IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KEGIATAN STORYTELLING.

(1)

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KEGIATAN STORYTELLING

(Studi Kasus di TK Armia Bandung Kelompok B Tahun Pelajaran 2013-2014) SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini

Oleh KARTIKA

0904093

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI JURUSAN PEDAGOGIK

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KEGIATAN STORYTELLING

(Studi kasus di TK Armia Bandung Kelompok B Tahun Pelajaran 2013-2014) Oleh

Kartika 0904093

Disetujui dan disarankan oleh Pembimbing I

Euis Kurniati, M.Pd. NIP.19770611 200112 2 002

Pembimbing II

Rita Mariyana, M.Pd. NIP.19780308 201112 2 001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Pendidikan Indonesia

Dr. Ocih Setiasih, M.Pd. NIP. 196007071986012001


(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Implementasi Pendidikan Karakter Dalam Kegiatan Storytelling“ ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini”

Bandung, Januari 2014 Yang membuat pernyataan,


(4)

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KEGIATAN STORYTELLING

KARTIKA 0904093

Tujuan dari penelitian ini berguna untuk mengetahui bagaimana strategi dalam menerapkan nilai karakter yang dilaksanakan di Taman Kanak-kanak Armia Bandung dan untuk mengetahui nilai karakter apa saja yang terkandung di dalamnya melalui kegiatan storytelling yang diterapkan di Taman Kanak-kanak Armia Bandung dengan model pembelajaran berbasis bermain untuk mengembangkan karakter anak usia dini (PBBK). Objek dalam penelitian ini adalah kelompok B Taman Kanak-kanak Armia Bandung. Desain penelitian yang dilakukan adalah studi kasus dimana peneliti melakukan analisis program, kejadian, aktivitas dan proses sehingga peneliti harus mengumpulkan informasi yang detail dengan menggunakan beragam prosedur pengumpulan data selama periode waktu tertentu. Perolehan hasil pengamatan dengan model pembelajaran berbasis bermain untuk mengembangkan karakter (PBBK) menunjukan bahwa strategi guru bercerita, figur yang baik, kekompakan orang tua-guru dan menciptakan suatu suasana atau komunitas yang positif atau bermoral di dalam kelas. Hal ini dapat menunjukan perubahan perilaku pada anak yaitu anak mampu mengucapkan terima kasih, memaafkan, menyapa, saling berbagi, dan bermain bersama. Dengan diterapkannya model pembelajaran berbasis bermain untuk mengembangkan karakter anak (PBBK) diharapkan mampu memberikan suatu pembelajaran yang benar-benar efektif dan efisien namun seluruh aspek perkembangannya tercapai secara keseluruhan.

Kata Kunci: Pendidikan Karakter dan Storytelling


(5)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian... 6

1. Secara Teoritis ... 6

2. Secara Praktis ... 6

E. Sistematika Penulisan ... 6

1. Bab I Pendahuluan ... 6

2. Bab II Kajian Pustaka... 7

3. Bab III Metode Penelitian ... 7

4. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 7

5. Bab V Simpulan dan Rekomendasi... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

A. Konsep Karakter... 8

B. Tujuan Pendidikan Karakter ... 9

C. Prinsip-prinsip Pendidikan Karakter ... 11

D. Nilai-nilai Pendidikan Karakter ... 12

1. Nilai Keutamaan... 12

2. Nilai Keindahan ... 13

3. Nilai Kerja ... 13

4. Nilai Cinta Tanah Air ... 13

5. Nilai Demokrasi ... 14


(6)

7. Nilai Moral ... 14

8. Nilai Kemanusiaan ... 15

E. Tahap Pendidikan Karakter ... 15

1. Tahap Penanaman Adab (Umur 5-6 tahun) ... 15

2. Tahap Penanaman Tanggung jawab (Umur 7-8 Tahun) ... 15

3. Tahap Penanaman Kepedulian (Umur 9-10 Tahun) ... 15

F. Konsep Moral ... 16

G. Nilai Karakter ... 17

H. Storytelling ... 22

I. Sejarah dan Perkembangan Storytelling... 23

J. Jenis-jenis storytelling ... 25

1. Storitelling Pendidikan ... 25

2. Fabel ... 25

K. Manfaat storytelling ... 25

L. Fungsi storytelling ... 27

M. Tujuan Storytelling ... 27

N. Bentuk-bentuk Storytelling ... 28

O. Tahapan Storytelling ... 28

1. Persiapan sebelum storytelling ... 28

2. Saat storytelling berlangsung ... 29

3. Sesudah kegiatan storytelling selesai ... 31

4. Storytelling di Taman Kanak-kanak ... 32

P. Penelitian Terdahulu ... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 35

A.Metode Penelitian ... 35

B. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 36

C.Teknik pengumpulan data ... 36

1. Observasi ... 36

2. Studi dokumentasi ... 38

3. Wawancara atau Interview ... 38

D. Langkah-langkah Penelitian ... 38

1. Tahap pra lapangan ... 38

2. Tahap pekerjaan lapangan ... 39

3. Tahap analisis data ... 39

E. Analisis dan Interpretasi data ... 39

F. Reliabilitas dan Validitas Kualitatif ... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44

A. Hasil Penelitian ... 44

1. Profil Sekolah ... 44

2. Model Pembelajaran di Taman Kanak-kanak Armia Bandung ... 47

3. Kegiatan Storytelling di Taman Kanak-kanak Armia Bandung ... 55


(7)

B. Pembahasan ... 67

1. Proses Pendidikan dan Nilai Karakter yang Terkandung dalam Pendidikan Karakter di Taman Kanak-kanak Armia Bandung ... 67

2. Implementasi Nilai Karakter Melalui Kegiatan Storytelling di Taman Kanak-kanak Armia Bandung ... 70

3. Indikator Nilai Karakter yang Dikembangkan di Taman Kanak-kanak Armia Bandung …………... 73

4. Alasan Memilih Indikator Nilai Karakter yang Dikembangkan ... 75

5. Mengapa Memilih Indikator Nilai Karakter Indonesia Heritage Foundation (IHF) ... 76

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 78

A. Simpulan ... 78

B. Rekomendasi ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 83


(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Amri (2011:4) mengatakan bahwa pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai tersebut.

Musfiroh (UNY, 2008) mengatakan bahwa karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitude), perilaku (behavior), motivasi (motivation) dan keterampilan (skill). Pentingnya membangun karakter adalah suatu pondasi yang amat penting hal ini dikemukakan oleh Megawangi (2004:1) bahwa nilai-nilai moral yang ditanamkan akan membentuk karakter (akhlak mulia) yang merupakan fondasi penting bagi terbentuknya sebuah tatanan masyarakat yang beradab dan sejahtera.

Renstra (rencana strategi) yang saat ini mulai dikembangkan di Negara Indonesia adalah mengembangkan karakter di setiap kurikulumnya dari mulai kurikulum TK hingga perguruan tinggi. Hal ini membuktikan bahwa pentingnya menerapkan nilai karakter sedini mungkin kepada anak usia dini. Menurut Lickona (1994:55) mengatakan bahwa seorang anak adalah satu-satunya bahan bangunan yang diketahui dapat membentuk seorang dewasa yang bertanggung jawab.

Seiring dengan pentingnya menerapkan karakter dari sejak dini, para pakar telah membuktikan bahwa anak usia dini sangat tepat untuk diajarkan kebiasaan baik atau ditanamkan nilai-nilai kebaikan. Menurut Suyadi (2009:8) bahwa “hal ini karena anak usia dini menunjukan seluruh potensi dan kecerdasan serta dasar-dasar perilaku seseorang telah mulai terbentuk dalam masa ini sehingga sedemikian pentingnya masa ini disebut dengan masa keemasan atau masa emas (the golden age).


(9)

Sesuai dengan UU No. 20 Tahun 2003 (tentang sisdiknas) yang menyebutkan bahwa:

“Pendidikan anak usia dini (paud) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”. Dalam penjelasan tersebut menguatkan bahwa pendidikan diberikan kepada anak di mulai sejak lahir sampai usia 6 tahun untuk anak usia dini dan dalam periode masa ini anak sangat diwajibkan untuk diberikan kebiasaan berperilaku baik agar memiliki nilai-nilai karakter yang diharapkan.

Selain itu Megawangi (2004:23) mengatakan bahwa anak usia dini merupakan masa kritis bagi pembentukan karakter seseorang. Selain itu hal

yang sama diungkapkan oleh Lickona (1994:56) “walaupun jumlah anak-anak

hanya 25% dari total jumlah penduduk, tetapi menentukan 100% masa depan”.

Oleh karena itu menanamkan moral melalui pendidikan karakter sedini mungkin kepada anak-anak adalah kunci keberhasilan untuk membangun bangsa. Terdapat tokoh pendidik yang memiliki andil dalam membangun karakter bangsa yakni Ki Hadjar Dewantara (Tridhonanto, 2012:3) beliau mengatakan bahwa:

“Proses tumbuh kembangnya anak bergantung pada tripusat

pendidikan seperti 1) pendidikan di lingungan keluarga, 2) pendidikan di lingkungan perguruan dan 3) pendidikan di lingkungan kemasyarakatan atau alam pemuda. Ketiga hal itu sangat berpengaruh terhadap pembentukan karakter seorang anak”.

Dalam jurnal Psikologi Universitas Muria Kudus, volume 1, No. 1 tahun 2010 mengupas bahwa banyak anak-anak menjadi terlantar karena pelanggaran hak asasi manusia, kekerasan serta ketidakpedulian sudah dirasakan oleh anak usia dini. Hal ini menandakan bahwa moral bangsa masih belum sejahtera dan fakta ini membuktikan bahwa dengan menanmkan nilai moral sejak dini dapat membentuk nilai karakter yang baik.


(10)

Terdapat beberapa fakta contoh kasus keberhasilan memberikan pendidikan karakter pada anak-anak usia pra-sekolah yakni dikemukakan oleh Indonesia Heritage Foundation (IHF) (Megawangi 2004:31) sejak pertengahan tahun 2001 telah menjalankan sebuah model pendidikan karakter secara komprehensif pada anak-anak usia pra-sekolah melalui program Semih Benih Bangsa (SBB) dan Taman Kanak-kanak karakter isi rekaman tersebut yaitu: Fadli melihat seorang ibu (orang tua murid) mengambil daun jeruk dan langsung berkata, “ibu kok mengambil daun jeruk, memangnya sudah bilang? Itu kan bukan punya ibu, tapi punya orang lain, kan harus bilang dulu. Hal ini memang sudah biasa didengar oleh orang dewasa namun ketika anak berusia 4 sampai 5 tahun yang mengucapkan terdengar begitu menakjubkan karena di usianya yang masih belia sudah memahami hal yang benar dalam berperilaku sehingga memberikan pendidikan karakter sangat memungkinkan dan efektif untuk dilakukan.

Mengembangkan nilai karakter dalam diri anak sangat mudah jika dilakukan dengan cara bercerita hal ini dikemukakan oleh Solehuddin (2000:90) bahwa:

“Bagi anak aktivitas bercerita bisa memiliki nilai yang banyak bagi proses belajar dan perkembangan anak. Di samping dapat menciptakan suasana menyenangkan bercerita dapat mengundang dan merangsang

proses kognisi, khususnya aktivitas berimajinasi; dapat

mengembangkan kesiapan dasar bagi perkembangan bahasa dan literacy, dapat menjadi sarana belajar, serta dapat berfungsi untuk membangun hubungan yang akrab”.

Jika anak sering dibacakan buku cerita maka manfaat yang akan

didapatkan selain mengembangkan kemampuan membaca yaitu

menumbuhkan dan memelihara minat baca anak.

Menurut Solehuddin (2000:10) bahwa seorang anak yang memiliki kegemaran membaca akan mengulang dan terus mengulang aktifitas membacanya secara terus-menerus karena membaca merupakan suatu kesenangan dan bukanya sebagai beban.


(11)

Hal ini diungkapkan oleh Graves (Solehuddin, 2000:91) bahwa “membaca bukan sekedar merupakan suatu keterampilan (skill) melainkan merupakan suatu petualangan besar (a grant adventure)”.

Selain itu storytelling atau bercerita sangat penting karena memiliki fungsi yang cukup berpengaruh bagi perkembangan dan pertumbuhan bagi aspek bahasanya, menurut Solehuddin (2000:91) mengatakan bahwa bercerita dapat juga berfungsi sebagai alat untuk mendukung proses pembelajaran berbagai ilmu pengetahuan dan nilai pada anak.

Di Taman Kanak-kanak Armia Bandung Kegiatan storytelling atau bercerita ini sudah diterapkan dalam proses kegiatan belajar mengajar dan sudah memprogram kegiatan storytelling tersebut ke dalam bentuk Satuan Kegiatan Harian (RKH), Satuan Kegiatan Mingguan (RKM) juga program tahunan. Selain itu di Taman Kanak-kanak Armia Bandung saat ini sedang diuji cobakan sebuah model pembelajaran berbasis bermain untuk mengembangkan karakter anak usia dini (PBBK) yang dimana model tersebut dikembangkan oleh salah satu Dosen Pendidikan Guru Pendidikan anak Usia Dini (PG-PAUD) yaitu Ibu Euis Kurniati, M.Pd. Dalam uji cobanya beliau membuat suatu model pembelajaran yang lain dari pada yang lain yaitu penerapan pendidikan karakter melalui pembelajaran berbasis bermain, dan di dalam model yang beliau kembangkan ini salah satunya terdapat kegiatan bercerita atau storytelling yang beliau kembangkan untuk menerapkan pendidikan karakter tersebut. Sehingga mengapa observer memilih melakukan pengamatan di Taman Kanak-kanak Armia Bandung karena selain daripada di Taman Kanak-kanak tersebut sudah menerapkan kegiatan storytelling alasan lainnya adalah di Taman Kanak-kanak Armia Bandung sedang diuji cobakan model yang dikembangkan oleh salah satu Dosen Pendidikan Guru Pendidikan anak Usia Dini (PG-PAUD) yang di dalam penerapannya terdapat kegiatan storytelling yang menjadi salah satu program beliau.

Apakah observer akan melihat nilai karakter tersebut tampak dalam dari anak setelah diterapkannya model pembelajaran berbasis bermain untuk mengembangkan karakter anak (PBBK), dan observer akan memperdalam


(12)

bahasan seputar kegiatan storytelling ini melalui pengamatan studi kasus, sehingga mengupas tuntas seluruh kejadian dan informasi sesuai dengan kenyataan di lapangan.

Dengan demikian pembahasan yang akan di kupas tuntas ini berjudul: Implementasi Pendidikan Karakter dalam Kegiatan Storytelling”. B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan sebagai berikut:

1. Nilai karakter yang terkandung dalam pendidikan karakter yang dilaksanakan di Taman Kanak-kanak Armia Bandung.

2. Bagaimana implementasi nilai karakter melalui kegiatan storytelling yang dilaksanakan di Taman Kanak-kanak Armia Bandung.

3. Indikator nilai karakter yang dikembangkan di Taman Kanak-kanak Armia Bandung.

4. Alasan memilih indikator nilai karakter yang dikembangkan di Taman

Kanak-kanak Armia Bandung.

5. Mengapa memilih indikator nilai karakter yang dikembangkan di Taman Kanak-kanak Armia Bandung.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai:

1. Dengan cara seperti apa nilai karakter dilaksanakan di Taman

Kanak-kanak Armia Bandung

2. Nilai karakter apa saja yang terkandung dalam kegiatan storytelling yang dilaksanakan di Taman Kanak-kanak Armia Bandung


(13)

D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis:

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi tentang:

a. Proses pendidikan karakter yang dilaksanakan di Taman Kanak-kanak Armia Bandung.

b. Nilai identifikasi yang terkandung dalam kegiatan storytelling yang dilaksanakan di Taman Kanak-kanak Armia Bandung.

2. Secara Praktis:

a. Bagi Peneliti memberikan pengalaman yang berarti, dapat

menambah wawasan, mendapatkan pemahaman pribadi dalam mengembangkan dan merancang aktivitas pembelajaran khususnya dalam implementasi storytelling terhadap pendidikan karakter anak usia Taman Kanak-kanak.

b. Bagi Guru dapat memiliki wawasan dan penguasaan ilmu yang memadai tentang storytelling terutama terhadap pendidikan karakter anak Taman Kanak-kanak.

c. Bagi Sekolah dapat dijadikan masukan dalam menyediakan media

untuk proses pembelajaran yang dapat merangsang anak untuk memiliki karakter yang baik di sekolah.

E. Sistematika Penulisan 1. Bab I Pendahuluan

Dalam penelitian ini Bab I berisi uraian tentang pendahuluan dan merupakan bagian awal dari penelitian ini. Pendahuluan berisi latar belakang penelitian, identifikasi masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian.


(14)

Dalam isi dari Bab II ini adalah Kajian Pustaka yang mempunyai peran penting. Melalui Kajian Pustaka ditujukan “the state of the art” dari teori yang sedang dikaji dan kedudukan masalah penelitian dalam bidang ilmu yang diteliti. Kajian Pustaka berfungsi sebagai landasan teoritik dalam menyusun pertanyaan penelitian.

3. Bab III Metode Penelitian

Dalam Bab III ini berisikan Metode Penelitian yang dimana peneliti menjabarkan beberapa komponen seperti: (1) lokasi dan subjek populasi atau sampel penelitian, (2) desain penelitian dan justifikasi dari pemilihan desain penelitian itu, (3) metode penelitian dari justifikasi penggunaan metode penelitian tersebut, (4) definisi operasional, (5) instrumen penelitian, (6) proses pengembangan instrumen; pengujian validitas, reliabilitas, dll., (7) teknik pengumpulan data dan (8) analisis data.

4. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Dalam Bab IV ini membahas tentang Hasil Penelitian dan Pembahasan teori untuk menghasilkan temuan berkaitan dengan masalah penelitian, pertanyaan penelitian, hipotesis, tujuan penelitian dan pembahasan atau analisis terhadap temuan.

5. Bab V Simpulan dan Rekomendasi

Berisi tentang Simpulan dan Rekomendasi menyajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian.


(15)

35 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian yang digunakan untuk penelitian ini adalah kualitatif. Tujuan dari penelitian kualitatif ini ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada di lapangan yaitu mengkaji bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan dan perbedaan fenomena sehingga dalam penelitian ini tidak dilakukan manipulasi hanya menggambarkan sesuai kenyataan atau suatu kondisi apa adanya.

Sedangkan menurut Sugiyono (2010:15) mengatakan bahwa:

“Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang

berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowbaal, teknik pengumpulan dengan tringgulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil

penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi”.

Selain itu Moleong (Arikunto 2010: 22) mengemukakan bahwa:

“Penelitian kualitatif adalah tampilan yang berupa kata-kata lisan atau tertulis

yang dicermati oleh peneliti, dan benda-benda yang diamati sampai detailnya agar dapat ditangkap makna yang tersirat dalam dokumen atau bendanya”.

Terdapat karakteristik penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Biklen (Sugiono 2010:21) yaitu:

1. Dilakukan pada kondisi yang alamiah, (sebagai lawannya eksperimen), langsung ke sumber data dan peneliti adalah instrumen kunci.

2. Penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif. Data yang terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan pada angka.


(16)

36 3. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses daripada produk

atau outcome.

4. Penelitian kualitatif melakukan analisis data secara induktif.

5. Penelitian kualitatif lebih menekankan makna (data dibalik yang teramati)

Pendekatan kualitatif ini menggunakan tipe kualitatif yaitu studi kasus. Menurut Menurut Creswell (2010:343) mengatakan bahwa:

“Studi kasus adalah strategi kualitatif dimana peneliti mengkaji sebuah

program, kejadian, aktivitas, proses, atau satu atau lebih individu dan aktivitas, sehingga peneliti harus mengumpulkan informasi yang detail dengan menggunakan beragam prosedur pengumpulan data selama periode waktu

tertentu”.

Selain itu pendapat Donald Ary et al. (2006:458) bahwa studi kasus mungkin memakai beberapa cara koleksi data dan tidak memakai pada ilmu pengetahuan tentang teknik tunggal. Test, wawancara, observasi, ulasan dari dokumen, artefak dan cara lain mungkin dipergunakan.

Sehingga penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran dan menyingkap kejadian dengan lebih mendalam dan menggunakan beragam prosedur pengumpulan data selama periode waktu tertentu yaitu mengenai profil nilai karakter melalui kegiatan storytelling di Taman Kanak-kanak Armia Bandung.

B. Lokasi dan Subjek Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Taman Kanak-kanak Armia Bandung yang beralamat di Jalan Sarimadu Barat No. 125 Bandung

Adapun subjek dari penelitian ini adalah anak-anak Taman Kanak-kanak kelas B Armia Bandung Tahun Ajaran 2013-2014.

C. Teknik pengumpulan data 1. Observasi


(17)

37 Menurut Arikunto (2010:265) mengatakan bahwa observasi adalah suatu usaha sadar untuk mengumpulkan data yang dilakukan secara sistematis, dengan prosedur terstandar. Sedangkan Nasution (Sugiono 2010:313) terdapat manfaat observasi yaitu:

a. Dengan observasi di lapangan peneliti akan lebih mampu

memahami konteks data dalam keseluruhan situasi sosial sehingga akan dapat diperoleh pandangan yang holistik atau menyeluruh.

b. Dengan observasi maka akan diperoleh pengalaman langsung

sehingga memungkinkan peneliti menggunakan pendekatan induktif sehingga tidak dipengaruhi oleh konsep atau pandangan

sebelumnya. Pendekatan induktif membuka kemungkinan

melakukan penemuan atau discovery.

c. Dengan observasi peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang atau tidak diamati orang lain, khusunya orang yang berada dalam

lingkungan itu karena telah dianggap “biasa” dan karena itu tidak

akan terungkapkan dalam wawancara.

d. Dengan observasi peneliti dapat menemukan hal-hal yang sedianya tidak akan terungkapkan oleh responden dalam wawancara karena bersifat sensitif atau ingin ditutupi karena dapat merugikan mana lembaga.

e. Dengan observasi peneliti dapat menemukan hal-hal yang di luar persepsi responden sehingga peneliti memperoleh gambaran yang lebih komprehensif

f. Melalui pengamatan di lapangan, peneliti tidak hanya

mengumpulkan daya yang kaya tetapi juga memperoleh kesan-kesan pribadi dan merasakan suasana situasi sosial yang diteliti

Dalam observasi ini hal yang diamati adalah:

a. Profil karakter anak Taman Kanak-kanak Armia Bandung


(18)

38 c. Pelaksanaan proses storytelling di Taman Kanak-kanak Armia

Bandung

d. Program pendidikan karakter di Taman Kanak-kanak Armia

Bandung

e. Proses penerapan karakter di Taman Kanak-kanak Armia Bandung

2. Studi dokumentasi

Menurut Arikunto (2010:274) dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya.

Dalam hal ini yang dilakukan oleh penulis adalah memotret keadaan di lapangan Taman Kanak-kanak kelas B Armia Bandung dan mencatat seluruh kejadian mulai dari awal hingga akhir.

3. Wawancara atau interview

Secara garis besar ada dua macam pedoman wawancara Arikunto (2010:270) adalah:

a. Pedoman wawancara tidak terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar yang akan ditanyakan.

b. Pedoman wawancara terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang disusun secara terperinci sehingga menyerupai check-list.

Menurut Sugiono (2010:328) terdapat alat wawancara yaitu: a. Buku catatan: berfungsi untuk mencatat percakapan dengan sumber

data.

b. Tape recorder: berfungsi untuk merekam semua percakapan atau pembicaraan.

c. Kamera: berfungsi untuk memotret jika peneliti sedang melakukan pembicaraan dengan informasi atau sumber data.

D. Langkah-langkah Penelitian 1. Tahap pra lapangan


(19)

39 a. Studi kepustakaan sebagai bahan rujukan yang dijadikan dasar

dalam menentukan fokus penelitian

b. Mempersiapkan surat ijin dari lembaga terkait untuk pelaksanaan penelitian

c. Penentuan lapangan penelitian dengan jalan mempertimbangkan teori subtansif dan dengan mempelajari serta mendalami fokus serta rumusan masalah

d. Peneliti melakukan studi pendahuluan ke Taman Kanak-kanak Armia Bandung untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai fokus permasalahan

e. Peneliti mengadakan observasi ke Taman Kanak-kanak Armia

Bandung

2. Tahap pekerjaan lapangan

Menggali lebih dalam seperti apa profil karakter melalui kegiatan storytelling di Taman Kanak-kanak Armia Bandung yang mencakup proses pembelajaran bercerita, pelaksanaan proses storytelling, program pendidikan karakter dan dengan cara seperti apa pendidikan karakter diterapkan.

Tahap ini dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: (a) memahami latar belakang penelitian dan melakukan persiapan diri, (b) tahap memasuki lapangan dan (c) tahap pengumpulan data. Pada tahap pengumpulan data peneliti mengumpulkan data langsung di lapangan melalui proses observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Wawancara dilakukan kepada kepala atau wali kepala sekolah dan guru Taman Kanak-kanak Armia Bandung dalam upaya mencari data yang sesuai dengan fokus dan tujuan penelitian.

3. Tahap analisis data

Setelah data-data terkumpul maka data tersebut di analisis untuk mendapatkan hasil data yang diinginkan selain itu untuk melihat sejauh


(20)

40 mana keberhasilan dalam mencari data yang sesuai dengan fokus penelitian di Taman Kanak-kanak Armia Bandung.

E. Analisis dan interpretasi data

Menurut Bogdan (Sugiono 2010:334) mengatakan bahwa:

“Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis

data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain sehingga dapat mudah difahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain”.

Dalam penelitian ini teknis analisis data dilakukan secara deskriptif dengan pendekatan data kualitatif, dalam buku karangan Creswell yang berjudul research design pendekatan kualitatif, kuantitatif dan mixed tahap analisis data yang dilakukan adalah:

Langkah 1. Mengolah dan mempersiapkan data untuk dianalisis. Langkah ini melibatkan transkripsi wawancara, men-scanning materi, mengetik data lapangan, atau memilah-milah dan menyusun data tersebut ke dalam jenis-jenis yang berbeda tergantung pada sumber informasi.

Langkah 2. Membaca keseluruhan data. Langkah pertama adalah membangun general sense atas informasi yang diperoleh dan merefleksikan maknanya secara keseluruhan. Gagasan umum apa yang terkandung dalam perkataan partisipan? Bagaimana kesan dari kedalaman, kredibilitas, dan penuturan informasi itu? Pada tahap ini, para peneliti kualitatif terkadang menulis catatan-catatan khusus atau gagasan-gagasan umum tentang data yang diperoleh.

Langkah 3. Menganalilis lebih detail dengan meng-coding data. Coding merupakan proses mengolah materi/informasi menjadi segmen-segmen tulisan sebelum memaknainya. Langkah ini melibatkan beberapa tahap: mengambil data tulisan atau gambar yang telah dikumpulkan selama proses pengumpulan, mensegmentasi kalimat-kalimat (atau paragraf-paragraf) atau gambar-gambar tersebut ke dalam kategori-kategori, kemudian melabeli


(21)

41 kategori-kategori ini dengan istilah-istilah khusus yang sering kali didasarkan pada istilah/bahasa yang benar-benar berasal dari partisipan.

Langkah 4. Terapkan proses coding untuk mendeskripsikan setting, orang-orang, kategori-kategori dan tema-tema yang akan dianalisis. Deskripsi ini melibatkan usaha penyampaian informasi secara detail mengenai orang-orang, lokasi-lokasi, atau peristiwa-peristiwa dalam setting tertentu. Peneliti dapat membuat kode-kode untuk mendeskripsikan semua informasi ini, lalu menganalisisnya untuk proyek studi kasus, etnografi, atau penelitian naratif. Setelah itu, tetapkanlah proses coding untuk membuat sejumlah kecil tema atau kategori, bias lima hingga tujuh kategori.

Langkah 5. Tunjukan bagaimana deskripsi dan tema-tema ini akan disajikan kembali dalam narasi/laporan kualitatif. Pendekatan yang paling populer adalah dengan menerapkan pendekatan naratif dalam menyampaikan hasil analisis. Pendekatan ini bias meliputi pembahasan tentang kronologi peristiwa, peristiwa tertentu, atau tentang keterhubungan antartema. Para peneliti kualitatif juga dapat menggunakan visual-visual, gambar-gambar, atau tabel-tabel untuk membantu menyajikan pembahasan ini.

Langkah 6. Langkah terakhir dalam analisis data adalah

menginterpretasi atau memaknai data. Mengajukan pertanyaan seperti

“pelajaran apa yang bisa diambil dari semua ini?” akan membantu

mengungkap esensi dari suatu gagasan. F. Reliabilitas dan Validitas Kualitatif

Creswell (2006:285) mengatakan bahwa:

Validitas kualitatif merupakan upaya pemekriksaan terhadap akurasi hasil penelitian dengan menerapkan prosedur-prosedur tertentu, sementara reliabilitas kualitatif mengindikasikan bahwa pendekatan yang digunakan peneliti konsisten jika diterapkan oleh peneliti-peneliti lain (dan) untuk proyek-proyek yang berbeda”.


(22)

42

“agar pendekatan konsisten dan reliabel para peneliti kualitatif harus

mendokumentasikan prosedur-prosedur studi kasus mereka dan

mendokumentasikan sebanyak mungkin langkah-langkah prosedur tersebut”.

Gibs (2007) Dalam Creswell (2006:285) merinci sejumlah reliabilitas sebagai berikut:

1. Ceklah hasil transkripsi untuk memastikan tidak adanya kesalahan yang dibuat selama proses transkripsi.

2. Pastikan tidak ada definisi dan makna yang mengambang mengenai kode-kode selama proses coding. Hal ini dapat dilakukan dengan terus membandingkan data dengan kode-kode atau dengan menulis catatan tentang kode-kode dan definisi-definisinya.

3. Untuk penelitian yang berbentuk tim, diskusikanlah kode-kode

bersama partner satu tim dalam pertemuan-pertemuan rutin atau sharing analisis.

4. Lakukan cross-check dan bandingkan kode-kode yang dibuat oleh peneliti lain dengan kode-kode yang telah anda buat sendiri.

Creswell dan Miller (2006:286) mengatakan bahwa validitas didasarkan pada kepastian apakah hasil penelitian sudah akurat dari sudut pandang peneliti, partisipan, atau pembaca secara umum.

Selain itu Creswell (2006:286-287) mengemukakan untuk

merekomendasikan mengidentifikasi dan membahas satu atau lebih strategi yang ada untuk memeriksa akurasi hasil penelitian. Berikut delapan strategi validitas:

1. Mentriangulasi (triangulate) sumber-sumber data yang berbeda dengan memeriksa bukti-bukti yang berasal dari sumber-sumber tersebut dan menggunakannya untuk membangun justifikasi tema-tema secara


(23)

43 koheren. Tema-tema yang dibangun berdasarkan sejumlah sumber data atau perspektif dari partisipan akan menambah validitas penelitian.

2. Menerapakan member checking untuk mengetahui akurasi hasil

penelitian. member checking ini dapat dilakukan dengan membawa kembali laporan akhir atau deskripsi-deskripsi atau tema-tema spesifik ke hadapan partisipan untuk mengecek apakah mereka merasa bahwa laporan/deskripsi/tema tersebut sudah akurat.

3. Membuat deskripsi yang kaya dan padat (rich and thick description) tentang hasil penelitian. Deskripsi ini setidaknya harus berhasil menggambarkan setting penelitian dan membahas salah satu elemen dari pengalaman-pengalaman partisipan.

4. Mengklarifikasi bias yang mungkin dibawa peneliti ke dalam

penelitian. Dengan melakukan refleksi diri terhadap kemungkinan munculnya bias dalam penelitian, peneliti akan mampu membuat narasi yang terbuka dan jujur yang akan dirasakan oleh pembaca.

5. Menyajikan informasi “yang berbeda” atau “negatif” (negative or

discrepant information) yang dapat memberikan perlawanan pada tema-tema tertentu.

6. Memanfaatkan waktu yang relative lama (prolonged time) di lapangan

atau lokasi penelitian. Dalam hal ini peneliti diharapkan dapat memahami lebih dalam fenomena yang diteliti dan dapat menyampaikan secara detail mengenai lokasi dan orang-orang yang turut membangun kredibilitas hasil naratif penelitian.

7. Melakukan Tanya-jawab dengan sesame rekan peneliti (peer

debriefing) untuk meningkatkan keakuratan hasil penelitian. Proses ini mengharuskan peneliti mencari seorang rekan (a peer debriefer) yang dapat meriview untuk berdiskusi mengenai penelitian kualitatif


(24)

44 sehingga hasil penelitiannya dapat dirasakan oleh orang lain, selain oleh peneliti sendiri.

8. Mengajak seorang auditor (external auditor) untuk meriview

keseluruhan proyek penelitian. Berbeda dengan peer debriefer, auditor ini tidak akrab dengan peneliti atau proyek yang diajukan.


(25)

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan

Setelah dilaksanakannya Penelitian yang dilakukan observer terhadap proses kegiatan bercerita di Kelompok B Taman Kanak-kanak Armia Bandung, dengan menerapkan model pembelajaran berbasis bemain untuk mengembangkan pendidikan karakter (PBBK), melalui tiga pertemuan, peneliti menyimpulkan bahwa:

1. Proses belajar mengajar merupakan inti dari kegiatan pendidikan di sekolah, agar tujuan pendidikan dan pengajaran berjalan dengan baik, maka perlu adanya suatu perencanaan pembelajaran yang dibuat sebaik mungkin.

Berdasarkan hasil observasi maupun wawancara, Guru sudah membuat profil sekolah dan profil nilai karakter anak di Kelompok B Taman Kanak-kanak Armia Bandung yang sudah dinarasikan diantaranya anak sudah dapat mengucapkan kata maaf ketika melakukan kesalahan, mengajak bermain bersama dengan teman yang lain dan mengucapkan terima kasih bila diberi sesuatu atau ditolong oleh teman.

2. Implementasi untuk meningkatkan nilai karakter anak melalui kegiatan storytelling dapat terlihat dari pelaksanaan penelitian. Setelah melaksanakan pertemuan pertama, secara keseluruhan proses kegiatan pada pelaksanaan pertemuan pertama, kedua dan ketiga dapat terlihat perilaku yang menunjukan anak memiliki nilai karakter yang baik. Dengan kegiatan storytelling secara keseluruhan cukup berhasil menumbuhkan aktivitas, kreativitas dan motivasi peserta didik, dalam menerapkan nilai karakter anak. Evaluasi kegiatan storytelling untuk


(26)

menerapkan nilai karakter anak terbukti dapat menumbuhkan aktivitas, kreativitas, dan motivasi belajar bagi peserta didik dengan hasil baik. Aktivitas, kreativitas dan motivasi ini tumbuh terutama dengan tertanamnya nilai-nilai karakter dari kegiatan storytelling yaitu konstruktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian nyata. Salah satunya karena peserta didik diberikan kesempatan untuk mencari sendiri seputar buku cerita berseri yang akan dibacakan dan mengaitkan materi tersebut dengan kehidupan nyata di lingkungan sekitar dan kepada temannya, sehingga memacu peserta didik untuk memunculkan nilai budi pekerti atau kebaikan dan mengembangkan diri menjadi pribadi yang baik, juga memotivasi peserta didik untuk mengajukan berbagai pertanyaan seputar cerita yang sudah dibacakan. Dengan demikian materi yang diterima peserta didik lebih bermakna dan bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari peserta didik. Apabila peserta didik sudah merasa bahwa mempelajari nilai karakter anak sesuai dengan kebutuhan mereka, maka peserta didik akan lebih menyenangi untuk kebutuhan mereka, maka peserta didik akan lebih menyenangi untuk mempelajari materi dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

3. Secara keseluruhan indikator yang dilaksanakan di Taman Kanak-kanak Armia Bandung sudah mencakup keseluruhan aspek yang diperlukan. Guru senantiasa selalu meningkatkan wawasan profesionalisme, sehingga dapat mengelola kelas dengan baik dan maksimal, yang pada akhirnya menghasilkan peserta didik atau anak yang aktif, kreatif, berkualitas dan termotivasi yang sesuai dengan apa yang diharapkan. Keadaan itu tidak terlepas dari pada peran serta guru itu sendiri dalam pelaksanaan proses kegiatan belajar mengajar di kelas.

4. Alasan sekolah atau Taman Kanak-kanak memilih indikator yang disarankan oleh Indonesia Heritage Foundation (IHF) karena di


(27)

beberapa Taman Kanak-kanak Kecamatan Sukasari sudah menerapkan nilai karakter yang sarankan oleh Indonesia Heritage Foundation (IHF).

5. Kesimpulan dari alasan mengapa di Taman Kanak-kanak Armia

Bandung ini memakai nilai karakter yang disarankan oleh Indonesia Heritage Foundation (IHF) karena cakupan nilai karakter atau aspek nilai karakter yang diharapkan sudah ada secara keseluruhan dan cakupan nilai karakter tersebut lebih detail dan mudah dipahami ketika akan dibentuk dalam sebuah program kurikulum yang akan di rinci mulai dari Satuan Kegiatan Harian (SKH), Satuan Kegiatan Mingguan (SKM) serta program tahunan.

Dengan demikian, hasil penelitian sudah dilakukan dan dijelaskan sesuai dengan kenyataan yang terjadi di lapangan secara alami dengan hasil yang cukup membuktikan bahwa kegiatan storytelling dapat menumbuhkan aktivitas, kreativitas dan motivasi belajar peserta didik untuk menerapkan nilai karakter anak.

B. Rekomendasi

Berdasarkan kasimpulan dalam penelitian ini, dapat disampaikan saran-saran bagi pihak-pihak yang terkait dengan pendidikan untuk perbaikan kegiatan storytelling, antara lain:

1. Nilai karakter anak hendaknya ditanamkan sejak mereka lahir dan mulai berkembang dalam keluarga lalu lebih berkembang lagi ketika mereka masuk sekolah, khususnya mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) atau Taman Kanak-kanak (TK), sebelum mereka memasuki sekolah-sekolah yang lebih tinggi lagi tingkatnya.

2. Penerapan nilai karakter melalui kegiatan storytelling ini terlihat menunjukan perubahan cukup signifikan, sesuai dengan yang sudah dipaparkan oleh observer di Bab sebelumnya, sehingga dalam


(28)

menerapkan nilai karakter melalui kegiatan bercerita ini mampu memberikan dampak positif bagi Anak Usia Taman Kanak-kanak dan pesan yang disampaikan melalui kegiatan bercerita ini mudah dimengerti oleh anak-anak sehingga prilaku anak mulai tercermin dalam kesehariannya setelah guru membiasakan membacakan cerita berseri budi pekerti kepada anak.

3. Dengan diterapkannya model pembelajaran berbasis bermain untuk mengembangkan karakter anak (PBBK) kegiatan bermain bebas dan bermain terpimpin jika meungkinkan bisa lebih dipersingkat waktu bermain anak karena mengingat kondisi halaman sekolah yang terbatas.

4. Model pembelajaran berbasis bermain untuk mengembangkan karakter

anak (PBBK) terlihat sedikit kurang efektif mengingat keterbatasan media dan ruang kelas yang terbatas yang tidak sesuai dengan jumlah anak di Taman Kanak-kanak Armia Bandung, sebaiknnya pada kegiatan choice time hanya menggunakan dua kegiatan agar secara keseluruhan anak dapat teramati oleh ibu guru kelas.

5. Model pembelajaran berbasis bermain untuk mengembangkan

karakter anak (PBBK) pada kegiatan storytelling anak-anak hendaknya duduk di kursinya masing-masing saja karena jika di karpet anak-anak terlihat berdesak-desakan mengingat tempat yang tersedia terbatas di kelompok B tersebut.

6. Sekolah hendaknya memfasilitasi kelengkapan sarana prasarana

sebagai penunjang proses pembelajaran, kelengkapan dan

ketersediaannya fasilitas sarana prasarana, buku-buku sumber lainnya yang tersedia dan juga tidak lepas dari Guru dan peserta didik itu sendiri yang sangat mendukung demi proses kegiatan storytelling yang berjalan dengan baik. Selain itu juga Guru yang dengan metode ataupun model kegiatan pembelajaran yang lebih efektif dan efisien


(29)

harus terkuasai, sehingga mampu memberikan motivasi terhadap peserta didiknya, selain itu juga peserta didik yang ketika proses kegiatan pembelajaran berlangsung, harus terlibat lebih aktif dan kreatif serta termotivasi untuk meningkatkan hasil belajarnya.

7. Peneliti selanjutnya sebaiknya jika ingin meneliti lebih dalam mengenai penerapan nilai karakter di Taman Kanak-kanak peneliti selanjutnya dapat mencoba melakukan tujuan penelitian dalam studi kasus dan dapat lebih diperdalam juga disempurnakan untuk mendapatkan data yang lebih memuaskan peneliti yang tentunya akan sangat bermanfaat bagi peneliti, guru, sekolah dan lembaga pendidikan.


(30)

Ahyani, Latifah Nur. 2010. Metode Dongeng Dalam Meningkatkan Perkembangan Kecerdasan Moral Anak Usia Dini. Jurnal Psikologi, Volume 1, No. 1 Desember 2010. Kudus: Fakultas Psikologi UMK.

Amri, S., Jauhari, A. dan Elisah, T. (2011). Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran. Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya.

Arifin, Z. (2011). Penelitian Pendidikan: Metode dan Paradigma Baru. Bandung: remaja rosdakarya.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.

Asfandiyar, A Y. (2007). Cara Pintar Mendongeng. Jakarta: mizan

Asmani, M A. (2013). Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter Di Sekolah. Jogjakarta: Diva Press.

Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-nilai Budaya untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa, oleh Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional, 2010

Boltman, A. (2001). Childrens storytelling technologies: Differences in elaboration and recall [Online]. Tersedia: http://1stitiseer.1psu.edo 1563253.html [18 Agustus 2013].

Buananta, M. (2009). Buku, Dongeng dan Minat Baca. Jakarta: Murti Bunanta Foundation.

Creswell, J W. (2010). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


(31)

Kesuma, D., Triatna, C. dan Permana, J. (2011). Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Koesoema, A D. (2007). Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: PT. Grasindo.

Laela, B. (2012). Meningkatkan Kreativitas Menggambar Anak Taman Kanak-Kanak Melalui Metode Cerita. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Lickona, T. (2013). Educating For Character. Jakarta: Bumi Aksara.

Macdonald, M R. (1995). The Parents Guide Storytelling: How to Make-up New Stories and Retend Old Favourites. USA: Herper Collins Publisher.

Majid, A A. (2001). Mendidik dengan

c

erita. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Malika, A. (2008). Memilih Buku untuk Mendongeng. [online]. Tersedia:

http://www.kompas.com. [10 januari 2009].

Megawangi, R. (2004). Pendidikan Karakter. Jakarta: BP Migas dan Energy.

Moeslichatoen. (2004). Metode Pengajaran di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Asdi mahasatya.

Musfiroh, Tadkiroatun. (2008). Memilih, Menyusun, dan Menyajikan Cerita untuk Anak Usia Dini. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Karmini. (2011). Meningkatkan Kemampuan Memahami Moral Melalui Penerapan Metode Bercerita Di Taman Kanak-Kanak. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Sanjaya, W. (2013). Penelitian Pendidikan. Jakarta: Kharisma Putra Utama.


(32)

Visimedia.

Solehuddin, M. (2000). Konsep dasar pendidikan prasekolah. Bandung: universitas pendidikan Indonesia.

Sugiono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Suyadi. (2010). Psikologi belajar PAUD. Yogyakarta: PT. Pustaka Insan Madani.

Terrina, R A. (2011). Penerapan metode bercerita dengan gambar untuk meningkatkan kemampuan menyimak. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Tridhonanto, A., Agency, B. (2012). Membangun Karakter Sejak Dini. Jakarta: PT. Gramedia.

Tim Penyusun Naskah Guru TK PGTK UPI. (2008). Pengembangan Profesi Guru TK. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Zubaedi. (2011). Pendidikan Karakter: Konsep Dan Aplikasinya Dalam Lembaga Pendidikan. Jakarta: Kencana.


(1)

80

Kartika, 2014

Implementasi Pendidikan Karakter Dalam Kegiatan Storytelling

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

beberapa Taman Kanak-kanak Kecamatan Sukasari sudah menerapkan nilai karakter yang sarankan oleh Indonesia Heritage Foundation (IHF).

5. Kesimpulan dari alasan mengapa di Taman Kanak-kanak Armia Bandung ini memakai nilai karakter yang disarankan oleh Indonesia

Heritage Foundation (IHF) karena cakupan nilai karakter atau aspek

nilai karakter yang diharapkan sudah ada secara keseluruhan dan cakupan nilai karakter tersebut lebih detail dan mudah dipahami ketika akan dibentuk dalam sebuah program kurikulum yang akan di rinci mulai dari Satuan Kegiatan Harian (SKH), Satuan Kegiatan Mingguan (SKM) serta program tahunan.

Dengan demikian, hasil penelitian sudah dilakukan dan dijelaskan sesuai dengan kenyataan yang terjadi di lapangan secara alami dengan hasil yang cukup membuktikan bahwa kegiatan storytelling dapat menumbuhkan aktivitas, kreativitas dan motivasi belajar peserta didik untuk menerapkan nilai karakter anak.

B. Rekomendasi

Berdasarkan kasimpulan dalam penelitian ini, dapat disampaikan saran-saran bagi pihak-pihak yang terkait dengan pendidikan untuk perbaikan kegiatan storytelling, antara lain:

1. Nilai karakter anak hendaknya ditanamkan sejak mereka lahir dan mulai berkembang dalam keluarga lalu lebih berkembang lagi ketika mereka masuk sekolah, khususnya mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) atau Taman Kanak-kanak (TK), sebelum mereka memasuki sekolah-sekolah yang lebih tinggi lagi tingkatnya.

2. Penerapan nilai karakter melalui kegiatan storytelling ini terlihat menunjukan perubahan cukup signifikan, sesuai dengan yang sudah dipaparkan oleh observer di Bab sebelumnya, sehingga dalam


(2)

81

Kartika, 2014

Implementasi Pendidikan Karakter Dalam Kegiatan Storytelling

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

menerapkan nilai karakter melalui kegiatan bercerita ini mampu memberikan dampak positif bagi Anak Usia Taman Kanak-kanak dan pesan yang disampaikan melalui kegiatan bercerita ini mudah dimengerti oleh anak-anak sehingga prilaku anak mulai tercermin dalam kesehariannya setelah guru membiasakan membacakan cerita berseri budi pekerti kepada anak.

3. Dengan diterapkannya model pembelajaran berbasis bermain untuk mengembangkan karakter anak (PBBK) kegiatan bermain bebas dan bermain terpimpin jika meungkinkan bisa lebih dipersingkat waktu bermain anak karena mengingat kondisi halaman sekolah yang terbatas.

4. Model pembelajaran berbasis bermain untuk mengembangkan karakter anak (PBBK) terlihat sedikit kurang efektif mengingat keterbatasan media dan ruang kelas yang terbatas yang tidak sesuai dengan jumlah anak di Taman Kanak-kanak Armia Bandung, sebaiknnya pada kegiatan choice time hanya menggunakan dua kegiatan agar secara keseluruhan anak dapat teramati oleh ibu guru kelas.

5. Model pembelajaran berbasis bermain untuk mengembangkan karakter anak (PBBK) pada kegiatan storytelling anak-anak hendaknya duduk di kursinya masing-masing saja karena jika di karpet anak-anak terlihat berdesak-desakan mengingat tempat yang tersedia terbatas di kelompok B tersebut.

6. Sekolah hendaknya memfasilitasi kelengkapan sarana prasarana sebagai penunjang proses pembelajaran, kelengkapan dan ketersediaannya fasilitas sarana prasarana, buku-buku sumber lainnya yang tersedia dan juga tidak lepas dari Guru dan peserta didik itu sendiri yang sangat mendukung demi proses kegiatan storytelling yang berjalan dengan baik. Selain itu juga Guru yang dengan metode ataupun model kegiatan pembelajaran yang lebih efektif dan efisien


(3)

82

Kartika, 2014

Implementasi Pendidikan Karakter Dalam Kegiatan Storytelling

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

harus terkuasai, sehingga mampu memberikan motivasi terhadap peserta didiknya, selain itu juga peserta didik yang ketika proses kegiatan pembelajaran berlangsung, harus terlibat lebih aktif dan kreatif serta termotivasi untuk meningkatkan hasil belajarnya.

7. Peneliti selanjutnya sebaiknya jika ingin meneliti lebih dalam mengenai penerapan nilai karakter di Taman Kanak-kanak peneliti selanjutnya dapat mencoba melakukan tujuan penelitian dalam studi kasus dan dapat lebih diperdalam juga disempurnakan untuk mendapatkan data yang lebih memuaskan peneliti yang tentunya akan sangat bermanfaat bagi peneliti, guru, sekolah dan lembaga pendidikan.


(4)

Kartika, 2014

Implementasi Pendidikan Karakter Dalam Kegiatan Storytelling

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Ahyani, Latifah Nur. 2010. Metode Dongeng Dalam Meningkatkan Perkembangan

Kecerdasan Moral Anak Usia Dini. Jurnal Psikologi, Volume 1, No. 1

Desember 2010. Kudus: Fakultas Psikologi UMK.

Amri, S., Jauhari, A. dan Elisah, T. (2011). Implementasi Pendidikan Karakter dalam

Pembelajaran. Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya.

Arifin, Z. (2011). Penelitian Pendidikan: Metode dan Paradigma Baru. Bandung: remaja rosdakarya.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.

Asfandiyar, A Y. (2007). Cara Pintar Mendongeng. Jakarta: mizan

Asmani, M A. (2013). Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter Di Sekolah. Jogjakarta: Diva Press.

Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-nilai Budaya untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa, oleh Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional, 2010

Boltman, A. (2001). Childrens storytelling technologies: Differences in elaboration

and recall [Online]. Tersedia: http://1stitiseer.1psu.edo 1563253.html [18 Agustus 2013].

Buananta, M. (2009). Buku, Dongeng dan Minat Baca. Jakarta: Murti Bunanta

Foundation.

Creswell, J W. (2010). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


(5)

Kartika, 2014

Implementasi Pendidikan Karakter Dalam Kegiatan Storytelling

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Donald, Ary. et al. (2006). Introduction To Research In Education. USA: Thomson

Wadsworth

Kesuma, D., Triatna, C. dan Permana, J. (2011). Pendidikan Karakter Kajian Teori dan

Praktik di Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Koesoema, A D. (2007). Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman

Global. Jakarta: PT. Grasindo.

Laela, B. (2012). Meningkatkan Kreativitas Menggambar Anak Taman Kanak-Kanak

Melalui Metode Cerita. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Lickona, T. (2013). Educating For Character. Jakarta: Bumi Aksara.

Macdonald, M R. (1995). The Parents Guide Storytelling: How to Make-up New

Stories and Retend Old Favourites. USA: Herper Collins Publisher.

Majid, A A. (2001). Mendidik dengan

cerita. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Malika, A. (2008). Memilih Buku untuk Mendongeng. [online]. Tersedia:

http://www.kompas.com. [10 januari 2009].

Megawangi, R. (2004). Pendidikan Karakter. Jakarta: BP Migas dan Energy.

Moeslichatoen. (2004). Metode Pengajaran di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Asdi mahasatya.

Musfiroh, Tadkiroatun. (2008). Memilih, Menyusun, dan Menyajikan Cerita untuk

Anak Usia Dini. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Karmini. (2011). Meningkatkan Kemampuan Memahami Moral Melalui Penerapan

Metode Bercerita Di Taman Kanak-Kanak. Bandung: Universitas Pendidikan

Indonesia.

Sanjaya, W. (2013). Penelitian Pendidikan. Jakarta: Kharisma Putra Utama.


(6)

Kartika, 2014

Implementasi Pendidikan Karakter Dalam Kegiatan Storytelling

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sistem Pendidikan Nasional. (2008). Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003. Jakarta: Visimedia.

Solehuddin, M. (2000). Konsep dasar pendidikan prasekolah. Bandung: universitas pendidikan Indonesia.

Sugiono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Suyadi. (2010). Psikologi belajar PAUD. Yogyakarta: PT. Pustaka Insan Madani.

Terrina, R A. (2011). Penerapan metode bercerita dengan gambar untuk meningkatkan

kemampuan menyimak. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Tridhonanto, A., Agency, B. (2012). Membangun Karakter Sejak Dini. Jakarta: PT. Gramedia.

Tim Penyusun Naskah Guru TK PGTK UPI. (2008). Pengembangan Profesi Guru TK. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Zubaedi. (2011). Pendidikan Karakter: Konsep Dan Aplikasinya Dalam Lembaga