Pengaruh Rasio Keuangan Dan Investment Opportunity Set (IOS) Terhadap Harga Saham Pada Industri Konsumsi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

(1)

SKRIPSI

PENGARUH RASIO KEUANGAN DAN INVESTMENTOPPORTUNITY SET (IOS) TERHADAP HARGA SAHAM PADA INDUSTRI

KONSUMSI YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

OLEH

MINDANIA S

080522148

PROGRAM STUDI STRATA 1 AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah rasio keuangan dan Investment Opportunity Set (IOS) berpengaruh terhadap harga saham baik secara simultan maupun parsial pada perusahaan dalam industri konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah current ratio (CR), return on asset (ROA), return on equity (ROE) dan investment opportunity set (MVBEBVE) dan variabel dependen dalam penelitian ini adalah harga saham. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan konsumsi yang terdaftar di BEI tahun 2007-2009 dimana jumlah populasi yang digunakan adalah sebanyak 37 perusahaan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik purposive sampling dimana jumlah amatan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah 72 (24x 3 tahun). Pengujian yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji asumsi klasik (normalitas, heteroskedastisitas, autokorelasi dan multikolinearitas) dan uji hipotesis (uji t, uji F dan uji determinasi).

Berdasarkan hasil uji simultan diperoleh kesimpulan current ratio (CR), return on asset (ROA), return on equity (ROE) dan investment opportunity set (MVBEBVE) tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan harga saham. Berdasarkan hasil uji parsial diperoleh current ratio (CR), return on asset (ROA), return on equity (ROE) dan investment opportunity set (MVBEBVE) tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan harga saham.

Kata kunci: Current Ratio, Return on Asset, Return on Equity, Investment Opportunity Set dan Perubahan Harga Saham.


(3)

ABSTRACT

This study aims to determine if financial ratios and the Investment Opportunity Set (IOS) effect on stock prices, both simultaneously and partially on the consumption of industrial companies listed in Indonesia Stock Exchange. Independent variables used in this study were current ratio (CR), return on assets (ROA), return on equity (ROE) and the investment opportunity set (MVBEBVE) and the dependent variable in this study is the change in stock price. The population used in this study is a company registered in the IDX consumption in 2007-2009 where the total population was used as many as 37 companies. The sampling technique used was purposive sampling technique in which the number of observations obtained in this study were 72 (24x 3 years). The tests used in this study is to test the classical assumption (normality, heteroscedasticity, autocorrelation and multicolinearity) and hypothesis testing (t test, F test and the test of determination).

Based on test results simultaneously obtained conclusion current ratio (CR), return on assets (ROA), return on equity (ROE) and the investment opportunity set (MVBEBVE) no significant effect on stock price changes. Based on the partial test results obtained by current ratio (CR), return on assets (ROA), return on equity (ROE) and the investment opportunity set (MVBEBVE) berpengarug no significant effect on stock price changes.

Keywords: Current Ratio, Return on Assets, Return on Equity, Investment Opportunity Set and Change in Stock Price.


(4)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah ... 1

2. Perumusan Masalah... 9

3. Tujuan Penelitian... 10

4. Manfaat Penelitian... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Tinjauan Teoritis 1.1 Pengertian Rasio Keuangan ... 11

1.2. Jenis-Jenis Rasio Keuangan ... 12

1.2.1. Rasio Likuiditas ... 13

1.2.2. Rasio Leverage ... 17

1.2.3. Rasio Aktivitas ... 19


(5)

1.3. Investment Opportunity Set (IOS) ... 24

1.4. Saham ... 27

2. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 32

3. Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian ... 36

3.1. Kerangka Konseptual ... 36

3.2. Hipotesis Penelitian ... 38

BAB III METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian ... 39

2. Populasi dan Sampel ... 39

3. Jenis dan Sumber Data ... 40

4. Teknik Pengumpulan Data ... 41

5. Defenisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 41

6. Metode Analisis Data ... 45

6.1. Pengujian Asumsi Klasik ... 45

6.2. Pengujian Hipotesis ... 48

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN 1. Data Penelitian ... 50

2. Pengujian Asumsi Klasik ... 51

2.1. Hasil Uji Normalitas ... 52

2.2.Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 58


(6)

2.4. Hasil Uji Multikolinearitas ... 62

3. Hasil Pengujian Hipotesis ... 64

3.1. Hasil Uji Koefisien Determinasi ... 64

3.2.Hasil Uji Signifikan Simultan (Uji F) ... 65

3.3.Hasil Uji Signifikan Parsial (Uji t) ... 66

4. Pembahasan Hasil Penelitian ... 70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan... 73

2. Keterbatasan ... 74

3. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 76


(7)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 1.1 Hubungan Rasio Keuangan dan Harga Saham... 7

Tabel 2.1 Proksi Kesempatan Investasi... 25

Tabel 2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 33

Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 43

Tabel 4.1 Statistik Deskriptif ... 50

Tabel 4.2 One–Sample Kolmogorov–Smirnov Test ... 55

Tabel 4.3 One–Sample Kolmogorov–Smirnov Test ... 58

Tabel 4.4 Hasil Uji Autokorelasi... 61

Tabel 4.5 Hasil Uji Multikolinearitas ... 63

Tabel 4.6 Adjusted R2 ... 64

Tabel 4.7 Hasil Uji F ... 66


(8)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual ... 37

Gambar 4.1 Grafik Histogram ... 53

Gambar 4.2 Grafik P-P Plot ... 53

Gambar 4.3 Grafik Histogram (Setelah Transformasi) ... 56

Gambar 4.4 Grafik P-P Plot (Setelah Transformasi) ... 57


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran i Populasi dan Sampel Penelitian ... 78

Lampiran ii Data Penelitian ...83

Lampiran iii Statistik Deskriptif ...93

Lampiran iv Uji Normalitas ... 94

Lampiran v Data Penelitian Setelah Transformasi ...97

Lampiran vi Uji Normalitas (Setelah Transformasi) ... 101

Lampiran vii Hasil Uji Heteroskedastisitas (Setelah Transformasi)... 103

Lampiran viii Hasil Uji Autokorelasi (Setelah Transformasi) ... 104

Lampiran ix Hasil Uji Multikolinearitas (Setelah Transformasi) ... 105


(10)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah rasio keuangan dan Investment Opportunity Set (IOS) berpengaruh terhadap harga saham baik secara simultan maupun parsial pada perusahaan dalam industri konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah current ratio (CR), return on asset (ROA), return on equity (ROE) dan investment opportunity set (MVBEBVE) dan variabel dependen dalam penelitian ini adalah harga saham. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan konsumsi yang terdaftar di BEI tahun 2007-2009 dimana jumlah populasi yang digunakan adalah sebanyak 37 perusahaan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik purposive sampling dimana jumlah amatan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah 72 (24x 3 tahun). Pengujian yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji asumsi klasik (normalitas, heteroskedastisitas, autokorelasi dan multikolinearitas) dan uji hipotesis (uji t, uji F dan uji determinasi).

Berdasarkan hasil uji simultan diperoleh kesimpulan current ratio (CR), return on asset (ROA), return on equity (ROE) dan investment opportunity set (MVBEBVE) tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan harga saham. Berdasarkan hasil uji parsial diperoleh current ratio (CR), return on asset (ROA), return on equity (ROE) dan investment opportunity set (MVBEBVE) tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan harga saham.

Kata kunci: Current Ratio, Return on Asset, Return on Equity, Investment Opportunity Set dan Perubahan Harga Saham.


(11)

ABSTRACT

This study aims to determine if financial ratios and the Investment Opportunity Set (IOS) effect on stock prices, both simultaneously and partially on the consumption of industrial companies listed in Indonesia Stock Exchange. Independent variables used in this study were current ratio (CR), return on assets (ROA), return on equity (ROE) and the investment opportunity set (MVBEBVE) and the dependent variable in this study is the change in stock price. The population used in this study is a company registered in the IDX consumption in 2007-2009 where the total population was used as many as 37 companies. The sampling technique used was purposive sampling technique in which the number of observations obtained in this study were 72 (24x 3 years). The tests used in this study is to test the classical assumption (normality, heteroscedasticity, autocorrelation and multicolinearity) and hypothesis testing (t test, F test and the test of determination).

Based on test results simultaneously obtained conclusion current ratio (CR), return on assets (ROA), return on equity (ROE) and the investment opportunity set (MVBEBVE) no significant effect on stock price changes. Based on the partial test results obtained by current ratio (CR), return on assets (ROA), return on equity (ROE) and the investment opportunity set (MVBEBVE) berpengarug no significant effect on stock price changes.

Keywords: Current Ratio, Return on Assets, Return on Equity, Investment Opportunity Set and Change in Stock Price.


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Sejalan dengan berkembangnya perekonomian, banyak perusahaan yang melakukan ekspansi usaha. Untuk tujuan tersebut, maka perusahaan memerlukan dana yang relatif besar. Pemenuhan kebutuhan dana tersebut dapat diperoleh dengan melakukan pinjaman dalam bentuk hutang atau menerbitkan saham di pasar modal. Pesatnya perkembangan Bursa Efek Indonesia saat ini tidak dapat dipisahkan dari peran investor yang melakukan transaksi di Bursa Efek Indonesia. Sebelum seorang investor akan memutuskan akan menginvestasikan dananya di pasar modal ada kegiatan terpenting yang perlu untuk dilakukan, yaitu penilaian dengan cermat terhadap emiten, ia harus percaya bahwa informasi yang diterimanya adalah informasi yang benar. Sistem perdagangan di bursa dapat dipercaya, serta tidak ada pihak lain yang memanipulasi informasi dalam perdagangan tersebut.

Salah satu faktor yang mendukung kepercayaan pemodal adalah persepsi mereka akan kewajaran harga sekuritas. Dalam keadaan seperti itu, pasar modal dikatakan efisiensi secara informasional. Pasar Modal dikatakan efisiensi secara informasional apabila harga sekuritas-sekuritasnya mencerminkan semua informasi yang relevan. Oleh karena itu informasi yang tidak benar dan tidak tepat tentunya akan menyesatkan para pemodal dalam melakukan investasi pada sekuritas, sehingga hal ini dapat merugikan para pemodal. Semakin cepat dan


(13)

tepat informasi sampai kepada calon pemodal dan dicerminkan pada harga saham, maka pasar modal yang bersangkutan semakin efisien.

Untuk pengambilan keputusan ekonomi, para pelaku bisnis dan pemerintah membutuhkan informasi tentang kondisi dan kinerja keuangan perusahaan. Analisis rasio keuangan merupakan alternatif untuk menguji apakah informasi keuangan bermanfaat untuk melakukan klasifikasi atau prediksi terhadap harga saham. Analisis rasio keuangan didasarkan pada data keuangan historis yang tujuan utamanya memberikan suatu indikasi kinerja perusahaan pada masa yang akan datang. Informasi keuangan sebagai instrumen data akuntansi diharapkan mampu menggambarkan realita ekonomi. Oleh karena itu pengujian terhadap kandungan informasi akan dapat mempengaruhi reaksi pasar atas tingkat pengembalian. Salah satu alternatif untuk mengetahui informasi keuangan yang dihasilkan bermanfaat untuk memprediksi harga saham, maka dilakukan analisis rasio keuangan. Seperangkat laporan keuangan utama belum dapat memberikan manfaat maksimal bagi pemakai sebelum pemakai menganalisis laporan keuangan tersebut dalam bentuk rasio keuangan. Rasio keuangan dikelompokkan dalam lima jenis yaitu rasio likuiditas, rasio aktivitas, rasio profitabilitas, rasio solvabilitas dan rasio pasar.

Harga saham adalah nilai suatu saham yang mencerminkan kekayaan perusahaan yang mengeluarkan saham tersebut, dimana perubahan atau fluktuasinya sangat ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan yang terjadi di bursa (pasar sekunder). Koetin, 1992 : 89 menyatakan bahwa


(14)

Semakin banyak investor yang ingin membeli atau menyimpan suatu saham, harganya semakin naik, sebaliknya semakin banyak investor yang ingin menjual atau melepaskan suatu saham, harganya semakin bergerak turun. Secara umum, semakin banyak kinerja suatu perusahaan semakin tinggi laba usahanya dan semakin banyak keuntungan yang dapat dinikmati oleh pemegang saham, juga semakin besar kemungkinan harga saham akan naik.

Meskipun demikian saham yang memiliki kinerja baik sekalipun, harganya bisa saja turun karena keadaan pasar. Saham yang memiliki kinerja baik meskipun harganya menurun keras karena keadaan pasar yang jelek (bearish) yang menyebabkan kepercayaan terhadap pemodal terguncang , saham ini tidak akan sampai hilang jika kepercayaan pemodal pulih. Siklus ekonomi membaik ataupun hal-hal lain membaik (bullish), maka harga saham yang baik ini akan kembali naik menjadi resiko dari pemegang suatu saham adalah turunnya harga saham. Cara mengatasinya adalah menahan saham tersebut untuk waktu yang cukup lama sampai keadaan pasar membaik kembali.

Dalam melakukan prediksi harga saham terdapat pendekatan dasar yaitu analisis fundamental dan analisis teknikal. Secara tradisional analisis fundamental telah memperoleh perhatian yang cukup besar dari para analisi sekuritas. Para praktisi cenderung menyukai penggunaan model yang tidak terlalu rumit, mudah dipahami, dan mendasarkan diri atas informasi akuntansi. (Koetin, 1992 :89) menjelaskan bahwa analisis fundamental mendasarkan pola pikir perilaku harga saham ditentukan oleh perubahan perubahan variasi perilaku variabel-variabel dasar kinerja perusahaan. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa harga saham tersebut ditentukan oleh nilai perusahaan. Apabila kinerja perusahaan baik maka nilai usaha akan tinggi. Dengan nilai usaha yang tinggi membuat para investor melirik perusahaan tersebut untuk menanamkan modalnya sehingga akan terjadi


(15)

kenaikan harga saham. Sebaliknya apabila terdapat berita buruk mengenai kinerja perusahaan maka akan menyebabkan penurunan harga saham pada perusahaan tersebut. Atau dapat dikatakan bahwa harga saham merupakan fungsi dari nilai perusahaan. Kinerja perusahaan ini akan menjadi tolak ukur seberapa besar resiko yang akan ditanggung investor. Untuk memastikan kinerja perusahaan tersebut dalam kondisi baik atau buruk dapat dilakukan dengan menggunakan analisis rasio.

Analisis teknikal adalah menganalisis harga saham berdasarkan informasi yang mencerminkan kondisi perdagangan saham, keadaan pasar, permintaan dan penawaran harga di pasar saham, fluktuasi kurs, volume transaksi di masa lalu. Analisis teknikal menegaskan bahwa perubahan harga saham terjadi berdasarkan pola perilaku harga saham itu sendiri, sehingga cenderung untuk terulang kembali. Asumsi dasar dari analisis teknikal adalah bahwa jual beli saham merupakan kegiatan berspekulasi.

Beberapa hal yang dapat menunjang pertumbuhan laba suatu perusahaan adalah bagaimana perusahaan tersebut dapat mengembangkan bisnis lain disamping tetap mempertahankan main core bisnis yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Dengan demikian peluang investasi perusahaan dapat mempengaruhi tingkat pertumbuhan perusahaan. Perusahaan yang memiliki semakin banyak peluang investasi di masa depan akan memiliki semakin besar peluang untuk tumbuh, pilihan-pilihan investasi yang memberikan pertumbuhan bagi perusahaan-perusahaan di masa datang ini dikenal dengan isitilah Set Kesempatan Investasi atau Investment Opportunity Set (IOS). Setiap entitas bisnis dalam


(16)

menjalankan usahanya selalu memiliki harapan untuk tetap going concern. Pertumbuhan yang selalu meningkat serta bertambahnya nilai aset perusahaan diharapkan tercapai sesuai dengan ekspektasi atau peramalan perusahaan. Pertumbuhan perusahaan menurut Smith dan Wats (1992) dapat diproksikan dengan berbagai macam kombinasi nilai set kesempatan investasi (Investment Opportunity Set). Esensi pertumbuhan bagi suatu perusahaan adalah adanya kesempatan investasi yang dapat menghasilkan keuntungan.

Berbagai penelitian tentang Investment Opportunity Set (IOS) menunjukkan bahwa Investment Opportunity Set (IOS) merupakan proksi realisasi pertumbuhan perusahaan yang berhubungan dengan berbagai variabel kebijakan perusahaan. Pertanyaan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah apakah nilai IOS sebagai proksi pertumbuhan perusahaan memiliki hubungan dan korelasi yang tinggi dengan reaksi pasar yang direspon oleh para investor melalui perubahan return saham. Dalam penelitian ini diproksikan dengan rasio MVEBVE. Berdasarkan penelitian Kallapur dan Trembley (1999), “variabel tersebut merupakan proksi yang paling valid digunakan. Selain itu variabel yang paling banyak digunakan oleh peneliti di bidang keuangan”.

Pada penelitian ini, penulis ingin menganalisis pengaruh rasio keuangan dan investment opportunity set (IOS) terhadap harga saham pada industri konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Kelompok perusahaan yang tergabung ke dalam industri konsumsi yang go public di Bursa Efek Indonesia dipilih sebagai perusahaan yang diteliti dengan mempertimbangkan persaingan yang tinggi, sehingga menuntut kinerja perusahaan yang selalu prima agar unggul


(17)

dalam persaingan, baik bersaing dengan perusahaan yang telah go public maupun yang belum go public. Disamping itu, industri ini menyediakan kebutuhan primer manusia sehingga tetap dapat menjadi prioritas utama konsumen meskipun kondisi perekonomian kurang mendukung. Bagaimanapun buruknya kondisi kehidupan ekonomi konsumen, mereka masih tetap membutuhkan konsumsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Penulis ingin melihat apakah ada hubungan yang signifikan antara nilai rasio keuangan dan Investment Opportunity Set (IOS) tersebut dengan perubahan harga saham. Hal yang menjadi motivasi penulis untuk membuat penulisan ini didasarkan kepada fenomena yang terjadi dan hasil penelitian terdahulu yang meneliti tentang hubungan rasio tersebut dengan harga saham. Pada penelitian ini rasio keuangan yang digunakan oleh penulis meliputi current ratio (CR), return on asset (ROA), return on equity (ROE) dan investment opportunity set (IOS). Fenomena yang terjadi adalah bahwa dalam kenyataannya harga saham pada sektor industri barang komsumsi mengalami fluktuasi kenaikan dan penurunan harga saham, meskipun terdapat kenaikan pada rasio keuangan. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 1.1 sebagai berikut:


(18)

Tabel 1.1

Hubungan Rasio Keuangan dan Harga Saham NAMA EMITEN

CR ROA ROE Harga Saham

2008 2009 2008 2009 2008 2009 2008 2009 PT Aqua Golden

Mississippi Tbk.

7.09 7.81 0.07 0.08 12.99 14.16

127,000 244,800 PT Cahaya Kalbar Tbk. 0.13 7.35 0.04 0.04 11.27 11.29 700 1,490 PT Delta Djakarta Tbk. 4.17 3.78 0.08 0.19 10.32 16.11 20,000 62,000 PT Tiga Pilar Sejahtera

Food Tbk.

0.75 0.90 3.66 5.21 4.50 7.34

425 360

PT Ultra Jaya Milk Tbk. 2.37 1.85 0.02 1.74 3.65 26.75 800 580 Sumber: BEI

Berdasarkan pada tabel diatas terlihat bahwa kenaikan rasio keuangan seperti current ratio (CR), return on asset (ROA) dan return on equity (ROE) pada beberapa contoh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tidak berpengaruh terhadap kenaikan harga saham perusahaan tersebut. Ada yang memiliki peningkatan rasio keuangan seperti PT Aqua Golden Mississippi Tbk, PT Cahaya Kalbar Tbk. dan PT Delta Djakarta Tbk. Kenaikan rasio keuangan pada perusahaan tersebut diiringi dengan kenaikan harga sahamnya. Ada yang memiliki peningkatan rasio keuangan seperti PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk dan PT Ultra Jaya Milk Tbk.. Kenaikan rasio keuangan pada perusahaan tersebut tidak diiringi dengan kenaikan harga sahamnya.

Penelitian untuk menganalisis pengaruh rasio keuangan terhadap tingkat harga saham telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya dengan penggunaan


(19)

variable dependen dan variabel independen yang beragam. Namun secara keseluruhan hasil akhir dari penelitian ini adalah pengaruh yang tidak signifikan antara kedua variabel tersebut, walaupun terdapat hasil signifikan yang relatif kecil.

Susi dan Rudi Setiawan (2003) melakukan penelitian tentang Analisis Pengaruh Rasio Profitabilitas Terhadap Harga Saham Industri Barang Konsumsi Yang Tergabung Dalam Indeks lQ45 Yang Go Publik di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa return on asset (ROA), return on equity (ROE), net profit margin (NPM), dan earning per share (EPS) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan harga saham. Selain itu menurut Halim (2007) yang melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham dari perusahaan-perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Jakarta pada periode 2004-2006. Penelitian ini mengggunakan variabel independen seperti return on equity, debt to equity ratio, earning per share, dan net profit margin. Hasil penelitian menunjukkan hanya ROE dan EPS memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham perusahaan manufaktur. Sasongko dan Wulandari (2003) yang melakukan penelitian tentang Pengaruh EVA dan rasio-rasio profitabilitas terhadap harga saham perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ periode 2001 dan 2002. Penelitian ini mengggunakan variabel independen seperti return on assets (ROA), earning per share (EPS), return on sales (ROS) dan basic earning power (BEP). Hasil penelitian menunjukkan hanya EPS yang berpengaruh terhadap harga saham, sedangkan ROA, ROS, dan BEP tidak berpengaruh terhadap harga saham.


(20)

Dari berbagai hasil penelitian diperoleh hasil yang signifikan. Oleh karena itu penelitian ini akan menganalisis rasio keuangan terhadap perubahan harga saham dengan penambahan variabel yang berbeda dari penelitian sebelumnya pada perusahaan yang terdaftar di BEI. Berawal dari hasil penelitian terdahulu maka penulis mencoba untuk melakukan penelitian ulang (replikasi) dari penelitian yang dilakukan oleh Susi dan Rudi Setiawan (2003). Dengan menggunakan rasio- rasio yaitu current ratio (CR), return on asset (ROA), return on equity (ROE) sebagai rasio keuangan serta menambahkan investment opportunity set (IOS) sebagai variabel bebas lainnya. Motivasi dalam melakukan penelitian ini adalah untuk menguji konsistensi pengaruh rasio keuangan berdasarkan data akuntansi terhadap harga saham. Atas dasar penelitian diatas, serta teori yang menyatakan nilai saham mewakili nilai perusahaan (kinerja perusahaan), maka penelitian ini mengambil judul “Pengaruh Rasio Keuangan Dan Investment Opportunity Set(IOS) Terhadap Harga Saham Pada Industri Konsumsi Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: “Apakah rasio keuangan dan Investment Opportunity Set (IOS) berpengaruh terhadap harga saham baik secara simultan maupun parsial pada industri konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?”.


(21)

3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh rasio keuangan dan Investment Opportunity Set (IOS) terhadap harga saham baik secara simultan maupun parsial pada perusahaan dalam industri konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan tidak hanya bermanfaat bagi peneliti, tetapi juga bagi perusahaan, investor, dan peneliti selanjutnya.

4. 1 Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat sebagai bahan masukan apabila peneliti dimintai pendapat mengenai pengaruh rasio keuangan dan Investment Opportunity Set (IOS) terhadap harga saham.

4. 2 Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam mengambil keputusan bisnis yang berkaitan dengan pengaruh rasio keuangan dan Investment Opportunity Set (IOS) terhadap harga saham di masa yang akan datang.

4. 3 Bagi investor, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam membuat keputusan investasi pada perusahaan emiten yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

4. 4 Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi untuk penelitian selanjutnya pada bidang analisis laporan keuangan.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Tinjauan Teoritis

1.1 Pengertian Rasio Keuangan

Rasio keuangan merupakan alat analisis keuangan yang paling sering digunakan. Rasio keuangan menghubungkan berbagai perkiraan yang terdapat pada laporan keuangan sehingga kondisi keuangan dan hasil operasi suatu perusahaan dapat diinterpretasikan. Rasio keuangan merupakan pedoman yang berfaedah dalam mengevaluasi posisi dan operasi keuangan perusahaan dan mengadakan perbandingan dengan hasil-hasil dari tahun-tahun sebelumnya atau perusahaaan-perusahaan lain.

Rasio keuangan dapat digunakan untuk mengetahui apakah telah terjadi penyimpangan dalam melaksanakan aktivitas operasional perusahaan. Rasio merupakan alat untuk meyediakan pandangan terhadap kondisi yang mendasari. Rasio merupakan salah satu titik awal, bukan titik akhir. Rasio yang diinterpretasikan dengan tepat mengindikasikan area yang memerlukan investigasi lebih lanjut. Rasio keuangan menunjukkan hubungan sistematis dalam bentuk perbandingan antara perkiraan-perkiraan laporan keuangan. Agar hasil perhitungan rasio keuangan dapat diinterpretasikan, perkiraan-perkiraan yang dibandingkan harus mengarah pada hubungan ekonomis yang penting.


(23)

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan rasio keuangan sebagai alat analisis. Hal-hal tersebut akan membantu analis dalam menginterpretasikan hasil perhitungan rasio keuangan sehingga dihasilkan kesimpulan yang lebih tepat. Syamsuddin (2000 : 40) mengemukakan beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan rasio keuangan sebagai alat analisis.

− Sebuah rasio saja tidak dapat digunakan untuk menilai keseluruhan operasi yang telah dilaksanakan. Untuk menilai keadaan perusahaan secara keseluruhan sejumlah rasio haruslah dinilai secara bersama-sama. Kalau sekiranya hanya satu aspek saja yang ingin dinilai, maka satu atau dua rasio saja sudah cukup digunakan.

− Pembandingan yang dilakukan haruslah dari perusahaan yang sejenis dan pada saat yang sama. Tidaklah tepat kita membandingkan rasio finansial perusahaan A pada tahun 19X0 dengan rasio finansial perusahaan B pada tahun 19X1.

− Sebaiknya perhitungan rasio finansial didasarkan pada data laporan keuangan yang telah diaudit (diperiksa). Laporan keuangan yang belum diaudit masih diragukan kebenarannya, sehingga rasio-rasio yang dihitung juga kurang akurat.

− Adalah sangat penting untuk diperhatikan bahwa pelaporan atau akuntansi yang digunakan haruslah sama.

1.2 Jenis-jenis Rasio Keuangan

Ada banyak jenis-jenis rasio keuangan yang biasa digunakan dalam melakukan analisis keuangan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Van Horne dan Wachowicz (2005 : 204)

Rasio-rasio keuangan yang umumnya digunakan pada dasarnya terdiri atas dua jenis. Jenis pertama meringkas beberapa aspek dari “kondisi keuangan” perusahaan untuk suatu periode-periode dengan neraca yang telah dibuat. Rasio-rasio ini disebut rasio rasio neraca (balance sheet ratio), karena baik pembilang maupun penyebut dalam setiap rasio berasal langsung dari neraca. Jenis kedua dari rasio meringkas beberapa aspek kinerja perusahaan selama periode waktu tertentu, biasanya dalam setahun. Rasio-rasio ini disebut sebagai rasio laporan laba


(24)

rugi (income statement ratio) atau rasio laba rugi/neraca (income statement/balance sheet ratio).

Secara umum rasio-rasio keuangan dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis kelompok rasio keuangan antara lain:

1.2.1 Rasio Likuditas

Rasio likuiditas biasa digunakan dalam melakukan analisis kredit karena likuiditas berkaitan dengan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Pihak-pihak yang berkepentingan dalam menilai tingkat likuiditas perusahaan adalah kreditor-kreditor jangka pendek seperti pemasok dan bankir. Rasio likuiditas menurut Van Horne dan Wachowicz (2005 : 206) adalah “rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya”.

Untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya perusahaan memerlukan sejumlah kas yang cukup. Likuiditas (liquidity) merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan kas dalam jangka pendek untuk memenuhi kewajibannya. Likuiditas bergantung pada arus kas perusahaan dan komponen aktiva lancar dan kewajiban lancarnya. Likuiditas tidak hanya berkenaan dengan keadaan keseluruhan keuangan perusahaan, tetapi juga berkenaan dengan kemampuannya untuk mengubah aktiva lancar tertentu menjadi uang kas. Perusahaan harus mengubah aktiva lancar tertentu menjadi kas untuk membayar kewajiban lancarnya,


(25)

misalnya perusahaan perlu menagih piutang atau menjual persediaannya sehingga perusahaan memperoleh kas.

Rasio likuiditas dapat dibagi lagi menjadi beberapa jenis. Masing-masing rasio likuiditas mencerminkan perspektif yang berbeda dalam mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Rasio likuiditas tersebut menurut Tampubolon (2005 : 36) “antara lain current ratio, quick ratio, absolute liquidity ratio”. Menurut Darsono dan Ashari (2005 : 52-53) “rasio likuiditas meliputi rasio lancar, quick test ratio, net working capital, defensive interval ratio”.

Menurut Van Horne dan Wachowicz (2005 : 56 ) “acid test ratio memberikan ukuran yang mendalam tentang likuiditas daripada rasio lancar”. Current ratio menunjukkan hubungan antara aktiva lancar dengan kewajiban lancar suatu perusahaan. Meskipun quick test ratio atau acid test ratio memberikan gambaran yang lebih baik dalam mengukur tingkat likuiditas dibandingkan current ratio karena hanya terdiri dari kas, surat-surat berharga, dan piutang usaha, tetapi acid test ratio memiliki kelemahan dalam mengukur tingkat likuiditas. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Syamsuddin (2000: 46)

Acid test ratio ini akan memberikan gambaran likuiditas yang lebih tepat hanya apabila inventory sulit untuk dijual dengan segera tanpa menurunkan nilainya. Dengan perkataan lain, apabila inventory dapat dijual dengan segera tanpa menurunkan nilainya, maka penggunaan current ratio lebih disukai sebagai pengukuran


(26)

tingkat likuiditas perusahaan secara menyeluruh (overall liquidity of the firm).

Rasio lancar (current ratio) menunjukkan kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban jangka pendeknya dari aktiva lancarnya. Pihak yang paling berkepentingan terhadap rasio lancar adalah kreditor jangka pendek seperti pemasok. Jumlah kas dan jumlah persediaan dan piutang yang akan dikonversi menjadi kas merupakan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan untuk membayar kewajiban kepada kreditor jangka pendek.

Rasio likuiditas yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah rasio lancar (current ratio). Rumus untuk menghitung rasio lancar adalah :

Rasio lancar (current ratio) = 100% Lancar

Kewajiban Lancar Aktiva

x

Rumus tersebut menunjukkan hubungan antara aktiva lancar dengan kewajiban lancar. Semakin besar aktiva lancar, maka semakin tinggi rasio lancarnya. Apabila dinyatakan bahwa rasio lancar suatu perusahaan adalah sebesar 2, artinya setiap satu rupiah kewajiban lancar akan dijamin oleh dua rupiah aktiva lancar.

Tidak ada suatu ketentuan mutlak tentang berapa tingkat current ratio yang dianggap baik atau yang harus dipertahankan oleh suatu perusahaan karena biasanya tingkat current ratio ini juga sangat tergantung pada jenis usaha dari masing-masing perusahaan perusahaan.


(27)

Untuk mengetahui apakah rasio lancar perusahaan baik, hasil perhitungan rasio lancar harus dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya atau dengan industri sejenis. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menganalisis rasio lancar adalah praktik yang berlaku dalam industri, lamanya siklus operasi dalam perusahaan, dan bauran aktiva lancar perusahaan.

Rasio lancar yang tinggi belum tentu menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban lancarnya juga tinggi. Dalam menganalisis rasio lancar perlu diperhatikan apakah yang menyebabkan rasio lancar tersebut tinggi. Jika yang menyebabkan rasio lancar tersebut tinggi adalah piutang atau persediaan, maka untuk memenuhi kewajiban lancarnya perusahaan harus terlebih dahulu melakukan penagihan atas piutang atau menjual persediaan agar diperoleh kas untuk membayar kewajiban lancar tersebut. Kreditor harus menanggung risiko bahwa kemungkinan perusahaan tidak dapat membayar kewajiban lancarnya karena perusahaan tidak mampu menagih piutangnya atau tidak dapat menjual persediaannya.

Bagi kreditor jangka pendek semakin tinggi rasio lancar, maka semakin besar kemungkinan bahwa perusahaan mampu untuk membayar kewajiban jangka pendeknya. Bagi kreditor jangka panjang rasio lancar yang rendah dapat menyebabkan


(28)

perusahaan dipaksa pailit. Oleh karena perusahaan perlu menjaga tingkat likuiditas agar tidak terlalu tinggi ataupun terlalu rendah.

1.2.2 Rasio Leverage

Perusahaan memperoleh sumber pendanaan dari dua sumber yaitu kreditor dan pemegang saham. Rasio leverage menunjukkan berapa besar perusahaan didanai oleh kreditor dan pemegang saham. Rasio leverage (rasio utang) adalah rasio yang menunjukkan sejauh mana perusahaan dibiayai oleh utang. Rasio leverage disebut juga rasio solvabilitas.

Menurut Darsono dan Ashari rasio leverage atau rasio solvabilitas adalah “rasio untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jika perusahaan tersebut dilikuidasi".

Pihak yang paling berkepentingan terhadap rasio leverage perusahaan adalah kreditur dan pemegang saham. Semakin besar jumlah pendanaan yang berasal dari kreditor, semakin tinggi risiko perusahaan tidak dapat membayar seluruh kewajiban dan bunganya. Bagi pemegang saham, semakin tinggi rasio leverage, semakin rendah tingkat pengembalian yang akan diterima pemegang saham karena perusahaan harus melakukan pembayaran bunga sebelum laba dapat dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen.


(29)

Rasio leverage menurut Brigham dan Houston (2006 : 101) memiliki tiga implikasi penting sebagai berikut:

1.2.2.1 Dengan memperoleh dana melalui utang, para pemegang saham dapat mempertahankan kendali mereka atas perusahaan tersebut dengan sekaligus membatasi investasi yang mereka berikan,

1.2.2.2 Kreditor akan melihat pada ekuitas, atau dana yang diperoleh sendiri, sebagai suatu batasan keamanan sehingga semakin tinggi proporsi dari jumlah modal yang diberikan oleh pemegang saham, maka semakin kecil risiko yang harus dihadapi kreditor,

1.2.2.3 Jika perusahaan mendapatkan hasil dari investasi yang didanai dengan dana hasil pinjaman lebih besar daripada bunga yang dibayarkan, maka pengembalian dari modal pemilik akan diperbesar, atau “diungkit” (leveraged).

Menurut Tampubolon (2005 : 37) “pada dasarnya rasio leverage yang lazim digunakan adalah debt to net worth, coverage interest charges, total assets to net worth, fixed assets to net worth, current assets to net worth, inventory to net worth, receivable to net worth, liquid assets to net worth”. Ada dua rasio leverage menurut Van Horne dan Wachowicz (2005 : 209) yaitu “rasio utang terhadap ekuitas (debt to equity) dan rasio utang terhadap total aktiva (debt to total assets ratio)”.

Hasil perhitungan rasio leverage harus dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya atau rata-rata industri sejenis untuk mengetahui bagaimana perusahaan memanajemen pendanaannya. Menurut Darsono dan Ashari (2005 : 54)

untuk menilai rasio ini faktor lain yang perlu dipertimbangkan adalah stabilitas laba perusahaan. Pada perusahaan yang memiliki catatan laba yang stabil, peningkatan


(30)

dalam hutang lebih bisa ditoleransi daripada perusahaan yang memiliki catatan laba yang tidak stabil.

1.2.3 Rasio Aktivitas

Rasio aktivitas sering juga disebut sebagai rasio efisiensi atau rasio pemanfaatan aktiva. Rasio aktivitas (activity ratio) adalah rasio yang mengukur seberapa efektif perusahaan menggunakan berbagai aktivanya. Rasio aktivitas dapat diklasifikasikan menjadi rasio perputaran kas (cash turnover), rasio perputaran piutang usaha (account receivable turnover), perputaran persediaan (inventory turnover), perputaran modal kerja (working capital turnover), perputaran aktiva tetap (fixed assets turnover), dan perputaran total aktiva (total assets turnover).

1.2.4 Rasio Profitabilitas

Rasio profitabilitas disebut juga rasio kinerja operasi. Rasio profitabilitas atau kinerja operasi digunakan untuk mengevaluasi margin laba dari aktivitas operasi yang dilakukan perusahaan. Menurut Brigham dan Houston (2006 : 107) “rasio profitabilitas (profitability ratio) akan menunjukkan efek dari likuiditas, manajemen aktiva, dan utang pada hasil operasi”.

Rasio profitabilitas (profitability ratio) menurut Van Horne dan Wachowicz (2005 : 222) adalah “rasio yang menghubungkan laba dari penjualan dan investasi”. Dari rasio profitabilitas dapat


(31)

diketahui bagaimana tingkat profitabilitas perusahaan. Setiap perusahaan menginginkan tingkat profitabilitas yang tinggi. Untuk dapat melangsungkan hidupnya, perusahaan harus berada dalam keadaan yang menguntungkan (profitable). Apabila perusahaan berada dalam kondisi yang tidak menguntungkan, maka akan sulit bagi perusahaan untuk memperoleh pinjaman dari kreditor maupun investasi dari pihak luar.

Dalam hubungannya dengan penjualan dan investasi, rasio profitabilitas dapat diklasifikasikan menjadi margin laba kotor (gross profit margin), margin laba operasi (operating profit margin), margin laba sebelum pajak (pretax profit margin), margin laba bersih (net profit margin), return on assets atau return on investment, dan return on equity.

Rasio profitabilitas yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah return on assets (ROA) dan return on equity (ROE).

1.2.4.1 Return on Assets (ROA)

Return on assets menurut Syamsuddin (2000 : 63) merupakan “pengukuran kemampuan perusahaan secara keseluruhan di dalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia di dalam perusahaan”. Dengan mengetahui ROA, kita dapat menilai apakah perusahaan telah efisien dalam menggunakan aktivanya dalam kegiatan operasi


(32)

untuk menghasilkan keuntungan. Rumus untuk menghitung return on assets adalah

ROA = 100%

Aktiva Total Pajak Setelah Bersih Laba x

Rumus lain yang dapat digunakan untuk menghitung ROA adalah dengan persamaan Du Pont. Dengan menggunakan persamaan Du Pont dapat dilihat lebih jelas bagaimana hubungan antara laba bersih dengan dengan total aktiva. Adapun persamaan Du Pont menurut Brigham dan Houston adalah

ROA = Margin Laba x Perputaran Total Aktiva = Aktiva Total Penjualan Penjualan Bersih Laba x

Setiap perusahaan menginginkan tingkat pengembalian yang tinggi atas aktivanya. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan tingkat pengembalian yang rendah merupakan akibat dari kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba yang rendah ditambah dan biaya bunga yang tinggi yang dikarenakan oleh penggunaan utangnya yang di atas rata-rata di mana keduanya telah menyebabkan laba bersih relatif rendah.

Jika hasil perhitungan ROA suatu perusahaan sebesar 0,15 atau 15 persen berarti setiap seratus rupiah aktiva yang dimiliki perusahaan, perusahaan tersebut akan memperoleh keuntungan sebesar 15 rupiah. Untuk mengetahui apakah perusahaan memperoleh tingkat pengembalian yang tinggi atas aktivanya,


(33)

maka hasil perhitungan ROA harus dibandingkan dengan rata-rata tingkat pengembalian industri atau rata-rata suku bunga pinjaman saat itu. Apabila hasil perhitungan menunjukkan bahwa ROA perusahaan tersebut lebih tinggi dari ROA rata-rata industri atau rata-rata suku bunga pinjaman berarti perusahaan memperoleh tingkat pengembalian yang tinggi atas aktivanya.

1.2.4.2 Return on Equity (ROE)

Para pemegang saham melakukan investasi untuk mendapatkan pengembalian atas investasi mereka. Rasio yang menunjukkan berapa besar kemampuan perusahaan dalam memberikan pengembalian atas investasi para pemegang saham adalah return on equity (ROE). Return on equity menunjukkan daya untuk menghasilkan laba atas investasi berdasarkan nilai buku pemegang saham, dan sering kali digunakan dalam membandingkan dua atau lebih perusahaan sebuah industri yang sama.

Rasio ini juga menunjukkan kesuksesan manajemen perusahaan dalam dalam mengelola investasi untuk memberikan pengembalian kepada pemegang saham. Semakin tinggi ROE berarti semakin baik posisi manajemen dihadapan para pemegang saham. Menurut Simamora baik ROE maupun ROA memiliki kelemahan yaitu “rasio ini tidak mempertimbangkan nilai kini


(34)

(current value) modal yang diinvestasikan karena laporan keuangan biasanya didasarkan pada biaya perolehan historis”. Rumus untuk menghitung return on equity (ROE) adalah

ROE = 100%

Saham Pemegang Ekuitas Pajak Setelah Bersih Laba x

ROE juga dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Du Pont. Dengan menggunakan rumus persamaan Du Pont dapat dilihat hubungan yang lebih jelas mengapa perusahaan dapat memberikan tingkat pengembalian yang lebih rendah atau lebih tinggi kepada pemegang saham. Adapun rumus untuk menghitung ROE dengan persamaan Du Pont adalah

ROE = Margin Laba x Perputaran Total Aktiva x Pengganda Ekuitas ROE = Biasa Saham Ekuitas Aktiva Total Aktiva Total Penjualan Penjualan Bersih Laba x x

Dari persamaan Du Pont terlihat jelas bagaimana hubungan antara margin laba, perputaran total aktiva, dan pengganda ekuitas dalam menentukan besarnya pengembalian atas investasi pemegang saham.

Jika hasil perhitungan ROE suatu perusahaan sebesar 0,15 atau 15 persen berarti untuk setiap seratus rupiah investasi pemegang saham, perusahaan akan memberikan pengembalian atas investasi tersebut sebesar 15 rupiah. Untuk mengetahui apakah perusahaan memberikan tingkat pengembalian yang tinggi, hasil


(35)

perhitungan harus dibandingkan dengan rata-rata tingkat suku bunga pinjaman saat itu. Bagi pemegang saham, untuk mengetahui apakah investasi mereka pada suatu perusahaan memuaskan, pemegang saham juga akan membandingkan rasio ini dengan investasi potensial lainnya yang tersedia bagi mereka.

1.3 Investment Opportunity Set (IOS)

Istilah Investment Opportunity Set (IOS) atau Set Kesempatan Investasi pertama kali diperkenalkan oleh Myers (1977, dalam Leman 2005) yang menguraikan perusahaan sebagai suatu kombinasi antara aktiva riil (assets in place) dan opsi investasi masa depan. Opsi investasi masa depan ini kemudian dikenal dengan istilah Investment Opportunity Set (IOS) atau Set Kesempatan Investasi. Investment Opportunity Set (IOS) sebagai opsi investasi masa depan yang tidak hanya ditunjukkan dengan adanya proyek-proyek perusahaan saja tetapi juga dengan kemampuan perusahaan yang lebih tinggi dalam mengeksploitasi kesempatan mengambil keuntungan. IOS bersifat tidak dapat diobservasi, untuk itu perlu mengukurnya.

Beberapa proksi yang digunakan dalam menghitung Investment Opoortunity Set (IOS) : proksi berdasarkan harga, proksi berdasarkan investasi, dan proksi berdasarkan varian.

1.3.1 Proksi berdasarkan harga

Proksi berdasarkan harga ini percaya pada gagasan bahwa jika prospek yang tumbuh dan suatu bagian dinyatakan dalam harga


(36)

saham. Perusahaan yang tumbuh akan memiliki nilai pasar yang relative lebih tinggi dibandingkan dengan aktiva riilnya (assets in place).

1.3.2 Proksi berdasarkan investasi

Proksi berdasarkan investasi ini percaya pada gagasan bahwa suatu level kegiatan investasi yang tinggi berkaitan secara positif pada nilai IOS suatu perusahaan. Kegiatan investasi ini diharapkan dapat memberikan peluang investasi yang semakin besar pada perusahaan yang bersangkutan di masa berikutnya.

1.3.3 Proksi berdasarkan varian

Proksi berdasarkan varian ini percaya pada gagasan bahwa suatu opsi akan menjadi lebih menggunakan variabilitas ukuran untuk memperkirakan besarnya opsi yang tumbuh, seperti variabilitas return yang mendasari peningkatan aktiva (Leman,2005). Berikut ini adalah beberapa proksi set kesempatan investasi.

Tabel 2.1

Proksi Kesempatan Investasi

No Set Kesempatan Investasi

Proksi Berdasarkan Harga 1 Market Value of Equity plus book of debt 2 Market to book value of assets

3 Market to book value of equity 4 Book to market value equity 5 Book to market value assets


(37)

6 Market value of the firm to book value of assets

7 Book value of propertyv, plant and equitment to firm value 8 Tobin's-q

9 Depreciation to firm value 10 Earning to price ratio

11 Gross proprty, plant and equitment to market value of the firm 12 Depreciation to total assets

Proksi Berdasarkan Investasi 1 R & D expense to firm value

2 R & D expense to firm assets 3 R & D expense to sales

4 Capital expenditure to market value of assets 5 Capital expenditure commited to total assets 6 Capital expenditure to book value of assets 7 Capital addition to assets book value 8 Capital addition to marketvalue of assets

Proksi Berdasarkan Varians 1 Varians of total return

2 Market value beta 3 Assets beta

4 Varians of assets- deflacted sales Ukuran Komposit


(38)

1 score factor

2 instrument variable

Sumber: Erlina (2008: 23)

Proksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah proksi berdasarkan harga yaitu rasio Market Value Equity to Book Value of Equity (MVEBVE). Rasio MVEBVE mengukur gabungan antara aliran kas yang berasal dari aset di tempat dengan kesempatan investasi di masa depan. Rasio MVEBVE juga digunakan sebagai proksi berbagai variabel seperti prestasi perusahaan.

1.4 Saham

1.4.1 Pengertian Saham

Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2006:6)

saham (stock atau share) dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan hukum dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Saham berwujud selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut. Porsi kepemilikan ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan di perusahaan tersebut.

1.4.2 Jenis-jenis Saham

Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2006:7)

saham dapat dibagi menjadi dua jenis saham, yaitu saham biasa (common stock) dan saham preferen (preferred stock). Saham biasa, merupakan saham yang menempatkan pemiliknya paling yunior atau akhir terhadap pembagian dividen dan hak atas harta kekayaan perusahaan apabila perusahaan tersebut dilikuidasi (tidak memiliki hak-hak istimewa). Karakterisktik lain dari saham biasa adalah dividen dibayarkan selama perusahaan memperoleh laba. Setiap pemilik saham memiliki hak suara dalam rapat umum


(39)

pemegang saham (one share one vote). Pemegang saham biasa memiliki tanggung jawab terbatas terhadap klaim pihak lain sebesar proporsi sahamnya dan memiliki hak untuk mengalihkan kepemilikan sahamnya kepada orang lain. Saham preferen merupakan saham yang memiliki karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa, karena bisa menghasilkan pendapatan tetap (seperti bunga obligasi). Persamaan saham preferen dengan obligasi terletak pada 3 (tiga) hal: ada klaim atas laba dan aktiva sebelumnya, dividen tetap selama masa berlaku dari saham dan memiliki hak tebus dan dapat dipertukarkan (convertible) dengan saham biasa.

Saham preferen lebih aman dibandingkan dengan saham biasa karena memiliki hak klaim terhadap kekayaan perusahaan dan pembagian dividen terlebih dahulu. Saham preferen sulit untuk diperjualbelikan seperti saham biasa, karena jumlahnya yang sedikit.

1.4.3 Keuntungan Pembelian Saham

Ekspektasi atau motivasi setiap investor adalah mendapatkan keuntungan dari transaksi investasi yang mereka lakukan. Bermain saham memiliki potensi keuntungan dalam dua hal yaitu pembagian dividen dan kenaikan harga saham (capital gain).

Dividen merupakan keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada semua pemegang saham. Biasanya dilakukan satu tahun sekali. Bentuk dari dividen itu sendiri, bisa berupa uang tunai ataupun bentuk penambahan saham. Sedangkan capital gain, didapat berdasarkan selisih harga jual saham dengan harga beli.


(40)

Dimana keuntungan didapat bila harga jual saham lebih tinggi dari harga beli saham.

1.4.4 Risiko Kepemilikan Saham

Menurut Darmadji dan Fakhruddin, ada beberapa risiko yang dihadapi pemodal dengan kepemilikan sahamnya, yaitu tidak mendapat dividen dan mengalami capital loss.

Menurut Darmadji dan Fakhruddin, ada beberapa risiko yang dihadapi pemodal dengan kepemilikan sahamnya, yaitu tidak mendapat dividen dan mengalami capital loss.

1.4.4.1 Tidak Mendapat Dividen

Perusahaan akan membagikan dividen jika

operasinya menghasilkan keuntungan. Oleh karena itu, perusahaan tidak dapat membagikan dividen jika mengalami kerugian. Dengan demikian, potensi ditentukan oleh kinerja perusahaan tersebut.

1.4.4.2 Capital Loss

Dalam aktivitas perdagangan saham, investor tidak selalu mendapatkan capital gain atau keuntungan atas saham yang dijualnya. Ada kalanya investor harus menjual saham dengan harga jual lebih rendah dari harga beli. Dengan demikian, seorang investor mengalami capital loss. Dalam jual beli saham, terkadang untuk menghindari potensi kerugian yang semakin besar


(41)

seiring terus menurunnya harga saham, maka seorang investor rela menjual sahamnya dengan harga rendah. Istilah ini dikenal dengan istilah penghentian kerugian (cut loss).

1.4.4.3 Perusahaan bangkrut atau dilikuidasi,

Sesuai dengan peraturan pencatatan saham di Bursa Efek, jika sebuah perusahaan bangkrut atau dilikuidasi, maka secara otomatis saham perusahaan tersebut akan dikeluarkan dari bursa atau di-delist. Dalam kondisi perusahaan dilikuidasi, maka pemegang saham akan menempati posisi lebih rendah dibanding kreditor atau pemegang obligasi dalam pelunasan kewajiban perusahaan. Artinya, setelah semua aset perusahaan tersebut dijual, terlebih dahulu akan dibagikan kepada para kreditor atau pemegang obligasi, dan jika masih terdapat sisa, baru dibagikan kepada para pemegang saham.

1.4.4.4 Saham di-delist dari bursa,

Risiko lain yang dihadapi oleh para pemodal adalah jika saham perusahaan di-delist dari bursa umumnya adalah karena kinerja yang buruk misalnya dalam kurun waktu tertentu tidak pernah diperdagangkan, mengalami


(42)

kerugian beberapa tahun, tidak membagikan dividen secara berturut-turut selama beberapa tahun, dan berbagai kondisi lainnya sesuai dengan peraturan pencatatan efek di bursa.

1.4.4.5 Saham dihentikan sementara (suspensi).

Di samping dua risiko di atas, risiko lain yang juga “mengganggu” para investor untuk melakukan aktivitasnya adalah jika suatu saham di-suspend atau dihentikan perdagangannya oleh otoritas Bursa Efek, yang menyebabkan investor tidak dapat menjual sahamnya hingga suspensi tersebut dicabut. Suspensi biasanya berlangsung dalam waktu singkat, misalnya satu sesi perdagangan, dua sesi perdagangan, namun dapat pula berlangsung dalam kurun waktu beberapa hari perdagangan. Hal tersebut dilakukan otoritas bursa jika suatu saham mengalami lonjakan harga yang luar biasa, suatu perusahaan dipailitkan oleh kreditornya, atau berbagai kondisi lain yang mengharuskan otoritas bursa menghentikan perdagangan saham tersebut untuk sementara sampai perusahaan yang bersangkutan memberikan informasi yang belum jelas tersebut sehingga tidak menjadi ajang spekulasi. Jika telah didapatkan suatu informasi yang jelas, maka suspensi


(43)

atas saham tersebut dapat dicabut oleh bursa dan saham dapat diperdagangkan kembali seperti semula.

1.4.4.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham

Harga saham selalu mengalami perubahan setiap waktunya. Oleh karena itu, investor harus mampu memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham. Faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga saham dapat berasal dari internal maupun eksternal. Adapun faktor internalnya antara lain adalah laba perusahaan, pertumbuhan aktiva tahunan, likuiditas, nilai kekayaan total, dan penjualan. Sementara itu, faktor eksternalnya adalah kebijakan pemerintah dan dampaknya, pergerakan suku bunga, fluktuasi nilai tukar mata uang, rumor dan sentimen pasar, dan penggabungan usaha (Business Combination).

2. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini pernah dilakukan oleh Susi dan Rudi Setiawan (2003) yang menganalisis pengaruh rasio profitabilitas terhadap harga saham industri barang konsumsi yang tergabung dalam Indeks lQ45 yang go publik di Bursa Efek Jakarta (BEJ), Sasongko dan Wulandari (2003) menganalisis pengaruh EVA dan rasio-rasio profitabilitas dan investment opportunity set terhadap harga saham perusahaan manufaktur yang terdaftar di


(44)

BEJ periode 2001 dan 2002, Halim (2007) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham dari perusahaan-perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Jakarta pada periode 2004-2006 dan Dipo Satria Alam (2008) menganalisis Pengaruh Rasio Keuangan Likuiditas, Solvabilitas, Aktivitas, Profitabilitas, dan Pasar Terhadap Harga Saham Industri Manufaktur Di Bursa Efek Jakarta. Tinjauan Penelitian Terdahulu yang dapat mendukung penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2.2 sebagai berikut

Tabel 2.2

Tinjauan Penelitian Terdahulu Nama

Peneliti (Tahun)

Judul Penelitian

Variabel Penelitian Hasil Penelititan

1 Susi dan Rudi Setiawan (2003) Analisis Pengaruh Rasio Profitabilitas Terhadap Harga Saham Industri Barang

Konsumsi Yang Tergabung

Dalam Indeks lQ45 Yang Go Publik di Bursa

Dalam penelitian ini yang digunakan sebagai variabel independen adalah rasio profitabilitas yang terdiri atas return on asset (ROA), return on equity (ROE), net profit margin

(NPM), dan earning

return on asset (ROA), return on equity (ROE), net profit margin (NPM), dan earning per share (EPS) tidak berpengaruh secara


(45)

Efek Jakarta (BEJ)

per share (EPS) dan perubahan harga saham sebagai variable dependen signifikan terhadap perubahan harga saham

2 Sasongko dan Wulandari (2003) Pengaruh EVA dan rasio-rasio profitabilitas terhadap harga saham perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ periode 2001 dan 2002

Variabel independen yang diteliti yaitu return on assets (ROA), earning per share (EPS), return on sales (ROS) dan basic earning power (BEP) dan harga saham sebagai variabel dependen

Hasil penelitian menunjukkan hanya EPS yang berpengaruh terhadap harga saham,

sedangkan ROA, ROS, dan BEP tidak berpengaruh

terhadap harga saham.

3 Halim (2007) faktor-faktor yang mempengaruhi Variabel independennya

meliputi return on

Hasil penelitian menunjukkan hanya ROE dan


(46)

harga saham dari perusahaan-perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Jakarta pada periode 2004-2006

equity, debt to equity ratio, earning per share, dan net profit margin dan harga saham sebagai variabel dependen. EPS memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham perusahaan manufaktur.

4 Dipo Satria Alam (2008) Pengaruh Rasio Keuangan Likuiditas, Solvabilitas, Aktivitas, Profitabilitas, dan Pasar Terhadap Harga Saham Industri Manufaktur Di Bursa Efek Jakarta Variabel independennya current ratio, total debt to total assets, total assets turnover, Inventory turnover, net profit margin, return on equity, price eaning ratio dan harga saham sebagai variabel dependen CR, DTA, TATO, ITO, NPM, ROE, PER, secara bersama-sama mempengaruhi harga saham.Rasio CR, NPM, dan ROE yang signifikan

berpengaruh harga saham


(47)

3. Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian 3.1 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan sintesis atau ekstrapolasi dari tinjauan teori yang mencerminkan keterkaitan antara variabel yang diteliti dan merupakan tuntunan untuk memecahkan masalah penelitian serta merumuskan hipotesis.

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah rasio keuangan yang terdiri dari Current Ratio (CR), Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE) dan Investment opportunity set (IOS). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah harga saham. Semakin tinggi CR, maka perusahaan semakin likuid dan akan semakin mudah memperoleh pendanaan dari kreditor maupun investor untuk memperlancar kegiatan operasionalnya sehingga laba juga dapat meningkat dan secara tidak langsung akan meningkatkan harga saham perusahaan tersebut. Semakin tinggi ROA, semakin tinggi laba yang diperoleh perusahaan dari penggunaan aktivanya dalam kegiatan operasi untuk menghasilkan keuntungan dan akan berpengaruh terhadap perubahan laba dan harga saham. Semakin tinggi ROE, maka semakin banyak investor yang ingin menanamkan modalnya di perusahaan sehingga kegiatan operasional perusahaan semakin lancar dan secara tidak langsung dapat menaikkan harga sahamnya. Semakin tinggi kesempatan tumbuh perusahaan (IOS), maka akan berpengaruh terhadap kenaikan


(48)

harga saham, sehingga perusahaan yang tumbuh akan mempunyai nilai pasar yang lebih tinggi.

Dengan demikian, secara simultan rasio keuangan berpengaruh terhadap perubahan harga saham dan secara parsial, current ratio (CR), Return On Assets (ROA), return on equity (ROE),dan Investment opportunity set (IOS) berpengaruh terhadap harga saham. Berdasasarkan latar belakang masalah, tinjauan teoritis, dan tinjauan penelitian terdahulu, maka dirumuskan kerangka konseptual penelitian pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Rasio Keuangan

X1

Perubahan Harga Saham (Y)

Investment Opportunity Set (IOS)


(49)

4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual, maka maka hipotesis dari penelitian ini adalah rasio keuangan dan Investment Opportunity Set (IOS) berpengaruh terhadap perubahan harga saham baik secara simultan maupun parsial pada industri konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.


(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian asosiatif kausal. Menurut Umar (2003 : 30) penelitian asosiatif kausal adalah “penelitian yang bertujuan untuk menganalisis hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya atau bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lain”.

2. Populasi Dan Sampel Penelitian 2.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan dalam industri konsumsi yang terdaftar (listing) di Bursa Efek Indonesia. Jumlah populasi dalam penelitian adalah 37 perusahaan. Populasi penelitian ini dapat dilihat pada lampiran i.

2.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian populasi yang digunakan untuk memperkirakan karakteristik populasi. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini ditentukan dengan teknik penentuan sampel secara purposive sampling. Pengambilan sampel bertujuan (purposive sampling) dilakukan


(51)

dengan mengambil sampel dari populasi berdasarkan suatu kriteria tertentu. Beberapa kriteria sampel digunakan adalah sebagai berikut:

2.1.1 Perusahaan-perusahaan dalam industri konsumsi tersebut terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2007, 2008 dan 2009.

2.1.2 Perusahaan-perusahaan dalam industri konsumsi tersebut tidak didelisting pada tahun 2007, 2008 dan 2009.

2.1.3 Perusahaan-perusahaan sektor industri barang konsumen tersebut memiliki laporan keuangan yang lengkap dan telah diaudit dan memiliki laba positif pada tahun 2007, 2008 dan 2009.

Berdasarkan kriteria diatas, maka jumlah sampel yang dapat digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 24 perusahaan dari 37 populasi. Sampel penelitian ini dapat dilihat pada lampiran i.

3. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data kuantitatif yaitu data yang diukur dalam suatu skala secara numerik. Data yang digunakan adalah laporan keuangan tahunan perusahaan-perusahaan dalam industri konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2007, 2008 dan 2009. Data ini merupakan data sekunder yaitu data sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder dari data


(52)

yang kita butuhkan. Data tersebut diperoleh dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD) dan Bursa Efek Indonesia.

4. Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama dilakukan melalui studi pustaka, yaitu melalui jumlah buku akuntansi dan buku – buku yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Pada tahap yang kedua, pengumpulan data sekunder diperoleh dari media internet

dengan cara mengunduh melalui situs

laporan keuangan yang dibutuhkan dalam penelitian.

5. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 5.1 Variabel Independen (bebas)

Variabel independen adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel dependen (variabel terikat). Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio keuangan yang terdiri dari current ratio, return on assets, dan return on equity.

5.1.1 Current ratio

Current ratio (CR)/ X1 adalah rasio untuk

mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendeknya dengan aktiva lancar yang tersedia.


(53)

5.1.2 Return on assets

Return on assets (ROA)/ X2 adalah rasio untuk

mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dengan menggunakan aktiva yang ada. Semakin besar ROA, maka semakin baik kinerja perusahaan dalam menghasilkan laba.

5.1.3 Return on equity

Return on equity (ROE)/ X3 adalah rasio untuk

mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bagi pemegang saham. Semakin besar ROE, maka semakin baik kinerja perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bagi pemegang saham.

5.1.4 Investment Opportunity Set (IOS)

Istilah Investment Opportunity Set / X4 pertama kali diperkenalkan oleh Myers (1977) yang menguraikan perusahaan sebagai kombinasi antara aktiva riil (assets in place) dengan opsi investasi di masa yang akan datang. Opsi atau pilihan investasi masa yang akan datang ini kemudian disebut sebagai Investment Opportunity Set. Proksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah proksi berdasarkan harga yang digunakan yaitu Market Value Equity to Book Value of Equity (MVEBVE)


(54)

5.2 Variabel Dependen

Variabel dependen menurut adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah perubahan harga saham dari setiap perusahaan yang terpilih menjadi sampel. Perubahan harga saham menyatakan berapa besar peningkatan atau penurunan harga saham.

Definisi operasional dan pengukuran variabel penelitian disajikan dalam tabel 3.1 sebagai berikut:

Tabel 3.1

Defenisi Operasionalisasi dan Pengukuran Variabel

Konsep Variabel Indikator Skala

Current ratio (CR)

untuk mengukur kemampuan

perusahaan membayar

kewajiban jangka pendeknya dengan aktiva lancar yang tersedia.

CR = 100%

Lancar Kewajiban

Lancar Aktiva


(55)

Return on assets (ROA) mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dengan menggunakan aktiva yang ada

ROA = 100%

Aktiva Total Pajak Setelah Bersih Laba x Rasio Return on equity (ROE) Pengembalian atas ekuitas saham biasa digunakan untuk mengukur tingkat laba yang dihasilkan dari investasi pemegang saham

ROE = 100%

Saham Pemegang Ekuitas Pajak Setelah Bersih Laba x Rasio Investment Opportunity Set (IOS) mengukur kemampuan perusahaan yang lebih tinggi dalam mengeksploitasi kesempatan mengambil

(Jumlah lembar saham x harga penutupan saham) MVBEBVE =

Total Ekuitas


(56)

keuntungan di masa depan Harga saham Harga saham emiten yang diperdagangkan 100% saham harga saham harga -saham harga 1 -t 1 -t t x Rasio

6. Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini metode analisis data dilakukan dengan metode analisis statistik dan menggunakan software SPSS 16.0. Penggunaan metode analisis regresi dalam pengujian hipotesis, terlebih dahulu diuji apakah model tersebut memenuhi asumsi klasik atau tidak. Pengujian asumsi klasik tersebut meliputi : uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskesdasitas, uji autokorelasi.

6.1 Pengujian Asumsi Klasik 6.1.1 Uji Normalitas

Tujuan uji normalitas adalah untuk mengetahui apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Untuk menguji apakah data berdistribusi normal akan digunakan analisis grafik probability plot, histogram dan uji Kolmogorov-Smirnov.


(57)

6.1.2 Uji Multikolinearitas.

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel bebas. Untuk deteksi terhadap ada tidaknya multikolinearitas dapat dilihat dari nilai VIF (Variance Inflaction Factor) dan nilai toleransi. Pada pengujian ini regresi yang bebas multikolinearitas adalah mempunyai nilai VIF kurang dari 10.

6.1.3 Uji heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas melihat apakah didalam model regresi terjadi ketidaksamaan variabel dari residual satu pengamatan kepengamatan yang lain. Model Regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji ini dilakukan dengan mengamati pola tertentu pada grafik scatterplot, di mana bila ada titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y serta tidak membentuk pola maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

6.1.4 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menganalisis apakah dalam model regresi linear terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan t-1 atau sebelumnya. Pengujian autokorelasi menggunakan uji


(58)

Durbin – Watson (DW-test). Hipotesis yang akan diuji adalah :

H0

H

: tidak ada autokorelasi (r = 0)

a

Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi adalah sebagai berikut :

: ada autokorelasi (r ≠ 0)

6.1.4.1 Bila nilai Durbin-Watson terletak antara batas atas dan Upper Bound dan 4-DU, maka koefisien autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada autokorelasi.

6.1.4.2 Bila nilai DW lebih rendah daripada batas bawah atau Lower Bound (DL), maka koefisien autokorelasi lebih besar daripada nol, berarti ada autokorelasi positif.

6.1.4.3 Bila nilai DW lebih besar daripada (4-DL), maka koefisien autokorelasi lebih kecil dari nol, berarti ada autokorelasi negatif.

6.1.4.4 Bila nilai DW terletak diantara batas atas (DW) dan batas bawah (DL) atau DW terletak antara (4-DU) dan (4-DL), maka hasilnya tidak dapat disimpulkan (Ghozali, 2001).


(59)

6.2 Pengujian Hipotesis

Hipotesis akan diuji dengan menggunakan analisis regresi linear berganda. Regresi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh rasio keuangan dan Investment Opportunity Set (IOS) terhadap harga saham dengan model persamaan sebagai berikut :

Y = β0+ β1X1 + β2X2 + β3X3 + β 4X4 + e

Y = Perubahan harga saham

β0 = konstanta

X1 = current ratio

X2 = return on assets

X3 = return on equity

X4 = Investment Opportunity Set (IOS)

β1, β2,… β4 = koefisien regresi e = variabel pengganggu

Adapun pengujian terhadap hipotesis yang diajukan dilakukan dengan cara sebagai berikut :

6.2.1 Uji Simutan (Uji F)

Uji F dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh secara bersama-sama variabel independen terhadap variabel dependen. Tingkat signifikansi yang digunakan adalah


(60)

sebesar 5% dengan derajat kebebasan df = (n-k-1), dimana (n) adalah jumlah observasi dan (k) adalah jumlah variabel. 6.2.2 Uji Parsial (Uji t)

Uji t dilakukan untuk menguji koefisien regresi secara parsial dari variabel independennya. Tingkat signifikansi yang digunakan sebesar 5%, dengan derajat kebebasan df = (n-k-1), dimana (n) adalah jumlah observasi dan (k) adalah jumlah variabel.

6.2.3 Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Besarnya koefisien determinasi ini adalah 0 sampai dengan1. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati 1 berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.


(61)

BAB IV

ANALISIS HASIL PENELITIAN

1. Data Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah industri konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Periode pengamatan dalam penelitian ini adalah tahun 2007 s/d 2009. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 37 perusahaan dan sampel yang digunakan dala penelitian ini adalah 24 perusahan dengan total data sampel yang digunaan sebanyak 72 data setiap variabelnya. Berikut ini merupakan statistik secara umum dari seluruh data yang digunakan:

Tabel 4.1 Statistik Deskriptif

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

CR 72 -.10 17.60 3.3524 2.92560

ROA 72 .01 605.74 12.6550 71.45669

ROE 72 .14 77.64 17.3372 18.54786

MVBEBVE 72 .12 219.86 6.1353 26.13701

Perubahan Harga_Saham

72 -.75 31.33 .6676 3.75588

Valid N (listwise) 72


(62)

Variabel current ratio (CR) memiliki nilai minimum -0.10, nilai maksimum 17.60, nilai mean (nilai rata-rata) 3.3524 dan standart deviation (simpangan baku) variabel ini adalah 2.92560. Variabel return on asset (ROA) memiliki nilai minimum 0.01, nilai maksimum 605.74 dan mean (nilai rata-rata) 12.6550 dan standart deviation (simpangan baku) variabel ini adalah 71.45669. Variabel return on equity (ROE) memiliki nilai minimum 0.14, nilai maksimum 77.64 dan mean (nilai rata-rata) 17.3372 dan standart deviation (simpangan baku) variabel ini adalah 18.54786. Variabel investment opportunity set (MVBEBVE) memiliki nilai minimum 0.12, nilai maksimum 219.86 dan mean (nilai rata-rata) 26.13701 dan standart deviation (simpangan baku) variabel ini adalah 0.061. Variabel perubahan harga saham memiliki nilai minimum -0.75, nilai maksimum 31.33 dan mean (nilai rata-rata) 0.6676 dan standart deviation (simpangan baku) variabel ini adalah 3.75588.

2. Pengujian Asumsi Klasik

Analisa dilakukan dengan metode analisa regresi berganda. Sebelum dilakukan uji hipotesis, peneliti akan melakukan uji asumsi klasik. Pengujian ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi data yang digunakan dalam penelitian sudah normal, serta bebas dari gejala multikolinearitas, heteroskesdastisitas serta autokorelasi. Menurut Ghozali (2005:123) asumsi klasik yang harus dipenuhi adalah:


(63)

 berdistribusi normal,

non-multikolinearitas, artinya antara variabel independen dalam model regresi tidak memiliki korelasi atau hubungan secara sempurna ataupun mendekati sempurna,

non-Autokorelasi, artinya kesalahan pengganggu dalam model regresi tidak saling korelasi,

 homoskedasitas, artinya variance variabel independen dari satu pengamatan kepengamatan yang lain adalah konstan atau sama.

2.1 Hasil Uji Normalitas

Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Adapun uji normalitas dapat dilakukan dengan dua cara yaitu analisis garfik dan statistik.

2.1.1 Analisis Grafik

Analisis grafik dapat digunakan dengan dua alat, yaitu grafik histogram dan grafik P-P Plot. Data yang baik adalah data yang memiliki pola distribusi normal. Pada grafik histogram, data yang mengikuti atau mendekati distribusi normal adalah distribusi data dengan bentuk lonceng. Pada grafik P-P Plot, sebuah data dikatakan berdistribusi normal apabila titik-titik datanya tidak menceng ke kiri atau ke kanan, melainkan menyebar di sekitar garis diagonal. Berikut hasil uji normalitas dengan menggunakan analisis grafik.


(64)

Gambar 4.1 Uji Normalitas Sumber: Lampiran iv

Gambar 4.2 Uji Normalitas Sumber: Lampiran iv


(65)

Dengan melihat tampilan grafik histogram, kita dapat melihat bahwa gambarnya telah berbentuk lonceng dan menceng ke kiri yang menunjukkan bahwa data tidak terdistribusi secara normal. Pada grafik P-P Plot terlihat titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal dan jauh dari garis diagonal. Kedua grafik tersebut menunjukkan bahwa model regresi menyalahi asumsi normalitas.

2.1.2 Uji Statistik

Pengujian normalitas data dengan hanya melihat grafik dapat menyesatkan kalau tidak melihat secara seksama, sehingga kita perlu melakukan uji normalitas data dengan menggunakan statistik agar lebih meyakinkan. Untuk memastikan apakah data di sepanjang garis diagonal berdistribusi normal, maka dilakukan uji Kolmogorov-Smirnov (1 sample KS) dengan melihat data residualnya apakah berdistribusi normal atau tidak. Jika nilai signifikansinya lebih besar dari 0,05 maka data tersebut terdistribusi normal. Jika nilai signifikansinya lebih kecil dari 0,05 maka distribusi data adalah tidak normal. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov dapat dilihat pada tabel 4.1


(66)

Tabel 4.2 Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 72

Normal Parametersa Mean .0000000

Std. Deviation 3.57652154

Most Extreme Differences Absolute .307

Positive .307

Negative -.215

Kolmogorov-Smirnov Z 2.607

Asymp. Sig. (2-tailed) .000

a. Test distribution is Normal.

Sumber: Lampiran iv

Hasil uji Kolmogorov-Smirnov pada penelitian ini menujukkan probabilitas = 0.000. Dengan demikian, data pada penelitian ini tidak berdistribusi normal dan dapat digunakan untuk melakukan uji hipotesis karena 0.000 < 0,05.

Pada pengujian normalitas dengan analisis statistik dapat ketahui bahwa data yang digunakan oleh penulis tidak berdistribusi normal sehingga data ini tidak dapat digunakan untuk melakukan uji hipotesis. Pada penelitian ini penulis menggunakan metode transformasi data untuk menormalkan data penelitian. Menurut Gozali (2005:32),


(67)

data yang tidak terdistribusi secara normal dapat ditransformasi agar menjadi normal. Salah satu trasformasi data yang dapat dilakukan adalah dengan mentransformasikan data ke LG10 atau logaritma 10 atau LN. Hasil transformasi data dapat dilihat pada lampiran vii. Setelah dilakukan transformasi, penulis melakukan pengujian ulang terhadap uji normalitas untuk melihat kembali apakah data penelitian ini telah berdistribusi normal atau tidak. Hasil pengujian normalitas setelah transformasi dapat dilihat sebagai berikut.

2.1.3 Analisis Grafik

Gambar 4.3 Uji Normalitas Sumber: Lampiran vi


(68)

Gambar 4.4 Uji Normalitas Sumber: Lampiran vi

Dengan melihat tampilan grafik histogram, kita dapat melihat bahwa gambarnya telah berbentuk lonceng dan tidak menceng ke kanan atau ke kiri yang menunjukkan bahwa data telah terdistribusi secara normal. Pada grafik P-P P-Plot terlihat titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal dan tidak jauh dari garis diagonal. Kedua grafik tersebut menunjukkan bahwa model regresi tidak menyalahi asumsi normalitas.


(69)

2.1.4 Uji Statistik

Tabel 4.3 Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 43

Normal Parametersa Mean .0000000

Std. Deviation 1.37485763

Most Extreme Differences Absolute .101

Positive .074

Negative -.101

Kolmogorov-Smirnov Z .664

Asymp. Sig. (2-tailed) .771

a. Test distribution is Normal.

Sumber: Lampiran vi

Hasil uji Kolmogorov-Smirnov pada penelitian ini menujukkan probabilitas = 0.661. Dengan demikian, data pada penelitian ini berdistribusi normal dan dapat digunakan untuk melakukan uji hipotesis karena 0.771 > 0,05.

2.2 Hasil Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji terjadinya perbedaan variance residual suatu periode pengamatan ke periode yang lain. Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi


(70)

terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas. Cara mendeteksi ada tidaknya gejala heteroskedastisitas adalah dengan melihat grafik scatterplott yang dihasilkan dari pengolahan data menggunakan program SPSS 16. Dasar pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut:

2.2.1 Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. 2.2.2 Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik menyebar

dibawah angka 0 dan y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

Uji ini dilakukan dengan mengamati pola tertentu pada grafik scatterplot, dimana bila ada titik – titik yang menyebar di atas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y serta tidak membentuk pola maka tidak terjadi heteroskedastisitas.


(71)

Gambar 4.5

Uji Heteroskedastisitas (scatterplot) Sumber: Lampiran vii

Pada gambar 4.5 tentang grafik scatterplot diatas terlihat titik-titik menyebar secara acak tidak membentuk sebuh pola tertentu yang jelas serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka nol pada sumbu y. Hal ini berarti tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi sehingga model regresi layak dipakai untuk melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. 2.3 Uji Autokorelasi

Uji ini bertujuan untuk melihat apakah dalam suatu model linear ada korelasi antar kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan periode t-1 (sebelumnya). Model regresi yang baik adalah yang bebas dari autokorelasi. Masalah


(72)

autokorelasi umumnya terjadi pada regresi yang datanya time series. Untuk mendeteksi masalah autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji Durbin Watson. Mengacu kepada pendapat Sunyoto (2009:91), Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi adalah sebagai berikut:

2.3.1 angka D-W dibawah -2 berarti ada autokorelasi positif,, 2.3.2 angka D-W diantara -2 sampai +2 berarti tidak ada

autokorelasi,

2.3.3 angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif. Tabel 4.4

Hasil Uji Autokorelasi Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of

the Estimate Durbin-Watson

1 .428a .183 .097 1.44541 1.130

a. Predictors: (Constant), LN_MVBEBVE, LN_ROA, LN_CR, LN_ROE b. Dependent Variable: LN_Harga_Saham

Sumber: Lampiran viii

Tabel 4.4 memperlihatkan nilai statistik D-W sebesar 1.130 Angka ini terletak di antara -2 sampai +2, dari pengamatan ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi dalam penelitian ini.


(73)

2.4 Uji Multikolinearitas

Pengujian bertujuan mengetahui ada tidaknya multikolinearitas antar variabel – variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel independen. Deteksi dilakukan dengan melihat nilai VIF (Variable Inflation Factor) dan toleransi. Untuk melihat ada atau tidaknya multikolinearitas dalam model regresi dapat dilihat dari nilai tolerance dan lawannya, dan variance inflation factor (VIF)

Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi, nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi (karena VIF=1/tolerance). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance < 0.01 atau sama dengan VIF>10.


(74)

Tabel 4.5

Hasil Uji Multikolinearitas Coefficientsa Model Unstandardiz ed Coefficients Standardiz ed Coefficient s

t Sig.

Collinearity Statistics B

Std.

Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant)

-.608 .543

-1.119 .270 LN_CR

-.362 .241 -.223

-1.500 .142 .971 1.030 LN_ROA

-.145 .084 -.260

-1.730 .092 .949 1.054 LN_ROE -.186 .201 -.158 -.928 .359 .745 1.343 LN_MVBE

BVE .232 .184 .212 1.266 .213 .764 1.309 a. Dependent Variable:

LN_Harga_Saham Sumber: Lampiran ix

Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat dilihat bahwa tidak ada satupun variabel bebas yang memiliki nilai VIF lebih dari 10 dan tidak ada yang memiliki tolerance value lebih kecil dari 0,1. Jadi dapat disimpulkan bahwa penelitian ini bebas dari adanya multikolinearitas. Dari hasil uji ini maka dapat disimpulkan bahwa semua variabel bebas yang dipakai dalam penelitian ini lolos uji gejala multikolinearitas.


(75)

3. Pengujian Hipotesis

3.1 Uji Koefisien Determinasi

Nilai yang digunakan untuk melihat uji koefisien determinasi adalah nilai Adjusted R2 yang pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Dalam hal ini adjusted R2 digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel rasio keuangan dan investment opportunity set terhadap perubahan harga saham. Adjusted R2 dianggap lebih baik dari R2 karena nilai adjusted R2 dapat naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan kedalam model.

Tabel 4.6 Adjusted R2 Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .428a .183 .097 1.44541

a. Predictors: (Constant), LN_MVBEBVE, LN_ROA, LN_CR, LN_ROE b. Dependent Variable: LN_Harga_Saham

Sumber: Lampiran x

Besarnya Adjusted R2 berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan SPSS 16 diperoleh sebesar 0.097. Dengan demikian besarnya pengaruh yang diberikan oleh variabel current ratio (CR), return on asset (ROA), return on equity (ROE) dan investment opportunity set (MVBEBVE) terhadap perubahan harga saham adalah sebesar 9,7%. Sedangkan sisanya sebesar 90.3% adalah dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.


(1)

Lampiran viii

Uji Autokorelasi

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 .428a .183 .097 1.44541 1.130

a. Predictors: (Constant), LN_MVBEBVE, LN_ROA, LN_CR, LN_ROE


(2)

Lampiran ix Uji Multikolineritas Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardiz ed Coefficient s

t Sig.

Collinearity Statistics

B

Std.

Error Beta Tolerance VIF

1 (Consta nt)

-.608 .543

-1.119

.270

LN_CR

-.362 .241 -.223 -1.500

.142 .971 1.030

LN_RO A

-.145 .084 -.260 -1.730

.092 .949 1.054

LN_RO E

-.186 .201 -.158 -.928 .359 .745 1.343

LN_MV BEBVE


(3)

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardiz ed Coefficient s

t Sig.

Collinearity Statistics

B

Std.

Error Beta Tolerance VIF

1 (Consta nt)

-.608 .543

-1.119

.270

LN_CR

-.362 .241 -.223 -1.500

.142 .971 1.030

LN_RO A

-.145 .084 -.260 -1.730

.092 .949 1.054

LN_RO E

-.186 .201 -.158 -.928 .359 .745 1.343

LN_MV BEBVE

.232 .184 .212 1.266 .213 .764 1.309

a. Dependent Variable: LN_Harga_Saham


(4)

Lampiran x

Uji Hipotesis

Uji Koefien Determinasi

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .428a .183 .097 1.44541

a. Predictors: (Constant), LN_MVBEBVE, LN_ROA, LN_CR, LN_ROE


(5)

Uji Simultan

ANOVAb

Model

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 17.763 4 4.441 2.126 .097a

Residual 79.390 38 2.089

Total 97.153 42

a. Predictors: (Constant), LN_MVBEBVE, LN_ROA, LN_CR, LN_ROE


(6)

Uji Parsial

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) .608 .543 1.119 .270

LN_CR .362 .241 -.223 1.500 .142

LN_ROA .145 .084 -.260 1.730 .092

LN_ROE .186 .201 -.158 .928 .359

LN_MVBEB VE

.232 .184 .212 1.266 .213


Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Profitabilitas, Likuiditas, Leverage, Free Cash Flow dan Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan Dividen pada Perusahaan Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2011-2013

6 65 94

Pengaruh Investment Opportunity Set Berbasis Pada Harga Saham Terhadap Real Growth Perusahaan Properti Dan Real Estate Di Bursa Efek Indonesia

1 81 115

Pengaruh Kemampulabaan Dan Invesment Opportunity Set Serta Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Kebijakan Dividen Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia

1 37 96

Pengaruh Investment Opportunity Set Terhadap Leverage Dan Return Saham Lq 45 Di Bursa Efek Indonesia

15 175 99

Analisis Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Investment Opportunity Set, Free Cash Flow, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Hutang pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI)

1 46 91

Pengaruh Investment Opportunity Set dan Profitabilitas terhadap Return Saham dan Kebijakan Dividen pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

4 59 170

Pengaruh Faktor Fundamental Dan Investment Opportunity Set (IOS) Terhadap Harga Saham Emiten Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia

1 57 88

Pengaruh Profitability dan Investment Opportunity Set Terhadap Cash Dividend Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia Tahun 2013

1 49 103

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Tinjauan Teoritis 1.1 Pengertian Rasio Keuangan - Pengaruh Rasio Keuangan Dan Investment Opportunity Set (IOS) Terhadap Harga Saham Pada Industri Konsumsi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 28

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah - Pengaruh Rasio Keuangan Dan Investment Opportunity Set (IOS) Terhadap Harga Saham Pada Industri Konsumsi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 3 10