PENGARUH ECONOMIC VALUE ADDED, OPERATING CAS FLOW DAN INVESTMENT OPPORTUNITY SET TERHADAP RETURN SAHAM PERUSAHAAN TEXTILE YANG GO PUBLIC DI PT. BURSA EFEK INDONESIA.

(1)

SKRIPSI

Diajukan Oleh

ADI SUGIANTO 0512010019/FE/EM

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR


(2)

melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Economic Value Added, Operating Cas Flow

Dan Investment Opportunity Set Terhadap Return Saham Perusahaan Textile Yang Go Public Di Pt. Bursa Efek Indonesia ”.

Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam rangka menyelesaikan studi dan untuk memperoleh gelar Sarjana S1 Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Menyadari sepenuhnya bahwa penelitian ini tidak akan terselesaikan tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP., selaku Rektor Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Dhani Ichsanudin N, MM., selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur serta dosen pembimbing penulis

3. Bapak Dr. Muhadjir Anwar, MM., selaku Ketua Program Studi Manajemen

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4. Seluruh staf Dosen Fakultas Ekonomi UPN “Veteran” Jawa Timur yang telah


(3)

persatu, terimakasih.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang menbangun akan penulis terima dengan senang hati demi sempurnanya skripsi ini.

Surabaya, Januari 2012


(4)

Daftar Isi ... iii

Daftar Tabel ... vii

Daftar Lampiran ... viii

Abstraksi ... ix

Bab I Pendahuluan ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

Bab II Tinjauan Pustaka ... 8

2.1. Penelitian Terdahulu ... 8

2.2. Landasan Teori... 10

2.2.1. Economic Value Added ... 10

2.2.1.1.Pengertian EVA ... 10

2.2.2. Analisa Arus Kas ... 12

2.2.2.1.Kegunaan Laporan Kas ... 12

2.2.2.2.Pengertian Kas dan Penggolongan Arus Kas .. 12

2.2.2.3.Teknik Analisis Arus Kas ... 13

2.2.2.4.Klasifikasi Arus Kas Menurut Jenis Terjadinya 13 2.2.2.5.Arus Kas Operasi (Operating Cas Flow) ... 15


(5)

2.2.3.3.Investasi Tidak Langsung ... 19

2.2.4. Investmen Opportunity Set ... 20

2.2.4.1.Pengertian Investmen Opportunity Set ... 22

2.2.4.2.Jenis-Jenis Proksi IOS (Investment Opportunity Set ) ... 22

2.2.5. Return Saham ... 23

2.2.5.1.Pengertian Saham ... 23

2.2.5.2.Harga Saham ... 25

2.2.5.3.Penilaian Harga Saham ... 26

2.2.5.4.Return Saham ... 27

2.2.6. Pengaruh EVA terhadap Return Saham ... 27

2.2.7. Pengaruh Arus Kas Operasi (Operating Cas Flow) terhadap Return Saham ... 28

2.2.8. Pengaruh IOS (Investment Opportunity Set) terhadap Return Saham ... 29

2.3. Kerangka Berpikir ... 30

2.4. Hipotesis ... 30

Bab III Metode Penelitian ... 31

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 31


(6)

3.3.1. Jenis Data ... 34

3.3.2. Sumber Data... 34

3.3.3. Pengumpulan Data ... 34

3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 35

3.4.1. Teknik Normalitas ... 35

3.4.2. Uji Asumsi Klasik ... 35

3.4.3. Uji Regresi Linier Berganda ... 37

3.4.4. Uji Hipotesis ... 37

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 40

4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 40

4.1.1. Bursa Efek Indonesia ... 40

4.1.1.1.Profil Bursa Efek Indonesia ... 40

4.1.1.2.Visi dan Misi Bursa Efek Indonesia ... 42

4.1.2. Perkembangan Industri Tekstile Di Indonesia ... 43

4.2. Penyajian Data ... 45

4.2.1. Variabel Economic Value Added (X1) ... 45

4.2.2. Variabel Arus Kas Operasi (X2) ... 47

4.2.3. Variabel Investment Opportunity Set (X3) ... 49

4.2.4. Variabel Return Saham (Y) ... 51

4.3. Analisis Data ... 52


(7)

4.3.5. Uji Regresi Linier Berganda ... 55

4.3.6. Uji Hipotesis ... 57

4.3.6.1.Uji F ... 57

4.3.6.2.Hasil Pengujian Pengaruh Parsial ... 58

4.4. Pembahasan ... 60

4.4.1. Pengaruh Economic Value Added Terhadap Return Saham ... 60

4.4.2. Pengaruh Arus Kas Operasi Terhadap Return Saham 62

4.4.3. Pengaruh Retturn On Asset Terhadap Return Saham . 63 Bab V Kesimpulan dan Saran ... 65

5.1. Kesimpulan ... 65

5.2. Saran ... 65

Daftar Pustaka Lampiran


(8)

Efek Indonesia Periode 2006-2009 ... 4

Tabel 4.1 Data Economic Value Added Perusahaan Manufaktur Go Publik Di Bursa Efek Indonesia Mulai Tahun Tahun 2006-2009 ... 46

Tabel 4.2 Data Arus Kas Operasi Perusahaan Manufaktur Go Publik Di Bursa Efek Indonesia Mulai Tahun Tahun 2006-2009 ... 48

Tabel 4.3 Data Investment Opportunity Set Perusahaan Manufaktur Go Publik Di Bursa Efek Indonesia Mulai Tahun Tahun 2006-2009 ... 50

Tabel 4.4 Data Return Saham Perusahaan Manufaktur Go Publik Di Bursa Efek Indonesia Mulai Tahun Tahun 2006-2009 ... 51

Tabel 4.5 Hasil Pengujian Normalitas ... 52

Tabel 4.6 Hasil Pengujian Autokorelasi ... 53

Tabel 4.7 Hasil Pengujian Multikolinieritas ... 54

Tabel 4.8 Hasil Pengujian Heteroskedastisitas ... 55

Tabel 4.9 Hasil Uji Regresi Linier Berganda ... 55

Tabel 4.10 Hasil Uji F ... 57

Tabel 4.11. Nilai R Square ... 58


(9)

Adi Sugianto

ABSTRAKSI

Sebuah perusahaan dalam memaksimalkan kemakmuran atau kesejahteraan ekonomi para pemegang saham, adalah dengan terus berusaha memaksimalkan nilai perusahaan dengan cara meningkatkan kenaikan harga saham. Peningkatan harga saham ini berarti akan terjadi juga peningkatan pembayaran deviden bagi pemegang saham. Tujuan normatif tersebut tidak mudah dicapai karena hampir setiap hari terjadi fluaktasi indeks harga saham yang menggambarkan perubahan harga saham yang ada di bursa. Tujuan dalam penelitian ini adalah Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh economic

value added, arus kas operasi, dan investmen opportunity set, terhadap return

saham perusahaan tekstil yang go public di PT. Bursa Efek Indonesia

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah economic value adde (X1), arus kas operasi (X2), investmen opportunity set (X3), dan return saham (Y).

Skala dalam penelitian ini menggunakan skala rasio. populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan textile yang go publik dan tercatat di PT. Bursa Efek Indonesia yang berjumlah 9 perusahaan. Teknik penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Regresi Linier Berganda.

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah economic value added berpengaruh positif tidak signifikan terhadap return saham, arus kas operasi berpengaruh positif signifikan terhadap return saham sedangkan investmen

opportunity set berpengaruh positif signifikan terhadap terhadap return saham. Keyword: economic value added, arus kas operasi, investmen opportunity set,


(10)

(11)

1.1.Latar Belakang Masalah

Sejak pertengahan tahun 2006, dunia usaha di Indonesia mulai terguncang akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat yang diakibatkan oleh krisis global menimbulkan krisis terhadap rupiah dan disusul luntrunya kepercayaan rupiah, hal ini mengakibatkan nilai tukar rupiah terus merosot tajam dan menimbulkan krisis ekonomi yang berkepanjangan yang berimbas pada krisis politik dan krisis kepercayaan kepada pemerintah.

Dalam memaksimalkan kemakmuran atau kesejahteraan ekonomi para pemegang saham, adalah dengan terus berusaha memaksimalkan nilai perusahaan dengan cara meningkatkan kenaikan harga saham. Peningkatan harga saham ini berarti akan terjadi juga peningkatan pembayaran deviden bagi pemegang saham. Tujuan normatif tersebut tidak mudah dicapai karena hampir setiap hari terjadi fluaktasi indeks harga saham yang menggambarkan perubahan harga saham yang ada di bursa.

Ekspektasi dari para investor terhadap investasinya adalah memperoleh

return (tingkat pengembalian) sebesar-besarnya dengan risiko tertentu. Return

tersebut dapat berupa capital gain ataupun dividen untuk investasi pada saham dan pendapatan bunga untuk invesatasi pada surat hutang. Return tersebut yang menjadi indikator untuk meningkatkan wealth para investor, termasuk di dalamnya para pemegang saham. Dividen merupakan salah satu bentuk peningkatan wealth pemegang saham. Investor akan sangat senang apabila mendapatkan return invesatsi yang semakin tinggi dari waktu ke waktu. Oleh


(12)

memprediksi berapa besar investasi mereka. Investor selalu mencari alternatif investasi yang memberikan return tertinggi dengan tingkat risiko tertentu. Mengingat risiko yang melekat pada investasi saham lebih tinggi dari pada investasi pada perbankan, return yang diharapkan juga lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan teori investasi oleh Widiatmodjo (2008:84). Seorang investor akan dihadapkan pada dua macam risiko yaitu risiko fundamental dan risiko pasar.

Dalam lingkungan bisnis yang kompetitif, perusahaan tidak hanya diharapkan sebagai wealrh-creating institution, namun jauh lebih dari itu diharapkan langkah-langkah besar dan cemerlang. Ukurang kinerja keuangan yang mendasarkan pada laba akuntansi (accounting profil), seperti earning per

share, price earning ratio dan return on equity, dianggap tidak lagi memadai

untuk mengevaluasi efektivitas dan efisiensi perusahaan. Pada saat ini, banyak perusahaan menggunakan ukuran kinerja yang lebih menekankan value (Value

based management/VBM).

Economic Value Added (EVA) yang dipopulerkan dan dipatenkan oleh

Stewart & Company, sebuah konsultan manajemen terekemuka adalah salah satu varian value based management (Stewart, 1991). EVA menghitung economic

profit dan bukan accounting profit. Pada dasarnya, EVA menghitung nilai tambah

dalam suatu periode tertentu. Nilai tambah ini tercipta apabila perusahaan memperoleh keuntungan (profit) di atas cost of capital perusahaan. Secara matematis, EVA dihitung dari laba setelah pajak dikurangi dengan cost of capital tahunan. Jika EVA positif, menunjukkan telah menciptakan kekayaan.

EVA hubungannya dengan return saham bila dalam sebuah prusahaan untuk menanggung beban bunga dari hutang saja, perusahaan hanya mampu menghasilkan laba yang minim atau bahkan menderita kerugian, sebagaimana


(13)

diterima oleh pemegang saham karena kalau perusahaan menghasilkan EVA yang negatif maka juga mempengaruhi return yang diterima oleh pemegang saham.

Namun demikian fokus penilain kinerja perusahaan saat ini tidak hanya pada keuangan, banyak yang memandang bahwa nilai suatu perusahaan juga tercermin dari nilai investsasi yang akan dikeluarkan di masa yang akan datang. Myers (1977) menggambarkan nilai suatu perusahaan sebagai sebuah kombinasi

assets in place (aset yang dimiliki) dengan invesment options (pilihan investasi) di

masa depan. Gaver dan Gaver (1993) menyatakan bahwa nilai investment options ini tergantung pada discretionary expenditures yang dikeluarkanoleh manajer di masa depan. Pilihan-pilihan investasi yang dilakukan perusahaan di masa depan tersebut kemudian dikenal dengan set kesempatan investasi atau Investment

Opportunity Set (IOS) (Kallapur dan Trombley, 2001).

Sebelum muncul konsep EVA, tolak ukur lain yang banyak digunakna oleh para analis untuk mengukur kinerja suatu perusahaan, antara lain adalah arus kas yang dihasilkan dari aktivitas operasi (operating cash flows), earnings before extraordinary income, residual income dan lain sebagainya. EVA didasarkan pada konsep residualincome, dengan manambahakan adanya penyesuaian akuntansi (accounting adjustment). Menurut Stewart & Company, earnings dan earnings per share adalah pengukuran yang keliru untuk kinerja perusahaan. Pengukuran kinerja yang terbaik adalah economic value added (Stewart, 1991).

Return saham mempunyai hubungan dengan arus kas operasi manajemen dikarenakan perusahaan maupun para investor menyadari bahwa arus kas operasi positif lebih menjamin kemampuan perusahaan dalam menjalankan aktivitas


(14)

deviden kepada pemegang saham adalah perusahaan yang memiliki earnings yang tinggi dan sekaligus dana tunai yang cukup. Sedangkan peluang untuk berinvestasi atau investment opportunity set juga mempunyai hubungan dengan

return saham. Indikasi adanya perusahaan yang tumbuh merupakan informasi

yang dapat digunakan investor untuk memperoleh return.

Untuk menentukan perusahaan yang diamati, maka peneliti mengklasifikasi permasalahn yang ada terhadap perusahaan tekstil. Hal tersebut dilakukan dengan mengamati return saham dari beberapa perusahaan tekstil yang go publik di Bursa Efek Indonesia tahun 2006 sampai dengan tahun 2009, selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1.1.

Return Saham Perusahaan Tekstil Yang Go Publik Di Bursa Efek Indonesia Periode 2006-2009

Return Saham No

Nama Perusahaan 2006 2007 2008 2009

1 PT Polychindo Eka Perkasa 0,000 0,000 -0,6 0,914

2 PT Argo Pantes 0,000 0,000 0,000 0,000

3 PT Century Textile Industry 0,000 -0,25 -0,25 0,000

4 PT Ever Shine 0,000 0,000 -0,375 0,020

5 PT Karwell Indonesia -0,475 2,810 -0,74 0,731

6 PT Hanson International Tbk 0,400 0,914 -0,253 0,000

7 PT Panasia Filament Inti Tbk 0,000 0,000 0,000 0,000

8 PT Roda Vivatex Tbk 0,000 0,000 0,000 0,000

9 PT Ricky Putra Globalindo Tbk 0,882 0,167 -0,562 -0,204

Sumber : ICMD Perusahaan Tekstil (2005-2009)

Berdasarkan data yang disajikan tersebut dapat diperoleh keterangan bahwa return saham perusahaan tekstil mengalami penurunan pada beberapa perusahaan seperti halnya pada PT Hanson International Tbk yang pada tahun 2006 return saham sebesar 0,400 dan pada tahun 2009 turun menjadi 0,000. Selain perusahaan yang menurun juga terdapat perusahaan dengan return saham 0,000


(15)

tetap selama empat tahun terkahir.

Dalam kondisi keuangan negara mengalami krisis sejak pertengahan tahun 1997 dan krisis global yang melanda beberapa tahun yang lalu, banyak pabrik tekstil berhenti berproduksi sebagaimana dinyatakan Menteri Perdagangan dan Peridustrian RI. Bukti di lapangan bahwa sektor industri yang terpuruk akibat krisis moneter adalah, pertama, sektor automotif, kedua, sektor produksi elektronik, ketiga, sektor tekstil dan produk tekstil, dan keempat, sektor industri alas kaki (foot wear). Dari empat sektor industri tersebut, yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor tekstil. Kesulitan dalam industri tekstil diakibatkan kesulitan bahan baku utama yaitu kapa yang masih harus mengimpor dari luar negeri (Dewi, 2010).

Bagi perusahaan yang ingin masuk ke pasar modal perlu memperhatikan syarat-syarat yang dikeluarkan oleh Bapepam sebagai regulator pasar modal. Selain itu, perusahaan juga harus mampu meningkatkan nilai perusahaan, sehingga terjadi peningkatan penjualan sahamnya di pasar modal. Jika diasumsikan investor adalah seorang yang rasional, maka investor tersebut pasti akan memperhatikan aspek fundamental untuk menilai ekspektasi imbal hasil yang akan diperolehnya. Apabila perusahaan dapt menhasilkan return saham yang besar, maka akan mempengaruhi para investor untuk menanamkan modalnya di perusahaan tersebut, sehingga akan berdampak pada pemasukan bagi perusahaan (Dewi, 2010).

Dengan adanya motivasi untuk mengetahui economic value added, arus kas operasi, dan investmen opportunity set yang dapat mempengaruhi return yang diterima oleh pemegang saham paerusahaan tekstile yang tercatat pada PT. Bursa


(16)

tekstile yang go publik di PT. Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2005-2008. Dengan latar belakang seperti yang telah diuraikan diatas maka terbentuklah judul dari penelitian ini “Pengaruh Economic Value Added, operating cash flow dan investment opportunity set terhadap return saham perusahaan yang go public di PT. Bursa Efek Indonesia”

1.2.Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan permasalah sebagai berikut :

1. Apakah economic value added mempunyai pengaruh terhadap return saham

perusahaan tekstil yang go public di PT. Bursa Efek Indonesia?

2. Apakah operating cash flow mempunyai pengaruh terhadap return saham

perusahaan tekstil yang go public di PT. Bursa Efek Indonesia?

3. Apakah investmen opportunity set mempunyai pengaruh terhadap return

saham perusahaan tekstil yang go public di PT. Bursa Efek Indonesia?

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh economic value added

berpengaruh terhadap return saham perusahaan tekstil yang go public di PT. Bursa Efek Indonesia.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah arus kas operasi berpengaruh

terhadap return saham perusahaan tekstil yang go public di PT. Bursa Efek Indonesia.


(17)

berpengaruh terhadap return saham perusahaan tekstil yang go public di PT. Bursa Efek Indonesia

1.4.Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Bagi Perusahaan

Manfaat dari penelitian bagi perusahaan adalah perusahaan dapat mengetahui variabel manakah yang berpengaruh atau tidaknya terhadap return saham. Apabila perusahaan sudah mengetahui variabel-variabel manakah yang berpengaruh atau tidak, maka perusahaan dapat lebih meningkatkan hasil sahamnya.

2. Bagi Peneliti selanjutnya

Manfaat dari penelitian bagi peneliti selanjutnya adalah peneliti bisa menambahkan variabel ataupun mengganti perusahaan sebagai obyek penelitian.

3. Bagi Lembaga

Manfaat dari penelitian bagi lembaga adalah dapat memberikan tambahan informasi khususnya bagi faklutas manajemen mengenai return saham dan arus kas operasi


(18)

2.1.Penelitian Terdahulu

Penelitian sebelumnya yang dijadikan sebagai acuan pembanding untuk penelitian ini adalah :

1. Pradhono dan Yulius Jogi Christiawan (2004)

a. Judul :

Pengaruh Economic Value Adde, Residual Income, Earnings Dan Arus Kas Operasi Terhadap Return Yang Diterima Oleh Pemegang Saham.

b. Perumusan Masalah :

1. Apakah EVA mempunyai pengaruh terhadap return yang diterima

oleh pemegang saham?

2. Apakah residual income mempunyai pengaruh terhadap return yang

diterima oleh pemegang saham?

3. Apakah earnings mempunyai pengaruh terhadap return yang diterima

oleh pemegang saham?

4. Apakah arus kas operasi mempunyai pengaruh terhadap return yang

diterima oleh pemegang saham?

5. Apakah EVA mempunyai pengaruh yang paling signifikan terhadap

return yang diterima oleh pemegang saham?

c. Hasil Penelitian :

1. Hasil pengujian menunjukkan bahwa EVA tidak mempunyai pengaruh


(19)

2. Hasil pengujian menunjukkan bahwa residual income tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap return yang diterima oleh pemegang saham.

3. Hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel earnigns mempunyai

pengaruh nyata terhadap return yang diterima oleh pemegang saham.

4. Hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel arus kas operasi

mempunyai pengaruh yang paling signifikansi terhadap return yang diterima oleh pemegang saham.

2. Anthi Dwi. P. A (2008)

a. Judul :

Analisis Pengaruh Investment Opportunity Set (IOS) Terhadap Return Saham Perusahaan Sektor Manufaktur.

b. Perumusan Masalah :

1. Apakah Market to Book Value of Asset Ratio (MKTBKASS) sebagai

salah satu dari proksi IOS memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap return saham perusahaan manufaktur?

2. Apakah Market to Book Value of Equity Ratio (MKTBKEQ) sebagai

salah satu proksi IOS memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap return saham perusahaan manufaktur?

3. Apakah Earning Per Share/Price Ratio (E/P) sebagai salah satu dari

proksi IOS memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap


(20)

4. Apakah Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA) sebagai salah satu dari proksi IOS memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap return saham perusahaan manufaktur?

c. Hasil Penelitian :

1. Hipotesis penelitian satu yaitu pengaruh Market to Book Value of

Asset (MKTBKASS) dengan return perusahaan manufaktur dapat

dibuktikan signifikansinya.

2. Hipotesis penelitian dua yaitu pengaruh Market to Book Value of Asset

(MKTBKEQ) dengan return perusahaan manufaktur dapat dibuktikan signifikansinya.

3. Hipotesis penelitian tiga yaitu pengaruh Earning per Share / Price

Ratio (E/P) dengan return perusahaan manufaktur tidak dapat

dibuktikan signifikansinya.

4. Hipotesis penelitian empat yaitu pengaruh rasio Capital Expenditure

to Book Value of Asset (CAPBVA) terhadap return perusahaan

manufaktur tidak dapat dibuktikan signifikansinya.

2.2.Landasan Teori

2.2.1. Economic Value Added 2.2.1.1.Pengertian EVA

Menurut Hansen dan Mowen (2008:126) laba residu atau EVA adalah laba operasional setelah pajak setelah dikurangi dengan total biaya modal tahunan. Jika


(21)

EVA yang menunjukkan nilai positif, artinya perusahaan tersebut menciptakan kekayaan (modal), hal sebaliknya bila menunjukkan nilai negatif. Dalam jangka panjang hanya perusahaan-perusahaan yang menghasilkan modal, atau kekayaan yang dapat bertahan.

Economic Value Added (EVA) atau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi nilai tambah ekonomis (NITAMI) merupakan sebuah model yang relatif baru dalam penilaian kinerja perusahaan. EVA merupakan alat pengukuran kinerja perusahaan untuk menilai tingkat keberhasilan suatu kegiatan dari sisi kepentingan dan harapan penyandang dana (kreditur dan pemegang saham) (Arifin, 2007:101). Dengan demikian eksekutif dan manajer perusahaan dituntut untuk mampu menghasilkan keuntungan dari aktivitas perusahaan.

Penilaian kinerja perusahaan dengan model EVA dianggap mampu memudahkan tugas komisaris dalam melakukan bargaining dengan manajemen. Hal ini disebabkan perusahaan yang meraih laba secara akuntanasi belum tentu memberikan keuntungan bagi pemiliknya atau para pemegang saham. Di sisi lain pihak manajemen juga bisa memperoleh bargaining power untuk memperoleh kompensasi yang lebih baik dengan mengaitkan kinerja manajerialnya dengan apa yang ditujukan EVA tersebut. Apa yang ditunjukkan EVA juga dapat memudahkan bagi CEO membuat program kompensasi kepada para menajernya dengan mengaitkan EVA dan prestasi kerja masing-masing. EVA dihitung dengan formula berikut ini yang dinyatakn dalam satuan moneter, dalam kasus ini satuan mata uang Rupiah (Rp).


(22)

2.2.2. Analisa Arus Kas

2.2.2.1.Kegunaan Laporan Arus Kas

Dengan melakukan analisa Arus Kas ini dapat mengetahui (Harahap, 2001:257):

1. Kemampuan perusahaan meng ”generate” kas, merencanakan, mengontrol

arus kas masuk dan arus keluar perusahaan pada masa lalu.

2. Kemungkinan keadaan arus kas masuk dan ke luar, arus kas bersih

perusahaan, termasuk kemampuan membayar dividen di masa yang akan datang.

3. Informasi bagi investor, kreditor, memproyeksikan, return dari sumber

kekayaan perusahaan.

4. Kemampuan perusahaan untuk memasukkan kas ke perusahaan di masa yang

akan datang.

5. Alasan perbedaan antara laba bersih dibandingkan dengan penerimaan dan

pengeluaran kas.

6. Pengaruh investasi baik kas maupun bukan kas dan transaksi lainnya terhadap

posisi keuangan perusahaan selama satu periode tertentu.

2.2.2.2.Pengertian Kas Dan Penggolongan Arus Kas

Dalam laporan ini didefinisikan Kas adalah uang dan surat berharga lainnya yang dapat diuangkan setiap saat serta surat berharga lainnya yang sangat lancar yang memnuhi syarat (Harahap, 2001:258):

a. Setiap saat dapat ditukar menjadi kas.

b. Tanggal jatuh temponya sangat dekat.


(23)

Contoh kas dan yang disamakan dengan kas ini adalah kas di perusahaan, di Bank, Treasury Bills, Commercial Paper jangka sangat pendek, Money Market Fund, dan lain sebagainya.

Dalam penyajiannya Laporan Arus Kas ini memisahkan transaksi arus kas dalam tiga kategori yaitu :

1. Kas yang berasal dari/digunakan untuk kegiatan operasional.

2. Kas yang berasal dari/digunakan untuk kegiatan investasi.

3. Kas yang berasal dari/ digunakan untuk kegiatan keuangan/pembiayaan.

2.2.2.3.Teknik Analisa Arus Kas

Setelah kita menguasai landasan teoritis dari laporan arus kas maka selanjutnya kita akan membahas teknik melakukan analisa arus kas. Untuk menganalisa laporan arus kas dapat kita lihat dari dua keadaan (Harahap, 2001:261) :

1. Menganalisa dari Laporan Arus Kas yang sudah dibuat perusahaan

2. Melakukan analisa berdasarkan informasi hanya dari laporan Neraca dan

Laba/Rugi. Dengan perkataan lain laporan arus kasnya belum ada.

2.2.2.4.Klasifikasi Arus Kas Menurut Jenis Terjadinya

Dilihat dari sudut pandangan ini, arus kas dibedakan kedalam arus kas masuk (cash in flow) dan arus kas keluar (cash out flow)

1. Arus Kas Masuk

Arus kas masuk adalah arus kas yang terjadi dari kegiatan transaksi yang keuntungan kas (penerimaan kas).


(24)

Arus kas masuk ini dapat dibedakan dalam :

a. Penerimaan hasil penjualan keluaran (revenue).

b. Penerimaan hasil penjualan aktiva tetap yang disisihkanbdari penggunaan.

c. Nilai sisa poryek, yaitu nilai aktiva tetap yang diterima kembali pada akhir

usia ekonomis.

Unsur arus kas masuk yang paling utama ialah penerimaan hasil penjualan.

2. Arus Kas Keluar

Arus kas keluar adalah arus kas yang terjadi dari kegiatan transaksi yang mengakibatkan beban pengeluaran kas.

Arus kas keluar dibedakan kedalam :

a. Pengeluaran investasi, yaitu beban pengeluaran kas untuk membelanjai

kegiatan pembangunan proyek.

b. Pengeluaran investasi baru, yaitu beban pengeluaran kas yang bertujuan

untuk membiayai keperluan investasi baru, seperti keperluan ekspansi, peningkatan efisiensi proses produksi, dan lain-lain.

c. Pengeluaran operasi, yaitu pengeluaran kas untuk membelanjai operasi

proyek perusahaanagar dapat menjalankan fungsi komersionalnya asainya seperti belanja produksi dan pemasaran.

d. Pengeluaran non operasi, yaitu penegeluaran kas untuk membiayai

kegiatan non operasional, seperti biaya manajemen, biaya riset, biaya pajak, cicilan pinjaman, beban bunga, dan sebagainya


(25)

2.2.2.5.Arus Kas Operasi (Operating Cas Flow)

Menurut IAI (2009:2.2-2.3) arus kas adalah arus masuk dan arus keluar kas atau setara kas. Sedangkan aktivitas operasi adalah aktivitas penghasil utama pendapatan perusahaan (principal revenue-producing activities) dan aktivitas lain yang bukan merupakan aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan.

Jumlah arus kas yang berasal dari aktivitas operasi merupakan indikator yang menentukan apakah operasi perusahaan dapat menghasilkan arus kas yang cukup untuk melunasi pinjaman, memelihara kemampuan operasi perusahaan, membayar dividen, dan melakukan investasi baru tanpa mengandalkan sumber pendanaan dari luar. Informasi mengenai unsur tertentu arus kas historis bersama dengan informasi lain, berguna dalam memprediksi arus kas operasi masa depan.

Arus kas dari aktivitas operasi terutama diperoleh dari aktivitas penghasil utama pendapatan perusahaan. Oleh karena itu, arus kas pada umumnya berasal dari transaksi dan peristiwa lain yang mempengaruhi penetapan laba atau rugi bersih. Beberapa contoh arus dari aktivitas operasi adalah :

1. Penerimaan kas dari penjualan barang dan jasa.

2. Penerimaan kas dari royalti, fees, komisi, dan pendapatan lain.

3. Pembayaran kas kepada pemasok barang dan jasa.

4. Pembayaran kas kepada karyawan.

5. Penerimaan dan pembayaran kas oleh perusahaan asuransi sehubungan


(26)

6. Pembayaran kas atau penerimaan kembali (restitusi) pajak penghasilan kecuali jika dapat diidentifikasikan secara khusus sebagai bagian dari aktivitas pendanaan dari investasi.

7. Penerimaan dan pembayaran kas dari kontrak yang diadakan untuk tujuan

transaksi usaha dan perdagangan.

Perusahaan sekuritas dapat memiliki sekuritas untuk diperdagangkan sehingga sama dengan persediaan yang dibeli untuk dijual kembali. Karenanya, arus kas yang berasal dari pembelian dan penjualan dalam transaksi atau perdagangan sekuritas tersebut diklasifikasikan sebagai aktivitas operasi. Sama halnya dengan pemberian kredit oleh lembaga keuangan juga harus diklasifikasikan sebagai aktivitas operasi, karena berkaitan dengan aktivitas penghasil utama pendapatan lembaga keuangan tersebut. Langkah pertama dalam menentukan arus kas perusahaan adalah untuk mengetahui arus kas dari operasi. Arus kas operasi yang dihasilkan oleh kegiatan usaha, termasuk penjualan

services operating dan arus kas mencerminkan pembayaran pajak, tetapi tidak

pembiayaan, belanja modal, atau perubahan modal kerja (Ross dkk, 2008:29). Menurut Ross dkk (2009:45-46) arus kas operasi adalah arus kas yang

merujuk pada aktivitas sehari-hari perusahaan dalam melakukan produksi dan

penjualan. Pengeluaran–pengeluaran yang terkait dengan pendanaan perusahaan atas aset-asetnya tidak termasuk kedalam arus kas ini karena pengeluaran tersebut bukanlah pengeluaran operasional. Arus kas operasional merupakan angka yang penting karena mengatakan pada kita, pada tingkat yang sangat mendasar, apakah arus kas masuk sebuah perusahaan dari operasi bisnisnya cukup untuk menutupi


(27)

arus kas keluarnya sehari-hari. Karena alasan ini, arus kas operasional yang negatif sering kali merupakan pertanda adanya masalah. Cara menghitung arus kas operasi adalah pendapatan dikurangi biaya-biaya

2.2.3. Investasi

2.2.3.1.Pengertian Investasi

Investasi ialah penundaan konsumsi sekarang untuk digunakan di dalam produksi yang efisien selama periode waktu yang tertentu (Jogiyanto, 2003:5). Titik-titik yang berada di indifference curve yang sama menjelaskan tingkat substitusi subyektif dari individu untuk konsumsi-konsumsi yang berbeda waktunya. Substitusi ini menjelaskan berapa unit konsumsi mendatang yang harus ditermia supaya individu mau mengorbanakan satu unit konsumsi mendatang yang harus diterima supaya individu mau mengorbankan satu unit konsumsi sekarang dengan tingkat kepuasaan subyektif yang sama. Walaupun pengorbanan konsumsi sekarang dapat diartikan sebagai investasi untuk konsumsi di masa mendatang, tetapi pengertian investasi yang lebih luas membutuhkan kesempatan produksi yang effisien untuk mengubah satu unit konsumsi yang ditunda untuk dihasilkan menjadi lebih dari satu unit konsumsi mendatang.

Dengan demikian investasi dapat didefinisikan sebagai penundaan konsumsi sekarang untuk digunakan di dalam produksi yang effisien selama periode waktu yang tertentu. Dengan adanya kesempatan produksi yang efisien, pendundaan konsumsi sekarnag untuk diinvestasikan ke produksi tersebut akan meningkatkan utiliti total.


(28)

2.2.3.2.Investasi Langsung

Investasi langsung dapat dilakukan dengan membeli aktiva keuangan yang dapat diperjual-belikan di pasar uang (money market), pasar modal (capital

market), atau pasar turunan (derivative market). Investasi langsung juga dapat

dilakukan dengan membeli aktiva keuangan yang tidak dapat diperjual-belikan. Aktiva keuangan yang tidak dapat diperjual-belikan biasanya diperoleh melalui bank komersial. Aktiva-aktiva ini dapat berupa tabungan di bank atau sertifikat deposito.

Aktiva yang dapat diperjual-belikan di pasar uang (monery market) berupa aktiva yang mempunyai risiko gagal kecil, jatuh temponya pendek dengan tingkat cari yang tinggi. Contoh aktiva ini dapat beruap Treasury-bill (T-bill) yang banyak digunakan di penelitian keuangan sebagai proksi return bebas risiko

(risk-free rate of return). Contoh yang lain adalah sertifikat deposito yang dapat

dinegoisasi. Istilah negoisasi berarti dapat dijual kembali.

Macam-macam investasi langsung dapat disarikan sebagai berikut ini:

1. Investasi langsung yang tidak dapat diperjual belikan

- Tabungan

- Deposito

2. Investasi langsung yang dapat diperjual-belikan.

A. Investasi langsung di pasar uang.

- T-Bill

- Deposito yang dapat dinegoisasi

B. Investasi langsung di pasar modal.


(29)

- T-Bond

- Federal Agency securities

- Manicipal bond

- Corporate bond

- Convertible bond

C. Investasi langsung di pasar turunan.

a. Opsi

- Waran (warrant)

- Opsi put (put option)

- Opsi call (call option)

b. Futures contract

2.2.3.3.Investasi Tidak Langsung

Investasi tidak langsung dilakukan dengan membeli surat-surat berharga dari perusahaan inestasi. Peruashaan investasi adalah perusahaan yang menyediakan jasa keuangan dengan cara menjual sahamnya ke publik dan menggunakan dana yang diperoleh untuk diinvestasikan ke dalam portofolionya. Perusahaan investasi dapat diklarifikasikan sebagai unit investmen trust

closed-end investment companies dan open-closed-end investment companies.

Unit investment trust merupakan trust yang menerbitkan portofolio yang

dibentuk dari surat-surat berharga berpengahsailan tetap (misalnya bond) dan ditangani oleh orang kepercayaan yang independen. Sertifikat portofolio ini dijual kepada investor sebesar nilai bersih total aktiva yang tergabung di dalam perotofolio ditambah dengan komisi. Investro dapat menjual balik sertifikat ini


(30)

kepada trust sebesar nilai bersih sertifikat tersebut (net asset value atau NAV). Besarnya NAV per sertifikat adalah total nilai pasar dari sekuritas-sekuritas yang tergabung di portofolio dikurangi dengan biaaya-biaya yang terjadi dan dibagi dengan jumlah sertifikat yang diedarkan.

Closed-end investment companies merupakan perusahaan ingestasi yang

hanya menjual sahamnya pada saat penawaran perdana (initial public offering) saja dan selanjutnya tidak menawarkan lagi tambahan lembar saham. Lembar saham yang sudah beredar dari penawaran perdana diperdagangkan di pasar sekunder (stock exchange) dengan harga pasar yang terjadi di pasar bursa.

2.2.4. Investmen Opportunity Set

2.2.4.1.Pengertian Investmen Opportunity Set

Istilah set kesempatan investasi atau Investment Opportunity Set (IOS) muncul setelah dikemukakan oleh Myers (1977) yang memandang nilai suatu perusahaan sebagai sebuah kombinasi assets in place (aset yang dimiliki) dengan

invesment options (pilihan investasi) pada masa depan. Kole dalam Norpratiwi

(2004) menyatakan nilai investment options ini tergantung pada discretionary

expenditures yang dikeluarkan manajer di masa depan yang pada saat ini

merupakan pilihan-pilihan investasi yang diharapkan akan menghasilkan return yang lebih besar dari biaya modal dan dapat menghasilkan keuntungan, sedangkan

assets in place tidak memerlukan investasi semacam itu. Pilihan-pilihan investasi

di masa yang akan datang ini kemudian dikenal dengan set kesempatan investasi atau investment opportunity set (IOS).


(31)

Myers (1977) menyatakan bahwa perusahaan adalah kombinasi antara nilai aktiva riil (asset in place) dengan pilihan investasi di masa yang akan datang. Pilihan investasi merupakan suatu kesempatan untuk berkembang, namun seringkali perusahaan tidak selalu dapat melaksanakan semua kesempatan investasi di masa mendatang. Bagi perusahaan yang tidak dapat menggunakan kesempatan investasi tersebut akan mengalami pengeluaran yang lebih tinggi dibanding dengan nilai kesempatan yang hilang.

Opsi investasi masa depan tidak semata-mata hanya ditunjukkan dengan adanya proyek-proyek yang didukung oleh kegiatan riset dan pengembangan saja, tetapi juga dengan kemampuan perusahaan yang lebih dalam mengeksploitasi kesempatan mengambil keuntungan dibandingkan dengan perusahaan lain yang setara dalam suatu kelompok industrinya. Kemampuan perusahaan yang lebih tinggi ini bersifat tidak dapat diobservasi (unobservable) (Rokhayati, 2005). Berdasarkan pengertian tersebut para peneliti telah mengembangkan proksi pertumbuhan perusahaan menjadi IOS sesuai dengan tujuan dan jenis data yang tersedia dalam penelitiannya.

Secara umum dapat dikatakan bahwa IOS menggambarkan tentang luasnya kesempatan atau peluang investasi bagi suatu perusahaan, namun sangat tergantung pada pilihan expenditure perusahaan untuk kepentingan di masa yang akan datang. Dengan demikian IOS bersifat tidak dapat diobservasi, sehingga perlu dipilih suatu proksi yang dapat dihubungkan dengan variabel lain dalam perusahaan, misalnya variabel pertumbuhan, variabel kebijakan dan lain-lain. Dari berbagai penelitian tentang IOS dapat dibuktikan bahwa IOS dijadikan sebagai


(32)

dasar untuk mengklasifikasikan perusahaan sebagai kategori perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh, dan IOS juga memiliki hubungan dengan berbagai variabel kebijakan perusahaan (Norpratiwi, 2004)

2.2.4.2.Jenis-Jenis Proksi IOS (Investment Opportunity Set )

Proksi IOS yang digunakan dalam bidang akuntansi dan keuangan digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu (Kallapur dan Trombley, 2001) :

1. Proksi IOS berbasis pada harga

Proksi IOS yang berbasis pada harga merupakan proksi yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan sebagian dinyatakan dalam harga pasar. Proksi berdasarkan anggapan yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan secara parsial dinyatakan dalam harga-harga saham, dan perusahaan yang tumbuh akan memiliki nilai pasar yang lebih tinggi secara relatif untuk aktiva-aktiva yang dimiliki (asset in place) dibandingkan perusahaan yang tidak tumbuh. IOS yang didasari pada harga akan berbentuk suatu rasio sebagai suatu ukuran aktiva yang dimiliki dan nilai pasar perusahaan.

Proksi IOS yang merupakan proksi berbasis harga adalah : Market

value of equity plus book value of debt, Ratio of book to market value of asset, Ratio of book to market value of equity, Ratio of book value of property, plant, and equipment to firm value, Ratio of replacement value of assets to market value, Ratio of depreciation expense to value dan Earning Price ratio.


(33)

2. Proksi IOS berbasis pada investasi

Proksi IOS berbasis pada investasi merupakan proksi yang percaya pada gagasan bahwa suatu level kegiatan investasi yang tinggi berkaitan secara positif dengan nilai IOS suatu perusahaan. Proksi IOS yang merupakan proksi IOS berbasis investasi adalah : Ratio R&D expense to firm value, Ratio of R&D expense to total assets, Ratio of R&D expense to sales, Ratio of

capital addition to firm value, dan Ratio of capital addition to asset book value.

3. Proksi IOS berbasis pada varian (variance measurement)

Proksi IOS berbasis pada varian (variance measurement) merupakan proksi yang mengungkapkan bahwa suatu opsi akan menjadi lebih bernilai jika menggunakan variabilitas ukuran untuk memperkirakan besarnya opsi yang tumbuh, seperti variabilitas return yang mendasari peningkatan aktiva. Proksi IOS yang berbasis varian adalah : VARRET (variance of total return), dan Market model Beta.

2.2.5. Return Saham 2.2.5.1.Pengertian Saham

Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan (perseroan terbatas) (arifin, 2007). Secara fisik, saham berupa selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat tersebut. Saham terbagi menjadi saham biasa (common stock) dan saham preferen (preffered


(34)

perusahaan) sepanjang perusahaan memperoleh laba. Pemilik saham preferen memiliki hak lebih dulu untuk memperoleh dividen.

Suatu perusahaan dapat menjual hak kepemikilikannya dalam bentuk saham (stock). Jika perusahaan hanya mengelurkan satu kelas saham saja, saham ini biasa disebut dengan saham biasa (common stock). Untuk menarik investor potensial lainnya, suatu perusahaan mungkin juga mengelurakan kelas lain dari saham, yaitu yang disebut dengan saham preferen (preffered stock) (Jogiyanto, 2003:67)

Saham ialah tanda penyertaan modal pada perseroan terbatas (Gitosudarmo & Basri, 2002:265). Jenis-jenis saham secara umum :

1. Saham Biasa. Saham biasa adalah saham yang tidak memperoleh hak

istimewa. Pemegang saham biasa mempunyai hak untuk memperoleh dividen sepanjang perseroan memperoleh keuntungan. Pemilik saham mempunyai hak suara pada rapat umum pemegang saham, dan pada likuidasi perseroan pemilik saham memiliki hak memperoleh sebagian dari kekayaan perseroan setelah tagihan kreditru dan saham preferen dilunasi.

2. Saham Bonus. Saham bonus, diciptakan dari pos cadangan perseroan, yang

terbentuk dari uang kontan yang tidak dibagikan kepada para pemegang saham, kekayaan perseorangan tidak mengalmi perubahan, karena tidak ada kekayaan yang bertambah dan tidak ada modal yang dibayarkan. Perubahannya adalah pergerseran struktur permodalan perseroan saja.

3. Saham Pegawai. Saham yang dapat dimiliki oleh para pegawai, dengan syarat


(35)

4. Saham Preferen. Para pendiri perseroan, biasanya dihargai dengan diberikan jasa yaitu dapat berupa saham yang disebut saham pendiri.

5. Saham Preferen. Saham yang memberikan hak untuk mendapat dividen dan

atau bagian kekyaan pada saat perubahan lebih dahulu dari saham biasa, dan disamping itu mempnyai preferen untuk mengajukan usul pencalonan direiksi/komisaris.

6. Saham Preferen Kumulatif. Saham preferen yang memberikan hak untuk

mendapatkan dividen yang belum dibayarkan pada tahun-tahun yang lalu secara kumulatif.

7. Saham Preferen Partisipasi. Saham yang disamping hak prioritasnya masih

dapat turut serta dalam pembagian dividen selanjutnya.

2.2.5.2.Harga Saham

Siamat (2001:225) dalam Sugiharto dan Haryanto (2003:142) beranggapan bahwa harga saham merupakan refleksi dari nilai perusahaan yang bersangkutan. Seringkali investor melakukan penilaian terhadap saham perusahaan berdasarkan perolehan per lembar saham. (Weston, 1994:215).

Menurut Sunariyah (2000:154) harga saham dapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni harga pasar, harga nominal dan harga perdana.

1. Harga pasar (market value) yaitu harga yang berlaku dalam pasar pada saat

itu.

2. Harga nominal saham adalah harga saham yang tercantum dalam sertifikat

saham, dimana yang telah ditetapkan oleh emiten serta dengan mendapatkan persetujuan dari Bapepam (Badan Pemeriksa dan Pengawas Pasar Modal).


(36)

3. Harga perdana adalah harga saham ketika saham tersebut dijual saat pertama kali di pasar perdana, yang harganya ditentukan oleh penjamin emisi dan emiten berdasarkan analisis fundamental perusahaan yang bersangkutan.

2.2.5.3.Penilaian Harga Saham

Menurut G. Foster (1986) dalam Gitosudarmo dan Basri (2002:268), analisis terhadap saham melalui manajemen investasi aktif dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu pendekatan teknikal dan pendekatan fundamental.

1. Pendekatan Teknikal

Pendekatan teknikal merupakan suatu teknik analisis yang menggunakan data atau catatan mengenai pasar itu sendiri untuk berusaha mengakses permintaan dan penawaran suatu saham tertentu atau pasar secara keseluruhan.

Pendekatan ini menggunakan data yang sudah dipublikasikan serta faktor-faktor lain yang sasarannya adalah ketepatan waktu dalam memprediksi pergerakan harga jangka pendek suatu saham maupun indikator pasar. Penekanan analis adalah pada perubahan harga daripada tingkat harga untuk meramalkan perubahan harga tersebut.

2. Pendekatan Fundamental

Analisis fundamental didasarkan pada suatu anggapan bahwa setiap saham memiliki nilai intrinsik. Nilai intrinsik merupakan nilai nyata suatu saham yang ditentukan oleh beberapa faktor fundamental perusahaan penerbit saham. Menurut Braham et al. (1986), nilai intrinsik adalah nilai yang tercermin pada faktor seperti pendapatan deviden, prospek perusahaan, aspek manajemen dan sebagainya.


(37)

Dalam penelitian ini menggunakan penilaian harga saham menggunakan pendekatan teknikal yakni dengan menggunakan data yang sudah dipublikasikan yaitu dari ICMD (Indonesia Capital Market Directory)

2.2.5.4.Return Saham

Tingkat keuntungan (return) adalah rasio antara pendapatan investasi selama beberapa periode dengan jumlah dana yang diinvestasikan. Pada umumnya investor mengharapkan keuntungan yang tinggi dengan resiko kerugian yang sekecil mungkin, sehingga para investor berusaha menentukan tingkat keuntungan investasi yang optimal dengan menentukan konsep investasi yang memadai. Konsep ini penting karena tingkat keuntungan yang diharapkan dapat diukur. Dalam hal ini tingkat keuntungan dihitung berdasarkan selisih antara capital gain dan capital loss. Rata-rata return saham biasanya dihitung dengan mengurangkan harga saham periode tertentu dengan harga saham periode sebelumnya dibagi dengan harga saham sebelumnya (Hartono, 2000).

Rumus dari Return Saham :

R i,t = 1 -t i, 1 -t i, t i, P P -P Keterangan : R

i,t = Return Saham i pada Tahun t

P

i,t = Harga Penutupan Saham Pada Tahun t

P


(38)

2.2.6. Pengaruh EVA terhadap Return Saham

Economic Value Added (EVA) atau NITAMI (Nilai Tambah Ekonomis) adalah ukuran kinerja keuangan yang lebih mampu menangkap laba ekonomis

perusahaan yang sebenarnya daripada ukuran– ukuran lain. Pada perusahaan yang

sekarang yang masih menanggung beban pokok dan bunga hutang yang besar, yang antara lain disebabkan akibat fluktuasi nilai tukar valuta asing pada masa sebelumnya. Untuk menanggung beban bunga dari hutang saja, banyak perusahaan hanya mampu menghasilkan laba yang minim atau bahkan menderita kerugian, sebagaimana tampak dalam laporan laba rugi sehingga berdampak langsung pada return yang diterima oleh pemegang saham kerena kalau perusahaan menghasilkan EVA yang negatif maka juga mempengaruhi return yang diterima oleh pemegang saham (Pradhono dan Christiawan, 2004).

2.2.7. Pengaruh Arus Kas Operasi (Operating Cas Flow) terhadap Return Saham

Dalam manajemen keuangan terdapat banyak metode yang bisa digunakan untuk mengevaluasi dan menilai investasi. Menurut Damodaran (1999) dalam Pradhono (2004), untuk mengukur return dari sebuah investasi, dapat digunakan arus kas. Informasi arus kas berguna untuk menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas, informasi tersebut juga meningkatkan daya banding pelaporan kinerja operasi berbagai perusahaan karena meniadakan pengaruh penggunaan perlakuan akutansi yang berbeda terhadap transaksi dan peristiwa yang sama.


(39)

Manajemen perusahaan maupun para investor menyadari bahwa arus kas operasi positif lebih menjamin kemampuan perusahaan dalam menjalankan aktivitas usahanya dimasa yang akan datang. Sehingga perusahaan yang mampu membayar deviden kepada pemegang saham adalah perusahaan yang memiliki earnings yang tinggi dan sekaligus dana tunai yang cukup (Pradhono dan Christiawan, 2004)

2.2.8. Pengaruh IOS (Investment Opportunity Set) terhadap Return Saham

Proksi IOS digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penilaian kondisi perusahaan. Indikasi adanya perusahaan yang tumbuh merupakan informasi yang dapat digunakan investor untuk memperoleh return. Semakin tinggi Market to Book Value of Asset (MKTBKASS), semakin besar aset yang digunakan perusahaan dalam usahanya, maka semakin besar kemungkinan perusahaan tersebut untuk bertumbuh, sehingga harga sahamnya akan meningkat, dan pada akhirnya return saham yang diperoleh pemegang saham akan semakin meningkat pula (Anugrah, 2009).

Rasio market value to book of asset merupakan proksi IOS berdasarkan harga. Proksi ini digunakan untuk mengukur prospek pertumbuhan perusahaan berdasarkan banyaknya asset yang digunakan dalam menjalankan usahanya. Bagi para investor, proksi ini menjadi bahan pertimbangan dalam penilaian kondisi perusahaan. Indikasi adanya perusahaan yang tumbuh merupakan informasi yang dapat digunakan investor untuk memperoleh return maupun abnormal return. Semakin tinggi MKTBKASS semakin besar asset yang digunakan perusahaan dalam usahanya, maka semakin besar kemungkinan perusahaan tersebut untuk bertumbuh, sehingga harga sahamnya akan meningkat, dan pada akhirnya return


(40)

saham yang diperoleh pemegang saham akan semakin meningkat (Anugrah, 2009).

2.3.Kerangka Konseptual

2.4.Hipotesis

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang diuraikan diatas, serta landasan teori yang digunakan maka hipotesis untuk penelitian ini adalah :

1. Diduga bahwa Economic Value Added berpengaruh postif terhadap return

saham perusahaan tekstil yang go public di PT. Bursa Efek Indonesia.

2. Diduga bahwa Operating Cash Flow berpengaruh positif terhadap return

saham perusahaan tekstil yang go public di PT. Bursa Efek Indonesia.

3. Diduga bahwa Investment Opportunity Set berpengaruh positif terhadap return

saham perusahaan tekstil yang go public di PT. Bursa Efek Indonesia

Economiv Value Added

(X1)

Operating Cash Flow

(X2)

Investment Opportunity Set (X3)

Return Saham (Y)


(41)

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Variabel-variabel yang diamati dalam penelitian ini terdiri dari beberapa variabel. Variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut :

1. Variabel terikat (Y) dalam penelitian ini adalah rasio return saham. Rata-rata

return saham biasanya dihitung dengan mengurangkan harga saham periode tertentu dengan harga saham periode sebelumnya dibagi dengan harga saham sebelumnya. Untuk menghitung return saham didapatkan rumus sebagai berikut (Anthi, 2009):

R

i,t =

1 -t i,

1 -t i, t i,

P P -P

Keterangan : R

i,t = Return Saham i pada Tahun t

P

i,t = Harga Penutupan Saham Pada Tahun t

P

i,t –1 = Harga Penutupan Saham Pada Tahun t-1

2. Variabel bebas (X) dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Economic Value Added (X1), yaitu ukuran kinerja keuangan yang paling

baik untuk menjelaskan economic profit suatu perusahaan, dibandingkan dengan ukuran yang lain. EVA juga merupakan ukuran kinerja yang berkaitan langsung dengan kemakmuran pemegang saham sepanjang


(42)

dapat menggunakan rumus sebagai berikut :

CHARGES

CAPITAL

-NOPAT

EVA

Atau

Tingkat Modal (D) = 100%

Ekuitas dan Hutang Hutang Total 

Cost of Debt (rd) = 100% Hutang

Total

Hutang Beban

Tingkat Modal dan E kuitas = 100%

Ekuitas dan Hutang Total Ekuitas Total 

Cost of Equity(re) = 100% Ekuitas Total Pajak Setelah Bersih Laba 

Tingkat Pajak (Tax) = 100%

Pajak Sebelum Bersih Laba Pajak Beban 

b. Arus Kas Operasi (X2), yaitu selisih bersih antara penerimaan dan

pengeluaran kas dan setara kas yang berasal dari aktivitas operasi selama satu tahun buku, sebagaimana tercantum dalam Laporan Arus Kas, rumusnya yaitu (Pradhono, 2004):

CHARGES

CAPITAL

-NOPAT

EVA

) ( NOPAT

EVA   WACC xINVESTED CAPITAL Pajak

Usaha Rugi

Laba

NOPAT  ( ) 

WACC = [(D x rd ) (1 - Tax) + (E x re)]

Bunga Tanpa Pendek Jangka Pinjaman Ekuitas dan Hutang Total Capital

Invested  


(43)

sebagai suatu kombinasi assets in place (aset yang dimiliki) dengan

investment options (pilihan investasi) di masa depan. Dalam penelitian ini

Investment Opportunity Set (IOS) diukur dengan menggunakan proksi MKTBKASS. Proksi ini digunakan untuk mengukur prospek pertumbuhan perusahaan berdasarkan banyaknya asset yang digunakan dalam menjalankan usahanya, rumusnya yaitu (Anthi, 2009):

IOS =

Aset Total

shm) penutupan harga

X beredar saham

lbr (jmlh T.ekuitas

-T.Aset

3.2. Tekhnik Penentuan Sampel 3.2.1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek / subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2003:55). Dalam penelitian ini populasinya adalah perusahaan textile yang go publik dan tercatat di PT. Bursa Efek Indonesia yang berjumlah 9 perusahaan.

3.2.2. Sampel dan Teknik Penarikan Sampel

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan pendekatan “non

probability sampling“ dengan metode “purposive sampling”. Adapun pengertian

non probability sampling adalah cara pengambilan sampel dimana peneliti tidak memberikan kesempatan yang sama pada anggota populasi untuk dijadikan sampel. Sedangkan purposive sampling adalah teknik penentuan sampel yang


(44)

(Sugiyono, 2003:61). Kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Perusahaan Textile yang go publik di PT. Bursa Efek Indonesia.

2. Memiliki data laporan keuangan tahun 2006-2009. 3. Memiliki perputaran saham yang masih aktif

Dengan kriteria tersebut, maka jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 6 perusahaan, yang terdiri dari:

1. PT. Argo Pantes 2. PT. Century Textile 3. PT. Panasia Filamen Inti 4. PT. Roda Vivatex 5. PT Tifico

6. PT. Untiex

3.3. Tekhnik Pengumpulan Data 3.3.1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang diambil untuk memperoleh bahan atau keterangan data dengan cara mempelajari serta mencatat dari data dokumen dan laporan keuangan dari masing-masing perusahaan yang diserahkan dari BEI.


(45)

Dalam penelitian ini data sekunder tersebut berupa laporan keuangan perusahaan tekstile tahun 2006-2010 yang terdaftar di Bursa Efek indonesia, selama 5 tahun ICMD (Indonesia Capital Market Directory).

3.3.3. Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data menggunakan teknik dokumentasi. Teknik dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen dengan cara mencari dan mengumpulkan data dengan mengambil data-data yang sudah dipublikasikan oleh pemerintah, industri atau sumber-sumber individual. Data ini diambil atau digunakan sebagian dari data yang telah di catat atau dilaporkan.

3.4. Tekhnik Analisis Dan Uji Hipotesis 3.4.1. Tekhnik Normalitas

Uji normalitas data digunakan untuk mengetahui apakah suatu data mengikuti sebaran normal yang dapat dilakukan dengan berbagai metode diantaranya adalah uji regresi OLS (Ordinary least Square), dimana distribusi sampling dari regresi OLS tergantung pada distribusi residual (e), apabila residual (e) berdistribusi normal dengan sendirinya bo dan b1 juga berdistribusi normal.

(Gujarati, 1995:66). Komponen penganggu e harus tersebar mengikuti sebaran normal dengan nilai tengah = 0 dengan varaian sebesar σ2. Uji normalitas dapat dilakukan dengan berbagai metode diantaranya adalah Kolmogorov Smirnov. Dalam regresi OLS b0 dan b1 adalah fungsi linier dari Y dan Y adalah fungsi linier


(46)

Persamaan regresi harus bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimator), artinya pengambilan keputusan uji F dan uji t tidak boleh bias. Untuk menghasilkan keputusan yang BLUE, maka harus dipenuhi diantara tiga asumsi dasar yang tidak boleh dilanggar oleh regresi linier, Apabila ada salah satu dari ketiga asumsi dasar tersebut dilanggar, maka persamaan regresi yang diperoleh tidak lagi bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimator) (Algifari, 2000:83),

sehingga pengambilan keputusan melalu uji F dan uji t menjadi bias, yaitu : 1. Autokolerasi.

Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai “korelasi antara data observasi yang diurutkan berdasarkan urut waktu (data time series) atau data yang diambil pada waktu tertentu (data cross sectional)” (Gujarati, 1999:201). Jadi dalam model regresi linear diasumsikan tidak terdapat gejala autokorelasi. Artinya nilai residual (Yobservasi–Yprediksi) pada waktu ke-t (et) tidak boleh ada

hubungan dengan nilai residual periode sebelumnya (et-1).

2. Multikolinieritas.

Uji asumsi multikolinieritas digunakan untuk menunjukkan adanya hubungan linier antara variabel-variabel bebas dalam suatu model regresi. Salah satu cara yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya multikolinieritas yaitu dengan melihat besarnya nilai Variance Inflation Factor (VIF). VIF ini dapat dihitung dengan rumus:

Tolerance 1 VIF


(47)

dijelaskan oleh variabel bebas lainnya. Nilai cutoff yang umum dipakai adalah nilai tolerance 0,10 atau sama dengan nilai VIF diatas 10. Setiap peneliti harus menentukan tingkat kolonieritas yang masih dapat dia tolerir (Ghozali, 2001:57).

3. Heteroskedastisitas

Pada regresi linier, nilai residual tidak boleh ada hubungan dengan variabel (X). Hal ini bisa diidentifikasi dengan menghitung korelasi Rank Spearman

antara residual dengan seluruh variabel bebas dimana nilai probabilitas yang diperoleh harus lebih besar dari 0,05. (Gujarati, 1999 : 188)

rs = 1-6

) 1 ( 2

2

N N

di

………

Keterangan :

di = Perbedaan dalam rank antara residual dengan variabel bebas ke-1.

N = Banyaknya data

3.4.3. Uji Regresi Linier Berganda

Untuk memudahkan dalam menjawab permasalahan dalam penelitian ini yaitu mengenai pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat, maka teknik analisis yang digunakan adalah persamaan regresi linier berganda sesuai dengan tujuan yang akan diteliti sebagai berikut :(Santoso, 2001: 167)

Y= βo + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + e


(48)

X1 : Economic Value Added (EVA)

X2 : Arus Kas Operasi

X3 : Investment Opportunity Set (IOS)

e : Standar Error

3.4.4. Uji Hipotesis a. Uji F

Pengujian hipotesis penelitian pengaruh simultan variabel (X1, X2, dan

X3) terhadap Y digunakan uji F dengan prosedur sebagai berikut :

1. H0 : b1 = 0 (tidak ada pengaruh yang nyata antara variabel bebas dengan

variabel terikat secara simultan)

Ha : b1 = 0 (ada pengaruh yang nyata antara variabel bebas dengan

variabel terikat secara simultan)

2. Dalam penelitian digunakan tingkat signifikasi 0,05 dengan derajat bebas (n-k), dimana n : jumlah pengamatan, dan k : jumlah variabel.

3. Dengan F hitung sebesar :

) /( ) 1 ( ) 1 /( 2 2 k n R k R Fhit    

Keterangan :

Fhit = hasil F hitung

n = banyaknya sampel R2 = koefisien determinasi


(49)

b. Uji t

Pengujian hipotesis penelitian pengaruh parsial (X1, X2, dan X3)

terhadap Y digunakan uji t student dengan prosedur sebagai berikut:

1. H0 : b1 = 0 (tidak ada pengaruh yang nyata antara variabel bebas dengan

variabel terikat secara parsial)

Ha : b1 ≠ 0 (ada pengaruh yang nyata antara variabel bebas dengan

variabel terikat secara parsial)

2. Dalam penelitian ini digunakan tingkat signifikansi 0,05 dengan derajat bebas (n-k), dimana n : jumlah pengamatan, dan k : jumlah variabel. 3. Dengan nilai t hitung :

) (bj se

bj thit

Keterangan :

t hit = t hasil perhitungan

bj = Koefisien regresi


(50)

4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

4.1.1. Bursa Efek Indonesia

4.1.1.1.Profil Bursa Efek Indonesia

Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC.

Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan sebagimana mestinya.

Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada tahun 1977, dan beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami pertumbuhan seiring dengan berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah. Secara singkat, tonggak perkembangan pasar modal di Indonesia dapat dilihat sebagai berikut: pada tanggal 14 Desember 1912 Bursa Efek pertama di Indonesia dibentuk di Batavia oleh Pemerintah Hindia Belanda. Tahun 1914-1918 Bursa Efek di Batavia ditutup selama Perang Dunia I. Pada tahun 1925-1942 Bursa Efek di Jakarta dibuka


(51)

kembali bersama dengan Bursa Efek di Semarang dan Surabaya. Awal tahun 1939 Karena isu politik (Perang Dunia II) Bursa Efek di Semarang dan Surabaya ditutup. Tahun 1942-1952 Bursa Efek di Jakarta ditutup kembali selama Perang Dunia II. Tahun 1952 Bursa Efek di Jakarta diaktifkan kembali dengan UU Darurat Pasar Modal 1952, yang dikeluarkan oleh Menteri kehakiman (Lukman Wiradinata) dan Menteri keuangan (Prof.DR. Sumitro Djojohadikusumo). Instrumen yang diperdagangkan: Obligasi Pemerintah RI (1950). Pada tahun 1956 Program nasionalisasi perusahaan Belanda. Bursa Efek semakin tidak aktif. Tahun 1956-1977 Perdagangan di Bursa Efek vakum. Tanggal 10 Agustus 1977 Bursa Efek diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto. BEJ dijalankan dibawah BAPEPAM (Badan Pelaksana Pasar Modal). Tanggal 10 Agustus diperingati sebagai HUT Pasar Modal. Pengaktifan kembali pasar modal ini juga ditandai dengan go public PT Semen Cibinong sebagai emiten pertama. Tahun 1977-1987 Perdagangan di Bursa Efek sangat lesu. Jumlah emiten hingga 1987 baru mencapai 24. Masyarakat lebih memilih instrumen perbankan dibandingkan instrumen Pasar Modal.

Tahun 1987 ditandai dengan hadirnya Paket Desember 1987 (PAKDES 87) yang memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan Penawaran Umum dan investor asing menanamkan modal di Indonesia. Tahun 1988-1990 Paket deregulasi dibidang Perbankan dan Pasar Modal diluncurkan. Pintu BEJ terbuka untuk asing. Aktivitas bursa terlihat meningkat. Pada tanggal 2 Juni 1988 Bursa Paralel Indonesia (BPI) mulai beroperasi dan dikelola oleh Persatuan Perdagangan Uang dan Efek (PPUE), sedangkan organisasinya terdiri dari broker dan dealer. Bulan Desember 1988 Pemerintah mengeluarkan Paket Desember 88 (PAKDES 88) yang memberikan


(52)

kemudahan perusahaan untuk go public dan beberapa kebijakan lain yang positif bagi pertumbuhan pasar modal. Pada tanggal16 Juni 1989 Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi dan dikelola oleh Perseroan Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya. Tanggal 13 Juli 1992 Swastanisasi BEJ. BAPEPAM berubah menjadi Badan Pengawas Pasar Modal. Tanggal ini diperingati sebagai HUT BEJ. Tanggal 22 Mei 1995 Sistem Otomasi perdagangan di BEJ dilaksanakan dengan sistem computer JATS (Jakarta Automated Trading Systems). Tanggal 10 November 1995 Pemerintah mengeluarkan Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Undang-Undang ini mulai diberlakukan mulai Januari 1996. Tahun 1995 Bursa Paralel Indonesia merger dengan Bursa Efek Surabaya. Tahun 2000 Sistem Perdagangan Tanpa Warkat (scripless trading) mulai diaplikasikan di pasar modal Indonesia. Tahun 2002 BEJ mulai mengaplikasikan sistem perdagangan jarak jauh (remote trading). Tahun 2007 Penggabungan Bursa Efek Surabaya (BES) ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI).

4.1.1.2.Visi dan Misi Bursa Efek Indonesia Visi

Menjadi bursa yang kompetitif dengan kredibilitas tingkat dunia. Misi

Menciptakan daya saing untuk menarik investor dan emiten, melalui pemberdayaan Anggota Bursa dan Partisipan, penciptaan nilai tambah, efisiensi biaya serta penerapan good governance.


(53)

4.1.2. Perkembangan Industri Tekstile Di Indonesia

Industri Tesktil Dan Produk Tekstil (Tpt) Indonesia secara teknis dan struktur terbagi dalam tiga sektor industri yang lengkap, vertikal dan terintegrasi dari hulu sampai hilir, yaitu: Sektor Industri Hulu (upstream), adalah industri yang memproduksi serat/fiber (natural fiber dan man-made fiber atau synthetic) dan proses pemintalan (spinning) menjadi produk benang (unblended dan blended yarn). Industrinya bersifat padat modal, full automatic, berskala besar, jumlah tenaga kerja realtif kecil dan out put pertenagakerjanya besar.

Sektor Industri Menengah (midstream), meliputi proses penganyaman (interlacing) benang enjadi kain mentah lembaran (grey fabric) melalui proses pertenunan (weaving) dan rajut (knitting) yang kemudian diolah lebih lanjut melalui proses pengolahan pencelupan (dyeing), penyempurnaan (finishing) dan pencapan (printing) menjadi kain-jadi. Sifat dari industrinya semi padat modal, teknologi madya dan modern – berkembang terus, dan jumlah tenaga kerjanya lebih besar dari sektor industri hulu.

Sejarah pertekstilan Indonesia dapat dikatakan dimulai dari industri rumahan tahun 1929 dimulai dari sub-sektor pertenunan (weaving) dan perajutan (knitting) dengan menggunakan alat Textile Inrichting Bandung (TIB) Gethouw atau yang dikenal dengan nama Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) yang diciptakan oleh Daalennoord pada tahun 1926 dengan produknya berupa tekstil tradisional seperti sarung, kain panjang, lurik, stagen (sabuk), dan selendang. Penggunaan ATBM mulai tergeser oleh Alat Tenun Mesin (ATM) yang pertama kali digunakan pada tahun 1939 di Majalaya-Jawa Barat, dimana di daerah tersebut mendapat pasokan listrik pada


(54)

tahun 1935. Dan sejak itu industri TPT Indonesia mulai memasuki era teknologi dengan menggunakan ATM.

Tahun 1960-an, sesuai dengan iklim ekonomi terpimpin, pemerintah Indonesia membentuk Organisasi Perusahaan Sejenis (OPS) yang antara lain seperti OPS Tenun Mesin; OPS Tenun Tangan; OPS Perajutan; OPS Batik; dan lain sebagainya yang dikoordinir oleh Gabungan Perusahaan Sejenis (GPS) Tekstil dimana pengurus GPS Tekstil tersebut ditetapkan dan diangkat oleh Menteri Perindustrian Rakyat dengan perkembangannya sebagai berikut.

Pertengahan tahun 1965-an, OPS dan GPS dilebur menjadi satu dengan nama OPS Tekstil dengan beberapa bagian menurut jenisnya atau sub-sektornya, yaitu pemintalan (spinning); pertenunan (weaving); perajutan (knitting); dan penyempurnaan (finishing).

Menjelang tahun 1970, berdirilah berbagai organisasi seperti Perteksi; Printer’s Club (kemudian menjadi Textile Club); perusahaan milik pemerintah (Industri Sandang, Pinda Sandang Jabar, Pinda Sandang Jateng, Pinda Sandang Jatim), dan Koperasi (GKBI, Inkopteksi).

Tanggal 17 Juni 1974, organisasi-organisasi tersebut melaksanakan Kongres yang hasilnya menyepakati mendirikan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan sekaligus menjadi anggota API. FASE PERKEMBANGAN INDUSTRI TEKSTIL INDONESIA diawali pada tahun 1970-an industri TPT Indonesia mulai berkembang

dengan masuknya investasi dari Jepang di sub-sektor industri hulu

(spinning dan man-made fiber making).


(55)

1. Periode 1970 – 1985, industri tekstil Indonesia tumbuh lamban serta terbatas dan hanya mampu memenuhi pasar domestik (substitusi impor) dengan segment pasar menengah-rendah.

2. Tahun 1986, industri TPT Indonesia mulai tumbuh pesat dengan faktor utamannya

adalah: (1) iklim usaha kondusif, seperti regulasi pemerintah yang efektif yang difokuskan pada ekspor non-migas, dan (2) industrinya mampu memenuhi standard kualitas tinggi untuk memasuki pasar ekspor di segment pasar atas-fashion.

3. Periode 1986 – 1997 kinerja ekspor industri TPT Indonesia terus meningkat dan

membuktikan sebagai industri yang strategis dan sekaligus sebagai andalan penghasil devisa negara sektor non-migas. Pada periode ini pakaian jadi sebagai komoditi primadona.

4. Periode 1998 – 2002 merupakan masa paling sulit. Kinerja ekspor tekstil nasional

fluktuatif. Pada periode ini dapat dikatakan periode cheos, rescue, dan survival.

5. Periode 2003 – 2006 merupakan outstanding rehabilitation, normalization, dan

expansion (quo vadis?). Upaya revitalisasi stagnant yang disebabkan multi-kendala, yang antara lain dan merupakan yang utama: (1) sulitnya sumber pembiayaan, dan (2) iklim usaha yang tidak kondusif.

6. Periode 2007 pertengahan – onward dimulainya restrukturisasi permesinan industri

TPT Indonesia.

4.2. Penyajian Data

4.2.1. Variabel Economic Value Added (X1)

Economic Value Added (X1), yaitu ukuran kinerja keuangan yang paling baik untuk menjelaskan economic profit suatu perusahaan, dibandingkan dengan ukuran yang lain. EVA juga merupakan ukuran kinerja yang berkaitan langsung dengan kemakmuran pemegang saham sepanjang waktu (Pradhono & Yulius J.C, 2004). Dari penelitian yang dilakukan, Economic Value Added terhadap 6 perusahaan textile yang


(56)

go publik dan tercatat di PT. Bursa Efek Indonesia mulai tahun tahun 2006-2009, diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.1

Data Economic Value Added Perusahaan Manufaktur Go Publik

Di Bursa Efek Indonesia Mulai Tahun Tahun 2006-2009

No NamaPerusahaan Tahun EVA

2006 -312.355.988.888.244 2007 35.320.869.769.573.700 2008 13.764.390.333.932.300

1 PT Argo Pantes

2009 10.178.874.783.773.300 2006 2.208.083.358.762.810 2007 836.312.366.961.886 2008 497.160.509.408.729

2 PT Century Textile

2009 24.245.648.033 2006 818.157.059.570.649 2007 3.763.875.258.725.110 2008 1.102.636.989.263.160

3 PT Panasia Filamen Inti

2009 194.848.530.029.269 2006 -356.255.302.040.825 2007 -351.025.775.650.141 2008 -1.361.282.492.768.340

4 PT Roda Vivatex

2009 -1.211.694.071.139.660 2006 411.583.416.422 2007 245.109.870.582 2008 525.967.085.709

5 PT Tifico

2009 145.187.295.970 2006 257.456.321.243.644 2007 -648.802.187.246.360 2008 575.227.508.602.461

6 PT Untitex

2009 -261.313.725.734.844 Sumber : Lampiran 1


(57)

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa nilai EVA tertinggi ada pada perusahaan Argo Pantes tahun 2007 dengan nilai EVA sebesar 35.320.869.769.573.700, Angka tersebut menunjukkan bahwa perusahaan Argo Pantes memiliki ukuran kinerja keuangan yang paling baik untuk menjelaskan

economic profit suatu perusahaan dibandingkan dengan perusahaan yang masuk

dalam kreteria sampel lainnya.

Dari tabel diatas juga dapat diketahui bahwa untuk nilai EVA paling rendah adalah yakni pada perusahaan Roda Vivatex tahun 2008 dengan nilai EVA sebesar -1.361.282.492.768.340, hal tersebut menunjukkan perusahaan Roda Vivatex memiliki ukuran kinerja keuangan yang paling buruk untuk menjelaskan economic

profit suatu perusahaan dibandingkan dengan perusahaan yang masuk dalam kreteria

sampel lainnya.

4.2.2. Variabel Operating Cash Flow (X2)

Operating Cash Flow (X1), selisih bersih antara penerimaan dan pengeluaran

kas dan setara kas yang berasal dari aktivitas operasi selama satu tahun buku, sebagaimana tercantum dalam Laporan Arus Kas. Dari penelitian yang dilakukan, Arus Kas Operasi terhadap 6 perusahaan textile yang go publik dan tercatat di PT. Bursa Efek Indonesia mulai tahun tahun 2006-2009, diperoleh hasil sebagai berikut:


(58)

Tabel 4.2

Data operating cash flow Operasi Perusahaan Manufaktur Go Publik

Di Bursa Efek Indonesia Mulai Tahun Tahun 2006-2009

No NamaPerusahaan Tahun Arus Kas Operasi

2006 2.535.591.000 2007 29.815.800.000 2008 -19.457.953.000

1 PT Argo Pantes

2009 -57.703.765.000 2006 -23.518.000.000 2007 -7.112.000.000 2008 -2.223.456

2 PT Century Textile

2009 4.931.654 2006 3.642.974.194 2007 46.005.216.411 2008 2.076.553.592

3 PT Panasia Filamen

Inti

2009 -43.555.528.238 2006 60.017.768.759 2007 44.123.703.688 2008 129.264.456.011

4 PT Roda Vivatex

2009 134.725.296.741 2006 -31.496.964 2007 5.315.257 2008 -16.509.853

5 PT Tifico

2009 511.867 2006 -10.000.245.398

2007 4.718.023.614 2008 -8.331.224.275

6 PT Untitex

2009 2.516.627.991 Sumber : Lampiran 1

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa nilai Operating Cash Flow

tertinggi ada pada perusahaan Roda Vivatex tahun 2009 dengan nilai Operating Cash

Flow sebesar 134.725.296.741, Angka tersebut menunjukkan bahwa perusahaan Roda

Vivatex memiliki selisih bersih antara penerimaan dan pengeluaran kas dan setara kas yang berasal dari aktivitas operasi selama satu tahun buku lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan yang masuk dalam kreteria sampel lainnya.


(59)

Dari tabel diatas juga dapat diketahui bahwa untuk nilai Operating Cash Flow

paling rendah adalah yakni pada perusahaan Century Textile tahun 2008 dengan nilai

Operating Cash Flow sebesar -2.223.456, Angka tersebut menunjukkan bahwa perusahaan Century Textile memiliki selisih bersih antara penerimaan dan pengeluaran kas dan setara kas yang berasal dari aktivitas operasi selama satu tahun buku lebih sedikit dibandingkan dengan perusahaan yang masuk dalam kreteria sampel lainnya

4.2.3. Variabel Investment Opportunity Set (X3)

Investment Opportunity Set (X3) merupakan nilai pada perusahaan sebagai

suatu kombinasi assets in place (aset yang dimiliki) dengan investment options (pilihan investasi) di masa depan. Variabel ini digunakan untuk mengukur prospek pertumbuhan perusahaan berdasarkan banyaknya asset yang digunakan dalam menjalankan usahanya. Dari penelitian yang dilakukan, Investment Opportunity Set terhadap 6 perusahaan textile yang go publik dan tercatat di PT. Bursa Efek Indonesia mulai tahun tahun 2006-2009, diperoleh hasil sebagai berikut:


(60)

Tabel 4.3

Data Investment Opportunity Set Perusahaan Manufaktur Go Publik

Di Bursa Efek Indonesia Mulai Tahun Tahun 2006-2009

No NamaPerusahaan Tahun IOS

2006 1,247571 2007 1,072483 2008 1,187767

1 PT Argo Pantes

2009 1,273434 2006 0,696671 2007 0,802917 2008 0,83794

2 PT Century Textile

2009 0,935799 2006 1,423037 2007 1,370812 2008 1,650982

3 PT Panasia Filamen

Inti

2009 1,787608 2006 0,847507 2007 0,962045 2008 0,863741

4 PT Roda Vivatex

2009 0,721077 2006 1,137627 2007 1,239251 2008 1,542389

5 PT Tifico

2009 1,584494 2006 2,062435 2007 1,862856 2008 2,287594

6 PT Untitex

2009 2,170254 Sumber : Lampiran 1

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa nilai Investment Oppurtunity

Set tertinggi tertinggi ada pada perusahaan PT Unitex pada tahun 2009 yakni sebesar

2,170254%, Angka tersebut menunjukkan bahwa perusahaan PT Unitex, Tbk memiliki potensi tingkat pertumbuhan di masa depan lebih baik dibandingkan dengan perusahaan yang masuk dalam kreteria sampel lainnya.

Dari tabel diatas juga dapat diketahui bahwa untuk nilai Investment

Oppurtunity Set paling rendah adalah yakni pada perusahaan Century Textile pada


(61)

menunjukkan bahwa perusahaan Century Textil memiliki potensi tingkat pertumbuhan di masa depan paling buruk dibandingkan dengan perusahaan yang masuk dalam kreteria sampel lainnya.

4.2.4. Variabel Return Saham (Y)

Return Saham (Y) ialah rasio antara pendapatan investasi selama beberapa

periode dengan jumlah dana yang diinvestasikan. Dari penelitian yang dilakukan,

Return Saham terhadap 6 perusahaan textile yang go publik dan tercatat di PT. Bursa

Efek Indonesia mulai tahun tahun 2006-2009, diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 4.4

Data Return Saham Perusahaan Manufaktur Go Publik

Di Bursa Efek Indonesia Mulai Tahun Tahun 2006-2009

No NamaPerusahaan Tahun Return Saham

2006 0 2007 0 2008 0

1 PT Argo Pantes

2009 0 2006 -0,255319149

2007 -0,242857143

2008 0

2 PT Century Textile

2009 0 2006 0 2007 0 2008 0

3 PT Panasia Filamen

Inti

2009 0 2006 0 2007 0 2008 0

4 PT Roda Vivatex

2009 0 2006 0 2007 0 2008 0

5 PT Tifico

2009 0 2006 0 2007 0 2008 0

6 PT Untitex

2009 0,057142857 Sumber : Lampiran 1


(62)

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa return saham terbesar dari pada return saham perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini ada pada perusahaan PT Unitex dengan nilai return saham sebesar 0,057142857.

4.3. Analisis Data

4.3.1. Hasil Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah suatu data mengikuti sebaran normal atau tidak. Untuk mengetahui apakah data tersebut mengikuti sebaran normal dapat dilakukan dengan berbagai metode diantaranya adalah metode

Kolmogorov Smirnov, dengan menggunakan program SPSS 13 (Ghozali, 2001 : 77).

Nilai signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05, maka distribusi adalah tidak normal. Dan nilai signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05, maka distribusi adalah normal. Berikut adalah hasil uji normalitas :

Tabel 4.5

Hasil Pengujian Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

24 ,0000000 ,05804066 ,172 ,095 -,172 ,844 ,475 N Mean Std. Deviation Normal Parameters a,b

Absolute Positive Negative Most Extreme Differences Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)

Unstandardiz ed Residual

Test distribution is Normal. a.

Calculated from data. b.


(63)

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa nilai statistik

Kolmogorov-Sminornov (K-S) sebesar 0.844 dan mempunyai taraf signifikan (asymp. Sig) sebesar

0,475 dimana nilainya lebih besar dari 0,05 sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa data dalam penelitian ini berdistribusi normal.

4.3.2. Hasil Uji Autokorelasi

Pengujian autokolerasi ini bertujuan untuk mengetahui apakah kesalahan penggangu pada periode tertentu berkolerasi dengan kesalahan penggangu pada periode lainnya. Dalam penelitian ini terjadi atau tidaknya autokorelasi diuji dengan menggunakan Durbin-Watson. Ketentuan tidak terdapatnya autokorelasi adalah jika nilia Durbin-Watson yang diperoleh di antara -2 sampai +2. Berikut adalah hasil pengujian autokorelasi dalam penelitian ini:

Tabel 4.6.

Hasil Pengujian Autokorelasi

Model Summary

1,607 Model

1

Durbin-Watson

Sumber : Lampiran 4

Dari tabel 4.6 diatas dapat diketahui bahwa nilai Durbin-Watson yang diperoleh dalam penelitian ini sebesar 1,607, karena nilai yang diperoleh di antara -2 sampai +2 maka dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi dalam penelitian ini.

4.3.3. Hasil Uji Multikolinieritas

Uji asumsi multikolinieritas digunakan untuk menunjukkan adanya hubungan linier antara variabel-variabel bebas dalam suatu model regresi. Salah satu cara yang


(1)

meningkatkan daya banding pelaporan kinerja operasi berbagai perusahaan karena meniadakan pengaruh penggunaan perlakuan akutansi yang berbeda terhadap transaksi dan peristiwa yang sama, Laporan arus kas melaporkan arus kas selama periode tertentu dan diklasifikasikan menurut aktivitas operasi, investasi dan pendanaan. Jumlah arus kas yang berasal dari aktivitas operasi merupakan indikator yang menentukan apakah dari operasinya perusahaan dapat menghasilkan arus kas yang cukup untuk melunasi pinjaman, memelihara kemampuan operasi perusahaan, membayar dividen dan melakukan investasi baru tanpa mengandalkan pada sumber pendanaan dari luar

Manajemen perusahaan maupun para investor menyadari bahwa arus kas operasi positif lebih menjamin kemampuan perusahaan dalam menjalankan aktivitas usahanya dimasa yang akan datang. Sehingga perusahaan yang mampu membayar deviden kepada pemegang saham adalah perusahaan yang memiliki earnings yang tinggi dan sekaligus dana tunai yang cukup (Pradhono dan Christiawan, 2004)

4.4.3 Pengaruh Investment Opportunity Set Terhadap Return Saham

Dilihat dari hasil pengujian hipotesis yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa Investment Opportunity Set (X3) berpengaruh positif signifikan terhadap Return

Saham (Y). Hal ini sesuai dengan teori Dwi (2008) yang menyatakan bahwa Proksi IOS digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penilaian kondisi perusahaan. Indikasi adanya perusahaan yang tumbuh merupakan informasi yang dapat digunakan investor untuk memperoleh return. Hal ini menunjukan bahwa semakin besar Investment Oppotunity Set, semakin besar return saham atau semakin besar semakin

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(2)

64

besar aset yang digunakan perusahaan dalam usahanya, maka semakin besar kemungkinan perusahaan tersebut untuk bertumbuh, sehingga harga sahamnya akan meningkat, dan pada akhirnya return saham yang diperoleh pemegang saham akan semakin meningkat pula. Dalam hal permodalan yang dilakukan perusahaan, Investor dapat melihat kinerja perusahaan dalam memperoleh modal. Kemahiran perusahaan mengelola modalnya dapat dinilai investor menggunakan proksi ini. Semakin besar nilai rasio dari proksi ini maka akan mempengaruhi nilai dari harga saham

perusahaan. Rasio ini mempengaruhi nilai dari return saham secara positif (Setyarini dalam Dwi, 2008).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Anthi Dwi. P. A (2008) yang mengatakan bahwa pengaruh Investment Opportunity Set dengan return perusahaan manufaktur dapat dibuktikan signifikansinya


(3)

65 5.1. Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah Untuk menganalisis pengaruh Economic Value Added, Operating Cash Flow dan Investment Oppurtunity Set terhadap Return Saham pada perusahaan Textile yang go public di BEI. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Perubahan pada Economic Value Added tidak mampu memberikan kontribusi pada return saham pada perusahaan textile yang go publik di PT. Bursa Efek Indonesia.

2. Semakin tinggi Operating Cash Flow maka akan semakin tinggi return saham pada perusahaan textile yang go publik di PT. Bursa Efek Indonesia.

3. Semakin tinggi Investment Oppurtunity Set maka akan semakin tinggi return saham pada perusahaan textile yang go publik di PT. Bursa Efek Indonesia.

5.2. Saran

Dari hasil penelitian yang telah didapatkan maka peneliti dapat memberikan saran diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Disarankan bagi investor untuk lebih meningkatkan kemampuan pendekatannya yang rasional dalam melakukan investasi saham dengan cara melihat kondisi perusahaan apakah cukup baik untuk berinvestasi mengingat investasi saham memiliki risiko yang tinggi.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(4)

66

2. Disarankan bagi investor sebelum melakukan investasi, para investor melakukan analisis yang mendalam dan menyeluruh terhadap semua aspek dari kinerja keuangan perusahaan, tetapi dapat juga dengan melihat nilai rasio-rasio yang lainnya

3. Disarankan bagi peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian-penelitian dengan variabel-variabel lain yang mempengaruhi return saham


(5)

Dewi, Anita. 2010. Pengaruh Rasio Likuiditas, Leverage Dan

Profitabilitas Terhadap Return Saham Perusahaan Textile

Yang Go Publik Di Bursa Efek Indonesia . Surabaya

Arifin, Johar, 2007, Cara Cerdas Menilai Kinerja Perusahaan (Aspek Finansial dan Non Finansial) Berbasis Komputer, Penerbit PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.

Dharma, Putu Ari Laksmi dan Ni Made Dwi Ratnadi, 2006, Dampak Pemoderasian Komponen Arus Kas Terhadap Hubungan Laba Akuntansi Dengan Return Saham.

Dwi. Andhi P. A, 2008, Analisis Pengaruh Investment Opportunity (IOS) Terhadap Return Saham Perusahaan Sektor Manufaktur.

Ghozali, 2001, Aplikasi Analisis Multivarrate dengan program SPSS, edisi 11, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Gitosudarmo, dan Basri, 2002, Manajemen Keuangan, Edisi Empat, BPFE, Yogyakarta.

Gujarati, D., 1999, Ekonometrika Dasar, Cetakan keenam, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Hansen dan Mowen, (2008), Management Accounting (Akuntansi Manajemen) Buku Dua Edisi Ketujuh, Jakarta : Salemba Empat

Harahap, Sofyan Syafri, 2001, Analisa Kritis Atas Laporan Keuangan, Edisi satu, Penerbit PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Hartono, Jogiyanto, 2000, “Teori Portofolio dan Analisis Investasi”, BPFE,

Yogyakarta.

IAI, (2009), Standar Akuntansi Keuangan per 1 Juli 2009, Jakarta : Salemba Empat

Jogiyanto, 2003, Teori Portofolio Dan Analisis Investasi, Edisi Kedua, Penerbit BPFE Yogyakarta.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(6)

Kallapur, Sanjay., dan Mark A Trombley, 2001, The Investment Opportunity Set : Determinants, Consequnces and Measurement, Managerial Finance,

27:3.

Myers, S. 1977, Determinants of Corporate Borrowing, Journal Financial

Economics, 5:147-175.

Norpratiwi, M.V. Agustina. 2004. Analisis Korelasi Investment Opportunity Set terhadap Return Saham, Thesis Pascasarjana UGM.

Pradhono & Yulius J.C, 2004, Pengaruh Economic Value Adde, Residual Income, Earnings Dan Arus Kas Operasi Terhadap Return Yang Diterima Oleh Pemegang Saham. Vol 6, No 2 Nopember 2004: 140-166.

Ross, S.A., R.W. Westerfield, dan B.D. Jordan., (2009), Pengantar Keuangan Perusahaan (Corporate Finance Fundamentals) Buku Satu Edisi Kedelapan, Jakarta : Salemba Empat

Rokhayati, Isnaeni. 2005. ”Analisis Hubungan IOS dengan Realisasi Pertunbuhan

serta Perbedaan Perusahaan yang Tumbuh dan Tidak Tumbuh Terhadap Kebijakan Pendanaan dan Deviden di BEJ”, SMART Vol I No. 2 Januari 2005 : (p41-60).

Sugiyono, 2003, Statistika untuk Penelitian, Cetakan kelima, Penerbit CV. Alphabeta, Bandung.

Sunariyah, 2000, Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, Edisi Ketiga, Penerbit UPP AMP YKPN, Yogyakarta.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Investment Opportunity Set Berbasis Pada Harga Saham Terhadap Real Growth Perusahaan Properti Dan Real Estate Di Bursa Efek Indonesia

1 81 115

Pengaruh Rasio Keuangan Dan Investment Opportunity Set (IOS) Terhadap Harga Saham Pada Industri Konsumsi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

3 70 120

Analisis Kinerja Keuangan Berdasarkan Economic Value Added Pada Perusahaan Sektor Makanan dan Minuman Dengan Perusahaan Sektor Farmasi di Bursa Efek Indonesia.

0 60 117

Analisis Pengaruh Economic Value Added (EVA) terhadap Market Value Added (MVA) pada Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia

5 97 94

Pengaruh Return On Asset Dan Economic Value Added Terhadap Tingkat Keuntungan Saham Perusahaan Yang Go-Public Di Indonesia

1 21 82

Analisis Pengaruh Economic Value Added (Eva), Residual Income (RI) ,Earnings Dan Operating Cas Flow (OCF) Terhadap Return Saham : Studi Pada Perusahaan LQ-45 Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI),Analisis Data Tahun 2003-2007

0 9 88

Pengaruh Return On Investment Dan Economic Value Added (EVA) Terhadap Return Saham (penelitian Pada Perusahaan MAnufaktur Yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia)

0 20 10

PENGARUH ECONOMIC VALUE ADDED, OPERATING CASH FLOW, RESIDUAL INCOME, EARNINGS, OPERATING LEVERAGE, DAN MARKET VALUE ADDED TERHADAP RETURN SAHAM.

0 3 18

PENGARUH ECONOMIC VALUE ADDED DAN MARKET VALUE ADDED TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA.

4 7 125

PENGARUH ECONOMIC VALUE ADDED, OPERATING CAS FLOW DAN INVESTMENT OPPORTUNITY SET TERHADAP RETURN SAHAM PERUSAHAAN TEXTILE YANG GO PUBLIC DI PT. BURSA EFEK INDONESIA

0 0 17