BIMBINGAN PRIBADI SOSIAL UNTUK MENGEMBANGKAN KESADARAN GENDER SISWA: Studi Deskriptif Terhadap Siswa Kelas VIII di SMP Negeri 15 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014.

(1)

(Studi Deskriptif Terhadap Siswa Kelas VIII di SMP Negeri 15 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Departemen Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

Oleh

Alfian Rizanurrasa Asikin NIM. 0906930

DEPARTEMEN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN


(2)

Mengembangkan Kesadaran Gender Siswa

Oleh

Alfian Rizanurrasa Asikin

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Alfian Rizanurrasa Asikin 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

November 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.


(3)

BIMBINGAN PRIBADI SOSIAL UNTUK MENGEMBANGKAN

KESADARAN GENDER SISWA

(Studi Deskriptif Terhadap Siswa Kelas VIII di SMP Negeri 15 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I

Dr. Ipah Saripah M. Pd. NIP. 19771014 2001122001

Pembimbing II

Eka Sakti Yudha, M.Pd. NIP. 19830829 2010121004

Mengetahui,


(4)

ABSTRAK

Alfian Rizanurrasa Asikin (2014). Bimbingan Pribadi Sosial Untuk

Mengembangkan Kesadaran Gender Siswa (Studi Deskriptif Terhadap

Siswa Kelas VIII di SMP Negeri 15 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014). Penelitian dilatarbelakangi oleh hasil ITP yang rendah pada sub bagian kesadaran gender yang didapatkan oleh siswa Kelas VIII SMP Negeri 15 Bandung. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan gambaran empiris layanan bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan kesadaran gender siswa Kelas VIII di SMP Negeri 15 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014. Pendekatan yang digunakan adalah kuantitatif, dengan metode deskriptif. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 15 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014 yang berjumlah 285 siswa. Hasil penelitian menunjukkan secara umum sebagian besar siswa kelas VIII SMP Negeri 15 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014 memiliki kesadaran

gender pada kategori sedang. Rekomendasi penelitian ditujukan bagi: (1)

Konselor. agar dapat memanfaatkan hasil penelitian sebagai layanan bimbingan dan konseling di sekolah berupa layanan komprehensif untuk mengembangkan

kesadaran gender siswa; (2) Peneliti selanjutnya, untuk mencoba menggunakan

indikator lain dalam mengkaji kesadaran gender, dan dapat memperkaya kajian kesadaran gender dengan menggunakan intervensi pada siswa.


(5)

ABSTRACT

Alfian Rizanurrasa Asikin (2014). Personal Social Guidance to Develop Student Gender Awareness (Descriptive study to student of VIII class at SMP Negeri 15 Bandung in 2013/2014 academic year).

This Study caused by ATP low result who student VIII class at SMP Negeri 15 Bandung got, at gender awareness subaspect. The study aims to find empirical illustration of Personal Social guidance service to develop student gender awareness VIII class at SMP Negeri 15 Bandung in 2012/2013 academic year. The study used quantitative approach by using descriptive method. The study population was all students of VIII class at SMP Negeri 15 Bandung in 2013/2014 academic year, the number of population is 285 students. The result of the study showed that generally, most of student of VIII Class at SMP Negeri 15 Bandung 2012/2013 Academic Year has moderate category of gender awareness. This study recommends directed to: (1) counselor, can use result of the study as a guidance and counseling service in school like comprehensive service to develop student gender awareness; (2) further researcher, can try to using other indicator in gender awareness study, and to enrich the study of gender awareness with using student intervention.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GRAFIK ... ix

DAFTAR BAGAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Struktur Organisasi Skripsi ... 9

BAB II KONSEP KESADARAN GENDER DAN BIMBINGAN PRIBADI SOSIAL A. Konsep Gender dan Kesadaran Gender ... 10

B. Konsep Bimbingan dan Konseling Pribadi Sosial ... 32

C. Penelitian Terdahulu ... 38

BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian... 41

B. Desain Penelitian ... 42

C. Metode Penelitian ... 42

D. Definisi Operasional Variabel ... 43

E. Instrumen Penelitian ... 44

F. Proses Pengembangan Instrumen dan Pengumpulan Data ... 45

G. Teknik Analisis Data ... 49


(7)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ... 55

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 61

C. Rancangan Program Bimbingan dan Konseling ... 68

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 85

B. Keterbatasan Penelitian ... 85

C. Rekomendasi ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 87


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Perbedaan peran gender tradisional dan egalitarian ... 19

2.2 Standar Kompetensi Kemandirian Siswa SMP ... 24

3.1 Jumlah siswa kelas VIII SMP Negeri 15 Bandung Tahun ajaran 2013/2014 .. 42

3.2 Rumusan Definisi Operasional dari Variabel Kesadaran Gender ... 44

3.3 Kisi-kisi Instrumen Pengungkap Kesadaran Gender Siswa ... 45

3.4 Kisi-kisi Instrumen Kesadaran Gender Setelah Uji Kelayakan Instrumen ... 46

3.5 Hasil Uji Validitas ... 48

3.6 Kriteria Keterandalan (Reliabilitas) Instrumen ... 49

3.7 Alternatif Jawaban Instrumen Kesadaran Gender ... 51

3.8 Tabel Norma Pengkategorian Data Responden dan Deskripsinya ... 52

4.1 Gambaran Umum Kesadaran Gender Siswa Kelas VIII SMP Negeri 15

Bandung Ajaran 2013/2014 ... 56

4.2 Pengetahuan Gender Siswa berdasarkan Jenis kelamin ... 59

4.3 Ideologi Peran Gender Siswa berdasarkan Jenis kelamin ... 60

4.4 Sensitivitas Gender Siswa berdasarkan Jenis kelamin ... 61

4.5 Deskripsi Kebutuhan Kesadaran Gender Siswa SMP Negeri 15 Bandung .... 70

4.6 Form Evaluasi Program Bimbingan Pribadi Sosial untuk Mengembangkan Kesadaran Gender Siswa ... 76

4.7 Form Evaluasi Program Bimbingan Pribadi Sosial untuk Mengembangkan kesadaran gender siswa diisi oleh siswa ... 77

4.8 Rancangan Operasional Bimbingan Pribadi Sosial untuk Mengembangkan Kesadaran Gender Siswa ... 78

4.9 Pengembangan Tema Layanan Intervensi Bimbingan Pribadi Sosial untuk Mengembangkan Kesadaran Gender Siswa ... 81


(9)

DAFTAR GRAFIK

Grafik Halaman

4.1 Persentase Pencapaian Kesadaran Gender Siswa Kelas VIII SMP Negeri 15 Bandung Berdasarkan Jenis Kelamin ... 57


(10)

DAFTAR BAGAN

Bagan Halaman

2.1 Tahapan perkembangan Identitas Gender Individu ... 21 2.2 Kerangka Kerja Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan ... 31


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Remaja atau dikenal dengan istilah “adolescene” adalah suatu transisi proses pertumbuhan dan perkembangan seorang individu dalam keseluruhan hidupnya. Transisi terjadi berupa perubahan atau peralihan dalam hal perkembangan fisik, sikap, perilaku dan mental pada individu dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Dengan demikian, masa remaja berada pada posisi diantara anak-anak dan dewasa. Remaja adalah suatu tahap perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa, yang ditandai oleh perubahan fisik umum, serta perkembangan kognitif dan sosial (Desmita, 2012).

Masa remaja merupakan masa yang banyak menarik perhatian karena sifat khasnya dan peranannya yang menentukan dalam kehidupan individu dalam masyarakat orang dewasa (Yusuf, 2011). Bahkan, Erickson (Adams & Gullota, 1983 hlm. 36-37 dalam Yusuf, 2011) berpendapat remaja merupakan masa berkembangnya identity. Perkembangan identity ditandai dengan proses pencarian identitas dan kesadaran diri tersebut. Pencarian identitas dihadapkan pada pertanyaan siapa mereka, mereka itu sebenarnya apa, dan kemana mereka menuju dalam hidupnya.

Berdasarkan pendapat ahli mengenai remaja, maka remaja adalah masa transisi yang dialami individu melalui pencarian identitas sekaligus berkembangnya fisik, mental, kognitif serta sosial dan juga merupakan terjadinya periode masalah. Pada masa transisi, remaja diterpa badai atau storm berupa pertanyaan-pertanyaan siapakah saya ini, mau jadi seperti apakah saya nantinya, dan bagaimana saya seharusnya. Pertanyaan itu menjadi badai dan terus menghantui remaja, sehingga tak jarang remaja menjadi stress dan tergelincir


(12)

pada masa remaja namun tak jarang pula remaja yang sukses melewati fase remaja.

Dilihat dari usianya, fase remaja merupakan salah satu periode dalam rentang kehidupan siswa. Konopka (Yusuf, 2011) menyatakan fase remaja meliputi (1) remaja awal 12-15 tahun; (2) remaja madya 15-18 tahun; dan (3) rema akhir 19-22 tahun. Pada usia remaja awal, seorang remaja sudah mulai mengetahui perbedaan laki-laki perempuan dan menginginkan seseorang untuk bertingkah laku sesuai dengan jenis kelaminnya dan mulai tertarik terhadap lawan jenisnya.

Remaja menjadi fase yang pasti dilalui oleh setiap manusia. Tentunya setiap fase memiliki karakteristik dan ciri-ciri tersendiri yang menjadi kekurangan dan kelebihannya. Fase remaja merupakan fase yang sangat penting, karena masa remaja merupakan masa transisi dan masa persiapan individu dalam mencapai kedewasaan dan kematangan. Setiap fase pertumbuhan manusia memiliki tugas perkembangan yang harus dicapai individu, yang apabila tidak bisa diselesaikan akan mengganggu perkembangan fase selanjutnya.

Tugas perkembangan berkaitan dengan sikap, perilaku, atau keterampilan yang seyogianya dimiliki oleh individu, sesuai dengan usia atau fase perkembangannya (Yusuf, 2011). Dari sekian banyak tugas perkembangan yang harus dicapai oleh remaja, salah satu tugas perkembangan yang sangat penting adalah pencarian identitas diri, termasuk membangun kesadaran gender. Menurut Yusuf (2005 hlm. 76):

“Seorang individu dalam masa remaja diharapkan mampu melanjutkan

beberapa tugas-tugas perkembangan yang semuanya menentukan kepribadiannya. Salah satu tugas perkembangan remaja adalah mampu melaksanakan peran sosialnya sesuai dengan jenis kelamin. Remaja belajar untuk menerima peran sebagai laki-laki dewasa atau perempuan dewasa


(13)

sesuai dengan aturan yang dijunjung tinggi oleh masyarakat tempat mereka

berada”.

Manusia tercipta dengan jenis kelamin berbeda, sehingga membuat setiap jenis kelamin memiliki kecenderungan, pertumbuhan dan perkembangan fisik dan psikis yang berbeda, dan perbedaan harus bisa difahami dan diterima dengan baik oleh remaja agar remaja mampu mengenal identitas diri sebenarnya. Sejalan dengan firman Alloh dalam Surat Ali Imron ayat 36, yang artinya:

“Sesunguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah

lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan".

Standar Kompetensi Kemandirian (SKK) Peserta Didik (Depdiknas, 2007), pun menyebutkan salah satu aspek perkembangan yang harus dicapai oleh siswa Sekolah Menengah Pertama adalah kesadaran gender, dengan capaian internalisasi tujuan sebagai berikut: 1) Pengenalan: Mengenal peran-peran sosial sebagai laki-laki atau perempuan. Siswa memperoleh pemahaman dan pengetahuan tentang kesadaran gender dan peran-peran sosial antara laki-laki dan perempuan; termasuk hal-hal yang menjadi perbedaan antara keduanya. 2) Akomodasi: Menghargai peranan diri dan orang lain sebagai laki-laki atau perempuan dalam kehidupan sehari-hari. Setelah siswa mengenal peran sosialnya berdasarkan jenis kelaminnya, maka siswa diharapkan mampu memaknai dan menghargai peran pribadinya dan peran orang lain di sekitarnya sebagai laki-laki dan perempuan. 3) Tindakan: Berinteraksi dengan lain jenis secara kolaboratif dalam memerankan peran jenis. Pada akhirnya, siswa diharapkan mampu memerankan peran jenisnya masing-masing dan dapat berinteraksi dengan baik terhadap sesama dan lain jenis.

Pembahasan mengenai peran gender tidak bisa lepas dari pembahasan mengenai seks dan gender; tentang seks dan gender ibarat dua sisi mata uang


(14)

yang tidak dapat dipisahkan. Akan tetapi, seks dan gender merupakan dua pengertian yang berbeda dan tidak bisa disamakan.

Pengertian seks atau jenis kelamin biologis merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis, bersifat permanen (tidak dapat dipertukarkan antara laki-laki dan perempuan), dibawa sejak lahir dan merupakan pemberian Tuhan; sebagai seorang laki-laki atau seorang perempuan. Sedangkan gender didefinisikan pada segala sesuatu yang berhubungan dengan jenis kelamin, termasuk peran, tingkah laku, kecenderungan, dan atribut lain, yang mendefinisikan arti menjadi laki-laki atau perempuan, dalam kebudayaan yang ada (Baron, 2004).

Gender adalah segala sesuatu yang diasosiasikan dengan jenis kelamin seseorang, termasuk juga peran, tingkah laku, preferensi, dan atribut lainnya yang menerangkan kelaki-lakian atau kewanitaan di budaya tertentu (Baron & Byrne, 1979 dalam Baron, 2004).

Perwujudan gender sebagai sifat yang melekat pada laki-laki maupun perempuan yang dibentuk secara sosial dan budaya, misalnya seorang laki-laki itu lebih kuat, gagah, keras, disiplin, lebih pintar, lebih cocok untuk bekerja di luar rumah. Sedangkan seorang perempuan itu lemah lembut, keibuan, halus, cantik, lebih cocok untuk bekerja di dalam rumah, maka itulah gender.

Gender merupakan kategori paling dasar dalam kehidupan sosial. Proses mengkategorikan seseorang dan sesuatu menjadi maskulin dan feminin dikenal sebagai gender typing, yang dilakukan dengan melihat petunjuk gender yang mudah dikenali dari karakteristik fisik yang ada seperti rambut, wajah, dada atau gaya busana (Soebagio, 2012).

Adapun menurut Yusmeilani (2008), berdasarkan stereotip gender ditinjau dari kebudayaan, dikatakan bahwa laki-laki dan perempuan secara psikologis berbeda dalam beberapa dimensi dan model yang disediakan oleh stereotip. Stereotip tersebut akan mendorong laki-laki dan perempuan untuk menggambarkan diri mereka secara berbeda.

Stereotip gender yang dibangun di tengah-tengah masyarakat akan mampu membantu dalam konstruksi peran gender dan itu tidak lepas dari maskulin dan


(15)

feminim. Dimana laki-laki diidentikkan sebagai sosok yang kuat, rasional, perkasa dan jantan. Sedangkan perempuan diidentikkan sebagai sosok yang lemah lembut, keibuan, dan emosional (Faqih dalam Zaduqisti, 2009 hlm. 75). Pengaruh stereotip gender terhadap peran gender yang terbentuk dan disepakati di masyarakat itu dijelaskan oleh Berk (1989), peran gender saling berkaitan dengan stereotip jenis kelamin yang membedakan secara jelas peran perempuan berlawanan dengan peran laki-laki.

Pemahaman pada sebagian orang, jenis kelamin biologis dan identitas gender saling berkaitan atau bahkan sama saja. Padahal, setiap orang memiliki identitas gender yaitu bagian kunci dari konsep diri dalam label sebagai laki-laki atau perempuan. Pada umumnya, upaya untuk menumbuhkan kesadaran dan identitas gender seorang anak, hal yang pertama ditanyakan orang dewasa tentang seorang bayi adalah apakah bayinya laki-laki atau perempuan. Pengumuman kelahiran seorang bayi dimulai dengan informasi tersebut, lalu dipilihlah nama yang berbau laki-laki atau perempuan, baju merah muda atau biru, dekorasi kamar feminim atau maskulin, mainan dan pakaian yang sesuai gender. Hasil sebuah riset ditemukan 90% bayi memakai baju bertipe gender, 75% bayi wanita mengenakan baju berwarna pink dan 79% bayi laki-laki mengenakan baju berwarna biru (Shakin & Sternglanz, 1985 dalam Soebagio, 2012).

Sebuah penelitian menemukan anak belajar tentang stereotip seks sejak usia awal. Kebanyakan anak usia 5 tahun telah mempelajari beberapa komponen utama dari stereotip seks dan semakin meningkat selama usia awal sekolah hingga usia 11 tahun. Sehingga, anak yang dibesarkan dalam keluarga dan masyarakat yang mempercayai laki-laki dan perempuan berbeda secara psikologis, perbedaan ini akan mendorong anak untuk mempersepsikan diri mereka dengan cara yang kongruen dengan model gender mereka (Yusmeilani, 2008).


(16)

Mempelajari tentang stereotip gender menandakan anak menerima prinsip gender sebagai atribut dasar dari tiap orang. Ketika pemahaman gender telah dikuasai dengan baik, persepsi kita selanjutnya akan semakin kuat dipengaruhi oleh apa yang telah diajarkan kepada kita tentang gender.

Melalui penyesuaian yang baik, akan diperoleh identitas gender yang merupakan konseptual mengenai derajat maskulin dan feminin, yaitu remaja menjadi cocok dengan keyakinan-keyakinan yang disetujui oleh publik mengenai karakteristik-karakteristik yang sesuai dengan jenis kelaminnya.

Perubahan zaman dan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, sedikit demi sedikit mengubah makna maskulin dan feminin dari pemahaman lazimnya. Penampilan remaja laki-laki dan perempuan cukup sulit dibedakan. Sebagai contoh, perempuan mulai berani berambut pendek, bercelana panjang, dan berpakaian layaknya laki-laki. Sedangkan laki-laki mulai berani memilih warna yang cerah seperti warna merah muda yang sebelumnya identik dengan warna perempuan. Di samping itu, memakai gelang dan beranting menjadi hal yang biasa bagi laki-laki.

Penelitian Williams dan Best pada tahun 1989 (Yusmeilani, 2008), laki-laki dan perempuan yang tinggal di negara yang tingkat perkembangannya tinggi lebih menganggap diri mereka sama daripada perempuan dan laki-laki yang tinggal di negara yang tingkat perkembangannya lebih rendah. Perempuan di negara yang tingkat perkembangan yang lebih tinggi lebih memungkinkan bersekolah dan memiliki pekerjaan yang lebih menguntungkan.

Penelitian Yusmeilani, (2008) yang berjudul persepsi remaja terhadap

identitas gender, dalam hal “berjalan lemah gemulai”, Remaja perempuan

memiliki persepsi laki-laki pantas berjalan lemah gemulai sebanyak (2%) sedangkan perempuan dianggap pantas sebanyak (86%). Remaja laki-laki memiliki persepsi laki-laki hanya pantas berjalan lemah gemulai sebanyak (4%) dan perempuan (88%). Remaja memiliki persepsi yang sama, laki-laki tidak


(17)

pantas berjalan lemah gemulai sedangkan perempuan dianggap pantas untuk melakukannya.

Berdasarkan hasil analisis tugas perkembangan dari inventori tugas perkembangan yang disebar di Kelas VIII SMP Negeri 15 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 menunjukan 56 siswa dari 301 siswa, dalam aspek peran sosial sebagai pria dan wanitanya memiliki hasil di bawah rata-rata tugas perkembangan, yaitu sub aspek kesadaran gender. Hasil yang didapat menunjukkan hampir 19% siswa mengalami hambatan dalam kesadaran gendernya.

Berdasarkan fakta dan gambaran fenomena di atas, diperlukan suatu upaya pemberian bantuan preventif dalam mencegah permasalahan gender pada remaja. Permasalahan yang terkait dengan pengetahuan, pemahaman, dan keberterimaan terhadap gendernya. Sebagaimana dikatakan oleh Robert J. Havighurst dalam bukunya yang berjudul human development and education (1984), salah satu tugas perkembangan yang harus dilalui oleh remaja adalah mencapai peranan sosial sebagai laki-laki dan perempuan. Upaya pencapaian peran sosial senada dengan fungsi dan tujuan dari bimbingan dan konseling, yaitu memberikan layanan preventif dan kuratif terhadap permasalahan yang dialami siswa agar siswa mampu berkembang ke arah yang lebih optimal.

Fenomena gender di atas, menjadi bahan yang penting yaitu kesadaran gender merupakan salah satu komponen yang harus dikembangkan dan dikuasai dengan baik oleh individu di setiap fase kehidupannya. Kesadaran gender menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam membangun konsep diri remaja. Akhirnya, remaja sebagai individu mampu untuk mengembangkan dirinya dan potensinya secara optimal.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, untuk mengetahui bentuk layanan bimbingan dan konseling yang mampu mengembangkan kesadaran


(18)

gender pada remaja, perlu dilakukan penelitian dengan judul “Bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan kesadaran gender siswa”.

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

Konsep gender sebagai sifat yang melekat pada laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan budaya, misalnya jika dikatakan seorang laki-laki itu lebih kuat, gagah, keras, disiplin, lebih pintar, lebih cocok untuk bekerja di luar rumah dan seorang perempuan itu lemah lembut, keibuan, halus, cantik, lebih cocok untuk bekerja di dalam rumah (mengurus anak, memasak dan membersihkan rumah) maka itulah gender. Salah satu dari banyaknya tugas perkembangan remaja adalah remaja harus mampu melaksanakan peran sosial sesuai dengan jenis kelaminnya (Yusuf, 2011).

Akan tetapi, dengan perubahan zaman dan perkembangan teknologi ikut mengubah pula makna maskulin dan feminin, penampilan remaja laki-laki dan perempuan sedikit sulit dibedakan. Sebagai contoh, perempuan mulai berani berambut pendek, bercelana panjang, dan berkemeja layaknya laki-laki. Sedangkan laki-laki mulai berani memilih pakaian berwarna cerah yang sebelumnya identik dengan warna perempuan, serta memakai gelang dan beranting. Orisinalitas stereotip gender yang dibangun oleh masyarakat sedikit demi sedikit mengalami pengikisan makna dan implementasi di lapangan. Sehingga semakin bias makna stereotipe gender individu.

Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari sistem pendidikan, dan berada pada ranah pengembangan potensi siswa. Bimbingan dan Konseling sebagai bagian dari komponen layanan pendidikan dan mitra kerja guru untuk membantu mengembangkan tugas-tugas perkembangan siswa, sebagai standar kompentensi perilaku dalam pengembangan diri siswa.

Berdasarkan identifikasi dan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka pertanyaan dalam penelitian ini sebagai berikut.


(19)

1. Bagaimana gambaran umum kesadaran gender pada siswa Kelas VIII SMP Negeri 15 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014

2. Bagaimana bentuk layanan bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan kesadaran gender siswa.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah mendapatkan gambaran empiris layanan bimbingan pribadi sosial untuk mengembangakan kesadaran gender siswa. Adapun secara khusus tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mendapatkan gambaran empiris kesadaran gender pada siswa Kelas VIII SMP Negeri 15 Bandung UPI Tahun Ajaran 2013/2014

2. Mengetahui layanan bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan kesadaran gender pada siswa Kelas VIII SMP Negeri 15 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat secara teoretis

Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapakan dapat menambah wawasan keilmuan Bimbingan dan Konseling, dan juga memperkaya penanganan dan layanan bimbingan dan konseling untuk meningkatkan kesadaran gender siswa.

2. Manfaat secara praktis a. Manfaat bagi Konselor

Penelitian ini akan sangat bermanfaat sebagai konsep yang berguna untuk mengidentifikasi kesadaran gender siswa, dan dasar pembuatan dan pengembangan layanan untuk mengembangkan kesadaran gender siswa. b. Manfaat bagi Peneliti Selanjutnya


(20)

Manfaat bagi peneliti selanjutnya adalah memberikan gambaran mengenai kesadaran gender siswa sebagai dasar untuk mengaplikasikan teknik bimbingan dan konseling dalam mengembangkan kesadaran gender siswa.

E. Struktur Organisasi Skripsi

Sistematika penulisan skripsi terdiri dari lima bab. Bab pertama mengenai pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi skripsi.

Bab kedua merupakan tinjauan teoretis mengenai permasalahan yang diangkat. Isi tinjauan teoretis mencakup konsep perkembangan remaja, gender dan bimbingan konseling pribadi sosial.

Bab ketiga berisi metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian. Metode penelitian mencakup pendekatan dan jenis penelitian, teknik pengumpulan dan analisis data, sampel penelitian dan prosedur pengolahan data.

Bab keempat adalah hasil penelitian. Hasil penelitian berisi penjelasan statistik mengenai gambaran umum kesadaran gender remaja, pembahasan dan analisis hasil penelitian.


(21)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 15 Bandung. Sekolah ini beralamat di Jalan Dr. Setiabudhi No 89 Bandung. Alasan pemilihan lokasi penelitian yakni belum tersedianya suatu layanan bimbingan pribadi sosial yang difokuskan untuk mengembangkan kesadaran gender siswa di sekolah ini ditambah dengan hasil ATP kelas VIII.

2. Populasi dan Sampel Penelitian

Subjek penelitian adalah peserta didik Kelas VIII SMP Negeri 15 Bandung Tahun ajaran 2013/2014. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling yaitu pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu (Sugiyono, 2013). Alasan memilih kelas VIII sebagai populasi antara lain sebagai berikut.

1. Salah satu tugas perkembangan remaja adalah mampu melaksanakan peran sosialnya sesuai dengan jenis kelamin. Remaja belajar untuk menerima peran sebagai laki-laki dewasa atau perempuan dewasa sesuai dengan aturan yang dijunjung tinggi oleh masyarakat tempat mereka berada.

2. Siswa kelas VIII memiliki kompetensi yang harus dicapai berupa mendiskusikan pentingnya menilai perbedaan gender.

3. Belum ada yang meneliti tentang kesadaran gender siswa kelas VIII SMP Negeri 15 Bandung tahun ajaran 2013/2014.


(22)

Populasi dalam penelitian kesadaran gender adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 15 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014, dengan rincian sebagai berikut.

Tabel 3.1

Jumlah siswa kelas VIII SMP Negeri 15 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014

No. Kelas Jumlah Siswa

1. VIII A 36 2. VIII B 36 3. VIII C 36 4. VIII D 34 5. VIII E 36 6. VIII F 36 7. VIII G 36 8. VIII H 35 Total 285

Adapun sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 156 responden. Didasarkan pada tabel penentuan sampel Isac dan Michael, pengambilan sampel minimal dari jumlah populasi 285 dengan taraf kesalahan 5% (0.05) adalah 155 responden (Sugiyono, 2008).

B. Desain Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan penelitian kuantitatif banyak dituntut menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari hasilnya (Arikunto, 2006, hlm 12).


(23)

Pendekatan kuantitatif digunakan untuk memperoleh data mengenai gambaran umum perkembangan kesadaran gender siswa, serta sikap peran sosial siswa berdasarkan kesadaran gendernya.

C. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Dengan metode deskriptif ini, peneliti ingin menggambarkan profil kesadaran gender siswa kelas VIII di SMP Negeri 15 Bandung dan menjadi panduan untuk membuat layanan bimbingan pribadi sosial untuk siswa.

D. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini, variabel yang hendak diukur terdiri dari satu variabel, yaitu kesadaran gender. Definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Kesadaran Gender

Kesadaran gender yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa Kelas VIII untuk memiliki pengetahuan gender, memiliki ideologi peran gender, dan sensitif gender.

Kemampuan dalam mengembangkan kesadaran gender siswa kelas VIII SMP Negeri 15 Bandung, tergambar dari aspek-aspek berikut ini.

1) Pengetahuan gender adalah derajat kepemilikan informasi akurat siswa yang berhubungan dengan jenis kelamin dan gender. Aspek pengetahuan gender ini terdiri dari:

a. memahami jenis kelamin dan gender memiliki definisi yang gender; dan

b. membedakan peran jenis kelamin dan peran gender.

2) Ideologi peran gender merupakan pemakaian stereotip mengenai laki-laki dan perempuan oleh siswa. Aspek ideologi peran gender ini terdiri dari:


(24)

a. kecenderungan berkurangnya ideologi peran gender tradisional; dan

b. kecenderungan meningkatnya ideologi peran gender egalitarian.

3) Sensitivitas gender merupakan derajat siswa sadar dan bersimpati pada kebutuhan-kebutuhan unik laki-laki dan perempuan. Aspek sensitivitas gender ini terdiri dari:

a. sensitif terhadap kebutuhan unik laki-laki; dan b. sensitif terhadap kebutuhan unik perempuan.

Adapun rumusan definisi operasional dari variabel penelitian, dijelaskan dalam tabel berikut.

Tabel 3.2

Rumusan Definisi Operasional dari Variabel Kesadaran Gender

Variabel Dimensi Indikator

Kesadaran gender 1. Pengetahuan a. Memahami jenis kelamin dan gender memiliki definsi yang berbeda b. Membedakan peran

jenis kelamin dan peran jenis gender 2. Ideologi peran

gender

a. Kecenderungan berkurangnya ideologi peran gender tradisional b. Kecenderungan

meningkatnya ideologi peran gender egalitarian/ modern

3. Sensitivitas gender a. Sensitif terhadap kebutuhan unik laki-laki


(25)

Variabel Dimensi Indikator

kebutuhan unik perempuan

E. Instrumen Penelitian

Pengumpulan data penelitian menggunakan teknik non-tes dengan instrumen berupa angket/kuesioner. Kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2013). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen untuk mengungkap kesadaran gender siswa.

Untuk variabel kesadaran gender, penulis menggunakan instrumen yang dibuat berdasarkan dari instrumen pengungkap kesadaran gender yang dibuat oleh Riveli (2011) berdasarkan Gender Awareness Inventori yang dipopulerkan oleh Salgado. Kemudian instrumen pengungkap kesadaran gender itu dimodifikasi kembali oleh peneliti sehingga sesuai untuk digunakan untuk siswa SMP kelas VIII. Instrumen ini berisi pernyataan-pernyataan yang meliputi pengetahuan, ideologi peran gender, dan sensitivitas gender.

F. Proses Pengembangan Instrumen dan Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan instrumen angket (kuisioner) untuk mengungkap gambaran siswa terkait kesadaran gender. Angket adalah sejumlah pertanyaan/pernyataan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 2006 hlm. 151).

a. Kisi-kisi Instrumen

Kisi-kisi dikembangkan berdasarkan definisi operasional penelitian. Kisi-kisi dibuat dimaksudkan sebagai acuan dalam


(26)

penyusunan instrumen agar tetap sesuai dengan tujuan dari penelitian. Berikut adalah konstruk kisi-kisi serta aspek-aspek yang menyertainya.

Tabel 3.3

Kisi-kisi Instrumen Pengungkap Kesadaran Gender Siswa

No. Dimensi Indikator No Item Jumlah

1 Pengetahuan a. Memahami jenis kelamin dan gender memiliki definsi yang berbeda.

b. Membedakan peran jenis kelamin dan peran gender

( - ) 1,9,29 ( + ) 7,21,35,45

( - ) 10,13,17,20 ( + ) 6,25,37,46

7

8

2 Ideologi Peran Gender

a. Kecenderungan berkurangnya

ideologi peran gender tradisional.

b. Kecenderungan meningkatnya

ideologi peran gender egalitarian/ modern

( - ) 3,8,12,15, 16,18,19,30,32

( - ) 2,4,11 ( + ) 5,22,23,26,

31,33,36

9

10

3 Sensitivitas Gender

a. Sensitif terhadap kebutuhan unik laki-laki

b. Sensitif terhadap kebutuhan unik perempuan

( - ) 14,27,28,42 ( + ) 24,34,38,39,

40,41,43,44,47

13

Jumlah 47

b. Menyusun Item/Butir Pernyataan

Berdasarkan kisi-kisi yang telah disusun, langkah berikutnya adalah menjabarkan ke dalam butir-butir pernyataan. Penyusunan pernyataan-pernyataan mengenai kesadaran gender, dibuat berdasarkan aspek dan indikator yang telah disebutkan.


(27)

Sebelum instrument diujicobakan, langkah yang harus dilakukan adalah meminta kepada pakar BK untuk menimbang/ judgement instrumen. Judgement dilakukan untuk melihat kesesuaian antara isi rumusan setiap pernyataan dengan indicator nilai yang diukur oleh butir pernyataan berdasarkan variabelnya.

Penimbangan butir pernyataan dilakukan oleh tiga orang dosen PPB FIP UPI. Yaitu, Bapak Nandang Budiman, S.Pd., M.Si., Bapak Prof. Dr. Juntika Nurihsan, M.Pd., dan Bapak Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN, M.Pd.. Berikut adalah kisi-kisi angket setelah melewati uji kelayakan instrumen.

Tabel 3.4

kisi-kisi Instrumen Kesadaran Gender Setelah Uji Kelayakan Instrumen

No. Dimensi Indikator No Item Jumlah

1 Pengetahuan a. Memahami jenis kelamin dan gender memiliki definsi yang berbeda.

b. Membedakan peran jenis kelamin dan peran jenis gender

( - ) 9,29 ( + ) 21,35,45

( - ) 10,13,17,20 ( + ) 25,37,46

5

7

2 Ideologi Peran Gender

a. Kecenderungan berkurangnya

ideologi peran gender tradisional.

b. Kecenderungan meningkatnya

ideologi peran gender egalitarian/ modern

( - ) 3,8,16,19, 30,32

( - ) 2,4,11 ( + ) 5,22,23,26,

31,33,36

6

10

3 Sensitivitas Gender

a. Sensitif terhadap kebutuhan unik laki-laki

b. Sensitif terhadap kebutuhan unik perempuan

( - ) 14,27,28,42 ( + ) 24,38,39,

40,41,43,44,47


(28)

No. Dimensi Indikator No Item Jumlah

Jumlah Item 40

d. Uji Keterbacaan Item

Sebelum instrumen kesadaran gender di uji validitas, instrumen terlebih dahulu diuji keterbacaan kepada sampel yang setara yaitu kepada lima orang siswa kelas VIII SMP Negeri 15 Bandung.

Uji keterbacaan bertujuan untuk mengukur sejauh mana pernyataan-pernyataan dapat dipahami oleh subjek penelitian. Setelah dilakukan uji keterbacaan, apabila ada pernyataan yang tidak dipahami, maka pernyataan tersebut akan direvisi sehingga dapat dipahami oleh siswa kelas VIII Negeri 15 Bandung.

Hasil uji keterbacaan pada kelas VIII SMP Negeri 15 Bandung menunjukkan siswa memahami seluruh butir-butir pernyataan angket, baik dari segi bahasa maupun makna pernyataan yang ada di dalam angket. Kesimpulannya adalah angket mengenai kesadaran gender siswa layak diujicobakan.

e. Uji Coba Alat Ukur 1. Uji Validitas butir Item

Instrumen yang valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2013, hlm 173). Jadi semakin tinggi nilai validasi maka hal itu menunjukan semakin valid instrumen tersebut.

Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan program SPSS 20.0 for windows dan pengujian validitas item dilakukan dengan menganalisis menggunakan prosedur pengujian Pearson berupa korelasi product moment dengan angka kasar, dengan menggunakan rumus sebagai berikut.


(29)

√{

}{

}

= koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y

= Jumlah responden

= Jumlah skor x dan y setiap responden

= Jumlah skor x

= Jumlah skor y

= kuadrat jumlah skor x

= Kuadrat jumlah skor y

(Arikunto, 2009 hlm. 72) Untuk instrumen kesadaran gender ini, hasil perhitungan terhadap 47 butir, menunjukan 40 butir pernyataan tersebut valid dan 7 butir pernyataan menunjukan tidak valid.

Tabel 3. 5 Hasil Uji Validitas

Kesimpulan Item Jumlah

Memadai 2,3,4,5,8,9,10,11,13,14,16,17,19,20,21,22,23,24, 25,26,27,28,29,30,31,32,33,35,36,37,38,39,40,41, 42,43,44,45,46,47,

40

Buang 1,6,7,12,15,18,34 7

2. Uji Reliabilitas

Reabilitas instrumen mengukur sejauh mana instrumen yang digunakan tersebut konsisten/ajeg. Reliabilitas instrumen ditunjukan sebagai derajat konsistensi skor yang diperoleh dari subjek penelitian dengan instrumen yang sama dalam kondisi dan waktu yang berbeda. Reliabilitas dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach dengan menggunakan program SPSS for windows 20.0.


(30)

Hasil perhitungan reliabilitas angket pengungkap kesadaran gender siswa menunjukkan nilai realibilitas sebesar 0,642 yang merupakan derajat keterandalan tinggi. Artinya, angket ini sangat dipercaya dan memiliki keterandalan yang tinggi. Sebagaimana dijelaskan oleh arikunto (Arikunto, 2009 hlm. 75) dalam tabel 3.6 berikut.

Tabel 3.6

Kriteria Keterandalan (Reliabilitas) Instrumen

0,800 ≤ r ≤ 1,00 Derajat keterandalan sangat tinggi

0,600 ≤ r ≤ 0,800 Derajat keterandalan tinggi

0,400 ≤ r ≤ 0,600 Derajat keterandalan cukup

0,200 ≤ r ≤ 0,400 Derajat keterandalan rendah

0,000 ≤ r ≤ 0,200 Derajat keterandalan sangat rendah

G. Teknik Analisis Data

Instrumen yang digunakan untuk mendapatkan gambaran mengenai kesadaran gender dalam penelitian ini yaitu angket pengungkap kesadaran gender siswa. Angket ini digunakan untuk mendapatkan data mengenai gambaran kesadaran gender siswa kelas VIII SMP Negeri 15 Bandung.

Kesadaran gender diukur dengan memberikan siswa suatu angket yang terdiri atas kumpulan pernyataan yang harus diisi oleh siswa. Setiap butir pernyataan mengukur satu sub aspek, terdapat 3 aspek dan 6 sub aspek atau 40 butir pernyataan. Siswa memilih satu pernyataan yang paling sesuai dengan keadaan dirinya. Setelah diperoleh data dari hasil pengumpulan data, tahap selanjutnya adalah melakukan analisis data. Berdasarkan sifat data yang dikumpulkan, analisis data hasil penelitian, peneliti menggunakan statistik deskriptif.


(31)

Untuk memudahkan analisis data pada penelitian ini, dilakukanlah beberapa tahapan di bawah ini.

a. Menghitung jumlah skor. b. Menghitung rata-rata skor. c. Menghitung simpangan baku.

d. Mengubah skor mentah menjadi skor baku (z); dengan rumus sebagai berikut.

(Furqon, 2008, hlm 67): Xi : Skor Total

X : Skor Rata-rata

S : Simpangan Baku

Statistik deskriptif digunakan untuk mengambil gambaran mengenai sifat-sifat populasi berdasarkan data dari sampel. Peneliti ingin mendapatkan gambaran empiris mengenai kesadaran gender siswa kelas VIII SMP.

1) Verifikasi Data

Verifikasi data dilakukan untuk memeriksa data yang diperoleh dalam rangka pengumpulan data untuk menyeleksi atau memilih data yang memadai untuk diolah.

2) Penyekoran Data

Data yang ditetapkan untuk diolah kemudian diberi skor sesuai dengan ketentuan. Instrumen pengumpul data yang digunakan menggunakan skala Likert yang menyediakan alternatif jawaban. Menurut Sugiyono (2013 hlm. 135) setiap alternatif respon mengandung arti dan dapat diberi skor seperti tertera pada tabel berikut:


(32)

Tabel 3.7

Alternatif Jawaban Instrumen Kesadaran Gender

Alternatif Jawaban Bobot

+ -

Sangat Setuju 5 1

Setuju 4 2

Ragu-ragu/ kurang setuju 3 3

Tidak Setuju 2 4

Sangat Tidak Setuju 1 5

3) Analisis Data

Analisis data merupakan kegiatan yang dilakukan setelah data dari seluruh responden terkumpul, dimana kegiatan-kegiatan yang dilakukan mencakup pengelompokan data berdasarkan variabel dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan dari seluruh responden, menyajikan data dari tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah dilakukan (Sugiyono, 2008).

Kuesioner penelitian kesadaran gender berbentuk skala likert. Oleh karena itu, data yang diperoleh dari kedua kuesioner berupa data interval, sehingga data dapat dilakukan penjumlahan dan perhitungan.

Pada penelitian, sampel penelitian dikelompokkan menjadi tiga kategori. Untuk variabel kesadaran gender beserta aspek pengetahuan gender dan sensitivitas gender pengkategorian berdasarkan rendah, sedang, dan tinggi. Sedangkan aspek ideologi peran gender, pengkategorian berdasarkan tradisional, tidak tradisional tapi belum egaliter, dan egaliter; dimana nilai kategori tradisional serupa dengan nilai rendah, kategori tidak tradisional tapi belum egaliter setara dengan sedang, dan egaliter serupa dengan kategori tinggi.

Pengkategorian responden dilakukan berdasarkan skor z, dimana dalam menentukan rentang skor pada masing-masing kategori, dilakukan


(33)

dengan menghitung skor minimum, skor maksimum, rentang skor skala (skor maksimum-skor minimum), satuan deviasi standar, dan nilai rata-rata teoritis (Azwar, 2008). Hasil yang didapat selanjutnya dimasukkan ke dalam rumus norma yang digunakan sebagai pengkategorian sampel.

Tabel 3.8

Tabel Norma Pengkategorian Data Responden dan Deskripsinya

Kategori Z Score Deskripsi

Tinggi Z > 1

Siswa mengetahui definisi seks dan gender serta perbedaan antara keduanya, dapat membedakan antara peran gender dan peran seks; memiliki peran gender yang egaliter dan menghargai peran gender lainnya, mengetahui dan menghargai kebutuhan unik laki-laki dan perempuan, dan siswa mampu melakukan tindakan yang sensitif gender; siswa mampu menerima keadaan dirinya baik itu sebagai laki-laki atau perempuan serta dapat berperilaku sesuai dengan jenis kelaminnya.

Sedang 1 ≤ Z ≤ 1

Siswa mengetahui definisi seks dan gender namun tidak dapat membedakan perbedaan antara keduanya, dapat membedakan antara peran gender dan peran seks namun masih belum dapat mempraktikannya; memiliki peran gender belum egaliter namun tidak tradisional dan menghargai peran gender lainnya, mengetahui dan menghargai kebutuhan unik laki-laki dan perempuan, dan siswa mampu melakukan tindakan yang sensitif gender; siswa memahami keadaan dirinya baik itu sebagai laki-laki atau perempuan serta mengetahui perilaku sesuai dengan jenis kelaminnya akan tetapi siswa belum mampu untuk menampilkan perilaku yang seharusnya ditampilkan dalam lingkungan sosial

Rendah Z < - 1 Belum mengetahui definisi seks dan gender serta perbedaan antara keduanya, masih belum


(34)

dapat membedakan antara peran gender dan peran seks, memiliki peran gender yang tradisional dan belum menghargai peran gender lainnya, belum mengetahui dan kurang menghargai kebutuhan unik laki-laki dan perempuan, dan siswa belum mampu melakukan tindakan yang sensitif gender; siswa belum memahami keadaan dirinya baik itu sebagai laki-laki atau perempuan, siswa belum dapat menampilkan perilaku sesuai dengan jenis kelaminnya, serta siswa belum dapat menghargai dan menghormati teman yang berbeda jenis kelaminnya.

H. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Penyusunan Proposal Penelitian

Proses penyusunan skripsi dimulai dari pengajuan tema bahasan penelitian pada mata kuliah Metode Riset Bimbingan dan Konseling, kemudian proposal skripsi diseminarkan untuk mendapatkan berbagai masukan dari dosen mata kuliah maupun peserta seminar lainnya. Berdasarkan saran yang didapat, proposal tersebut direvisi dan diajukan kembali untuk memperoleh pengesahan dan pengangkatan dosen pembimbing.

2) Perizinan Penelitian

Perizinan penelitian dilakukan sebagai persiapan selanjutnya untuk mengumpulkan data. Perizinan penelitian diperoleh dari Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Direktorat UPI dan Kepala sekolah SMP Negeri 15 Bandung.


(35)

Studi pendahuluan dilaksanakan dengan melakukan wawancara kepada guru BK mengenai kesadaran gender di SMP Negeri 15 Bandung, khususnya siswa kelas VIII. Kemudian ditambah dengan hasil ATP siswa kelas VIII SMP Negeri 15 Bandung tahun ajaran 2012/2013. Selain itu juga penyebaran angket kesadaran gender sebagai tolak ukur mengenai gambaran kesadaran gender siswa.

4) Tahap Akhir

Pada tahap akhir dilakukan pengolahan dan menganalisis data tentang kesadaran gender siswa, serta kesimpulan dari hasil penelitian dan rekomendasi untuk peneliti selanjutnya.


(36)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian kesadaran gender siswa kelas VIII SMP Negeri 15 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014 dihasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut.

Secara umum sebagian besar siswa kelas VIII SMP Negeri 15 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014 memiliki kesadaran gender yang sedang, Artinya, siswa sudah memiliki pengetahuan gender yang cukup baik, memiliki

peran gender yang cenderung tidak tradisional tapi belum egaliter dan cukup

sensitif terhadap kebutuhan unik laki-laki dan perempuan.

Rumusan layanan bimbingan dan konseling difokuskan pada bimbingan dan konseling pribadi sosial untuk mengembangkan kesadaran gender siswa. Program yang disusun meliputi layanan dasar, layanan responsif, perencanaan individual, dan dukungan sistem yang dikhususkan untuk pengembangan kesadaran gender siswa kelas VIII SMP Negeri 15

Bandung.

B.Keterbatasan Penelitian

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, penelitian memiliki banyak kekurangan dan keterbatasan. Keterbatasan penelitian antara lain:

1. Belum banyaknya penelitian dan kajian secara spesifik mengenai kesadaran gender, terutama dalam setting pendidikan atau sekolah. Kondisi ini membuat dibutuhkannya waktu yang lebih untuk mendapat bahan kajian yang relevan dengan kesadaran gender;

C. Rekomendasi


(37)

a. Berdasarkan hasil penelitian, konselor dapat mengidentifikasi dan menganalisis gambaran kesadaran gender siswa, sehingga konselor mampu berkomunikasi dengan siswa ataupun orang tua siswa mengenai proses pembentukan kesadaran gendernya.

b. Berdasarkan gambaran umum kesadaran gender siswa kelas VIII, konselor dapat memfasilitasi siswa terkait informasi dan layanan yang bertujuan untuk mengembangkan kesadaran gender.

c. Hasil penelitian dapat dimanfaatkan dalam layanan bimbingan dan

konseling di SMP Negeri 15 Bandung. Konselor dapat membuat suatu program yang bertujuan untuk membentuk kesadaran gender siswa. Penyusunan program intervensi dapat dimulai dengan melakukan need asssessment terlebih dahulu. Need assessment dilakukan untuk mengetahui gambaran awal kesadaran gender siswa melalui penyebaran instrumen dan pengumpulan data non-tes siswa. Hasil need assessment menjadi dasar pengembangan sebuah program. Konselor dapat menggunakan rancangan program bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan kesadaran gender siswa. (Terlampir).

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Peneliti selanjutnya dapat mengujicobakan rancangan program


(38)

DAFTAR PUSTAKA

Abbott, M.R. (1992). Masculine and Feminine: Gender Roles Over The Life Cycle. USA: McGraw Hill.

Al-Qur’an Al-Kariim.

Arikunto, Suharsimi. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara.

Azwar, S. (2008). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Baron, A. Robert. Alih bahasa Ratna Juwita. (2004). Psikologi Sosial. Jakarta:

Erlangga.

Berk, Laura E. (1989). Child Development. Massachusetts: Allyn and Bacon. Chaplin, JP. (2007). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Cintron, Heather. (2010). Gender Awareness And Relational Characteristics Of

Counselor Trainees. Disertasi pada The Graduate School Of The University Of Florida: Tidak diterbitkan.

Depdiknas. (2007). Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling

dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta

Desmita. (2012). Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Djojonegoro, A.W. (1995). Kesadaran Gender Pada Era Indonesia Modern:

Nasehat Perkawinan dan Keluarga. Majalah Bulanan BP-4 No. 274, Th

XXXIII/ April.

Duval, E.M. (1977). Marriage and Family Development. Philadelphia: J.B. Lippincot.

Fakih, Mansour. (2012). Analisis Gender & Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Furqon. (2008). Statistika Terapan untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Havighurst, J. Alih bahasa Firmansyah. (1984). Perkembangan Manusia dan


(39)

Hurlock, E.B. (1990). Psikologi Perkembangan, Suatu Rentang Kehidupan


(40)

Husaini, Adian. (2012). Kesetaraan Gender Kerancuan, Kekeliruan dan

Dampaknya. Depok: Adabi Press.

Jahja, Yudrik. (2011). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Jatiningsih, O. (2008). Pendidikan Gender bagi Calon Guru Sekolah Dasar dalam

Penyiapannya Menjadi Agen Sosialisasi Gender di Sekolah. Online.

Tersedia

http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/jurnal_pelangiilmu/article/view/5619/ baca-artikel [23 Juli 2013].

Kamil, Mustafa. (2012). Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan. [Online].

Tersedia di:

http://file.upi.edu/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKAN_LUAR_SEKOL

AH/196111091987031-MUSTOFA_KAMIL/Bhaan_kuliah/PENGARUSUTAMAAN_GENDER_

BIDANG_PDDKN.pdf [11 November 2014]

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia. (2014). Gender. [Online] tersedia:

http://www.kemenpppa.go.id/v3/index.php/glosari/gender [7 april 2014]. Lindzey and Aronson. (1969). The Handbook of Social Psychology. Vol. I. New

York: John Wiley and Sons.

Matsumoto, David. (2009). The Cambridge Dictionary of Psychology. New York: Cambridge University Press.

Muthali’in, A. (2001). Bias Gender dalam Pendidikan. Surakarta: University

Muhammadiyah Press.

Nurihsan, Juntika. (2011). Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar

Kehidupan. Bandung: Refika Aditama.

PAUDNI. (2014). Kesetaraan Gender. [Online] Tersedia di: http://paudni.kemdikbud.go.id/segment/79.html [11 November 2014] Puspitawati, Herien. (2009). Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan Dalam

Menyongsong Era Globalisasi. Makalah disampaikan pada Lokakarya

Pengarusutamaan Gender dalam Pengelolaan Sumberdaya Lingkungan Menuju Kualitas Kehidupan Berkelanjutan di Kampus IPB Darmaga pada 10 September 2007


(41)

- . (2012). Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di Indonesia. Bogor: PT IPB Press.

Riveli. (2009). Hubungan Antara Kesadaran Gender Dengan Sikap terhadap Pria

Metroseksual. Skripsi: Tidak Diterbitkan.

Rusmana, Nandang. (2009). Bimbingan dan Konseling Kelompok di Sekolah. Bandung: Rizqi Press.

Salgado, D. M. et. al. (2002). Gender Awwareness Inventory-VA: A Measure of

Ideology, Sensitivity, and Knowedge Releated to Women Veteran’s Health Care. [Online] tersedia:

http://link.springer.com/article/10.1023%2FA%3A1020171416038#page-1 [23 April 2014].

Santrock, Jhon W. (2007). Remaja, Edisi Kesebelas Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Sari, Astri Novita. (2013). Bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan

kesadaran gender siswa. Skripsi Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Pendidikan Indonesia: tidak diterbitkan.

Shalahuddin, Henri, dkk. (2012). Indahnya Keserasian Gender Dalam Islam. Jakarta: KMKI

Sjaifudin, H. (1996). Sensitifitas Gender dalam Rumusan Kebijakan Publik. Jurnal Analisis Sosial Edisi 4 November 1996.

Soebagio, Rita. (2012). Mereka Memang Beda. [Online] tersedia:

http://thisisgender.com/mereka-memang-berbeda/ [23 Juli 2013].

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Suherman, Uman. (2009). Manajemen Bimbingan dan Konseling. Bandung: Rizqi Press.

Supriatna, Mamat. (2011). Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi. Bandung: Rajawali Press.

Supriyantini, S. (2002). Hubungan Antara Pandangan Peran Gender dengan Keterlibatan Suami dalam Kegiatan Rumah Tangga. Online. Tersedia: http//www.usu.edu.


(42)

Trisna, Arindra dan Mochamad Agus (2012). Implementasi Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan. [Online] tersedia: https://aguskrisnoblog.wordpress.com/2012/06/19/implementasi-pengarusutamaan-gender-pug-dalam-meningkatkan-kualitas-pendidikan/

[11 November 2014]

UNESCO. (2004). Gender sensitivity: A Training Manual For Sensitizing

Education. Paris: UNESCO.

William, J.E. and Best, D.L. (1990). Sex and Psyche, Gender and Self Viewed

Cross Culturally. Sage Publications: London.

Yusmeilani. (2008). Persepsi Remaja Tentang Kesadaran Gender. Skripsi Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia: tidak diterbitkan.

Yusuf, Syamsu. (2011). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Rosdakarya.

- . (2009). Program Bimbingan & Konseling di Sekolah. Bandung: Rizqi Press. Yusuf, Syamsu dan Juntika Nurihsan. (2009). Landasan Bimbingan dan

Konseling. Bandung: Rosdakarya.

Zaduqisti, Esti. (2009). “Stereotipe Gender Bagi Pendidikan Anak”. Jurnal


(1)

a. Berdasarkan hasil penelitian, konselor dapat mengidentifikasi dan menganalisis gambaran kesadaran gender siswa, sehingga konselor mampu berkomunikasi dengan siswa ataupun orang tua siswa mengenai proses pembentukan kesadaran gendernya.

b. Berdasarkan gambaran umum kesadaran gender siswa kelas VIII, konselor dapat memfasilitasi siswa terkait informasi dan layanan yang bertujuan untuk mengembangkan kesadaran gender.

c. Hasil penelitian dapat dimanfaatkan dalam layanan bimbingan dan konseling di SMP Negeri 15 Bandung. Konselor dapat membuat suatu program yang bertujuan untuk membentuk kesadaran gender siswa. Penyusunan program intervensi dapat dimulai dengan melakukan need asssessment terlebih dahulu. Need assessment dilakukan untuk mengetahui gambaran awal kesadaran gender siswa melalui penyebaran instrumen dan pengumpulan data non-tes siswa. Hasil need assessment menjadi dasar pengembangan sebuah program. Konselor dapat menggunakan rancangan program bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan kesadaran gender siswa. (Terlampir).

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Peneliti selanjutnya dapat mengujicobakan rancangan program bimbingan pribadi sosial.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Abbott, M.R. (1992). Masculine and Feminine: Gender Roles Over The Life Cycle. USA: McGraw Hill.

Al-Qur’an Al-Kariim.

Arikunto, Suharsimi. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara.

Azwar, S. (2008). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Baron, A. Robert. Alih bahasa Ratna Juwita. (2004). Psikologi Sosial. Jakarta:

Erlangga.

Berk, Laura E. (1989). Child Development. Massachusetts: Allyn and Bacon. Chaplin, JP. (2007). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Cintron, Heather. (2010). Gender Awareness And Relational Characteristics Of

Counselor Trainees. Disertasi pada The Graduate School Of The University Of Florida: Tidak diterbitkan.

Depdiknas. (2007). Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta

Desmita. (2012). Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Djojonegoro, A.W. (1995). Kesadaran Gender Pada Era Indonesia Modern: Nasehat Perkawinan dan Keluarga. Majalah Bulanan BP-4 No. 274, Th XXXIII/ April.

Duval, E.M. (1977). Marriage and Family Development. Philadelphia: J.B. Lippincot.

Fakih, Mansour. (2012). Analisis Gender & Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Furqon. (2008). Statistika Terapan untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Havighurst, J. Alih bahasa Firmansyah. (1984). Perkembangan Manusia dan Pendidikan. Bandung: Jemmars.


(3)

Hurlock, E.B. (1990). Psikologi Perkembangan, Suatu Rentang Kehidupan (terjemahan : Istiwidayanti dan Soedjarwo). Edisi 5. Jakarta : Erlangga.


(4)

Husaini, Adian. (2012). Kesetaraan Gender Kerancuan, Kekeliruan dan Dampaknya. Depok: Adabi Press.

Jahja, Yudrik. (2011). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Jatiningsih, O. (2008). Pendidikan Gender bagi Calon Guru Sekolah Dasar dalam Penyiapannya Menjadi Agen Sosialisasi Gender di Sekolah. Online. Tersedia

http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/jurnal_pelangiilmu/article/view/5619/ baca-artikel [23 Juli 2013].

Kamil, Mustafa. (2012). Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan. [Online].

Tersedia di:

http://file.upi.edu/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKAN_LUAR_SEKOL

AH/196111091987031-MUSTOFA_KAMIL/Bhaan_kuliah/PENGARUSUTAMAAN_GENDER_ BIDANG_PDDKN.pdf [11 November 2014]

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia. (2014). Gender. [Online] tersedia: http://www.kemenpppa.go.id/v3/index.php/glosari/gender [7 april 2014]. Lindzey and Aronson. (1969). The Handbook of Social Psychology. Vol. I. New

York: John Wiley and Sons.

Matsumoto, David. (2009). The Cambridge Dictionary of Psychology. New York: Cambridge University Press.

Muthali’in, A. (2001). Bias Gender dalam Pendidikan. Surakarta: University Muhammadiyah Press.

Nurihsan, Juntika. (2011). Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan. Bandung: Refika Aditama.

PAUDNI. (2014). Kesetaraan Gender. [Online] Tersedia di: http://paudni.kemdikbud.go.id/segment/79.html [11 November 2014] Puspitawati, Herien. (2009). Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan Dalam

Menyongsong Era Globalisasi. Makalah disampaikan pada Lokakarya Pengarusutamaan Gender dalam Pengelolaan Sumberdaya Lingkungan Menuju Kualitas Kehidupan Berkelanjutan di Kampus IPB Darmaga pada 10 September 2007


(5)

- . (2012). Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di Indonesia. Bogor: PT IPB Press.

Riveli. (2009). Hubungan Antara Kesadaran Gender Dengan Sikap terhadap Pria Metroseksual. Skripsi: Tidak Diterbitkan.

Rusmana, Nandang. (2009). Bimbingan dan Konseling Kelompok di Sekolah. Bandung: Rizqi Press.

Salgado, D. M. et. al. (2002). Gender Awwareness Inventory-VA: A Measure of Ideology, Sensitivity, and Knowedge Releated to Women Veteran’s Health

Care. [Online] tersedia:

http://link.springer.com/article/10.1023%2FA%3A1020171416038#page-1 [23 April 20http://link.springer.com/article/10.1023%2FA%3A1020171416038#page-14].

Santrock, Jhon W. (2007). Remaja, Edisi Kesebelas Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Sari, Astri Novita. (2013). Bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan

kesadaran gender siswa. Skripsi Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia: tidak diterbitkan.

Shalahuddin, Henri, dkk. (2012). Indahnya Keserasian Gender Dalam Islam. Jakarta: KMKI

Sjaifudin, H. (1996). Sensitifitas Gender dalam Rumusan Kebijakan Publik. Jurnal Analisis Sosial Edisi 4 November 1996.

Soebagio, Rita. (2012). Mereka Memang Beda. [Online] tersedia: http://thisisgender.com/mereka-memang-berbeda/ [23 Juli 2013].

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Suherman, Uman. (2009). Manajemen Bimbingan dan Konseling. Bandung: Rizqi Press.

Supriatna, Mamat. (2011). Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi. Bandung: Rajawali Press.

Supriyantini, S. (2002). Hubungan Antara Pandangan Peran Gender dengan Keterlibatan Suami dalam Kegiatan Rumah Tangga. Online. Tersedia: http//www.usu.edu.


(6)

Trisna, Arindra dan Mochamad Agus (2012). Implementasi Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan. [Online] tersedia: https://aguskrisnoblog.wordpress.com/2012/06/19/implementasi-pengarusutamaan-gender-pug-dalam-meningkatkan-kualitas-pendidikan/ [11 November 2014]

UNESCO. (2004). Gender sensitivity: A Training Manual For Sensitizing Education. Paris: UNESCO.

William, J.E. and Best, D.L. (1990). Sex and Psyche, Gender and Self Viewed Cross Culturally. Sage Publications: London.

Yusmeilani. (2008). Persepsi Remaja Tentang Kesadaran Gender. Skripsi Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia: tidak diterbitkan.

Yusuf, Syamsu. (2011). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Rosdakarya.

- . (2009). Program Bimbingan & Konseling di Sekolah. Bandung: Rizqi Press. Yusuf, Syamsu dan Juntika Nurihsan. (2009). Landasan Bimbingan dan

Konseling. Bandung: Rosdakarya.

Zaduqisti, Esti. (2009). “Stereotipe Gender Bagi Pendidikan Anak”. Jurnal Muwazah. Volume 1, No 1, 73-82.


Dokumen yang terkait

Tingkat Pengetahuan Siswa SMP Swasta Kristen Immanuel Medan Kelas VIII Terhadap HIV/AIDS Tahun 2011

0 56 84

Analisis Keterampilan Geometri Siswa dalam Menyelesaikan Soal Geometri Pokok Bahasan Segiempat Pada Siswa Kelas IX-A SMP Negeri 1 Cermee Bondowoso Tahun Ajaran 2014/2015;

2 24 210

Pembangunan aplikasi e-learning management system di SMP Negeri 15 Bandung

1 11 95

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE TERHADAP PENGUASAAN MATERI POKOK SISTEM PERNAPASAN (Studi Eksperimen Siswa Kelas VIII SMP Negeri 20 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2011/2012

0 6 47

Hubungan Pemanfaatan Perpustakaan Sekolah, Minat Baca Siswa Dan Iklim Sekolah dengan Prestasi Belajar IPS Terpadu Siswa Kelas VIII Semester Genap Di SMP Negeri 4 Pringsewu Tahun Ajaran 2009-2010

0 13 13

Pengaruh Penerapan Strategi Pembelajaran Think Talk Write Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Bangunrejo Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2013/2014)

0 23 57

Profil Berpikir Kritis IPA Siswa Kelas VIII SMP Negeri di Kota Ende Berdasarkan Prespektif Gender

0 0 9

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS CERITA PENDEK BERDASARKAN PENGALAMAN PRIBADI MELALUI METODE SPIDER CONCEPT MAP (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas IX E SMP Negeri 1 Pandak, Kabupaten Bantul Tahun Ajaran 20112012) TESIS Disusun untuk memenuhi sebagia

0 0 250

PenerapanModel Pembelajaran Kreatif Produktif dalam Pembelajaran Fisika Materi Gaya di Kelas VIII Semester II MTsN 2 Palangka Raya Tahun Ajaran 2013/2014. - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 21

SMP Negeri 1 Singaraja Tahun Ajaran 20122013

0 0 19