PERANAN MUSIK TRADISIONAL GONDANG SABANGUNAN DALAM TOR-TOR SIPITU SAWAN PADA SANGGAR BUDAYA LUSIDO KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN SAMOSIR.

PERANAN MUSIK TRADISIONAL GONDANG SABANGUNAN
DALAM TOR-TOR SIPITU SAWAN PADA SANGGAR
BUDAYA LUSIDO DI DESA PARDOMUAN
KECAMATAN AJIBATA
KABUPATEN SAMOSIR

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian
Persyaratan Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:
REMULUS W. P. HUTAPEA
NIM. 209142040

FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2014

KATA PENGANTAR


Ucapan syukur dan terimakasih saya sampaikan kepada Tuhan Yang Maha
Esa, yang begitu mengasihi,memberikan berkat, kemurahan hati kepada penulis
sehingga mampu menyelesaikan Skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Peranan Musik
Tradisional Gondang Sabangunan dalam Mengiringi Tor-tor Sipitu Sawan pada
Sanggar Budaya Lusido Di Desa Padomuan Kec. Ajibata Kab. Samosir” yang
bertujuan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di
Jurusan Sendratasik Program Studi Pendidikan Seni Musik Fakultas Bahasa dan
Seni Universitas Negeri Medan.
Dengan penyelesaian Skripsi ini, banyak sudah dukungan dan bantuan yang
didapatkan penulis. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan
terimakasih kepada :
1. Prof. Dr. Ibnu Hajar Damanik, M.Si selaku Rektor Universitas Negeri
Medan.
2. Dr. Isda Pramuniati, M.Hum selaku Dekan Fakultas Bahasa dan Seni.
3. Dra. Tuti Rahayu, M.Si selaku Ketua Jurusan Sendratasik.
4. Uyuni Widyastuti M.Pd selaku Sekretaris Sendratasik.
5. Panji Suroso, S.Pd, M.Si selaku Ketua Prodi Seni Musik.
6. Dra. Thedora Sinaga, M.Pd selaku Dosen Pembimbing I yang selalu sabar
dan rendah hati dalam membimbing penulis serta memberikan segala

arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.
7. Lamhot Basani Sihombing, M.Pd selaku Dosen Pembimbing II yang telah
banyak memberikan masukan dan membimbing penulis, juga kepada
seluruh Dosen di jurusan Sendratasik selama masa perkuliahan yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
8. Raja Rismon Mangatur Sirait/ Sanggar Budaya Lusido yang telah
memberi informasi penelitian Skripsi ini.
9. Kedua orang tua yang sangat aku kasihi dan banggakan, Alm. Timbul
Hutapea dan terlebih buat ibunda tersayang Sondang Mariana Sitorus S.Pd
yang tetap terus mengasihi, membimbing, memotivasi,
memberi
dukungan moral dan dana selama dalam mengikuti perkuliahan hingga
selesainya perkuliahan.
10. Terimakasih juga buat saudara-saudaraku Tablita S.A. Hutapea, Romulus
C.P. Hutapea dan adikkuh Felix Theo Y. Hutapea terimakasih buat
dukungannya.

ii

11. Terimakasih buat teman-teman Solfeggio Choir dan stambuk 2009

terkhusus yang berjuang bersama dalam mengerjakan Skripsi ini Rocky,
Herty, Yuliyanti, Maristina, Monica, Eka dan semua teman yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
12. Terimakasih buat sahabatku Yanti Natalia Lumban Tobing S.Pd yang telah
menemani dan membantu dalam perkuliahan maupun menyelesaikan
Skripsi ini.
13. Terimakasih buat kakak Clara, sahabatku Mangatur Sipapaga, Anto
sitohang, dan Daniel silalahi yang telah membantu penelitian dan
menyelesaikan Skripsi ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu serta mendukung penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini, dan semoga
Skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak orang.

Medan,
Penulis

April 2014

Remulus W.P Hutapea
NIM. 209142040


iii

ABSTRAK
Remulus Walton Parlindungan Hutapea. NIM 209142040. Peranan Musik
Tradisional Gondang Sabangunan dalam Tor-tor Sipitu Sawan pada Sanggar
Budaya Lusido Kecamatan Ajibata Kabupaten Samosir.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejarah Sanggar Budaya Lusido, untuk
mengetahui proses latihan tor-tor sipitu sawan pada sanggar Budaya Lusido,
untuk mengetahui alat musik
yang digunakan pada ansambel gondang
sabangunan untuk mengiringi tor-tor sipitu sawan pada Sanggar Budaya Lusido,
untuk mengetahui bentuk penyajian ansambel gondang sabangunan dalam tarian
tor-tor sipitu sawan pada Sanggar Budaya Lusido, untuk mengetahui peranan
ansambel gondang sabangunan dalam tarian tor-tor sipitu sawan pada sanggar
Budaya Lusido.
Teori yang digunakan mencakup pengertian peranan, pengertian musik, musik
tradisional, alat musik, musik dan tari, gondang pada masyarakat Toba, tor-tor,
Tor-tor sipitu sawan/ pangurasaon, pengertian bentuk penyajian.
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pardomuan Kecamatan Ajibata Kabupaten

Samosir pada Sanggar Budaya Lusido dan penelitian dilakukan pada bulan
Desember 2013 – Februari 2014. Populasi terdiri dari 1 orang Pembina, 6
pemusik, 8 penari, dan 1 paminta gondang dan sampel terdiri dari jumlah
populasi. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, serta
untuk melengkapi data-data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik
pengumpulan data dengan melakukan observasi, wawancara, dan dokumentasi
audiovisual, serta studi kepustakaan.
Sanggar Budaya Lusido berdiri pada tanggal 11 Desember 2007 yang didirikan
oleh Bapak Rismon Raja Mangatur Sirait. Sanggar tersebut melaksanakan latihan
sebannyak 3 kali dalam 1 minggu. Alat musik yang digunakan dalam mengiringi
tor-tor sipitu sawan adalah sarune, taganing, gordang bolon, ogung ihutan,
ogung doal, ogung oloan, dan ogung panggora, dimana alat musik ini memiliki
peranannya masing-masing, Sanggar Budaya Lusido menampilkan gondang
sabangunan dan tor-tor mula-mula serta gondang saniang naga laut dalam
mengiringi tor-tor sipitu sawan, dimana juga terdapat seseorang yang meminta
gondang, serta penyajiannya terdiri dari delapan orang penari, enam orang
pemusik gondang, dan satu orang paminta gondang. Musik gondang sabangunan
memiliki peran yang sangat penting dalam tari tor-tor sipitu sawan, dimana
gondang sabangunan/ saniang naga laut berperan sebagai musik pengiring gerak
tari tor-tor sipitu sawan yang membantu mempertegas irama musik, juga

merangsang tingkat emosi pada saat menari, sehingga dapat dirasakan oleh si
penari yang menghasikan gerak yang lebih ekspresif dan teratur.

i

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Jadwal Latihan Sanggar Budaya Lusido............................................... 48

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Proses Latihan............................................................................................. 49
Gambar 4.2 Taganing ................................................................................................... 51
Gambar 4.3 Gordang Bolon ........................................................................................... 52
Gambar 4.4 Sarune Bolon ............................................................................................. 54
Gambar 4.5 Ogung ......................................................................................................... 56
Gambar 4.6 Tor-tor Somba ............................................................................................ 69
Gambar 4.7 Peletakan Cawan ....................................................................................... 70

Gambar 4.8 Manguras .................................................................................................... 71
Gambar 4.9 Mangembas ................................................................................................ 72
Gambar 4.5 Pangurasaon ............................................................................................... 73

vi

1

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Masyarakat Batak Toba adalah salah satu suku yang terdapat di Sumatera

Utara. Suku Batak Toba termasuk dalam sub etnis Batak, yang diantaranya
adalah, Karo, Pakpak, Simalungun, Toba, Mandailing, Angkola. Suku Batak Toba
memiliki budaya yang diwariskan dari leluhurnya secara turun-temurun. Salah
satu bentuk dari kebudayaan itu adalah kesenian. Suku Batak Toba memiliki

kesenian seperti seni musik, seni tari, seni rupa, seni sastra dan juga seni kerajinan
tangan.
Pada umumnya setiap pelaksanaan upacara ritual orang Batak baik yang
menyangkut religi, adat istiadat, maupun hiburan, biasanya menggunakan musik
tradisional dalam setiap upacara tersebut. Dalam konteks kehidupan tradisional
masyarakat Batak Toba, kegiatan bermain musik merupakan suatu yang menonjol.
Berbagai kegiatan musik dapat dilihat dari dua konteks kegunaan yaitu kegiatan
musik yang dilakukan untuk sesuatu yang sifatnya hiburan dan kegiatan
pertunjukan musik yang dilakukan dalam konteks adat dan ritual keagamaan.
Gondang dalam pengertian ansambel musik terbagi atas dua bagian, yakni
gondang sabangunan (gondang bolon) dan gondang hasapi (uning-uningan).
Gondang sabangunan dan gondang hasapi adalah dua jenis ansambel musik yang
terdapat pada tradisi musik Batak Toba. Kedua ansambel inilah yang sering
dipergunakan dalam upacara adat dan ritual serta sering dipergunakan mengiringi
tor-tor.

1

2


Ansambel gondang sabagunan mempunyai beberapa istilah yang sering
digunakan masyarakat Batak Toba, yakni ogung sabagunan dan gondang bolon.
Instrumen yag termasuk dalam kelompok gondang sabagunan antara lain
taganing, gordang bolon, sarune bolon, ogung (gong), dan odap
Gondang pada awalnya berperan sebagai media yang menghubungkan
manusia dengan penciptanya yang disembahnya dalam hubungan vertikal juga
sebagai media yang menghubungkan manusia dengan sesamanya dalam hubungan
horizontal. Dalam permainan gondang sabagunan, instrument odap sudah jarang
digunakan karena permainan dari odap tersebut digantikan dengan menggunakan
taganing yang mempunyai suara yang sama. Tangga nada yang ada dalam
instrumen pembawa melodi yakni taganing dan sarune bolon mempunyai tangga
nada yang pentatonis. Namun dalam hal ini istilah pentatonik yang terdapat dalam
gondang sabagunan bukan seperti konsep pentatonik yang ada dalam musik barat
melainkan hanya suatu sebutan terhadap tangga nada yang mempunyai lima nada
dalam konsep gondang sabagunan. Pada dasarnya permainan instrumen taganing
atau sarune terjalin dalam hubungan melodi yang heteroponis dimana kedua
instrumen tersebut membawakan melodi yang sama dalam beberapa repertoar,
namun tangga nada dan tonalitasnya berbeda. Oleh karena itu istilah heteroponis
untuk sarune bolon dan taganing ini terjalin dalam heteroponis polytonal.
Gondang sabagunan pada zaman dahulu digunakan untuk setiap upacara

yang berhubungan dengan upacara adat maupun upacara religius. Namun seiring
perkembangan zaman unsur-unsur budaya Batak Toba belakangan ini mulai luntur
di kalangan generasi muda Batak. Seni budaya gondang dan tor-tor Batak Toba

3

juga kian terlupakan. Pengaruh globalisasi dan individualisme menjadi beberapa
faktor penyebab rendahnya apreasiasi dan penghargaan terhadap budaya itu,
terlihat dari seringnya tor-tor dilakukan hanya dengan bantuan musik modern atau
melalui media kaset. Hal ini tentu mengurangi peran gondang dalam mengiringi
tor-tor dan juga mengalami pergeseran nilai serta fungsinya, dimana musik
gondang dan tor-tor hanya bersifat hiburan saja. Dalam perkembangannya
sekarang, setelah masuknya Agama Kristen dalam suku Batak Toba, pada
akhirnya gondang sabangunan dalam upacara adat lebih difokuskan sebagai
pengiring tor-tor dan sarana komunikasi antar partisipan upacara adat Batak Toba.
Dengan derasnya arus globalisasi ini dikhawatirkan budaya bangsa,
khususnya budaya lokal akan mulai terkikis sedikit demi sedikit. Budaya asing
kini kian mewabah dan mulai mengikis eksistensi budaya lokal yang sarat makna,
dimana semakin berkurangnya minat kaum muda mempelajari musik Batak Toba,
khususnya dalam mengiringi tor-tor sipitu cawan sehingga banyak tarian tor-tor

ini yang diiringi dengan media kaset (disc).
Tor-tor merupakan tarian seremonial yang disajikan bersamaan dengan
penyajian musik gondang, dimana musik gondang Batak dan tor-tor adalah ibarat
sebuah koin dengan kedua sisinya, tidak dapat dipisahkan. Kendati eksistensi
kadar estetika yang tebal didalam penyajian tor-tor, ia bukanlah dimaksudkan
semata-mata sebagai karya seni.
Dengan kecintaan masyarakat Batak Toba di Kabupaten Samosir terhadap
budaya Batak Toba, Rismon Mangatur Sirait membangun sebuah wadah untuk
melestarikan budaya Batak Toba yaitu dengan mendirikan sebuah sanggar

4

bernama Sanggar Budaya Lusido yang menggali dan menampilkan kembali seni
budaya Batak Toba di kawasan Danau Toba seperti Tor-tor,Gondang, Opera
Batak, Andung Batak, dengan menggunakan baju yang terbuat dari ulos.
Berdasarkan pengalamannya, Sanggar Seni Budaya Lusido Ajibata sudah sering
melakukan pertunjukan di hadapan turis lokal, mancanegara, para pejabat , bahkan
sering dianugerahi penghargaan dalam berbagai festival kebudayaan. Berbagai
pengalaman yang sudah dilalui menjadikan motivasi bagi sanggar ini untuk
mengapresiasikan nilai seni budaya demi kepentingan kita bersama dan untuk
kemajuan pariwisata Danau Toba khususnya Kabupaten Toba Samosir.
Salah satu tor-tor yang memberikan daya tarik bagi wisatawan di
Kabupaten Toba Samosir adalah Tor-tor Sipitu Sawan yang dibawakkan oleh
Sanggar Budaya Lusido. Tor-tor Sipitu Sawan atau Pangurason menceritakan
tentang sebuah kejadian dimana Maha Kuasa (Mula Jadi Nabolon) pertama kali
menurunkan orang Batak diPusuk Buhit dan kembali menurunkan tujuh orang
bidadari ke alam semesta yaitu di Pusuk Buhit sambil menari dengan membawa
tujuh cawan yang berisi air dari tujuh sumber mata air yang diperas dengan jeruk
purut bertujuan membersihkan jiwa, raga manusia yang sudah kotor dari
perbuatan–perbuatan dosa. Tarian ini merupakan tarian dari Batak Toba yang
selalu diiringi dengan musik pengiring, yaitu ansambel Gondang Sabangunan
yang dimainkan oleh beberapa pemain musik yang memainkan masing-masing
instrumen yang terdapat pada gondang sabangunan.
Tor-tor sipitu sawan dan gondang sabangunan yang dibawakan oleh
Sanggar Budaya Lusido sebagai hiburan untuk menarik perhatian wisatawan.

5

Walaupun demikian, perlu dipikirkan secara matang dampak positif dan negatif
dari kegiatan ini. Dampak positif tidak hanya di bidang materi saja, perlu dijaga
kesinambungan dari kegiatan tersebut agar dapat memberi keuntungan bagi semua
unsur yang terlibat. Sebaliknya, diperlukan evaluasi untuk meminimalkan dampak
negatif yang ditimbulkan jangan sampai merugikan sumber daya yang ada. Dalam
hal ini, Tor-tor Sipitu Sawan dan Gondang Sabangunan perlu dikemas atau
dimodifikasi sedemikian rupa agar sesuai dengan selera wisatawan, tetapi
sebaliknya nilai-nilai yang dikandungnya jangan sampai terkikis habis tanpa
identitas lagi. Pengemasan yang baik dengan mempertimbangkan segala aspek
akan menjadikan pertunjukan tor-tor dan gondang sabangunan sebagai atraksi
budaya sekaligus salah satu cara pelestarian budaya itu sendiri. Oleh karena itu,
warisan tersebut harus dijaga agar tidak luntur atau hilang sehingga dapat
dipelajari dan dilestarikan oleh generasi berikutnya.
Berdasarkan fenomena dan keunikan yang terdapat pada kebudayaan
Batak Toba dan untuk mempertahankan kebudayaan Batak Toba khususnya
kehidupan keseniannya membuat peneliti tertarik untuk meneliti tentang
“Peranan Musik Tradisional Gondang Sabangunan dalam Tor-Tor Sipitu
Sawan Pada Sanggar Budaya Lusido Di Desa Pardomuan Kecamatan
Ajibata Kabupaten Samosir”.

6

A. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah adalah sejumlah masalah yang berhasil ditarik dari
uraian latar belakang masalah atau kedudukan masalah yang akan diteliti dan
lingkup permasalahan yang lebih luas. Menurut Stonner (dalam Sugiono 2008:52)
mengemukakan bahwa “setiap penelitian yang akan dilakukan harus selalu
berangkat dari masalah”. Tujuan dari identifikasi masalah adalah agar penelitian
yang dilakukan menjadi terarah serta cakupan masalah yang dibahas tidak terlalu
luas.
Sesuai latar belakang

menimbulkan beberapa masalah yang perlu di

identifikasi. Maka peneliti menyimpulkan identifikasi masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah terbentuknya Sanggar Budaya Lusido?
2. Bagaimana proses latihan tor-tor sipitu sawan pada Sanggar Budaya
Lusido?
3. Alat musik apa saja yang digunakan pada ansambel gondang
sabangunan untuk mengiringi tor-tor sipitu sawan pada Sanggar
Budaya Lusido?
4. Bagaimana bentuk penyajian gondang sabangunan pada tarian tor-tor
sipitu sawan yang dibawakan Sanggar Budaya Lusido?
5. Bagaimana peranan gondang sabangunan dalam tor-tor sipitu sawan
pada Sanggar Budaya Lusindo?
6. Bagaimana pengaruh alat musik modern terhadap musik iringan tor-tor
sipitu sawan?

7

7. Bagaimana tanggapan masyarakat Batak Toba di desa Pardomuan
kecamatan Ajibata Kabupaten Samosir terhadap peranan gondang
sabangunan dalam mengiringi tor-tor sipitu cawan?

B. Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya cakupan-cakupan masalah dan untuk mempersingkat
cakupan, keterbatasan waktu, dana, kemampuan penulis, maka penulis membatasi
masalah dalam penelitian ini. Pembatasan masalah tersebut sesuai dengan
pendapat Sugiono (2008:286) mengatakan bahwa “pembatasan dalam penelitian
kualitatif lebih didasarkan pada tingkat kepentingan, urgensi, serta faktor
keterbatasan tenaga, dana, dan waktu”.
Berdasarkan pendapat diatas, maka penulis membatasi ruang lingkup
permasalahan penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana sejarah terbentuknya Sanggar Budaya Lusido?
2. Bagaimana proses latihan tor-tor sipitu sawan pada Sanggar Budaya
Lusido?
3. Alat musik apa saja yang digunakan pada ansambel gondang
sabangunan untuk mengiringi tor-tor sipitu sawan pada Sanggar
Budaya Lusido?
4. Bagaimana bentuk penyajian ansambel gondang sabangunan pada tortor sipitu sawan pada Sanggar Budaya Lusido?
5. Bagaimana peranan gondang sabangunan dalam tor-tor sipitu sawan
pada Sanggar Budaya Lusido?

8

C.

Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan suatu titik fokus dari sebuah penelitian yang

hendak dilakukan, mengingat sebuah penelitian merupakan upaya untuk
menemukan jawaban pertanyaan. Hal ini sependapat dengan Sugiono (2008:288)
“Rumusan masalah adalah pertanyaan penelitian yang disusun berdasarkan
masalah yang harus dicarikan jawabannya melalui pengumpulan data”. Maka
perlu dirumuskan dengan baik sehingga dapat mendukung untuk menemukan
jawaban bagaimana peranan gondang sabangunan dalam tor-tor sipitu sawan
pada Sanggar Budaya Lusido?

D. Tujuan Penelitian
Setiap kegiatan manusia selalu berorientasi kepada tujuan. Salah satu
keberhasilan penelitian adalah tercapainya tujuan penelitian. Tujuan penelitian
selalu dirumuskan untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang hasil yang
akan dicapai. Hal ini sesuai dengan pendapat Bungin (2007:75) yang menyatakan,
”tujuan penelitian adalah dibuat untuk mengungkapkan keinginan peneliti dalam
suatu penelitian”. Sesuai dengan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui sejarah berdirinya Sanggar Budaya Lusido.
2. Untuk mengetahui proses latihan tor-tor sipitu sawan pada sanggar
Budaya Lusido.

9

3. Untuk mengetahui alat musik yang digunakan pada ansambel gondang
sabangunan untuk mengiringi tor-tor sipitu sawan pada Sanggar
Budaya Lusido.
4. Untuk mengetahui bentuk penyajian ansambel gondang sabangunan
dalam tarian tor-tor sipitu sawan pada Sanggar Budaya Lusido.
5. Untuk mengetahui peranan ansambel gondang sabangunan dalam
tarian tor-tor sipitu sawan pada sanggar Budaya Lusido.

E.

Manfaat Penelitian
Setiap penelitian pastilah hasilnya akan bermanfaat, segala sesuatu yang

dapat digunakan baik oleh peneliti itu sendiri maupun lembaga dan instansi
tertentu ataupun orang lain. Hal ini sejalan dengan pendapat Hariwijaya (2008:50)
“manfaat penelitian adalah apa yang diharapkan dari hasil penelitian tersebut,
manfaaat penelitian mencakup dua hal yaitu: kegunaan dalam pengembangan ilmu
atau manfaatdi bidang praktik”. Beberapa manfaat penelitian yang diambil dari
kegiatan penelitian ini yaitu :
1. Bahan informasi kepada masyarakat atau lembaga yang mengemban
visi dan misi di Desa Pardomuan Kabupaten Samosir.
2. Menambah wawasan penulis dalam menuangkan gagasan maupun ide
kedalam suatu karya tulis.
3. Sebagai bahan acuan, refrensi atau perbandingan bagi peneliti
berikutnya.
4. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas akhir penulis.

10

5. Menambah sumber kajian bagi kepustakaan Seni Musik UNIMED.
6. Sebagai bahan masukan bagi peneliti yang bermaksud mengadakan
penelitian pada permasalahan yang sama atau berhubungan dengan
permasalahan yang ditelitinya.

1

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Sanggar Budaya Lusido berdiri pada tanggal 11 Desember 2007 yang
didirikan oleh Rismon Raja Mangatur Sirait. Sanggar Budaya Lusido
menampilkan tor-tor sipitu sawan dengan diiringi gondang sabangunan
(gondang si nage laut) secara live (langsung) yang dikemas dengan
semenarik mungkin, tanpa menghilangkan

musik atau gerakkan aslinya

yaitu dengan menampilkan gondang sabangunan dan tor-tor mula-mula
serta ”gondang saniang naga laut” dalam mengiringi tor-tor sipitu sawan,
dimana juga terdapat seseorang yang meminta gondang yang disebut
dengan Paminta gondang. Inilah yang membedakan Sanggar Budaya
Lusido tersebut dengan sanggar-sanggar lainnya.
2. Sanggar Budaya Lusido mengadakan latihan di halaman depan Mess
Pemerintahan daerah di Kecamatan Ajibata berhubung sanggar tersebut
belum memiliki tempat khusus untuk berlatih. Sanggar Budaya Lusido
mengadakan latihan sebanyak tiga kali dalam seminggu yaitu hari senin,
rabu, dan jumat yang dilatih langsung oleh Pembina Sanggar Budaya
Lusido sendiri yaitu Bapak Rismon Raja Mangatur Sirait selama 2 jam.
Dalam proses latihan Sanggar Budaya Lusido, tor-tor sipitu sawan tidak
diiringi langsung oleh gondang sabangunan, akan tetapi diiringi dengan

79

80

3. tape recorder (kaset), yaitu rekaman gondang si nage laut yang diputar
(dimainkan) secara berulang-ulang. Hal ini dikarenakan Sanggar Budaya
Lusido belum memiliki pemusik sendiri juga belum memiliki dana yang
cukup untuk membeli alat-alat musik gondang sabangunan.
4. Alat musik yang digunakan dalam mengiringi tor-tor sipitu sawan yang di
bawakan oleh Sanggar Budaya Lusido adalah sarune, taganing, gordang
bolon, ogung ihutan, ogung doal, ogung oloan, dan ogung panggora,
dimana alat musik ini memiliki peranannya masing-masing.
5. Dalam penyajian tor-tor sipitu sawan yang ditampilkan oleh Sanggar
Budaya Lusido, terdiri dari delapan orang penari, enam orang pemusik
gondang, dan satu orang paminta gondang. Tor-tor sipitu sawan
ditampilkan dengan menggunakan pakaian adat Batak Toba yaitu ulos,
selendang putih yang diikatkan di pingggang, sortali, dan tujuh buah
cawan yang diiringi musik gondang sabangunan/ saniang naga laut secara
berulang-ulang (live) dengan menggunakan alat musik seperti sarune
bolon, taganing, gordang bolon, dan ogung.
6. Musik gondang sabangunan memiliki peran yang sangat penting dalam
tari tor-tor sipitu sawan, dimana gondang sabangunan/ saniang naga laut
berperan sebagai musik pengiring gerak tari tor-tor sipitu sawan yang
membantu mempertegas irama musik, juga merangsang tingkat emosi
pada saat menari, sehingga dapat dirasakan oleh sipenari yang
menghasikan gerak yang lebih ekspresif dan teratur, serta dapat dinikmati
oleh penonton secara visual maupun audio dengan baik yang membuat

81

tarian tor-tor tersebut menjadi lebih hidup dan setiap makna yang
terkandung di dalam setiap gerakan menjadi lebih dapat dijiwai/ dirasakan
penari maupun penonton. Dalam pertunjukan tor-tor siptu sawan, musik
gondang saniang naga laut dimainkan secara berulang-ulang sehingga
penari mengikuti pola irama musik gondang tersebut sesuai dengan melodi
dari gondang saniang naga laut. Musik gondang sabangunan juga dapat
merangsang emosi penari, dimana dengan melodi dan ritme yang didengar
secara langsung penari lebih dapat merasakan semangat dalam menari, dan
membantu mengingatkan penari ketika penari lupa akan tahap-tahan
gerakannya, dan mampu melahirkan gerakan improvisasi.
B. Saran
Dari beberapa kesimpulan di atas, penulis mengajukan beberapa saran
diantaranya sebagai berikut:
1. Perlunya donasi/ bantuan dari Pemerintah daerah, seperti; tempat
untuk berlatih, dana untuk keperluan properti dan juga penyediaan alat
musik gondang, agar sanggar tersebut dapat menampilkan yang
terbaik.
2. Perlunya membentuk group musik gondang Batak Toba untuk Sanggar
Budaya Lusido sendiri, agar penerus dalam mengiringi tor-tor tersebut
tetap ada sehingga sanggar tersebut tetap terjaga.
3. Perlunya penerimaan keanggotaan baru setiap tahunnya agar memiliki
penerus Sanggar Budaya Lusido.

82

4. Diharapkan Sanggar Budaya Lusido Tetap menampilkan tor-tor sipitu
sawan secara live dan tetap mengemas dengan menarik tanpa
menghilangkan musik dan tari aslinya.
5. Diharapkan dapat mengikuti festival di Tingkat Nasional maupun
internasional agar sanggar Budaya Lusido tersebut terlestarikan dan
berkembang dengan baik.

83

DAFTAR PUSTAKA
Bungin, Burhan. 2007. Penelitian kualitatif. Jakarta : Kencana.
Debora Ester. 2012, Gondang Sabangunan Pada Tor-tor Sigale-gale Di Desa
Tomok Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir.
Djelantik, A.A.M. 2000. Estetika sebuah pengantar. Bandung: Masyarakat Seni
Pertunjukan Indonesia
Ferri Erikson Paggabean. 2010, Metode Pengajaran Hasapi dan Sulim dalam
Dunia Akademis.
Hutajulu, Rithaony dan Irwansyah Harahap. 2005. Gondang Batak Toba.
Bandung : PAST UPI.
Kamien, Roger. 2004. Music: An Appreciation USA: Mc Grow Hill, Inc.
Maryaeni, 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta : Bumi Aksara
Panggabean, Ferri Erison. 2010. Metode Pengajaran Hasapi dan Sulim dalam
Dunia Akademis.
Pasaribu, Ben (eds). 2004. Pluralitas Musik Etnik. Medan : Pusat Dokumentasi
dan Pengkajian Kebudayaan Batak Universitas HKBP Nomensen.
Purba, Mauly. 2007. Musik Tradisional Masyarakat Sumatera utara.Medan.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Soedarsono, R. 2002. Seni Pertunjukan di Era Globalisasi. Yogyakarta. Gadjah
Mada University Press.
Soeharto, M. 1992. kamus music. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia.
Soekanto, Soerjono.2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Yayasan
Penerbitan Universitas Indonesia
Salim, Djohan. 2009. Psikologimusik. Yogyakarta : Best Publisher.
S. Yetty, 2009. Perbedaan Gondang Hasapi dan Gondang Sabangunan Pada
Masyarakat Batak Toba Dengan Fokus Perhatian Pada Upacara Adat
Perkawinan Dan Kematian.

84

Sirait Putra Adi H. 2012, Peranan Gondang Sabangunan Dalam Upacara
Mardebata Pada Masyarakat Parmalim Huta Tinggi Laguboti Di Desa
Siregar Kec. Lumban Julu Kab. Toba Samosir.
Tambunan H. Emil, . Sekelumit Mengenai Masyarakat Batak Toba dan
Kebudayaannya. Bandung :Tarsito.
http://www.wikipedia.com