STUDI REALITAS PERAN DAN FUNGSI MASJID SEKOLAH DALAM PEMBINAAN KEAGAMAAN SISWA :Studi Deskriptif di SMAN 2 Bandung.

(1)

No. Daftar FPIPS: 1527/UN.40.2.6.1/PL/2013

Aprilia Jayanagara, 2013

Studi Realitas Peran Dan Fungsi Masjid Sekolah Dalam Pembinaan Keagamaan Siswa (Studi Deskriptif Di SMAN 2 Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

STUDI REALITAS PERAN DAN FUNGSI MASJID SEKOLAH DALAM PEMBINAAN KEAGAMAAN SISWA

(Studi Deskriptif di SMAN 2 Bandung)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Agama Islam

Oleh

APRILIA JAYANAGARA 0907324

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2013


(2)

STUDI REALITAS PERAN DAN

FUNGSI MASJID SEKOLAH DALAM

PEMBINAAN KEAGAMAAN SISWA

(Studi Deskriptif di SMAN 2 Bandung)

Oleh Aprilia Jayanagara

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

© Aprilia Jayanagara 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.


(3)

Aprilia Jayanagara, 2013

Studi Realitas Peran Dan Fungsi Masjid Sekolah Dalam Pembinaan Keagamaan Siswa (Studi Deskriptif Di SMAN 2 Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu APRILIA JAYANAGARA

STUDI REALITAS PERAN DAN FUNGSI MASJID SEKOLAH DALAM PEMBINAAN KEAGAMAAN SISWA

(Studi Deskriptif di SMAN 2 Bandung)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I

Dr. Edi Suresman, M.Ag. NIP. 19601124 198803 1 001

Pembimbing II

Agus Fakhruddin, S.Pd., M.Pd. NIP. 19760817 2005011 1 001

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Pendidikan Agama Islam

Dr. H. Endis Firdaus, M.Ag NIP. 19570303 198803 1 001


(4)

Skripsi ini telah diuji pada :

Hari, tanggal : Senin, 24 Juni 2013

Tempat : Gedung FPIPS UPI

Panitia Ujian :

Ketua,

Prof. Dr. H. Karim Suryadi, M.Si. NIP: 19700814 199402 1 001

Sekretaris,

Dr. H. Endis Firdaus, M.Ag. NIP: 19570303 198803 1 001

Penguji I,

Dr. H. Syahidin, M.Pd. NIP: 19570611 198703 1 001

Penguji II,

Drs. Udin Supriadi, M.Pd.

Penguji III,


(5)

Aprilia Jayanagara, 2013

Studi Realitas Peran Dan Fungsi Masjid Sekolah Dalam Pembinaan Keagamaan Siswa (Studi Deskriptif Di SMAN 2 Bandung)


(6)

STUDI REALITAS PERAN DAN FUNGSI MASJID SEKOLAH DALAM PEMBINAAN KEAGAMAAN SISWA

(Studi Deskriptif di SMAN 2 Bandung)

APRILIA JAYANAGARA

ABSTRAK

Masjid merupakan tempat suci yang digunakan umat muslim untuk lebih mendekatkan diri kepada Allāh‎ Swt. Masjid didirikan untuk memenuhi hajat umat, khususnya kebutuhan spiritual. Saat ini, pembangunan masjid tidak hanya dipemukiman, tetapi juga disetiap lembaga pendidikan dalam hal ini, sekolah atau madrasah. Masjid merupakan tempat paling baik bagi kegiatan pendidikan dan pembinaan keagamaan. Bahkan dalam penilaian akreditasi, masjid merupakan salah satu pendukungnya. Oleh karena itu, peranan masjid dalam lembaga pendidikan dalam hal ini sekolah atau madrasah, benar-benar sangat diperlukan dalam arti untuk pelengkap sarana belajar.Kendati demikian, pemanfaatan masjid masih belum optimal. Bertambahnya jumlah masjid di Indonesia, termasuk di bangunnya masjid-masjid di sekolah, belum menunjukkan adanya peningkatan aktivitas keagamaan yang mencolok. Oleh karena itu, perlu diupayakan berbagai usaha untuk memakmurkannya. Akan tetapi, untuk memakmurkan masjid melalui optimalisasi peran dan fungsinya tidaklah mudah. Setidaknya, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain: mengaktifkan kepengurusan masjid, mengaktifkan kegiatan masjid, meningkatkan kepedulian terhadap amanah masjid, meningkatkan kualitas manajemenmasjid, dan pemeliharaan fisik masjid.Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis dengan pendekatan kualitatif. Dari sisi paradigmanya, pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian ini menggunakan cara pandang penelitian kualitatif yang memandang objek secara fenomenalogis, berpikir secara induktif dan deduktif, menjelaskan keseluruhan fenomena, lalu disimpulkan dari umum ke khusus dan dari khusus ke umum. Sedangkan dari sisi bidang keilmuan, termasuk pendekatan interdisipliner yang meliputi bidang kesejarahan, sosiologi, dan keislaman. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dokumentasi, dan gabungan (triangulasi).Dari hasil penelitian dapat disimpulkan, bahwa peran dan fungsi masjid sekolah di SMAN 2 Bandung sudah optimal. Hal ini dibuktikan dengan aktifnya kepengurusan masjid, aktifnya kegiatan masjid, tingginya kepedulian warga sekolah terhadap amanah masjid, terkelola dengan baiknya manajemenmasjid, dan terpeliharanya fisik masjid.


(7)

ii

Aprilia Jayanagara, 2013

Studi Realitas Peran Dan Fungsi Masjid Sekolah Dalam Pembinaan Keagamaan Siswa (Studi Deskriptif Di SMAN 2 Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

STUDY OF REALITY ROLE AND FUNCTION OF SCHOOL MOSQUE IN THE DEVELOPMENT ISLAMIC RELIGION

(Descriptive Study at SMAN 2 Bandung)

APRILIA JAYANAGARA

ABSTRACT

The mosque is a holy place for Muslims who used them approach to Allah SWT. The mosque was built to meet the needs of the people, especially spiritual needs. Currently, the development of mosques not only in settlement, but also in every educational institution in this case, schools or madrasah. The mosque is the best place for religious education and awareness activities. Even in the accreditation assessment, the mosque is one of the supporters. Therefore, the role of the mosque in the educational institutions in this school or madrasah, really very necessary in the supplementary learning tool. Despite such, the utilization of mosque was not optimal. Increasing the number of mosques in Indonesia, including in mosques awakening in school, has not shown a striking increase in religious activity. Therefore, it is necessary efforts to prosper. However, the prosperity of the mosque through the role optimization and function is not easy. At least, there are several things to consider, that is : enable the management of the mosque, activate mosque activities, raise awareness of mosque trustee, improve the mosque quality management, and maintenance of the physical of the mosque. This research using descriptive method with qualitative approach. In terms of the paradigm, the approach used in this study is a qualitative approach. This study uses qualitative research perspective which views the object phenomenologist, inductive and deductive thinking, explain the whole phenomenon, and concluded from the general to the particular and from the particular to the general. In terms of scientific fields, including interdisciplinary approach which included the history, sociology, and Islamic fields. Data collected technique by observation, interviews, documentation, and combined (triangulation). From the research it can be concluded, that the role and function of the mosque school in SMAN 2 Bandung is optimal. This is evidenced by the active management of the mosque, its active mosque activities, concerns for the school to mandate the mosque, mosque management well managed, and the physical maintenance of the mosque.


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... Error! Bookmark not defined.iii DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. .... Latar Belakang Penelitian………...1

B. ... Identifikasi dan Perumusan Masalah………..8

C. ... Tujuan Penelitian………..9

D. Manfaat/Signifikansi Penelitian………9

E. Struktur Organisasi Skripsi………...11

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 12

A. Konsep Masjid………12

1. Pengertian Masjid ... 12

2. Sejarah Masjid ... 15

3. Peran Masjid ... 19

4. Fungsi Masjid ... 21


(9)

iv

Aprilia Jayanagara, 2013

Studi Realitas Peran Dan Fungsi Masjid Sekolah Dalam Pembinaan Keagamaan Siswa (Studi Deskriptif Di SMAN 2 Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

C. Konsep Pembinaan Keagamaan………29

1. Pengertian Pembinaan ... 29

2. Pengertian Keagamaan ... 32

3. Pengertian Pembinaan Keagamaan ... 32

D. Konsep Karakteristik Remaja (Siswa SMA)………35

1. Remaja ... 35

2. Pertumbuhan Remaja ... 37

3. Perkembangan Remaja ... 38

4. Permasalahan Remaja ... 41

5. Perilaku Menyimpang Remaja ... 42

6. Perkembangan Agama Pada Remaja... 44

BAB III METODE PENELITIAN... 48

A. Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian………48

1. Lokasi Penelitian ... 48

2. Populasi Penelitian ... 48

3. Sampel Penelitian ... 49

4. Subjek Penelitian ... 50

B. Desain Penelitian……….50

1. Desain Survey ... 51

2. Desain Case Study ... 51

3. Desain Eksperimen ... 51

C. Pendekatan Penelitian……….51


(10)

E. Definisi Operasional………58

F. Instrumen Penelitian……….59

G. Proses Pengembangan Instrumen………..60

1. Validitas ... 61

2. Reliabilitas ... 61

H. Teknik Pengumpulan Data……….62

1. Observasi ... 62

2. Wawancara ... 66

3. Dokumen ... 67

4. Gabungan (Triangulasi)... 68

I. Teknik Analisis Data………...68

1. Data Reduction (Reduksi Data) ... 70

2. Data Display (Penyajian Data) ... 71

3. Conclusing drawing/verification (Penarikan Kesimpulan/verifikasi) 71 J. Langkah-Langkah Penelitian………...73

1. Tahap Persiapan ... 74

2. Tahap Pelaksanaan ... 74

3. Tahap Pelaporan ... 75

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 76

A. Hasil Penelitian………76

1. Profil SMAN 2 Bandung………76


(11)

vi

Aprilia Jayanagara, 2013

Studi Realitas Peran Dan Fungsi Masjid Sekolah Dalam Pembinaan Keagamaan Siswa (Studi Deskriptif Di SMAN 2 Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

B. Pembahasan ... 88 1. Peran Masjid Sekolah dalam Pembinaan Keagamaan Siswa di SMAN 2 Bandung ... 88 2. Fungsi Masjid Sekolah dalam Pembinaan Keagamaan Siswa di SMAN 2 Bandung ... 91 3. Program dan Pengelolaan Masjid di SMAN 2 Bandung Kaitannya Dengan Peran dan Fungsi Masjid Sekolah dalam Pembinaan Keagamaan Siswa ... 99 4. Implikasi Pedagogis Masjid Sekolah dalam Pembinaan Keagamaan Siswa di SMAN 2 Bandung ... 101

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 103 A. Kesimpulan ... 103 1. Peran Masjid Sekolah dalam Pembinaan Keagamaan Siswa di SMAN 2 Bandung ... 103 2. Fungsi Masjid Sekolah dalam Pembinaan Keagamaan Siswa di SMAN 2 Bandung ... 103 3. Program dan Pengelolaan Masjid di SMAN 2 Bandung Kaitannya Dengan Peran dan Fungsi Masjid Sekolah dalam Pembinaan Keagamaan Siswa ... 104 4. Implikasi Pedagogis Masjid sekolah dalam Pembinaan Keagamaan Siswa di SMAN 2 Bandung ... 105 B. Saran ... 106 1. Pemegang Kebijakan Pendidikan (Dinas Pendidikan Kota

Bandung)………106


(12)

3. Peneliti Berikutnya ... 108

DAFTAR PUSTAKA ... 109

SURAT IZIN PENELITIAN ... 115

KISI-KISI INSTRUMEN PENELITIAN ... 118

PEDOMAN WAWANCARA ... 122

PEDOMAN OBSERVASI ... 134

PEDOMAN DOKUMEN... 138

HASIL WAWANCARA ... 142

WAWANCARA DENGAN KEPALA SMAN 2 BANDUNG ... 146

WAWANCARA DENGAN KETUA DKM MASJID AL-IKHLAS ... 148

WAWANCARA DENGAN PEMBINA ROHIS KRM AL-IKHLAS ... 152

WAWANCARA DENGAN GURU PAI SMAN 2 BANDUNG ... 155

WAWANCARA DENGAN PERWAKILAN ALUMNI SMAN 2 BANDUNG163 WAWANCARA DENGAN KETUA ROHIS SMAN 2 BANDUNG (KRM AL-IKHLAS) ... 166

WAWANCARA DENGAN PERWAKILAN SISWA SMAN 2 BANDUNG .. 168

HASIL OBSERVASI ... 171

HASIL DOKUMEN ... 176

JADWAL PENELITIAN ... 210

SURAT KETERANGAN TELAH MELAKSANAKAN PENELITIAN ... 211


(13)

viii

Aprilia Jayanagara, 2013

Studi Realitas Peran Dan Fungsi Masjid Sekolah Dalam Pembinaan Keagamaan Siswa (Studi Deskriptif Di SMAN 2 Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu


(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

















































‎‎‎ ‎ Artinya:

Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allāh ialah orang-orang yang beriman

kepada Allāh dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan ṣalāt, menunaikan zakāt

dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allāh, Maka merekalah orang -orang yang diharapkan Termasuk golongan -orang--orang yang mendapat petunjuk (Q.S. al-Taubah (9): 18)*.

Ayat di atas menunjukkan bahwa peran dan fungsi masjid tidak hanya sebagai tempat ibadah dan ritual keagamaan saja, tetapi juga dalam pembinaan keagamaan dan pemberdayaan umat.

Berkaitan dengan ayat di atas, Hamka (1985, hal. 128-129) mengemukakan bahwa:

Memakmurkan masjid atau Ta’mīr al-Masājid atau meramaikan masjid ialah selalu menghidupkan berjama’aḥ di dalamnya, tempat beribadah di dalamnya, berkhidmat kepadanya, memelihara dan mengasuhnya, membersihkannya dan memperbaiki kalau ada yang rusak, mencukupkan mana yang kekurangan, dan berziarah kepadanya untuk beribadah. Maka di dalam ayat ini telah ditegaskan bahwa yang dapat mengerjakan itu hanyalah orang yang hidupnya telah dibentuk oleh satu fikiran yang memang telah

*

Seluruh teks dan terjemah al-Qur`ān dalam skripsi ini diambil dari al-Qur`ān dan Terjemahnya Special For Women. (Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur`ān


(15)

2

Aprilia Jayanagara, 2013

Studi Realitas Peran Dan Fungsi Masjid Sekolah Dalam Pembinaan Keagamaan Siswa (Studi Deskriptif Di SMAN 2 Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

terikat ke sana. Dan di dalam ayat ini ditekankan lagi, bahwa sesudah dia beriman kepada Allāh, tidak pula ada tempatnya takut melainkan Allāh. HANYA orang yang begini sikap hidupnya yang bisa meramaikan masjid. Di luar dari ini tidaklah akan ada perhatiannya kepada masjid. Ujung ayat menegaskan bahwa mudah-mudahan orang itu akan jadi atau akan termasuk orang yang diberi petunjuk oleh Allāh. Kata ‘Asā yang kita artikan mudah-mudahan atau moga-moga, adalah mengandung rajā’, yaitu pengharapan. Ada harapan mutu keIslāman dan keimanan orang itu akan bertambah naik, sebab


(16)

suasana masjid akan sangat besar pengaruhnya atas jiwanya. Akan timbul di dalam jama’aḥ masjid itu suatu masyarakat yang dipenuhi kasih dan sayang, gotong-royong, dan tolong-menolong, sama dalam perasaan kasih kepada Tuhan.

Selanjutnya, al-Maragi (1992, hal. 126) pun mengungkapkan bahwa:

Yang berhak memakmurkan masjid-masjid itu hanyalah mereka yang memadukan keimanan kepada Allāh menurut apa yang telah diterangkan di dalam kitab-Nya, seperti mentauḥīdkan-Nya, khusus beribadah dan bertawakal kepada-Nya, dengan keimanan kepada hari akhir, yang Allāh akan menghisab segala amal hamba-hamba-Nya dan membalas apa yang telah dikerjakan oleh setiap diri. Orang-orang yang memadukan rukun-rukun penting di antara rukun-rukun Islām itulah mereka yang diharapkan mendapatkan petunjuk untuk melakukan apa yang disukai dan diriḍai oleh

Allāh, yaitu memakmurkan masjid-masjid secara indrawi maupun maknawi, sesuai dengan sunnatullāh dalam perbuatan manusia dan pengaruhnya terhadap jiwa mereka.

Allāh Swt. menyatakan, orang-orang yang memakmurkan masjid adalah orang-orang yang beriman. Sebagaimana dikatakan oleh Imam Ahmad, dari Abu

Sa‟id al-Khudri, sesungguhnya Rasūlullāh Saw. bersabda: “Jika kamu melihat

seseorang terbiasa pergi ke masjid, maka saksikanlah bahwa dia beriman.Hadiṡ

ini juga diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, Ibnu Mardawaih, dan al-hakim dalam

Mustadraknya (Muhammad, 2006, hal. 104).

Ash-shiddieqy (2000, hal. 1638) mengemukakan, yang dimaksud dengan memakmurkan masjid adalah beribadah di dalamnya dengan tekun, mengabdikan, dan mengurusinya.

Menurut al-Jazairi (2010, hal. 343), pelajaran yang dapat diambil dari ayat 18 Q.S. al-Taubah ini, yaitu:

1. Keutamaan bagi orang-orang yang memakmurkan masjid dengan beribadah di dalamnya, membersihkan, dan merawatnya.

2. Keutamaan dan kemuliaan seorang muslim, karena setiap orang yang ditanya tentang agamanya ia akan menjawab dengan sebuah jawaban yaitu kāfir, adapun orang muslim ia akan menjawab dengan mengatakan, “aku orang yang berserah diri (muslim) kepada Allāh.” Maka dialah orang mukmin sedangkan yang lain adalah kāfir.


(17)

4

Aprilia Jayanagara, 2013

Studi Realitas Peran Dan Fungsi Masjid Sekolah Dalam Pembinaan Keagamaan Siswa (Studi Deskriptif Di SMAN 2 Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3. Kewajiban untuk beriman kepada Allāh dan hari akhir, mendirikan ṣalāt, menunaikan zakāt, dan takut kepada Allāh.


(18)

Pada masa Nabī Muḥammad Saw. dan al-Khulafā al-Rasyidīn, masjid berfungsi sebagai tempat beribadah, menuntut ilmu, dan merencanakan kegiatan kemasyarakatan. Kaum muslimīn membicarakan masalah-masalah agama, pendidikan, sosial, politik, dan berbagai masalah kehidupan di masjid, mengajak manusia pada keutamaan, kecintaan, pengetahuan, kesadaran sosial, serta pengetahuan tentang hak dan kewajiban kepada Tuhan dan Negara. Bermula dari masjid pula, mereka menyebarkan akhlāq Islām dan memberantas kebodohan. Oleh karena itu, masjid merupakan tempat paling baik bagi kegiatan pendidikan dan pembentukan moral keagamaan (Yani, 2009, hal. 41).

Perkembangan selanjutnya, di Indonesia banyak masjid didirikan umat Islām, baik masjid umum, masjid sekolah, masjid kantor, masjid kampus, maupun yang lainnya. Masjid didirikan untuk memenuhi hajat umat, khususnya kebutuhan spiritual, guna mendekatkan diri kepada Allāh Swt. Tunduk dan patuh mengabdi kepada Allāh. Masjid menjadi tambatan hati, pelabuhan pengembaraan hidup, dan energi kehidupan umat. Dari sisi pertumbuhannya, masjid di Indonesia sangat menggembirakan karena dari tahun ke tahun jumlahnya kian bertambah. Kendati demikian, secara jujur harus diakui, bahwa pemanfaatannya masih belum optimal. Bertambahnya jumlah masjid di Indonesia, termasuk di bangunnya masjid-masjid di sekolah, belum menunjukkan adanya peningkatan aktivitas keagamaan yang mencolok (Danang, 2012).

Oleh karena itu, berdasarkan kenyataan yang ada, peneliti menyimpulkan bahwa perlu diupayakan berbagai usaha untuk memakmurkannya, di samping memfungsikannya semaksimal mungkin secara terus menerus. Menjadi tanggung jawab umat Islām khusus para pengelolanya untuk mengembalikan masjid sesuai peran dan fungsinya semula sebagai pusat segala kegiatan kaum muslimīn. Akan tetapi, untuk memakmurkan masjid melalui optimalisasi peran dan fungsinya tersebut tidaklah mudah, diperlukan kemampuan manajerial dan kesiapan waktu dari para pengelola masjid. Tentunya harus ada pembenahan internal dari jama’aḥ


(19)

6

Aprilia Jayanagara, 2013

Studi Realitas Peran Dan Fungsi Masjid Sekolah Dalam Pembinaan Keagamaan Siswa (Studi Deskriptif Di SMAN 2 Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

masjid itu sendiri. Setidaknya, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain, mengaktifkan kepengurusan masjid, mengaktifkan kegiatan masjid,


(20)

meningkatkan kepedulian terhadap amanah masjid, meningkatkan kualitas manajemenmasjid, dan pemeliharaan fisik masjid.

Keberadaan masjid di tengah-tengah kehidupan umat Islām mengalami pasang surut, sangat tergantung pada situasi sosial politik di suatu wilayah dimana masjid itu berada. Apabila masjid dikelola secara benar, maka akan muncul daya tarik bagi umat Islām untuk berkunjung ke masjid, sekalipun pada awalnya hanya untuk melaksanakan ṣalāt farḍu. Kunjungan umat Islām ke masjid tentu akan membawa dampak positif bagi berkembangnya fungsi masjid dari sekedar tempat ṣalāt menjadi tempat berkomunikasi, bersilaturahmi membina ukhuwah

Islāmiyah, dan aktivitas lainnya yang berguna. Untuk itu, para pengelola masjid harus pandai menciptakan kegiatan yang menarik dan terkait langsung dengan kebutuhan hidup jama’aḥ yang ada di sekitarnya (Syahidin, 2003, hal. 5).

Kurang berfungsinya masjid secara maksimal di antaranya disebabkan oleh rendahnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang masjid. Selain itu, perhatian kita masih terfokus pada usaha pengadaan sarana fisik. Padahal, pemenuhan kebutuhan non-fisik untuk memakmurkan masjid seperti yang diperintahkan Allāh dalam al-Qur`ān, hingga saat ini masih relatif terabaikan. Mengingat telah bergesernya peran dan fungsi masjid, maka optimalisasi fungsi masjid harus segera dilakukan. Optimalisasi fungsi masjid, baik pada tingkat intensifikasi maupun ekstensifikasi, pada gilirannya dapat bermanfaat bagi pembinaan masyarakat, bukan hanya dalam aspek kegiatan ibadah saja, tetapi juga bagi pembinaan aspek wawasan sosial, politik, dan ekonomi serta wawasan-wawasan lainnya sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman. Sebab, kehadiran masjid di tengah-tengah kehidupan masyarakat dapat memberi inspirasi sosial yang tidak sederhana. Misalnya, pertemuan ritual yang dilakukan setiap kali melaksanakan ṣalāt dapat membangun kedekatan sosial untuk saling menumbuhkan semangat solidaritas yang sangat tinggi. Dalam situasi apapun, idealnya masjid dapat dijadikan pusat kegiatan masyarakat untuk berusaha


(21)

8

Aprilia Jayanagara, 2013

Studi Realitas Peran Dan Fungsi Masjid Sekolah Dalam Pembinaan Keagamaan Siswa (Studi Deskriptif Di SMAN 2 Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

mewujudkan tatanan sosial yang lebih baik. Jika selama ini pusat pembinaan masyarakat masih terpusat dilembaga-lembaga formal, maka bagi masyarakat


(22)

sekarang harus juga dikembangkan lembaga kemasjidan sebagai salah satu alternatif pembinaan umat dan bahkan bangsa secara keseluruhan (Danang, 2012).

Istilah masjid berasal dari bahasa Arab, diambil dari kata “sajada, yasjudu, sajdan.” Kata sajada artinya bersujud, patuh, taat, serta tunduk dengan penuh hormat dan ta’żim. Untuk menunjukkan suatu tempat, kata sajada dirubah bentuknya menjadi Masjidun (isim makān) artinya tempat sujud menyembah Allāh (Syahidin, 2003, hal. 1).

Masjid menurut bahasa berarti tempat bersujud. Kata masjid merupakan isim yang diambil dari kata sujud; bentuk dasarnya adalah sajada-yasjudu (Husain, 2011, hal. 9).

Menurut Ash-shiddieqy (2000, hal. 1638), masjid pada asalnya bermakna tempat bersujud. Kemudian dipakai untuk menamai rumah yang khusus dipergunakan untuk tempat beribadah. Maka, masuk dalam pengertian “masjid” adalah semua rumah yang dijadikan tempat jama’aḥ (sekelompok orang) bersembahyang, baik di dalamnya dilaksanakan ṣalāt ataupun tidak.

Syahidin (2003, hal. 3) mengemukakan bahwa, “secara terminologis masjid mengandung makna sebagai pusat dari segala kebajikan kepada Allāh. Didalamnya terdapat dua bentuk kebajikan, yaitu kebajikan yang dikemas dalam bentuk ibadah khusus, yaitu ṣalātfarḍu, baik secara sendirian mupun berjama’aḥ dan kebajikan yang dikemas dalam bentuk ‘amaliyah sehari-hari, seperti berkomunikasi dan bersilaturahmi dengan sesama jama’aḥ.”

Abdul Malik As-Saidi (Husain, 2011, hal. 12) mendefinisikan bahwa, “Masjid menurut istilah adalah masjid sebagai tempat yang khusus yang disiapkan untuk pelaksanaan ṣalāt lima waktu dan berkumpul, serta berlaku selamanya. Jadi, berdasarkan definisi ini, tempat yang disediakan untuk ṣalātId dan sebagainya, tidak tergolong masjid. Selain itu, berdasarkan pernyataan “berlaku selamanya”, tempat yang disiapkan secara khusus untuk ṣalāt di rumah atau di kampung-kampung pun tidak tergolong masjid.”


(23)

10

Aprilia Jayanagara, 2013

Studi Realitas Peran Dan Fungsi Masjid Sekolah Dalam Pembinaan Keagamaan Siswa (Studi Deskriptif Di SMAN 2 Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Kata masjid banyak disebut dalam kitab suci al-Qur`ān, terulang sampai dua puluh delapan kali, tersebar di berbagai ayat dan surat dalam al-Qur`ān. Dalam ilmu tafsir, kata-kata atau kalimat yang diulang-ulang dalam al-Qur`ān


(24)

menunjukkan bahwa kata-kata dan kalimat tersebut mengandung makna yang amat penting, sebagaimana kata Masjid diulang sebanyak dua puluh delapan kali dalam al-Qur`ān menunjukkan betapa pentingnya kedudukan dan fungsi masjid dalam ajaran Islām (Syahidin, 2003, hal. 1).

Dalam sejarah perjalanannya, pengertian masjid telah mengalami penyempitan makna karena hanya dianggap sebagai tempat sujud atau upacara ritual saja, yaitu menunjuk pada sebuah bangunan yang fungsi utamanya sebagai tempat ṣalāt bersujud menyembah Allāh. Sedangkan fungsi yang lebih luas kurang mendapatkan perhatian.

Syahidin (2003, hal. 3) mengemukakan bahwa, “makna masjid sebagaimana dipahami dan dicontohkan Rasūlullāh Saw., jauh lebih luas daripada sekedar tempat sujud atau ṣalāt saja. Rasūlullāh Saw. pernah bersabda dalam sebuah hadiṡ

yang diriwayatkan oleh Imam Muslim: “al-Arḍu kulluha Masjidun” yang artinya,

Bumi ini seluruhnya adalah tempat sujud.” Karena itu, bagi umat Islām, di mana pun dia berada boleh mendirikan ṣalāt, kecuali di atas kuburan dan di tempat-tempat bernajis. Sabda Nabī: “Telah dijadikan bagi kita bumi ini tempat sujud dan keadaannya bersih” (H.R. Muslim).”

Demikian pula, bila kita perhatikan sejarah perjalanan dakwah Nabī dalam menyampaikan risalah Allāh ke seluruh pelosok dunia dimulai dari masjid sebagaimana kita lihat ketika Nabī membangun masyarakat baru di kota Madinah, maka yang pertama kali dibangun oleh beliau adalah masjid bukan tempat tinggal sendiri atau bangunan-bangunan lain. Begitu pula dalam perkembangan berikutnya bahwa dakwah Islām terus terpancar melalui masjid. Ini sebagai bukti sejarah keberadaan masjid di tengah-tengah kehidupan dakwah Islām.

Untuk mengembalikan pemahaman umat Islām terhadap konsepsi masjid sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur`ān dan dipraktikkan oleh Nabī, maka kita perlu melakukan upaya melalui berbagai studi untuk mendudukkan kembali makna dan fungsi masjid secara benar. Kemudian menyediakan


(25)

perangkat-12

Aprilia Jayanagara, 2013

Studi Realitas Peran Dan Fungsi Masjid Sekolah Dalam Pembinaan Keagamaan Siswa (Studi Deskriptif Di SMAN 2 Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

perangkat teknis pengelolaan seperti perangkat manajemen sampai pada masalah-masalah teknis administrasinya (Syahidin, 2003, hal. 5).


(26)

Saat ini, pembangunan masjid tidak hanya di perumahan atau di pemukiman, tetapi juga di setiap lembaga pendidikan dalam hal ini sekolah atau madrasah sama-sama memiliki bangunan masjid atau paling tidak mushola. Namun ada juga sebagian sekolah memiliki bangunan yang cukup mentereng dan megah. Ini membawa arah baru dan situasi yang sangat kondusif untuk menciptakan proses pembelajaran ke arah yang lebih positif dan bernuasa keagamaan. Karena disadari bahwa proses pendidikan tidak semata-mata menciptakan suasana belajar yang memisahkan antara ilmu dan agama. Boleh dikatakan sekolah yang di masa sekarang tidak memiliki masjid yang representatif termasuk sekolah atau madrasah yang sarana atau fasilitas belajarnya dipandang masih belum lengkap dan kurang. Bahkan dalam penilaian akreditasi, masjid merupakan salah satu pendukungnya. Oleh karena itu, peranan masjid dalam lembaga pendidikan dalam hal ini sekolah atau madrasah benar-benar sangat diperlukan dalam arti untuk pelengkap sarana belajar sepertinya ruangan-ruangan lain yang bisa dijadikan tempat belajar.

Berkaitan dengan pemikiran di atas, Danang (2012) mengemukakan, bahwa masjid memiliki peranan yang sangat penting dalam pembinaan mental siswa, yaitu:

1. Fungsi Ibadah atau Pembinaan Iman dan Taqwa

Fungsi ini sesuai dengan arti kata masjid itu sendiri yaitu tempat sujud kepada Allāh. Tetapi pengertian tempat ibadah di sini tidak hanya menyangkut ibadah yang bersifat individual, seperti I’tikaf, ṣalāt wajib dan sunnaḥ, membaca

al-Qur`ān, melainkan juga ibadah yang bersifat jama’aḥ yang dilaksanakan secara bersama-sama seperti ṣalāt Jumat dan lain-lain. Dengan demikian, siswa akan terbiasa terbina iman dan taqwanya.

2. Fungsi Sosial Kemasyarakatan

Disamping sebagai tempat ibadah, masjid juga berfungsi sebagai pusat kegiatan sosial kemasyarakatan. Seperti kegiatan berorganisasi, musyawarah, kebersihan, dan sebagainya. Siswa harus benar-benar diberi pemahaman tentang bagaimana hidup di tengah-tengah masyarakat sebab suatu saat nanti siswa akan kembali ke masyarakat. Sehingga segala macam teori, ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang selama ini dipelajari harus memiliki relevansi dengan situasi dan kondisi perkembangan masyarakat.


(27)

14

Aprilia Jayanagara, 2013

Studi Realitas Peran Dan Fungsi Masjid Sekolah Dalam Pembinaan Keagamaan Siswa (Studi Deskriptif Di SMAN 2 Bandung)


(28)

3. Fungsi Pendidikan

Dalam kurikulum tahun 2004, kegiatan belajar tidak hanya dilakukan di dalam kelas tetapi dapat pula dilaksanakan diberbagai tempat yang kira-kira dianggap efektif untuk terciptanya suasana belajar. Masjid merupakan salah satu tempat yang bisa dijadikan tempat belajar mengajar. Sebab banyak diantaranya, masjid itu dilengkapi dengan sarana seperti perpustakaan, ruang sidang, laboratorium bahasa, dan lain-lain. Ini sangat positif sebab menciptakan para siswa lebih betah tinggal di masjid dengan berbagai aktivitas yang baik.

4. Fungsi Ekonomi

Jangan disangka masjid tidak memiliki peran secara ekonomi. Mungkin orang lupa tentang berbagai kegiatan seperti pengelolaan kas masjid, infak, ṣadaqah, zakāt, dan lain-lain. Ini semua berkaitan dengan masalah perekonomian. Hasilnya bisa dipakai membeli sajadah, karpet, dan sebagainya. Kalau benar-benar dikelola dengan baik, bisa dijadikan bekal pengalaman untuk kegiatan yang cakupannya lebih luas dari lingkungan masjid. Maka sudah sepantasnyalah sejak dini guru mendidik dan mengajarkan kepada siswanya agar masjid dijadikan salah satu tempat belajar yang menyenangkan.

Dari uraian di atas, maka perlu dikaji lebih lanjut bagaimana sebenarnya peran dan fungsi Masjid sekolah dalam pembinaan keagamaan siswa. Dengan demikian, masalah di atas memerlukan suatu kajian yang mendalam yang akan mendekatkan kepada pemecahan masalah yang lebih objektif. Untuk itu, penulis mengangkat judul, STUDI REALITAS PERAN DAN FUNGSI MASJID SEKOLAH DALAM PEMBINAAN KEAGAMAAN SISWA (Studi Deskriptif di SMAN 2 Bandung).

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi bahwa yang menjadi rumusan masalah pokok yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu: “Bagaimana Peran dan Fungsi Masjid Sekolah dalam Pembinaan Keagamaan Siswa di SMAN 2 Bandung?”

Supaya penelitian ini lebih terarah dalam operasionalisasinya, maka disusun rumusan masalah sebagai berikut.


(29)

16

Aprilia Jayanagara, 2013

Studi Realitas Peran Dan Fungsi Masjid Sekolah Dalam Pembinaan Keagamaan Siswa (Studi Deskriptif Di SMAN 2 Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Bagaimana peran masjid sekolah dalam pembinaan keagamaan siswa di SMAN 2 Bandung?


(30)

2. Bagaimana fungsi masjid sekolah dalam pembinaan keagamaan siswa di SMAN 2 Bandung?

3. Bagaimana program dan pengelolaan masjid di SMAN 2 Bandung kaitannya dengan peran dan fungsi masjid sekolah dalam pembinaan keagamaan siswa? 4. Bagaimana implikasi pedagogis masjid sekolah dalam pembinaan keagamaan

siswa di SMAN 2 Bandung?

C. Tujuan Penelitian

Agar penelitian ini mencapai sasaran sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka secara umum tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui serta memperoleh gambaran mengenai Peran dan Fungsi Masjid Sekolah dalam Pembinaan Keagamaan di SMAN 2 Bandung. Adapun tujuan khusus penelitian ini antara lain:

1. Untuk mengetahui peran masjid sekolah dalam pembinaan keagamaan siswa di SMAN 2 Bandung.

2. Untuk mengetahui fungsi masjid sekolah dalam pembinaan keagamaan siswa di SMAN 2 Bandung.

3. Untuk mengetahui program dan pengelolaan masjid di SMAN 2 Bandung kaitannya dengan peran dan fungsi masjid sekolah dalam pembinaan keagamaan siswa.

4. Untuk mengetahui implikasi pedagogis masjid sekolah dalam pembinaan keagamaan siswa di SMAN 2 Bandung.

D. Manfaat/Signifikansi Penelitian

Peneliti membagi manfaat penelitian menjadi dua bagian yang terdiri dari manfaat teoritis dan manfaat praktis. Adapun manfaat penelitian secara teoritis yaitu:


(31)

18

Aprilia Jayanagara, 2013

Studi Realitas Peran Dan Fungsi Masjid Sekolah Dalam Pembinaan Keagamaan Siswa (Studi Deskriptif Di SMAN 2 Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan memberikan sumbangan (kontribusi) terhadap keilmuan (science) khususnya sumbangan teoretis dalam hal peran dan fungsi masjid sekolah dalam pembinaan keagamaan siswa.


(32)

2. Penelitian ini diharapkan dapat memotivasi peserta didik, pendidik, dan instansi atau lembaga untuk mengoptimalkan peran dan fungsi masjid sekolah dalam pembinaan keagamaan siswa.

Sedangkan manfaat penelitian secara praktis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi bagi berbagai pihak terutama yang berkaitan dengan pendidikan, seperti:

1. Peserta didik

a. Siswa dapat memanfaatkan peran dan fungsi masjid sekolah untuk mendapatkan tambahan ilmu keagamaan.

b. Siswa dapat termotivasi untuk membina keagamaannya di masjid sekolah sehingga konsep akhlāqul karīmah dapat diwujudkan.

2. Pendidik

a. Guru dapat meningkatkan peran dan fungsi masjid sekolah dalam pembinaan keagamaan.

b. Guru Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Atas dapat menjadi teladan bagi peserta didik dengan memberikan motivasi dalam membina keagamaan peserta didik.

3. Instansi atau lembaga

a. Dapat menjadi bahan pertimbangan oleh Pemerintah dalam upaya membina akhlāq siswa dengan mengoptimalkan peran dan fungsi masjid sekolah.

b. Sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi Pemerintah dalam mengangkat dan membina serta mengembangkan guru-guru khususnya guru-guru Pendidikan Agama Islam.


(33)

20

Aprilia Jayanagara, 2013

Studi Realitas Peran Dan Fungsi Masjid Sekolah Dalam Pembinaan Keagamaan Siswa (Studi Deskriptif Di SMAN 2 Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu E. Struktur Organisasi Skripsi

Skripsi ini secara keseluruhan terdiri dari lima bab, dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab I, berisi uraian tentang pendahuluan dan merupakan bagian awal dari skripsi. Pendahuluan berisi latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat atau signifikasi penelitian, dan struktur organisasi skripsi.

Bab II, berisi tentang kajian pustaka. Kajian pustaka berfungsi sebagai landasan teoretik dalam menyusun pertanyaan penelitian, tujuan, serta hipotesis. Kajian pustaka berisi konsep-konsep, teori-teori, hukum-hukum, dalil-dalil, model-model, rumus utama dan turunannya dalam bidang yang dikaji. Karena penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan kualitatif, maka hipotesis tidak diperlukan karena dirumuskan dalam kalimat pernyataan deklaratif. Sehingga, pada bab ini akan dibahas tentang peran dan fungsi masjid sekolah dalam pembinaan keagamaan.

Bab III, berisi penjabaran yang rinci mengenai metode penelitian, termasuk beberapa komponen seperti, lokasi dan justifikasi pemilihan lokasi, desain penelitian dan justifikasi pemilihan desain penelitian, pendekatan penelitian dan justifikasi pemilihan pendekatan penelitian, metode penelitian dan justifikasi penggunaan metode penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan langkah-langkah penelitian.

Bab IV, menjelaskan tentang temuan dari hasil pengolahan data yang diperoleh dari lapangan berupa hasil penelitian dan pembahasan.

Bab V, menyajikan kesimpulan dan saran yang merupakan penafsiran dan pemaknaan terhadap hasil analisis temuan penelitian.


(34)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMAN 2 Bandung yang berlokasi di jalan cihampelas no.173. Sekolah tersebut dijadikan tempat penelitian dikarenakan pernah dijadikan objek penelitian pada mata kuliah manajemen ekstrakurikuler keagamaan. Disamping itu, lokasi daerahnya mudah dijangkau baik menggunakan kendaraan umum maupun kendaraan pribadi, sehingga memudahkan peneliti untuk melakukan penelitian.

2. Populasi Penelitian

Sugiyono (2008, hal. 215) mengatakan bahwa dalam penelitian kualitatif, tidak menggunakan istilah populasi, tetapi oleh Spradley dinamakan “social

situation” atau situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen, yaitu: tempat

(place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis. Pada situasi soaial, atau objek penelitian ini, peneliti dapat mengamati secara mendalam aktivitas (activity), orang-orang (actors), yang ada pada tempat (place) tertentu.

Dalam penelitian kualitatif, tidak menggunakan populasi, karena penelitan kualitatif berangkat dari kasus tertentu yang ada pada situasi sosial tertentu dan hasil kajiannya tidak akan diberlakukan ke populasi, tetapi ditransferkan ke tempat lain pada situasi sosial yang memiliki kesamaan dengan situasi sosial pada kasus yang dipelajari. Peneliti memasuki situasi sosial tertentu, melakukan observasi dan wawancara kepada orang-orang yang dipandang tahu tentang situasi sosial tersebut. Penentuan sumber data pada orang yang diwawancarai dilakukan secara purposive, yaitu dipilih dengan pertimbangan


(35)

49

Aprilia Jayanagara, 2013

Studi Realitas Peran Dan Fungsi Masjid Sekolah Dalam Pembinaan Keagamaan Siswa (Studi Deskriptif Di SMAN 2 Bandung)


(36)

3. Sampel Penelitian

Penentuan sampel dalam penelitian kualitatif, sangat berbeda dengan penentuan sampel dalam penelitian kuantitatif. Penentuan sampel dalam penelitian kualitatif tidak didasarkan perhitungan statistik. Sampel yang dipilih berfungsi untuk mendapatkan informasi yang maksimum, bukan untuk digeneralisasikan. Jadi, penentuan sampel dalam penelitian kualitatif dilakukan saat peneliti mulai memasuki lapangan dan selama penelitian berlangsung.

Sampel dalam penelitian kualitatif tidak dinamakan responden, tetapi sebagai narasumber, atau partisipan, informan, teman, dan guru dalam penelitian. Sampel dalam penelitian kualitatif, juga bukan disebut sampel statistik, tetapi sampel teoritis, karena tujuan penelitian adalah untuk menghasilkan teori.

Menurut Spradley, sebagaimana dikutip oleh Sanafiah Faisal dalam Sugiyono (2008, hal. 221), situasi sosial untuk sampel awal sangat disarankan suatu situasi sosial yang dialamnya menjadi semacam muara dari banyak domain lainnya. Selanjutnya dinyatakan bahwa, sampel sebagai sumber data atau sebagai informan sebaiknya yang memenuhi kriteria sebagai berikut. a. Mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses

enkulturasi, sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui, tetapi juga dihayatinya.

b. Mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat pada kegiatan yang tengah diteliti.

c. Mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk dimintai informasi. d. Mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil

“kemasannya” sendiri.

e. Mereka yang pada mulanya tergolong “cukup asing” dengan peneliti

sehingga lebih menggairahkan untuk dijadikan semacam guru atau narasumber.


(37)

51

Aprilia Jayanagara, 2013

Studi Realitas Peran Dan Fungsi Masjid Sekolah Dalam Pembinaan Keagamaan Siswa (Studi Deskriptif Di SMAN 2 Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Jadi, dalam penelitian ini, jika pemilihan sampel atau informan benar-benar jatuh pada subjek yang benar-benar-benar-benar menguasai situasi sosial yang diteliti (objek), maka peneliti tidak memerlukan banyak sampel. Karena yang menjadi kepedulian bagi peneliti kualitatif adalah “tuntasnya” perolehan

informasi dengan keragaman variasi yang ada, bukan “banyaknya” sampel

sumber data.

4. Subjek Penelitian

Subjek dari penelitian ini adalah Kepala Sekolah SMAN 2 Bandung, Pembina DKM al-Ikhlas SMAN 2 Bandung, Pembina KRM al-Ikhlas SMAN 2 Bandung, Guru Pendidikan Agama Islām SMAN 2 Bandung, Ketua KRM al-Ikhlas SMAN 2 Bandung, Alumni SMAN 2 Bandung, serta perwakilan siswa-siswi SMAN 2 Bandung.

B. Desain Penelitian

Menurut Nasution (2009, hal. 25), desain penelitian yang banyak kita dapati adalah desain survey, case study, and experimen.

1. Desain Survey

Desain survey adalah suatu penelitian survey atau survey yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi tentang orang yang jumlahnya besar, dengan cara mewawancarai sejumlah kecil dari populasi itu. Survey dapat digunakan dalam penelitian yang bersifat eksploratif, deskriptif, maupun eksperimental. Mutu survey antara lain bergantung pada:

a. Jumlah orang yang dijadikan sampel.

b. Taraf hingga mana sampel itu representatif, artinya mewakili kelompok yang diselidiki.

c. Tingkat kepercayaan informasi yang diperoleh dari sampel itu.

Untuk memperoleh keterangan dapat digunakan questionnaire atau angket, wawancara, observasi langsung, atau kombinasi teknik-teknik pengumpulan data itu (Nasution, 2009, hal. 25-26).


(38)

2. Desain Case Study

Desain case study adalah bentuk penelitian yang mendalam tentang suatu aspek lingkungan sosial termasuk manusia di dalamnya. Case study dapat dilakukan terhadap seorang individu, sekelompok individu (misalnya suatu keluarga), atau segolongan manusia. Case study dapat mengenai perkembangan sesuatu. Bahan untuk case study dapat diperoleh dari sumber-sumber seperti laporan hasil pengamatan, catatan pribadi, kitab harian atau biografi orang yang diselidiki, laporan atau keterangan dari orang yang banyak tahu tentang hal itu.

3. Desain Eksperimen

Dalam desain eksperimen, terdapat kelompok yang disebut kelompok eksperimen, yaitu kelompok yang sengaja dipengaruhi oleh variabel-variabel tertentu, misalnya diberikan latihan (Nasution, 2009, hal. 27-30).

Dalam penelitian ini, desain penelitian yang peneliti gunakan adalah desain survey, karena dimaksudkan untuk eksploratif dan deskriptif.

C. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang dilakukan berdasarkan paradigma, strategi, dan implementasi model secara kualitatif. Perspektif, strategi, dan model yang dikembangkan sangat beragam. Sebab itu, tidak mengherankan jika Denzin

dan Lincoln beranggapan bahwa, “qualitative research is many thing to many

people” (Basrowi & Suwandi, 2008, hal. 20).

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Miles dan Huberman dalam Basrowi dan Suwandi (2008, hal. 22), bahwa:

Pendekatan kualitatif ini berusaha mengungkap berbagai keunikan yang terdapat dalam individu, kelompok, masyarakat, atau organisasi dalam kehidupan sehari-hari secara menyeluruh, rinci, dalam, dan, dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.


(39)

53

Aprilia Jayanagara, 2013

Studi Realitas Peran Dan Fungsi Masjid Sekolah Dalam Pembinaan Keagamaan Siswa (Studi Deskriptif Di SMAN 2 Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Menurut Bogdan dan Taylor dalam Basrowi dan Suwandi (2008, hal. 22-23), pendekatan kualitatif diharapkan mampu menghasilkan suatu uraian mendalam tentang ucapan, tulisan, dan atau perilaku yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat, dan atau suatu organisasi tertentu dalam suatu setting

konteks tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh, komprehensif, dan holistik. Penelitian kualitatif bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang sifatnya umum terhadap kenyataan sosial dari perspektif partisipan. Pada pendekatan kualitatif, analisis data dilakukan secara induktif karena metode induktif ini lebih memungkinkan peneliti mengidentifikasi realitas yang ada di lapangan, membuat interaksi antara peneliti dan responden lebih eksplisit, nampak, dan mudah dilakukan, sehingga memungkinkan identifikasi aspek-aspek yang saling mempengaruhi.

Dalam pandangan Bogdan dan Biklen (1982, hal. 29), pendekatan kualitatif mempunyai lima karakteristik, yaitu: Sumber data adalah situasi yang wajar apa adanya dan peneliti diposisikan sebagai instrument utama, bersifat deskriptif, lebih mengutamakan proses daripada hasil, menganalisa data hasil penelitian dengan menggunakan pendekatan induktif, mengutamakan makna dibalik fenomena yang tampak. Tipologi penelitian ini adalah field research (penelitian empirik).

Sementara itu, dipilihnya pendekatan kualitatif dalam penelitian ini menurut Nasution (2009, hal. 4) didasarkan pada dua alasan yaitu:

Pertama, permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah membutuhkan sejumlah data lapangan yang sifatnya prores dan kontekstual. Kedua, pemilihan pendekatan ini didasarkan pada keterkaitan masalah yang dikaji dengan sejumlah data primer dari subjek penelitian yang tidak dapat dipisahkan dari latar alamiahnya.

Lebih lanjut Mahmud (2001, hal. 266) menegaskan bahwa, “penelitian kualitatif karena menekankan pada keaslian, tidak bertolak dari teori secara deduktif (a priori) melainkan berangkat dari fakta sebagaimana adanya”.


(40)

Dalam penelitian kualitatif, sebagaimana diungkapkan oleh Sugiyono (2008, hal. 11), peneliti sebagai human instrument dan dengan teknik pengumpulan data

participant observation (observasi berperan serta) dan in depth interview

(wawancara mendalam), maka peneliti harus berinteraksi dengan sumber data. Dengan demikian, peneliti kualitatif harus mengenal betul orang yang memberikan data. Dalam paragraf selanjutnya, Sugiyono (2008, hal. 11), pun menegaskan dalam penelitian kualitatif yang bersifat holistik dan lebih menekankan pada proses, maka penelitian kualitatif dalam melihat hubungan antar variabel pada obyek yang diteliti lebih bersifat interaktif yaitu saling mempengaruhi, sehingga tidak diketahui mana variabel independen dan dependennya.

Pada umumnya, penelitian kualitatif tidak melakukan generalisasi tetapi lebih menekankan kedalaman informasi sehingga sampai pada tingkat makna. Makna adalah data dibalik yang tampak. Walaupun penelitian kualitatif tidak membuatgeneralisasi, tidak berarti hasil penelitian kualitatif tidak dapat diterapkan di tempat lain. hasil penelitian kualitatif dapat ditransferkan atau diterapkan di tempat lain, manakala kondisi tempat lain tersebut tidak jauh berbeda dengan tempat penelitian (Sugiyono, 2008, hal. 12-13).

Selanjutnya, Bogdan dan Biklen dalam Sugiyono (2008, hal. 13) mengemukakan, bahwa karakteristik penelitian kualitatif adalah sebagai berikut. 1. Penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi alamiah (sebagai lawannya

eksperimen), langsung ke sumber data dan peneliti adalah instrumen kunci. 2. Penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif. Data yang terkumpul berbentuk

kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan pada angka.

3. Penelitian kualitatif menekankan pada proses daripada produk atau outcome.

4. Penelitian kualitatif melakukan analisis data secara induktif. 5. Penelitian kualitatif lebih menekankan makna.

Penelitian kualitatif memandang objek sebagai sesuatu yang dinamis, hasil konstruksi pemikiran dan interpretasi terhadap gejala yang diamati, serta utuh (holistik) karena setiap aspek dari objek itu mempunyai satu kesatuan yang tidak


(41)

55

Aprilia Jayanagara, 2013

Studi Realitas Peran Dan Fungsi Masjid Sekolah Dalam Pembinaan Keagamaan Siswa (Studi Deskriptif Di SMAN 2 Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tahap pertama dalam proses penelitian kualitatif yaitu tahap deskripsi dengan

grand tour question. Pada tahap ini peneliti mendeskripsikan apa yang dilihat, didengar, dirasakan, dan ditanyakan. Selanjutnya, tahap reduksi. Peneliti mereduksi segala informasi yang telah diperoleh pada tahap pertama. Pada tahap reduksi ini, peneliti menyortir data dengan cara memilih mana data yang menarik, penting, berguna, dan baru. Tahap terakhir, yaitu tahap selection. Pada tahap ini ini peneliti menguraikan fokus yang telah ditetapkan menjadi lebih rinci. Setelah peneliti melakukan analisis yang mendalam terhadap data dan informasi yang diperoleh, maka peneliti dapat menemukan tema dengan cara mengkonstruksikan data yang diperoleh menjadi sesuatu bangunan pengetahuan, hipotesis, atau ilmu yang baru (Sugiyono, 2008, hal. 20).

Hasil akhir dari penelitian kualitatif bukan sekedar menghasilkan data atau informasi yang sulit dicari melalui metode kuantitatif, tetapi juga harus mampu menghasilkan informasi-informasi yang bermakna, bahkan hipotesis atau ilmu baru yang dapat digunakan untukmembantu mengatasi masalah dan meningkatkan taraf hidup manusia (Sugiyono, 2008, hal. 20).

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik, manipulasi, atau bentuk lainnya melainkan lebih secara naturalistik dan fenomenologi. Hal ini didasarkan pada dua alasan. Pertama, permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini membutuhkan sejumlah data lapangan yang sifatnya tekstual dan kontekstual. Kedua, peneliti sendiri merupakan alat pengumpul data utama.

D. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan suatu cara untuk memperoleh atau memecahkan permasalahan yang dihadapi. Metode penelitian merupakan bagian yang terpenting dalam suatu penelitian. Metode penelitian pada dasarnya merupakan


(42)

cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2008, hal. 2).

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode kualitatif dinamakan sebagai metode baru karena popularitasnya belum lama, dinamakan metode postpositivistik karena berlandaskan pada filsfat postpositivisme. Metode ini disebut juga sebagai metode artistik, karena proses penelitian lebih bersifat seni (kurang terpola) dan disebut sebagai metode interpretive karena data hasil penelitian lebih berkenaan dengan interpretasi terhadap data yang ditemukan di lapangan (Sugiyono, 2008, hal. 7-8).

Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat pospositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti sebagai instrumen kunci, analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian lebih menekankan makna dari pada generalisasi(Sugiyono, 2008, hal. 9).

Karakteristik metode penelitian kualitatif menurut Sugiyono dalam tabel 1.2 (2008, hal. 14), adalah sebagai berikut.

Tabel 3.1

Karakteristik Metode Penelitian Kualitatif Metode kualitatif

1. Desain a. Umum b. Fleksibel

c. Berkembang dan muncul dalam proses penelitian

2. Tujuan

a. Menemukan pola hubungan yang bersifat interaktif b. Menemukan teori

c. Menggambarkan realitas yang kompleks

d. Memperoleh pemahaman makna


(43)

57

Aprilia Jayanagara, 2013

Studi Realitas Peran Dan Fungsi Masjid Sekolah Dalam Pembinaan Keagamaan Siswa (Studi Deskriptif Di SMAN 2 Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 3. Teknik Pengumpulan Data

a. Participant observation

b. In depth interview

c. Dokumentasi d. Triangulasi

4. Instrumen Penelitian

a. Peneliti sebagai instrumen (human instrument)

b. Buku catatan tape recorder, camera, handycam, dan lain-lain.

5. Data

a. Deskriptif kualitatif b. Dokumen pribadi, catatan

lapangn, ucapan dan tindakan responden, dokumen, dn lain-lain.

6. Sampel a. Kecil

b. Tidak representative c. Purposive, snowball d. Berkembang selama proses

penelitian 7. Analisis

a. Terus menerus sejak awal sampai akhir penelitian b. Induktif

c. Mencari pola, model, tema, teori

8. Hubungan dengan responden a. Empati, akrab supaya

memperoleh pemahaman yang mendalam

b. Kedudukan sama bahkan sebagai guru, konsultan c. Jangka lama, sampai

datanya jenuh, dapat ditemukan hipotesis atau teori


(44)

9. Usulan desain

a. Singkat, umum bersifat sementara

b. Literatur yang digunakan bersifat sementara, tidak menjadi pegangan utama c. Prosedur bersifat umum,

seperti akan merencanakan tour/piknik

d. Masalah bersifat sementara dan akan ditemukan setelah studi pendahuluan

e. Tidak dirumuskan hipotesis, karena justru akan menemukan hipotesis f. Fokus penelitian ditetapkan

setelah diperoleh data awal dari lapangan

10. Kapan penelitian dianggap selesai?

a. Setelah tidak ada data yang dianggap baru/jenuh

11. Kepercayaan terhadap hasil penelitian

a. Pengujian kredibilitas, depenabi‎litas, proses, dan hasil penelitian

Menurut Sugiyono (2008, hal. 205), dalam penelitian kualitatif, akan terjadi tiga kemungkinan terhadap masalah yang dibawa oleh peneliti dalam penelitian. Yang pertama, masalah yang dibawa oleh peneliti tetap, sehingga sejak awal sampai akhir penelitian sama. Dengan demikian, judul proposal dengan judul laporan penelitian, sama. Yang kedua, masalah yang dibawa peneliti setelah memasuki penelitian berkembang yaitu memperluas atau memperdalam masalah yang telah disiapkan. Dengan demikian, tidak terlalu banyak perubahan, sehingga judul penelitian cukup disempurnakan. Yang ketiga, masalah yang dibawa peneliti setelah memasuki lapangan berubah total, sehingga harus ganti masalah.


(45)

59

Aprilia Jayanagara, 2013

Studi Realitas Peran Dan Fungsi Masjid Sekolah Dalam Pembinaan Keagamaan Siswa (Studi Deskriptif Di SMAN 2 Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

cukup lama, karena tujuan penelitian kualitatif adalah bersifat penemuan. Bukan sekedar pembuktian hipotesis seperti dalam penelitian kuantitatif. Namun demikian, kemungkinan jangka penelitian berlangsung dalam jangka waktu yang pendek, bila telah ditemukan sesuatu dan datanya sudah jenuh. Ibarat mencari provokator, atau mengurai masalah, atau memahami makna, kalau semua itu dapat ditemukan dalam satu minggu, dan telah teruji kredibilitasnya, maka penelitian kualitatif dinyatakan selesai, sehingga tidak memerlukan waktu yang lama.

Oleh karena itu, dalam penelitian ini, tidak ada cara yang mudah untuk menentukan berapa lama penelitian ini dilaksanakan. Karena lamanya penelitian ini akan tergantung pada keberadaan sumber data, interest, dan tujuan penelitian. Selain itu, akan tergantung juga pada cakupan penelitian dan bagaimana peneliti mengatur waktu yang digunakan dalam setiap hari atau tiap minggu. Namun peneliti merencanakan penelitian ini akan dilaksanakan selama satu minggu penuh, yaitu dari hari senin sampai dengan hari minggu.


(46)

E. Definisi Operasional

Untuk menghindari salah pengertian dan penafsiran dalam penelitian ini, maka perlu dijelaskan beberapa istilah sehingga ada kesamaan landasa berfikir antara peneliti atas apa yang dituangkan dalam penelitian ini dengan pembaca.

1. Studi Realitas

Studi Realitas adalah penelitian yang objek penelitiannya merupakan permasalahan yang diambil dari kenyataan-kenyataan yang terjadi di sekeliling kita. Dalam studi realitas, fakta yang ada merupakan data dan bukti yang harus dicatat, dikumpulkan, dan diteliti lebih mendalam.

2. Peran dan Fungsi

Peran berarti pemain sandiwara atau perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat. Sedangkan fungsi adalah jabatan (pekerjaan) yg dilakukan atau kegunaan suatu hal. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2013).

Namun dalam penelitian ini, definisi peran yang dimaksud adalah pengaruh objek yang diteliti terhadap lingkungannya, dalam hal ini objek yang diteliti yaitu pengaruh Masjid sekolah terhadap pembinaan keagamaan siswa. Sedangkan definisi fungsi yang dimaksud dalam penelitian ini, adalah kegunaan objek yang diteliti dalam lingkungannya, dalam hal ini objek yang diteliti yaitu kegunaan Masjid sekolah dalam pembinaan keagamaan siswa. 3. Pembinaan Keagamaan

Pembinaan keagamaan dapat diartikan proses, perbuatan, pembaharuan, penyempurnaan, usaha, tindakan, atau kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik dalam meningkatkan kepercayaan kepada Tuhan dengan ajaran ketaatan dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu. Pembinaan keagamaan adalah pembinaan pelaksanaan ajaran agama Islām, adapun yang menjadi materi pembinaannya adalah gerakan amalṣaleḥ(Fadhlan, 2011, hal. 23).


(47)

61

Aprilia Jayanagara, 2013

Studi Realitas Peran Dan Fungsi Masjid Sekolah Dalam Pembinaan Keagamaan Siswa (Studi Deskriptif Di SMAN 2 Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Surakhman (1989, hal. 140) mendefinisikan studi deskriptif sebagai penelitian yang memusatkan pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa sekarang, pada masalah yang aktual, data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan, dan kemudian dianalisa.

Sementara itu Munir (2009, hal. 62) berpendapat bahwa studi deskriptif adalah pencarian berupa fakta, hasil, dan ide pemikiran seseorang melalui cara mencari, menganalisis, membuat interpretasi, serta melakukan generalisasi terhadap hasil penelitian yang dilakukan.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen merupakan segala macam alat bantu yang digunakan peneliti untuk memudahkan dalam pengukuran variabel (Mustafa, 2009, hal. 93).

Menurut Sugiyono dalam Farizhi (2012, hal. 60), instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati.

Secara fungsional, kegunaan instrumen penelitian adalah untuk memperoleh data yang diperlukan ketika peneliti sudah menginjak pada langkah pengumpulan informasi di lapangan. Ada empat media untuk mengumpulkan data dalam proses penelitian. Keempat media tersebut, penggunaannya dapat dipilih satu macam, atau gabungan antara dua media tersebut, tergantung macam data yang diharapkan peneliti. Keempat media pengumpul data tersebut adalah kuesioner, observasi, wawancara, dan dokumentasi (Sukardi, 2008, hal. 75).

Sedangkan menurut Sugiyono (2011, hal. 305-306), terdapat dua hal utama yang mempengaruhi kualitas hasil penelitian yaitu, kualitas instrumen penelitian, dan kualitas pengumpulan data. Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu, peneliti sebagai instrumen yang harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan. Validasi terhadap peneliti sebagai instrumen meliputi validasi terhadap pemahaman metode kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti


(48)

untuk memasuki obyek penelitian, baik secara akademik maupun logistiknya. Yang melakukan validasi adalah peneliti sendiri melalui evaluasi diri seberapa jauh pemahaman terhadap metode kualitatif, penguasaan teori dan wawasan terhadap bidang yang diteliti, serta kesiapan dan bekal memasuki lapangan.

Dalam penelitian kualitatif, instrumen utamanya adalah peneliti sendiri, namun selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas, maka kemungkinan akan dikembangkan instrumen penelitian sederhana, yang diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan dengan data yang telah ditemukan melalui observasi dan wawancara (Sugiyono, 2008, hal. 223-224).

Dalam hal instrumen penelitian kualitatif, Lincoln dan Guba sebagaimana dikutip oleh Sugiyono (2008, hal. 223) menerangkan bahwa:

The instrument of choice in naturalistic inquiry is the human. We shall see that other forms of instrumentation may be used in later phases of the inquiry, but the human is the initial and continuing mainstay. But if the human instrument has been used extensively in earlier stages of inquiry, so that an instrument can be constructed that is grounded in the data that the human instrument has product.

Selanjutnya Nasution dalam Sugiyono (2008, hal. 223) menyatakan:

Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya ialah bahwa, segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya.

Berdasarkan dua pernyataan di atas, dapat dipahami bahwa dalam penelitian kualitatif, pada awalnya dimana permasalahan belum jelas dan pasti, maka yang menjadi instrumen adalah peneliti sendiri. Tetapi setelah masalahnya yang akan dipelajari jelas, maka dapat dikembangkan suatu instrumen. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pedoman wawancara, pedoman


(49)

63

Aprilia Jayanagara, 2013

Studi Realitas Peran Dan Fungsi Masjid Sekolah Dalam Pembinaan Keagamaan Siswa (Studi Deskriptif Di SMAN 2 Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu G. Proses Pengembangan Instrumen

Dalam proses pengembangan instrumen, ketika peneliti sudah selesai menyusun kisi-kisi instrumen maka sesuai dengan yang disampaikan Mustafa (2009, hal. 160), dua hal penting dalam kaitannya dengan pengukuran (measurement), yaitu validitas (validity) dan reliabilitas (reliability).

1. Validitas

Validitas merupakan derajat ketepatan anatara data yang terjadi pada objek penelitian dengan daya yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Dengan demikian, data yang valid adalah data yang tidak berbeda antar data yang dilaporkan oleh peneliti dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek penelitian (Sugiyono, 2008, hal. 267).

Menurut Sugiyono (2008, hal. 267), terdapat dua macam validitas penelitian, yaitu validitas internal dan validitas eksternal. Validitas internal berkenaan dengan derajat akurasi desain penelitian denga hasil yang dicapai. Validitas eksternal berkenaan dengan derajat akurasi apakah penelitian dapat digeneralisasikan atau diterapkan pada populasi dimana sampel tersebut diambil.

Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data dapat dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. Tetapi perlu diketahui bahwa kebenaran realitas data menurut penelitian kualitatif tidak bersifat tunggal, tetapi jamak dan tergantung pada konstruksi manusia, dibentuk dalam diri seorang sebagai hasil proses mental tiap individu dengan berbagai latar belakangnya (Sugiyono, 2008, hal. 268-269).

2. Reliabilitas

Reliabilitas berkenaan dengan derajat konsistensi dan stabilitas data atau temuan. Pengertian reliabilitas dalam penelitian kualitatif sangat berbeda


(50)

dengan reliabilitas penelitian kuantitatif. Menurut penelitian kualitatif, suatu realitas itu bersifat majemuk/ganda, dinamis/selalu berubah, sehingga tidak ada yang konsisten, dan berulang seperti semula (Sugiyono, 2008, hal. 269).

Karena reliabilitas berkenaan dengan derajat konsistensi, maka bila ada peneliti lain mengulangi atau mereplikasi dalam penelitian pada objek yang sama dengan metode yang sama maka akan menghasilkan data yang sama (Sugiyono, 2008, hal. 268).

H. Teknik Pengumpulan Data

Teknik atau metode pengumpulan data menurut Mustafa (2009, hal. 92-93) merupakan langkah penting dalam suatu penelitian karena terhadap data itulah pengujian atau analisis akan dilakukan. Kualitas data (Goodness of data)akan sangat dipengaruhi oleh siapa narasumbernya, bagaimana dan dengan cara atau alat apa data itu dikumpulkan atau diukur. Berdasarkan itu dapat dibedakan menjadi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh berdasarkan pengukuran secara langsung oleh peneliti dari sumbernya (subyek penelitian). Data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain dan telah terdokumentasikan, sehingga peneliti tinggal menyalin data tersebut untuk penelitiannya.

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan (Sugiyono, 2008, hal. 224).

Secara umum, terdapat empat macam teknik pengumpulan data, yaitu observasi, wawancara, dokumentasi, dan gabungan (triangulasi). Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperan serta (participan observation), wawancara mendalam (in depth


(51)

65

Aprilia Jayanagara, 2013

Studi Realitas Peran Dan Fungsi Masjid Sekolah Dalam Pembinaan Keagamaan Siswa (Studi Deskriptif Di SMAN 2 Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 1. Observasi

Observasi atau pengamatan merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung (Sukmadinata, 2005, hal. 220).

Menurut Nasution sebagaimana dikutip oleh Sugiyono (2008, hal. 226) menyatakan bahwa, observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Data itu dikumpulkan dan sering dengan bantuan alat yang sangat canggih, sehingga benda-benda yang sangat kecil (proton dan elektron) maupun yang sangat auh (benda ruang angkasa) dapat diobservasi dengan jelas.

Wiguna (2013, hal. 67) memaparkan, observasi adalah suatu metode pengukuran data untuk mendapatkan data primer, yaitu dengan cara melakukan pengamatan langsung secara seksama dan sistematis, dengan menggunakan alat indera. Observasi sering dikacaukan dengan penelitian lapangan (FieldResearch). Riset lapangan atau riset kencah bukan sebagai kegiatan observasi, karena riset lapangan merupakan sebuah kegiatan penelitian yang ditinjau dari tempat. Beberapa yang harus dipenuhi dalam observasi adalah:

a. Data dapat diukur melalui pengamatan (tanpa berinteraksi langsung dengan subyek penelitian).

b. Peristiwa dan kejadian hanya terjadi pada periode tertentu dan dapat diamati berulang-ulang.

c. Kapan dan bagaimana pengamatan dilakukan. d. Berapa lama pengamatan harus dilakukan.

Sanafiah Faisal dalam Sugiyono (2008, hal. 226) mengklasifikan observasi menjadi observasi berpartisipasi (participant observation), observasi yang


(52)

secara terang-terangan dan tersamar (overt observation and covert observation), dan observasi yang tak berstruktur (unstructured observation).

Dalam observasi berpartisipasi (participant observation), peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Sambil melakukan penelitian, peneliti melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka-dukanya. Dengan observasi berpartisipasi ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak (Sugiyono, 2008, hal. 227).


(53)

67

Aprilia Jayanagara, 2013

Studi Realitas Peran Dan Fungsi Masjid Sekolah Dalam Pembinaan Keagamaan Siswa (Studi Deskriptif Di SMAN 2 Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Selanjutnya, Spradley dalam Susan Stainback yang dikutip oleh Sugiyono (2008, hal. 226-227) membagi observasi berpartisipasi menjadi empat, yaitu

passive participation, moderate participation,active participation, dan

complete participation. Passive participation, peneliti datang di tempat kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut.

Moderate participation, terdapat keseimbangan antara peneliti menjadi orang dalam dengan orang luar. Peneliti mengumpulkan data ikut observasi partisipatif dalam beberapa kegiatan, tetapi tidak semuanya. Active participation, peneliti ikut melakukan apa yang dilakukan oleh narasumber, tetapi belum sepenuhnya lengkap. Complete participation, peneliti sudah terlibat sepenuhnya terhadap apa yang dilakukan sumber data. Jadi, suasananya sudah natural, peneliti tidak terlihat melakukan penelitian. Hal ini merupakan keterlibatan peneliti yang tertinggi terhadap aktivitas kehidupan yang diteliti.

Sedangkan observasi yang secara terang-terangan dan tersamar (overt observation and covert observation) maksudnya, dalam hal ini peneliti melakukan pengumpulan data menyatakan terus terang kepada sumber data, bahwa ia sedang melakukan penelitian. Jadi mereka yang diteliti mengetahui sejak awal sampai akhir tentang aktivitas peneliti. Tetapi dalam suatu saat, peneliti juga tidak terus terang atau tersamar dalam observasi, hal ini untuk menghindari kalau suatu data yang dicari merupakan data yang masih dirahasiakan. Kemungkinan jika dilakukan dengan terus terang, peneliti tidak akan diijinkan untuk melakukan observasi (Sugiyono, 2008, hal. 228).

Selanjutnya, observasi yang tak berstruktur (unstructured observation) adalah observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan diobservasi. Hal ini dilakukan karena peneliti tidak mengetahui secara pasti apa yang akan diteliti. Observasi ini dilakukan dengan tidak berstruktur karena fokus penelitian belum jelas. Fokus observasi akan berkembang selama kegiatan observasi berlangsung. Jika masalah penelitian sudah jelas, maka


(54)

observasi dapat dilakukan secara berstruktur dengan menggunakan pedoman observasi. Oleh karena itu, peneliti dapat melakukan pengamatan bebas, mencatat apa yang tertarik, melakukan analisis, dan kemudian dibuat kesimpulan (Sugiyono, 2008, hal. 228).

Dalam penelitian ini observasi yang dilakukan oleh peneliti adalah observasi yang secara terang-terangan dan tersamar (overt observation and covert observation), karena observasi yang dilakukan dengan menyatakan terus terang kepada sumber data, bahwa peneliti sedang melakukan penelitian, sehingga observasi pun dilakukan berdasarkan panduan observasi yang telah dipersiapkan sebelumnya. Selain itu, observasi berpartisipasi pun peneliti gunakan dalam penelitian ini, untuk mendalami data mengenai kenyataan-kenyataan praktis yang berlangsung di lokasi penelitian serta hal lainnya yang mempunyai kaitan dengan penelitian. Peneliti memperhatikan secara seksama dan merekam secara langsung peran dan fungsi Masjid sekolah di SMAN 2 Bandung terhadap pembinaan keagamaan siswa.

Tahapan observasi yang dilakukan oleh peneliti sesuai dengan pendapat Spradley dalam Sugiyono (2008, hal. 230) bahwa tahapan observasi itu ada tiga, yaitu observasi deskriptif, observasi terfokus, dan observasi terseleksi.

Observasi deskriptif dilakukan peneliti pada saat memasuki situasi sosial tertentu sebagai objek penelitian. Pada tahap ini, peneliti belum membawa masalah yang akan diteliti, maka peneliti melakukan penjelajah umum dan menyeluruh, melakukan deskripsi terhadap semua yang dilihat, didengar, dan dirasakan (Sugiyono, 2008, hal. 230).

Observasi terfokus merupakan observasi yang telah dipersempit untuk difokuskan pada aspek tertentu. Pada tahap ini, peneliti melakukan analisis taksonomi sehingga dapat menmukan fokus (Sugiyono, 2008, hal. 231).

Observasi terseleksi yaitu peneliti telah menguraikan fokus yang ditemukan sehingga datanya lebih rinci. Dengan melakukan analisis


(1)

108 Aprilia Jayanagara, 2013

Studi Realitas Peran Dan Fungsi Masjid Sekolah Dalam Pembinaan Keagamaan Siswa (Studi Deskriptif Di SMAN 2 Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Sekolah yang Bersangkutan (SMAN 2 Bandung)

Sekolah mempunyai peranan dan tanggung jawab penting dalam membantu siswa mencapai tugas perkembangannya. Oleh karena itu, sekolah seyogyanya berupaya untuk menciptakan lingkungan atau iklim yang kondusif atau kondisi yang dapat memfasilitasi siswa untuk mencapai tingkat perkembangannya secara optimal. Dalam rangka pembinaan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan siswa, sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematik melaksanakan program bimbingan, pengajaran, dan latihan dalam rangka membantu siswa agar mampu mengembangkan potensi dirinya, baik yang menyangkut aspek moral-spiritual, intelektual, emosional, maupun sosial sebagai bukti syukur kepada-Nya. Upaya pembinaan keagamaan melalui optimalisasi peran dan fungsi Masjid sekolah sebagai inti (core) tujuan pendidikan harus

dilanjutkan dengan terus memperbaiki kekurangan-kekurangannya,

mengembangkan kebijakan yang telah disusun bersama, teutama pengembangan SDM dan sarana prasarana yang belum memadai. Untuk bisa mengoptimalkan peran dan fungsi Masjid sekolah dalam pembinaan keagamaan siswa, kepala sekolah dan guru seyogyanya menjadi teladan, memiliki dasar-dasar pemahaman dan wawasan tentang peran dan fungsi Masjid dalam pembinaan keagamaan siswa. Hal ini guna memantapkan integrasi Imtaq dan Iptek. Selain optimalisasi peran dan fungsi Masjid sekolah, menata kondisi lingkungan sekitar Masjid sekolah agar tercipta iklim yang kondusif dan religi pun, baik yang menyangkut manajemennya, maupun profesionalisme personilnya, bisa dilakukan dalam upaya memaksimalkan peran dan fungsi Masjid sekolah dalam pembinaan keagamaan siswa di sekolah. Semoga hasil penelitian ini mampu memotivasi siswa, guru, alumni dan seluruh warga SMAN 2 Bandung untuk terus meningkatkan dan mempertahankan prestasi yang telah diraih.


(2)

109 Aprilia Jayanagara, 2013

3. Peneliti Berikutnya

Studi realitas peran dan fungsi Masjid sekolah dalam pembinaan keagamaan siswa di sekolah merupakan salah satu wilayah kajian pendidikan umum yang perlu dikembangkan lebih lanjut melalui kajian-kajian yang lebih luas dan mendalam. Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini belum bisa digunakan secara umum untuk setiap tempat. Karena objek dari penelitian ini dilakukan dengan latar budaya Kota Bandung, yakni lingkungan masyarakat perkotaan. Oleh karena itu, diperlukan kajian lebih lanjut yang dapat memperkaya dan memperluas jangkauan realitas peran dan fungsi Masjid sekolah yang lebih komprehensif, khususnya dalam pembinaan keagamaan siswa di sekolah yang bisa digunakan baik untuk di perkotaan maupun di daerah.


(3)

109 Aprilia Jayanagara, 2013

Studi Realitas Peran Dan Fungsi Masjid Sekolah Dalam Pembinaan Keagamaan Siswa (Studi Deskriptif Di SMAN 2 Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

... (2007). Al-qur'an dan Terjemahnya Special For Women. (L. M.-Q. Departemen Agama RI, Penyunt., E. Sudrajat, H. S. A.H., & A. A. Sidqi, Penerj.) Bandung: Syaamil Al-qur'an.

... (2013). Kamus Besar Bahasa Indonesia (Vol. v1.3). Jakarta.

... (2013). Sejarah SMAN 2 Bandung. Dipetik Februari 20, 2013, dari SMAN 2 Bandung: www.sman2bdg.sch.id

Al-fauzan, A. b. (2008). Ahkaamu Hudhuuri Al-masaajid (Cetakan Pertama ed.). (A. Yunus, Penerj.) Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi'i.

Al-jazairi, A. B. (2010). Aisar At-tafaasir li Al-kalaami Al-aliyyi Al-kabiir (Vol. Jilid 3). (N. Zainuddin, & Suratman, Penerj.) Jakarta: Darus Sunnah Press. Al-maragi, A. M. (1992). Tafsir Al-maragi (Vol. Juz X). (H. Aly, A. Sitanggal, &

B. A. Bakar, Penerj.) Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang.

Ash-shiddieqy, M. H. (2000). Tafsir Al-qur'anul Masjid An-nuur. Jakarta: PT. Pustaka Rizki Putra.

Asmani, J. M. (2012). Kiat Mengatasi Kenakalan Remaja di Sekolah (Cetakan Pertama ed.). Jogjakarta: Bukubiru.

Basrowi, & Suwandi. (2008). Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Rineka CItra.

Bogdan, R. C., & Biklen, K. S. (1982). Qualitative Research For Education An Introduction to Theory and Methods. London: Allyn and Bacon.

Budiamin, A., Hafidz, D., & Daim. (2006). Perkembangan Peserta Didik

(Cetakan Pertama ed.). Bandung: UPI Press.

Dagun, S. M. (1997). Kamus Besar Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara.

Danang. (2012, Januari 28). Dipetik September 07, 2012, dari http://danaman2cms.wordpress.com/2012/01/28/peranan-Masjid-dalam-pembinaan-mental-siswa/


(4)

110

Daradjat, Z. (1990). Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: PT. Bulan Bintang.

Fadhlan, H. (2011). Pengaruh Pembinaan Keagamaan Terhadap Prestasi Belajar Siswa dalam Mata Pelajaran PAI (Studi Deskriptif Analisis di DKM al-Mujtahid SMAN 22 Bandung). Skripsi Sarjana pada FPIPS UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.

Fanani, A. (2009). Arsitektur Masjid. Bandung: Bentang Pustaka.

Farizhi, N. (2012). Efektifitas Penggunaan Strategi Pembelajaran Think Pair Share dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Terhadap Hasil Belajar Siswa (Studi Eksperimen Terhadap Siswa Kelas XI SMA Muhammadiyah 1 Cimahi Tahun Ajaran 2011/2012). Skripsi Sarjana pada FPIPS UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.

Fattah, N. (2004). Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Dewan Sekolah (Cetakan Pertama ed.). Bandung: CV. Pustaka Bani Quraisy. Fauziah, D. (2011). Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Karya Seni Kontemporer

(Analysis Content Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Film Sang Pencerah karya Hanung Bramantyo). Skripsi Sarjana pada FPIPS UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.

Gazalba, S. (1976). Masjid: Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Pustaka Antara.

Hamka. (1985). Tafsir Al-azhar Juzu'. Jakarta: Pustaka Panji Mas.

Husain, H. Y. (2011). Al-masjid Wa Risaalata dii Islaam (Cetakan Pertama ed.). (K. Fath, & F. R. Nizar, Penerj.) Jakarta: Pustaka Al-kautsar.

Iskandar. (2009). Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan Kualitatif). Jakarta: GP Press.

Jalaluddin. (2007). Psikologi Agama. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Mahmud, A. A. (2001). Tradisi Baru Penelitian Agama Islam. Bandung: Yayasan Nuansa Cendekia.

Moleong, L. (2004). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Muhammad, A. b. (2006). Lubaabut Tafsir Min Ibni Katsiir (Vol. Jilid 4). (A. Ghoffar, Penerj.) Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi'i.


(5)

111 Aprilia Jayanagara, 2013

Studi Realitas Peran Dan Fungsi Masjid Sekolah Dalam Pembinaan Keagamaan Siswa (Studi Deskriptif Di SMAN 2 Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Mujib, A., & Mudzakkir, J. (2008). Ilmu Pendidikan Islam (Cetakan Kedua ed.). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Munir, M. (2009). Metode Dakwah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Mustafa, Z. (2009). Mengurai Variabel Hingga Instrumentasi. Yogyakarta: Graha

Ilmu.

Nasution, S. (2009). Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: Bumi Aksara. Ruhenda, U. (2013, Februari 28). (A. Jayanagara, Pewawancara) Bandung.

Rukmana, N. (2010). Manajemen Masjid Panduan Praktis Membangun & Memakmurkan Masjid (Cetakan Kedua ed.). Bandung: MQS Publishing. Sagala, S. (2010). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: CV. Alfabeta. Somad, M. (2007). Pengembangan Model Pembinaan Nilai-nilai Keimanan dan

Ketakwaan Siswa di Sekolah (Studi Kasus di SMAN 2 Bandung).

Disertasi Doktor pada Pascasarjana UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan. Sudjana, D. (2010). Manajemen Program Pendidikan untuk Pendidikan

Nonformal dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung: Falah Production.

Sudjana, N. (2004). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: SInar Baru Algesindo.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D (Cetakan Kelima ed.). Bandung: CV. Alfabeta.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: CV. alfabeta.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D). Bandung: Alfabeta.

Sukardi. (2008). Metodologi Penelitian Pendidikan (Kompetensi dan Praktiknya).

Jakarta: Bumi Aksara.

Sukmadinata, N. S. (2005). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.


(6)

112

Sunarti, E. (2012). Model Pembinaan Keagamaan di Masyarakat Melalui Majlis Ta’lim (Studi Kasus di Majlis Ta’lim Miftahussa’adah Cianjur). Skripsi Sarjana pada FPIPS UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.

Sunarto, & Hartono, A. (2008). Perkembangan Peserta Didik (Cetakan Keempat ed.). Jakarta: Rineka Cipta.

Sundari. (2013, Maret 6). (A. Jayanagara, Pewawancara) Bandung.

Surakhman, W. (1989). Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar, Metode, dan Teknik.

Bandung: Tarsito.

Syahidin. (2003). Pemberdayaan Umat Berbasis Masjid. Bandung: CV. Alfabeta. Syarifudin, T., & Nur'aini. (2006). Landasan Pendidikan (Cetakan Pertama ed.).

Bandung: UPI Press.

Tafsir, A. (1995). Epistemologi Untuk Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Fakultas Tarbiyah IAIN SGD.

Ulwan, A. N. (2001). Pedoman Pendidikan Agama dalam Islam. Semarang: Asy-syifa'.

Wiguna, Y. (2013). Sistem Komparasi Sistem Pendidikan Islam dan Sistem Pendidikan Kristen (Penelitian di SMA Darul Hikam dan SMAK 1 BPK Penaabur). Skripsi Sarjana pada FPIPS UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan. Yani, A. (2009). Panduan Memakmurkan Masjid (Cetakan Pertama ed.). Jakarta:

Al-qalam.

Zein, M. (2013, Februari 27). (A. Jayanagara, Pewawancara) Bandung. Zuhairini. (2010). Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.


Dokumen yang terkait

KARAKTERISTIK BUDAYA SEKOLAH DALAM PELAKSANAAN PEMBINAAN KEAGAMAAN Karakteristik Budaya Sekolah Dalam Pelaksanaan Pembinaan Keagamaan (Studi Kasus di Madrasah Tsanawiyah Negeri Jatinom Tahun Pelajaran 2014/2015).

0 2 20

PERAN MASJID DALAM PENDIDIKAN ISLAM NONFORMAL UNTUK PEMBINAAN UMAT Peran Masjid Dalam Pendidikan Islam Nonformal Untuk Pembinaan Umat (Studi Kasus di Masjid Mardhatillah Gempol Ngadirejo Kartasura Sukoharjo).

1 13 17

PERAN MASJID DALAM PENDIDIKAN ISLAM NONFORMAL UNTUK PEMBINAAN UMAT Peran Masjid Dalam Pendidikan Islam Nonformal Untuk Pembinaan Umat (Studi Kasus di Masjid Mardhatillah Gempol Ngadirejo Kartasura Sukoharjo).

0 4 13

PEMBINAAN KEAGAMAAN PADA NARAPIDANA ANAK: Studi Deskriptif Pada Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas III Bandung.

0 1 35

“Model Pembinaan Keagamaan di Masyarakat Melalui Kegiatan Khurūj Fī Sabīlillāh” (Studi Deskriptif Pada Jamaah Masjid Al-Madinah Antapani Bandung dan Sekitarnya Tahun 2014).

0 0 25

Peranan Guru PAI Dalam Menghidupkan Suasana Keagamaan di Sekolah Menengah : studi deskriptif di SMA Pasundan 2 Bandung.

3 7 24

PERAN MASJID DALAM PEMBINAAN UMAT Peran Masjid Dalam Pembinaan Umat Sebagai Upaya Pendidikan Islam Non Formal (Studi Kasus Di Masjid Al-Huda Weleri, Kendal) Tahun 2011.

0 5 11

POLA PEMBINAAN KEAGAMAAN BAGI TUNANETRA :Studi Deskriptif di Panti Sosial Bina Netra Wyata Guna Bandung Tahun 2014.

0 10 46

PERAN MASJID DALAM PEMBINAAN UMAT PADA B

0 0 1

PENYEMPITAN PERAN DAN FUNGSI MASJID DI A

0 0 7