FALSAFAH DAYOK BINATUR PADA MASYARAKAT SIMALUNGUN (STUDI DI PEMATANG RAYA, KECAMATAN RAYA, KABUPATEN SIMALUNGUN).

FALSAFAH DAYOK BINATUR
PADA MASYARAKAT SIMALUNGUN
(Studi di Pematang Raya, Kecamatan Raya,
Kabupaten Simalungun)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Diajukan oleh:
Rahyu Swisty Sipayung
NIM. 309122050

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2013

ABSTRAK


Rahyu Swisty Sipayung. NIM 309122050. Falsafah Dayok Binatur pada
Masyarakat Simalungun (Studi di Pematang Raya, Kecamatan Raya,
Kabupaten Simalungun).
Penelitian ini adalah mengenai falsafah dayok binatur dalam kehidupan
masyarakat Simalungun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang
penyajian dayok binatur, makna dan nilai yang terkandung dalam dayok binatur,
serta pesan dan petuah yang diperoleh melalui penyajian dayok binatur tersebut.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif
kualitatif. Peneliti melakukan penelitian lapangan (field research). Selain field
research, dilakukan juga studi pustaka (library research) untuk menambah
literatur yang relevan dengan penelitian yang dilakukan. Teknik pengumpulan
data dilakukan dilakukan dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Hasil penelitian yang diperoleh adalah, latar belakang penyajian dayok
binatur sebagai makanan adat Simalungun pada awalnya adalah karena pada
zaman kerajaan di Simalungun dahulu masyarakat Simalungun tidak mengenal
ternak babi. Selain itu, terdapat ketertarikan masyarakat Simalungun dengan sifatsifat ayam yang dapat dijadikan sebagai contoh, sehingga ayamlah yang dijadikan
sebagai makanan adat. Nilai yang terkandung dalam dayok binatur supaya umat
manusia mengetahui, memahami, dan melaksanakan dalam hidupnya pesan Tuhan
melalui “ayam” ciptaan-Nya. Artinya, ada beberapa sifat dan prinsip ayam yang
pantas untuk ditiru oleh manusia. Makna yang dapat diperoleh melalui penyajian

dayok binatur ini adalah menempati posisi masing-masing dan melaksanakan
tugas sesuai dengan posisi tersebut. Pesan dan petuah yang diperoleh melalui
penyajian dayok binatur ini adalah agar hati, pikiran, dan kehidupan menjadi
teratur selayaknya dayok binatur tersebut.
Pada akhirnya, peneliti menyimpulkan bahwa dayok binatur dijadikan
sebagai makanan adat Simalungun karena melalui cara hidup dan kehidupan ayam
terdapat beberapa sifat ayam yang bisa dipedomani.
Kata kunci: Dayok binatur, Falsafah Dayok Binatur

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala berkat, rahmat, dan kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
dan penyusunan skripsi tepat pada waktunya.
Skripsi yang berjudul Falsafah Dayok Binatur pada Masyarakat Simalungun
(Studi di Pematang Raya, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun) disusun sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi
Pendidikan Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Medan.

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terimakasih yang setulusnya kepada:
1. Rektor Universitas Negeri Medan, Bapak Prof. Dr. Ibnu Hajar Damanik, M.Si
2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan, Bapak Dr. H. Restu,
MS
3. Ketua Program Studi Pendidikan Antopologi, Ibu Dra. Puspitawati, M.Si
4. Bapak Drs. Payerli Pasaribu, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah memberikan begitu banyak bimbingan, saran, dan arahan kepada penulis
sejak awal penelitian sampai dengan selesainya penulisan skripsi ini.
5. Ibu Dra. Nurjannah, M.Pd, Bapak Drs. Tumpal Simarmata, M.Si, dan Ibu
Noviy Hasanah, M.Hum sebagai dosen penguji yang memberikan banyak
saran dan masukan kepada penulis untuk penyempurnaan skripsi ini.

6. Ibu Dra. Nurjannah, M.Pd sebagai dosen pembimbing akademik yang
memberikan bimbingan selama penulis menjalankan perkuliahan.
7. Seluruh dosen/ staf pengajar di program studi pendidikan antropologi yang
memberikan bimbingan dan pengajaran kepada penulis selama dalam
perkuliahan.
8. Kedua orang tua tercinta, Bapak St. Y. Sipayung (Alm) dan Mamak E. br
Saragih yang telah memberikan doa, motivasi, tenaga, dan materi kepada
penulis selama menjalankan perkuliahan hingga menyelesaikan skripsi ini.

9. Kakak dan Adikku, Febriani Sri Endang Sipayung, S.Kep. Ners, Suranta Adi
Putra Sipayung, dan Fresco May Surya Sipayung yang telah memberikan doa
dan dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini.
10. Teman dekatku, Jostar Maranatha Turnip yang telah meluangkan banyak
waktu dan memberikan doa serta dukungan kepada penulis untuk
menyelesikan skripsi ini.
11. Sahabat-sahabatku, Roma Kasihta Sinaga, Elmariani Malau, Nurul K.S
Saragih, Nanda R.F Dalimunthe, Ramika Dewi Saragih, Devi Windu Saragih,
dan semua teman-teman seperjuangan stambuk 2009 yang telah memberikan
motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.
12. Teman-teman PPL SMA TELADAN Pematangsiantar (Anni, Ebta, Mardi)
dan teman-teman kos ku ex-87 (Melda, K’Evina, K’Prima) yang memberikan
dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat untuk
menambah wawasan serta pengetahuan pembaca.


Medan, Agustus 2013
Penulis,

Rahyu Swisty Sipayung

DAFTAR ISI

Hal
ABSTRAK

...........................................................................................

KATA PENGANTAR

i

........................................................................

ii


DAFTAR ISI ...........................................................................................

v

DAFTAR TABEL ..................................................................................

viii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................

1

1.2 Identifikasi Masalah ................................................................

4

1.3 Pembatasan Masalah ...............................................................

4


1.4 Rumusan Masalah ...................................................................

5

1.5 Tujuan Penelitian ...................................................................

5

1.6 Manfaat Penelitian ...................................................................

6

BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Latar Belakang Penyajian Makanan Adat

...................

7


2.1.2 Makna yang terkandung dalam Makanan Adat ..............

8

2.2 Kerangka Teori
2.2.1 Kebudayaan ...................................................................

9

2.2.2 Wujud Kebudayaan .......................................................

9

2.2.3 Simbol ...........................................................................

11

2.2.4 Adaptasi ........................................................................


12

2.3 Kerangka Konsep
2.3.1 Makanan Adat ..............................................................

13

2.3.2 Dayok binatur ................................................................

14

2.3.3 Masyarakat Simalungun ................................................

14

2.3.4 Adat Istiadat ..................................................................

15

i


2.3.5 Falsafah ........................................................................

15

2.3.6 Nilai ...............................................................................

16

2.4 Kerangka Berpikir ...................................................................

16

BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian ........................................................................

18

3.2. Lokasi Penelitian ...................................................................


18

3.3 Subjek dan Objek Penelitian
3.3.1 Subjek Penelitian ............................................................

19

3.3.2 Objek Penelitian .............................................................

19

3.4 Teknik Pengumpulan Data .......................................................

20

3.5 Teknik Analisis Data ...............................................................

23

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian .....................................................

26

4.1.1 Kampung Jawa ..............................................................

28

4.1.2 Sejarah Kampung Jawa .................................................

30

4.2 Etnis Simalungun

..................................................................

4.2.1 Sejarah Suku Simalungun

32

..........................................

32

4.2.2 Nama Simalungun

......................................................

33

4.2.3 Orang Simalungun

......................................................

33

4.2.4 Karakter Orang Simalungun ..........................................

34

4.2.5 Sosial Budaya Masyarakat Simalungun .........................

35

4.3 Dayok Binatur ..........................................................................

36

4.4 Latar Belakang Penyajian dayok binatur sebagai
Makanan Adat Masyarakat Simalungun

...............................

38

4.4.1 Acara/ Perayaan yang menyajikan dayok binatur ..........

40

ii

4.4.2 Cara pembuatan dayok binatur ......................................

41

4.4.3 Makanan pelengkap dayok binatur ...............................

43

4.5 Nilai yang terkandung dalam dayok binatur ...........................

44

4.5.1 Jenis ayam yang digunakan untuk membuat
dayok binatur .................................................................

48

4.5.2 Keunikan dayok binatur .................................................

50

4.6 Makna yang terkandung dalam dayok binatur .........................

50

4.6.1 Susunan bagian tubuh dayok binatur .............................

52

4.6.2 Dayok binatur dan mitosnya ...........................................

54

4.7 Pesan dan petuah melalui penyajian dayok binatur .................

55

4.7.1 Kegunaan dayok binatur ................................................. 57
4.7.2 Posisi tubuh saat memberi dan menerima
dayok binatur .................................................................

58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ................................................................................

59

5.2 Saran .......................................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................
LAMPIRAN ............................................................................................

iii

Daftar Tabel
Tabel 1. Jumlah Penduduk Kabupaten Simalungun ................................

26

Tabel 2. Persentasi Penduduk Kampung Jawa berdasarkan Agama ........

29

Tabel 3. Sarana Kesehatan di Kampung Jawa ........................................

30

iv

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap suku bangsa pastinya memiliki perayaan-perayaan adatnya masingmasing. Dalam setiap perayaan adat tersebut satu hal yang tidak dapat
ditinggalkan adalah adanya penyajian makanan adat. Setiap perayaan adat kurang
lengkap rasanya apabila tidak menyajikan makanan, secara khusus makanan adat.
Secara sederhana, makanan adat dapat diartikan sebagai makanan yang disajikan
atau disuguhkan sewaktu dilaksanakannya upacara adat. Atau dapat pula
dikatakan sebagai makanan khas atau makanan tradisional dari suatu suku/ etnis
yang biasanya dijadikan sebagai suatu lambang atau memiliki arti khusus yang
biasanya digunakan pada upacara adat dari suku yang bersangkutan. Dikatakan
khas, berarti makanan tersebut memiliki keunikan tersendiri, baik dari segi bentuk
hidangan, rasa, atau bahan baku untuk membuatnya. Tentunya makanan adat
tersebut memiliki makna dan nilai yang dijadikan sebagai pedoman dan harapan
bagi masyarakat yang menggunakannya.
Pada suku Batak Toba misalnya, mereka mempunyai makanan adat yaitu
Dekke naniarsik (ikan mas arsik) atau dekke naniura. Dekke dalam bahasa
Indonesia berarti “ikan”. Tentunya ikan mempunyai makna khusus bagi
masyarakat Batak Toba sehingga dijadikan sebagai makanan adat. Mulai dari
kelahiran, menikah, hingga meninggal, bagi masyarakat Batak Toba masingmasing memiliki prosesi yang wajib untuk dilaksanakan. Pada prosesi ini ada

1

pesan adat yang harus disampaikan. Dan dekke na niarsik atau ikan mas arsik
adalah wujud nyatanya. Yakni sebuah hidangan khas Batak Toba yang menjadi
simbol berkat (pasu-pasu) kehidupan. Bila jumlah ikan yang akan diberikan lebih
dari satu, maka semua ikan harus dibariskan sejajar. Dalam bahasa Batak disebut
dekke si mudur-udur, keluarga yang menerima ikan ini diharapkan dapat berjalan
sejajar atau beriringan menuju arah dan tujuan yang sama. Sehingga bila ada
permasalahan dan rintangan yang menghalangi dapat diselesaikan secara bersama
oleh setiap anggota keluarga.
Pada Suku Karo makanan khas yang dapat kita temukan adalah terites.
Terites adalah sejenis makanan yang bahan dasarnya diambil dari lambung kedua
sapi, masyarakat Karo sering menyebutnya lembu, dan dalam istilah biologinya
dikenal dengan istilah rumen. Namun, pada masyarakat Karo disebut dengan tuka
si peduaken (usus nomor dua). Makna terites pada masyarakat Karo adalah semua
keluarga diharapkan untuk saling membantu dan dapat mempererat hubungan.
Hal ini didasarkan bahwa dari dulu lembu atau sapi adalah barang mahal yang jika
hanya seorang saja yang menyandang dana maka akan susah untuk membelinya.
Oleh karena itu, ketika semua keluarga besar berkumpul maka dana (biaya) akan
cukup untuk memotong lembu dan membuat terites tersebut. Jadi dengan
demikian terites secara tidak langsung telah membuat hubungan semakin erat
dalam keluarga mereka dan sesama keluarga saling menolong/ membantu untuk
mencukupi dana yang besar tadi.
Demikian pula pada masyarakat Simalungun. Suku Simalungun juga
mempunyai makanan adat, yaitu yang dikenal dengan Dayok binatur/ Dayok
2

Naniatur. Dayok Binatur adalah sajian masakan yang terbuat dari daging ayam.
Dayok Binatur disamping berfungsi sebagai lauk makanan tetapi memiliki fungsi
yang sangat penting bagi masyarakat Simalungun khususnya. Dayok binatur
adalah makanan yang paling sering dijumpai di daerah Simalungun dan dijadikan
sebagai makanan adat Simalungun. Dayok binatur ini selalu disajikan dalam
setiap upacara adat Simalungun.
Pada upacara adat (ritual) masyarakat suku Simalungun, baik yang berkaitan
dengan acara suka maupun duka dayok binatur tidak pernah dilupakan. Karena
dalam setiap perayaan adat Simalungun apabila tidak menyajikan dayok binatur
ini dianggap kurang sah.

Bahkan tidak hanya sekedar dalam upacara adat,

perayaan-perayaan biasa pun seperti perayaan ulang tahun, perayaan malua (naik
sidi), babtisan, memasuki rumah baru, dan syukuran-syukuran biasa juga
menggunakan dayok binatur tersebut.
Sebagaimana pada suku-suku lainnya, tentunya penyajian ayam (dayok)
sebagai makanan adat bagi suku Simalungun diperkirakan memiliki nilai yang
mengandung makna, harapan-harapan, dan pesan (petuah) tersendiri. Untuk
itulah, peneliti merasa perlu dan tertarik untuk meneliti falsafah ayam bagi
masyarakat Simalungun sehingga penyajiaanya sebagai makanan adat dianggap
sangat penting. Adapun judul penelitian ini adalah “FALSAFAH DAYOK
BINATUR PADA MASYARAKAT SIMALUNGUN (Studi di Pematang
Raya, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun)”

3

1.2 Identifikasi Masalah
1. Latar belakang penyajian dayok binatur sebagai makanan adat bagi
masyarakat Simalungun.

2. Makna yang terkandung dalam penyajian dayok binatur sebagai makanan
adat Simalungun.
3. Nilai yang terkandung dalam penyajian ayam (dayok) sebagai makanan
adat Simalungun.
4. Pesan, petuah, dan harapan yang diperoleh dari penyajian dayok binatur
bagi masyarakat Simalungun.
5. Keunikan penyajian makanan adat berupa dayok binatur pada masyarkat
Simalungun.
6. Fungsi dan tujuan diberikannya dayok binatur (manurduk)

kepada

keluarga yang melaksanakan perayaan adat.
1.3 Pembatasan Masalah
1. Latar belakang penyajian dayok binatur sebagai makanan adat pada
masyarakat Simalungun.
2. Nilai dan makna yang terkandung dalam dayok binatur bagi masyarakat
Simalungun.
3. Pesan dan petuah yang diperoleh dari penyajian dari dayok binatur bagi
masyarakat Simalungun.

4

1.4 Rumusan Masalah
1. Bagaimana latar belakang penyajian dayok binatur sebagai makanan adat
masyarakat Simalungun?
2. Nilai dan makna apa yang terkandung dalam penyajian dayok binatur pada
masyarakat Simalungun ?
3. Apa pesan dan petuah yang disampaikan melalui penyajian dayok binatur
bagi masyarakat Simalungun?
1.5 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Mengkaji makna dan nilai yang terkandung dalam dayok binatur sehingga
dijadikan sebagai makanan adat bagi suku Simalungun.
2. Mengetahui alasan suku Simalungun menggunakan ayam sebagai
makanan adat, tidak menggunakan hewan lain.
3. Mengetahui kriteria atau jenis-jenis ayam yang boleh digunakan untuk
membuat dayok binatur.
4. Mengetahui kegunaan dan jenis-jenis dayok binatur

pada masyarakat

Simalungun.
5. Mengetahui pesan moral yang diperoleh melalui penyajian dayok binatur.
6. Mengetahui cara pembuatan dayok nabinatur dan tampilan dari dayok
binatur tersebut.
7. Mengetahui susunan bagian tubuh pada dayok binatur dan tampilan dari
dayok binatur

5

1.6 Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan kepada
perkembangan ilmu Antropologi pada umumnya dan perkembangan
budaya Simalungun khususnya.
2. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan memperkaya
wawasan para pembaca.
3. Melalui penelitian ini kita dapat semakin mengenal kebudayaan kita,
memiliki kesadaran untuk mau menjaga dan mau melestarikan kebudayaan
tersebut.
4. Sebagai sumber perbandingan bagi penulis lainnya yang bermaksud
melakukan penelitian dengan permasalahan yang sama.

6

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dayok binatur adalah makanan adat masyarakat Simalungun. Dayok
biantur ini merupakan makanan yang unik, yaitu dapat kita lihat dari bentuknya.
Dayok binatur ini terbuat dari ayam yang dipotong-potong dan disusun kembali
selayaknya ayam hidup di atas sebuah pinggan (sapah). Penyajian dayok binatur
pada masyarakat Simalungun telah dilaksanakan dari zaman dahulu hingga saat
ini. Penyajian dayok binatur sebagai makanan adat oleh masyarakat Simalungun
pada awalnya adalah karena pada zaman kerajaan dahulu masyarakat Simalungun
tidak mengenal ternak babi, sehingga ayam lah yang dijadikan sebagai makanan
adat. Selain itu, alasan lain mengapa masyarakat Simalungun menggunakan ayam
adalah karena adanya ketertarikan masyarakat Simalungun pada ritme kerja ayam
khususnya ayam jantan yang cekatan dan teratur dalam bekerja yang patut
diteladani dan dijadikan sebagai contoh.
Dayok binatur ini dijadikan sebagai makanan adat Simalungun memiliki
nilai-nilai yang terkandung didalamnya, yaitu supaya umat manusia mengetahui,
memahami, dan melaksanakan dalam hidupnya pesan Tuhan melalui “ayam”
ciptaan-Nya. Artinya, dayok binatur ini memberikan makna dalam kehidupan
masyarakat Simalungun yang dapat kita lihat dari cara hidup “ayam”. Karena ada
beberapa sifat dan prinsip ayam yang pantas untuk ditiru oleh manusia. Mulai dari
saat induk ayam yang mengerami telurnya yang menggambarkan ketekunan dan

kedisiplinan. Saat induk ayam membesarkan anaknya yang menggambarkan kerja
keras dan rela berkorban. Pada saat ayam jantan berkokok menggambarkan suatu
pesan untuk menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya. Dan saat ayam jantan
berkokok kepalanya selalu diangkat keatas yaitu menggambarkan agar kita selalu
melihat dan mengusahakan hari esok yang lebih baik dan lebih cerah dengan
bekerja keras dan giat untuk menggapainya.
Makna yang dapat diperoleh melalui penyajian dayok binatur ini adalah
Hot ma bani hundulanmu janah pongkut horjahon nolihmu. Artinya, tempati
posisimu dan laksanakan penuh tugasmu. Maksudnya, setiap posisi memiliki
tugas dan fungsi masing-masing. Oleh karena itu, kita harus melaksanan semua
tugas dan tanggung jawab yang kita emban sesuai dengan posisi kita tersebut.
Tidak perlu ikut mencampuri urusan orang lain yang hanya akan membawa
masalah bagi diri sendiri dan orang lain.
Penyajian dayok binatur bermaksud untuk menyampaikan suatu pesan
atau petuah kepada orang yang akan diberikan makanan (dayok binatur) tersebut.
Pesan dan petuah yang diberikan berupa petuah yang sangat berharga dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, yaitu agar hati, pikiran, dan kehidupan
kita teratur selayaknya dayok binatur tersebut dan agar kita dapat bertumbuh,
tangguh, dan ulet. Pesan dan petuah yang selalu disampaikan melalui penyajian
dayok binatur adalah Ase lambin taratur ma tene pargoluhanta haganupan
hunjon hujanan songon paraturni Dayok Nabinatur on. (Kiranya semakin
teraturlah kehidupan kita semua seperti teraturnya dayok binatur ini).

5.2 Saran
Dayok binatur merupakan makanan adat masyarakat Simalungun yang
memiliki

makna-makna

dan

nilai-nilai

luhur.

Hendaknyalah

kita

ikut

melaksanakan nilai-nilai luhur tersebut dengan harapan agar hati, pikiran, dan
kehidupan kita menjadi teratur sampai di kemudian hari seperti teraturnya dayok
binatur tersebut.
Bagi setiap masyarakat sepatutnyalah kita mengenal dan melestarikan
segala kebudayaan dari suku kita masing-masing. Terlebih bagi generasi muda,
janganlah kita terlena dengan kemajuan zaman yang begitu canggih dan
melupakan kebudayaan daerah kita. Marilah kita ikut untuk mengupayakan
pelestarian kebudayaan demi kemajuan bangsa kita.

DAFTAR PUSTAKA

Danandjaja, James. 1986. Folklore Indonesia. Jakarta: Pustaka Grafitipers
Ihromi, T. O. 2006. Pokok – Pokok Antropologi Budaya. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
2004. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan.
Moleong, Lexy. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
PMS, 2002. Adatni Simalungun. Pematangsiantar: Presidium PMS
Saifuddin, Ahmad Fedyani. 2006. Antropologi Kontemporer: Suatu Pengantar Kritis
Mengenai Paradigma. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Saragih, Sortaman. 2008. Orang Simalungun. Jakarta: CV CITAMA VOGORA.
Spradley, James. 2006. Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana
Stefana, Juliati. 2010. Skripsi MAKNA TANDA DALAM DAYOK BINATUR. Medan:
Departemen Sastra Universitas Sumatera Utara.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta
Sumbayak, Japiten. 2001. Refleksi Habonaron Do Bona Dalam Adat Budaya
Simalungun. Pematangraya.
Susilo, Rachmad K. Dwi. 2008. 20 Tokoh Sosiologi. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Suyono, Ariyono dan Aminuddin Siregar. 1985. Kamus Antropologi. Jakarta:
Akademika Pressindo.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.

INTERNET
Arini, Pipit. 2013. “Skripsi MAKANAN ADAT PADA UPACARA PERKAWINAN DI
DESA SUNGAI JAMBU KECAMATAN KAYU ARO KABUATEN KERINCI
PROPINSI JAMBI” dalam http:// ejournal.unp.ac.i,d/index.php/jhet/article/.../955.pdf
http://digilib.unimed.ac.id/jurnal-variasi-keunikan-dan-ragam-makananan-adat-etnisbatak-simalungun-suatu-kajian-prospek-etnobotani-21373.html
http://etnobudaya.net/2008/01/28/adaptasi-dalam-anthropologi/
http://digilib.unimed.ac.id/UNIMED-Journal--55/21373
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29034/4/Chapter%20II.pdf
http://yogi-isk.blogspot.com/2011/10/pengertian-arti-makanan-tradisional.html