DINAMIKA MASYARAKAT DAN KONVERSI LAHAN PERTANIAN SERTA PENGRUHNYA TERHADAP PENGETAHUAN TENTANG LINGKUNGAN DI KBU.

(1)

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Manfaat Penelitian ... 14

E. Definisi Operasional ... 15

F. Kerangka Pemikiran ... 26

G. Ruang Lingkup Penelitian ... 28

1. Ruang Lingkup Wilayah ... 28

2. Ruang Lingkup Kajian ... 28

H. Hipotesis Penelitian ... 30

I. Sistematika Penulisan ... 31

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan IPS ... 33

1. Definisi Pendidikan IPS ... 33

2. Karakteristik Pendidikan IPS ... 35

3. Tujuan Pendidikan IPS ... 37

B. Dinamika Masyarakat ... 40

1. Konsep Dinamika Masyarakat ... 40

2. Dinamika Masyarakat sebagai Bentuk Perubahan Sosial .. 45

3. Faktor yang Berpengaruh terhadap Dinamika Masyarakat 51 4. Variabel Dinamika Masyarakat ... 54

C. Konversi Lahan Pertanian ... 66

1. Konsep Lahan dan Landuse ... 66

2. Sumberdaya Lahan ... 67

3. Variabel Konversi Lahan ... 69

4. Kebijakan Pengembangan Lahan ... 77

D. Lingkungan Hidup ... 81

1. Kelestarian Lingkungan ... 81

2. Pengetahuan tentang Lingkungan ... 83

3. Kualitas Lingkungan Hidup ... 85

4. Daya Dukung Lingkungan ... 87


(2)

A. Metode Penelitian ... 115

B. Variabel Penelitian ... 116

C. Tahapan Penelitian ... 119

D. Populasi dan Sampel ... 120

1. Populasi ... 120

2. Sampel ... 120

E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 125

1. Teknik Pengumpulan Data ... 125

2. Pengembangan Instrumen ... 134

F. Teknik Analisis Data ... 135

1. Teknik Analisis Data ... 135

2. Tahapan Teknik Analisis Data ... 141

3. Uji Normalitas dan Homogenitas ... 143

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Wilayah Penelitian ... 146

1. Batasan Administratif Kawasan Bandung Utara ... 146

2. Kondisi Fisik Kawasan Bandung Utara ... 152

3. Analisis Keberadaan Observatorium Bosscha ... 162

4. Analisis Kawasan Lindung di Kawasan Bandung Utara ... 164

5. Analisis Penggunaan Lahan di Kawasan Bandung Utara ... 167

6. Analisis Konversi Lahan di Kawasan Bandung Utara ... 180

B. Analisis Kebijakan Pengembangan Kawasan Bandung Utara 201

C. Analisis Data dan Temuan Hasil Penelitian ... 215

1. Deskripsi Responden ... 215

2. Dinamika Masyarakat ... 218

3. Konversi Lahan Pertanian ... 246

4. Pengetahuan tentang Lingkungan ... 255

D. Pengujian dan Pembuktian Hipótesis ... 262

1. Analisis Korelasi ... 262

2. Analisis Regresi ... 271

3. Koefisien Determinasi ... 286

E. Pembahasan Hasil Penelitian ... 308

1. Pengaruh Dinamika Masyarakat Terhadap Kelestarian Lingkungan di Kawasan Bandung Utara ... 308

2. Pengaruh Konversi Lahan Pertanian Terhadap Kelestarian Lingkungan di Kawasan Bandung Utara ... 324

3. Pengetahuan tentang Lingkungan ... 334

4. Keterkaitan Aspek Makro dan Mikro dalam Analisis Pengaruh Dinamika Masyarakat dan Konversi Lahan Pertanian terhadap Pengetahuan tentang lingkungan di Kawasan Bandung Utara ... 337

F. Hubungan Dinamika Masyarakat, Konversi Lahan, dan Pengetahuan tentang lingkungan dalam Pendidikan IPS ... 350


(3)

DAFTAR PUSTAKA ... 366

LAMPIRAN 1:INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA ... 379

LAMPIRAN 2:HASIL UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS ... 396

LAMPIRAN 3:HASIL ANALISIS DATA ... 423


(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dinamika merupakan gerak (dari dalam), tenaga yang menggerakkan atau semangat. Pemahaman tentang dinamika dapat dijelaskan melalui berbagai fenomena yang berkaitan dengan masyarakat. Dinamika sosial merupakan gerak masyarakat secara terus menerus yang menimbulkan perubahan dalam tata hidup masyarakat yang bersangkutan. Dinamika kelompok merupakan gerak atau kekuatan yang dimiliki sekumpulan orang dalam masyarakat yang dapat menimbulkan perubahan dalam tata hidup masyarakat yang bersangkutan. Dinamika pembangunan merupakan gerak yang penuh gairah dan semangat dalam melaksanakan pembangunan.

Berbagai pemahaman dinamika berdasarkan fenomena di atas menyiratkan bahwa secara umum dinamika digerakkan oleh manusia, karena manusia sendiri merupakan suatu dinamika. Seperti yang dikemukakan dalam Sumaatmadja (2005:16), bahwa manusia adalah suatu dinamika. Dinamika ini tidak pernah berhenti, melainkan tetap aktif. Dinamika manusia inilah yang memadukan manusia dengan sesamanya dan dengan dunia lingkungannya. Dinamika ini akan tetap tumbuh berkembang selama masa hidupnya.

Ungkapan-ungkapan dinamika manusia dimanifestasikan pada penjelajahan ruang, baik dilakukan secara individu maupun secara kelompok


(5)

dalam bentuk migrasi, serta dalam bentuk mobilitas sosial. Perilaku keruangan (spatial behaviour) tersebut merupakan dinamika manusia. Manusia merupakan suatu dinamika yang mempersatukan dengan sesamanya, mengembangkan budaya, dan berinteraksi dengan alam lingkungannya. Di manapun manusia hidup, tidak dapat lepas dari konteks keruangan. Ruang muka bumi dengan segala isi dan proses perkembangannya menjadi tempat yang perlu dipelajari manusia, karena ruang muka bumi merupakan tempat dan sumberdaya yang dapat menjamin kehidupan manusia. Ruang muka bumi ini bukan fenomena yang statis, melainkan merupakan suatu dinamika yang mengalami perkembangan dan perubahan. Salah satu faktor pengubahnya adalah manusia sendiri. Konsep man ecological dominant yang dikemukakan oleh Henry J. Warman (dalam Sumaatmadja, 2005:4) merupakan konsep yang cocok dengan permasalahan perubahan ruang yang dilakukan oleh manusia.

Dinamika manusia dalam konteks kehidupannya lebih lanjut dapat dilihat dalam paradigma manusia sebagai suatu fenomena. Aspek-aspek yang terkait adalah manusia sebagai individu, manusia sebagai mahluk sosial, manusia sebagai mahluk budaya, dan manusia dalam konteks lingkungan hidupnya (Sumaatmadja, 2005:5). Sebagai individu, manusia merupakan kesatuan jasmani dan rohani yang mencirikan otonomi dirinya, dimana dalam proses pertumbuhan jasmani dan perkembangan rohani, manfaat kemampuannya secara alamiah bagi kepentingan individu sendiri. Dalam konteks sosial, manusia sebagai mahluk sosial, pertumbuhan dan perkembangannya serta pemanfaatannya tidak hanya untuk


(6)

kepentingan pribadi, melainkan juga untuk kepentingan bersama dan kepentingan masyarakat. Dalam konteks budaya, sebagai mahluk budaya, manusia dikaruniai akal-pikiran yang dapat berkembang dan dikembangkan, yang membawa pertumbuhan dan perkembangan manusia, sehingga berbeda dengan mahluk hidup lainnya, bahkan juga dalam perkembangan ruang muka bumi yang menjadi tempat hidup serta sumberdaya yang menjaminnya. Dalam konteks lingkungan hidupnya, manusia merupakan bagian dari alam yang berinteraksi dengan alam sebagai lingkungannya, sehingga dituntut bertanggung jawab terhadap lingkungan alam.

Manusia baik sebagai individu, sebagai mahluk sosial, ataupun sebagai mahluk budaya yang mendiami suatu tempat dalam konteks ruang, disebut penduduk. Dinamika penduduk dapat dilihat dari aspek kelahiran, struktur umur, pendidikan, atau mobilitasnya. Dinamika dan kompleksitas penduduk serta pengaruhnya terhadap isu kependudukan pada masa mendatang dapat mendorong terjadinya dinamika dan perubahan paradigma kebijakan kependudukan. Secara demografis, penduduk selalu tumbuh dan berkembang. Akibatnya baik secara kuantitatif maupun kualitatif, kebutuhan hidupnya juga berkembang, dan sebagai lanjutannya terjadi pengembangan upaya manusia memenuhi kebutuhan hidup tersebut. Untuk itu diperlukan upaya-upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut, antara lain melalui peningkatan kemampuan akal atau intelektual manusia yang kita sebut kebudayaan. Dengan demikian pertumbuhan penduduk mendorong terjadinya pertumbuhan kebutuhan yang mendasar yaitu sandang, pangan, papan, yang selanjutnya meningkatkan upaya peningkatan tuntutan kebutuhan lainnya.


(7)

Isu kependudukan saat ini telah menjadi isu aktual seiring dengan meningkatnya kompleksitas dan dinamika kependudukan global. Dinamika penduduk membawa konsekuensi yang cukup besar pada dinamika pertumbuhan dan perkembangan kota dengan segala kompleksitas sosialnya. Salah satunya adalah semakin meningkatnya fenomena urbanisasi, yaitu perpindahan penduduk perdesaan ke perkotaan, dengan segala faktor pendorong dan penariknya. Fenomena urbanisasi tampaknya masih menjadi fenomena kependudukan yang penting di Indonesia. Urbanisasi memiliki pengertian sebagai (1) perpindahan penduduk dari desa ke kota besar; (2) perubahan sifat suatu tempat dari suasana (cara hidup, dsb) desa ke suasana kota. Urbanisasi dapat mengakibatkan peningkatan proporsi penduduk perkotaan terhadap total penduduk. Penduduk perkotaan pada tahun 1990 terdapat 30% dan diperkirakan mencapai 50% pada tahun 2020 (A World Bank Country Study, 1994:xiv).

Dinamika yang terjadi di wilayah yang mengalami perubahan baik secara alamiah maupun akibat proses urbanisasi, adalah terutama di kawasan pinggiran kota. Kawasan ini yang kemudian tumbuh dan berkembang membentuk Rural-Urban Continuum (Mc.Gee, 1971:37) yang kemudian membentuk Mega Rural-Urban Region (MUR). Pada kawasan tersebut, dinamika penduduk dapat ditunjukkan melalui ciri wilayah: (1) berkepadatan penduduk tinggi; (2) sebagian besar penduduk bergantung pada sektor pertanian dengan pemilikan lahan sempit; (3) mengalami transformasi kegiatan dari pertanian ke non pertanian; (4) mobilitas penduduk yang tinggi; (5) interaksi yang tinggi antara aktivitas perdesaan dan


(8)

perkotaan; serta (6) percampuran guna lahan yang intensif antara permukiman dan aktivitas ekonomi seperti pertanian, industri rumah tangga, dan kawasan industri. Dalam konteks pertumbuhan Mega Urban Region (MUR) tersebut, fenomena dinamika dapat diamati pada wilayah Jabotabek dan Metropolitan Bandung, karena ruang (region) menjadi dasar bagi aktivitas sosial ekonomi.

Dilihat dari distribusi penduduk menurut perkotaan-perdesaan, Indonesia telah dan akan terus mengalami perubahan dalam komposisi. Persentasi penduduk yang tinggal di perkotaan telah meningkat dari sekitar 17,1% pada tahun 1971 menjadi 46,01% pada tahun 2005, dan diperkirakan menjadi 55,20% pada tahun 2020. Dinamika persentase penduduk perkotaan di Indonesia secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1

Dinamika Persentase Penduduk Perkotaan di Indonesia

No Tahun Persentase Penduduk Perkotaan

(%)

1 1971 17,10

2 1980 22,40

3 1990 30,90

4 1995 36,80

5 2005 46,01

6 2020* 55,20

Sumber: Ananta, dkk. (1995:101) Keterangan: * proyeksi

Tabel 1.1 menunjukkan bahwa sejak tahun 1971 persentase penduduk perkotaan di Indonesia terus meningkat, sementara persentase penduduk yang tinggal di perdesaan terus menurun. Bukan hanya secara persentase penduduk perkotaan yang mengalami peningkatan dan persentasi penduduk perdesaan


(9)

mengalami penurunan, namun sejak tahun 1995 secara absolut jumlah penduduk perkotaan lebih banyak daripada jumlah penduduk perdesaan. Perincian dinamika jumlah penduduk perkotaan-perdesaan Indonesia dapat dilihat Tabel 1.2.

Tabel 1.2

Dinamika Jumlah Penduduk Perkotaan-Perdesaan Indonesia

No Tahun

Jumlah Penduduk (orang)

Perkotaan Perdesaan

1 1990 55.432.788 123.810.587

2 1995 71.656.845 123.143.261

3 2000 87.577.148 121.958.342

4 2005 102.534.128 120.307.324

5 2010* 116.480.985 118.590.394

6 2015* 129.245.269 116.453.624

7 2020* 140.309.949 113.904.960

8 2025* 150.052.009 111.389.001

Sumber: Ananta, dkk. (1995:102) Keterangan: * proyeksi

Berdasarkan Tabel 1.2, bahwa jumlah penduduk perkotaan-perdesaan di Indonesia selalu mengalami dinamika. Selama kurun waktu 15 tahun (1990-2005) dan proyeksi untuk kurun waktu 15 tahun mendatang (2010-2025), jumlah penduduk perkotaan selalu meningkat yang secara signifikan menurunkan jumlah penduduk perdesaan. Selama kurun waktu 25 tahun (1990-2025), jumlah penduduk perkotaan diperkirakan dapat meningkat hampir tiga kali lipat.

Dalam dinamika pembangunan yang ditandai dengan transformasi demografi dan ekonomi, terjadi fenomena konversi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian secara massive di Pulau Jawa (Ashari, 2003:83). Transformasi demografis ditandai dengan pertambahan jumlah penduduk perkotaan yang terus meningkat. Transformasi ekonomi ditandai dengan


(10)

peningkatan jumlah penduduk yang bekerja di sektor non pertanian (Dharmapatni dan Firman, 1995:30). Secara lebih mendalam dikemukakan bahwa dalam perspektif makro, fenomena konversi lahan pertanian di negara-negara sedang berkembang terjadi akibat transformasi struktural perekonomian dan demografis. Transformasi struktural dalam perekonomian berlangsung semula bertumpu pada pertanian ke arah non pertanian. Sementara dari sisi demografis, pertumbuhan penduduk perkotaan yang pesat mengakibatkan konversi dari penggunaan pertanian ke penggunaan non pertanian yang luar biasa.

Pertambahan jumlah penduduk di perkotaan yang sangat tinggi membawa dampak pada meningkatnya kebutuhan pelayanan prasarana dan sarana perkotaan yang pada akhirnya meningkatkan kebutuhan tanah (Soegijoko, 1995:14). Selain itu, meningkatnya kegiatan sosial dan ekonomi di perkotaan sebagai bagian dari pertumbuhan dan perkembangan kota juga merupakan penyebab meningkatnya permintaan (unlimited needs) terhadap lahan perkotaan (Tan et al., 2004:1; Briggs, 2000:797; Sorensen, 2000:219). Sementara itu, terbatasnya persediaan lahan perkotaan (limited resources) menyebabkan terus meningkatnya nilai lahan di perkotaan, sehingga untuk memenuhi permintaan kebutuhan lahan perkotaan merambah ke lahan di wilayah pinggiran kota, padahal lahan di pinggiran kota mempunyai fungsi lindung.

Oleh karena persediaan lahan tidak berubah dalam suatu wilayah, maka perubahan tersebut akhirnya menggeser peranan sektor pertanian ke sektor non pertanian yang juga memerlukan lahan untuk kegiatannya. Dalam keadaan


(11)

demikian, artinya lahan pertanian mendapat tekanan permintaan untuk penggunaan bagi kegiatan di luar pertanian. Dengan kata lain, transformasi demografis, ekonomi, serta sosial budaya di perkotaan dapat ditunjukkan dengan terjadinya konversi lahan pertanian.

Di negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, terjadi konversi yang cepat dari pertanian subur ke penggunaan non pertanian terutama dalam wilayah yang pertumbuhannya dipengaruhi oleh pusat-pusat kegiatan perkotaan. Pertumbuhan kawasan perkotaan yang pesat menyebabkan konversi lahan pertanian ke penggunaan perkotaan, sehingga diperkirakan dalam dua dekade terakhir (1990-2010), lahan yang terkonversi di Pulau Jawa ini mencapai 10%, karena permasalahan konversi lahan di Pulau Jawa berkaitan dengan ekspansi wilayah perkotaan (A World Bank Country Study, 1994:36), sebagai suatu bentuk dinamika wilayah. Dengan demikian dinamika wilayah dapat dikaji melalui pertumbuhan ekonomi wilayah, industrialisasi, dan urbanisasi (Webster, 2002:6), karena kajian wilayah tidak dapat dihindarkan akibat pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah yang dinamis.

Dalam lingkup Pendidikan IPS, penelitian yang berkaitan dengan dinamika masyarakat, konversi lahan, dan pengetahuan tentang lingkungan ini erat kaitannya dengan tiga tradisi yang dikembangkan dalam Pendidikan IPS. Sebagai Citizenship Transmission, penelitian ini mengajarkan pentingnya pengetahuan tentang lingkungan sebagai perwujudan dari Pendidikan Kewarganageraan. Sebagai Social Science, dinamika masyarakat serta konversi


(12)

lahan yang dilakukan penduduk merupakan suatu bentuk aktivitas sosial, budaya, ekonomi, politik, dan geografi. Sementara sebagai Reflective Inquiry, bahwa dalam penelitian memerlukan suatu penyelidikan secara mendalam terhadap hal-hal yang menyebabkan permasalahan dalam penelitian.

Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian awal bahwa dalam konteks individu, budaya, sosial, lingkungan, dan konteks ruang, manusia merupakan suatu dinamika. Sebagai suatu dinamika, maka aktivitas manusia dapat mengakibatkan adanya perubahan dalam konteks ruang. Dengan demikian, dinamika masyarakat dan konversi lahan pertanian serta pengaruhnya terhadap pengetahuan tentang lingkungan di Kawasan Bandung Utara menjadi menarik dan penting untuk dikaji lebih lanjut.

B. Perumusan Masalah

Secara demografis, ekonomi, dan sosial-budaya, Kawasan Bandung Utara merupakan kawasan yang dinamis. Kawasan Bandung Utara memiliki tingkat urbanisasi yang tinggi, merupakan kawasan yang memiliki kepadatan penduduk 26 jiwa/Ha (Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Bandung Utara, 2006:2-1). Jika merujuk pada standar kepadatan penduduk (Sugandhy, 1999:125) bahwa jika kepadatan rata-rata >20 jiwa/Ha maka permukiman kota sudah menjurus menjadi kota kecil (25-50 jiwa/Ha), maka Kawasan Bandung Utara dapat termasuk kota kecil. Sementara itu kepadatan penduduk terbesar berada di


(13)

Kecamatan Cimahi Utara Kota Cimahi (99 jiwa/ha) dibandingkan dengan Kota Bandung (91 jiwa/Ha) dan Kabupaten Bandung (14 jiwa/Ha).

Kawasan Bandung Utara mengalami transformasi struktur perekonomian, yang dicirikan dengan cepatnya pertumbuhan sektor non pertanian (non farm) yang pada gilirannya akan menggusur kegiatan pertanian dari lahan pertanian ke kegiatan non pertanian. Kawasan Bandung Utara juga mengalami peningkatan jumlah kelompok golongan pendapatan menengah dan atas di wilayah perkotaan, yang akan mengakibatkan peningkatan kebutuhan lahan untuk sarana permukiman dan sarana lainnya dengan mengorbankan lahan pertanian produktif. Dengan demikian, dinamika masyarakat yang dicerminkan oleh perubahan kondisi demografis, ekonomi, dan sosial-budaya di Kawasan Bandung Utara dapat mempengaruhi kondisi lingkungannya.

Kawasan Bandung Utara merupakan kawasan yang menjadi sorotan berbagai pihak (pemerintah, swasta, dan masyarakat) karena persoalan-persoalan yang dihadapi cenderung mengganggu fungsi dan peran yang harus didukungnya sebagai kawasan konservasi bagi Cekungan Bandung. Menurut Direktorat Geologi dan Tata Lingkungan (Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Bandung Utara, 2006:3-11), sedikitnya 60% dari sekitar 108 juta m3 air tanah dari dataran tinggi sekitar Bandung yang masuk ke cekungan Bandung berasal dari Kawasan Bandung Utara. Dengan demikian, tidak dapat disangkal bahwa Kawasan Bandung Utara berfungsi sebagai kawasan resapan air yang mempunyai peran sangat penting dalam penyediaan air tanah di Cekungan Bandung.


(14)

Kawasan Bandung Utara seperti Lembang, Punclut, Ciumbuleuit, dan Dago memiliki berbagai kelebihan sehingga lahan kawasan tersebut mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Pada tahun 2001, lebih dari 2.000 Ha lahan konservasi di Kecamatan Lembang dipenuhi ratusan bangunan yang diduga liar, padahal luas kawasan yang diperbolehkan ada bangunan di Lembang sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bandung hanya 1.035 Ha, bahkan maraknya pembangunan itu seringkali mengabaikan aspek hukum dan lingkungan (Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Bandung Utara, 2006:2-39). Perubahan tata guna lahan dan semakin menyusutnya hutan-hutan di Kawasan Bandung Utara telah memberikan dampak yang amat besar bagi penduduk di Dataran Rendah Bandung. Karena itu, perlu adanya upaya untuk mengendalikan perubahan tata guna lahan, karena berkaitan dengan daya dukung lahan, aspek lingkungan, serta aspek sosial-budaya dan ekonominya.

Pembangunan di Kawasan Bandung Utara berkembang sedemikian pesatnya. Perkembangan kawasan ini semakin tidak sesuai dengan arah kebijaksanaan tata ruang berdasarkan SK Gubernur Jawa Barat Nomor 181.1/SK.1624/Bappeda/1982. Berdasarkan hasil evaluasi terhadap perkembangan yang terjadi di Kawasan Bandung Utara, dapat dianalisis bahwa kegiatan pembangunan fisik bangunan seperti pembangunan perumahan dan pembangunan lainnya sangat pesat dan tidak terkendali, sehingga cenderung menurunkan kualitas lingkungan alami. Sebagai gambaran mengenai perkembangan pembangunan fisik, sejak tahun 1993 hingga 1994 saja lebih dari


(15)

100 izin lokasi telah diterbitkan oleh para pengembang untuk membangun perumahan, villa, cottage, dan sejumlah sarana wisata di Kawasan Bandung Utara dengan luas mencapai sekitar 3.500 Ha. Pembangunan fisik tersebut menyimpang dari peruntukkan lahan yang telah ditetapkan, sehingga menimbulkan konflik kepentingan lahan yang cenderung mengalahkan kepentingan lingkungan, serta pada gilirannya dapat merusak lingkungan.

Perubahan pemanfaatan lahan yang pesat terjadi di Kawasan Bandung Utara adalah dari kawasan non terbangun menjadi kawasan terbangun, khususnya dari lahan pertanian menjadi lahan permukiman. Berdasarkan penelitian terdahulu, bahwa pada tahun 1994-1996 di Kecamatan Parongpong luas lahan sawah berkurang sebesar 598,03 Ha (Indrawati, 1999:65), sementara tahun 1992-1997 di Kecamatan Lembang terjadi konversi lahan pertanian sebesar 361,08 Ha (Fadjarajani, 2001:3). Perkembangan konversi lahan pertanian Kawasan Bandung Utara tersebut dipicu oleh nilai ekonomi lahan yang semakin meningkat yang mendorong penduduk setempat menjual lahan pertaniannya. Kondisi konversi lahan pertanian tersebut dapat terus berkembang mempengaruhi lingkungan di Kawasan Bandung Utara, yang secara umum memiliki fungsi sebagai kawasan lindung bagi dirinya dan bagi kawasan di bawahnya. Konversi lahan yang terjadi Kawasan Bandung Utara juga telah memberikan dampak bagi kelestarian lingkungan di Dataran Rendah Bandung.

Berdasarkan uraian identifikasi masalah di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini, adalah bagaimanakah dinamika yang terjadi di


(16)

Kawasan Bandung Utara berpengaruh terhadap pengetahuan tentang lingkungan. Dengan demikian, yang menjadi pertanyaan penelitian dalam kajian ini adalah: 1. Bagaimanakah pengaruh dinamika masyarakat terhadap pengetahuan

tentang lingkungan di Kawasan Bandung Utara?

2. Bagaimanakah pengaruh konversi lahan pertanian terhadap pengetahuan tentang lingkungan di Kawasan Bandung Utara?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memberi pemahaman yang komprehensif tentang dinamika masyarakat, konversi lahan pertanian, serta pengetahuan tentang lingkungan, agar terhimpun suatu “body of knowledge” tentang hubungan antara masyarakat dengan lingkungannya, terutama dalam memahami permasalahan pengetahuan tentang lingkungan akibat dinamika masyarakat dan konversi lahan pertanian.

Untuk itu tujuan penelitian adalah:

1. Mengkaji dinamika masyarakat yang mempengaruhi pengetahuan tentang lingkungan di Kawasan Bandung Utara.

2. Mengkaji konversi lahan pertanian yang mempengaruhi pengetahuan tentang lingkungan di Kawasan Bandung Utara.


(17)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini menghasilkan suatu deskripsi tentang dinamika masyarakat dan konversi lahan pertanian, serta hasil kajian pengaruh dinamika masyarakat dan konversi lahan pertanian terhadap pengetahuan tentang lingkungan di Kawasan Bandung Utara.

Hasil penelitian tentang dinamika masyarakat dan konversi lahan pertanian serta pengaruhnya terhadap pengetahuan tentang lingkungan Kawasan Bandung Utara, diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Penelitian ini memberikan kontribusi bagi dunia ilmu pengetahuan, khususnya Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial dalam pembangunan masyarakat dan wilayah (community and regional development) melalui pendekatan interdisiplin, antar bidang, serta lintas sektoral, dalam pendidikan pada umumnya dan pendidikan geografi pada khususnya. 2. Bagi bidang pendidikan, hasil penelitian ini penting artinya sebagai bahan

pembelajaran masyarakat dalam menghadapi dinamika masyarakat dan konversi lahan pertanian yang mempengaruhi pengetahuan tentang lingkungan.

3. Untuk pihak perencana wilayah dan kota, hasil penelitian ini menjadi masukan (input) bagi kebijakan pembangunan wilayah dan kota pada konteks Mega Urban Region (MUR), dalam melakukan pengendalian konversi lahan pertanian yang dapat mempengaruhi pengetahuan tentang lingkungan.


(18)

E. Definisi Operasional

Untuk memberikan penjelasan beberapa kata kunci dalam kajian ini, perlu dikemukakan definisi operasional dari variabel-variabel penelitian. Namun sebelum menjelaskan variabel-variabel penelitian, berikut ini dijelaskan terlebih dahulu definisi konsep dinamika masyarakat dan konversi lahan.

1. Dinamika Masyarakat

Masyarakat (society) adalah kolektivitas aktivitas manusia yang terorganisasi dan kegiatannya terarah pada sejumlah tujuan yang sama, serta berkecenderungan memberikan keyakinan, sikap, dan tindakan yang sama (Krech, Crutchfield, dan Ballachey,1975:308). Masyarakat juga merupakan gabungan dari kelompok utama secara ekologis, kelompok, kelembagaan, serta organisasi dan pengelompokkan. Lebih khusus lagi, Koentjaraningrat (2002:146-147) mendefinisikan masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu, dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Dengan demikian masyarakat merupakan unsur yang dinamis.

Dinamika masyarakat dapat dikaji melalui: (a) struktur masyarakatnya; (b) faktor-faktor budaya dan kondisi lingkungan yang mempengaruhinya; (c) budaya dan individu dalam masyarakat; (d) hubungan dan kesatuan dari masyarakat; (e) tindakan/gerak dalam masyarakat; (f) faktor-faktor perbedaan biologis dan sosial yang mempengaruhinya; (g) perubahan masyarakat berdasarkan kurun waktu;


(19)

serta (h) pengembangan pengawasan terhadap masyarakat. Hal tersebut menunjukkan bahwa masyarakat berdimensi yang luas dalam kajiannya.

Dinamika masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah gerak sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama, secara terus menerus yang menimbulkan perubahan dalam tata hidup masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian, variabel dinamika masyarakat yang diuraikan dalam penelitian ini meliputi: (a) tekanan penduduk terhadap lahan; (b) status sosial; (c) status ekonomi; (d) gaya hidup; (e) perilaku keruangan; dan (f) persepsi terhadap nilai lahan. Data sekunder dikumpulkan melalui studi pustaka dan dokumentasi, sementara data primer dikumpulkan selain melalui kuesioner kepada responden penelitian, juga melalui observasi lapangan.

2. Konversi Lahan

Lahan sebagai salah satu sumberdaya alam, dapat ditinjau dari berbagai titik pandang yang berbeda, sehingga memberikan makna yang berbeda pula. Salah satu konsep yang berkembang adalah lahan sebagai ruang (space). Lahan merupakan sumberdaya alam spasial yang mengacu pada unsur keruangan (luas, posisi, dan penyebarannya). Dalam kaitan ini, pemanfaatan sumberdaya lahan harus mempertimbangkan keterkaitan antara aspek material dan spasial. Aspek material lahan menyangkut kualitas dan potensinya untuk suatu penggunaan tertentu, sedangkan aspek spasial menyangkut letak dan posisi dari sumberdaya lahan tersebut.


(20)

Saat ini berkembang pandangan bahwa lahan atau tanah diperlakukan sebagai komoditas strategis yang mempunyai karakteristik yang kompleks (Kivell, 1993:5), yaitu penyediaannya bersifat tetap, tidak ada biaya penyediaan, bersifat unik, tidak dapat dipindahkan, serta permanen. Karena karakteristik lahan yang kompleks, maka akan terjadi persaingan dalam penggunaan lahan untuk berbagai aktivitas. Pandangan lain mengatakan bahwa tanah bukanlah komoditas, melainkan asset (Tjondronegoro, 1984:5). Dalam pengertian asset, tanah meskipun sama seperti komoditas lain yang dapat diperjualbelikan, tetapi kelebihan asset ini adalah dapat turut berperan dalam proses produksi sehingga memberi nilai tambah. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya konversi lahan.

Agar kajian konversi lahan dapat efektif dan komprehensif, perlu dilakukan kajian dengan melihat keterkaitan pada skala makro dan skala mikro. Kajian dalam skala makro yang dimaksud adalah kajian yang berdasarkan wilayah adalah Kawasan Bandung Utara. Kajian secara makro dianalisis melalui data sekunder tentang luas penggunaan lahan dan luas konversi lahan. Sementara skala mikro yang dimaksud adalah kajian yang berdasarkan individu adalah Rumah Tangga (RT) di Kawasan Bandung Utara.

Konversi lahan, baik dalam arti perubahan luas, perubahan pemilikan/penguasaan, maupun perubahan fungsi, merupakan hal yang biasa terjadi, terutama kaitannya dengan perkembangan perkotaan. Konversi lahan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perubahan luas, perubahan pemilikan/penguasaan, serta perubahan fungsi lahan. Data sekunder dikumpulkan


(21)

melalui studi kepustakaan dan dokumentasi, sementara data primer dikumpulkan selain melalui kuesioner kepada responden penelitian, juga melalui observasi lapangan.

Berdasarkan konsep dinamika masyarakat dan konversi lahan seperti yang telah diuraikan di atas, maka dapat dijelaskan variabel-variabel penelitian sebagai berikut:

1. Tekanan Penduduk terhadap Lahan

Pertambahan jumlah penduduk di perkotaan yang sangat tinggi akan membawa dampak pada meningkatnya kebutuhan pelayanan prasarana dan sarana, termasuk kebutuhan akan lahan permukiman. Meningkatnya kegiatan perekonomian di perkotaan sebagai bagian dari pertumbuhan dan perkembangan kota juga merupakan penyebab meningkatnya permintaan terhadap lahan untuk aktivitas perekonomian, misalnya untuk kegiatan perdagangan dan perindustrian.

Sementara itu, terutama di sekitar wilayah perkotaan, persediaan lahan relatif tetap sedangkan permintaan terhadap lahan terus meningkat dengan cepat. Permintaan lahan yang terus meningkat dapat mengakibatkan terjadinya konversi lahan, dari lahan non terbangun menjadi lahan terbangun. Terbatasnya lahan di satu sisi dan semakin meningkatnya kebutuhan lahan di sisi lain inilah yang menimbulkan tekanan penduduk terhadap lahan.

Tekanan penduduk terhadap lahan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah desakan penduduk terhadap lahan. Variabel tekanan penduduk terhadap lahan secara umum diukur dengan menganalisis rasio antara jumlah penduduk


(22)

yang menempati suatu wilayah dengan luas lahan di wilayah tersebut, yaitu dari nilai man land ratio. Sementara nilai tekanan penduduk terhadap lahan khusus petani dalam penelitian ini dengan merujuk pada hasil penelitian sebelumnya. Daya dukung (carrying capacity) erat kaitannya dengan kepadatan penduduk. Daya dukung lahan pada suatu wilayah dapat diketahui dari nilai tekanan penduduk terhadap lahan secara relatif dan absolut.

Untuk menghitung nilai tekanan penduduk terhadap lahan didapat dari data sekunder tentang jumlah penduduk dan luas lahan yang dimiliki penduduk. Sementara data primer dikumpulkan selain melalui kuesioner kepada responden, juga melalui observasi.

2. Status Sosial

Status sosial merupakan kedudukan seseorang dalam masyarakatnya. Status sosial sebagai suatu keadaan masyarakat secara sosial merupakan aspek dinamika masyarakat yang dapat menggambarkan kondisi budaya masyarakat sebagai society. Pada dasarnya Koentjaraningrat (2002:146-147) mendefinisikan masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu, dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Status sosial dapat diperoleh secara alamiah (ascribed), misalnya status karena hasil kelahiran, maupun dengan diupayakan (achieved), misalnya status pendidikan.

Dalam penelitian ini, status sosial adalah keadaan seseorang yang berhubungan dengan masyarakat di sekelilingnya, yang meliputi tingkat


(23)

pendidikan, pengetahuan tentang lingkungan, kondisi kesehatan, serta hubungan sosial. Variabel status sosial diukur melalui analisis terhadap tingkat pendidikan formal, pengetahuan tentang lingkungan, kondisi kesehatan, serta hubungan sosial, yang menunjukkan dinamika sosial yang dapat mempengaruhi pengetahuan tentang lingkungan. Data dikumpulkan melalui kuesioner kepada responden.

3. Status Ekonomi

Setiap aktivitas ekonomi memerlukan lahan sebagai salah satu jenis input yang digunakan (Pakpahan dan Anwar, 1989:71). Pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan realokasi penggunaan sumberdaya lahan dari jenis yang memberikan nilai (rent) lahan rendah ke yang lebih tinggi. Dengan demikian, kondisi ekonomi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan permintaan lahan untuk tujuan penggunaan tertentu, di samping kepadatan penduduk dan ketersediaan sumberdaya lahan itu sendiri.

Status ekonomi yang dimaksud dalam penelitian ini, adalah keadaan ekonomi responden. Variabel status ekonomi diukur melalui analisis terhadap jenis mata pencaharian pokok, mata pencaharian sampingan, serta tingkat pendapatan penduduk yang menunjukkan dinamika masyarakat yang dapat mempengaruhi pengetahuan tentang lingkungan. Data dikumpulkan melalui kuesioner kepada responden.

4. Gaya Hidup (lifestyle)

Gaya hidup (lifestyle) merupakan ciri sebuah dunia modern, atau yang biasa disebut modernitas (Chaney, 1996:40). Dengan demikian, gaya hidup dapat


(24)

ditempatkan sebagai ciri-ciri dari modernitas. Lebih lanjut, gaya hidup merupakan bagian dari kehidupan sosial sehari-hari, yang berfungsi dalam interaksi dengan cara-cara yang mungkin tidak dapat dipahami oleh mereka yang tidak hidup dalam masyarakat modern. Modernisasi adalah usaha untuk hidup sesuai dengan zaman dan konstelasi dunia sekarang. Modernisasi tidak akan datang begitu saja, melainkan harus diusahakan, diupayakan. Dalam diri manusia perlu ada suatu dorongan yang dapat menyebabkan terjadinya pertumbuhan dan modernisasi.

Dalam penelitian ini, gaya hidup adalah pola perilaku sehari-hari segolongan manusia di dalam masyarakat, yang dikaji melalui kondisi rumah, orientasi investasi, orientasi pendidikan keluarga, dan pemilikan barang-barang modern yang tampil untuk memfasilitasi kehidupan sosial sehari-hari. Variabel gaya hidup diukur melalui analisis terhadap kondisi rumah, orientasi investasi, orientasi pendidikan keluarga, dan pemilikan barang-barang modern yang menunjukkan dinamika masyarakat yang dapat mempengaruhi pengetahuan tentang lingkungan. Data dikumpulkan melalui kuesioner kepada responden.

5. Perilaku Keruangan

Golledge, Brown, dan Williamson (1972, dalam Walmsley. D.J. dan Lewis. G.J., 1984:4) mengidentifikasi lima area utama tentang perilaku dalam geografi manusia, yaitu (1) mempelajari pengambilan keputusan dan pilihan perilaku; (2) analisis tentang aliran informasi; (3) model penelitian dan pembelajaran; (4) pengujian perilaku pemilihan; serta (5) penelitian tentang persepsi. Perilaku keruangan adalah reaksi penduduk terhadap ruang.


(25)

Dalam penelitian ini, perilaku keruangan adalah perlaku yang berhubungan dengan keputusan pemilihan ruang. Variabel perilaku keruangan dalam penelitian ini tercermin dari mobilitas penduduk dalam berbagai aktivitas, antara lain lokasi pendidikan bagi keluarga, pekerjaan, kesehatan, perbelanjaan, serta rekreasi/hiburan, yang dapat menunjukkan dinamika masyarakat yang dapat mempengaruhi pengetahuan tentang lingkungan. Data dikumpulkan melalui kuesioner kepada responden.

6. Persepsi terhadap Nilai Lahan

Lahan sebagai komoditas mempunyai nilai atau harga tersendiri yang ditentukan berdasarkan parameter (Sujarto, 1993:22), yaitu (1) tingkat produktivitas lahan; (2) lokasi atau letak lahan; dan (3) kegiatan yang berada di atasnya. Dalam penelitian ini, persepsi penduduk terhadap lahan berkaitan dengan tanggapan masyarakat terhadap harga lahan. Variabel persepsi terhadap nilai lahan ini diukur melalui analisis terhadap nilai ekonomi lahan, nilai sosial lahan, nilai lokasi lahan, nilai ekologis lahan, serta nilai politis lahan. Persepsi terhadap kelima nilai lahan tersebut menunjukkan dinamika masyarakat yang dapat mempengaruhi pengetahuan tentang lingkungan. Data dikumpulkan melalui kuesioner kepada responden.

7. Perubahan Luas Lahan

Lahan sebagai salah satu sumberdaya alam, dapat ditinjau dari berbagai titik pandang yang berbeda, sehingga memberikan makna yang berbeda pula. Salah satu konsep yang berkembang adalah lahan sebagai ruang atau spasial, yang


(26)

dapat menunjukkan luasannya. Lahan bagi masyarakat agraris merupakan faktor produksi yang paling penting. Dengan adanya perkembangan masyarakat terutama di pinggiran perkotaan, mengakibatkan luas lahan pertanian semakin terbatas. Luas lahan dapat berubah secara vertikal maupun horisontal, melalui teknologi pertanian atau teknologi arsitektur dalam penggunaan lahan.

Dalam penelitian ini, perubahan luas lahan adalah perubahan luas lahan garapan. Variabel perubahan luas lahan garapan diukur melalui analisis terhadap perubahan luas lahan pertanian yang dimiliki/dikuasai, yang dapat mempengaruhi pengetahuan tentang lingkungan. Data dikumpulkan selain melalui kuesioner kepada responden penelitian, juga melalui observasi.

8. Perubahan Status Pemilikan/Penguasaan Lahan

Kepemilikan lahan pertanian tidak hanya bermakna ekonomis dalam arti sebagai sumber kehidupan, tetapi juga bermakna kultural dan politis. Wiradi (1990, dalam Suhendar, 1995:32) melihat bahwa persoalan kepemilikan lahan pada masyarakat agraris justru lebih menyangkut masalah penyebaran dan pembagiannya, yang kemudian berkaitan erat dengan masalah kesempatan-kesempatan ekonomi dan penyebaran pendapatan. Dalam penelitian ini perubahan status pemilikan/penguasaan lahan adalah perubahan status berkaitan dengan proses dan cara memiliki dan menguasai lahan garapan. Variabel perubahan status pemilikan/penguasaan lahan diukur melalui analisis terhadap perubahan hak kepemilikan lahan pertanian yang dapat mempengaruhi pengetahuan tentang lingkungan. Data dikumpulkan melalui kuesioner kepada responden penelitian.


(27)

9. Perubahan Fungsi Lahan

Dalam konteks ekonomi lahan, terjadi kecenderungan persaingan dalam penggunaan lahan. Persaingan dalam penggunaan lahan antara lain disebabkan karena (Anwar, 1993:27): (1) kepadatan penduduk yang sangat tinggi, (2) hasil produksi per hektar yang jauh lebih tinggi dari hasil produksi wilayah lain karena tingkat kesuburan tanahnya yang tinggi, serta (3) permintaan lahan bagi perkembangan wilayah urban dan perluasan kawasan perkotaan serta pembangunan infrastruktur yang lebih besar dibanding wilayah lainnya. Perubahan fungsi lahan di perkotaan terutama dari lahan pertanian menjadi lahan permukiman atau perdagangan.

Dalam penelitian ini perubahan fungsi lahan adalah perubahan penggunaan lahan, dari penggunaan lahan pertanian ke non pertanian. Variabel fungsi lahan diukur melalui analisis terhadap perubahan penggunaan lahan hutan ke lahan pertanian dan dari lahan pertanian ke lahan non pertanian yang dapat mempengaruhi pengetahuan tentang lingkungan. Data dikumpulkan selain melalui kuesioner kepada responden penelitian, juga melalui observasi.

10. Pengetahuan tentang Lingkungan

Kelestarian lingkungan dapat dilihat dari pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan perilaku (behavior), sebagai berikut: (a) pengetahuan lingkungan, yaitu segala sesuatu yang diketahui tentang lingkungan di kawasan tersebut; (b) sikap terhadap lingkungan, yaitu segala perbuatan yang berdasarkan pada


(28)

pendirian, keyakinan tentang lingkungan; serta (c) perilaku terhadap lingkungan, yaitu tanggapan atau reaksi individu terhadap lingkungan.

Melestarikan keserasian dan keseimbangan lingkungan berarti membuat tetap tak berubah atau kekal keserasian dan keseimbangan lingkungan (Soemarwoto, 1983:67). Kelestarian lingkungan adalah membuat lingkungan tetap tidak berubah atau kekal keserasian dan keseimbangan lingkungannya. Dengan demikian kelestarian lingkungan dapat dilakukan melalui pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Pembangunan berkelanjutan dilakukan sebagai upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Pembangunan berkelanjutan juga merupakan proses pembangunan yang mengoptimalkan manfaat dari sumberdaya alam dan sumberdaya manusia, dengan menyerasikan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia dalam pembangunan.

Variabel pengetahuan tentang lingkungan dalam penelitian ini adalah segala sesuatu yang diketahui dan diyakini tentang lingkungan di kawasan tersebut. Pengetahuan tentang lingkungan dilihat dari ketersediaan dan penggunaan air, tanah, lahan, dan udara sebagai sumber daya yang dipengaruhi oleh dinamika masyarakat dan konversi lahan pertanian. Data dikumpulkan selain melalui kuesioner kepada responden penelitian, juga melalui observasi lapangan.


(29)

F. Kerangka Pemikiran

Fenomena dinamika masyarakat baik secara sosial, budaya, maupun ekonomi, menimbulkan adanya transformasi (pergeseran) demografi, ekonomi, dan sosial-budaya di wilayah perkotaan. Di sisi lain, fenomena dinamika wilayah mengakibatkan terjadinya konversi lahan dari lahan terbangun ke lahan non terbangun, terutama di wilayah perkotaan.

Terjadinya dinamika masyarakat dan dinamika wilayah, dapat ditunjukkan dengan semakin meningkatnya permintaan terhadap lahan perkotaan (unlimited needs). Sementara itu lahan sebagai sumber daya memiliki keterbatasan ketersediaan secara fisik (limited resources). Kedua hal yang bertentangan inilah yang secara tidak langsung menimbulkan penurunan daya dukung (carrying capacity) lingkungan. Pada akhirnya dapat mempengaruhi penurunan kelestarian lingkungan hidup di Kawasan Bandung Utara.

Ketersediaan lahan perkotaan semakin langka karena terjadinya persaingan penggunaan berdasarkan nilai ekonomi lahan. Pada umumnya lahan diperuntukkan bagi penggunaan yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Fenomena tersebut dapat diamati karena adanya dinamika masyarakat dan semakin maraknya konversi lahan pertanian di Kawasan Bandung Utara.

Dinamika masyarakat dan konversi lahan yang semakin meningkat merupakan faktor yang mempengaruhi pengetahuan tentang lingkungan di Kawasan Bandung Utara. Kelestarian lingkungan dapat dilihat dari pengetahuan,


(30)

sikap, dan perilaku terhadap lingkungan. Kerangka pemikiran penelitian dapat digambarkan seperti pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1

Kerangka Pemikiran Penelitian

Unlimited needs Limited Resources

Dinamika Wilayah Dinamika Masyarakat Transformasi Demografis dan Perkekonomian Konversi Lahan di KBU

Penurunan Daya Dukung Lingkungan di KBU

Pengetahuan tentang lingkungan di Kawasan

Bandung Utara Skala Makro: Wilayah Skala Mikro: RT Perkotaan Perdesaan Recharge Catchment Knowledge Attitude Behaviour

 Tekanan penduduk terhadap lahan  Status sosial  Status ekonomi  Gaya hidup  Perilaku keruangan  Persepsi terhadap

nilai lahan

 Perubahan luas lahan

 Perubahan pemilikan/ penguasaan lahan  Perubahan fungsi


(31)

G. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian dapat menjadi batasan dalam penelitian, yang terdiri dari ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup kajian.

1. Ruang Lingkup Wilayah

Batasan Kawasan Bandung Utara dapat diidentifikasi berdasarkan batasan fisik dan administrasi seperti dijelaskan sebagai berikut.

a. Batasan Fisik

Batasan fisik Kawasan Bandung Utara di sini adalah Wilayah Inti Bandung Raya Bagian Utara dengan batas-batas seperti yang telah ditetapkan dalam SK Gubernur Jawa Barat No.181.1/SK.1624-Bapp/1982 tentang Peruntukan Lahan di Wilayah Inti Bandung Raya Bagian Utara.

b. Batasan Administratif

Kawasan Bandung Utara memiliki luas total sebesar 38.548,33 Ha. Pada Tahun 2008, terdiri dari empat wilayah administrasi, yaitu Kabupaten Bandung (terdiri dari 3 kecamatan dan 20 desa), Kota Bandung (terdiri dari 10 kecamatan dan 30 kelurahan), Kabupaten Bandung Barat (terdiri dari 6 kecamatan dan 49 desa) dan Kota Cimahi (terdiri dari 2 kecamatan dan 8 kelurahan), atau secara total terdiri dari 21 kecamatan dan 107 kelurahan/desa.

2. Ruang Lingkup Kajian

Agar penelitian tentang pengaruh dinamika masyarakat dan konversi lahan pertanian terhadap pengetahuan tentang lingkungan yang luas dan mendalam ini


(32)

dapat terarah dan terfokus, maka dalam penelitian ini perlu ada pembatasan ruang lingkup kajian.

Dinamika masyarakat yang dianalisis dalam penelitian ini dibatasi pada tekanan penduduk terhadap lahan, status sosial, status ekonomi, gaya hidup (lifestyle), perilaku keruangan, serta persepsi terhadap nilai lahan yang terjadi di Kawasan Bandung Utara.

Konversi lahan dikaji melalui analisis terhadap perubahan luas lahan pertanian, perubahan status pemilikan/penguasaan lahan pertanian, dan perubahan fungsi lahan pertanian yang terjadi di Kawasan Bandung Utara. Kajian konversi lahan pertanian dilakukan secara komprehensif pada skala makro (wilayah) dan skala mikro (rumah tangga) di Kawasan Bandung Utara. Berdasarkan identifikasi di lapangan, dapat diketahui bahwa konversi lahan yang terjadi Kawasan Bandung Utara sebagian besar merupakan konversi lahan dari non terbangun ke lahan terbangun, terutama dari lahan pertanian ke permukiman.

Kelestarian lingkungan difokuskan pada pengetahuan terhadap lingkungan hidup di Kawasan Bandung Utara, yang meliputi analisis terhadap keserasian dengan lingkungan alam dan keserasian dengan lingkungan sosial.

Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bagaimana dinamika masyarakat dan konversi lahan pertanian yang terjadi, serta bagaimana pengaruhnya terhadap pengetahuan tentang lingkungan di Kawasan Bandung Utara. Selanjutnya dapat menjadi arahan bagi pengetahuan tentang lingkungan hidup di Kawasan Bandung Utara.


(33)

H. Hipotesis Penelitian

Sesuai dengan pertanyaan penelitian yang telah diajukan, maka hipotesis yang memerlukan pengujian adalah:

1. Dinamika masyarakat berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pengetahuan tentang lingkungan di Kawasan Bandung Utara.

2. Konversi lahan pertanian berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pengetahuan tentang lingkungan di Kawasan Bandung Utara. Namun demikian hipotesis penelitian diuraikan menurut hipotesis nol dan hipotesis alternatif, seperti pada Tabel 1.3.

Tabel 1.3 Hipotesis Penelitian

No Hipotesis

1 Dinamika masyarakat tidak

berpengaruh terhadap pengetahuan tentang lingkungan di Kawasan Bandung Utara.

Hipotesis Nol

Tidak ada pengaruh dinamika masyarakat terhadap pengetahuan

tentang lingkungan Dinamika masyarakat berpengaruh

secara signifikan terhadap

pengetahuan tentang lingkungan di Kawasan Bandung Utara.

Hipotesis Alternatif Ada pengaruh dinamika masyarakat terhadap pengetahuan

tentang lingkungan 2 Konversi lahan pertanian tidak

berpengaruh terhadap pengetahuan tentang lingkungan di Kawasan Bandung Utara.

Hipotesis Nol Tidak ada pengaruh konversi

lahan pertanian terhadap pengetahuan tentang lingkungan Konversi lahan pertanian berpengaruh

secara signifikan terhadap

pengetahuan tentang lingkungan di Kawasan Bandung Utara.

Hipotesis Alternatif Ada pengaruh konversi lahan pertanian terhadap pengetahuan

tentang lingkungan Sumber: Hasil Analisis


(34)

I. Sistematika Penulisan

Disertasi terdiri dari lima bab, yang meliputi:

Bab satu merupakan pendahuluan, menguraikan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, kerangka pemikiran penelitian, ruang lingkup penelitian, hipotesis penelitian, serta sistematika penulisan.

Bab dua merupakan kajian pustaka, yang mengungkapkan teori-teori yang berkaitan dengan permasalahan penelitian dan berbagai penelitian yang relevan sebagai landasan teori dalam analisis temuan. Uraian kajian pustaka ini menjadi landasan teori dalam pembahasan hasil penelitian.

Bab tiga merupakan metode penelitian, yang mengkaji metode penelitian, variabel penelitian, langkah-langkah penelitian, instrumen penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, teknik pengambilan sampel, serta teknik analisis penelitian.

Bab empat merupakan hasil penelitian dan pembahasan, yang mengkaji pengolahan/analisis temuan sesuai dengan desain penelitian yaitu deskripsi (dinamika masyarakat, konversi lahan, dan pengetahuan tentang lingkungan), analisis kebijakan rencana pengembangan kawasan, analisis data dan temuan hasil penelitian, pengujian dan pembukian hipotesis, pembahasan hasil penelitian, serta hubungan hasil penelitian dengan Pendidikan IPS. Uraian hasil pembahasan terdiri dari kajian makro (skala wilayah) dan kajian mikro (skala rumah tangga), serta keterkaitan antar keduanya.


(35)

Bab lima merupakan kesimpulan dan implikasi, yang menyajikan penafsiran/pemaknaan penelitian, rekomendasi bagi pembuat kebijakan, dan saran bagi penelitian selanjutnya.


(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam kajian ini adalah deskriptif-eksplanatori, menggambarkan dan menjelaskan dinamika masyarakat serta konversi lahan yang berpengaruh terhadap pengetahuan tentang lingkungan di Kawasan Bandung Utara. Metode deskriptif dapat menggambarkan dinamika masyarakat dan konversi lahan pertanian pada masa sekarang, sementara itu metode eksplanatori dapat menganalisis lebih mendalam pengaruh dinamika masyarakat dan konversi lahan pertanian terhadap pengetahuan tentang lingkungan di Kawasan Bandung Utara.

Secara lebih rinci, metode deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan: (1) dinamika masyarakat perkotaan di wilayah studi, yang meliputi tekanan penduduk terhadap lahan, status sosial, status ekonomi, gaya hidup (lifestyle), perilaku keruangan, dan persepsi terhadap nilai lahan; (2) konversi lahan pertanian ke non pertanian, dengan mengkaji perubahan luas lahan pertanian, perubahan status pemilikan/penguasaan lahan pertanian, serta perubahan fungsi lahan pertanian di wilayah studi; serta (3) pengetahuan tentang lingkungan, meliputi pengetahuan tentang lingkungan alam (kualitas lingkungan) dan pengetahuan tentang lingkungan sosial (kualitas bermasyarakat). Sementara itu metode eksplanatori digunakan untuk menganalisis: (1) dinamika masyarakat yang


(37)

mempengaruhi pengetahuan tentang lingkungan di wilayah studi, serta (2) konversi lahan pertanian yang mempengaruhi pengetahuan tentang lingkungan di wilayah studi.

Konversi lahan secara komprehensif dikaji melalui skala makro dan skala mikro, serta dengan melihat keterkaitan pada skala makro dan skala mikro. Skala makro dimaksud adalah wilayah dan skala mikro adalah rumah tangga. Kajian konversi lahan dalam skala wilayah diuraikan secara deskriptif melalui deskripsi wilayah penelitian dan analisis terhadap kebijakan pengembangan wilayah. Kajian konversi lahan dalam skala rumah tangga juga diuraikan secara deskriptif dengan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan pertanian di Kawasan Bandung Utara, yaitu kondisi fisik lahan yang dimiliki, kondisi ekonomi, serta kondisi sosial budaya rumah tangga.

B. Variabel Penelitian

Berdasarkan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, bahwa dinamika masyarakat dan konversi lahan pertanian berpengaruh secara signifikan terhadap pengetahuan tentang lingkungan di Kawasan Bandung Utara. Variabel-variabel dalam konsep dinamika masyarakat maupun konversi lahan pertanian berpengaruh terhadap pengetahuan tentang lingkungan. Artinya bahwa semakin tinggi nilai tekanan penduduk terhadap lahan, semakin tinggi nilai status sosial, semakin tinggi nilai status ekonomi, semakin tinggi nilai gaya hidup, semakin tinggi nilai perilaku keruangan, semakin tinggi nilai persepsi terhadap nilai lahan,


(38)

maka semakin tinggi nilai pengetahuan tentang lingkungan. Demikian pula, semakin tinggi nilai perubahan luas lahan pertanian, semakin tinggi nilai perubahan hak pemilikan/penguasaan lahan, dan semakin tinggi nilai perubahan fungsi lahan, maka nilai pengetahuan tentang pengetahuan tentang lingkungan semakin tinggi.

Dalam konsep dinamika masyarakat, konversi lahan pertanian, dan pengetahuan tentang lingkungan, dapat diuraikan perincian variabel penelitian yang dikaji secara mikro, seperti pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1

Konsep, Variabel, dan Skala Pengukuran

No Konsep Variabel Skala Pengukuran

1 Dinamika masyarakat

X1 =

Tekanan penduduk terhadap lahan

Ordinal/interval/ratio

2 X2 =

Status sosial

Ordinal/interval

3 X3 =

Status ekonomi

Ordinal/interval

4 X4 =

Gaya hidup (lifestyle)

Ordinal/interval

5 X5 =

Perilaku Keruangan

Ordinal/interval

6 X6 =

Persepsi terhadap Nilai lahan

Ordinal/interval

7 Konversi lahan pertanian

X7 =

Perubahan luas lahan pertanian

Ordinal/interval/ratio

8 X8 =

Perubahan status pemilikan/ penguasaan lahan pertanian

Ordinal/interval

9 X9 =

Perubahan fungsi lahan pertanian

Ordinal/interval

10 Lingkungan Pengetahuan tentang

lingkungan (Y)

Ordinal/interval Sumber: Hasil Analisis, 2007


(39)

Variabel penelitian tersebut kemudian dibuat dalam suatu skema yang menunjukkan hubungan antar variabel, seperti pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1.

Hubungan Antar Variabel Tekanan penduduk terhadap lahan

(X1)

Status sosial (X2)

Pengetahuan tentang Lingkungan

(Y)

Status ekonomi (X3)

Perubahan status pemilikan/penguasaan lahan pertanian (X8)

Persepsi terhadap nilai lahan (X6)

Perubahan luas lahan pertanian X7)

Perubahan fungsi lahan pertanian (X9)

Gaya hidup (lifestyle) (X4)

Perilaku keruangan (X5)


(40)

C. Tahapan Penelitian

Untuk dapat mencapai tujuan penelitian yang diharapkan, maka diperlukan tahapan penelitian secara sistematis, sebagai berikut:

1. Tahap Pra Penelitian Lapangan, meliputi tahapan sebagai berikut: a. Mempelajari teori-teori yang berkaitan dengan tema penelitian. b. Observasi lapangan pada wilayah yang dikaji.

c. Perumusan variabel penelitian.

d. Penyusunan instrumen pengumpulan data, sesuai dengan variabel yang telah dirumuskan.

e. Pemilihan wilayah sampel, yang mewakili permasalahan penelitian.

2. Tahap Penelitian Lapangan, meliputi tahapan sebagai berikut:

a. Penelitian lapangan pada skala makro dengan menganalisis kondisi fisik wilayah penelitian.

b. Penelitian lapangan pada skala mikro kepada rumah tangga pertanian.

3. Tahap Pasca Penelitian Lapangan, meliputi tahapan sebagai berikut:

a. Pengolahan data hasil penelitian lapangan, baik data primer maupun data sekunder.

b. Mendeskripsikan wilayah penelitian secara makro. c. Menganalisis kebijakan pengembangan wilayah.


(41)

e. Menganalisis hubungan dinamika masyarakat dan konversi lahan pertanian dengan pengetahuan tentang lingkungan.

f. Pembahasan hasil penelitian dengan mengaitkan pada teori yang relevan.

g. Pemaknaan hasil penelitian dengan menarik suatu kesimpulan dan implikasi hasil penelitian.

D. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah adalah Kepala Keluarga (KK) dalam rumah tangga di Kawasan Bandung Utara. Kepala keluarga dalam rumah tangga yang dimaksud adalah kepala keluarga yang memiliki atau pernah memiliki lahan pertanian di wilayah Kawasan Bandung Utara.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah bagian dari populasi yang mewakili populasi KK dan dijadikan sebagai responden dalam penelitian ini.

a. Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dipilih secara acak (random) dengan teknik probability sampling (Nasution, 1987) yang memberi kemungkinan yang sama bagi setiap unsur populasi untuk dipilih. Sampel harus respresentatif, artinya dapat mewakili populasi, agar dapat diambil kesimpulan berupa generalisasi.


(42)

Penentuan sampel diawali dengan penentuan wilayah penelitian. Pengambilan sampel wilayah penelitian juga dilakukan secara acak (random) dengan teknik probability sampling. Pemilihan sampel wilayah dengan cara mengambil beberapa kelompok wilayah (kecamatan) secara acak, memberi kemungkian yang sama bagi setiap wilayah untuk dipilih, agar dapat diperoleh generalisasi. Wilayah penelitian adalah kecamatan serta desa/kelurahan yang dapat mewakili permasalahan penelitian.

Untuk melengkapi analisis, diperlukan informasi dari pihak-pihak yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Pengambilan informasi bagi pihak lain (pemerintah, swasta, dan tokoh masyarakat) dilakukan dengan teknik purposive sampling (Nasution, 1987), dimana penentuan jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan penelitian.

Untuk mendapatkan jumlah sampel penelitian, maka perlu ditentukan jumlah sampel penelitian, sebagai berikut:

1) Penentuan Wilayah Penelitian

Ditentukan sampel wilayah secara proporsional agar generalisasi yang diperoleh berdasarkan daerah-daerah tertentu tersebut dapat diterima dan berlaku bagi daerah-daerah lain di luar sampel. Wilayah yang menjadi sampel adalah kecamatan yang mewakili empat kota/kabupaten di Kawasan Bandung Utara.

Dari hasil kriteria penentuan sampel wilayah berdasarkan permasalahan penelitian, yaitu adanya dinamika masyarakat, konversi lahan pertanian, serta pengetahuan tentang lingkungan, maka diperoleh empat (4) kecamatan dari


(43)

masing-masing kota/kabupaten yang termasuk Kawasan Bandung Utara, yang menjadi sampel wilayah penelitian (lihat Gambar 3.2) yaitu:

a) Kecamatan Coblong Kota Bandung

b) Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung c) Kecamatan Cimahi Utara Kota Cimahi


(44)

(45)

2) Penentuan Jumlah Sampel

Tidak ada aturan yang tegas tentang jumlah sampel yang di persyaratkan untuk suatu penelitian dari populasi yang tersedia. Tentang besar sampel inipun tidak ada ketentuan angka yang pasti. Untuk menghitung besarnya jumlah sampel dapat juga mengacu pada rumus secara praktis berdasarkan tabel dan monogram. Berdasarkan Tabel Krecjie (Sugiyono, 1999:63) dapat diketahui bahwa dengan tingkat kesalahan 5%, jika jumlah populasi 100.000 maka jumlah sampel 384. Sementara itu makin besar populasi makin kecil persentase sampel.

Beyond a certain point the population size is almost irrelevant (about N=5000) sample size 400 will be adequate (Zainul, 2006:24). Karena populasi dalam penelitian ini berjumlah 104.077 KK, maka sampel diambil mendekati angka 400. Dengan demikian, ditentukan jumlah sampel responden secara random sebesar 0,4% dari sejumlah populasi KK. Jumlah populasi 104.077 KK X 0,4% maka didapat jumlah sampel 416 responden. Satu responden mewakili satu kepala keluarga (KK). Perincian jumlah responden setiap kecamatan yang menjadi sampel penelitian seperti pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2

Jumlah Responden Penelitian

No Kota/

Kabupaten

Kecamatan Populasi Responden

(KK)

Jiwa KK

1 Kota Cimahi Cimahi Utara 114.838 28.710 115

2 Kabupaten Bandung Barat

Kecamatan Lembang 129.869 32.467 130

3 Kota Bandung Kecamatan Coblong 97.096 24.274 97

4 Kabupaten Bandung

Kecamatan Cimenyan 74.503 18.626 74


(46)

E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data 1. Teknik Pengumpulan Data

Teknik dan instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, sebagai berikut:

a. Observasi Lapangan (Field Observation)

Observasi lapangan dilakukan untuk mendapatkan data geografi yang aktual dan langsung. Observasi dipergunakan untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang masalah di lapangan. Dalam penelitian ini, dilakukan observasi lapangan secara langsung pada wilayah studi di Kawasan Bandung Utara yang mengalami dinamika masyarakat dan konversi lahan pertanian yang pesat. Adapun instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam teknik ini adalah ceklist dan peta dasar.

b. Wawancara (Interview)

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang membantu dan melengkapi pengumpulan data yang tidak dapat diungkapkan melalui observasi. Teknik wawancara dalam penelitian ini ditujukan kepada pihak-pihak lain (pemerintah, pengembang, dan tokoh masyarakat) yang secara tidak langsung mempengaruhi dinamika masyarakat, konversi lahan pertanian dan pengetahuan tentang lingkungan di Kawasan Bandung Utara. Adapun instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam teknik ini adalah pedoman wawancara (interview guide).


(47)

c. Kuesioner

Kuesioner sebagai suatu teknik pengumpulan data, dengan memperhitungkan jumlah responden dan siapa yang menjadi responden kuesioner. Dalam penelitian ini teknik kuesioner dilakukan terhadap rumah tangga di Kawasan Bandung Utara. Adapun instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam teknik ini adalah daftar kuesioner.

d. Studi Dokumentasi

Untuk melengkapi data dalam analisa masalah yang diteliti, diperlukan informasi dari dokumen-dokumen yang ada hubungannya dengan masalah penelitian, untuk itu dilakukan studi dokumentasi dengan overlay peta. Dalam penelitian ini, studi dokumentasi digunakan untuk menelaah sejumlah dokumen yang berkaitan dengan dinamika masyarakat, konversi lahan pertanian dan pengetahuan tentang lingkungan di Kawasan Bandung Utara.

e. Studi Pustaka

Dalam penelitian kita memerlukan data yang bersifat teoritis, untuk itu kita harus mempelajari pustaka yang sesuai dengan masalah penelitian. Dalam penelitian ini, studi pustaka digunakan untuk mempelajari teori, prinsip, konsep, dan hukum-hukum yang berkaitan dengan dinamika masyarakat, konversi lahan pertanian dan pengetahuan tentang lingkungan.

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, Lihat Tabel 3.3.


(48)

No Permasalahan dan Pertanyaan

Penelitian

Konsep Variabel Indikator dan Aspek

Tujuan Pengumpulan

Data

Sumber Data Teknik Pengumpulan

Data

Instrumen Pengumpulan

Data

1 Bagaimanakah dinamika masyarakat yang terjadi di Kawasan Bandung Utara

Dinamika masyarakat

Dinamika

masyarakat 

Jumlah penduduk  Luas wilayah

total Mendeskripsikan dinamika masyarakat di Kawasan Bandung Utara Data Sekun-der Skala Makro 

Kuesioner Studi Pustaka Dokumentasi Daftar Kuesioner Pedoman Observasi 2 Bagaimanakah

konversi lahan pertanian yang terjadi di Kawasan Bandung Utara Konversi lahan pertanian

Konversi lahan

pertanian 

Luas

penggunaan lahan

 Luas konversi lahan  Kebijakan pengemba-ngan wilayah Mendeskripsikan konversi lahan pertanian di Kawasan Bandung Utara Data Sekun-der Skala Makro 

Kuesioner Studi Pustaka Dokumentasi Daftar Kuesioner Pedoman Observasi

3 Bagaimanakah pengaruh dinamika masyarakat terhadap pengetahuan tentang lingkungan di Dinamika masyarakat (yang mempengaruhi pengetahuan tentang lingkungan) Tekanan penduduk terhadap lahan Jumlah penduduk dalam RTP Luas lahan

pertanian Mengkaji dinamika masyarakat yang mempengaruhi pengetahuan tentang lingkungan di Kawasan Data Primer Skala Mikro 

Kuesioner Wawancara Daftar Kuesioner Pedoman Wawancara Status sosial Tingkat

Pendidikan 


(49)

Kondisi kesehatan Hubungan

dengan tetangga Status ekonomi Jenis

pekerjaan Tingkat

pendapatan Gaya hidup Kondisi rumah

Media informasi Persepsi thd

investasi Persepsi thd

pendidikan keluarga Perilaku

keruangan

Keputusan pemilihan ruang Persepsi

terhadap nilai lahan

Rent ricardian Rent lokasi Rent

lingkungan  Rent sosial Rent politik Sambungan Tabel 3.3


(50)

4 Bagaimanakah pengaruh konversi lahan pertanian terhadap pengetahuan tentang lingkungan di Kawasan Bandung Utara Konversi lahan (yang mempengaruhi pengetahuan tentang lingkungan) Perubahan luas lahan Luas lahan pertanian yang dimiliki/ dikuasai, meliputi aspek:  Luas lahan

yang dimiliki sekarang  Luas lahan

yang pernah dijual

 Waktu/ tahun penjualan  Alasan penjualan lahan Mengkaji konversi lahan pertanian yang mempengaruhi pengetahuan tentang lingkungan di Kawasan Bandung Utara Data Primer Skala Mikro 

Kuesioner  Wawancara Daftar Kuesioner Pedoman Wawancara Perubahan pemilikan/ penguasaan lahan Status pemilikan/ penguasaan lahan pertanian, meliputi aspek:  Status sebelum dijual

 Status setelah

Bersambung…


(51)

meliputi aspek:  Fungsi lahan

sebelum dijual

 Fungsi lahan setelah dijual 5 Konsep:

Lingkungan Variabel: Pengetahuan tentang lingkungan Keserasian dengan lingkungan alam (Kualitas Lingkungan) Ketersediaan dan pemanfaatan lingkungan hidup sebagai sumberdaya secara memadai Ketersediaan dan pemanfaatan air sebagai sumber daya secara memadai Ketersediaan dan pemanfaatan tanah (soil) sebagai

- Data

Primer

Skala Mikro 

Kuesioner  Wawancara Daftar Kuesioner Pedoman Wawancara Bersambung…


(52)

memadai Ketersediaan

dan

pemanfaatan lahan (land) produksi sebagai sumber daya secara memadai Ketersediaan

dan

pemanfaatan udara sebagai sumber daya secara memadai Keserasian

dengan lingkungan sosial (Kualitas Bermasyarakat)

 Solidaritas sosial dan persamaan hak dalam memanfaat kan air sebagai sumberdaya  Solidaritas Sambungan Tabel 3.3


(53)

hak dalam memanfaat kan tanah sebagai sumberdaya  Solidaritas

sosial dan persamaan hak dalam memanfaat kan lahan sebagai sumberdaya  Solidaritas

sosial dan persamaan hak dalam memanfaat kan udara sebagai sumberdaya  Keserasian

antara jumlah penduduk dengan kondisi Sambungan Tabel 3.3


(54)

(55)

2. Pengembangan Instrumen

Suatu instrumen pengukuran yang kredibel harus memenuhi syarat validitas dan reliabilitas. Suatu instrumen memenuhi syarat validitas jika dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Sementara itu, reliabilitas menunjuk pada konsistensi, akurasi, dan stabilitas nilai hasil skala pengukuran.

Berdasarkan hal tersebut, maka strategi pengembangan instrumen dilakukan melalui prosedur sebagai berikut:

a. Melakukan analisis deduktif, yaitu mengembangkan instrumen berdasarkan teori-teori yang relevan. Hal ini untuk memenuhi validitas isi (content validity), yaitu bahwa item-item instrumen mencerminkan domain konsep dari variabel yang diteliti.

b. Melakukan uji kuesioner, yaitu dengan mengumpulkan data terlebih dahulu melalui penyebaran instrumen uji coba yang kemudian dianalisis dengan teknik korelasi product moment dari Pearson. Kuesioner yang disebarkan kepada 40 responden dalam ujicoba, yang dikembalikan serta memenuhi syarat untuk dianalisis ada sejumlah 40 kuesioner. Kuesioner ini disebarkan kepada para pemilik lahan pertanian di wilayah-wilayah yang termasuk Kawasan Bandung Utara yaitu Kecamatan Cimahi Utara Kota Cimahi; Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat; Kecamatan Coblong Kota Bandung; dan Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung. Hal ini dilakukan untuk melakukan pengujian validitas internal atau konstruk (construct validity). Validitas konstruk berkaitan dengan


(56)

tingkatan skala instrumen yang harus mencerminkan dan berperan sebagai konsep yang sedang diukur tersebut.

c. Bersamaan dengan langkah kedua dan melalui data kuesioner, dilakukan juga pengujian validitas eksternal atau kriteria (criteria validity). Validitas eksternal menyangkut pada tingkatan skala instrumen yang mampu memprediksi variabel yang dirancang sebagai kriteria. Item dinyatakan valid jika koefesien signifikansi pada tabel correlations lebih kecil dari α (taraf kepercayaan) yang ditetapkan sebesar 0,05. Jika sebaliknya yang terjadi, yaitu ρ value > 0,05 maka item dinyatakan tidak valid.

d. Langkah berikutnya adalah melakukan pengujian reliabilitas instrumen pada seluruh item yang sudah dinyatakan valid. Pengujian dilakukan dengan model internal consistency melalui teknik belah dua yang dianalisis dengan rumus Spearman Brown. Jika koefesien korelasi (ρ value) hasil perhitungan ≥ 0,8 maka instrumen dinyatakan reliabel.

Seluruh pengolahan data uji coba untuk pengujian validitas dan reliabilitas menggunakan program SPSS (Statistical Program for Social Science) Ver.12.0.

F. Teknik Analisis Data 1. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data digunakan untuk analisis dan menguji hipotesis dari data penelitian. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis kuantitatif, dengan metode analisa statistik sebagai berikut:


(57)

a. Teknik Analisis Deskriptif

Untuk memberikan gambaran mengenai masing-masing variabel X dan Y, maka digunakan analisis deskriptif. Selain itu, dilakukan analisis menggunakan teknik analisis crosstabs atau tabulasi silang yang berfungsi untuk menampilkan tabulasi silang antara variabel-variabel yang terdaftar pada kolom dan baris.

b. Teknik Analisis Korelasi

Digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan antara kelompok variabel dinamika masyarakat dan konversi lahan pertanian dengan variabel pengetahuan tentang lingkungan. Analisis korelasi pada studi ini menggunakan teknik analisis korelasi Spearman, yang digunakan untuk variabel yang mempunyai data pengukuran ordinal dengan memberikan peringkat pada nilai data dari yang terkecil hingga yang terbesar. Setelah pemberian peringkat kepada tiap data, kemudian selisih rangking untuk setiap pasangan data ditentukan. Korelasi antar variabel diperlihatkan oleh nilai koefisien korelasi yang memiliki besaran antara -1 dan 1. Apabila nilai koefisien korelasi mendekati nilai 1 berarti memiliki hubungan yang erat. Selain itu, juga diperlihatkan oleh nilai signifikansi, dimana apabila nilai signifikansi (Sig.) < 0,05 berarti hubungan antar variabel memiliki keterkaitan. Sedangkan, jika nilai signifikansi (Sig.) > 0,05 maka hubungan antar kedua variabel tidak signifikan.

Data yang dibutuhkan dalam analisis ini adalah data yang dikelompokkan ke dalam satu atau lebih variabel bebas (independent variable) serta variabel tidak bebas (dependent variable). Konsep dasarnya menganggap bahwa variabel tidak


(58)

bebasnya mempunyai hubungan sebab akibat dengan salah satu atau lebih variabel bebas yang diidentifikasikan.

Korelasi pangkat Spearman didasarkan pada skala variabel ordinal, artinya variabel observasi diurutkan menurut tingkat, pangkat, atau besarnya (Suryatna

Rafi’i, 1983:168). Dalam penelitian ini, teknik korelasi pangkat Spearman digunakan untuk memberikan eksplanasi (1) dinamika penduduk yang berkorelasi dengan pengetahuan tentang lingkungan, dan (2) konversi lahan pertanian yang berkorelasi dengan pengetahuan tentang lingkungan di Kawasan Bandung Utara. Sejauhmana dinamika masyarakat dan konversi lahan pertanian dengan variabelnya sebagai variabel bebas berpengaruh terhadap pengetahuan tentang lingkungan sebagai variabel tidak bebas.

c. Uji t Student (t)

Untuk menguji tingkat signifikansi dari setiap variabel bebas secara parsial terhadap variabel terikat, digunakan uji t student. Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan pengujian t yang dihitung (thitung) terhadap nilai t berdasarkan

distribusi t dengan tingkat kepercayaan tertentu (ttabel), dengan derajat kebebasan

n-k. Adapun kriteria uji signifikansi hipotesis sebagai berikut :

1) Jika thitung  ttabel = maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya variabel X

berpengaruh secara signifikan terhadap variabel Y.

2) Jika thitung  ttabel = maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya variabel X


(59)

d. Teknik Analisis Regresi Ganda

Analisis regresi bertujuan untuk mengukur kekuatan hubungan di antara variabel-variabel yang terdaftar sebagai prediktor. Selain itu, berfungsi untuk memberikan suatu bentuk atau pola hubungan dari variabel independen (bebas) dengan variabel dependen (terikat). Analisis regresi merupakan teknik analisis yang banyak digunakan dalam statistik atau ekonometrik. Teknik ini bertitik tolak pada identifikasi hubungan antar variabel, sedangkan arti hubungan itulah yang masih harus dibuktikan.

Keuntungan teknik analisis ini dibandingkan dengan teknik yang lain adalah: (1) kita tidak perlu tahu secara pasti untuk mengetahui adanya hubungan antar variabel tersebut, (2) pemilihan variabel dapat bersifat apriori, (3) teknik analisis digunakan disertasi proses kalibrasi sekaligus, sehingga memungkinkan untuk dipakai uji ketepatan/kesesuaian teknik analisis untuk menguji keandalannya.

Data yang dibutuhkan dalam analisis ini adalah data yang dikelompokkan ke dalam satu atau lebih variabel bebas (independent variable) serta variabel tidak bebas (dependent variable). Konsep dasarnya menganggap bahwa variabel tidak bebasnya mempunyai hubungan sebab akibat dengan salah satu atau lebih variabel bebas yang diidentifikasikan.

Prosedur regresi ganda yang digunakan dalam perhitungan regresi adalah menerapkan metode enter. Metode enter adalah metode yang digunakan untuk mendapatkan persamaan regresi dengan memasukkan seluruh variabel secara


(1)

Alokasi ruang dalam kegiatan penataan ruang tidak hanya menata berbagai kegiatan pembangunan secara spasial yang dikaitkan dengan kesesuaian lahan saja, tapi juga memperhitungkan dan mempertimbangkan dampak yang terjadi akibat pembangunan terhadap lingkungan agar dampak negatif dapat dihindari dalam rangka tercapainya tujuan pembangunan yang berkelanjutan. Jika dinamika masyarakat dan konversi lahan yang terjadi di Kawasan Bandung Utara dibiarkan semakin meningkat dan mempengaruhi kelestarian lingkungannya, maka baik Kawasan Bandung Utara maupun kawasan perkotaan di bawahnya akan mengalami kekeringan, karena ketiadaaan lahan dan air sebagai sumberdaya alam.

B. Implikasi

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, terdapat beberapa implikasi bagi pelaksanaan konversi lahan pertanian di Kawasan Bandung Utara sebagaimana etika dasar kebijakan penggunaan lahan. Konversi lahan yang terjadi di Kawasan Bandung Utara tidak dapat di stop, namun dapat diarahkan pada: (1) konversi lahan dengan keuntungan umum yang maksimal; (2) konversi lahan dengan pembagian keadilan; (3) konversi lahan dengan mencegah kerugian; (4) konversi lahan untuk penggunaan tanah yang baik; (5) konversi lahan dengan memperhatikan kewajiban lingkungan; (6) konversi lahan dengan mempertimbangkan kewajiban untuk masa depan; (7) konversi lahan berdasarkan pilihan gaya hidup dan karakter masyarakat; (8) konversi lahan menghindarkan paternalisme dan pengambilan resiko; (9) konversi lahan dengan harapan dan


(2)

penepatan janji; (10) konversi lahan dengan hak istimewa dari pemilik lahan dan penggunaannya; (11) konversi lahan dengan kewajiban penggunaan tanah sesuai peraturan perundang-undangan; (12) konversi lahan melalui proses politik keadilan dan kejujuran; serta (13) konversi lahan untuk pengembangan etika lahan. Idealnya, etika tersebut dapat dilaksanakan melalui aturan-aturan yang lebih spesifik berdasarkan landasan teori, untuk menyelesaikan permasalahan konversi lahan yang terjadi serta pengaruhnya terhadap pengetahuan tentang lingkungan.

Selain terdapat implikasi bagi kebijakan pelaksanaan konversi lahan, terdapat juga beberapa implikasi bagi kebijakan kelestarian lingkungan, khususnya kebijakan kelestarian lingkungan di Kawasan Bandung Utara.

Pertama, dinamika masyarakat terjadi di wilayah yang mengalami perubahan baik secara alamiah maupun akibat proses urbanisasi terutama di kawasan pinggiran kota yang kemudian tumbuh dan berkembang membentuk Mega Urban Region (MUR), di mana fenomena inipun terdapat di Kawasan Bandung Utara. Pertambahan jumlah penduduk di perkotaan yang sangat tinggi membawa dampak pada meningkatnya kebutuhan pelayanan prasarana dan sarana perkotaan yang pada akhirnya meningkatkan kebutuhan tanah. Selain itu, meningkatnya kegiatan sosial dan ekonomi di perkotaan sebagai bagian dari pertumbuhan dan perkembangan kota juga merupakan penyebab meningkatnya permintaan terhadap lahan perkotaan. Sementara itu, terbatasnya persediaan lahan perkotaan menyebabkan terus meningkatnya nilai lahan di perkotaan, sehingga


(3)

untuk memenuhi permintaan kebutuhan lahan perkotaan mengakibatkan terjadinya konversi lahan di wilayah pinggiran kota, kemudian pada gilirannya akan mempengaruhi kelestarian lingkungan di wilayah tersebut. Kondisi ini memberi implikasi bahwa perlu adanya kebijakan yang dapat menyelaraskan antara meningkatnya dinamika masyarakat dan pembangunan dengan ketersediaan lahan perkotaan.

Kedua, Di negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, terjadi konversi lahan yang cepat dari pertanian subur ke penggunaan non pertanian terutama dalam wilayah yang pertumbuhannya dipengaruhi oleh pusat-pusat kegiatan perkotaan. Karena penggunaan lahan lebih diarahkan pada penggunaan yang lebih menguntungkan, yang memiliki nilai ekonomi lahan tinggi, maka perubahan penggunaan lahan di Kawasan Bandung Utara perlu memperhatikan fungsi yang dimiliki kawasan. Sebagai kawasan yang memiliki fungsi lindung dan resapan air bagi dirinya dan daerah di bawahnya, maka konversi lahan pertanian di Kawasan Bandung Utara perlu memperhatikan peruntukan yang telah ditentukan melalui Rencana Tata Ruang Wilayahnya. Meskipun konversi lahan merupakan hal yang tidak dapat dicegah dalam proses perkembangan perkotaan, namun perlu adanya kebijakan yang lebih tegas yang mengatur perubahan fungsi lahan, dimana konversi diperbolehkan hanya pada lahan-lahan pertanian non-produktif.

Ketiga, kebijakan pengendalian konversi lahan sawah ke depan seyogyanya tidak hanya mengandalkan pendekatan yuridis tetapi didukung pula


(4)

dengan pendekatan ekonomi dan sosial, untuk mencapai tiga sasaran yaitu: (1) menekan intensitas faktor ekonomi dan sosial yang dapat merangsang konversi lahan pertanian; (2) mengendalikan luas, lokasi, dan jenis lahan pertanian yang dikonversi dalam rangka menekan potensi dampak negatif yang ditimbulkan; serta (3) menetralisir dampak negatif konversi lahan pertanian melalui kegiatan investasi yang melibatkan dana masyarakat, terutama kalangan swasta pelaku konversi lahan.

Keempat, untuk dapat menjaga kelestarian lingkungan di Kawasan Bandung Utara dengan tetap menjaga keserasian dan keseimbangan lingkungannya, maka perlu pemahaman bersama tentang pentingnya fungsi utama kawasan sebagai kawasan lindung dan kawasan resapan air. Selain itu, pembangunan yang dilakukan di Kawasan Bandung Utara harus benar-benar merupakan pembangunan yang berkelanjutan atau sustainable development. Melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, telah dijelaskan bahwa pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Pembangunan berwawasan lingkungan dapat disamaartikan dengan pembangunan berkelanjutan, karena sebenarnya esensi berkelanjutan pembangunan tidak lain adalah komitmen terhadap kelestarian mutu dan fungsi lingkungan (Azhari, 1997:26).


(5)

Kelima, Pendidikan IPS dan pembelajaran IPS yang memiliki penekanan pada manusia dan lingkungannya, dapat menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi dinamika masyarakat, konversi lahan, serta pengetahuan tentang lingkungan. Konsep dinamika masyarakat, konversi lahan, serta pengetahuan tentang lingkungan menjadi input bagi materi pembelajaran Pendidikan IPS, sebagai bahan pengajaran dan strategi pembelajaran. Hasil pembelajaran dengan materi dan strategi tersebut diharapkan dapat mencapai tujuan Pendidikan IPS, yaitu menjadi warganagera yang baik (good citizenship).

C. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dalam penelitian, maka perlu dikemukakan rekomendasi bagi pihak-pihak yang terkait dan yang memiliki kepentingan dengan hasil penelitian ini. Pihak-pihak yang berkaitan dan berkepentingan, diantaranya dari pihak masyarakat (terutama penduduk), pihak swasta (pengembang dan investor), pihak pemerintah (para perencana daerah serta para perencana pendidikan dan pembelajaran), serta para peneliti lanjutan.

Meskipun dinamika masyarakat dan konversi lahan adalah hal tidak dapat dicegah seiring dengan perkembangan wilayah di perkotaan, namun bagi Kawasan Bandung Utara diperlukan kebijaksanaan pengendalian atau pencegahan konversi lahan pertanian yang mampu mengendalikan atau menertibkan pembangunan yang masih berlangsung.


(6)

Pertama, masyarakat perlu memiliki pengetahuan bahwa keterbatasan dalam kegiatan pembangunan di suatu wilayah, diantaranya disebabkan karena kondisi fisiknya. Kedua, pihak pengembang atau investor, dalam kegiatan pembangunan perlu mempertimbangkan aspek lingkungan hidup suatu kawasan, jangan semata-mata aspek ekonomi, perlu mempertimbangkan pembangunan yang berwawasan lingkungan dan pembangunan yang berkelanjutan. Ketiga, pemerintah daerah perlu membuat dan menerapkan peraturan yang berkaitan dan berlaku secara tegas serta adil kepada semua pihak. Disadari bahwa untuk pengembangan dan pembangunan di Kawasan Bandung Utara telah terdapat cukup kebijakan yang mengaturnya, misalnya Rencana Tata Ruang Wilayah, Rencana Detail Tata Ruang Wilayah, serta Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan. Namun kenyataan menunjukkan bahwa aplikasi dari kebijakan tersebut masih belum optimal. Keempat, kepada para perencana pendidikan dan pembelajaran, perlu memperluas materi hubungan antara manusia dengan lingkungan. Dalam lingkup Pendidikan IPS, pemahaman hubungan tersebut hendaknya tidak hanya dibatasi pada pendidikan formal, namun juga diperluas pada pendidikan non-formal. Kelima, karena penelitian ini masih memiliki sejumlah keterbatasan, terutama dalam pengungkapan aspek-aspek pada variabel penelitian, maka bagi para peneliti yang berminat, dapat melanjutkan penelitian antara lain dengan fokus pada pengaruh Pendidikan IPS terhadap kelestarian lingkungan, pengembangan model pendidikan lingkungan, atau dengan fokus yang sama pada kawasan yang berbeda.