PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING BERBASIS NILAI-NILAI BUDAYA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI PESERTA DIDIK :Studi Pengembangan Program BK Berbasis Nilai-nilai Budaya di SMA Negeri se-Kota Palangka Raya Tahun Ajaran 2012/2013.

(1)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING

BERBASIS NILAI-NILAI BUDAYA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI PESERTA DIDIK (Studi Pengembangan Program BK Berbasis Nilai-nilai Budaya di SMA Negeri se-Kota Palangka Raya Tahun Ajaran 2012/2013)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh:

Heru Nurrohman NIM: 1101150

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2013


(2)

ii

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING

BERBASIS NILAI-NILAI BUDAYA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI PESERTA DIDIK

Oleh Heru Nurrohman

S.Pd Universitas Muhammadiyah Palangkaraya, 2010

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Bimbingan dan Konseling

© Heru Nurrohman 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,


(3)

iii Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING

Pembimbing I

Prof. Dr. H. Cece Rakhmat, M.Pd NIP. 195204221976031004

Pembimbing II

Dr. Hj. Euis Farida, M.Pd NIP. 195901101984032001

Diketahui oleh:

Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

Dr. H. Nandang Rusmana, M.Pd. NIP. 196005011986031004


(4)

iv Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu


(5)

iv Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

ABSTRAK

Heru Nurrohman. (2013). Program Bimbingan dan Konseling Berbasis

Nilai-nilai Budaya untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik (Studi Pengembangan Program Bimbingan dan Konseling Berbasis Nilai-nilai Budaya di SMA Negeri se-Kota Palangka Raya).

Program bimbingan dan konseling berbasis nilai-nilai budaya dalam penelitian ini didasari pemikiran bahwa, perubahan sosial-budaya yang begitu cepat dan masif membuat peserta didik mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri. Ketidakmampuan menyesuaikan diri baik terhadap tuntutan lingkungan sosial budaya (keluarga, sekolah, dan masyarakat) maupun kebutuhan pribadi, menyebabkan peserta didik berperilaku amoral yang bertentangan dengan norma (nilai), sehingga peserta didik membutuhkan bantuan bimbingan dan konseling untuk menginternalisasikan nilai-nilai sebagai pedoman dalam menyesuaikan diri. Layanan bimbingan dan konseling yang berakar pada budaya Indonesia, memerlukan sebuah konsep teoretik dan empirik yang mampu mengintegrasikan nilai-nilai pada seluruh bahan dan proses layanan bimbingan dan konseling sehingga mampu mengakselerasi pertumbuhan moral peserta didik. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian dan pengembangan (research and

development). Tahapan-tahapan untuk mengembangkan program meliputi:

persiapan pengembangan program, merancang program hipotetik, uji kelayakan program, revisi program hipotetik, uji coba terbatas, revisi hasil uji coba terbatas, pengujian lapangan, merancang program akhir, dan diseminasi program. Hasil pengujian lapangan menunjukkan bahwa program bimbingan dan konseling berbasis nilai-nilai budaya efektif untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri peserta didik, baik dari segi aspek maupun pada tiap indikatornya. Program ini dapat diimplementasikan di sekolah-sekolah dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri peserta didik.


(6)

v Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

ABSTRACT

Heru Nurrohman. (2013). Guidance and Counseling Culture Values Based

Program to Enhance Students Adjustment Ability (Study Development Guidance and Counseling Cultural Values Program Based in High School as the City of Palangka Raya).

Guidance and counseling culture values based program in this study is based on the consideration that socio-cultural changes so quickly and massively, thus make it difficult for the students to adjustment. The Inability to adjustment well to the requirement of social environment (family, school, and community) as well as personal needs, causing the students to behave immorally which is a contradiction and against the norm (value), thus the students need a guidance and counseling assistance to the values as a guideline in adjusting. In providing a guidance and counseling services which based on Indonesian culture, a theoretical and empirical concept which is capable of integrating the values is required for the whole process and material of guidance and counseling services in order to accelerate the moral growth of the students. This study uses the research and development approach. The Steps to develop the program including: program development preparation, hypothetical programme design, program feasibility test, hypothetical program revision, limited testing, limited testing results revision, field testing, final programme design, and programme dissemination. The field test results indicate that the guidance and counseling culture values based program is effective to improve the adjustment ability of the students, both in terms of aspects and on each indicator. This program can be implemented in schools in an effort to improve the adjustment ability of learners..

.


(7)

vi Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

MOTTO ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

UCAPAN TERIMAKASIH ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GRAFIK ... xviii

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah Penelitian ... 15

C. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian ... 18

D. Tujuan Penelitian ... 18

E. Manfaat Penelitian ... 19

BAB II KONSEP DASAR PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING BERBASIS NILAI-NILAI BUDAYA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI PESERTA DIDIK ... 20

A. Konsep Dasar Penyesuaian Diri ... 20

1. Definisi Penyesuaian Diri ... 20

2. Karakteristik Penyesuaian Diri ... 22

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri ... 24


(8)

vii Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

B. Konsep Dasar Nilai-nilai Budaya ... 37

1. Pengertian Nilai ... 37

2. Pengertian Budaya dan Kebudayaan ... 45

3. Pengertian Nilai Budaya ... 48

4. Kerangka Nilai-nilai Budaya ... 49

C. Konsep Dasar Bimbingan dan Konseling ... 64

1. Definisi Bimbingan dan Konseling ... 64

2. Tujuan Bimbingan dan Konseling ... 70

3. Fungsi Bimbingan dan Konseling ... 74

4. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling ... 77

5. Asas Bimbingan dan Konseling ... 79

6. Program Bimbingan dan Konseling ... 83

7. Program Bimbingan dan Konseling Berbasis Nilai-nilai Budaya . 88 a. Hakikat Bimbingan dan Konseling Berbasis Nilai Budaya ... 88

b. Peranan Budaya dalam Bimbingan dan Konseling ... 92

c. Pengembangan Program Bimbingan dan Konseling Berbasis Nilai-nilai Budaya ... 95

d. Kerangka Teoretik Program Bimbingan dan Konseling Berbasis Nilai-nilai Budaya ... 114

D. Penelitian Terdahulu ... 147

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 153

A. Lokasi dan Populasi Penelitian ... 153

1. Lokasi Penelitian ... 153

2. Populasi dan Sampel Penelitian ... 153

a. Populasi Penelitian ... 153

b. Sampel Penelitian ... 154

B. Metode Penelitian ... 156


(9)

viii Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

1. Program Bimbingan dan Konseling Berbasis Nilai-nilai Budaya .. 158

2. Penyesuaian Diri ... 160

D. Pengembangan Instrumen Penelitian ... 161

1. Pengembangan Kisi-kisi Instrument Penelitian ... 161

2. Penilaian Ahli (Judgment Expert) terhadap Instrumen Penelitian . 164 3. Uji Keterbacaan Instrumen Penelitian ... 165

4. Uji Coba Instrumen Penelitian ... 166

a. Pengujian Validitas Instrumen Penelitian ... 166

b. Pengujian Realibilitas Instrumen Penelitian ... 167

E. Prosedur dan Tahapan Penelitian ... 168

F. Analisa Data Penelitian ... 171

1. Analisis Profil Penyesuaian Diri ... 172

2. Analisis Efektivitaws Program Bimbingan dan Konseling Berbasis Nilai-nilai Budaya ... 173

G. Jadwal Penelitian ... 174

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 175

A. Hasil Penelitian Pendahuluan ... 175

1. Profil Penyesuaian Diri Peserta Didik Secara Umum ... 175

2. Profil Penyesuaian Diri Peserta Didik Tiap Aspek ... 177

B. Pembahasan Hasil Penelitian Pendahuluan ... 183

C. Validasi Rasional Program Bimbingan dan Konseling Berbasis Nilai-nilai Budaya ... 190

1. Dimensi Struktur Program ... 191

2. Dimensi Isi Program ... 192

D. Hasil Uji Coba Program Bimbingan dan Konseling Berbasis Nilai Budaya untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik ... 196


(10)

ix Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

E. Pembahasan Hasil Uji Efektivitas Program ... 218

F. Program Akhir yang sudah Teruji ... 224

1. Rasional ... 224

2. Asumsi ... 229

3. Misi Program ... 230

4. Deskripsi Kebutuhan ... 230

5. Tujuan Program ... 233

6. Kompetensi Konselor ... 234

7. Strategi Layanan ... 234

8. Rencana Operasional (Action Plan) ... 235

9. Pengembangan Satuan Pelayanan ... 238

10. Evaluasi dan Indikator Keberhasilan ... 238

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 241

A. Kesimpulan ... 241

B. Rekomendasi ... 242

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(11)

x Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Perbedaan Model Bimbingan dan Konseling Tradisional

dan Model Bimbingan dan Konseling Komprehensif ... 87

2.2 Dimensi Orientasi Nilai Budaya ... 101

2.3 Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa ... 108

2.4 Rencana Operasional Layanan Bimbingan dan Konseling Berbasis Nilai-nilai Budaya untuk Meningkkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri ... 142

3.1 Populasi Penelitian ... 154

3.2 Sampel Penelitian ... 155

3,3 Kisi-kisi Instrumen Penyesuaian Diri ... 163

3.4 Indeks Korelasi ... 167

3.5 Kategorisasi Kemampuan Penyesuaian Diri ... 172

3.6 Deskripsi Uji Program Bimbingan dan Konseling Berbasis Nilai-nilai Budaya untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik ... 173

3.7 Jadwal Penelitian ... 174

4.1 Profil Penyesuaian Diri Peserta Didik Secara Umum ... 176

4.2 Profil Penyesuaian Diri Aspek Penyesuaian Pribadi ... 177

4.3 Profil Penyesuaian Diri Aspek Penyesuaian Keluarga ... 179

4.4 Profil Penyesuaian Diri Aspek Penyesuaian Sekolah ... 180

4.5 Profil Penyesuaian Diri Aspek Penyesuaian Masyarakat ... 182

4.6 Harga Statistik Deskriptif Variabel Penyesuaian Diri Peserta Didik ... 197

4.7 Harga Statistik Deskriptif Tiap Aspek Variabel Penyesuaian Diri Peserta Didik ... 199 4.8 Harga Statistik Deskriptif Tiap Indikator Variabel


(12)

xi Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Penyesuaian Diri Peserta Didik ... 203

4.9 Profil Penyesuaian Diri Peserta Didik Berdasarkan Aspek dan Indikator . 230 4.10 Rencana Operasional Layanan Bimbingan dan Konseling

Berbasis Nilai-nilai Budaya untuk Meningkkatkan Kemampuan


(13)

xii Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

DAFTAR GRAFIK

Grafik Halaman

4.1 Profil Penyesuaian Diri Peserta Didik Secara Umum ... 176

4.2 Profil Penyesuaian Diri Aspek Penyesuaian Pribadi ... 177

4.3 Profil Penyesuaian Diri Aspek Penyesuaian Keluarga ... 179

4.4 Profil Penyesuaian Diri Aspek Penyesuaian Sekolah ... 180

4.5 Profil Penyesuaian Diri Aspek Penyesuaian Masyarakat ... 182

4.6 Perbandingan Skor Total Pasca Tes Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 198

4.7 Perbandingan Skor Tiap Aspek Pasca Tes Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 203

4.8 Perbandingan Skor Tiap Indikator Pasca Tes Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 217


(14)

xiii Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Wilayah Keterpaduan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur

Pendidikan Formal ... 10 2.1 Perbedaan pada Nilai ... 40 2.2 Persamaan/perbedaan pada nilai ... 42 2.3 Program Design and Implementation Guidance and Counseling

Comprehensive ... 116 2.4 Kerangka Teoritik Pengembangan Bimbingan dan Konseling

Berbasis Nilai-nilai Budaya ... 147 3.1 Multi Stage Cluster Sampling ... 155 3.2 Alur Proses Penelitian ... 156 3.3 Kerangka Teoritik Pengembangan Bimbingan dan Konseling

Berbasis Nilai-nilai Budaya ... 159 3.4 Alur Proses Penelitian Pengembangan Program Bimbingan dan Konseling

Berbasis Nilai-nilai Budaya untuk Meningkatkan Kemampuan

Penyesuaian Diri Peserta Didik ... 171 4.1 Kerangka Program Bimbingan dan Konseling Berbasis Nilai-nilai Budaya . 240


(15)

xiv Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

I. Surat-surat

II. Instrumen Penelitian III. Jawaban Responden

IV. Uji Validitas dan Reliabilitas

V. Profil Penyesuaian Diri Peserta Didik VI. Data Pre Test dan Post Test Peserta Didik VII. Uji Statistik dan Efektifitas Program

VIII. Program Bimbingan dan Konseling Berbasis Nilai-nilai Budaya IX. Satuan Kegiatan Layanan Bimbingan dan Konseling


(16)

1 Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keragaman budaya merupakan kenyataan yang ada sepanjang sejarah kehidupan manusia. Keragaman budaya memberikan makna unik bagi kehidupan suatu bangsa, yang harus dilestarikan dan diwariskan kepada generasi berikutnya. Karena kesadaran terhadap keragaman budaya memungkinkan bangsa itu memenuhi kebutuhan dan memperoleh ketahanan hidup, mencapai keterwujudan diri sebagai mahluk, mencapai kebahagiaan dan mengisi makna hidup. Ditegaskan pula dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No 52 Tahun 2007 pasal 1 ayat 3 dan pasal 2 ayat 1, bahwa:

Pelestarian adalah upaya untuk menjaga dan memelihara adat istiadat dan nilai sosial budaya masyarakat yang bersangkutan, terutama nilai-nilai etika, moral, dan adab yang merupakan inti dari adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat, dan lembaga adat agar keberadaannya tetap terjaga dan berlanjut. Pelestarian dan pengembangan adat istiadat dan nilai sosial budaya masyarakat dimaksudkan untuk memperkokoh jati diri individu dan masyarakat dalam mendukung kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.

Keragaman budaya atau “cultural diversity” adalah keniscayaan yang ada

di bumi Indonesia. Keragaman budaya di Indonesia merupakan sesuatu yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya dan secara historis bangsa Indonesia memang berangkat dari keanekaragaman budaya. Dalam konteks pemahaman masyarakat majemuk, selain kebudayaan kelompok suku bangsa, Indonesia juga terdiri dari


(17)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok suku bangsa yang ada di daerah tersebut.

Kementrian Dalam Negeri pada tahun 2012 mencatat jumlah penduduk Indonesia sebanyak 251.857.940 juta jiwa, dan tidak kurang dari 30 ribu pulau di Indonesia. Dari jumlah pulau tersebut, sebanyak 13.446 pulau telah diberi nama dan sekitar 17 ribu lainnya masih tanpa nama, di mana mereka tinggal tersebar dipulau-pulau tersebut. Mereka juga mendiami dalam wilayah dengan kondisi geografis yang bervariasi. Mulai dari pegunungan, tepian hutan, pesisir, dataran rendah, pedesaan, hingga perkotaan. Hal ini juga berkaitan dengan tingkat peradaban kelompok-kelompok suku bangsa dan masyarakat di Indonesia yang berbeda (http://www.kemendagri.go.id). Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia pada tahun 2000, menyatakan jumlah suku di Indonesia, yang berhasil terdata sebanyak 1.128 suku bangsa, dengan komposisi 1.072 etnik dan sub-etnik di Indonesia. Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Windu Nuryanti (2012) (http://www.menkokesra.go.id) mengatakan bahwa menurut hasil penelitian Indonesia memiliki sekitar 743 bahasa. Dari jumlah itu, 442 bahasa sudah dipetakan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, sebanyak 26 bahasa diantaranya ada di Sumatera, 10 bahasa di Jawa dan Bali, 55 bahasa di Kalimantan, 58 bahasa di Sulawesi, 11 bahasa di Nusa Tenggara Barat, 49 bahasa di Nusa Tenggara Timur, 51 bahasa di Maluku, serta 207 bahasa di Papua.

Bisa dikatakan bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat keaneragaman budaya atau tingkat heterogenitas yang tinggi. Tidak saja


(18)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

keanekaragaman budaya kelompok suku bangsa namun juga keanekaragaman budaya dalam konteks peradaban, tradisional hingga ke modern, dan kewilayahan.

Sejarah mencatat labuhnya kapal-kapal Portugis di Banten pada abad pertengahan misalnya telah membuka diri Indonesia pada lingkup pergaulan dunia internasional pada saat itu. Hubungan antar pedagang Gujarat dan pesisir Jawa juga memberikan arti yang penting dalam membangun interaksi antar peradaban yang ada di Indonesia. Singgungan-singgungan peradaban ini pada dasarnya telah membangun daya elastisitas bangsa Indonesia dalam berinteraksi dengan perbedaan. Disisi yang lain bangsa Indonesia juga mampu mengembangkan budaya lokal di tengah-tengah singgungan antar peradaban itu. Hal ini pula yang menjadikan bangsa Indonesia berbeda dan dapat dikatakan mempunyai keunggulan dibandingkan dengan bangsa lain. Dengan begitu, sudah seyogyanya arah pembangunan sumberdaya manusia terutama melalui pendidikan pun harus sejalan dengan esensi “multicultural” yang ada di Indonesia. Harrison (2000:81) berpendapat bahwa “… development is strongly influenced by a society‟s basic cultural values”. Menurut Matsumoto dan Juang (2008:1) mengatakan bahwa:

While this increasingly diversifying world has created a wonderful environment for personal challenge and growth, it also brings with it an increased potential for misunderstandings that can lead to confusion and

anger. “Diversity” is a buzzword for “difference,” and conflicts and

misunderstandings often arise because of these differences.

Keragaman budaya Indonesia merupakan modal besar untuk membawa bangsa ini maju sejajar dengan negara-negara besar lainnya. Untuk itu, modal yang besar ini perlu dimaksimalkan melalui gerakan pemberdayaan potensi budaya sebagai sarana kemajuan bangsa. Citrawan (2012:3) mengatakan bahwa


(19)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

kekayaan kultural Indonesia dapat menjadi aset berharga bangsa guna memperkaya peradaban dan kualitas hidup rakyat Indonesia, namun di sisi lain, tingkat diversitas kultural tersebut berpotensi menyebabkan dinamika kehidupan sosial masyarakat Indonesia menjadi rentan terhadap gesekan-gesekan.

Pada saat era reformasi dalam konteks nasional terasa getarannya seperti perubahan radikal, terasa pula ada penjungkirbalikan nilai-nilai yang telah kita miliki, menjadi porak poranda, dan hampir tercabut sampai ke akar-akarnya. Kita mengalami krisis multidimensional melanda kita, di bidang politik, ekonomi, hukum, nilai kesatuan dan keakraban bangsa menjadi longgar, nilai-nilai agama, nilai budaya dan ideologi terasa kurang diperhatikan, terasa pula pembangunan material dan spiritual bangsa tersendat, discontinue, unlinier dan unpredictable. Kita merasakan sekarang ini sering tampak perilaku masyarakat menjadi lebih korup bagi yang punya kesempatan, bagi rakyat awam dan rapuh tampak beringas dan mendemostrasikan sikap antisosial, antikemapanan, dan kontraproduktif serta goyah dalam keseimbangan rasio dan emosinya. (Sumantri, 2012 dalam http://www.setneg.go.id).

Bangsa kita juga telah mencatat puluhan bahkan ratusan perselisihan antar kelompok, ras, etnik dan agama sejak berdirinya bangsa ini. Berdasarkan data yang dimiliki Kementerian Dalam Negeri, jumlah konflik sosial pada tahun 2010 sebanyak 93 kasus. Kemudian menurun pada tahun 2011 menjadi 77 kasus. Namun kemudian meningkat lagi pada tahun 2012 menjadi 89 kasus hingga akhir bulan Agustus. (http://id.berita.yahoo.com/mendagri-minta-petakan-potensi-konflik-060016957.html). Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi mengatakan,


(20)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

“banyak konflik besar yang disebabkan masalah sepele”. Beberapa konflik yang berskala luas dan besar, diantaranya: Kerusuhan Ambon pada tahun 1999, insiden ini berasal dari perkelahian dua pemuda terkait uang sewa angkutan kota yang dibalut isu sosial, kecemburuan penduduk asli terhadap etnis pendatang BBM (Bugis-Buton-Makassar). Beberapa waktu kemudian kasus serupa terjadi di Poso, konflik Ambon dan Poso. Di tempat lain isu konflik yang berlatar belakang etnis terjadi antara etnis Madura dan Dayak di Pontianak dan meluas hingga kota Kualakapuas dan Samarinda. Insiden ini lagi-lagi berawal dari rebutan lahan parkir yang kemudian meluas menjadi konflik etnis. Ada pula kerusuhan yang bermotif rasisme. Kelompok etnis tertentu di Papua menggunakan ring tone yang isinya menghina kelompok etnis lain. pada Februari 2001 dan berlangsung sepanjang tahun itu. Pada 18 Februari 2001 pecah juga konflik di kota Sampit, Kalimantan Tengah dan meluas ke seluruh provinsi, termasuk ibu kota Palangka Raya. Konflik ini terjadi antara suku Dayak asli dan warga migran Madura dari pulau Madura. Konflik ini berawal dari percekcokan antara peserta didik dari berbagai ras di sekolah yang sama dan konflik antar pemuda. (http://id.wikipedia.org/wiki/ Konflik_Sampit). Masih hangat sekali diingatan kita konflik yang terjadi di Lampung Selatan pada tanggal 22 Januari 2012, antara Dusun Napal, Sidowaluyo, Sidomulyo dan Kota Dalam yang dipicu oleh pengendara sepeda motor yang tidak terima ditagih biaya parkir, kemudian keduanya berseteru dan baku hantam. Masih di Kabupaten Lampung Selatan, Minggu 28 Oktober 2012, Peringatan Hari Sumpah Pemuda dinodai bentrokan warga antar suku yang melibatkan warga Bali Nuraga, Kecamatan Way Panji,


(21)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

dengan warga Desa Agom, Kecamatan Kalianda yang dipicu kesalahpahaman antara dua remaja putri Desa Agom ketika jatuh mengendarai motor dan ditolong oleh sekelompok remaja Desa Balinuraga.

Di tempat lain Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendata bahwa, sedikitnya, sudah 17 pelajar meninggal dunia akibat tawuran di wilayah Jabodetabek sejak 1 Januari 2012 hingga 26 September 2012. Tidak lama lagi disusul dengan tawuran antar mahasiswa di Universitas Negeri Makassar (UNM) yang mengakibatkan dua orang tewas. Ini sangat bertentangan dengan harapan bahwa peserta didik merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan dapat menggantikan generasi-generasi terdahulu dengan kualitas fisik dan psikis yang lebih baik. Terlebih dalam menghadapi era global saat ini, kesiapan remaja sebagai bagian dari sumber daya manusia yang berpotensi sangatlah diharapkan peranannya untuk turut serta membangun bangsa agar dapat bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Realita di atas menunjukkan bahwa telah terjadi pertikaian di hampir seluruh elemen bangsa dan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bersimbolkan aneka perbedaan. Ironisnya, konflik tersebut disulut oleh masalah/pertentangan sepele antar individu, yang membesar sampai pada isu sektoral, etnis, dan suku. Harrison dan Huntington (2000: 81) berpendapat bahwa “world is divided into eight or nine major civilizations based on enduring cultural

differences that have persisted for centuries-and that the conflicts of the future will occur along the cultural fault lines separating these civilization.” Pendapat


(22)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Indonesia terutama terjadi di sepanjang jalur divisi budaya (cultural divisions). Statistik demografi, etnografi dan konflik tersebut menegaskan akan kebutuhan praktisi, pendidik, peneliti, dan pembuat kebijakan untuk memiliki kepentingan dalam menangani isu-isu keragaman budaya.

Langkah dan upaya penyembuhan dari penyimpangan perilaku fisik dan mental psikologis bangsa ini menurut Sumantri, (2012) (http://www.setneg.go.id) dapat dimulai dengan pendekatan agama, pendidikan dan kesejahteraan material dan spiritual. Yang utama memerlukan perhatian adalah membangkitkan kesadaran jiwa untuk menggairahkan peran hati nurani kita sebagai mahluk Tuhan, sebagai pribadi dan sebagai bangsa Indonesia. Kemudian perbaiki manajemen pendidikan nasional, semua harus sepakat mau dibawa ke mana bangsa ini dengan pendidikan, semua berhemat dengan biaya pendidikan. Semua harus jadi pendidik, jadi guru dan sekaligus jadi murid. Inilah revolusi pembelajaran yang inovatif yang dapat mendorong anak didik untuk belajar yang menyenangkan aktif dan produktif. Paradigma pendidikan masa sekarang yang sangat kita butuhkan adalah keseimbangan antara pembinaan intelek, emosi dan spirit, dengan mengembangkan pendidikan nilai budaya. Disinilah dirasa perlu pemikiran reformatif untuk mengkaji dan mengembangkan etnopedagogik sebagai sebuah alternative pendekatan berbasis kultural, dalam konteks budaya Indonesia. Dengan demikian, adalah penting untuk merefleksikan nilai-nilai budaya yang potensial untuk mendorong relevansi budaya dalam penelitian, praktek, pelatihan, dan pendidikan.


(23)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Pergeseran peran otoritas sistem pemerintahan dari pusat kepada otonomi daerah, berdampak pula kepada sistem pendidikan yang semula sentralistis menjadi desentralistis. Konsekuensi dari perubahan tersebut tentu saja berdampak pada aspek pendidikan. Gagasan dan semangat otonomi pendidikan misalnya, merupakan ruang baru yang menjadi wadah untuk menampung pelbagai aspek nilai positif di masyarakat atau daerah, yang relevan dengan tuntutan dan kebutuhan hidup masyarakat. Dengan format otonomi daerah, memberikan ruang khas bagi pendidikan untuk menanamkan nilai-nilai budaya menjadi bagian dari aspek edukatif. Strategi dan pendekatan pembelajaran akan memiliki makna dan nilai yang hidup, manakala proses edukatif itu berakar pada nilai-nilai budaya.

Kebudayaan tidak semata-mata sebuah hasil, melainkan juga sebuah proses. Kartadinata (2010: 19) mengatakan ”kebudayaan merupakan suatu proses dan sebagai hasil, dan pendidikan nasional adalah proses pembudayaan manusia Indonesia di dalam seting budaya nasional, sebagai kebudayaan puncak dari kebudayaan-kebudayaan daerah atau lokal.” Pendidikan membangun daya adaptabilitas budaya dan dalam hal tertentu pendidikan berfungsi sebagai terapi budaya/kultural. Persoalan yang tampak ialah bahwa pengembangan kebudayaan lebih berorientasi pada hasil, sebagai sebuah komoditi yang diukur dari nilai jual sehingga terjadi simplikasi makna adaptasi budaya, dan kurang menekankan kepada orientasi proses yang menekankan kepada pembentukan karakter, nilai kejuangan, patriotisme, dan cinta tanah air. Strategi upaya yang perlu dilakukan adalah mengkaji ulang pemisahan kebudayaan dari pendidikan secara


(24)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

kelembagaan dan membangun penyelenggaraan pendidikan sebagai proses pembudayaan.

Penguatan budaya adalah kekuatan lokal yang harus diangkat dan menjadi program unggulan pendidikan yang dapat memperkokoh jati diri bangsa dalam memasuki proses internasionalisasi pendidikan. Suryadi, (2011: 120) mengatakan “terbentuknya budaya dan karakter bangsa hanya dapat diwujudkan jika program dan proses pendidikan tidak terlepas dari lingkungan sosial, nilai budaya, dan nilai kemanusiaan”. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa “Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.” Dilanjutkan dalam pasal 4 ayat 1 dan 3 menyebutkan bahwa:

(1) Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. (3) Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.”

Kaidah-kaidah mendasar yang terkandung dalam Undang No. 20 tahun 2003 menggambarkan bahwa “…nilai budaya menjadi dasar pendidikan tetapi sekaligus sebagai nilai-nilai yang harus dikembangkan melalui pendidikan dalam konteks pencapaian tujuan pendidikan” (Kartadinata, 2010: 58). Oleh karena itu, pendidikan yang bermutu dilingkungan pendidikan haruslah merupakan pendidikan yang seimbang, tidak hanya mampu menghantarkan peserta didik pada


(25)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

pencapaian standar kemampuan profesional dan akademis, tetapi juga mampu membuat perkembangan yang sehat dan produktif. Para peserta didik di lingkungan pendidikan umumnya adalah orang-orang yang sedang mengalami proses perkembangan yang memiliki karakteristik, kebutuhan, dan tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhinya. Pencapaian standar kemampuan professional/akademis dan tugas-tugas perkembangan peserta didik memerlukan kerjasama yang harmonis antara para pengelola dan pelaksana manajemen pendidikan, pengajaran, serta bimbingan dan konseling sebab ketiganya merupakan bidang-bidang utama dalam pencapaian tujuan pendidikan. Berikut ini adalah gambar keterkaitan ketiga bidang/pilar pendidikan dalam Rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam jalur Pendidikan Formal (2007: 1): Wilayah Bimbingan & Konseling yg Memandirikan Wilayah Manajemen & Kepemimpinan Wilayah Pembelajaran yg Mendidik Manajemen & Suvervisi Pembelajaran Bidang Studi Bimbingan & Konseling Tujuan: Perkem-bangan Optimal Tiap Peserta Didik Gambar 1.1

Wilayah Keterpaduan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal

Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah/madrasah, bukan hanya karena ada landasan hukum (perundang-undangan) atau ketentuan dari pemerintah, namun yang lebih penting adalah


(26)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik agar mampu mengembangkan potensinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya baik aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral-spiritual. Temuan studi Kartadinata (1993) menunjukkan bahwa bimbingan dan konseling di sekolah dirasakan bermanfaat oleh peserta didik dalam pengembangan diri, walaupun pola pikir dan perilaku yang dikembangkan belum terwujud dalam perilaku aktual yang mapan. Peserta didik menaruh harapan (ekspektasi) yang cukup tinggi terhadap layanan bimbingan dan konseling untuk membantu dirinya dalam hal: memahami dirinya dan lingkungan, memahami nilai-nilai, memperoleh informasi (pendidikan maupun pekerjaan), mengembangkan rencana karir, mengembangkan dan memperbaiki sifat diri, mengembangkan interaksi sosial dan kehidupan beragama.

Peserta didik sebagai individu yang pada umumnya adalah remaja sedang berada dalam proses berkembang atau menjadi (on becoming), yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Untuk mencapai kematangan tersebut, peserta didik memerlukan bimbingan karena mereka masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman dalam menentukan arah kehidupannya. Di samping itu terdapat suatu keniscayaan bahwa proses perkembangan peserta didik tidak selalu berlangsung secara mulus, atau bebas dari masalah. Dengan kata lain, proses perkembangan itu tidak selalu berjalan dalam alur linier, lurus, atau searah dengan potensi, harapan dan nilai-nilai yang dianut.


(27)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Moral choices in real life situations are always clear-cut, that moral principles can be reduced to a bag of virtues and that there is a direct relationship between values and behaviours (Lockwood 1985/86, 1991, 1993). Based on these, at the least, doubtful assumptions, the theorists of character education define inventories of values—kindness, honesty, respect for authority, self-restraint, self-discipline, „the right to private property‟ (ibid.: 16), etc.3—that should be inculcated, therefore imposing their rationality upon the students. Underlying these proposals is the conception that young people are mere passive recipients of adult messages, denying the fact that the

meaning of values can depend on the individual‟s developmental

characteristics and results from a process of active construction on the part of the subject (see Menezes and Campos 1997 for an empirical validation of this

assumption). Moreover, as Lockwood ironically observes, „to be effective, it

appears that we must not only persuade teachers to be moral educators but

also persuade young people to pay attention to them‟ (1993:75).

Perkembangan peserta didik tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik maupun sosial. Hurlock (Yusuf, 2010: 196) mengemukakan bahwa tugas-tugas perkembangan merupakan “social expectations” (harapan-harapan sosial masyarakat). Dalam arti setiap kelompok budaya mengharapkan para anggotanya menguasai keterampilan tertentu yang penting dan memperoleh pola perilaku yang disetujui bagi berbagai usia sepanjang rentang kehidupan. Harapan ini merupakan persoalan yang tidak mudah bagi peserta didik. Kehidupan peserta didik sering diwarnai dengan berbagai peristiwa yang menimbulkan pertentangan dengan lingkungan. Oleh karena itu tugas konselor sebagai seorang

psychoeducator menurut Kartadinata (2011: 91) harus kompeten dalam hal

memahami kompleksitas interaksi individu dengan lingkungan dalam ragam konteks sosial-budaya; intervensi intrapersonal dan interpersonal dan lintas budaya”. Kehidupan sosial budaya suatu masyarakat merupakan sistem terbuka yang selalu berinteraksi dengan sistem lain. Keterbukaan ini mendorong terjadinya pertumbuhan, pergeseran, dan perubahan nilai dalam masyarakat yang


(28)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

akan mewarnai cara berfikir dan perilaku individu. Corsini (Suherman, 2012: 9) mengatakan bahwa perubahan-perubahan sosial yang begitu cepat (rapid social

changes), sebagai konskuensi dari moderenisasi, industrialisasi, kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi telah mempengaruhi nilai-nilai moral etika dan gaya hidup (value system and way of life). Tidak semua individu mampu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan sosial tersebut, kadang-kadang dapat membuat individu jatuh sakit atau mengalami gangguan penyesuaian diri (adjustment

disorder).

Perubahan-perubahan tata nilai kehidupan (psycho-social change) tersebut menurut Suherman, (2012: 9) dapat kita lihat pada: (1) pola hidup masyarakat yang semula sosial-religius cenderung ke arah pola kehidupan masyarakat individual, materialistis dan sekuler; (2) pola hidup yang semula sederhana dan produktif, cenderung ke arah pola hidup mewah, konsumtif, dan serba instan; (3) struktur keluarga yang semula keluarga besar (extended family), cenderung ke arah keluarga inti (nuclear family), bahkan sampai pada keluarga tunggal single

parent family); (4) hubungan kekeluargaan yang semula erat dan kuat, cenderung

menjadi longgar dan rapuh (loose family relationship); (5) nilai-nilai religius dan tradisional di dalam masyarakat, cenderung berubah menjadi masyarakat modern yang bercorak sekuler dan serba boleh serta toleransi berlebihan (permissive

society); dan (6) ambisi karir dan materi yang sebelumnya menganut azas-azas

hukum dan moral serta etika, cenderung berpola tujuan menghalalkan segala cara. Nilai menjadi hal penting dalam perkembangan peserta didik karena nilai menjadi dasar pertimbangan moral bagi peserta didik dalam proses memilih dan


(29)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

mengambil keputusan. Suryadi (2011: 121) mengatakan “integrasi nilai dari seluruh bahan dan proses ajar dapat mengakselerasi pertumbuhan moral dan karakter peserta didik.” Tentu saja nilai tidak cukup hanya diajarkan, tetapi harus dilakukan dalam bentuk pembiasaan, pemahaman, keteladanan, dan aplikasi terus-menerus hingga peserta didik memperoleh makna dari suatu nilai. Memaknai suatu nilai bagi peserta didik bukanlah pekerjaan mudah, Nurihsan (2009: 2), mengatakan tugas bimbingan dan konseling adalah “membantu individu memelihara, menginternalisasi, memperhalus, dan memaknai nilai sebagai landasan dan arah pengembangan diri.” Upaya ini harus dilaksanakan secara proaktif sesuai tahap perkembangan remaja, dengan mengembangkan potensi yang dimiliki remaja dan memfasilitasi mereka secara sistemik dan terprogram untuk mencapai perkembangan yang optimal. Ahmadi (Rakhmat, 2011: 176) mengatakan bahwa:

Konseling berbasis budaya merupakan layanan konseling untuk konseli agar terjadi perkembangan berdasarkan kualitas individu manusia sebagai pelaku dan pembentuk budaya. Secara sederhana dapat dikatakan konseling berbasis budaya merupakan bentuk perlakuan konselor terhadap konseli melalui budayanya. Pendekatan tersebut mencoba mendekatkan konseli terhadap

culture value system (sistem nilai budaya) agar mampu memahami diri,

menerima diri, mengarahkan diri, dan mewujudkan diri dalam mencapai identitas kehidupannya yang bermakna.

Bimbingan dan konseling berbasis nilai budaya seperti itu sangat tepat untuk lingkungan yang berbudaya plural seperti Indonesia. Bimbingan dan konseling dilaksanakan dengan landasan semangat Bhineka Tunggal Ika, yaitu kesamaan di atas keragaman. Natawidjaja (2007: 16) mengatakan bahwa “dari manapun asal mula konsep dan praktik bimbingan dan konseling itu, landasan budaya nasional


(30)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Indonesia seyogyanya dijadikan saringan, pedoman dan arahan bagi adaptasi konsep yang datang dari luar itu untuk melengkapi konsep dasar yang telah ada dan berkembang di Indonesia. Dengan merujuk konsep di atas, maka bimbingan dan konseling hendaknya lebih berpangkal pada nilai-nilai budaya bangsa yang secara nyata mampu mewujudkan kehidupan yang harmoni dalam kondisi pluralistik.

B. Identifikasi Masalah Penelitian

Semangat kedaerahan yang muncul dewasa ini merupakan persoalan yang berbeda dengan apa yang dimaksud dengan pengakuan nyata terhadap pluralisme bangsa Indonesia dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Dari segi budaya, implikasinya ialah pluralisme budaya bangsa Indonesia yang seharusnya dapat memperkaya bangsa ini, malah sebaliknya bisa mengarah kepada pemiskinan budaya, terlebih-lebih lagi dalam suasana sentimen antar-etnik dan juga agama yang menguat di beberapa daerah dewasa ini.

Desentralisasi pendidikan yang saat ini sedang berjalan, merupakan proses untuk membuka seluas-luasnya terhadap nilai budaya di masing-masing masyarakat pada suatu daerah untuk dikembangkan. Nilai budaya yang bisa dikaitkan dengan proses pendidikan misalnya nilai moral dan agama, nilai estetika, nilai emosional, nilai keterampilan, nilai luhur yang telah hidup berabad-abad di dalam suatu masyarakat. Oleh karena itu, upaya secara praksis pendidikan haruslah mengembangkan seluruh nilai-nilai kebudayaan tersebut. Apabila tidak demikian, maka kebudayaan itu mati, atau pendidikan hanya akan menghasilkan


(31)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

manusia-manusia yang pintar atau cerdas tetapi tidak berbudaya. Hal inilah yang menjadi tujuan utama terpeliharanya suatu kebudayaan kita dalam masyarakat.

Data-data yang dihimpun oleh Supriadi (2011: 167) dari pengamatan lapangan dan serangkaian diskusi dengan para konselor sekolah diketahui bahwa semakin sering persoalan-persoalan yang bersumber dari keragaman budaya klien muncul dan sulit dipecahkan dalam proses pendidikan dan konseling di sekolah; sementara itu para konselor, dan bahkan sistem persekolahan kita, belum secara sengaja disiapkan untuk menghadapi kedaan tersebut. Perilaku malasuai (maladjustment) peserta didik untuk tingkat tertentu sangat terkait dengan dari mana ia berasal dan ke mana afiliasi kelompoknya, apakah itu etnik, ras, asal daerah, atau bahkan status sosial-ekonomi keluarganya.

Masalah penyesuaian diri pada peserta didik dan berbagai dampaknya mengisyaratkan betapa diperlukannya layanan bimbingan dan konseling yang peka terhadap budaya. Mathewson (Yusuf dan Nurihsan, 2010: 53) mencatat empat hal yang terkait dengan mengapa individu membutuhkan bimbingan, yaitu sebagai berikut: (a) kebutuhan individu untuk menilai dan memahami diri; (b) kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri dan tuntutan lingkungan; (c) kebutuhan untuk memiliki orientasi atau wawasan tentang berbagai kondisi yang terjadi pada masa sekarang dan yang akan datang; dan (d) kebutuhan untuk mengembangkan potensi pribadi.

Penanganan masalah masalah penyesuaian diri melalui bimbingan dan konseling telah dilakukan oleh beberapa ahli, di antaranya adalah Schneiders seorang ilmuwan psikologi. Schneiders (1964: 535) mangajukan beberapa metode


(32)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

dasar treatment yang dapat dilakukan oleh konselor, yaitu: (1) remedial, ketika kesulitan itu melibatkan beberapa kekurangan yang bisa diatasi dengan instruksi atau pelatihan, (2) informational or advisory, ketika masalah terutama perangkat periferal (gejala-gejala kejasmanian) dan tidak melibatkan gangguan psikologis yang mendalam atau kerusakan organik.

Selanjutnya Rogers (1942: 12-15) juga menjelaskan beberapa pendekatan

treatment yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah penyesuaian diri, yaitu: Environmental Treatment. Metode membantu orang-orang yang menemukan dirinya dalam kesulitan masalah perilaku, kegagalan, terganggu secara emosional, neurotik, menunggak kelas, kurang bahagia dalam pernikahan. Pengobatan masalah ini dapat melalui manipulasi lingkungannya. Mungkin termasuk setiap kemungkinan sarana lingkungan individu, fisik dan psikologis, yang dibuat lebih kondusif untuk penyesuaian diri. Direct Treatment. Pertama, individu maladjusted secara langsung dipengaruhi dalam upaya untuk membantu dia mendapatkan hubungan yang lebih memuaskan untuk situasinya. Dalam kategori ini termasuk treatment wawancara, metode konseling dan psikoterapi. Kedua, direct treatment melahirkan beberapa hubungan dengan orang lain dan proses konseling, dapat digambarkan sebagai terapi ekspresif, karena katarsis perasaan dan sikap memainkan bagian yang sangat penting dalam masing-masing treatmen. Bagian ini akan mencakup terapi bermain, terapi kelompok, terapi seni,

psychodramatics, dan teknik serupa lainnya.

Bimbingan dan konseling yang dikembangkan dalam penelitian untuk membantu peserta didik dalam menyesuaikan diri baik itu terhadap diri sendiri


(33)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

maupun dengan lingkungannya adalah program bimbingan dan konseling berbasis nilai-nilai budaya. Karena nilai-nilai budaya itu diyakini dan memungkinkan mampu memfasilitasi penyesuain diri peserta didik yang hidup dalam kondisi pluralistik.

C. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian masalah di atas, masalah utama yang diteliti dalam penelitian ini adalah bagaimana mengembangkan program bimbingan dan konseling berbasis nilai-nilai budaya yang efektif untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri peserta didik?

Supaya lebih fokus, maka dijabarkan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana profil penyesuaian diri peserta didik SMAN di Kota Palangka Raya Tahun Ajaran 2012/2013?

2. Bagaimana rumusan hipotetik program bimbingan dan konseling berbasis nilai-nilai budaya menurut para pakar dan praktisi?

3. Bagaimana gambaran keefektifan program bimbingan dan konseling berbasis nilai-nilai budaya dalam meningkatkan kemampuan penyesuaian diri peserta didik?


(34)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan program bimbingan dan konseling berbasis nilai-nilai budaya untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri peserta didik.

Secara khusus tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) mendeskripsikan profil penyesuaian diri peserta didik, (2) merumuskan program bimbingan dan konseling berbasis nilai-nilai budaya, dan (3) menggambarkan kefektifan bimbingan dan konseling berbasis nilai-nilai budaya untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri peserta didik.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat secara teoretis maupun secara praktis. Secara teoretis, hasil penelitian ini dapat memperkaya khasanah keilmuan bimbingan dan konseling, dalam hal bimbingan dan konseling yang peka terhadap budaya untuk membantu penyesuaian diri peserta didik. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dan alternatif bagi para guru bimbingan dan konseling atau konselor dalam mengembangkan program sekolah, sedangkan bagi lembaga penyelenggara pendidikan yang mencetak para guru bimbingan dan konseling atau konselor, dapat memanfaatkan hasil penelitian dalam mengembangkan metode pengajaran dan pelatihan dalam meningkatkan keahlian di bidang bimbingan dan konseling yang mengembangkan nilai-nilai budaya untuk membantu penyesuaian diri peserta didik.


(35)

153 Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Populasi Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Lokasi dalam penelitian ini adalah SMA Negeri se Kota Palangka Raya, pertimbangan pengambilan tempat penelitian pada SMA Negeri se Kota Palangka Raya, yakni sebagai berikut:

a). SMA Negeri se Kota Palangka Raya peneliti pilih karena pada sekolah-sekolah tersebut telah menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling. b). Menurut peneliti, SMA Negeri se Kota Palangka Raya, layak dan sesuai

dengan objek penelitian. Karena dalam observasi awal, masalah-masalah yang telah ditetapkan dalam penelitian ini, terdapat pada sekolah tersebut.

2. Populasi dan Sampel Penelitian a. Populasi Penelitian

Sugiyono (2008: 80) mengatakan “populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.”

Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik SMAN se Kota Palangka Raya, yang terbagi dalam lima kecamatan, yaitu Kecamatan Pahandut, Kecamatan Jekan Raya, Kecamatan Bukit Batu, Kecamatan Rakumpit, dan Kecamatan Sabangau.


(36)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Sedangan untuk Sekolah Menengah Atas Negeri nya terdiri dari: SMAN 1, SMAN 2, SMAN 3, SMAN 4, SMAN 5, SMAN 6, SMAN 7, dan SMAN 8 yang berjumlah 1502 orang. Untuk lebih rincinya dapat dilihat pada tebel 3.1 berikut:

Tabel 3.1 Populasi Penelitian

Sekolah

Jumlah Peserta Didik

Kelas XI Jurusan

IPA IPS Bhs

IPA IPS Bhs

1 2 3 4 5 1 2 3 4 1

SMAN 1 35 34 35 35 - 41 41 42 42 41 139 166 26 SMAN 2 39 39 39 39 38 40 41 41 - - 194 102 10 SMAN 3 32 32 32 - - 46 46 46 47 22 96 185 22 SMAN 4 55 55 54 - - 55 55 54 28 164 164 28 SMAN 5 33 33 - - - 23 - - - - 66 23 - SMAN 6 54 - - - - 49 - - - - 54 49 - SMAN 7 14 - - - 14 - - SMAN 8 - - - - Jumlah 262 193 160 74 38 254 183 183 89 91 727 689 86

b. Sampel Penelitian

Penentuan sampel penelitian menggunakan teknik multistage cluster

sampling, yang merupakan bagian dari probability sampling. Sugiyono (2008: 82) mengatakan bahwa “probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang

memberikan peluang sama bagi setiap unsure (anggota) populasi untuk dipilih

menjadi anggota.” Teknik sampling menggunakan tiga tahap, yaitu tahap pertama menentukan sampel daerah (dipusat kota dan pinggiran kota), tahap kedua menentukan secara random sekolah pada tiap daerah (diambil 2 sekolah tiap daerah), selanjutnya pengambilan sampel berdasarkan kelas (diambil dua kelas pada setiap jurusan) sehingga mendapatkan jumlah total sampel 429 orang.


(37)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Kemudian dilakukan penelitian pendahuluan pada sampel tersebut, dan didapatkan sampel yang memiliki penyesuaian diri rendah sebanyak 82 orang, yang kemudian dijadikan sebagai sampel untuk uji coba efektivitas program. Jika proses pengambilan sampel tersebut divisualisasikan dengan gambar maka akan nampak sebagai berikut:

Gambar 3.1

Multi Stage Cluster Sampling

Untuk mengetahui jumlah sampel penelitian secara lebih rinci akan disajikan pada tebel 3.2 sebagai berikut:

Tabel 3.2 Sampel Penelitian

Tahap

Penelitian Sekolah

Kelas Jumlah Peserta didik

IPA IPS Bhs IPA IPS Bhs Jmlh

Populasi

Peserta Didik Kelas XI SMAN Kota Palangka Raya (1502 orang)

Pusat Kota SMAN 1 SMAN 2 SMAN 3 SMAN 4 Pinggir Kota SMAN 5 SMAN 6 SMAN 7 SMAN 8 Kelas XI

IPA (II & IV) IPS (I & II) BHS (I) IPA (I & II) IPS (I & III) BHS (I)

Kelas XI

IPA (I & II) IPS (I) BHS (0) IPA ( I) IPS (0) BHS (0) Sekolah SMAN 2 SMAN 3 Sekolah SMAN 5 SMAN 7 D iam b il s e c ar a ran d o m D iam b il s e c ar a ran d o m


(38)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

S tud i Pend ahu luan

SMAN 2 2 4 1 2 - 39 39 40 41 - 159

SMAN 3 1 2 1 - 1 32 32 46 46 22 178

SMAN 5 1 2 - - - 22 33 23 - - 78

SMAN 7 1 - - - - 14 - - - - 14

Jumlah 5 7 2 2 1 107 104 109 87 22 429

U

ji

C

oba P

rogra

m Sekolah Kelas Jumlah Peserta didik

IPA IPS Bhs IPA IPS Bhs Jmlh SMAN 2 2 4 1 2 - 11 5 13 6 - 35

SMAN 3 1 2 1 - 1 9 5 7 7 5 33

SMAN 5 1 2 - - - 1 3 7 - - 11

SMAN 7 1 - - - - 3 - - - - 3

Jumlah 5 7 2 2 1 24 13 27 13 5 82

B. Metode Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2008: 2). Sesuai dengan permasalahan yang diteliti dan tujuan penelitian, maka penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian dan pengembangan (research and

development). Menurut Sugiyono (2008: 297) mengatakan bahwa penelitian

pengembangan adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut. Dalam penelitian pengembangan, langkah-langkah yang ditempuh antara lain sebagai berikut:

Potensi dan Masalah Revisi Produk Revisi Desain Pengumpulan Data Ujicoba Produk Revisi Produk Desain Produk Validasi Desain Ujicoba Pemakaian Produksi Masal


(39)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Gambar 3.2 Alur Proses Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif terpadu dan saling mendukung yang dikenal dengan mixed method design squence. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk memperoleh gambaran profil kemampuan penyeseuaian diri peserta serta menguji kefektifan program bimbingan dan konseling berbasis nilai-nilai budaya untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri peserta didik. Sedangkan pendekatan kualitatif digunakan untuk mengetahuai validitas rasional program hipotetik bimbingan dan konseling berbasis nilai-nilai budaya untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri peserta didik. Pada tataran teknis dilakukan langkah sebagai berikut: metode analisis deskriptif, dan metode quasi experiment.

Metode anlisis deskriptif dilaksanakan untuk menjelaskan secara sistematis, akurat, tentang fakta-fakta dan sifat-sifat yang terkait dengan subtansi penelitian. Dalam penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran profil penyesuaian diri peserta didik. Metode partisipatif kolaboratif dilakukan dalam proses uji kelayakan program hipotetik bimbingan dan konseling berbasis nilai-nilai budaya dalam meningkatkan kemampuan penyesuaian diri peserta didik. Uji kelayakan program dilaksanakan dengan uji rasionalitas, uji keterbacaan, uji kepraktisan, dan uji coba terbatas. Uji coba rasional melibatkan pakar bimbingan, uji keterbacaan melibatkan peserta didik SMAN se Kota Palangka Raya, sedangkan uji kepraktisan dilakukan melalui diskusi intensif dengan melibatkan


(40)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

guru BK SMAN se Kota Palangka Raya. Uji lapangan dilakukan dengan desain pre-test dan post-test dengan metode quasi experiment untuk mendapatkan gambaran tentang efektivitas program bimbingan dan konseling berbasis nilai budaya dalam meningkatkan kemampuan penyesuaian diri peserta didik.

C. Definisi Operasional

Variabel utama dari tema peneltian ini, yaitu penyesuaian diri peserta didik dan program bimbingan dan konseling berbasis nilai-nilai budaya. Definisi operasional dari variabel tersebut dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Program Bimbingan dan Konseling Berbasis Nilai-nilai Budaya

Program bimbingan dan konseling berbasis nilai-nilai budaya merupakan seperangkat acuan kerja yang disusun secara sistematis dan terencana yang menjadikan nilai kebudayaan sebagai pendekatan dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling. Bimbingan dan konseling berbasis nilai-nilai budaya memandang unsur dan perkembangan budaya sebagai ruh dalam layanannya. Secara filosofis budaya merupakan fitrah dari hukum alam. Kenyataan struktur budaya masyarakat kontemporer yang beragam (multicultural) berimplikasi terhadap upaya-upaya konstruksi ideal dari konsistensi ke orientasi interaksi antar budaya (Launikari & Puukari, 2005, dalam Rakhmat, 2011: 176). Pengembangan pengetahuan dan praksis bimbingan dan konseling di Indonesia kini dihadapkan pada upaya mentransformasikan ragam perspektif budaya dan menginternalisasi-kannya layanan bimbingan dan konseling.


(41)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Merancang dan mengimplementasikan program bimbingan dan konseling berbasis nilai-nilai budaya, terlebih dahulu dilakukan pengkajian dalam rangka menjawab tantangan utama bagi konselor sekolah, pengkajian dilakukan dalam bentuk studi literatur, pengamatan intensif, maupun secara partisipasi dalam pergaulan dengan khalayak konselital. Fokus utama dalam pengkajian yaitu untuk menjawab tantangan bahwa konselor sekolah bekerja dengan individu yang berbeda latar belakang budaya, serta mampu dan sanggup mendemonstrasikan pemahaman dan apresiasinya terhadap perbedaan budaya. Selanjutnya merefleksi kondisi lingkungan budaya persekolahan, baik yang menyangkut keragaman asal-usul personel sekolah dan pola interaksi di antara mereka, berbagai variabel latar belakang yang memungkinkan bias budaya, maupun budaya organisasi dan kepemimpinan yang berkembang di sekolah.

Secara visual pengembangan program bimbingan dan konseling berbasis nilai budaya untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri peserta didik dapat dilihat pada gambar 3.3 berikut:

Budaya Konselor Ciri-ciri Konselor Bimbingan dan Konseling Budaya Konseli Ciri-ciri Konseli

Konselor Konseli

Program Bimbingan dan Konseling Berbasis Nilai-nilai Budaya Bimbingan dan Konseling dalam Konteks Budaya Masalah Penyesuaian Diri Konseli

Teori Pendekatan Pendekataan Teori

Terpecahkannya Masalah Penyesuaian Diri Konseli

Implementasi Program Bimbingan dan Konseling Berbasis Nilai-nilai Budaya


(42)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Gambar 3.3

Kerangka Teoritik Pengembangan Bimbingan dan Konseling Berbasis Nilai-nilai Budaya (Diadaptasi dari Loven, 2002 dalam Rahkmat, 2011)

2. Penyesuaian Diri

Schneiders (Yusuf, 2010: 210) menyatakan penyesuaian yaitu ”suatu proses yang melibatkan respon-respon mental dan perubahan individu dalam upaya memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan mengatasi ketengangan, frustasi, dan konflik dengan memperlihatkan norma atau tuntutan lingkungan di mana dia hidup. Schneiders (1964: 429) mengungkapkan setiap individu memiliki pola penyesuaian yang khas terhadap setiap situasi dan kondisi serta lingkungan yang dihadapinya. Bagaimana individu menyesuaikan diri di lingkungan rumah dan keluarganya, sekolah, dan bagaimana individu dapat menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, serta cara menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial menentukan adanya variasi penyesuaian diri (varietas of adjustment), artinya adanya klasifikasi penyesuaian diri yang berdasarkan pada masalah dan situasi yang dihadapi dan berkaitan dengan tuntutan lingkungan.

Pengertian penyesuaian diri peserta didik dalam penelitian ini didefinisikan sebagai reaksi atau respon individu terhadap perubahan yang terjadi dalam diri dan tuntutan lingkungan baik itu lingkungan keluarga, sekolah, serta


(43)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Secara rinci indikator penyesuaian diri akan diuraikan sebagai berikut:

a. Penyesuaian pribadi meliputi: (1) Menerima dan memanfaatkan perubahan fisik secara efektif; (2) Mampu memerankan peran seks (maskulin dan feminim); (3) Mampu mengendalikan perubahan emosi dengan baik dan efektif; (4) Mempersiapkan kemandirian secara emosi dan ekonomi dari orang tua; dan (5) Bertanggung jawab dan berfikir realistis.

b. Penyesuaian keluarga meliputi: (1) Menjalin hubungan yang baik dengan para anggota keluarga (orang tua dan saudara); (2) Menerima otoritas orang tua (mau menaati peraturan yang ditetapkan orang tua); (3) Menerima tanggung jawab dan batasan-batasan (norma) keluarga; dan (4) Berusaha untuk membantu anggota keluarga, sebagai individu maupun kelompok dalam mencapai tujuannya.

c. Penyesuaian sekolah meliputi: (1) Bersikap respek dan mau menerima peraturan sekolah; (2) Berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan sekolah; (3) Menjalin persahabatan dengan teman-teman di sekolah; (4) Bersikap hormat terhadap guru, pemimpin sekolah, dan staf lainnya; dan (5) Membantu sekolah dalam merealisasikan tujuan-tujuannya.

d. Penyesuaian masyarakat meliputi: (1) Mengakui dan respek terhadap hak-hak orang lain; (2) Memelihara jalinan persahabatan dengang orang lain; (3) Bersikap simpati dan alturis terhadap kesejahteraan orang lain; dan (4)


(44)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Bersikap respek terhadap nilai-nilai, hukum, tradisi, dan kebijakan-kebijakan masyarakat.

D. Pengembangan Instrumen Pengumpul Data 1. Pengembangan kisi-kisi Instrument Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan untuk mengukur nilai variabel. Karena instrumen penelitian akan digunakan untuk melakukan pengukuran dengan tujuan menghasilkan data kuantitatif yang akurat, maka setiap instrumen harus mempunyai skala. Sugiyono (2008: 92) mengatakan bahwa

”skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk

menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga bila alat ukur tersebut digunakan dalam pengukuran, akan menghasilkan data

kuantitatif.” Karena data yang akan diukur berupa sikap, pendapat, dan persepsi

seseorang tentang fenomena sosial, maka skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala likert.

Sugiyono (2008: 93) menyatakan bahwa ”dengan skala likert, maka

variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item

instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan.” Setiap item yang

menggunakan skala likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa kata-kata antara lain: (SS) sangat setuju, (S) setuju, (RR) ragu-ragu, (TS) tidak setuju dan (STS) sangat tidak setuju. Untuk keperluan penelitian dan analisis kuantitatif, maka opsi jawaban tersebut diubah menjadi;


(45)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Ragu-ragu (RR), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS), serta diberi skor sebagai berikut:

a. SS = 5 d. TS = 2

b. S = 4 e. STS = 1

c. RG = 3

Setelah dibuat skala intrumen, selanjutnya agar mempermudah dan lebih terarah dalam pembuatan instrumen, maka dibuat kisi-kisi instrumen terlebih dahulu, yang terdiri dari variabel, aspek, indikator dan item pertanyaan. Untuk lebih jelasnya, kisi-kisi instrumen penyesuaian diri peserta didik dapat dilihat pada tabel 3.3 berikut:

Tabel 3.3

Kisi-kisi Instrument Penyesuaian Diri Peserta Didik

Variabel Aspek Indikator Item

+

-

Penyesuaian Diri

Pribadi a. Menerima dan

memanfaatkan perubahan fisik secara efektif

b. Mampu memerankan peran seks (maskulin dan

feminim)

c. Mampu mengendalikan perubahan emosi dengan baik dan efektif

d. Mempersiapkan

kemandirian secara emosi dan ekonomi dari orang tua e. Bertanggung jawab dan

berfikir realistis 1,4,5,6 9,11,12,13 15,18,20 23,25,26, 28,29,30, 31,32 33,24,38 2,3 7,8,10, 14,16,17, 19,21,22 24,27 35,36,37


(46)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Keluarga a. Menjalin hubungan yang baik dengan para anggota keluarga (orang tua dan saudara)

b. Menerima otoritas orang tua (mau menaati peraturan yang ditetapkan orang tua) c. Menerima tanggung jawab

dan batasan-batasan

(norma) keluarga

d. Berusaha untuk membantu anggota keluarga, sebagai

individu maupun

kelompok dalam mencapai tujuannya 40,41,42, 43, 44 47,48 50,51,52 54,55,56, 57 39, 45,46,49 53

Sekolah a. Bersikap respek dan mau menerima peraturan sekolah

b. Berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan sekolah c. Menjalin persahabatan

dengan teman-teman di sekolah

d. Bersikap hormat terhadap guru, pemimpin sekolah, dan staf lainnya

e. Membantu sekolah dalam merealisasikan tujuan-tujuannya 60,61,63, 64 66,68, 69,70,71 72,73,74, 75,77,78 83,84,86, 88 90,91,92, 93,94 58,59,62, 65 67 76,79,80, 81,82 85,87,89

Masyarakat a. Mengakui dan respek terhadap hak-hak orang lain

b. Memelihara jalinan

persahabatan dengan orang lain 95,96,98, 99 100,102, 103,104, 105 97 101,106


(47)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

c. Bersikap simpati dan

alturis terhadap

kesejahteraan orang lain d. Bersikap respek terhadap

nilai-nilai, hukum, tradisi, dan kebijakan-kebijakan masyarakat

107,108, 109,110,

111,112 113,116,

117,119

114,115, 118,120

Total 120

2. Penilaian Ahli (Judgment Expert) terhadap Instrumen Penelitian

Setelah kisi-kisi instrumen terbentuk, kemudian dikembangkan menjadi instrumen penyesuaian diri peserta didik dan selanjutnya dilakukan penilaian ahli

terhadap instrumen tersebut. Sugiyono (2012: 350) mengatakan bahwa ”instrumen

nontest yang digunakan untuk mengukur sikap cukup hanya memenuhi construct

validity.” Selanjutnya Sugiyono (2012: 352) menjelaskan bahwa ”untuk menguji construct validity, maka dapat digunakan pendapat dari ahli (judgment expert), ...

jumlah tenaga ahli yang digunakan minimal tiga orang dan umumnya mereka

yang telah bergelar doktor sesuai dengan lingkup yang diteliti”.

Dalam penelitian ini instrumen dikonstruksikan menjadi aspek-aspek yang akan diukur dengan berlandaskan teori tertentu, selanjutnya dikonsultasikan kepada tiga ahli bimbingan dan konseling. Ketiga ahli tersebut yaitu Bapak Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN., M.Pd., Bapak Dr. Amin Budiamin, M.Pd., dan Ibu Dr. Ipah Saripah, M.Pd. Ketiganya adalah pakar bimbingan dan konseling yang memiliki keahlian dan pengalaman memadai serta berkualifikasi doktor bimbingan dan konseling. Para ahli tersebut diminta pendapatnya tentang


(1)

Finland: Publishers: Centre for International Mobility CIMO and Institute for Educational Research.

Leicester, M., Modgil, Celia and Modgil, Sohan. (2000). Education, Culture and Values: Moral Education and Pluralism, Vol IV. London: Falmer Press. Lickona, Thomas. (1991). Educating for Character: How our Schools Can Teach

Respect and Responsibility. Penerjemah: Juma Abdu Wamaungo dan Uyu Wahyudin. (2013). Mendidik untuk Membentuk Karakter: Bagaimana Sekolah Dapat Mengajarkan Sikap Hormat dan Tanggung Jawab. Jakarta: Bumi Asara.

Matsumoto, David and Juang, Linda. (2008). Culture and Psychology. Fourth Edition. USA. Publisher: Michael Sordi.

McDavid, J. & Hawthorn, L. (2006). Program evaluation and performance measurement. Thousand Oaks, CA: Sage.

McLeod, John. (2010). Alih Bahasa oleh A. K. Anwar. Pengantar Konseling: Teori dan Studi Kasus. Jakarta: Kencana.

Menteri Dalam Negeri. (2012). Multi Etnis Modal Jadi Provinsi Terbaik. [Online]. Tersedia: http://www.depdagri.go.id/news/2012/03/16/mendagri-multi-etnis-modal-jadi-provinsi-terbaik [24 September 2012].

Menteri Dalam Negeri. (2012). Mendagri Minta Petakan Konflik. [Online] Tersedia: http://id.berita.yahoo.com/mendagri-minta-petakan-potensi-konflik-060016957.html. [23 September 2012].

Monks, J. Knoers dan Hadinoto, S.R. (1989). Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Natawidjaja, Rochman. (2011). Fungsi dan Profrsionalisme Bimbingan dan Konseling dalam Pendidikan. Penyunting: Suherman dan Nandang Budiman. (Pendidikan dalam Perspektif Bimbingan dan Konseling). Bandung: UPI Press.

Natawidjaja, Rochman. (2007). Konseling Kelompok: Konsep Dasar dan Pendekatan.Bandung: SPS UPI.

Natawidjaja, Rochman. (1987). Pendekatan–pendekatan dalam Penyuluhan Kelompok .Bandung: CV Diponegoro.


(2)

Neeley Shirley J. (2004). A Model Comprehensive, Developmental Guidance and Counseling Program for Texas Public Schools A Guide for Program Development Pre-K-12th Grade. Texas Education Agency.

Norma L. V Day, et al., (2007). “Douglass Broaching the Subjects of Race, Ethnicity, and Culture During the Counseling.” American Counseling Association. All rights reserved. Journal of Counseling & Development Fall 85.

Nurihsan, Juntika. (2011). Membangun Peradaban Bangsa Indonesia Melalui Pendidikan dan Bimbingan Komprehensif yang Bermutu. Bandung: Pidato Pengukuhan Guru Besar/Profesor dalam Bidang Bimbingan dan Konseling pada FKIP UPI.

Nuryanti, Windu. (2012). 10 Persen Bahasa Dunia ada di Indonesia. [Online]. Tersedia: http://www.menkokesra.go.id/content/10-persen-bahasa-dunia-ada-di-indonesia [22 September 2012].

Patterson, C. H. (1989). “Values in Counseling and Psychotherapy”. In Understanding Psychotherapy: Fifty Years of Client-Centered Theory and Practice. 33, 164-176.

Patterson, C. H. (1996). “Multicultural Counseling: From Diversity to Universality”. Journal of Counseling and Development. Also published in Understanding Psychotherapy:. 74, 227-23l.

Pedersen, B., Paul, Crethar, C., Hugh, dan Carlson, Jon. (2008). Inclusive Cultura Empathy: Making Relationships Central in Counseling and Psychotherapy. Washington: American Psychological Association.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2007 Tentang Pedoman Pelestarian dan Pengembangan Adat Istiadat dan Nilai Sosial Budayamasyarakat. Jakarta: Menteri Dalam Negeri.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah. Jakarta: Menteri Pendidikan Nasional.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2008 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor. Jakarta: Menteri Pendidikan Nasional.

Petrus, Jerizal et al. (2012). “Model Bimbingan Kelompok Berbasis Nilai-nilai

Budaya Hibua Lamo untuk meningkatkan Kecerdasan Sosial Siswa”. Jurnal Bimbingan Konseling 1 (2) 95-100.


(3)

Prayitno, dan Amti, E. (2004). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Rakhmat, Cece. (2011). Hakikat Konseling Berbasis Budaya. Penyunting: Suherman dan Nandang Budiman. (Pendidikan dalam Perspektif Bimbingan dan Konseling). Bandung: UPI Press.

Rakhmat, Cece. (2011). Menyemai Pendidikan Karakter Berbasis Budaya dalam Menghadapi Tantangan Modernitas. Disampaikan dalam Seminar Nasional di Institut Hindu Dharma Negeri, Bali.

Ranjabar, Jacobus. (2006). Sistem Sosial Budaya Indonesia (Suatu Pengantar). Jakarta: Ghalia Indonesia.

Rizkya Ayu. (2011). Konsep Penyesuaian Diri Peserta Didik Usia Sekolah Menengah. [Online] Tersedia: http://blog.um.ac.id/rizkya/2011/12/20/ konsep- penyesuaian-diri-peserta-didik-usia-sekolah-menengah/ [24 Maret 2013].

Rogers R. Carl. (1942). Counseling and Psychotherapy: Newer Concept in Practice. New York: Houghton Mieelin Company.

Roizen, F. Michael.(2011). The Owner’s Manual for Teen: A Guide to a Healthy Body and Happy Life. New York: Free Press. Penerjemah: Ekawati, S. Rani. Sundari. (2012). Menjadi Remaja Sehat. Bandung: Mizan Pustaka. Rusmana, Nandang. (2009). Bimbingan dan Konseling Kelompok di Sekolah

(Metode, Teknik dan Aplikasi). Bandung: Rizqi Press.

Sauri, Sofyan. (2010). Pengembangan Model Pendidikan Nilai Berbasis Sekolah, Keluarga dan Masyarakat. Upi: Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni. Schneiders, A. Alexander. (1964). Personal Adjustmen and Mental Health. Holt

Rinehart and Wiston, New York, USA.

Scott, Ruth and Scott W.A. (2005). Adjustment of Adolescents: Cross-cultural Similarities and Differences. New York: Routledge.

Singgih D, Gunarsa. (1991). Psikologi Praktis. Jakarta : PT. BPK Gunung Mulia. Sofari V. (2012). Program Bimbingan Pribadi-Sosial Berbasis Nilai Budaya


(4)

Stritikus T. & Nguyen D. (2007). “Strategic Transformation: Cultural and Gender Identity Negotiation in First-Generation Vietnamese Youth”. American Educational Research Journal. Vol. 44, (4), pp. 853 –895.

Sue, W., Derald, dan Sue W. David. (2008). Counseling The Culturally Diverse: Theory and Practic. 5th ed. New Jersey: Published by by John Wiley &

Sons, Inc.

Sue, W. Derald, Arredondo,P. and Mcdavis j. Roderick (1992). Multicultural Counseling Competenciesand Standards: A Call to the Profession. Dalam Journal of Counseling & Development vol. 70 (70), 10 halaman.

Sugiyono. (2012). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suherman dan Budiman, N. (2011). Pendidikan dalam Perspektif Bimbingan dan Konseling. Bandung: UPI Press.

Suherman, Uman. (2012). Membangun Karakter dan Budaya Bangsa Melalui Bimbingan Komprehensif Berbasis Nilai-nilai Al Qur’an. Bandung: Pidato Pengukuhan Guru Besar/Profesor dalam Bidang Bimbingan dan Konseling pada FKIP UPI.

Sukardi, K. Dewa dan Kusmawati, Nila. (2008). Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Sukmadinata, N. Syaodih. (2007). Bimbingan dan Konseling dalam Praktek: Mengembangkan Potensi dan Kepribadian Siswa. Bandung: Maestro. Sumantri, Endang. (2012). Upaya Membangkitkan Nasionalisme Melalui

Pendidikan

.

[Online]. Tersedia: http://www.setneg.go.id [18 November 2012].

Sumantri, Endang & Sofyan Sauri. (2006). Konsep Dasar Pendidikan Nilai. Bandung: Pribumi Mekar.

Supriadi, Dedi. (2011). Konseling Lintas Budaya: Isu-isu dan Revitalisasinya di Indonesia. Penyunting: Suherman dan Nandang Budiman. (Pendidikan dalam Perspektif Bimbingan dan Konseling). Bandung: UPI Press.


(5)

Supriatna, Mamat. (2011). Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi: Orientasi Dasar Pengembangan Profesi Konselor. Jakarta: Rahja Grafindo Persada.

Supriatna, Mamat. (2010). Model Konseling Aktualisasi Diri untuk. Mengembangkan Kecakapan Pribadi Mahasiswa. Disertasi. Bandung: SPS UPI. Tidak Dipublikasikan.

Surya, Mohamad. (2011). Bimbingan untuk Mempersiapkan Generasi Muda Memasuiki Abad 21 (Pendekatan Psiko Pedagogis). Penyunting: Suherman dan Nandang Budiman. (Pendidikan dalam Perspektif Bimbingan dan Konseling). Bandung: UPI Press.

Surya, Mohamad. (2009). Psikologi Konseling. Bandung: Maestro.

Suryadi, Ace. (2011). Pendidikan Karakter Bangsa: Pendekatan Jitu Menuju Sukses Pembangunan Pendidikan Nasional. Editor: Dasim Budimansyah dan Kokom Komalasari. (Pendidikan Karakter: Nilai Inti Bagi Upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa). Bandung: Laboratorium PKN UPI. Sutarno. (2009). Landasan Sosial Budaya Bimbingan dan Konseling. [Online].

Tersedia: http://himcyoo.wordpress.com/2011/12/01/landasan-sosial-budaya-bimbingan-dan-konseling/ [18 Juli 2013].

Sutrisno, Mudji & Putranto, Hendar. (2005). Teori-teori Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Presiden Republik Indonesia.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989. Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Presiden Republik Indonesia.

Yusuf, LN. Syamsu. (2011). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Yusuf, LN. Syamsu & Nurihsan, A. Juntika. (2010). Landasan Bimbingan dan Konseling, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Wikipedia Ensiklopedia Bebas. (2012). Kalimantan Tengah. [Online]. Tersedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Kalimantan_Tengah [24 September 2012] Wikipedia Ensiklopedia Bebas. (2012). Konflik Sampit. [Online]. Tersedia:


(6)

Wikipedia Ensiklopedia Bebas. (2013). Nilai Sosial. [Online]. Tersedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Nilai_sosial [16 Mei 2013].

Willis, S. Sofyan. (2008). Remaja dan Permasalahannya. Bandung: Alfabeta. Willis, S. Sofyan . (2004). Konseling Individual (Teori dan Praktik). Bandung:

CV. Alfa Beta.

Zaimar, O. K. S. (2008). “Metode Penelitian Sastra Lisan”, dalam Metodologi