Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ambang Batas Parlemen (Parliamentary Threshold) dan Asas Demokrasi T1 312012040 BAB II

(1)

9

ASAS DEMOKRASI SEBAGAI PERLINDUNGAN

MINORITAS

Dalam bab ini, penulis hendak memaparkan mengenai asas demokrasi sebagai perlindungan minoritas. Asas ini merupakan suatu asas yang lama dan terbilang krusial karena menyangkut kebebasan setiap warga negara. Asas ini merupakan asas yang diturunkan langsung oleh negara melalui UUD NRI 1945 sehingga dapat dilihat bahwa asas demokrasi merupakan satu kesatuan dengan konstitusi. Oleh karena itu, yang menjadi pembahasan utama dalam bab ini adalah perlindungan minoritas sebagai salah satu unsur dari asas demokrasi.

Untuk mengetahui lebih dalam mengenai pembahasan dalam bab ini, maka sistematika pembahasan dalam bab ini adalah sebagai berikut. Pertama, mengenai penyelenggaraan negara berlandaskan asas demokrasi (infra Sub-judul A). Kedua, menguraikan mengenai pengertian asas demokrasi, yaitu demokrasi sebagai asas hukum. (infra Sub-judul B). Ketiga, menguraikan mengenai perlindungan minoritas sebagai salah satu unsur dari asas demokrasi (infra Sub-judul C).

A.

Penyelenggaraan Negara Berlandaskan Asas Demokrasi

Negara harus diselenggarakan berdasarkan asas demokrasi. Artinya negara tidak boleh diselenggarakan berdasarkan asas otoriterianisme atau bahkan totaliterianisme. Asas otoriterianisme dijalankan berdasarkan kehendak penguasa yang berakibat pada tidak tercerminnya kehendak rakyat dalam kebijakan yang


(2)

diambil penguasa untuk penyelenggaraan negara. Dalam asas otoriterianisme, negara berperan besar menentukan kehidupan setiap warga negara dalam semua aspek kehidupan. Asas otoriterianisme sangat bertolak belakang dengan negara yang diselenggarakan berdasarkan asas demokrasi karena negara yang diselenggarakan berdasarkan asas otoriterianisme dalam proses penentuan organ negara hanya berlaku sistem pengangkatan13 yang biasanya dilakukan berdasarkan sistem kekeluargaan.14 Sedangkan negara yang diselenggarakan berdasarkan asas demokrasi penentuan organ negara selalu dilakukan melalui proses yang demokratis yaitu sistem pemilihan.15

Penyelenggaraan negara berdasarkan asas otoriterianisme selalu akan mengalami benturan dengan penyelenggaraan negara berdasarkan asas demokrasi. Perbedaan yang mendasar antara kedua asas tersebut adalah ide kebebasan berpolitik.16 Idealnya dalam negara yang diselenggarakan berdasarkan asas

13

Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, terjemahan oleh Raisul Muttaqien, Cetakan VII, Penerbit Nusa Media, Bandung, 2011, h. 421. Pengangkatan oleh sebuah organ yang dipilih oleh rakyat dengan sendirinya merupakan sesuatu yang memperlemah prinsip demokrasi sebab pengangkatan adalah metode otokratis.

14

Munir Fuady, Konsep Negara Demokrasi, Op.Cit., h. 112. Dalam sistem negara otokratis, berlaku sistem primordial berdasarkan kepada agama, ras, suku bangsa, dan berbagai model strata sosial, sehingga kurang memperhatikan asas persamaan di antara warga negara. Unsur hak dan kebebasan individu diabaikan tetapi yang diberlakukan adalah unsur kolektivisme, dengan kekuasaan yang otokrasi dan oligarki yang bertumpu pada sistem kekerabatan dan kekeluargaan.

15

Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Op.Cit., h. 413. Dalam demokrasi perwakilan dimana prinsip demokrasi dikonkretkan menjadi pemilihan organ-organ pembuat hukum, sistem pemilihan adalah menentukan derajat perwujudan ide demokrasi. Tindakan memilih seorang individu, yakni pemilihan, terdiri atas tindakan-tindakan bagian dari para pemilih, yakni tindakan pemungutan-pemungutan suara.

16Ibid.,

h. 404. Seseorang memiliki kebebasan politik sepanjang kehendak pribadinya sesuai dengan kehendak umum yang dinyatakan dalam tatanan sosial. Kebebasan politik, yakni kebebasan di bawah tatanan sosial, adalah penentuan kehendak sendiri dengan jalan turut serta dalam pembentukan tatanan sosial. Kebebasan politik adalah kemerdekaan, dan kemerdekaan adalah kemandirian. Maka prinsip mayoritaslah yang menjamin kebebasan politik tertinggi yang mungkin diperoleh di masyarakat.


(3)

demokrasi ide kebebasan berpolitik menjadi hak setiap individu tetapi negara hanya mengatur mengenai batasan-batasan perwujudan ide kebebasan berpolitik tersebut. Kondisi ini bertolak belakang dengan negara yang diselenggarakan berdasarkan asas otoriterianisme. Dalam negara yang diselenggarakan berdasarkan asas otoriterianisme, ide kebebasan politik bukan lagi menjadi hak bagi warga negara akan tetapi ide kebebasan politik diambilalih oleh negara sebagai bentuk pelaksanaan ide kebebasan berpolitik warga negara.

Perbedaan lain yang terlihat dari kedua asas tersebut adalah proses dan sistem pengambilan keputusan menyangkut masyarakat umum. Dalam negara yang diselenggarakan berdasarkan asas otoriterianisme, keputusan diambil oleh penguasa yang bersifat mutlak sehingga warga negara tidak dapat melakukan perlawanan terhadap keputusan penguasa dan tidak ikut andil dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupan mereka. Sifat dan tata cara pengambilan keputusan ini berbeda dengan negara yang diselenggarakan berdasarkan asas demokrasi. Negara yang diselenggarakan berdasarkan asas demokrasi akan melibatkan warga negara untuk menentukan keputusan dengan sistem musyawarah mufakat sehingga keputusan yang diambil mempresentasikan keinginan warga negara. Apabila keputusan yang diambil pemerintah tidak sesuai dengan keinginan warga negara maka mereka dapat melakukan perlawanan terhadap keputusan tersebut kepada pengadilan sebagai tempat perlindungan hak warga negara.

Berdasarkan penjelasan sebelumnya mengenai tidak dikehendakinya asas otoriterianisme dijadikan sebagai landasan dalam penyelenggaraan negara dapat dilihat pada kasus negara-negara di dunia yang sebelumnya menerapkan asas


(4)

otoriterianisme sebagai penyelenggaraan negara beralih menjadi asas demokrasi dalam penyelenggaraan negaranya. Contohnya tumbangnya rezim otoriter pada pemerintahan militer Amerika Latin, rezim satu partai di Taiwan, diktator Spanyol, Filipina, Rumania.17 Setelah tumbangnya rezim otoriter di negara-negara eropa tersebut yang bertransisi menuju negara yang diselenggarakan berdasarkan asas demokrasi, kondisi tersebut diikuti oleh negara-negara di Asia seperti Korea Selatan, Thailand, Myanmar, dan Indonesia.18

Indonesia yang menghendaki penyelenggaraan negara berdasarkan asas demokrasi dapat dibuktikan dengan fakta bahwa dua rezim otoriter ditumbangkan rakyat pada masa orde lama dan orde baru. Artinya, tumbangnya rezim otoriter membuktikan bahwa rakyat tidak menginginkan negara Indonesia diselenggarakan berdasarkan asas otoriterianisme melainkan harus diselenggarakan berdasarkan asas demokrasi.

Indonesia adalah negara demokratis bukan otokratis atau bahkan totaliter. Demokrasi merupakan sebuah cita-cita bangsa Indonesia dalam kehidupan bernegara. Cita-cita menuju negara demokrasi dapat terwujud apabila dalam penyelenggaraan negaranya mengikutsertakan rakyat dalam penentuan kebijakan negara. Kehendak rakyat dapat terlihat dari diterapkannya prinsip pembagian kekuasaan dalam negara Indonesia. Prinsip pembagian kekuasaan diterapkan dengan tujuan untuk mencegah kecenderungan kekuasaan pada satu tangan yaitu

17

Erfandi, Parliamentary Threshold dan HAM Dalam Hukum Tata Negara Indonesia, Op.Cit., h. 92. Dalam berbagai kasus di rezim militer ini, kelompok reformis menguat di internal otoriter untuk mendorong menuju pemerintahan yang lebih demokratis. Namun perubahan ini dapat timbul diakibatkan lengsernya rezim otoriter.

18

Ibid., h. 94. Transisi negara-negara di Asia menuju demokrasi dipicu oleh munculnya gelombang demokrasi ketiga sejak tahun 1974, yaitu dengan munculnya gelombang gerakan pro demokrasi di Eropa Selatan seperti Yunani, Spanyol, dan Portugal yang kemudian berlanjut pada negara-negara Amerika Latin seperti Brazil dan Argentina.


(5)

eksekutif sebagai bentuk besarnya kehendak penguasa. Pernyataan di atas diperkuat oleh pendapat Hans Kelsen bahwa “prinsip pembagian kekuasaan berfungsi menentang suatu pemusatan kekuasaan, bukannya berfungsi sebagai pemisahan kekuasaan.”19 Besarnya kehendak penguasa ini merupakan ciri negara otokratis sehingga bertolak belakang dengan negara demokrasi yang mengedepankan kehendak rakyat. Prinsip pembagian kekuasaan penting sebagai perlindungan terhadap kehendak rakyat dalam negara demokrasi. Negara demokrasi tanpa prinsip pembagian kekuasaan adalah kesalahan fatal. Prinsip pemisahan kekuasaan akan sempurna apabila fungsi eksekutif, legislatif, maupun eksekutif berjalan secara seimbang tanpa adanya satu fungsi yang super power,

seimbangnya ketiga fungsi tersebut harus dibarengi dengan adanya check and balances.

Apabila melihat kembali definisi dari demokrasi itu sendiri maka yang menjadi aspek fundamental dari demokrasi adalah keikutsertaan warga negara dalam penyelenggaraan negara dan pengawasan terhadap keputusan-keputusan yang diambil pemerintah. Menurut Sri Soemantri Martosoewignjo “demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.”20 Negara demokrasi sesungguhnya tidak akan ada tetapi yang ada adalah penyelenggaraan negara harus dijalankan atas dasar asas demokrasi. Pernyataan di atas dipertegas oleh pendapat Jean-Jacques Rousseau sebagai berikut:

Kalau dipegang arti kata seperti diartikan umum, maka demokrasi yang sungguh-sungguh tidak pernah ada dan ia tidak akan ada. Adalah berlawanan dengan kodrat alam, bahwa yang

19

Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Op.Cit., h. 399.

20

Sri Soemantri Martosoewignjo, Pengantar Perbandingan Antar Hukum Tata Negara,


(6)

berjumlah terbesar memerintah, sedang yang paling sedikit jumlahnya harus diperintah.21

Negara harus diselenggarakan berdasarkan asas demokrasi karena asas demokrasi mencerminkan perlindungan kebebasan warga negara. Dalam melakukan perlindungan terhadap kebebasan warga negara, negara demokrasi tidak hanya sebatas melakukan perlindungan terhadap kelompok mayoritas tetapi juga melakukan perlindungan terhadap kelompok minoritas22 sekalipun hanya seorang warga negara. Pernyataan di atas mengandung arti dalam negara yang diselenggarakan berdasarkan asas demokrasi berlaku ide persamaan23 dalam perlindungan kebebasan setiap warga negara sehingga mereka mempunyai tuntutan yang sama atas kebebasan yang mereka miliki.

B.

Pengertian Asas Demokrasi

Asas-asas hukum dapat dikategorikan sebagai jenis kaidah non-positif24 yang sangat penting untuk dipahami dalam sistem hukum indonesia. Paul Scholten memberikan definisi mengenai asas hukum sebagai berikut:

21Ibid.,

h. 26.

22

Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Op.Cit., h. 407. Dalam negara demokrasi prinsip mayoritas dalam mengambil keputusan adalah mutlak tetapi bukan berarti mayoritas dapat melakukan kediktatoran terhadap minoritas. Prinsip mayoritas dalam negara demokrasi hanya dapat dijalankan apabila warga negara diperbolehkan turut serta dalam pembentukan, meski pada akhirnya isi dari hukum ditentukan oleh kelompok mayoritas. Tidaklah demokratis apabila dalam pembentukan hukum kelompok minoritas tidak dilibatkan, meski kembali lagi kelompok mayoritas yang menentukan keterlibatan tersebut. Oleh karena itu terdapat pembatasan untuk mencegah hukum yang ditentukan oleh mayoritas tidak bertentangan mutlak dengan kelompok minoritas. Inilah salah satu unsur yang mendasari demokrasi.

23Ibid.,

h. 406. Ide kesamaan mengandung arti bahwa semua individu mempunyai nilai politik yang sama dan setiap orang mempunyai tuntutan yang sama atas kebebasan sehingga kehendak mayoritas harus memperhitungkan kehendak minoritas dalam negara berdasarkan asas demokrasi.

24

Titon Slamet Kurnia, Pengantar Sistem Hukum Indonesia, Penerbit PT Alumni, Bandung, 2009, h. 105. Yang dimaksud oleh kaidah-kaidah non-positif adalah kaidah-kaidah


(7)

Pikiran-pikiran dasar, yang terdapat di dalam dan di belakang sistem hukum masing-masing dirumuskan dalam aturan-aturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim, yang berkenaan dengannya ketentuan-ketentuan dan keputusan-keputusan individual dapat dipandang sebagai penjabarannya.25

Perihal definisi asas hukum, Bruggink memberikan pengertian asas hukum sebagai berikut:

Asas hukum adalah kaidah yang berpengaruh kepada kaidah perilaku, karena asas hukum ini memainkan peran pada interpretasi terhadap aturan hukum dan dengan itu menentukan wilayah penerapan kaidah hukum. Berdasarkan itu maka asas hukum dapat dinyatakan termasuk tipe meta-kaidah. Asas hukum itu juga sekaligus merupakan perpanjangan dari kaidah perilaku, karena asas hukum juga memberikan arah pada perilaku yang dikehendaki.26

Karl Larenz memberikan pengertian mengenai asas-asas hukum bahwa ”asas-asas hukum adalah gagasan yang membimbing dalam pengaturan hukum (yang mungkin ada atau yang sudah ada), yang dirinya sendiri bukan merupakan aturan

yang dapat diterapkan, tetapi yang dapat diubah menjadi demikian.”27

Menurut Robert Alexy asas hukum adalah “Optimie rungsgebote” yang berarti aturan yang

mengharuskan bahwa sesuatu berdasarkan kemungkinan-kemungkinan yuridis

kabur yang ketika dijadikan sebagai pedoman dalam berperilaku tidak mungkin memberikan preskripsi yang jelas seperti halnya kaidah-kaidah hukum positif. Namun kaidah-kaidah non-positif ini sering kali berguna sebagai dasar argumen bagi hakim terutama berfungsi sebagai penilaian terhadap peraturan perundang-undangan. Macam-macam kaidah-kaidah non-positif adalah kaidah keadilan, kepatutan, kesusilaan atau moralitas umum, dan asas-asas hukum.

25

J.J.H. Bruggink, Refleksi tentang Hukum, terjemahan oleh B. Arief Sidharta, Cetakan ke-II, Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, h. 119-120. Dari definisi tersebut dapat dilihat bahwa peranan asas hukum sebagai meta-kaidah berkenaan dengan kaidah hukum dalam bentuk kaidah perilaku.

26

Ibid., h. 120. Pengertian asas hukum yang dijelaskan Bruggink tersebut dalam bentuk yang lemah yang dapat dianggap termasuk dalam tipe kaidah yang berkenaan dengan kaidah perilaku.

27Ibid.,


(8)

dan faktual seoptimal mungkin terealisasikan.”28

Kemudian Ron Jue membatasi pengertian asas hukum sebagai berikut:

Nilai-nilai yang melandasi kaidah-kaidah hukum disebut asas-asas hukum. Asas itu menjelaskan dan melegitimasi kaidah hukum; di atasnya bertumpu muatan ideologis dari tatanan hukum. Karena itu, kaidah-kaidah hukum dapat dipandang sebagai operasionalisasi atau pengolahan lebih jauh dari asas-asas hukum.29

Dari definisi di atas, menurut Bruggink bahwa “asas hukum dipandang juga

sebagai kaidah hukum.”30

Bruggink menarik kesimpulan sekaligus memberi penjelasan tentang pengertian asas-asas hukum sebagai berikut:

Asas hukum sebagai jenis meta-kaidah berkenaan dengan kaidah perilaku, sementara itu asas hukum juga dapat memenuhi fungsi yang sama seperti kaidah perilaku. Sebab, meta-kaidah ini memuat ukuran/kriteria nilai (waardemaatstaven). Fungsi asas hukum itu adalah merealisasikan ukuran nilai itu sebanyak mungkin dalam kaidah-kaidah dari hukum positif dan penerapannya.31

Kemudian Bruggink menjelaskan alasan asas hukum disebut meta-kaidah sebagai berikut:

Asas hukum adalah sejenis meta-kaidah berkenaan dengan kaidah-kaidah perilaku. Asas hukum itu di satu pihak memiliki suatu sifat yang berbeda dari kaidah perilaku, karena sebagai kaidah penilaian berada pada landasan dari kaidah-kaidah perilaku dan dalam interpretasi aturan hukum turut menentukan wilayah penerapan aturan-aturan. Itu sebabnya asas hukum itu disebut meta-kaidah.32

28Ibid. 29Ibid. 30

Ibid. Bruggink menggunakan pengertian kaidah hukum yang lebih luas ketimbang Ron Jue.

31Ibid.,

h.122.

32Ibid.,


(9)

Asas hukum itu berisikan ukuran nilai yang memiliki fungsi mewujudkan kaidah hukum dalam suatu sistem hukum positif. Maka dari itu hanya asas hukumlah yang dapat berfungsi sebagai fondasi sistem hukum positif. Pendapat penulis tersebut diperkuat oleh pendapat J. Gijssels (1989) dalam artikelnya bahwa “hanya asas yang menjalankan fungsi yang pertama (sebagai fondasi

sistem hukum positif) adalah asas hukum.”33

Bruggink menjelaskan definisi mengenai asas hukum sebagai berikut:

Asas-asas hukum merupakan kaidah-kaidah penilaian yang fundamental bagi landasan suatu sistem hukum. Asas hukum itu terlalu umum untuk dapat berperan sebagai pedoman bagi perbuatan. Karena itu, asas hukum harus dikonkretisasikan. Jika pengkonkretisasian telah terjadi dan sudah ditetapkan aturan-aturan hukum positif, maka asas hukum tetap memiliki sifat sebagai kaidah penilaian.34

Pengertian asas-asas hukum yang dikemukakan para ahli di atas menjadi acuan penulis untuk mengkualifikasi bahwa asas demokrasi itu termasuk dalam asas-asas hukum bagi penyelenggaraan negara. Asas demokrasi merupakan perpanjangan kaidah perilaku yang dikonkretisasi ke dalam aturan-aturan hukum sehingga memberikan legitimasi berlakunya. Asas demokrasi sebagai asas hukum mengandung nilai-nilai yang ideal untuk menentukan kaidah-kaidah hukum sebagai operasionalisasi asas-asas hukum serta memberikan arah pengaturan bagi penyelenggaraan negara.

Pengkualifikasian asas demokrasi termasuk dalam asas hukum tersebut sebagai bentuk klarifikasi penulis bahwa demokrasi di sini bukan konsep politik melainkan asas hukum bagi politik (penyelenggaraan negara). Politik melihat

33Ibid.,

h. 133.

34Ibid.,


(10)

demokrasi sebagai realitas (hal ada), bukan sebagai norma (hal harus). Dengan demikian secara politik, demokrasi diposisikan sebagai kenyataan; artinya, demokrasi adalah semata-mata tentang fakta, ada atau tidaknya kenyataan yang menentukan (dipraktikkan atau tidak oleh suatu rezim). Demokrasi dalam konsep politik bertolak belakang dengan demokrasi sebagai asas hukum, karena demokrasi sebagai asas hukum merupakan suatu keharusan. Artinya asas demokrasi sebagai asas hukum harus dijadikan dasar penyelenggaraan negara. Asas demokrasi dalam mengatur arah penyelenggaraan negara berpedoman pada kaidah-kaidah hukum yaitu konstitusi (UUD NRI 1945) yang di dalamnya mengandung nilai-nilai ideal demokrasi sebagai tindak lanjut dari asas-asas hukum salah satunya diberlakukannya sistem pemilihan langsung dalam menentukan organ negara. Asas demokrasi yang terkandung dalam UUD NRI 1945 terealisasikan dan terkonkretisasikan dalam berbagai kaidah-kaidah hukum antara lain; Pertama, pembatasan masa jabatan Presiden (Pasal 7 UUD NRI 1945). Kedua, pemilihan Presiden secara langsung (Pasal 6A Ayat (1) UUD NRI 1945). Ketiga, penegasan kedudukan DPR dalam fungsi legislasi (Pasal 20 Ayat (1) UUD NRI 1945). Kelima, pembentukan Mahkamah Konstitusi (Pasal 24C UUD NRI 1945). Keenam, pengaturan tentang hak-hak asasi manusia (BAB XA Pasal 28A-28J UUD NRI 1945).35

Asas demokrasi yang berkedudukan sebagai asas hukum bagi penyelenggaraan negara memberikan pengertian bahwa asas demokrasi adalah

35

Titon Slamet Kurnia, Pengantar Sistem Hukum Indonesia, Op.Cit., h. 32. Perubahan terhadap UUD NRI 1945 dijustifikasi oleh dua asas utama yaitu asas demokrasi (Pasal 1 Ayat 2) dan asas negara hukum (Pasal 1 Ayat 3). Pembatasan masa jabatan Presiden bertujuan untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan yang menjurus pada negara otoriter. Pembatasan masa jabatan Presiden berimplikasi pada keharusan adanya pemilihan Presiden secara langsung lima tahun sekali yang dijustifikasi oleh asas demokrasi.


(11)

standar untuk menilai kelayakan penyelenggaraan negara, termasuk peraturan perundang-undangan yang dihasilkannya.36 Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, fungsi hakiki asas demokrasi ialah untuk memastikan bahwa kehendak mayoritas adalah dasar dalam mengambil keputusan yang valid.37 Asas demokrasi memberikan posisi yang seimbang antara kehendak mayoritas yang mengambil keputusan dengan perlindungan hak-hak minoritas dalam keputusan yang diambil. Asas demokrasi yang hidup di Indonesia adalah kekeluargaan untuk mengabdi kepentingan bersama dalam mencapai tujuan yang sama.38

Demokrasi secara umum diartikan pemerintahan rakyat. Pengertian secara umum mengenai demokrasi merujuk pada pendapat Abraham Lincoln yang mengatakan bahwa “demokrasi ialah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan

untuk rakyat.”39

Pendapat Abraham Lincoln membuktikan bahwa dalam suatu negara rakyatlah yang berdaulat, pemerintah hanya berfungsi sebagai pelaksanan kedaulatan rakyat. Pendapat lain berasal dari Harris Soche yang menyimpulkan demokrasi berdasarkan pendapat Abraham Lincoln bahwa “demokrasi ialah

36Ibid.,

h. 5.

37Ibid.,

h. 55. Keputusan yang diambil oleh kehendak mayoritas dalam asas demokrasi tidak boleh merugikan hak-hak minoritas. Asas demokrasi selalu disandingkan berlakunya dengan asas negara hukum dalam UUD NRI 1945 karena dengan adanya kedua asas tersebut memberikan legitimasi bagi badan yudisial untuk melakukan pengujian peraturan perundang-undangan yang merugikan minoritas.

38

Abu Daud Busroh dan H. Abubakar Busro, Asas-Asas Hukum Tata Negara, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983, h. 13. Tetapi beda halnya dengan asas demokrasi yang diterapkan bagi masyarakat barat yang sifatnya individualistis, justru kepentingan perseorangan akan lebih diutamakan, bahkan lebih menonjol daripada kepentingan bersama.

39

Harris Soche, Supremasi hukum dan Prinsip Demokrasi di Indonesia, Op.Cit., h. 21. Sesuai pendapat Abraham Lincoln mengenai demokrasi maka pemerintah dalam menjalankan pemerintahannya tidak boleh merugikan, memperkosa, dan melanggar hak-hak rakyat baik secara kolektif atau perseorangan.


(12)

pemerintahan rakyat mayoritas.”40

Demokrasi seperti yang dipaparkan di atas adalah bentuk pemerintahan rakyat41, karena itu kekuasaan pemerintah melekat pada rakyat, diri orang banyak dan merupakan hak bagi rakyat atau orang untuk mengatur, mempertahankan, dan melindungi diri dari tindakan paksa yang dilakukan pemerintahan sebagai pelaksana mandat dari rakyat.

Tidak dapat dihindari bahwa dalam demokrasi, mayoritas anggota masyarakat yang mengambil keputusan dalam menjalankan pemerintahan. Mayoritas masyarakat ini diharapkan akan menjamin kedaulatan rakyat secara benar dengan bentuk pertanggungjawaban pemerintah terhadap mayoritas anggota masyarakat tersebut. Jadi dapat diartikan bahwa demokrasi adalah kedaulatan ditangan rakyat yang dijalankan oleh mayoritas masyarakat. Sementara itu, Hans Kelsen mengemukakan pengertian tentang demokrasi sebagai berikut: “demokrasi berarti bahwa kehendak yang dinyatakan dalam tata hukum negara identik dengan

kehendak umum.”42

Apabila hukum yang dibuat oleh pemerintah sesuai dengan kemauan rakyat maka apa yang dinamakan demokrasi itu telah tertuang dalam hukum yang dibuat.

Demokrasi mempunyai arti penting bagi masyarakat, bahwa dengan demokrasi masyarakat merasa haknya terjamin dalam menentukan sendiri jalannya negaranya. Maka dari itu semua pengertian mengenai demokrasi

40Ibid.,

h. 17.

41Ibid.

Bentuk pemerintahan rakyat tersebut dapat dimanifestasikan dalam bentuk ikut serta dalam menentukan arah perkembangan dan cara mencapai tujuan dan gerak politik negaranya dalam batas-batas yang ditentukan oleh hukum yang berlaku. Salah satunya bebas berorganisasi, berkumpul, dan menyatakan pendapat.

42

Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Op.Cit., h. 284. Kesesuaian hukum dengan kehendak rakyat berarti demokrasi mengandung makna bahwa setiap warga negara dilibatkan dalam pengambilan keputusan, adanya persamaan derajat, serta memperoleh jaminan kemerdekaan dan kebebasan.


(13)

memberikan posisi yang penting kepada rakyat dalam suatu negara. Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara memberi pengertian bahwa pada tingkat terakhir rakyat yang menentukan terkait kehidupannya dan rakyatlah yang dapat menilai kebijakan yang dibuat pemerintah apakah kebijakan tersebut telah sesuai dengan kemauan rakyat. Kemudian pengertian lain tentang demokrasi sebagai berikut:

“pemerintahan yang didasarkan pada kehendak dan kemauan rakyat serta

pengorganisasian negara harus atas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada

ditangan rakyat.”43

Secara umum, demokrasi diartikan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Terkait demokrasi, Munir Fuady memberikan definisi mengenai demokrasi sebagai berikut:

Demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan dalam suatu negara dimana semua warga negara secara memiliki hak, kewajiban, kedudukan, dan kekuasaan yang baik dalam menjalankan kehidupannya maupun dalam berpartisipasi terhadap kekuasaan negara, di mana rakyat berhak ikut serta dalam menjalankan negara atau mengawasi jalannya kekuasaan negara, baik secara langsung misalnya melalui ruang publik (public sphere) maupun melalui wakil-wakilnya yang dipilih secara adil dan jujur dengan pemerintahan yang dijalankan semata-mata untuk kepentingan rakyat, sehingga sistem pemerintahan dalam negara tersebut berasal dari rakyat, dijalankan oleh rakyat, untuk kepentingan rakyat (from the people, by the people, to the people).44

Bonger dalam bukunya mengemukakan adanya dua pengertian demokrasi, yaitu 45:

43

Moh. Mahfud MD, Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi, Op.Cit., h. 8.

44

Munir Fuady, Konsep Negara Demokrasi, Op.Cit., h. 2.

45

Sri Soemantri Martosoewignjo, Pengantar Perbandingan Antar Hukum Tata Negara, Op.Cit., h. 27- 34.


(14)

a. Sudut formeel daripada demokrasi

Bersumber pada kemerdekaan dan persamaan sehingga dalam prosesnya yang dilaksanakan adalah demokrasi di bidang politik.

b. Sudut materiil daripada demokrasi

a) Didasarkan pertama-tama pada kemerdekaan;

b) Didasarkan pertama-tama kepada kemajuan di bidang sosial dan ekonomi;

c) Demokrasi yang berdasar atas kedua hal di atas bersama-sama secara simultan.

Pernyataan resmi mengenai demokrasi pernah dikemukakan oleh HOS Tjokroaminoto bahwa demokrasi yang ia inginkan adalah demokrasi dalam rangka pluralisme yang harus memberikan peluang yang sebesar-besarnya bagi peranan rakyat untuk menentukan jalannya negara.46 Pendapat selanjutnya mengenai demokrasi, dikemukakan oleh Ismail Suny bahwa: “demokrasi berakar pada teori kedaulatan rakyat yang dapat dirumuskan sebagai wewenang tertinggi yang menentukan segala wewenang yang ada dalam suatu negara adalah

rakyat.”47

Sejalan dengan pendapat-pendapat sebelumnya mengenai demokrasi, Jimly Asshiddiqie memberikan pengertian demokrasi yang lebih partisipatif bahwa “demokrasi sebagai konsep kekuasaan dari, oleh, untuk, dan bersama

rakyat.”48

Pendapat Jimly Asshiddiqie di atas didasari oleh ide bahwa untuk kemanfaatan rakyat sesungguhnya segala kegiatan negara harus ditujukan bagi

46

Moh. Mahfud MD, Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi, Op.Cit., h. 34, dikutip dari Arief, Bentuk Negara dan Pemerataan Hasil-Hasil Pembangunan, dalam Prisma No 7 Tahun 1982, h. 4.

47

Sodikin, Hukum Pemilu: Pemilu Sebagai Praktek Ketatanegaraan, Penerbit Gramata Publishing, Bekasi, 2014, h. 15, dikutip dari Ismail Suny, Mekanisme Demokrasi Pancasila,

Aksara Baru, Jakarta, 1984, h. 7.

48

Jilmy Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Op.Cit., h. 293. Arti dari demokrasi yang lebih partisipatif bahwa kekuasaan itu pada pokoknya diakui berasal dari rakyat, dan karena itu rakyatlah yang sebenarnya menentukan dan memberikan arah serta yang sesungguhnya menyelenggarakan kehidupan kenegaraan. Keseluruhan sistem penyelenggaraan itu pada dasarnya diperuntukkan bagi seluruh rakyat itu sendiri. Bahkan negara yang baik diidealkan pula agar diselenggarakan bersama-sama dengan rakyat dalam arti dengan melibatkan masyarakat dalam arti yang seluas-luasnya.


(15)

rakyat.49 Keempat unsur yang terdapat dalam demokrasi itulah yang tercakup dalam pengertian kedaulatan rakyat, yaitu bahwa kekuasaan tertinggi ada ditangan rakyat, diselenggarakan untuk rakyat dan oleh rakyat sendiri, serta dengan terus membuka diri dengan melibatkan seluas mungkin peran serta rakyat dalam penyelenggarakan negara.50 Dengan demikian konsep demokrasi merujuk pada pemerintahan suatu negara merupakan pemerintahan oleh rakyat.51 Demokrasi menempatkan manusia sebagai pemilik kedaulatan yang kemudian dikenal dengan prinsip kedaulatan rakyat.52 Pada masa kemerdekaan Indonesia istilah yang dipakai untuk menyebut demokrasi adalah kedaulatan rakyat. Atas dasar sejarah kemerdekaan itulah sumber kekuasaan pemerintah adalah rakyat dengan kedaulatannya. Inilah akar teori kedaulatan rakyat yang kemudian disebut demokrasi.53 Demokrasi sering diidentikkan dengan ajaran kedaulatan rakyat. Keidentikan tersebut mengerucut pada satu pengertian bahwa kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat. Dalam suatu negara yang menganut asas demokrasi, wewenang tertinggi berasal dari rakyat bukan berasal dari penguasa yang otoriter.

49

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2010, h, 118.

50

Jilmy Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Op.Cit., h. 294.

51

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Op.Cit., h. 120. Pemerintahan oleh rakyat dalam suatu negara mengandung arti bahwa rakyat berdaulat baik dalam perencanaan, penetapan, pelaksanaan, maupun evaluasi dan pengawasan terhadap pelaksanaan produk hukum yang mengatur proses pengambilan keputusan dalam dinamika penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang berkaitan dengan nasib dan masa depan mereka sendiri sebagai rakyat negara yang bersangkutan.

52

Ibid., h. 200.

53Ibid.,

h. 96. Dengan teori kedaulatan rakyat ini, dasar kekuasaan negara itu bukan lagi

vox dei (suara Tuhan), tetapi vox populi (suara rakyat). Inilah dasar legitimasi baru (menggantikan teori kedaulatan Tuhan) bagi kekuasaan pemerintah.


(16)

Negara hanya menempati posisi sebagai penampung aspirasi rakyat sehingga rakyat dapat ikut serta dalam pemerintahan kedepannya.

UUD NRI 1945 tidak pernah menggunakan kata demokrasi dalam pasal-pasalnya tetapi UUD NRI 1945 menggunakan kata kedaulatan rakyat sebagai penyebutan lain demokrasi dalam Pasal 1 Ayat (2) UUD NRI 1945. Asas demokrasi sebagai asas hukum sering disebut sebagai kedaulatan rakyat. Asas kedaulatan rakyat, yaitu rakyatlah yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan negara, rakyat yang menentukan kehendak negara, rakyat yang akan menentukan apa yang akan diperbuatnya dan rakyat yang akan menentukan pula bagaimana cara berbuatnya.54 Pendapat tersebut menunjukkan bahwa dalam asas kedaulatan rakyat terkandung makna bahwa rakyat memegang kekuasaan tertinggi atas berjalannya negaranya sendiri. Kedaulatan rakyat apabila diartikan secara sederhana adalah rakyat yang menjadi sumber kekuasaan tertinggi negara. Menurut Jean Jacques Rosseau:

Manusia itu berdaulat penuh atas dirinya, ia memiliki hak-hak yang lahir dari dan atas dirinya sendiri. Kedaulatan orang yang satu tidak kurang tetapi juga tidak lebih dari yang lain. Dalam situasi yang seperti itu tidak akan mungkin ada kemajuan. Maka manusia itu serentak bersama-sama menyerahkan kedaulatan masing-masing kepada masyarakat, lalu pelaksanaan perintah-perintah ialah negara dan pemerintahan. Penyerahan itu disertai dengan satu syarat: ia harus turut serta untuk menyusun kemauan umum, volonte generale, yang akan dijadikan kemauan negara.55

Dengan demikian maka rakyat secara sukarela mau menyerahkan keinginannya kepada suatu organisasi yaitu negara untuk selanjutnya menjalankan

54

Joeniarto, Demokrasi dan Sistem Pemerintahan Negara, Penerbit PT Bina Aksara, Jakarta, 1982, h. 17.

55


(17)

kekuasaaan berdasarkan rakyat. Pengertian ajaran kedaulatan oleh Imanuel Kant yang menyatakan bahwa:

Tujuan negara itu adalah untuk menegakkan hukum dan menjamin kebebasan para warganya. Dalam pengertian bahwa kebebasan di sini adalah kebebasan dalam batas-batas perundang-undangan, sedangkan undang-undang yang di sini yang berhak membuat adalah rakyat sendiri. Maka undang-undang itu merupakan penjelmaan dari pada kemauan atau kehendak rakyat. Jadi, rakyatlah yang mewakili kekuasaan tertinggi atau kedaulatan.56

Namun kedaulatan tidak serta-merta dapat dilakukan oleh rakyat dalam menentukan keputusan. Keputusan rakyat yang akan menjadi pedoman pemerintah dalam menjalankan pemerintahan harus dibentuk sesuai dengan prosedur dan tata cara yang telah ditetapkan konstitusi. Selanjutnya Bagir Manan mengemukakan arti kedaulatan rakyat sebagai berikut:

Kedaulatan rakyat berarti bahwa kekuasaan untuk mengatur pemerintahan negara ada pada rakyat. Rakyat yang berdaulat, berkuasa untuk menentukan cara bagaimana ia harus diperintah. Tetapi putusan rakyat yang menjadi peraturan pemerintah bagi semua orang, ialah keputusan yang ditetapkan dengan cara mufakat dalam suatu perundingan yang teratur bentuk dan jalannya. Bukan keputusan yang sekonyong-konyong diambil dengan cara yang tersendiri saja, dengan menyerukan

bersama-sama “mufakat”. Di sini tidak ada permusyawaratan terlebih dahulu, sebab itu bukanlah keputusan menurut kedaulatan rakyat.57

Dalam kaitannya dengan negara Indonesia, bahwa negara Indonesia berdasarkan asas demokrasi. Dalam sistem konstitusional berdasarkan Undang-Undang Dasar, pelaksanaan kedaulatan rakyat disalurkan dan diselenggarakan

56

Soehino, Ilmu Negara, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 2001, h. 161.

57

Sodikin, Hukum Pemilu: Pemilu Sebagai Praktek Ketatanegaraan, Op.Cit., h. 15, dikutip dari Bagir Manan, Perjalanan Historis Pasal 18 UUD 1945 (Perumusan dan Undang-Undang Pelaksananya), Unsika, Karawang, 1993, h. 47-48.


(18)

menurut prosedur konstitusional yang ditetapkan dalam hukum dan konstitusi (constitutional democracy).58 UUD NRI 1945 tidak berbicara tentang demokrasi tetapi menyebut asas demokrasi adalah kedaulatan rakyat yang berposisi sebagai asas hukum. Konstitusi Indonesia merupakan landasan bagi pemerintah dalam menyelenggarakan negara atas kehendak rakyat. Indonesia dalah negara demokratis tertuang dalam konstitusi Pasal 1 Ayat (2) “kedaulatan berada

ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”59, ketentuan ini memberikan penegasan bahwa MPR tidak mempunyai kewenangan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden. MPR tidak dapat secara serta-merta memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden dalam masa jabatannya yang dianggap melakukan pelanggaran hukum dan penghianatan terhadap negara.

Kemudian bukti negara Indonesia menganut asas demokrasi diturunkan dalam ketentuan-ketentuan lain yang mencerminkan demokrasi pada beberapa Pasal dalam konstitusi. Antara lain yang mencerminkan bahwa negara Indonesia adalah demokrasi yaitu perubahan pemilihan Presiden yang semula dipilih oleh MPR menjadi Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Ketentuan pemilihan Presiden secara langsung termuat dalam pasal 6A Ayat (1) UUD NRI 1945 “Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan

secara langsung oleh rakyat.”60

Pemilihan Presiden secara langsung ini

58

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Op.Cit., h. 58.

59

Amandemen ketiga UUD NRI 1945 Pasal 1 Ayat (2).

60


(19)

dijustifikasi oleh asas demokrasi.61 Bukti lain yang menguatkan bahwa Indonesia adalah negara demokrasi adalah dimuatnya pengakuan dan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia dalam konstitusi, salah satunya adalah pengakuan hak politik setiap warga negara dalam Pasal 28E Ayat (3) UUD NRI 1945 “setiap

orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat."62

Dalam rangka membatasi kekuasaan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia, konstitusi telah memberikan ketentuan mengenai batasan waktu mereka menjabat dan batasan periode masa kepemimpinan. Batasan tersebut termuat dalam konstitusi Pasal 7 “Presiden dan Wakil Presiden memegang

jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam masa

jabatan yang sama, hanya untuk satu kali mas jabatan.”63

Penegasan tentang pembatasan masa jabatan Presiden ini ditujukan untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan sekaligus menutup peluang Presiden dapat menjabat tanpa batas waktu seperti pada rezim Orde Baru.64 Termuatnya berbagai ketentuan dalam UUD NRI 1945 tersebut dijustifikasikan oleh salah satu asas utama dalam UUD NRI 1945 yaitu demokrasi (Pasal 1 UUD NRI 1945).65

61

Titon Slamet Kurnia, Pengantar Sistem Hukum Indonesia, Op.Cit., h. 33. Pemilihan secara langsung ini sangat tepat sebagai wadah terhadap hak-hak rakyat untuk berpartisipasi secara aktif dalam pemerintahan.

62

Amandemen kedua Pasal 28E Ayat (3) UUD NRI 1945.

63

Amandemen pertama Pasal 7 UUD NRI 1945.

64

Titon Slamet Kurnia, Pengantar Sitem Hukum Indonesia, Op.Cit., h. 32.


(20)

Berdasarkan pendapat di atas mengenai arti kedaulatan rakyat maka dapat disimpulkan bahwa kedaulatan rakyat adalah demokrasi. Kesimpulan tersebut diperkuat oleh Sodikin bahwa: “bahwa dapat juga dikatakan bahwa ajaran kedaulatan rakyat memperoleh bentuk yang lebih konkret ke dalam apa yang

disebut dengan demokrasi.”66

Kedaulatan di sini oleh para ahli sering diartikan dengan kekuasaan. Jadi dengan demikian dominasi kekuasaan berada di tangan rakyat.67 Rumusan kedaulatan berada di tangan rakyat di dalam Undang-Undang

Dasar 1945 ”menunjukkan bahwa dalam sistem ketatanegaraan Indonesia

kedudukan rakyatlah yang paling menonjol dan paling sentral.”68

C.

Perlindungan Minoritas sebagai Salah Satu Unsur dari Asas

Demokrasi

Pemerintahan oleh mayoritas merupakan konsekuensi logis dari dianutnya asas demokrasi dalam suatu negara. Pemerintahan mayoritas tersebut mempunyai legitimasi keberadaannya ketika didasarkan pada kedaulatan rakyat seperti yang tertuang dalam Pasal 1 Ayat (2) UUD NRI 1945. Kedaulatan rakyat mengandung arti bahwa kehendak rakyat dalam negara demokrasi akan sahih apabila dijalankan oleh mayoritas. Prinsip mayoritas didasari dengan prinsip penentuan

66

Sodikin, Hukum Pemilu: Pemilu Sebagai Praktek Ketatanegaraan, Op.Cit., h. 18.

67

Harris Soche, Supremasi Hukum dan Prinsip Demokrasi di Indonesia, Op.Cit., h. 20, dari Ismail Suny, Mekanisme Demokrasi Pncasila, Aksara Baru, Jakarta, 1978, h. 15.

68

Sodikin, Hukum Pemilu: Pemilu Sebagai Praktek Ketatanegaraan, Op.Cit., h. 33, dikutip dari Dahlan Thalib, Konsepsi Kedaulatan Rakyat Menurut Undang-Undang Dasar 1945 dan Implementasinya Dalam Praktek Ketatanegaraan (Studi Tentang MPR Sebagai Pelaku Kedaulatan Rakyat Sepenuhnya), Disertasi, Universitas Padjajaran, Bandung, 2000, h. 293-294.


(21)

kehendak sendiri69; artinya, setiap keputusan yang diambil kelompok mayoritas akan berkekuatan mengikat apabila keputusan tersebut disetujui oleh semua elemen. Keputusan yang ditentukan oleh mayoritas tersebut berimplikasi pada keharusan persetujuan semua elemen pembuat keputusan apabila keputusan tersebut akan diubah.70

Prinsip mayoritas yang sejalan dengan prinsip penentuan kehendak sendiri perlu mendapatkan batasan agar tidak menjadi dominasi mayoritas absolut.71 Pembatasan tersebut dijamin oleh kemerdekaan individu72 bahwa perubahan terhadap setiap keputusan tidak serta-merta dapat dirubah tetapi memerlukan persetujuan oleh sebagian besar individu. Menurut prinsip mayoritas, jumlah individu yang menyetujuinya selalu lebih besar dari jumlah individu yang tidak menyetujuinya, baik sebagian ataupun seluruhnya, akan tetapi mereka yang tidak menyetujuinya akan tetap terikat oleh keputusan tersebut.73 Ide yang melandasi prinsip mayoritas adalah ”keputusan yang ditetapkan harus selaras dengan dari para subyek sebanyak-banyaknya, dan tidak selaras dengan kehendak para subyek

69

Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Loc.Cit. Penentuan kehendak sendiri menuntut bahwa tatanan sosial harus dibuat dengan keputusan bulat dari semua subyeknya dan bahwa keputusan itu harus tetap mengikat hanya sepanjang keputusan tersebut mendapat persetujuan dari semua subyeknya.

70Ibid. 71 Ibid.,

h. 407. Prinsip mayoritas tidak sama dengan keabsolutan mayoritas terhadap minoritas. Dengan demikian untuk batas tertentu dimungkinkan mencegah isi keputusan yang dibuat oleh mayoritas tidak bertentangan mutlak dengan kepentingan minoritas.

72Ibid.,

h. 405.

73

Ibid. Ketika jumlah mereka yang tidak menyetujui keputusan tersebut lebih besar dari yang menyetujuinya, maka dimungkinkan perubahan kembali keputusan tersebut di mana keputusan tersebut nantinya akan selaras dengan kehendak yang lebih besar jumlahnya daripada yang kehendaknya tidak selaras dengan keputusan.


(22)

dalam jumlah sekecil-kecilnya.”74 Apabila suatu keputusan tidak dapat diubah oleh kehendak mayoritas tetapi hanya oleh kehendak seluruhnya, atau kehendak dari mayoritas bersyarat maka sekelompok kecil orang saja dapat mencegah terjadinya perubahan tatanan sosial. Dengan demikian tatanan sosial tersebut dapat menjadi tidak selaras dengan kehendak dari sejumlah subyek yang mungkin lebih besar dari jumlah subyek yang kehendaknya selaras dengan tatanan sosial tersebut.75

Prinsip mayoritas sangat erat hubungannya dengan ide-ide kebebasan dan persamaan. Derajat kebebasan seseorang dapat dilihat dari seberapa jauh perlakuan negara terhadap persamaan hak-hak minoritas dengan mayoritas. Setiap individu pada dasarnya mempunyai nilai politik yang sama dan setiap orang mempunyai tuntutan yang sama atas kebebasan; artinya setiap orang dapat menuntut agar kehendak mayoritas selaras dengan kehendaknya.76 Prinsip mayoritas tidak sama dengan dominasi absolut mayoritas atau kediktatoran mayoritas atas minoritas.77 Keterlibatan minoritas menentukan tata hukum penting, namun pada akhirnya isi dari keputusan tersebut ditentukan oleh kehendak mayoritas.78 Keterlibatan minoritas dalam pembentukan maupun perubahan sebuah keputusan merupakan konsekuensi dari prinsip mayoritas.

74Ibid.,

h. 406.

75Ibid. 76Ibid. 77

Ibid., h. 407.

78 Ibid.

Walaupun penentuan isi dari keputusan tersebut ditentukan oleh kehendak minoritas, namun tetap harus dilandasi oleh ide kebebasan dan persamaan sebagai batasan prinsip mayoritas.


(23)

Namun pada akhirnya keterlibatan tersebut diputuskan oleh mayoritas.79 Keterlibatan minoritas dalam pembentukan sebuah keputusan memunculkan suatu proses kompromi80 antara mayoritas dan minoritas sehingga kepentingan mereka dapat disatukan menjadi sebuah keputusan yang adil.

Kompromi merupakan suatu bentuk yang ideal dari perlindungan terhadap hak-hak minoritas yang biasanya tersingkirkan oleh kelompok mayoritas yang memerintah. Namun persoalan lain yang sangat krusial adalah masalah persamaan dalam hukum dan pemerintahan dari setiap warga negara yaitu kaitannya dengan hak-hak minoritas yang selalu kalah oleh prinsip mayoritas. Menurut ajaran demokrasi, “golongan minoritas ini tetap mempunyai hak sesuai kedudukannya sebagai minoritas, sementara yang memerintah adalah pihak mayoritas dengan

atau tanpa mengikutsertakan pihak minoritas.”81

Demokrasi yang ideal adalah demokrasi yang memberikan perlindungan terhadap minoritas; artinya, keikutsertaan dan tindakan minoritas dalam pemerintahan akan sahih apabila hak-hak minoritasnya dalam politik maupun non politik diakui dan dilindungi oleh negara. Perlindungan terhadap hak-hak minoritas menjadi pedoman bagi pemerintahan mayoritas untuk menyelenggarakan negara berdasarkan asas demokrasi. Perlindungan minoritas tersebut sering disebut dengan konsep

79Ibid.

Keterlibatan tersebut ditujukan untuk mengurangi kemungkinan keputusan yang dibuat oleh mayoritas dipengaruhi oleh kehendak minoritas. Keterlibatan minotitas dalam pembentukan keputusan ditujukan juga untuk mencegah terjadinya kediktatoran mayoritas atas minoritas.

80

Ibid., h. 408. Kompromi berarti penyelesaian suatu konflik melalui suatu norma yang tidak seluruhnya sesuai dengan kepentingan-kepentingan dari salah satu pihak, tidak juga seluruhnya bertentangan dengan kepentingan-kepentingan pihak lain. Metode kompromi ini merupakan suatu pendekatan ke arah penentuan kehendak sendiri secara sempurna.

81


(24)

“pemerintahan oleh mayoritas dengan mempertahankan hak dari minoritas (majority rule, minority rights).”82

Perlindungan minoritas dalam sebuah negara demokrasi menjadi aspek yang paling penting. Perlindungan minoritas dalam negara demokrasi dapat dilihat pada catatan kaki yang terkenal di Amerika serikat dalam kasus United States v. Carolene Products Co., yang diputuskan pada tahun 1938. Pada kasus ini terdapat hubungan dengan perlindungan minoritas yang menyebutkan bahwa kepentingan setiap individu adalah esensial83; artinya kepentingan setiap individu ini dalam negara demokrasi dianggap setara sehingga dengan adanya kesetaraan kepentingan maka mayoritas tidak dapat melakukan tirani terhadap minoritas. Demi mengatasi kesewenang-wenangan mayoritas terhadap minoritas, maka perlu adanya mekanisme kerjasama84 antara mayoritas dengan minoritas. Pemerintahan mayoritas agar tidak menjadi mayoritas absolut perlu dilakukan pemisahan kepentingannya dari kepentingan-kepentingan mayoritas, namun di sisi lain ia juga tidak memisahkan koalisi mayoritas dari beragam minoritas.85 Mengenai perlindungan yang sama diantara warga negara, Mahkamah Agung Amerika Serikat dalam membuat peraturan pada kondisi tertentu harus melindungi kepentingan minoritas yang tidak memiliki suara kemudian melalui konstitusi

82Ibid. 83

John Hart Elly, Democracy and Distrust: A Theory of Judicial Review, Harvard University Press, Cambridge-Massachusetts, 1980, h. 79. Kepentingan setiap individu harus menjadi suatu unsur yang harus dipatuhi dalam proses legislasi sebab legislasi yang memperhatikan kepentingan setiap individu akan menghasilkan peraturan yang tidak saja menguntungkan mayoritas tetapi di sisi lain melindungi kepentingan minoritas.

84

Ibid., h. 81. Kerjasama antara mayoritas dan minoritas akan membantu proses demokrasi manakala pemerintahan yang dijalankan oleh mayoritas menjaga kepentingan rakyat secara keseluruhan sehingga menciptakan kepercayaan antara kedua kelompok tersebut.

85Ibid.,


(25)

kepentingan mereka dititipkan kepada kelompok-kelompok yang memiliki kekuasaan politik sehingga kelompok-kelompok tersebut diharapkan dapat menjamin kepentingan minoritas.86

Pemerintahan yang dijalankan oleh mayoritas harus memberikan ruang kepada setiap warga negara termasuk di dalamnya kelompok minoritas untuk diadakannya diskusi terbuka dan informasi yang penuh tentang isu-isu politik yang bertujuan untuk memastikan dan mengecek proses pemerintahan yang dilakukan oleh mayoritas bekerja sesuai dengan cita-cita demokrasi yaitu perlindungan minoritas.87 Perlindungan yang sama terhadap setiap warga negara ditegaskan melalui Amandemen ke-4 konstitusi Amerika Serikat yang memfokuskan untuk menghindari perlakuan yang tidak adil.88 Perlakuan yang tidak adil ini biasanya dialami oleh kelompok minoritas yang tidak memiliki kekuatan politik di pemerintahan sehingga memungkinkan terjadinya tirani oleh mayoritas. Mayoritas yang tirani akan mengganggu kebebasan kelompok minoritas untuk berpartisipasi dalam menjalankan roda pemerintahan, kondisi yang seperti ini memungkinkan mengesampingkan kepentingan minoritas yang sepatutnya menjadi perhatian pemerintahan mayoritas. Untuk menjamin kebijakan yang dibuat pemerintah selaras dengan kehendak minoritas maka diperlukan

86 Ibid.,

h. 84. Penitipan kepentingan-kepentingan minoritas kepada kelompok-kelompok yang memiliki kekuasaan politik dilakukan melalui mekanisme kontrak politik.

87 Ibid.,

h. 94. Perlindungan minoritas perlu dikuatkan agar menjamin kebebasan berekspresi, kebebasan berbicara, dan berorganisasi sekaligus menjadi jembatan bagi penyaluran hak politik setiap individu untuk memiliki kedudukan yang sama dalam pemerintahan. Kedudukan yang sama setiap individu berakibat pada keharusan bagi pemerintah untuk memerintah dengan mempertimbangkan kehendak dari minoritas.

88Ibid.,


(26)

keputusan yang bersifat terbuka89 bagi seluruh warga negara. Selain harus bersifat terbuka, keputusan yang dibuat oleh pemerintah harus berpegang pada kepentingan semua elemen masyarakat.90 Perlindungan pada kelompok minoritas yang tergolong kecil seperti misalnya Amish, hari ketujuh kaum Adven, dan kesaksian Jehovahs.

89

Ibid., h. 100. Keputusan yang bersifat terbuka menjadi konsekuensi logis dari dianutnya asas demokrasi. Keputusan yang bersifat terbuka akan mengurangi tingkat kecurigaan masyarakat kepada pemerintah terhadap kebijakan yang ditetapkan.


(1)

kehendak sendiri69; artinya, setiap keputusan yang diambil kelompok mayoritas akan berkekuatan mengikat apabila keputusan tersebut disetujui oleh semua elemen. Keputusan yang ditentukan oleh mayoritas tersebut berimplikasi pada keharusan persetujuan semua elemen pembuat keputusan apabila keputusan tersebut akan diubah.70

Prinsip mayoritas yang sejalan dengan prinsip penentuan kehendak sendiri perlu mendapatkan batasan agar tidak menjadi dominasi mayoritas absolut.71 Pembatasan tersebut dijamin oleh kemerdekaan individu72 bahwa perubahan terhadap setiap keputusan tidak serta-merta dapat dirubah tetapi memerlukan persetujuan oleh sebagian besar individu. Menurut prinsip mayoritas, jumlah individu yang menyetujuinya selalu lebih besar dari jumlah individu yang tidak menyetujuinya, baik sebagian ataupun seluruhnya, akan tetapi mereka yang tidak menyetujuinya akan tetap terikat oleh keputusan tersebut.73 Ide yang melandasi prinsip mayoritas adalah ”keputusan yang ditetapkan harus selaras dengan dari para subyek sebanyak-banyaknya, dan tidak selaras dengan kehendak para subyek

69

Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Loc.Cit. Penentuan kehendak sendiri menuntut bahwa tatanan sosial harus dibuat dengan keputusan bulat dari semua subyeknya dan bahwa keputusan itu harus tetap mengikat hanya sepanjang keputusan tersebut mendapat persetujuan dari semua subyeknya.

70Ibid.

71 Ibid.,

h. 407. Prinsip mayoritas tidak sama dengan keabsolutan mayoritas terhadap minoritas. Dengan demikian untuk batas tertentu dimungkinkan mencegah isi keputusan yang dibuat oleh mayoritas tidak bertentangan mutlak dengan kepentingan minoritas.

72Ibid., h. 405. 73

Ibid. Ketika jumlah mereka yang tidak menyetujui keputusan tersebut lebih besar dari yang menyetujuinya, maka dimungkinkan perubahan kembali keputusan tersebut di mana keputusan tersebut nantinya akan selaras dengan kehendak yang lebih besar jumlahnya daripada yang kehendaknya tidak selaras dengan keputusan.


(2)

dalam jumlah sekecil-kecilnya.”74 Apabila suatu keputusan tidak dapat diubah oleh kehendak mayoritas tetapi hanya oleh kehendak seluruhnya, atau kehendak dari mayoritas bersyarat maka sekelompok kecil orang saja dapat mencegah terjadinya perubahan tatanan sosial. Dengan demikian tatanan sosial tersebut dapat menjadi tidak selaras dengan kehendak dari sejumlah subyek yang mungkin lebih besar dari jumlah subyek yang kehendaknya selaras dengan tatanan sosial tersebut.75

Prinsip mayoritas sangat erat hubungannya dengan ide-ide kebebasan dan persamaan. Derajat kebebasan seseorang dapat dilihat dari seberapa jauh perlakuan negara terhadap persamaan hak-hak minoritas dengan mayoritas. Setiap individu pada dasarnya mempunyai nilai politik yang sama dan setiap orang mempunyai tuntutan yang sama atas kebebasan; artinya setiap orang dapat menuntut agar kehendak mayoritas selaras dengan kehendaknya.76 Prinsip mayoritas tidak sama dengan dominasi absolut mayoritas atau kediktatoran mayoritas atas minoritas.77 Keterlibatan minoritas menentukan tata hukum penting, namun pada akhirnya isi dari keputusan tersebut ditentukan oleh kehendak mayoritas.78 Keterlibatan minoritas dalam pembentukan maupun perubahan sebuah keputusan merupakan konsekuensi dari prinsip mayoritas.

74Ibid.,

h. 406. 75Ibid.

76Ibid.

77

Ibid., h. 407. 78 Ibid.

Walaupun penentuan isi dari keputusan tersebut ditentukan oleh kehendak minoritas, namun tetap harus dilandasi oleh ide kebebasan dan persamaan sebagai batasan prinsip mayoritas.


(3)

Namun pada akhirnya keterlibatan tersebut diputuskan oleh mayoritas.79 Keterlibatan minoritas dalam pembentukan sebuah keputusan memunculkan suatu proses kompromi80 antara mayoritas dan minoritas sehingga kepentingan mereka dapat disatukan menjadi sebuah keputusan yang adil.

Kompromi merupakan suatu bentuk yang ideal dari perlindungan terhadap hak-hak minoritas yang biasanya tersingkirkan oleh kelompok mayoritas yang memerintah. Namun persoalan lain yang sangat krusial adalah masalah persamaan dalam hukum dan pemerintahan dari setiap warga negara yaitu kaitannya dengan hak-hak minoritas yang selalu kalah oleh prinsip mayoritas. Menurut ajaran demokrasi, “golongan minoritas ini tetap mempunyai hak sesuai kedudukannya sebagai minoritas, sementara yang memerintah adalah pihak mayoritas dengan atau tanpa mengikutsertakan pihak minoritas.”81

Demokrasi yang ideal adalah demokrasi yang memberikan perlindungan terhadap minoritas; artinya, keikutsertaan dan tindakan minoritas dalam pemerintahan akan sahih apabila hak-hak minoritasnya dalam politik maupun non politik diakui dan dilindungi oleh negara. Perlindungan terhadap hak-hak minoritas menjadi pedoman bagi pemerintahan mayoritas untuk menyelenggarakan negara berdasarkan asas demokrasi. Perlindungan minoritas tersebut sering disebut dengan konsep

79Ibid.

Keterlibatan tersebut ditujukan untuk mengurangi kemungkinan keputusan yang dibuat oleh mayoritas dipengaruhi oleh kehendak minoritas. Keterlibatan minotitas dalam pembentukan keputusan ditujukan juga untuk mencegah terjadinya kediktatoran mayoritas atas minoritas.

80

Ibid., h. 408. Kompromi berarti penyelesaian suatu konflik melalui suatu norma yang tidak seluruhnya sesuai dengan kepentingan-kepentingan dari salah satu pihak, tidak juga seluruhnya bertentangan dengan kepentingan-kepentingan pihak lain. Metode kompromi ini merupakan suatu pendekatan ke arah penentuan kehendak sendiri secara sempurna.

81


(4)

“pemerintahan oleh mayoritas dengan mempertahankan hak dari minoritas

(majority rule, minority rights).”82

Perlindungan minoritas dalam sebuah negara demokrasi menjadi aspek yang paling penting. Perlindungan minoritas dalam negara demokrasi dapat dilihat pada catatan kaki yang terkenal di Amerika serikat dalam kasus United States v. Carolene Products Co., yang diputuskan pada tahun 1938. Pada kasus ini terdapat hubungan dengan perlindungan minoritas yang menyebutkan bahwa kepentingan setiap individu adalah esensial83; artinya kepentingan setiap individu ini dalam negara demokrasi dianggap setara sehingga dengan adanya kesetaraan kepentingan maka mayoritas tidak dapat melakukan tirani terhadap minoritas. Demi mengatasi kesewenang-wenangan mayoritas terhadap minoritas, maka perlu adanya mekanisme kerjasama84 antara mayoritas dengan minoritas. Pemerintahan mayoritas agar tidak menjadi mayoritas absolut perlu dilakukan pemisahan kepentingannya dari kepentingan-kepentingan mayoritas, namun di sisi lain ia juga tidak memisahkan koalisi mayoritas dari beragam minoritas.85 Mengenai perlindungan yang sama diantara warga negara, Mahkamah Agung Amerika Serikat dalam membuat peraturan pada kondisi tertentu harus melindungi kepentingan minoritas yang tidak memiliki suara kemudian melalui konstitusi

82Ibid.

83

John Hart Elly, Democracy and Distrust: A Theory of Judicial Review, Harvard University Press, Cambridge-Massachusetts, 1980, h. 79. Kepentingan setiap individu harus menjadi suatu unsur yang harus dipatuhi dalam proses legislasi sebab legislasi yang memperhatikan kepentingan setiap individu akan menghasilkan peraturan yang tidak saja menguntungkan mayoritas tetapi di sisi lain melindungi kepentingan minoritas.

84

Ibid., h. 81. Kerjasama antara mayoritas dan minoritas akan membantu proses demokrasi manakala pemerintahan yang dijalankan oleh mayoritas menjaga kepentingan rakyat secara keseluruhan sehingga menciptakan kepercayaan antara kedua kelompok tersebut.

85Ibid., h. 82.


(5)

kepentingan mereka dititipkan kepada kelompok-kelompok yang memiliki kekuasaan politik sehingga kelompok-kelompok tersebut diharapkan dapat menjamin kepentingan minoritas.86

Pemerintahan yang dijalankan oleh mayoritas harus memberikan ruang kepada setiap warga negara termasuk di dalamnya kelompok minoritas untuk diadakannya diskusi terbuka dan informasi yang penuh tentang isu-isu politik yang bertujuan untuk memastikan dan mengecek proses pemerintahan yang dilakukan oleh mayoritas bekerja sesuai dengan cita-cita demokrasi yaitu perlindungan minoritas.87 Perlindungan yang sama terhadap setiap warga negara ditegaskan melalui Amandemen ke-4 konstitusi Amerika Serikat yang memfokuskan untuk menghindari perlakuan yang tidak adil.88 Perlakuan yang tidak adil ini biasanya dialami oleh kelompok minoritas yang tidak memiliki kekuatan politik di pemerintahan sehingga memungkinkan terjadinya tirani oleh mayoritas. Mayoritas yang tirani akan mengganggu kebebasan kelompok minoritas untuk berpartisipasi dalam menjalankan roda pemerintahan, kondisi yang seperti ini memungkinkan mengesampingkan kepentingan minoritas yang sepatutnya menjadi perhatian pemerintahan mayoritas. Untuk menjamin kebijakan yang dibuat pemerintah selaras dengan kehendak minoritas maka diperlukan

86 Ibid.,

h. 84. Penitipan kepentingan-kepentingan minoritas kepada kelompok-kelompok yang memiliki kekuasaan politik dilakukan melalui mekanisme kontrak politik.

87 Ibid.,

h. 94. Perlindungan minoritas perlu dikuatkan agar menjamin kebebasan berekspresi, kebebasan berbicara, dan berorganisasi sekaligus menjadi jembatan bagi penyaluran hak politik setiap individu untuk memiliki kedudukan yang sama dalam pemerintahan. Kedudukan yang sama setiap individu berakibat pada keharusan bagi pemerintah untuk memerintah dengan mempertimbangkan kehendak dari minoritas.

88Ibid., h. 97.


(6)

keputusan yang bersifat terbuka89 bagi seluruh warga negara. Selain harus bersifat terbuka, keputusan yang dibuat oleh pemerintah harus berpegang pada kepentingan semua elemen masyarakat.90 Perlindungan pada kelompok minoritas yang tergolong kecil seperti misalnya Amish, hari ketujuh kaum Adven, dan kesaksian Jehovahs.

89

Ibid., h. 100. Keputusan yang bersifat terbuka menjadi konsekuensi logis dari dianutnya asas demokrasi. Keputusan yang bersifat terbuka akan mengurangi tingkat kecurigaan masyarakat kepada pemerintah terhadap kebijakan yang ditetapkan.