dan mengetahui diagnosis dari pasien dan indikasi masuk ke perawatan intensif. Kendala yang dihadapi adalah dokter tidak menerima pasien langsung, melainkan perawat Harapannya untuk selalu mengikuti urutuan di lembar operan, jangan sampai ada yang terlewat dan jika terdapat instruksi dari dokter, harus di cocokan terlebih dahulu dengan lembar observasi, setelah semua cocok baru dapat memindahkan pasien.
4. Kendalikan cairan elektrolit pekat
Dalam penatalaksanaannya di Instalasi Perawatan Intensif RS Immanuel Bandung untuk pengendalian cairan elektrolit pekat, 100% responden sudah melaksanakannya dengan baik terlihat dari jawaban semua responden mengatakan bahwa cairan dengan osmolaritas tinggi dan pekat harus menggunakan MLC / PICC / CVC , dapat diencerkan atau dioplos dan di drip pemberiannya, menggunakan infuse pump, obat-obatan dengan osmolaritas tinggi di simpan di tempat khusus dan penggunaan penempelan label untuk cairan yang pekat. Kendala yang dihadapi adalah apabila menggunakan perifer dapat merusak vena dan mudah menimbulkan phlebitis. Harapannya dibiasakan untuk pemasangan langsung masuk ke pembuluh darah vena yang besar dan harus mengetahui osmolaritasnya tinggi atau rendah.
(16)
92
Universitas Kristen Maranatha Dalam penatalaksanaannya di Instalasi Perawatan Intensif RS Immanuel Bandung untuk memastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanaan, 100% responden sudah melaksanakannya dengan baik terlihat dari semua jawaban responden mengatakan terdapat surat pindah yang jelas, terdapat form untuk pemberian obat yang diberikan ke pasien baik itu saat dirumah maupun saat diruangan, dan ICU memiliki sistem tersendiri khusus pasien masuk ICU wajib DPJPnya oleh DPJP anestesi yang jaga saat itu, jadi untuk terapi domain dokter anestesi. Harapannya untuk memastikan akurasinya dibuat surat pindah dan lihat order dokternya pada scedule pemberian obat, pemberiannya harus sesuaikan scedule tersebut.
6. Hindari salah kateter dan salah sambung selang
Dalam penatalaksanaannya di Instalasi Perawatan Intensif RS Immanuel Bandung untuk menghindari salah kateter dan salah sambung selang, 100% responden sudah melaksanakannya dengan baik terlihat dari semua responden mengatakan pemasangan selang drainage lebih dari dari satu selalu dibuatkan nama / tanda dan nomor , pemasangan kateter selalu dipastikan terlebih dahulu ukurannya, dan penyimpanan urine bag harus digantung tidak boleh tergeletak di lantai. Harapannya harus teliti saat pemasangan, pemasangan kateter maupun selang harusnya bersadarkan prosedur, dan penggunaan nama dan tanda agar tidak salah atau tertukar saat memasang atau membuka slang atau kateter.
7. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar.
Dalam penatalaksanaannya di Instalasi Perawatan Intensif RS Immanuel Bandung istilah memastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar jarang digunakan meskipun pada praktiknya setiap melakukan tindakan selalu menggunakan prinsip tersebut. Terlihat dari 45% responden mengatakan tidak mengenal istilah tersebut sedangkan 65% responden mengatakan menggunakan sistem marker menggunakan spidol untuk daerah yang akan diberi tindakan misalnya untuk pungsi pleura / WSD , yang sebelumnya sudah dicek dulu lokasinya oleh dokter, memastikan vena saat pemasangan MLC / PICC / CVC, dan ketepatan pasien operasi 2 sisi, ketepatan atau kepatuhan
(17)
93
Universitas Kristen Maranatha dokter untuk memvalidasi bahwa operasi itu 2 sisi, sepertinya akan menjadi indikator mutu kamar bedah. Kendala yang dihadapi adalah di ICU jarang menggunakan istilah memastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar, karena dulu menandakan tanda operasi dikamar bedah sehingga diruangan tidak akan begitu mengenal. Harapannya selalu mencari aksesnya terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan agar tidak terjadi kesalahan tusuk atau lokasi pemasangan / tindakan dan selalu dicek saat operan.
8. Penggunaan jarum suntik sekali pakai
Dalam penatalaksanaannya di Instalasi Perawatan Intensif RS Immanuel Bandung untuk penggunaan jarum suntik sekali pakai berdasarkan jawaban responden didapatkan hasil jawaban semua responden mengatakan menggunakan spuit disposable, sekali pakai buang. Tetapi 16% responden mengatakan cara pembuangan jarum suntik dipisah antara jarum dan spuitnya, sedangkan 84% responden mengatakan dibuang ke tempat sampah khusus dan tidak boleh melepas jarumnya. Kendala yang dihadapi adalah belum semua perawat mengetahui bahwa cara membuang alat suntik tidak boleh dipisahkan / dilepas jarumnya dan jika jarumnya dilepas percikan cairannya dapat mengenai tubuh/pakaian petugas dan risiko tertusuk jarum. Harapannya penggunaan disaposable untuk patient safety dan tidak melepas jarum saat membuang alat suntik untuk menghindari percikan dari dalam alat suntik dan menghindari jarumnya.
9. Higiene tangan untuk mencegah infeksi nosokomial
Di Instalasi Perawatan Intensif RS Immanuel Bandung dalam penatalaksanaan hygiene tangan untuk mencegah infeksi nosocomial, 100% responden sudah melaksanakannya dengan baik terlihat dari jawaban semua responden mengatakan selalu cuci tangan dengan sistem five moment yaitu sebelu kontak dengan pasien, sebelum tindakan asepsis, setelah terkena cairan tubuh, setelah kontak dengan pasien, dan setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien, menggunakan 12 langkah cuci tangan sesuai dengan SOP, dapat dengan hand
soap atau hand scrub, saat melakukan tindakan menggunakan handschoen ,
(18)
94
Universitas Kristen Maranatha scrub atau alcohol dan menjelaskan tentang cara-cara penularan antara pasien
dengan pasien dan pasien dengan keluarga. Harapannya dengan adanya five
moment kita diharapkan lebih waspada.
5.2 Saran
Berdasarkan pembahasan-pembahasan tersebut, akan dikemukakan saran sebagai berikut
1. Agar dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan diharapkan dokter dan perawat lebih meningkatkan dan membiasakan menerapkan 9 Solusi
live-saving keselamatan pasien rumah sakit pada praktik kerja
sehari-sehari
2. Perlu sosialisasi lebih menyuluruh mengenai aturan atau update prosedur terbaru agar seluruh dokter dan perawat dapat mengetahuinya dan dapat menjalankan prosedur lebih baik lagi
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan penelitian kualitatif dan kuantitatif agar didapatkan hasil yang lebih maksimal
4. Kekurangan penelitian ini adalah belum mencantumkan data lokal tentang KTD dan variabel keselamatan pasien di Rumah Sakit Immanuel Bandung, untuk penelitian selanjutnya diharapkan mencantumkan data KTD yang terjadi
5. Kekurangan penelitian ini adalah tidak menggunakan statistik sehingga hasil yang diperoleh tidak sesignifikan dengan penelitian yang menggunakan statistik. Diharapkan penelitian selanjutnya menggunakan statistik agar data yang diperoleh dapat lebih teruji
(19)
95
Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA
Bates DW, F. G. (2003). Improving patient safety across a large integrated health
care delivery system. 15, I:i31-i40.
Charles Vincent, 2011. The essentials of Patient Safety. BMJI Books. (diunduh 22 januari 2014, pkl 13.16 WIB)
C, V. (2006). Patient Safety. Philadelphia: Elsevier.
Departemen Kesehatan R.I. (2006). Panduan nasional keselamatan pasien rumah
sakit. utamakan keselamatan pasien. Bakti Husada.
Departemen Kesehatan R.I. (2006). Upaya peningkatan mutu pelayanan rumah
sakit.(konsep dasar dan prinsip). Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat
Rumah Sakit khusus dan Swasta.
Departemen Kesehatan R.I. (2008). Panduan nasional keselamatan pasien rumah
sakit. utamakan keselamatan pasien. Bakti Husada.
Edmanson K, W. S. (2008). Understanding patient safety. New York: McGraw-Hill companies.
Emzir. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif & Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa.
International Journal for Quality in Health Care, (2003). Improving Patient Safety
Across a Large Integrated Healt Care Delivery System.
JBS, C. (2008). Membangun budaya keselamatan pasien dalam praktek
kedokteran . Jakarta, Indonesia: Kanisius.
Kemertrian Kesehatan RI . (1996). Keputusan Direktur Jendral Bina Upaya
(20)
96
Universitas Kristen Maranatha National Patient Safety Agency, (2009). Quick Reference Guide To The Seven
Steps To Patient Safety in General Practice
(n.d.). Retrieved december 10, 2013, from www.who/int/patientsafety
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Orlando Regional Healthcare, Education & Development. (2004). Patient safety:
Preventing Medical Errors.
Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia. (2007). Pedoman Pelaporan
Insiden Keselamatan Pasien (IKP) (Patient safety incident report). Jakara,
Indonesia: Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS).
Rumah Sakit Immanuel, 2014. Handbook Accreditation Survey 2014. 1st Edition.
Sugiono. (2010). Statistika untuk penelitian (16 ed.). Bandung: ALFABETA.
Spradley, J. 1980. Participant Observation. New York: Holt, Rinehart and Winston.
The New England Journal of Medicine, (2006). An Intervention to Decrease
Catheter-Related Bloodstream Infections in The ICU.
The New England Journal of Medicine, (2004). Effect of Reducing Interns’ Work
Hours on Serious Medical Errors in Intensive Care Units.
The Joint Comission Accreditation Critical Accsess Hospital , (2014). Critical
Access Hospital National Patient Safety Goals.
Wachter RM, Shanahan J, Edmanson K, editor. 2008. Understanding patient
(21)
97
Universitas Kristen Maranatha Weeks WB, Bagian JP. 2000. Making the business case for patient safety. Joint Commission on Quality and Safety. 2003; 29. WHO. Nine Patient Safety Solution
(1)
Dalam penatalaksanaannya di Instalasi Perawatan Intensif RS Immanuel Bandung untuk memastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanaan, 100% responden sudah melaksanakannya dengan baik terlihat dari semua jawaban responden mengatakan terdapat surat pindah yang jelas, terdapat form untuk pemberian obat yang diberikan ke pasien baik itu saat dirumah maupun saat diruangan, dan ICU memiliki sistem tersendiri khusus pasien masuk ICU wajib DPJPnya oleh DPJP anestesi yang jaga saat itu, jadi untuk terapi domain dokter anestesi. Harapannya untuk memastikan akurasinya dibuat surat pindah dan lihat order dokternya pada scedule pemberian obat, pemberiannya harus sesuaikan scedule tersebut.
6. Hindari salah kateter dan salah sambung selang
Dalam penatalaksanaannya di Instalasi Perawatan Intensif RS Immanuel Bandung untuk menghindari salah kateter dan salah sambung selang, 100% responden sudah melaksanakannya dengan baik terlihat dari semua responden mengatakan pemasangan selang drainage lebih dari dari satu selalu dibuatkan nama / tanda dan nomor , pemasangan kateter selalu dipastikan terlebih dahulu ukurannya, dan penyimpanan urine bag harus digantung tidak boleh tergeletak di lantai. Harapannya harus teliti saat pemasangan, pemasangan kateter maupun selang harusnya bersadarkan prosedur, dan penggunaan nama dan tanda agar tidak salah atau tertukar saat memasang atau membuka slang atau kateter.
7. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar.
Dalam penatalaksanaannya di Instalasi Perawatan Intensif RS Immanuel Bandung istilah memastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar jarang digunakan meskipun pada praktiknya setiap melakukan tindakan selalu menggunakan prinsip tersebut. Terlihat dari 45% responden mengatakan tidak mengenal istilah tersebut sedangkan 65% responden mengatakan menggunakan sistem marker menggunakan spidol untuk daerah yang akan diberi tindakan misalnya untuk pungsi pleura / WSD , yang sebelumnya sudah dicek dulu lokasinya oleh dokter, memastikan vena saat pemasangan MLC / PICC / CVC, dan ketepatan pasien operasi 2 sisi, ketepatan atau kepatuhan
(2)
dokter untuk memvalidasi bahwa operasi itu 2 sisi, sepertinya akan menjadi indikator mutu kamar bedah. Kendala yang dihadapi adalah di ICU jarang menggunakan istilah memastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar, karena dulu menandakan tanda operasi dikamar bedah sehingga diruangan tidak akan begitu mengenal. Harapannya selalu mencari aksesnya terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan agar tidak terjadi kesalahan tusuk atau lokasi pemasangan / tindakan dan selalu dicek saat operan.
8. Penggunaan jarum suntik sekali pakai
Dalam penatalaksanaannya di Instalasi Perawatan Intensif RS Immanuel Bandung untuk penggunaan jarum suntik sekali pakai berdasarkan jawaban responden didapatkan hasil jawaban semua responden mengatakan menggunakan spuit disposable, sekali pakai buang. Tetapi 16% responden mengatakan cara pembuangan jarum suntik dipisah antara jarum dan spuitnya, sedangkan 84% responden mengatakan dibuang ke tempat sampah khusus dan tidak boleh melepas jarumnya. Kendala yang dihadapi adalah belum semua perawat mengetahui bahwa cara membuang alat suntik tidak boleh dipisahkan / dilepas jarumnya dan jika jarumnya dilepas percikan cairannya dapat mengenai tubuh/pakaian petugas dan risiko tertusuk jarum. Harapannya penggunaan disaposable untuk patient safety dan tidak melepas jarum saat membuang alat suntik untuk menghindari percikan dari dalam alat suntik dan menghindari jarumnya.
9. Higiene tangan untuk mencegah infeksi nosokomial
Di Instalasi Perawatan Intensif RS Immanuel Bandung dalam penatalaksanaan hygiene tangan untuk mencegah infeksi nosocomial, 100% responden sudah melaksanakannya dengan baik terlihat dari jawaban semua responden mengatakan selalu cuci tangan dengan sistem five moment yaitu sebelu kontak dengan pasien, sebelum tindakan asepsis, setelah terkena cairan tubuh, setelah kontak dengan pasien, dan setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien, menggunakan 12 langkah cuci tangan sesuai dengan SOP, dapat dengan hand
(3)
scrub atau alcohol dan menjelaskan tentang cara-cara penularan antara pasien
dengan pasien dan pasien dengan keluarga. Harapannya dengan adanya five
moment kita diharapkan lebih waspada.
5.2 Saran
Berdasarkan pembahasan-pembahasan tersebut, akan dikemukakan saran sebagai berikut
1. Agar dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan diharapkan dokter dan perawat lebih meningkatkan dan membiasakan menerapkan 9 Solusi
live-saving keselamatan pasien rumah sakit pada praktik kerja
sehari-sehari
2. Perlu sosialisasi lebih menyuluruh mengenai aturan atau update prosedur terbaru agar seluruh dokter dan perawat dapat mengetahuinya dan dapat menjalankan prosedur lebih baik lagi
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan penelitian kualitatif dan kuantitatif agar didapatkan hasil yang lebih maksimal
4. Kekurangan penelitian ini adalah belum mencantumkan data lokal tentang KTD dan variabel keselamatan pasien di Rumah Sakit Immanuel Bandung, untuk penelitian selanjutnya diharapkan mencantumkan data KTD yang terjadi
5. Kekurangan penelitian ini adalah tidak menggunakan statistik sehingga hasil yang diperoleh tidak sesignifikan dengan penelitian yang menggunakan statistik. Diharapkan penelitian selanjutnya menggunakan statistik agar data yang diperoleh dapat lebih teruji
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Bates DW, F. G. (2003). Improving patient safety across a large integrated health
care delivery system. 15, I:i31-i40.
Charles Vincent, 2011. The essentials of Patient Safety. BMJI Books. (diunduh 22 januari 2014, pkl 13.16 WIB)
C, V. (2006). Patient Safety. Philadelphia: Elsevier.
Departemen Kesehatan R.I. (2006). Panduan nasional keselamatan pasien rumah
sakit. utamakan keselamatan pasien. Bakti Husada.
Departemen Kesehatan R.I. (2006). Upaya peningkatan mutu pelayanan rumah
sakit.(konsep dasar dan prinsip). Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat
Rumah Sakit khusus dan Swasta.
Departemen Kesehatan R.I. (2008). Panduan nasional keselamatan pasien rumah
sakit. utamakan keselamatan pasien. Bakti Husada.
Edmanson K, W. S. (2008). Understanding patient safety. New York: McGraw-Hill companies.
Emzir. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif & Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa.
International Journal for Quality in Health Care, (2003). Improving Patient Safety
Across a Large Integrated Healt Care Delivery System.
JBS, C. (2008). Membangun budaya keselamatan pasien dalam praktek
kedokteran . Jakarta, Indonesia: Kanisius.
(5)
National Patient Safety Agency, (2009). Quick Reference Guide To The Seven
Steps To Patient Safety in General Practice
(n.d.). Retrieved december 10, 2013, from www.who/int/patientsafety
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Orlando Regional Healthcare, Education & Development. (2004). Patient safety:
Preventing Medical Errors.
Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia. (2007). Pedoman Pelaporan
Insiden Keselamatan Pasien (IKP) (Patient safety incident report). Jakara,
Indonesia: Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS).
Rumah Sakit Immanuel, 2014. Handbook Accreditation Survey 2014. 1st Edition. Sugiono. (2010). Statistika untuk penelitian (16 ed.). Bandung: ALFABETA. Spradley, J. 1980. Participant Observation. New York: Holt, Rinehart and Winston.
The New England Journal of Medicine, (2006). An Intervention to Decrease
Catheter-Related Bloodstream Infections in The ICU.
The New England Journal of Medicine, (2004). Effect of Reducing Interns’ Work
Hours on Serious Medical Errors in Intensive Care Units.
The Joint Comission Accreditation Critical Accsess Hospital , (2014). Critical
Access Hospital National Patient Safety Goals.
Wachter RM, Shanahan J, Edmanson K, editor. 2008. Understanding patient
(6)
Weeks WB, Bagian JP. 2000. Making the business case for patient safety. Joint Commission on Quality and Safety. 2003; 29. WHO. Nine Patient Safety Solution