TRADISI MAMBERE TUNGKOT DAN DUDA-DUDA PADA ETNIS SIMALUNGUN DI PEMATANG RAYA KECAMATAN RAYA KABUPATEN SIMALUNGUN.

(1)

TRADISI MAMBERE TUNGKOT DAN DUDA-DUDA PADA ETNIS SIMALUNGUN DI PEMATANG RAYA KECAMATAN RAYA

KABUPATEN SIMALUNGUN

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh: Desy Girsang Nim: 3101122204

PROGRAM STUDI

PENDIDIKAN ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

i ABSTRAK

DESY GIRSANG, NIM: 3101122204, TRADISI MAMBERE TUNGKOT DAN DUDA-DUDA PADA ETNIS SIMALUNGUN DI PEMATANG RAYA KECAMATAN RAYA KABUPATEN SIMALUNGUN, FAKULTAS ILMU SOSIAL, UNIVERSITAS NEGERI MEDAN, 2014.

Pembimbing: Dra. Trisni Andayani, M.Si

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran Tolu Sahundulan dan Lima Saodoran dalam proses pelaksanaan tradisi mambere tungkot dan duda-duda dengan mengambil daerah penelitian di Pematang Raya Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk memahami dan menafsirkan makna dari suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia sehingga dapat memberikan gambaran sistematis. Penelitian ini memakai subjek dan objek penelitian sebagai pengganti dari sampel dan populasi. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi dan studi pustaka.

Hasil penelitian ini adalah bahwa tradisi mambere tungkot dan duda-duda merupakan suatu upacara adat yang diberikan oleh anak dan cucu kepada orang tua yang sudah layak disebut sayur matua. Upacara ini bertujuan untuk memberikan penghormatan kepada orang tua serta sebagai salah satu wujud balas jasa anak (niombah )terhadap orang tua serta cucu terhadap ompung/tutua. Pelaksanaan upacara adat ini tidak terlepas dari berbagai macam simbol, yakni simbol sebagai suatu pertanda dan simbol sebagai suatu harapan.

Tolu Sahundulan dan Lima Saodoran sebagai sistem kekerabatan etnis Simalungun mempunyai peranan penting dalam kehidupan etnis Simalungun, khususnya dalam adat istiadat. Tolu sahundulan dan Lima Saodoran dipandang sebagai suatu struktur yang dapat menjelaskan peran setiap masyarakat dalam adat istiadat. Struktur yang ada dalam Tolu Sahundulan dan Lima Saodoran bersifat dinamis, artinya posisi dan peran setiap struktur dapat berubah sesuai dengan acara adat yang diikuti.

Tolu Sahundulan terdiri dari tondong, boru, dan sanina. Sedangkan Lima Saodoran merupakan pengembangan dari Tolu Sahundulan yang terdiri dari tondong, tondong ni tondong, boru, boru ni boru (anak boru mintori), dan suhut. Setiap elemen dalam tolu sahundulan dan lima saodoran mempunyai tugas dan tanggungjawab masing-masing. Suatu acara adat tidak akan bisa terlaksana dengan baik tanpa kehadiran dan peran serta dari tolu sahundulan dan lima saodoran.

Tondong berperan sebagai penasehat (pangalopan podah). Boru bertugas untuk mempersiapkan segala keperluan dalam pelaksanaan adat dari awal sampai akhir (pangalopan gogoh). Sedangkan sanina berperan sebagai kerabat untuk

bermusyawarah dengan penyelenggara upacara adat/pihak hasuhuton

(pangalopan riah).

Kata Kunci: Tolu Sahundulan dan Lima Saodoran, Tradisi Mambere Tungkot dan Duda-duda.


(7)

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan penyertaanNya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Tradisi Mambere Tungkot dan Duda-duda pada Etnis Simalungun di

Pematang Raya Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun”.

Penulis juga tidak lupa menyampaikan rasa terimakasih bagi pihak-pihak yang telah memberikan motivasi maupun kontribusi bagi penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini . Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada :

1. Rektor Universitas Negeri Medan, Prof. Dr. Ibnu Hajar Damanik, M.Si

2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial, Dr. Restu, MS beserta jajarannya yang telah memberikan segala kemudahan dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Ketua Jurusan Program Studi Pendidikan Antropologi, Ibu

Dra.Puspitawati, M.Si yang telah memberikan fasilitas dan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Dra. Trisni Andayani, M.Si selaku Dosen Pembimbing penulis yang telah membimbing dan memberikan banyak masukan, arahan dan nasihat kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak Bakhrul Khair Amal, M.Si selaku Dosen Pembimbing

Akademik penulis yang telah memberikan masukan dan motivasi selama proses penyelesaian skripsi ini.


(8)

iii

6. Bapak Drs. Tumpal Simarmata, M.Si dan Bapak Erond L Damanik,

M.Si sebagai dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan dalam perbaikan dan penyelesaian skripsi ini.

7. Teristimewa kepada keluarga tercinta, Ayahanda J. Girsang dan Ibunda M. Saragih yang telah memberikan motivasi yang tidak terhitung baik secara materi maupun nonmateri sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini, serta adik-adikku tersayang Abdul Gani Girsang, Wella Citra Niu Sari Girsang dan Mira Harta Girsang yang selalu memberikan semangat kepada penulis.

8. Bapak Jonni Wansen Purba selaku Kepala Lurah Pematang Raya yang telah memberikan izin penelitian dalam penyelesaian skripsi ini. 9. Bapak Djapaten Purba, BME dan Ompung Drs. Japiten Sumbayak

sebagai informan kunci penulis, yang telah memberikan waktunya untuk bercerita panjang lebar guna melengkapi data skripsi ini.

10.Ompung L. Saragih, Ompung K. Saragih yang telah bersedia untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan mengenai skripsi ini, serta yang telah menyediakan penginapan kepada penulis selama penelitian. 11.Bapak J.Purba dan Ibu N.Purba yang telah membantu penulis untuk

mendapatkan data tentang Pematang Raya serta yang telah menunjukkan informan yang tepat kepada penulis.

12.Tulang M. Siamnjuntak dan Nantulang M. Nainggolan sebagai bapak dan ibu kost penulis selama 4 tahun serta teman-teman kost 11, terimakasih atas dukungannya.


(9)

iv

13.Teman terbaikku Damayanti Purba, teman seperjuanganku Sosial 1 dan Ibu R. Sitanggang sebagai Guru Sosiologi penulis ketika SMA yang selalu menyemangati penulis serta yang selalu menanyakan kapan wisuda, sehingga penulis selalu termotivasi dalam penyelesaikan skripsi ini.

14.Teman-teman seperjuanganku “Bagudung CS” Risnawati Sembiring, Lamria Simamora dan Tiomahita Sinaga yang saling mengingatkan dan saling mendukung, serta teman-teman Antropologi 2010.

15.Teman-teman PPL-T SMA N 5 Pematang Siantar, penghuni Posko Impian tercinta, yang saling mendukung dan menyemangati.

16.Hetti Mirayani Girsang, Frisyando Girsang dan Dahlia Saragih yang mengantar dan menemani penulis dalam melakukan penelitian guna penyelesaian skripsi ini, serta kepada pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga Tuhan membalas kebaikan kalian serta diberikan berkat dan rahmatNya.

Pada akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritikan yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Juli 2014 Penulis

Desy Girsang NIM : 3101122204


(10)

v DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Identifikasi Masalah ... 4

1.3Pembatasan Masalah ... 4

1.4Rumusan Masalah ... 5

1.5Tujuan Penelitian ... 5

1.6Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORITIS 2.1 Kajian Pustaka ... 7

2.2 Kerangka Teori ... 8

2.2.1 Kebudayaan ... 8

2.2.2 Unsur Kebudayaan... 10

2.2.3 Nilai Budaya ... 10

2.2.4 Upacara Adat... 11

2.2.5 Makna Simbolik... 12


(11)

vi

2.2.7 Sosiolinguistik... 15

2.3 Kerangka Konseptual ... 17

2.3.1 Tradisi ... 17

2.3.2 Etnis Simalungun ... 19

2.4 Kerangka Berfikir ... 22

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian... 24

3.2 Subjek dan Objek Penelitian... 24

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 25

3.3.1 Wawancara ... 25

3.3.2 Observasi ... 26

3.3.3 Studi Pustaka ... 27

3.4 Teknik Analisis Data ... .27

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 29

4.1.1 Kondisi Geografis Penelitian ... 29

4.1.1.1 Letak dan Luas Daerah ... 29

4.1.1.2 Perkantoran dan Sarana Sosial ... .30

4.1.1.3 Keadaan Tanah ... 32

4.1.2 Kondisi Demografis ... 33

4.1.2.1 Jumlah Penduduk ... 33


(12)

vii

4.1.3 Kondisi Sosial Budaya ... 37

4.4 Tujuan Pelaksanaan Tradisi ... 38

4.5 Makna Simbol dalam Pelaksanaan Tradisi... 40

4.6 Peran Tolu Sahundulan dan Lima Saodoran... 50

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 75

5.2 Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Lingkungan dan Nama Kepala Lingkungan ... 30

Tabel 2. Sarana Peribadatan, Sekolah dan Kantor Lainnya ... 31

Tabel 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama ... 33

Tabel 4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 35


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Cara Menghias Tungkot ... 42 Gambar 2. Duda-duda dan Bajut ... 45 Gambar 3. Ompung dan Tutua yang Menerima Tungkot dan Duda-duda ...54


(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, yang memiliki keberagaman budaya, suku, ras, agama dan lain-lain. Keberagaman yang dimiliki suatu bangsa dapat dijadikan sebagai kekayaan dan keindahan bangsa itu sendiri.

Di Sumatera Utara terdapat banyak suku bangsa, diantaranya adalah suku Batak. Suku Batak mempunyai sub-sub yaitu Karo, Simalungun, Pakpak, Toba, Angkola dan Mandailing (Koentjaraningrat, 2007:94-95). Setiap suku bangsa mempunyai kebudayaan atau tradisi yang khas. Kebudayaan yang khas tersebut merupakan suatu penanda/identitas suku bangsa tertentu terhadap suku bangsa lain. Salah satu tradisi yang dimaksud adalah mengenai ritual (upacara adat) dalam siklus hidup.

Secara garis besar, siklus hidup manusia ada 5 yaitu lahir (masa kanak-kanak), masa dewasa dan pertunangan, perkawinan (membentuk keluarga baru), membina keluarga yang berdiri sendiri, dan masa tua (Ihromi, 2006:144-154). Namun dalam siklus yang lima ini, terdapat banyak ritual-ritual yang dilakukan secara bertahap. Misalnya pada suku Simalungun, yaitu dimulai dengan tardidi, manaksihon, marhajabuan, mambere tungkot pakon duda-duda dan diakhiri dengan upacara kematian (marujung goluh). Setiap satu jenis ritual juga masih mempunyai banyak tahap atau proses yang panjang.

Pada hakikatnya setiap suku bangsa ingin melestarikan budayanya. Pelestarian budaya merupakan salah satu upaya penguatan identitas. Hanya saja


(16)

2

dalam pelaksanaannya, mereka sering terbentur pada ekonomi atau keuangan mereka. Misalnya tradisi mambere tungkot (memberi tongkat) dan duda-duda (alat penghalus sirih). Mambere tungkot berarti memberikan tongkat kepada orang tua laki-laki/ompung dalahi, sedangkan mambere duda-duda berarti memberikan alat penghalus sirih kepada orang tua perempuan/ompung naboru/tutua (PMS, 2008:79).

Mambere tungkot pakon duda-duda aima horja adat na idalankon anggo domma marrumah tangga ganup niombah janah marpahoppu humbanni niombah ganup. Tujuanni horja on aima pasangapkon orang tua (PMS, 2008:79)

Terjemahan bebas:

mambere tungkot dan duda-duda adalah salah satu adat yang dilakukan apabila semua anak-anaknya sudah menikah dan mempunyai cucu dari anak-anaknya itu. Tujuan dari upacara adat ini adalah untuk memberi penghormatan dan rasa syukur oleh putera-puteri kepada orangtuanya. Jadi tradisi mambere tungkot dan duda-duda diartikan sebagai kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat yang diturunkan dari nenek moyang, yakni memberikan tongkat dan alat untuk menghaluskan sirih kepada orang tua yang telah selesai melaksanakan tugasnya (sayur matua), khususnya dalam bidang adat. Ketika sekelompok orang melaksanakan tradisi mambere tungkot dan duda-duda dengan melibatkan masyarakat setempat maka mereka sudah berjasa dalam upaya pelestarian budaya itu sendiri. Secara tidak sengaja mereka telah memberikan pengetahuan tentang tradisi tersebut kepada orang lain.

Masyarakat Simalungun tinggal dan menetap diberbagai daerah (desa), khususnya di kabupaten Simalungun, seperti di desa Dolok Saribu, Tiga Runggu, Tigaras, Parapat, Seribu Dolok, Pematang Raya, Sindar Raya, Marjandi dan lain


(17)

3

sebagainya. Pada setiap daerah seperti yang disebutkan diatas, masyarakat Simalungun tentunya berbaur dengan suku bangsa lain. Artinya bahwa penghuni daerah tersebut tidaklah bersifat homogen, melainkan heterogen.

Sekelompok masyarakat yang menetap disebuah daerah tentunya mempunyai latarbelakang dan budaya yang berbeda-beda, misalnya dilihat dari segi suku, agama, bahasa dan lain-lain. Atau lebih jelasnya telihat dari perbedaan ketujuh unsur kebudayaan seperti yang dikemukakan oleh C.Kluckhon (dalam Soekanto, 1990:192-193), yaitu sistem peralatan dan perlengkapan hidup, sistem religi, bahasa dan lain-lain.

Pematang Raya merupakan salah satu daerah yang penduduknya dominan suku Simalungun, yang sangat menjunjung tinggi nilai budaya. Kebudayaan masyarakat Simalungun didaerah tersebut masih kental. Hal tersebut terlihat dari kebiasaan masyarakat dalam melaksanakan tradisi-tradisi yang diturunkan oleh nenek moyang mereka.

Seiring dengan perkembangan zaman, banyak suku-suku bangsa diberbagai daerah (khususnya diperkotaan) yang tidak melaksanakan tradisinya lagi. Namun, suku Simalungun yang berdomisili di Pematang Raya masih tetap melaksanakan tradisi-tradisi yang mereka anut, seperti tradisi mambere tungkot dan duda-duda.

Dengan melihat kenyataan yang demikian, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian didaerah tersebut. Peneliti ingin mengetahui lebih dalam tentang “Tradisi Mambere Tungkot dan Duda-duda pada Etnis Simalungun di Pematang Raya Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun”.


(18)

4

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan dalam upaya memudahkan penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

1. Tujuan tradisi mambere tungkot dan duda-duda pada etnis Simalungun.

2. Makna simbol dalam tradisi mambere tungkot dan duda-duda pada etnis Simalungun.

3. Peran tolu sahundulan dan lima saodoran dalam proses pelaksanaan tradisi mambere tungkot dan duda-duda serta pada etnis Simalungun.

4. Tradisi mambere tungkot dan duda-duda pada etnis Simalungun.

1.3 Pembatasan Masalah

Agar masalah yang diteliti lebih jelas dan terarah maka perlu adanya pembatasan masalah, yaitu:

“Tradisi Mambere Tungkot dan Duda-duda pada Etnis Simalungun (Studi di


(19)

5

1.4 Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apa tujuan tradisi mambere tungkot dan duda-duda pada etnis Simalungun?

2. Apa makna simbol dalam tradisi mambere tungkot dan duda-duda pada etnis

Simalungun?

3. Bagaimana peran tolu sahundulan dan lima saodoran dalam proses

pelaksanaan tradisi mambere tungkot dan duda-duda pada etnis Simalungun?

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui tujuan tradisi mambere tungkot dan duda-duda pada etnis Simalungun.

2. Untuk mengetahui makna simbol yang digunakan dalam tradisi mambere tungkot dan duda-duda pada etnis Simalungun.

3. Untuk mengetahui peran tolu sahundulan dan lima saodoran dalam proses pelaksanaan tradisi mambere tungkot dan duda-duda pada etnis Simalungun.


(20)

6

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang akan diperoleh dari pelaksanaan penelitian ini adalah:

1. Secara Teoritis

Penelitian ini dapat berguna untuk menambah wawasan dan pengetahuan peneliti maupun masyarakat (etnis Simalungun maupun etnis lain), mengenai tradisi mambere tungkot dan duda-duda pada etnis Simalungun.

2. Secara Praktis

Penelitian ini dapat berguna untuk memberikan masukan dan bahan perbandingan bagi peneliti selanjutnya, mengenai tradisi mambere tungkot dan duda-duda pada etnis Simalungun.


(21)

75 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu sebagai berikut:

1. Upacara adat mambere tungkot dan duda-duda merupakan upacara adat yang terakhir kalinya diberikan kepada orang tua yang masih hidup dan layak dikatakan sayur matua. Upacara adat ini bertujuan untuk memberikan penghormatan kepada orang tua yang sudah layak dikatakan sayur matua. Selain itu, upacara adat ini juga merupakan salah satu wujud balas jasa anak (niombah) kepada orang tuanya serta cucu kepada ompung/tutua.

2. Pelaksanaan tradisi mambere tungkot dan duda-duda tidak terlepas dari berbagai macam simbol. Masing-masing simbol yang digunakan dalam tradisi mambere tungkot dan duda-duda tersebut mempunyai makna. Makna yang dimaksud bisa berupa suatu pertanda dan juga sebagai suatu harapan. Selain itu, simbol juga dapat dijadikan sebagai alat untuk berinteraksi antar kerabat.

3. Tolu sahundulan dan lima saodoran tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sosial budaya etnis Simalungun. Tolu sahundulan dan lima saodoran mempunyai peran yang sangat penting dalam acara adat sehingga kehadiran dan kerjasama dari tolu sahundulan dan lima saodoran tersebut sangatlah diharapkan. Struktur dalam tolu sahundulan dan lima saodoran


(22)

76

menentukan posisi serta tanggung jawab seseorang dalam upacara adat. Ada istilah yang menunjukkan peran setiap elemen tolu sahundulan dan lima saodoran, yaitu tondong pangalopan podah, sanina pangalopan riah dan boru pangalopan gogoh. Dalam upacara adat mambere tungkot dan duda-duda, tondong berperan sebagai pemberi nasehat kepada Ompung/Tutua (pihak hasuhuton), sanina berperan sebagai kerabat untuk bermusyawarah atau bertukar pikiran, dan boru berperan untuk mempersiapkan segala keperluan dalam acara adat. Boru merupakan elemen penting yang dibutuhkan dari segi waktu dan tenaganya. Struktur tolu sahundulan tidak hanya berperan ketika pelaksanaan adat mambere tungkot dan duda-duda saja, tetapi tolu sahundulan dan lima saodoran ini berperan dari awal sampai akhir pelaksanaan adat. Status atau kedudukan dari tolu sahundulan dan lima saodoran akan selalu berubah dalam setiap acara adat. Kedudukan sebagai tondong bisa berubah menjadi boru, tergantung pada pihak yang melaksanakan acara adat, acara adat apa yang dilakukan dan seterusnya. Selain tolu sahundulan dan lima saodoran, terdapat elemen lain yang mempunyai peran sangat penting dalam acara adat, yaitu anak boru jabu dan sanina jabu. anak boru jabu bertanggung jawab dalam setiap keperluan acara adat, sedangkan sanina jabu memandu jalannya acara adat.


(23)

77

5.2Saran

Adapun yang menjadi saran dalam penelitian ini, yaitu:

1. Adat istiadat etnis Simalungun perlu disosialisasikan kepada para generasi muda, sehingga para generasi muda mengetahui adat istiadat yang berlaku pada etnisnya, khususnya yang berkaitan dengan ritus-ritus dalam siklus hidupnya.

2. Pemahaman tentang tolu sahundulan dan lima saodoran perlu

disosialisasikan kepada masyarakat khususnya para generasi muda, sehingga mereka bisa memposisikan diri dalam adat istiadat sesuai dengan status atau kedudukan yang disandangnya. Apabila seseorang sudah mengetahui posisi/kedudukannya maka seseorang tersebut akan mengetahui peran dan tanggung jawabnya dalam sebuah upacara adat. Sangat ironis apabila seseorang tidak mengetahui posisi/kedudukan dan perannya ketika mengikuti suatu upacara adat.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang tradisi ini, sehingga bisa memberikan kesempurnaan terhadap penelitian ini dan juga bisa memberikan pemahaman yang mendalam kepada setiap pembaca (khususnya masyarakat Simalungun) mengenai tradisi ini.

4. Diharapkan agar para generasi muda Simalungun dapat mengungkap serta mengembangkan tentang adat budaya Simalungun. Dengan demikian adat budaya Simalungun akan tetap lestari dan dapat dikenal oleh etnis lain.


(24)

DAFTAR PUSTAKA

Agustono, Budi dkk. 2012. Sejarah Etnis Simalungun. Pematang Raya: Bugin, Burhan. 2011. Penelitian Kualitatif. Jakarta:Prenada Media.

Damanik, Jansen. 2003. Adat Istiadat dan Kekhasan Budaya Simalungun.Jakarta:Bumi Putra.

Dietrich Jansen, Arlin. 2003. Gondrang Simalungun: Struktur dan Fungsinya Bagi Masyarakat Simalungun. Medan: Bina Media.

Geertz, Clifford. 2000. Tafsir Kebudayaan. Yokyakarta: Kanisius.

Goodman dan Ritzer. 2005. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media. Goodman dan Ritzer. 2008. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media. Hartono. H, dkk. 1990. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.

Herusatoto, Budiono. 2008. Simbolisme Jawa.Yokyakarta: Ombak.

Ihromi, T.O. 2006. Pokok-pokok Antropologi Budaya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Koentjaraningrat. 1979. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Koentjaraningrat, dkk. 2003. Kamus Antropologi. Jakarta: Progres.

.2007. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan.

Madja Purba, Darwan. 2007. Musik Tradisional Simalungun. Majalah Sauhur (Agustus 2007).

Moleong, Lexy. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya Oofsset.

PMS. 2008. Adat ni Simalungun. Pematang Siantar:

Poloma, Margaret M. 2000. Sosiologi Kontemporer.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Raya P. Dasuha, Juandahaya dkk.2012.Peradaban Simalungun: Inti Sari Seminar Kebudayaan Simalungun se-Indonesia Pertama Tahun 1964. Pematang Siantar: Komite Penerbit Buku-buku Simalungun (KBPS).


(25)

Raya P. Dasuha, Juandahaya dan Martin Lukito Sinaga.2003. “Tole Den

Timorlanden Das Evangelium”. Pematang Siantar: Kolportase GKPS.

Reid, Anthony. 1992. Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Sajogyo, Pudjiwati.1985. Sosiologi Pembangunan. Fakultas Pascasarjana IKIP Jakarta dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Jakarta. Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: RajaGrafindo

Persada.

Soekanto, Soerjono. 1984. Beberapa Teori tentang Struktur Masyarakat. Jakarta: Rajawali.

Spradley. 2008. Metode Etnografi. Yokyakarta: Tiara Wacana.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kualitatif dan R&D.Bandung:Alfabet. Saragih, Sortaman. 2008. Orang Simalungun. Jakarta: Medio Maret.

Saifuddin, Achmad Fedyani. 2005. Antropologi Kontemporer. Jakarta: Prenada Media.

Sumbayak, Japiten.2001. Refleksi Habonaron Do Bona dalam Adat Budaya Simalungun. Pematang Raya:

Disertasi Eoh, Jeny. 2001. Pengaruh Budaya Perusahaan, Gaya Manajemen dan Pengembangan Tim terhadap Kinerja Karyawan. Jakarta: Universitas Indonesia.


(1)

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang akan diperoleh dari pelaksanaan penelitian ini adalah:

1. Secara Teoritis

Penelitian ini dapat berguna untuk menambah wawasan dan pengetahuan peneliti maupun masyarakat (etnis Simalungun maupun etnis lain), mengenai tradisi mambere tungkot dan duda-duda pada etnis Simalungun.

2. Secara Praktis

Penelitian ini dapat berguna untuk memberikan masukan dan bahan perbandingan bagi peneliti selanjutnya, mengenai tradisi mambere tungkot dan duda-duda pada etnis Simalungun.


(2)

75 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu sebagai berikut:

1. Upacara adat mambere tungkot dan duda-duda merupakan upacara adat yang terakhir kalinya diberikan kepada orang tua yang masih hidup dan layak dikatakan sayur matua. Upacara adat ini bertujuan untuk memberikan penghormatan kepada orang tua yang sudah layak dikatakan sayur matua. Selain itu, upacara adat ini juga merupakan salah satu wujud balas jasa anak (niombah) kepada orang tuanya serta cucu kepada ompung/tutua.

2. Pelaksanaan tradisi mambere tungkot dan duda-duda tidak terlepas dari berbagai macam simbol. Masing-masing simbol yang digunakan dalam tradisi mambere tungkot dan duda-duda tersebut mempunyai makna. Makna yang dimaksud bisa berupa suatu pertanda dan juga sebagai suatu harapan. Selain itu, simbol juga dapat dijadikan sebagai alat untuk berinteraksi antar kerabat.

3. Tolu sahundulan dan lima saodoran tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sosial budaya etnis Simalungun. Tolu sahundulan dan lima saodoran mempunyai peran yang sangat penting dalam acara adat sehingga kehadiran dan kerjasama dari tolu sahundulan dan lima saodoran tersebut sangatlah diharapkan. Struktur dalam tolu sahundulan dan lima saodoran


(3)

menentukan posisi serta tanggung jawab seseorang dalam upacara adat. Ada istilah yang menunjukkan peran setiap elemen tolu sahundulan dan lima saodoran, yaitu tondong pangalopan podah, sanina pangalopan riah dan boru pangalopan gogoh. Dalam upacara adat mambere tungkot dan duda-duda, tondong berperan sebagai pemberi nasehat kepada Ompung/Tutua (pihak hasuhuton), sanina berperan sebagai kerabat untuk bermusyawarah atau bertukar pikiran, dan boru berperan untuk mempersiapkan segala keperluan dalam acara adat. Boru merupakan elemen penting yang dibutuhkan dari segi waktu dan tenaganya. Struktur tolu sahundulan tidak hanya berperan ketika pelaksanaan adat mambere tungkot dan duda-duda saja, tetapi tolu sahundulan dan lima saodoran ini berperan dari awal sampai akhir pelaksanaan adat. Status atau kedudukan dari tolu sahundulan dan lima saodoran akan selalu berubah dalam setiap acara adat. Kedudukan sebagai tondong bisa berubah menjadi boru, tergantung pada pihak yang melaksanakan acara adat, acara adat apa yang dilakukan dan seterusnya. Selain tolu sahundulan dan lima saodoran, terdapat elemen lain yang mempunyai peran sangat penting dalam acara adat, yaitu anak boru jabu dan sanina jabu. anak boru jabu bertanggung jawab dalam setiap keperluan acara adat, sedangkan sanina jabu memandu jalannya acara adat.


(4)

77

5.2Saran

Adapun yang menjadi saran dalam penelitian ini, yaitu:

1. Adat istiadat etnis Simalungun perlu disosialisasikan kepada para generasi muda, sehingga para generasi muda mengetahui adat istiadat yang berlaku pada etnisnya, khususnya yang berkaitan dengan ritus-ritus dalam siklus hidupnya.

2. Pemahaman tentang tolu sahundulan dan lima saodoran perlu disosialisasikan kepada masyarakat khususnya para generasi muda, sehingga mereka bisa memposisikan diri dalam adat istiadat sesuai dengan status atau kedudukan yang disandangnya. Apabila seseorang sudah mengetahui posisi/kedudukannya maka seseorang tersebut akan mengetahui peran dan tanggung jawabnya dalam sebuah upacara adat. Sangat ironis apabila seseorang tidak mengetahui posisi/kedudukan dan perannya ketika mengikuti suatu upacara adat.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang tradisi ini, sehingga bisa memberikan kesempurnaan terhadap penelitian ini dan juga bisa memberikan pemahaman yang mendalam kepada setiap pembaca (khususnya masyarakat Simalungun) mengenai tradisi ini.

4. Diharapkan agar para generasi muda Simalungun dapat mengungkap serta mengembangkan tentang adat budaya Simalungun. Dengan demikian adat budaya Simalungun akan tetap lestari dan dapat dikenal oleh etnis lain.


(5)

Bugin, Burhan. 2011. Penelitian Kualitatif. Jakarta:Prenada Media. Damanik, Jansen. 2003. Adat Istiadat dan Kekhasan Budaya

Simalungun.Jakarta:Bumi Putra.

Dietrich Jansen, Arlin. 2003. Gondrang Simalungun: Struktur dan Fungsinya Bagi Masyarakat Simalungun. Medan: Bina Media.

Geertz, Clifford. 2000. Tafsir Kebudayaan. Yokyakarta: Kanisius.

Goodman dan Ritzer. 2005. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media. Goodman dan Ritzer. 2008. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media. Hartono. H, dkk. 1990. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.

Herusatoto, Budiono. 2008. Simbolisme Jawa.Yokyakarta: Ombak.

Ihromi, T.O. 2006. Pokok-pokok Antropologi Budaya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Koentjaraningrat. 1979. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Koentjaraningrat, dkk. 2003. Kamus Antropologi. Jakarta: Progres.

.2007. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan. Madja Purba, Darwan. 2007. Musik Tradisional Simalungun. Majalah Sauhur

(Agustus 2007).

Moleong, Lexy. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya Oofsset.

PMS. 2008. Adat ni Simalungun. Pematang Siantar:

Poloma, Margaret M. 2000. Sosiologi Kontemporer.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Raya P. Dasuha, Juandahaya dkk.2012.Peradaban Simalungun: Inti Sari Seminar Kebudayaan Simalungun se-Indonesia Pertama Tahun 1964. Pematang Siantar: Komite Penerbit Buku-buku Simalungun (KBPS).


(6)

Raya P. Dasuha, Juandahaya dan Martin Lukito Sinaga.2003. “Tole Den

Timorlanden Das Evangelium”. Pematang Siantar: Kolportase GKPS.

Reid, Anthony. 1992. Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Sajogyo, Pudjiwati.1985. Sosiologi Pembangunan. Fakultas Pascasarjana IKIP Jakarta dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Jakarta. Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: RajaGrafindo

Persada.

Soekanto, Soerjono. 1984. Beberapa Teori tentang Struktur Masyarakat. Jakarta: Rajawali.

Spradley. 2008. Metode Etnografi. Yokyakarta: Tiara Wacana.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kualitatif dan R&D.Bandung:Alfabet. Saragih, Sortaman. 2008. Orang Simalungun. Jakarta: Medio Maret.

Saifuddin, Achmad Fedyani. 2005. Antropologi Kontemporer. Jakarta: Prenada Media.

Sumbayak, Japiten.2001. Refleksi Habonaron Do Bona dalam Adat Budaya Simalungun. Pematang Raya:

Disertasi Eoh, Jeny. 2001. Pengaruh Budaya Perusahaan, Gaya Manajemen dan Pengembangan Tim terhadap Kinerja Karyawan. Jakarta: Universitas Indonesia.