Kajian Organologis Garantung Simalungun Buatan Bapak Rossul Damanik Di Desa Sari Matondang 1 Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun

(1)

KAJIAN ORGANOLOGIS GARANTUNG SIMALUNGUN

BUATAN BAPAK ROSUL DAMANIK DI DESA

SARIMATONDANG I KECAMATAN SIDAMANIK,

KABUPATEN SIMALUNGUN

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN

O L E H

APRINDO NADEAK NIM: 110707051

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN


(2)

KAJIAN ORGANOLOGIS GARANTUNG SIMALUNGUN BUATAN BAPAK ROSUL DAMANIK DI DESA SARIMATONDANG I KECAMATAN SIDAMANIK, KABUPATEN SIMALUNGUN

SKRIPSI SARJANA

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O

L E H

APRINDO NADEAK NIM: 110707051

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si Dra. Heristina Dewi, M.Pd NIP 195608281986012001 NIP 196605271994032010

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan, untuk memenuhi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam

bidang ilmu Etnomusikologi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN


(3)

DISETUJUI OLEH:

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Medan, 23 JULI 2015

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI KETUA DEPARTEMEN

Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. NIP. 196512211991031001


(4)

PENGESAHAN

Diterima Oleh:

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang disiplin Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Medan

Pada Tanggal :23 Juli 2015

Hari :Kamis

FAKULTAS ILMU BUDAYA USU DEKAN

Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP 195110131976031001

Panitia Ujian:

No Nama Tanda Tangan

1. Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. ( )

2. Dra. Heristina Dewi, M.Pd. ( )

3. Drs. Fadlin, M.A. ( )

4. Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si. ( )


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 23 Juli 2015

NIM: 110707051 APRINDO NADEAK


(6)

ABSTRAKSI

Penulis memilih judul KAJIAN ORGANOLOGIS GARANTUNG SIMALUNGUN BUATAN BAPAK ROSSUL DAMANIK DI DESA SARI MATONDANG 1 KECAMATAN SIDAMANIK, KABUPATEN SIMALUNGUN. Melalui abstraksi ini penulis akan mengkaji tentang proses pembuatan Garantung Simalungun. Tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui proses pembuatan, teknik pembuatan, teknik memainkan, fungsi dari Garantung Simalungun, serta menjadi karya tulis bagi Etnomusikologi.

Metode yang digunakan penulis adalah metode penelitian lapangan dengan pendekatan metode kualitatif dan melakukan pengamatan terlibat langsung. Lalu penulis melakukan wawancara kepada Bapak Rossul Damanik, juga melakukan rekaman yang dianggap penting untuk mempermudah mengingat hasil wawancara kedalam tulisan tersebut. Teori yang digunakan adalah teori yang dikemukakan oleh Khasima Shusumu dengan mendeskripsikan alat musik Garantung Simalungun dengan menggunakan teori yang dikemukakan oleh Curt

Sachs dan Hornbostle dalam pengklasifikasian alat musik Garantung Simalungun.

Hasil penelitian yang diperoleh adalah bahwa dalam proses pembutan alat musik Garantung Simalungun yang baik harus benar-benar memahami kualitas bahan, proses pembutan, dan menerapkan ilmu Organologi dalam pengkajiannya.


(7)

KATA PENGANTAR

Berlimpah puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan berkat dan kasih karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Dalam kesempatan ini, pertama kali penulis mengucapkan terimahkasih kepada kedua orang tua tercinta yang penulis sayangi dan penulis hormati yaitu Ayahanda Binsar Nadeak, dan Ibunda Sonti Panjaitan yang telah membesarkan dan mendidik penulis penuh kesabaran dan kasih sayang yang tak kenal lelah, serta berlimpah motivasi yang selalu diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Tak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada adik penulis yang penulis sayangi, Elisabeth Aprilia Nadeak yang sedikit banyaknya telah membantu, serta memberi semangat dalam proses pengerjaan skripsi ini, dan juga kepada abang dan kakak penulis, Mangatur Nadeak, Merry Natalia Nadeak, Taruli Nadeak yang telah memberi ajaran, dan motivasi yang selalu penulis terapkan dalam proses perkuliahan sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan di Departemen Etnomusikologi.

Skripsi ini berjudul “KAJIAN ORGANOLOGIS GARANTUNG SIMALUNGUN BUATAN BAPAK ROSUL DAMANIK DI DESA SARIMATONDANG I, KECAMATAN SIDAMANIK, KABUPATEN SIMALUNGUN”, yang telah diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Seni (S.Sn) pada departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.


(8)

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara bapak Dr. Syahron Lubis, M.A dan juga kepada Ketua Dertemen Etnomusikologi Drs. Muhammad Takari, M.Hum, Phd, serta Sekretaris Departemen Etnomusikologi Dra. Heristina Dewi, M.Pd yang juga dalam kesempatan kali ini sekaligus sebagai pembimbing II penulis, bapak Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si selaku pembimbing I yang telah memberi waktu, saran serta kritikan yang membangun dalam proses bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Tak lupa juga penulis sampaikan terima kasih kepada seluruh dosen yang penulis hormati, bapak Drs. Fadlin, M.A, Drs. Bebas Sembiring, M.Si, Prof. Drs. Mauly Purba, M.A,Phd, Drs. Irwansyah Harahap, M.A, Drs. Perikuten Tarigan, M.Si, Drs. Torang Naiborhu, M.Hum, Drs. Kumlao Tarigan, M.A, ibu Dra. Rithaony Hutajulu, M.A, Arifni Netriros, SST, M.A, Dra. Frida Deliana, M.Si, yang telah mendidik penulis semasa mengikuti perkuliahah di Derpartemen Etnomusikologi. Semoga niat baik serta nasehat yang bapak-ibu dapat penulis aplikasikan dalam ruang lingkup masyarakat luas.

Kemudian penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada bapak Rosul Damanik selaku informan, dan keluarga yang telah menerima baik penulis dalam melakukan penelitian dan juga kepada bapak J. Badu Purba Siboro yang telah memberikan informasi dalam pengerjaan skripsi ini.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman

CCB, Stephanie Intan Siallagan, David Hutagalung, Slamet Hariadi, Trifose Pakpahan, S.Psi, Agriva Maranatha Sinuhaji, Erwien Prasaja Putra, Wildan Thoyyib, Jose Rozal Andreas Siregar, Riri Tegar Lubis, S,Sn, Lestari Ramadhani,


(9)

Siti Aisyah, Octika Tampubolon, Kawan Pandiangan, S.Sn, Sopandu, S,Sn, Zulaikha Benaya Karo-karo, Khairul Rahman Azis, Rian Paulus Situmorang, Adji Suci, Mona Sidabutar, S.Sn, Agnes Prinsa Nainggolan, Lisken R. Angkat, Blesta Hutagaol, Debby Hutabarat, Gok Parasian Malau, Linfia Sonia Purba, Alfred William, Egi Sinulingga, Riko Sembiring, Aprilia Gultom, Titi K. Laoli, S.Sn, Anggi Leoni Simanjuntak, Mustika Sinuraya, Talenta Ginting, Zakharia Pande Gopas, Roy Sinaga, Taufik Siregar, Juprianus Sijabat, Elkando Purba, Juniko Pasaribu, Erik Firdani Sitorus, Evan C. Tambunan, Ardy Widanto Manurung, Hari Hutagaol, Josua Aron Silaban, Benni, Andy, yang selama ini telah banyak melewati proses perkuliahan bersama dalam suasana suka maupun duka, serta teman-teman Etnomusikologi yang tidak bisa penulis ucapkan satu per satu.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman dari Komunitas Rumah Minat Tulis Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Henny Paula Sitohang, yang telah memberikan semangat, dan juga pada sahabat saya Mario Sinaga yang telah membantu penulis dalam tahap transkripsi.

.Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurrna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritikan serta saran dari semua pihak yang membaca untuk menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini nantinya dapat bermanfaat bagi pembaca, dan dapat memberi sumbangsi pengetahuan dalam bidang etnomusikologi.

Medan, 20 Juli 2015

Aprindo Nadeak 110707051


(10)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... v

ABSTRAK……….. ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI …….. ... xi

DAFTAR GAMBAR... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Pokok Permasalahan ... 5

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 5

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 6

1.4 Konsep dan Teori ... 6

1.4.1 Konsep ... 6

1.4.2 Teori ... 8

1.5 Metode Penelitian ... 9

1.5.1 Studi Kepustakaan... 10

1.5.2 Studi Lapangan ... 10

1.5.2.1 Kerja Lapangan ... 10

1.5.2.2 Wawancara ... 10

1.5.2.3 Observasi ... 12

1.5.3 Kerja Laboratorium ... 12


(11)

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN BIOGRAFI SINGKAT BAPAK ROSUL DAMANIK

2.1 Lokasi Penelitian ... 14

2.2 Keadaan Penduduk ... 14

2.3 Sistem Bahasa ... 16

2.4 Sistem Kesenian ... 18

2.4.1 Seni Musik (Gual) ... 18

2.4.2 Seni Suara/Vokal (Doding) ... 20

2.4.3 Seni Tari (Tor-tor) ... 21

2.4.4 Seni Ukir atau Seni Gorga ... 23

2.5 Sistem Kekerabatan ... 30

2.5.1 Marga-marga Simalungun ... 32

2.6 Sistem Kepercayaan ... 36

2.7 Biografi Singkat Bapak Rosul Damanik ... 37

BAB III KAJIAN ORGANOLOGISGARANTUNG SIMALUNGUN 3.1 Klasifikasi Garantung Simalungun ... 40

3.2 Konstruksi Bagian-Bagian GarantungSimalungun ... 41

3.3 Ukuran Bagian-Bagian GarantungSimalungun ... 42

3.4 Teknik Pembuatan Garantung Simalungun ... 43

3.4.1 Bahan baku yang digunakan ... 44

3.4.1.1 Kayu... 44

3.4.1.2 Tali……….. ... 44


(12)

3.5 Kajian Fungsional ... 72

3.5.1 Proses Belajar Garantung Simalungun ... 72

3.5.2 Sistem Penyelarasan Bunyi ... 73

3.5.3 Cara memainkanGarantungSimalungun ... 76

3.5.4 Nada yang dihasilkan alat musik Garantung Simalungun ... 76

3.5.5 Teknik memainkan Garantung Simalungun ... 77

BAB IV PENGGUNAAN DAN FUNGSI GARANTUNG SIMALUNGUN 4.1 Asal-Usul Garantung Simalungun ... 79

4.2 Sejarah Garantung Simalungun... 79

4.3 Penggunaan dan Fungsi Garantung Simalungun ... 83

4.3.1 Penggunaan ... 84

4.3.1.1 Estetika ……….. ... 84

4.3.1.2 Hubungan Manusia dengan Alam. ... 86

4.3.1.3 Kebudayaan Material……….. ... 86

4.3.2 Fungsi……….. ... 87

4.3.2.1 Fungsi Pengungkapan Emosional (The Function of Emotional) .... 88 \

4.3.2.2 Fungsi Komunikasi (The Function of Communication) ……….. .. 88

4.3.2.3 Fungsi Hiburan (The Function of Entertainment) ……….. ... 89


(13)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ... 90

5.2 Saran ... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 93


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1: Gorga Pinar Suleppat ... 23

Gambar 2 : Gorga Pinar Sirangrang ... 23

Gambar 3 : Gorga Pinar Sihilap Bajaronggi ... 24

Gambar 4 : Gorga Pinar Rumbak-Rumbak Sihala ... 24

Gambar 5 : Gorga Pinar Porkis Manakkih Bakkar ... 24

Gambar 6 : Gorga Pinar Pahu-Pahu Patundal ... 25

Gambar 7 : Gorga Pinar Mombang ... 25

Gambar 8 : Gorga Pinar Jembut Uwou ... 25

Gambar 9 : Gorga Pinar Hambing Mardugu ... 26

Gambar 10 : Gorga Pinar Hail Putor ... 26

Gambar 11 : Gorga Pinar Gundur Manggulapa .... t ... 26

Gambar 12: Gorga Pinar Gatip-gatip ... ... 27

Gambar 13: Gorga Pinar bulungni Andudur ... 27

Gambar 14: Gorga Pinar Asi-asi ... ... 27

Gambar 15: Gorga Pinar Appul-appul ... 28

Gambar 16: Gorga Pinar Andoni Tabu ... 28

Gambar 17: Konstruksi Bagian-bagian Garantung Simalungun ... 41

Gambar 18: Ukuran bilah-bilah dan penyangga Garantung Simalungun ... 42

Gambar 19: Ukuran stik (Pemukul) ... 42

Gambar 20: Kayu Ingul ... ... 43

Gambar 21: Tali Nylon . ... 47

Gambar 22: Cat Kayu .. ... 47

Gambar 23: Baut/Mur .. ... 48

Gambar 24: Selang . ... 48


(15)

Gambar 26: Gergaji ... 49

Gambar 27: Parang . ... 52

Gambar 28: Pisau ... ... 53

Gambar 29: Bor .. ... 53

Gambar 30: Meteran ... 54

Gambar 31 : Batu Gosok ... 54

Gambar 32 : Pensil . ... 55

Gambar 33: Kuas ... ... 55

Gambar 34: Martil/ palu ... 56

Gambar 35: Obeng . ... 56

Gambar 36: Pengukuran Lebar balok kayu ... 57

Gambar 37: Pengukuran Tebal balok kayu ... 60

Gambar 38: Penandaan ukuran balok kayu dengan pensil... 61

Gambar 39: Pemotongan balok kayu menjadi bilah-bilah Garantung ... 61

Gambar 40: Pengikisan bilah –bilah kayu dengan parang ... 62

Gambar 41: Pembuatan lubang pada sisi atas dan bawah Garantung ... 62

Gambar 42: Pengikisan bilah Garantung Simalungun ... 63

Gambar 43: Pengeringan bilah-bilah Garantung Simalungun ... 63

Gambar 44: Balok kayu yang digunakan untuk membuat stik ... 64

Gambar 45: Pemotongan stik ... 65

Gambar 46: Stik yang sudah jadi dengan lubang gantungan tali ... 65

Gambar 47: Penyangga(tukkol) dalam posisi bermain duduk ... 67

Gambar 48: Pengukuran balok kayu untuk pembuatan penyangga Garantung ... 67


(16)

Gambar 50: Penyambungan tiang penyangga dengan paku ... 68

Gambar 51: Pengecatan dan pembuatan ornamen ... 69

Gambar 52: Pengukuran selang ... 70

Gambar 53: Pemotongan selang ... 70

Gambar 54: Pemasangan selang ke tali penyangga Garantung Simalungun ... 71

Gambar 55: Pemasangan tali penyangga Garantung Simalungun ... 71

Gambar 56: Pengukuran bagian bilah Garantung Simalungun ... 74

Gambar 57: Pengikisan pada bagian tengah bilah kayu ... 75

Gambar 58: Susunan bilah-bilah Garantung yang telah diselaraskan ... 75

Gambar 59: Posisi badan saat memainkan Garantung Simalungun ... 76


(17)

ABSTRAKSI

Penulis memilih judul KAJIAN ORGANOLOGIS GARANTUNG SIMALUNGUN BUATAN BAPAK ROSSUL DAMANIK DI DESA SARI MATONDANG 1 KECAMATAN SIDAMANIK, KABUPATEN SIMALUNGUN. Melalui abstraksi ini penulis akan mengkaji tentang proses pembuatan Garantung Simalungun. Tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui proses pembuatan, teknik pembuatan, teknik memainkan, fungsi dari Garantung Simalungun, serta menjadi karya tulis bagi Etnomusikologi.

Metode yang digunakan penulis adalah metode penelitian lapangan dengan pendekatan metode kualitatif dan melakukan pengamatan terlibat langsung. Lalu penulis melakukan wawancara kepada Bapak Rossul Damanik, juga melakukan rekaman yang dianggap penting untuk mempermudah mengingat hasil wawancara kedalam tulisan tersebut. Teori yang digunakan adalah teori yang dikemukakan oleh Khasima Shusumu dengan mendeskripsikan alat musik Garantung Simalungun dengan menggunakan teori yang dikemukakan oleh Curt

Sachs dan Hornbostle dalam pengklasifikasian alat musik Garantung Simalungun.

Hasil penelitian yang diperoleh adalah bahwa dalam proses pembutan alat musik Garantung Simalungun yang baik harus benar-benar memahami kualitas bahan, proses pembutan, dan menerapkan ilmu Organologi dalam pengkajiannya.


(18)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam kehidupan sosial dan bermasyarakat yang dijadikan milik diri sendiri untuk belajar.Kebudayaan menjadi sebuah tolak ukur peradaban suatu bangsa terutama dalam perkembangannya, yang dilihat dari unsur sejarah.Simalungun merupakan satu dari tujuh etnis sumatera utara yang berdomisili dikawasan sumatera utara, antara lain adalah Melayu, Toba, Karo, Pak-pak, Simalungun, Nias, dan Mandailing.Pada dasarnya setiap etnis memiliki peradaban budaya yang diwariskan secara turun-temurun oleh leluhurnya, baik secara lisan maupun tulusan.Salah satu aspek kebudayaan tersebut adalah kesenian, simalungun yang merupakan etnis asli sumatera utara ini memiliki unsur kesenian yang telah menjadi identitas diri masyarakatnya, yaitu seni musik, seni rupa, seni ukir, dan seni tari.Dalam tulisan ini, penulis lebih terfokus untuk mengkaji seni musiknya.

Pada masyarakat Simalungun seni musik terbagi menjadi dua bagian besar yaitu musik vokal yang disebut Ingou dan musik instrumen yang disebut dengan

Gual.Musik instrumen pada masyarakat simalungun juga memiliki dua bagian

besar yaitu musik yang dimainkan secara ensambel dan musik yang dimainkan secara tunggal (solo instument), alat musik tersebut digunakan dalam pengiring upacara ritual maupun hiburan, alat musik yang dimainkan secara ensambel adalah Gondrang sidua-dua, dan Gondrang sipitu.Kedua jenis ensambel ini sangat berperan penting dalam keberlangsungan upacara-upacara adat


(19)

Simalungun.Alat musik tunggal yang terdapat pada etnis Simalungun adalah

Garantung, Sordam, Tullila, Husapi, Tentung, dan Arbab.

Dari jenis-jenis alat musik Solo Instrument tersebut penulis tertarik untuk mengkaji alat musik Garantung Simalungun.Garantung Simalungun merupakan jenis instrumen yang tergolong dalam klasifikasi Idiofon1

Menurut bapak Rosul Damanik pencarian kayu yang sesuai dengan kebutuhan pembuatan Garantung sangatlah sulit hal ini disebabkan adanya larangan pemerintah dalam hal penebangan tumbuhan hutan yang

, alat musik ini juga

dapat sebagai pembawa melodi dalam permainannya, Garantung Simalungun adalah alat musik yang eksistensinya telah perlahan menipis.. Dalam perkembangannya Garantung selalu dimainkan dalam solo instrumen, hal ini membuat Garantung menjadi instrumen yang jarang dipakai dalam kolaborasi musik simalungun lainnya, seperti Gondrang Sipitu, Gong, Sarune, dan sebagainya. Beberapa dari pemusik dan masyarakat menyatakan bahwa alat musik Garantung Simalungun tersebut sudah sangat tua dan keberadaannya sudah langka.

Garantung terbuat dari kayu yang memiliki jenis tertentu.Beberapa jenis kayu yang dianggap sesuai dengan kriteria pembuatan Garantung adalah kayu Sibola, Resse, danIngul. Jenis kayu yang disebutkan adalah kayu yang dapat menghasilkan suara, yang kemudian nantinya akan disesuaikan dengan nada yang diinginkan dan disusun secara harmonis. Garantung dimainkan dengan cara memukul bagian tubuhnya sehingga menghasilkan nada sesuai dengan harmonis yang diinginkan.


(20)

berpotensimerusakkearifanlokal.Sehinggaadasuatucaradilakukanuntukmendapatka nkayutersebut. Cara yang dilakukanbapakRosulDamanikdalammencarikayu yang

sesuaiadalahmencariterlebihdahulupenebanganpohonhutan yang resmidanmengambil sebagiandarikayuhasiltebangantersebut yang

dianggapsesuaikriteria, nantinyakayu yang telah dikumpulkanakandiseleksilagi. Menurutinformasi yang penulisdapatkanmelalui observasi sertawawancaradaribeberapa pemusik tradisional, bahwa garantungsejenisjugaterdapatpadaetnis Tobadan pak.Padamasyarakattobadisebutgarattungdanpadamasyarakat Pak-pakdisebutKalondang.Beberapa jenis garantung yang dimilikitigaetnistersebut, GarantungSimalungunmemilikiperbedaan, baikdaritangga nada, repertoarlagu, sertafungsinya.Dalam etnis Simalungun Garantung ini berfungsi sebagai bahan latihan sebelum memainkan alat musik Gondrang Sipitu-pitu.Darihasilwawancara yang penulislakukankepadapemusik-pemusiktradisionalkeberadaan Garantungini sudah sangat langka, hal ini di sebabkan sudah tidak banyak lagi pembuat alat musik Garantung Simalungun.itu sebabnya penulis tertarik untuk mengkaji alat musik Garantung Simalungun tersebut..

Orang yang memainkan garantungdisebutPargarantungdan yang membuat GarantungadalahPambaen

Garantung.PeranbapakRosulDamanikdalamhaliniadalah pemain sekaligus


(21)

2

1.2 Pokok Permasalahan

Beliau mengatakan bahwa ia telah lama berkecimpung di kesenian Simalungun terutama dalam aspek musiknya. Ia juga menyampaikan bahwa Garantung Simalungun adalah alat musik yang biasanya dimainkan di tengah-tengah sawah.

PenulismengetahuikeberadaanBapakRosulDamaniksetelahobservasilapang an pada tanggal 29 Januari 2015 di desa Sarimatondang I kecamatan Siantar kabupaten Simalungun.

Dari uraiandiatas, penulistertarikuntukmeneliti proses pembuatanalatmusik GarantungSimalungunserta teknikpermainannya, danmembuat skripsi denganjudul“KAJIAN ORGANOLOGIS GARANTUNG SIMALUNGUN BUATAN BAPAK ROSUL DAMANIK DI DESA SARIMATONDANG I,

KECAMATAN SIDAMANIK,KABUPATEN SIMALUNGUN.”

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan sebelumnya, pokok permasalahan yang menjadi topik bahasan dalam tulisan ini yaitu:

1. Bagaimana proses dan teknik pembuatan Garantung Simalungun yang dilakukan Bapak Rosul Damanik?

2. Bagaimana teknik memainkan Garantung Simalungun?

3. Bagaimana eksistensi Garantung Simalungun dikalangan masyarakat?


(22)

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penulis meneliti terhadap Garantung Simalungun yaitu:

1. Untuk mengetahui proses dan teknik pembuatan Garantung Simalungun oleh Bapak Rosul Damanik.

2. Untuk mengetahui teknik permainan Garantung Simalungun.Untuk mendeskripsikan eksistensi Garantung Simalungun dikalangan masyarakat.

3. Untuk mendeskripsikan fungsi Garantung Simalungun dalam perkembangan budaya musikal Simalungun.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk menambah informasi dan pengetahuan tentang Kebudayaan Simalungun. Selain hal tersebut, manfaat lain ingin diperoleh dalam penelitian ini adalah:

1. Sebagai dokumentasi untuk menambah referensi mengenai musik Simalungun di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

2. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi masyarakat maupun para musisi/seniman Batak yang nantinya dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran kesenian musik sesuai dengan kebutuhannya.

3. Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Seni dalam bidang Etnomusikologi.


(23)

4. Sebagai referensi untuk menjadi acuan pada penelitian yang relefan dikemudian hari.

1.4Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep

Konsepmerupakanpenggabungandanperbandinganbagian-bagiandari suatu penggambaran dengan bagian-bagiandariberbagaipenggambaranlain yang sejenis,berdasarkanasas-asastertentusecara konsisten (Koentjaraningrat 2009:85).

Konsepmerupakan rancangan ideatau pengertian yang

diabstrakandariperistiwakonkret. (KamusBesarBahasa Indonesia, BalaiPustaka, 2005).

Berikut ini penulis akan membuat pengertian dari kata-kata yang terdapat pada judul. Kajian adalah penyelidikan atau pelajaran yang mendalam atau menelaah (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005). Dalam perhatian Etnomusikologi, bahwa kajian Etnomusikologi tidak hanya berhubungan dengan musikal, aspek sosial, konteks budaya, psikologis, dan estetika, melainkan paling sedikit ada enam aspek yang menjadi perhatiannya. Salah satu diantaranya adalah materi Kebudayaan musikal (musical material culture), (Merriam, 1964:45)

Seperti yang dikemukakan oleh Mantle Hood (1982:124) bahwa Organologi yang digunakan adalah berhubungan dengan alat musik itu sendiri. Menurut Hood Organologi adalah ilmu pengetahuan musik yang tidak hanya meliputi sejarah dan deskripsi alat musik, akan tetapi sama pentingnya dengan ilmu pengetahuan dari alat musik itu sendiri antara lain: teknik pertunjukkan, fungsi musikal, dekoratif, dan variasi sosial budaya.


(24)

Dari uraian tersebut, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa pengertian Kajian Organologis adalah suatu penyelidikan yang mempelajari tentang instrumen musik baik mencakup aspek sejarahnya maupun deskripsi alat musik itu sendiri tanpa mengesampingkan aspek-aspek budaya dari alat musik itu sendiri.

Garantung Simalungun merupakan alat musik pukul yang termasuk dalam klasifikasi Idiofon yang berfungsi membawakan melodi lagu dalam penggunaannya. Masyarakat simalungun menggolongkan Garantung Simalungun dalam kelompok alat musik yang dimainkan secara tunggal (solo instrumen) namun pada kesempatan tertentu Garantung Simalungun juga dapat dimainkan secara ensambel dengan alat musik lain yaitu, Gondrang sipiti, dan Husapi.

1.4.2. Teori

Teori merupakan pendapat yang dikemukakan mengenai suatu peristiwa (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005).Sebagai landasan dalam melihat suatu permasalahan dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan teori-teori yang relevan yang sesuai untuk permasalahan tesebut.

Dalam tulisan ini untuk membahas pendeskripisian alat musik penulis mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Khasima Shusumu, 1978:174 terjemahan Rizaldi Siagian dalam laporan APTA (Asia Performing Traditional Art), bahwa studi musik dapat dibagi kedalam dua kelompok sudut pandang yang mendasar, yaitu studi struktural dan studi fungsional. Studi strutural berkaitan dengan observasi (pengamatan), pengukuran, perekaman, atau bentuk pencatatan,


(25)

ukuran besar kecil, konstruksi serta bahan-bahan yang dipakai untuk pembuatan alat musik tersebut. Kemudian studi fungsional memperhatikan fungsi dari alat-alat atau komponen yang memproduksi suara, antara lain membuat pengukuran dan pencatatan terhadap metode memainkan alat musik tersebut, metode pelarasan dan keras lembutnya suara (loudness) bunyi, nada, warna nada dan kualitas suara yang dihasilkan oleh alat musik tersebut. Garantung Simalungun adalah instrumen musik idiofon yang mana sumber bunya yang dihasilkan adalah dari alat musik itu sendiri. Oleh karena itu dalam pengklasifikasian alat musik tersebut penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh Curt Sach dan Hornbostel 1961, yaitu:

“Sistem pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber penggetar utama bunyi. Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian yang terdiri dari: Idiofon (alat musik itu sendiri sebagai penggetar utama), Aerofon (udara sebagai penggetar utama bunyi), Membranofon (kulit sebanyai penggetar utama bunyi), dan kordofon (senar sebagai sumber penggetar utama bunyi).

Berdasarkan penjelasan tersebut, penulis menggolongkan proses dan teknik pembuatan Garantung Simalungun yang dilakukan oleh Bapak Rosul Damanik kedalam studi struktural dan studi fungsional serta pengklasifikasian alat musik.

1.5 Metode Penelitian

Metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki melalui cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005) .


(26)

Metode yang dapat digunakan penulis adalah metode penelitian kualitatif yaitu rangkaian kegiatan suatu proses menjaring data informasi yang bersifat sewajarnya mengenai suatu masalah dalam kondisi aspek atau bidang kehidupan tertentu pada objeknya. Untuk mendukung metode penelitian tersebut, penulis menggunakan metode ilmu Etnomusikologi yang terdiri dari dua peneltian tersebut yaitu disiplin lapangan (field dicipline) dan disiplin laboratorium (laboratory dicipline). Hasil dari kedua metode ini kemudian digabungkan menjadi satu hasil akhir (a final study), ( Merriam 1964: 37). Untuk memperoleh data dan keterangan penulis menggunakan metode pengumpulan data yaitu: studi kepustakaan, observasi, wawancara, perekaman dan kerja laboratorium.

1.5.1 Studi Kepustakaan

Pada tahap sebelum ke lapangan (pra-lapangan), dan sebelum mengerjakan penelitian, penulis terlebih dahulu mencari dan membaca serta mempelajaribuku-buku, tulisan-tulisan ilmiah, literatur, majalah, situs internet, dan catatan-catatan yang berkaitan dengan objek penelitian. Kemudian mencari teori-teori yang dapat digunakan sebagai acuan dalam membahas tulisan ini dan memperoleh pengaturan awal mengenai apa yang akan diteliti.

Studi pustaka ini bertujuan untuk mencari informasi dan menambah data-data yang di butuhkan dalam penulisan, penyesuaian dan pengamatan yang sudah ada mengenai objek penelitian di lapangan.


(27)

1.5.2 Kerja Lapangan

Penulis akan melakukan kerja lapangan (field work) dan akan melakukan observasi langsung ke daerah penelitian ke rumah Bapak Rosul Damanik dan mencari narasumber dari tokoh masyarakat Simalungun yang ada di kabupaten Simalungun sebagai narasumber lainnya.

1.5.3 Wawancara

Adapun teknik wawancara yang dilakukan penulis ialah melakukan dengan tiga cara yang dikemukakan oleh Koentjaningrat untuk melakukan wawancara ( 1985 : 139 ) yaitu :

1. Wawancara berfokus (focused interview) adalah pertanyaan yang selalu bepusat kepada pokok permasalahan.

2. Wawancara bebas (casual interview) adalah pertanyaan yang selalu beralih dari satu pokok permasalahan ke pokok permasalahan yang

lain.

Dalam hal ini penulis terlebih dahulu menyiapkan daftar pertanyaan yang akan ditanyakan pada saat wawancara secara bebas ataupun tertuju dari satu topik ke topik lain dan materinya tetap berkaitan dengan topik penelitian. Penulis melakukan wawancara langsung terhadap informan dalam hal ini Rosul Damanik sebagai informan kunci, dan beberapa informan lainnya.

Menurut Sutrisno Hadi (1989:192), wawancara sebagai sesuatu proses Tanya- jawab lisan, dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik, yang satu dapat melihat muka yang lain dan mendengarkan dengan telinga sendiri suaranya,


(28)

tampaknya merupakan alat pengumpulan informasi yang langsung tentang beberapa jenis data sosial, baik yang terpendam (latent) maupun yang memanifes.

Wawancara adalah alat yang sangat baik untuk mengetahui tanggapan, pendapat, keyakinan, perasaan, motivasi, serta proyeksi seseorang terhadap masa depannya ; mempuyai kemampuan yang cukup besar untuk menggali masa lalu seseorang serta rahasia-rahasia hidupnya. Wawancara juga dapat digunakan untuk menangkap aksi-reaksi orang dalam bentuk ekspresi dalam pembicaraan-pembicaraan sewaktu tanya-jawab sedang berjalan.Wawancara merupakan alat pengumpulan data yang sekaligus dapat mengecek dan sebagai bahan ricek ketelitian dan kemantapannya.

Untuk pemotretan dan perekaman wawancara, penulis menggunakan kamera dan handphone sebagai alat rekam sedangkan untuk pengambilan gambar ( foto ) digunakan kamera Samsung Galaxy Tab 3, dan blackberry 9900.

1.5.4 Observasi

Observasi atau pengamatan merupakan kegiatan untuk melakukan pengukuran dengan menggunakan indra penglihatan yang juga berarti tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan.

1.5.5 Kerja Laboratorium

Keseluruhan data yang telah terkumpul dari lapangan, selanjutnya diproses dalam kerja laboratorium.Data-data yang bersifat analisis disusun dengan sistematika penulisan ilmiah.Data-data berupa gambar dan rekaman diteliti kembali sesuai ukuran yang telah ditentukan kemudian di analisis seperlunya.


(29)

Semua hasil pengolahan data tersebut disusun dalam satu laporan hasil penelitian berbentuk skripsi (Alan P. Merriam,1995:85).

1.6 Lokasi Penelitian dan Informan

Lokasi penelitian Garantung Simalungun ini adalah desa Sarimatondang I kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun.Alasan peneliti memilih lokasi ini dikarenakan daerah tersebut merupakan salah satu tempat berdomisilinya etnis Simalungun, sekaligus pusat peradaban musik Simalungun.Di daerah ini juga banyak ditemukan berbagai kesenian Simalungun lainnya, seperti seni lukis, pahat, tari, dan kesenian simalungun lainnya.

Pencarian informan sangatlah penting karna informan dapat memberikan informasi yang sesuai dengan data yang diharapkan.

Dalam proses penelitian ini informan yang lebih dahulu penulis cari adalahinforman pangkal, yaitu orang yang terlebih dahulu penulis kenal sebelum melakukan penelitian yang dianggap memiliki informasi tentng kajian ini. Informan pangkal yang membantu peneliti dalam proses kali ini adalah Pak Badu. Setelah mendapatkan informan pangkal, penulis menentukan informan kunci.Informan kunci adalah orang yang memberikan informasi akurat kepada penulis dan dianggap orang yang mengetahui segala informasi tentang kajian peneliti.Informan kunci peneliti adalah Bapak Rosul damanik yang merupakan pemilik sanggar sekaligus tempat pembuatan Garantung Simalungun.Melalui informan kunci ini penulis berharap dapat menyelesaikan kajian ini secara mendalam dan akurat.


(30)

BAB II

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN BIOGRAFI SINGKAT BAPAK ROSUL DAMANIK

Dalam Bab ini penulis akan menjelaskan secara umum gambaran wilayah penelitian serta etnografi Simalungun, penulis akan menjelaskan lokasi penelitian, Keadaan Penduduk, Sistem Bahasa, Sistem Kesenian, Sistem Kekerabatan, Marga-Marga Simalungun, Sistem Kepercayaan, dan Biografi Singkat bapak Rosul Damanik.

2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang menjadi sasaran kerja penulis berada di Desa Sarimatondang I, Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun yang merupakan lokasi produksi, sekaligus tempat pembuatan Garantung Simalungun, tempat ini juga merupakan tempat tinggalnya bapak Rosul Damanik.

2.2 Keadaan Penduduk

Desa Sarimatondang merupakan tempat berdomisilinya sebahagian besar dari masyarakat Simalungun. Simalungun yang merupakan salah satu dari tujuh kelompok etnis asli Sumatera Utara ini merupakan etnis yang sekaligus memiliki nama daerahnya sendiri, yaitu Kabupaten Simalugun di Sumatera Utara. Kabupaten Simalungun terletak antara 02°36’ - 03° 1’ Lintang Utara dan berbatasan dengan lima kabupaten tetangga yaitu: Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Karo, Kabupaten Toba, Kabupaten Samosir, dan Kabupaten Asahan.


(31)

Para ahli berpendapat bahwa “Simalungun” memiliki beberapa makna, yang dibagi menjadi tiga penggalan suku kata yaitu, Si berarti “Orang”, ma sebagai kata sambung berarti “yang” dan lungun berarti “sunyi, sepi, jarang dikunjungi”. Dengan demikian, Simalungun berarti “ia yang sedih hati, sunyi atau

kesepian” ( A.D. Jansen, 2003:10).

D. Kenan Purba dan M. D Purba memberikan pengertian yang sama mengenai asal nama Simalungun. Mereka menyebutkan bahwa istilah Simalungun berasal dari kata sima dan lungun.Sima atau sima-sima artinya “peninggalan” atau “sisa”.Lungun artinya sepi atau sedih.Sehingga penggabungan dari dua kata tersebut menjadikan Simalungun yang artinya peninggalan orang-orang sepi atau sedih. Pengertian lain adalah berawal dari si dan malungun. Si artinya “yang” dan

malungun artinya “rindu”.Jadi Simalungun artinya yang dirindukan. (Setia

Dermawan Purba, 1994 : 31). Pada awalnya Desa Sarimatondang I merupakan tempat berdomisilinya masyarakat Simalungun, namun setelah beberapa dekade terakhir terjadi urbanisasi kependudukan, Desa Sarimatondang I menjadi desa yang bersifat heterogen, karena terdiri dari berbagai ragam suku dan etnis, antara lain : Simalungun, Toba, Jawa, melayu Mandaliling, Nias dan Tiongkok.

2.3 Sistem Bahasa

Bahasa merupakan alat komunikasi yang kompleks yang dimiliki oleh setiap suku bangsa di dunia. Bahasa memiliki peranan yang sangat penting sebagai sarana komunikasi antar penduduk yang tinggal disuatu daerah, Bahasa dalam konteks tradisi disebut sebagai “Bahasa Daerah”, penamaan bahasa dalam


(32)

suatu etnis ditentukan berdasarkan nama etnis yang bersangkutan, misalnya etnis Batak Toba bahasa yang digunakan adalah bahasa Batak Toba,demikian juga halnya dengan etnis Simalungun bahasa yang digunakan adalah bahasa Simalungun. Bahasa Simalungun sendiri adalah bahasa rumpun austronesia yang lebih dekat dengan bahasa Sansekerta yang banyak sekali memperngaruhi bahasa-bahasa yang ada di indonesia, (Dr. P. Voorhoeve: 1937), Voorhoeve menyebutkan kedekatan bahasa Simalungun dengan bahasa Sansekerta dapat ditemui dalam beberapa penggalan kata-kata Simalungun, antara lain dengan huruf penutup suku kata mati yaitu uy dalam kata apuy dan babuy, huruf G dalam kata dolog, huruf B dalam kata abab, huruf D dalam kata bagod, huruf AH dalam kata babah dan

sabah, juga EI dalam kata simbei dan OU dalam kata sopou dan lopou.

Dalam masyarakat Simalungun terdapat beberapa jenis bahasa yang disesuaikan dengan pemakaian penggunanya yaitu:

1. Bahasa simbol

Bahasa simbol merupakan bahasa yang ditafsirkan dengan benda-benda untuk menyatakan maksud tertentu.Biasanya bahasa ini digunakan dalam permainan muda-mudi masyarakat Simalungun.

2. Bahasa Simalungun kasar

Bahasa ini disebut juga dengan saitni hata yaitu bahasa yang dipakaiketika situasi emosional seseorang sedang marah atau menghina orang lain karena tersinggung atas sanggahan tertentu, misalnya kata tangan bahasa kasarnya tiput, babah bahasa kasarnya mulut, bodoh bahasa kasarnya tursik atau lossot, borhat artinya berangkat.


(33)

3. Bahasa yang digunakan oleh dukun

Dalam bahasa Simalungun dukun disebut datu.Bahasa ini biasanya mengandung mantra-mantra dalam setiap pengucapannya.

4. Bahasa Simalungun Ratap Tangis

Bahasa ini dikenal juga dengan guruni hata karena dipakai untuk pengucapan hal yang dianggap lebih halus.Misalnya Simahulsop artinya mulut, simakidop artinya mata, sihumoyon artinya perut,

marhehenauli artinya berangkat.

5. Bahasa Tingkatan

Bahasa tingkatan merupakan bahasa yang digunakan untuk berbicara kepada orang di masyarakat Simalungun secara umum. Bahasa tingkatan terbagi menjadi dua yaitu:

• Bahasa Simalungun yang dipakai menurut tingkatan usia dalam pergaulan ataupun partuturan misalnya ho dan hanima biasanya digunakan oleh orang yang lebih tua sebagai panggilan untuk orang yang lebih muda. Ho sebagai penyebutan subjek tunggal dan hanima sebagai penyebutan subjek jamak.

• sBahasa yang dipakai untuk berbicara kepada raja misalnya

paramba yang berarti hamba.

2.4 Sistem Kesenian

Kesenian adalah bentuk ungkapan perasaaan dan pikiran manusia yang diekspersikan berdasarkan keindahan dalam suatu kebudayaan. Hal ini juga diungkapakan oleh Koentjaraningrat (1986) Beliau mengatakan Kesenian


(34)

merupakan ekspresi perasaan manusia terhadap keindahan dalam kebudayaan suku-suku bangsa yang pada mulanya bersifat deskriptif. Masyarakat Simalungun memiliki keanekaragaman seni. Kesenian yang ada di Simalungun dapat dibedakan atas tiga bagian besar, yaitu: seni musik (gual), seni tari (tor-tor), dan seni suara (doding), (Taralamsyah Saragih 1974).

2.4.1 Seni Musik (Gual)

Pada masyarakat Simalungun, seni musik digunakan untuk upacara-upacara hiburan dan upacara-upacara-upacara-upacara adat lainnya. Upacara tersebut terbagi atas upacara dukacita (pusok ni uhur) dan sukacita (malas ni uhur). Alat-alat musik pada masyarakat Simalungun dapat dibedakan menjadi dua bagian besar, yaitu alat musik yang dimainkan secara ensambel dan alat musik yang dimainkan secara tunggal (Solo Instrument). Alat musik yang dimainkan secara ensambel adalah Gonrang Sidua-dua dan Gonrang Sipitu-pitu atau dapat dikelompokkan delam bagian besar Gonrang Bolon, sedangkat alat musik yang dimainkan secara tunggal

(Solo Instrument) adalah Garantung, Jatjaulu/ Tengtung, Hodong-hodong,

Ole-ole, Saligung, Sordam, husapi, Tulilla dsb.

Di dalam upacara-upacara ritual Simalungun, penggunaan Gonrang Sidua-dua dan Gonrang Sipitu-pitu sangat penting diantaranya:

1. Manombah yaitu suatu upacara untuk mendekatkan diri kepada sembahan

2. Maranggir yaitu upacara untuk membersihkan badan dari

perbuatan-perbuatan yang tidak baik, dan juga membersihkan diri dari gangguan roh-roh jahat.


(35)

3. Ondus Hosah yaitu upacara ritual khusus yang dilakukan suatu desa atau

keluarga agar terhindar dari mara bahaya.

4. Rondang Bittang yaitu acara tahunan yang diadakan suatu desa karena

mendapatkan panen yang baik. Muda-mudi menggunakan kesempatan tersebut untuk mencari jodoh.

Dalam upacara adat, kedua ensambel tersebut digunakan dalam acara:

1. Mamongkot Rumah Bayu yaitu acara memasuki rumah baru agar

mendapatkan rejeki dan jauh dari marabahaya.

2. Patuekkon yaitu acara untuk membuat nama seseorang yang biasanya

dibawa ke air untuk dimandikan.

3. Bagah-bagah ni Sahalak yaitu upacara acara yang dilaksanakan

seseorang karena ada sesuatu niat untuk membuat pesta. 4. Marhajabuan yaitu acara pemeberkatan pernikahan.

5. Mangiligi yaitu acara yang diadakan untuk menghormati seseorang

yang meninggal dunia, yang sudah tua, yang sudah memiliki cucu. Dalam upacara sukacita ensambel Gonrang digunakan dalam acara:

1. Mangalo-alo tamu yaitu upacara untuk menyambut tamu dari luar

daerah.

2. Marilah yaitu acara muda-mudi yang menyanyi bersama.

3. Pesta Malas ni Uhur yaitu acara kegembiraan yang diadakan suatu

keluarga yang menari bersama-sama.

Adapun alat-alat musik yang dimainkan secara tunggal adalah Alat musik yang dimainkan untuk hiburan pribadi ketika lelah bekerja di ladang, maupun dirumah, setelah pulang dari pekerjaan.


(36)

2.4.2 Seni Suara/vokal (Doding)

Nyanyian dalam masyarakat Simalungun disebut juga dengan doding sedangkan teknik bernyanyi dalam bahasa Simalungun disebut inggou. Berikut adalah beberapa contoh nyanyian Simalungun:

1. Mangmang adalah nyanyian berupa mantera. Mangmang ini dinyanyikan

oleh seorang dukun atau dalam masyarakat Simalungun disebut datu sebagai mediasi dalam menyembuhkan suatu penyakit. Mangmang ini juga dapat digunakan untuk menobatkan seorang raja pada zaman dahulu. 2. Urdo-urdo adalah suatu bentuk nyanyian yang biasanya dinyanyikan oleh

seorang ibu kepada anaknya atau juga dapat dinyanyikan oleh seorang anak perempuan kepada adiknya. Urdo-urdo dinyanyikan untuk menidurkan anak.

3. Tihtah adalah suatu bentuk nyanyian gembira. Nyanyian ini sering sekali

dinyanyikan pada saat anak-anak bermain.

4. Taur-taur adalah nyanyian yang digunakan oleh sepasang muda-mudi

secara saut-sautan, biasanya nyanyian ini digunakan untuk mengungkapakan satu sama lainnya.

5. Doding-doding adalah bentuk nyanyian pujian ataupun sindiran biasanya

dinyanyikan oleh sekelompok pemuda –pemudi atau orangtua.

6. Tangis-tangis adalah suatu nyanyian yang dinyanyikan oleh seorang

gadis, biasanya nyanyian ini berupa ungkapan putus asa ataupun karena akan berpisah dengan keluarga karena akan menikah.


(37)

2.4.3 Seni Tari (Tor-tor)

Pada masyarakat Simalungun, seni tari disebut sebagai

Tor-tor.Keberadaan Tor-tor sendiri dalam kebudayaan Simalungun memiliki peranan

penting terutama dalam aspek upacara-upacaranya. Namun, pada saat ini banyak jenis Tor-tor yang hilang, hal ini dikarenakan tidak ada masyarakat yang meneruskannya, sehingga keberadaannya tidak diketahui lagi. Melakukan gerakan Tor-tor dalam Simalungun disebut dengan Manortor (menari).Manortor (menari) pada umumnya mempertontonkan atau mempertunjukkan gerakan tubuh dan anggota tubuh sebagai hiburan dalam koridor seni tari yang dibatasi oleh etika dan norma-norma yang berlaku di lingkungannya.Tor-tor Simalungun biasanya tidak hanya sebatas hiburan semata tetapi terdapat nilai plus bersifat sakral yang merupakan realisasi dari salah satu elemen budaya Simalungun yang mengandung nilai-nilai luhur sosial universal dan dogma-dogma religi. Adapun jenis Tor-tor yang sering digunakan antara lain:

1. Tor-tor Turahan adalah Tor-tor yang dilakukan untuk bergotong

royong menarik kayu untuk membangun sebuah istana kerajaan atau rumah besar. Biasanya kinerja gotong-royong diawasi oleh seorang mandor yang sekaligus bertugas untuk penyemangat para pekerja.

2. Tor-tor Toping-toping adalah Tor-tor yang digunakan untuk

menghibur keluarga atau kerabat orang yang sudah meninggal dalam kondisi Saurmatua3

3

Tingkatan kematian yang dianggap tinggi karena telah menyelesaikan tugas-tugasnya (dalam

. Tarian ini merupakan bentuk tarian yang mirip

dengan gerakan kuda, dalam tarian ini juga sebahagian dari penari memakai topeng. Dahulu tarian ini digunakan untuk menghibur para


(38)

raja yang mengalami duka karena anggota keluarganya yang meninggal.

3. Tor-torSombah adalah tarian yang digunakan untuk menyambut

kehadiran Tondong4

4. Tor-tor Porang yaitu tarian adu ketangkasan seni beladiri dengan

tangan kosong.

. Tarian ini juga sering digunakan untuk

menyambut para tamu kehormatan yang datang berkunjung untuk menghadiri acara ataupun upacara.

5. Tor-tor Dihar Manglao-alo yaitu tarian yang digunakan untuk

penyambutan dan pengawalan tamu-tamu kerajaan atau tamu pemerintahan. Tarian ini biasanya ditarikan oleh dua orang atau empat orang pria dengan menggunakan sebilah pedang di setiap penari. 6. Tor-tor Haro-haro tarian ini disebut sebagai Haroan Bolon yang

merupakan Tor-tor hiburan dalam konteks kreasi.

2.4.4 Seni Ukir atau Seni Gorga

Seni Gorga adalah seni ukir yang sering digunakan sebagai simbol-simbol kekerabatan ataupun sebagai bukti sejarah perkembangan kebudayaan Simalungun biasanya Gorga terdapat pada dinding-dinding dan tiang rumah adat Simalungun. Ada beberapa jenis Gorga pada masyarakat Simalungun diantaranya:


(39)

1.

Gambar 1 : Gorga Pinar Suleppat 2.

Gambar 2 :Gorga Pinar Sirangrang

3.


(40)

4.

Gambar 4 :Gorga Pinar Rumbak-Rumbak Sihala

5.

Gambar 5 : Gorga Pinar Porkis Manakkih Bakkar

6.


(41)

7.

Gambar 7 :Gorga Pinar Mombang

8.

Gambar 8 :Gorga Pinar Jembut Uwou

9.


(42)

10.

Gambar 10 :Gorga Pinar Hail Putor

11.

Gambar 11 :Gorga Pinar Gundur Manggulapa

12.


(43)

13.

Gambar 13 :Gorga Pinar Bulungni Andudur

14.

Gambar 14 :Gorga Pinar Asi-Asi

15.


(44)

16.

Gambar 16 : Gorga Pinar Andoni Tabu

Dan masih banyak jenis Gorga pada masyarakat Simalungun yang setiap jenis ukirannya melambangkan nilai-nilai dan norma kehidupan. Pada masyarakat Simalungun juga terdapat beberapa aspek kesenian lainnya yang pada saat ini sudah tidak lagi dijumpai dengan mudah. Beberapa diantaranya adalah Seni pahat yaitu seni dalam membuat patung dari batu ataupun kayu, aspek ini biasa digunakan untuk mengabadikan suatu kejadian atau tokoh besar di suatu kerajaan, biasanya bentuk kesenian ini dapat ditemukan di perkampungan asli masyarakat Simalungun tetapi karena banyaknya pergesekan budaya bentuk kebudayaan ini sudah jarang ditemukan sehingga pemerintah mengabadikannya di dalam museum daerah. Seni Tenun yaitu seni pembuatan kain dengan rajutan benang-benang yang dibentuk sesuai dengan yang diinginkan, aspek seni ini biasanya menghasilkan suatu kerajinan kain yang disebut Ulos. Ulos pada masyarakat Simalungun


(45)

Masyarakat Simalungun menggunakan Ulos dalam beberapa upacara adat misalnya dalam upacara pernikahan, upacara kematian dan dalam kegiatan adat istiadat lainya. Bentuk kesenian lainnya adalah Seni Arsitektur yaitu seni untuk membangun rumah dengan arsitektur tradisional. Aspek seni ini berperan sebagai tolak ukur ketepatan bangunan rumah adat Simalungun. Biasanya yang menjadi pertimbagan dalam Seni Arsitektur adalah posisi rumah, jumlah tangga rumah, besar kecilnya rumah, hingga aturan ruangan dalam rumah.

Banyak dari aspek kesenian tersebut ditinggalkan oleh masyarakat karena dianggap kurang sesuai dengan perkembangan zaman.Walaupun demikian beberapa masyarakat Simalungun yang memilih hidup di perkampungan lebih mempertahankan aspek kesenian tersebut.Hal ini dikarenakan aspek kesenian tersebut menjadi sebuah mata pencaharian pokok dalam kehidupan masyarakat di perkampungan tersebut.

2.5 Sistem Kekerabatan

Menurut M.D. Purba dalam bukunya yang berjudul Adat Perkawinan Simalungun (1985), ada dua cara yang umum yang dipakai untuk menarik garis keturunan, yaitu :

1. Menarik garis keturunan hanya dari satu pihak, yaitu mungkin dari pihak laki-laki dan mungkin pula dari pihak perempuan. Masyarakat demikian dinamakan masyarakat unilateral. Jika masyarakat tersebut menarik garis


(46)

keturunan dari pihak laki-laki atau ayah saja, maka keturunan tersebut disebut masyarakat patrilineal. Dan jika menarik dari garis keturunan perempuan (ibu) maka disebut matrilineal.

2. Menarik garis keturunan dari kedua orang tua, yaitu ayah dan ibu, masyarakat demikian disebut masyarakat bilateral atau masyarakat parental.

Berdasarkan teori di atas, masyarakat Simalungun dalam garis keturunannya menganut sistem patrilineal, dimana ayah sebagai penentu garis keturunan dalam suatu keluarga, sehingga anak laki-laki dalam suatu keluarga adat Simalungun dianggap lebih memiliki posisi penting. Beberapa pembuktian mengenai garis keturunan Simalungun adalah sistem marga, setiap kelahiran seorang anak dalam adat Simalungun akan mengikuti marga ayahnya. Hal lain yang mendukung gagasan di atas adalah kedudukan laki-laki sebagai kepala rumah tangga sekaligus sebagai pewarta harta warisan.

Hubungan kekerabatan masyarakat Simalungun dilandasi oleh tata marga yang masing-masing mempunyai hubungan tertentu. Perkawinan dalam masyarakat Simalungun hanya dapat dilakukan dengan marga yang berbeda, perkawinan antar marga yang satu dengan yang lainnya akan menghasilkan penggolongan marga yang membuat marga lainnya memiliki status kedudukan tertentu.

Dalam kehidupan masyarakat Simalungun sering dikenal sebutan

Partuturan yaitu istilah yang digunakan untuk penggolongan setiap marga, jauh


(47)

setiap masyarakat Simalungun ditentukan oleh Partuturan. Partuturan dibagi ke dalam beberapa bagian:

1. Tutur Manorus / Langsung

Kekerabatan yang langsung terkait dengan diri sendiri. Misalnya:

Sima-sima artinya anak dari Nono/Nini. Botou artinya saudara perempuan

baik lebih tua atau lebih muda.Mangkela (baca: Makkela) artinya suami dari saudara perempuan dari ayah.

2. Tutur Holmouan / Kelompok

Proses berjalannya adat istiadat dalam kehidupan masyarakat Simalungun dapat dilihat melalui tutur Holmouan. Misalnya: Panogolan artinya kemenakan, anak laki/perempuan dari saudara perempuan.

Tondong Bolon artinya pambuatan (orang tua atau saudara laki dari

istri/suami).Bapa Tongah artinya saudara lelaki ayah yang lahir dipertengahan (bukan paling muda, bukan paling tua).

3. Tutur Natipak / Kehormatan

Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Simalungun Tutur Natipak/Kehormatan biasanya digunakan sebagai pengganti nama dari orang yang diajak berbicara sebagai tanda hormat. Misalnya: Kaha digunakan pada istri dari saudara laki-laki yang lebih tua. Ambia Panggilan seorang laki-laki terhadap laki-laki lain yang seumuran atau bawahan. Ikatan kekerabatan diklasifikasikan dalam suatu sistem yang dalam bahasa Simalungun dikenal Tolu Sahundulan, yaitu :


(48)

2. Anak Boru/Boru (Penerima Istri)

3. Sanina/Sapanganonkon (Sanak saudara, individu semarga atau pembawa garis keturunan).

Dalam masyarakat Simalungun pengakuan atas seorang pria dewasa dapat dilihat dari keikutsertaannya dalam kegiatan adat istiadat, menurut aturan adat yang berlaku, pria yang sudah menikah dan memiliki anak adalah syarat seseorang agar dapat ikut serta dalam kegiatan adat-istiadat.

i. Marga-marga Simalungun

Dalam penggolongan marga pada masyarakat Simalungun terdapat empat bagian besar marga dengan akronim SISADAPURyaitu:

1. Damanik 2. Saragih 3. Purba 4. Sinaga

Keempat marga besar itu didapatkan dari Permusyawaratan Besar atau disebut dengan “Harungguan Bolon” yang dilakukan oleh empat raja besar Simalungun yang berjanji untuk tidak saling menyerang dan tidak saling bermusuhan, Marsiurupan bani hasunsuhan na legan, rup mangimbang munsuh. Raja-raja tersebut aalah:

1. Raja Nagur bermarga Damanik 2. Raja Banua Sobou bermarga Saragih 3. Raja Banua Purba bermarga Purba 4. Raja Saniang Naga bermarga Sinaga


(49)

Adapun penjelasan mengenai keempat raja di atas adalah sebagai berikut : 1. Raja Nagur bermarga Damanik

Damanik berarti Simada Manik (pemilik manik), dalam bahasa Simalungun, Manik berarti Tonduy, Sumangat, Tunggung, Halanigan (bersemangat, berkharisma, agung/terhormat, paling cerdas).Raja ini berasal dari kaum bangsawan Hindia Selatan dari Kerajaan Nagore. Pada abad ke-12, keturunan raja Nagur ini mendapat serangan dari Raja Rajendra Chola dari India, yang mengakibatkan terusirnya mereka dari Pamatang Nagur di daerah Pulau Pandan hingga terbagi menjadi 3 bagian sesuai dengan jumlah puteranya: Marah Silau yang menurunkan Raja Manik Hasian, Raja Jumorlang, Raja Sipolha, Raja Siantar, Tuan Raja Siantar dan Tuan Raja Damanik Soro Tilu (yang menurunkan marga raja Nagur di sekitar gunung Simbolon: Damanik Nagur, Bayu, Hajangan, Rih, Malayu, Rappogos, Usang, Rih, Simaringga, Sarasan, Sola) Timo Raya (yang menurunkan raja Bornou, Raja Ula dan keturunannya Damanik Tomok). Selain itu datang marga keturunan Silau Raja, Ambarita Raja, Gurning Raja, Malau Raja, Limbong, Manik Raja yang berasal dari Pulau Samosir dan mengaku Damanik di Simalungun.

2. Raja Banua Sobou bermarga Saragih

Saragih dalam bahasa Simalungun berarti Simada Ragih, yang mana Ragih berarti atur, susun, tata, sehingga simada ragih berarti Pemilik aturan atau pengatur, penyusun atau pemegang undang-undang.


(50)

 Saragih Garingging yang pernah merantau ke Ajinembah dan kembali ke Raya. Saragih Garingging kemudian pecah menjadi dua, yaitu: Dasalak, menjadi raja di Padang Badagei, Dajawak merantau ke Rakutbesi dan Tanah Karo dan menjadi marga Ginting Jawak.

 Saragih Sumbayak keturunan Tuan Raya Tongah, Pamajuhi, dan Bona ni Gonrang.

Walaupun jelas terlihat bahwa hanya ada dua keturunan Raja Banua Sobou, pada zaman Tuan Rondahaim terdapat beberapa marga yang mengaku dirinya sebagai bagian dari Saragih (berafiliasi) yaitu: Turnip, Sidauruk, Simarmata, Sitanggang, Munthe, Sijabat, Sidabalok, Sidabukke, Simanihuruk.

Ada satu lagi marga yang mengaku sebagai bagian dari Saragih yaitu Pardalan Tapian, marga ini berasal dari daerah Samosir.Rumah Bolon Raja Purba di Pematang Purba Simalungun.

3. Raja Banua Purba bermarga Purba

Purba menurut bahasa berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Purwa yang berarti timur, gelagat masa datang, pengatur, pemegang Undang-undang, tenungan pengetahuan, cendekiawan atau sarjana. Keturunannya adalah: Tambak, Sigumonrong, Tua, Sidasuha (Sidadolog, Sidagambir). Kemudian ada lagi Purba Siborom Tanjung, Pakpak, Girsang, Tondang, Sihala, Raya.Pada abad ke-18 ada beberapa marga Simamora dari Bakkara melalui Samosir untuk kemudian menetap di Haranggaol dan mengaku dirinya Purba.Purba keturunan Simamora ini kemudian menjadi Purba Manorsa dan tinggal di Tangga Batu dan Purbasaribu.


(51)

4. Raja Saniang Naga bermarga Sinaga

Sinaga berarti Simada Naga, dimana Naga dalam mitologi dewa dikenal sebagai penebab Gempa dan Tanah Longsor. Keturunannya adalah marga Sinaga di Kerajaan Tanah Jawa, Batangiou di Asahan. Saat kerajaan Majapahit melakukan ekspansi di Sumatera pada abad ke-14, pasukan dari Jambi yang dipimpin Panglima Bungkuk melarikan diri ke kerajaan Batangiou dan mengaku bahwa dirinya adalah Sinaga.

Menurut Taralamsyah Saragih, nenek moyang mereka ini kemudian menjadi raja Tanoh Djawa dengan marga Sinaga Dadihoyong setelah ia mengalahkan Tuan Raya Si Tonggang marga Sinaga dari kerajaan Batangiou dalam suatu ritual adu umpah (Sibijaon). (Tideman, 1922).

2.6 Sistem Kepercayaan.

Dalam kepercayaan Masyarakat Simalungun yang diperoleh melalui catatan (analisis) Tiongkok sewaktu Dinasty SWI (570-620), Kerajaan Nagur sebagai Simalungun Tua, banyak disebut-sebut dalam hasil penelitian Sutan Martua Raja Siregar yang dimuat dalam Buku Sejarah Batak oleh Batara Sangti Simanjuntak, yang mana terdapat pernyataan bahwa pada abad ke V Kerajaan “Nagur” sebagai satu “Simalungun Batak First Kingdom” yang telah mempunyai hubungan bilateral dagang dengan bangsa-bangsa lain terutama dengan Tiongkok (China).

Seiring dengan berkembangnya Kerajaan Nagur tersebut muncul sebuah sistem kepercayaan yaitu Animisme, dalam hal ini kepercayaan yang dianut adalah


(52)

supajuh begu-begu/sipele begu, dimana pemimpin kepercayaannya disebut Datu.

Dalam kepercayaan supajuh begu-begu/sipele begu mereka mempercayai adanya tiga Dewa, yaitu :

1. Naibata na i babou/i nagori atas (di Benua Atas) 2. Naibata na i tongah/i nagori tongah (di Benua Tengah) 3. Naibata na i toruh/i nagori toruh (di Benua Bawah)

Dalam Kerajaan Nagur terdapat istilah “Parhutahon” yaitu pemanggilan arwah nenek moyang melalui upacara ritual, dimana dalam upacara tersebut dipercayai hadirnya roh melalui “Paninggiran” (kesurupan) oleh salah seorang keturunannya atau seseorang yang mempunyai kemampuan sebagai perantara “paniaran”.

Dalam penelitian G. L Tichelman dan P. Voorhoeve yang dimuat dalam bukunya “Steenplastiek Simaloengoen” terbitan Kohler&Co Medan tahun 1936 bahwa di Simalungun (kerajaan Nagur) terdapat 156 Panghulubalang (Berhala).

Panghulubalang adalah patung batu yang pada mulanya adalah panglima perang

yang kalah di medan pertempuran musuh yang kemudian kepala panglima tersebut dijadikan sebagai sesajen untuk para dewa dan selanjutnya roh panglima perang tersebut terikat pada patung dan setia kepada musuh. Panghulubalang ini akan ditempatkan pada tempat yang dikeramatkan (Sinumbah).

Dalam sebuah upacara ritual peserta yang mengikuti jalannya upacara adalah para

Datu.Setiap Datu memiliki tongkat sihir atau disebut juga “Tungkot Tunggal Panaluan”.Pimpinan tertingginya dari Datu-datu disebut “GURU BOLON”.Acara

ritual kepercayaan ini dipegang penuh oleh Datu, baik di istana maupun di tengah masyarakat.


(53)

2.7 Biografi Singkat Bapak Rosul Damanik

Dalam bagian ini penulis akan memaparkan perjalanan hidup sekaligus riwayat Bapak Rosul Damanik, terutama peranan Bapak Rosul Damanik sebagai seniman dan pembuat alat musik tradisional Simalungun di Sumatera Utara khususnya di kabupaten Simalungun. Biografi ini akan membahas hal-hal umum yang berkaitan dengan kehidupan Bapak Rosul Damanik. Data biografi diperoleh melalui wawancara langsung dengan Bapak Rosul Damanik serta para musisi tradisional Simalungun yang memiliki kedekatan emosional dengan Bapak Rosul Damanik. Hal ini dilakukan untuk melengkapi keabsahan biografi beliau.

Bapak Rosul Damanik lahir pada 10 November 1957 di desa Sari Matondang I, Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun. Beliau adalah pemeluk agama islam anak dari Bapak (alm) D. Damanik dan Ibu (almh) O Saragih. Kedua orang tua beliau berprofesi sebagai petani. Dalam perjalanannya di dunia pendidikan, bapak Rosul Damanik menyelesaikan pendidikan akhirnya di tingkat Diploma III jurusan SPG Pematang Raya pada tahun 1977. Beliau pertama kali menekuni kesenian Simalungun khususnya di bidang musik pada tahun 1994 yang kemudian berkembang hingga saat ini. Penampilan dalam acara Marsombu

SiholSimalungun (Istora Senayan Jakarta, 1994) merupakan penampilan

perdananya dalam acara nasional. Pengalaman perdananya menjadi suatu motivasi tersendiri dalam setiap karya lanjutannya, yang kemudian mendapatkan beberapa anugrah penghargaan atas jasanya dalam kesenian Simalungun, dari tingkat nasional hingga internasional. Saat ini bapak Rosul Daamanik bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil bidang pengawas kebudayaan setelah sebelumnya


(54)

ditugaskan di tenaga pengajar bidang seni budaya. Beliau juga memiliki grup musik Simalungun yang bernama Riahmadear, grup ini bermain disegala jenis kegiatan Simalungun, mulai dari upacara-upacara, hiburan, sampai peresmian. Selain grup musik beliau juga memiliki bengkel musik sendiri, tempat ini dijadikan sebagai tempat perbaikan sekaligus tempat pembuatan alat-alat musik Simalungun. Banyak produk alat musik Simalungun yang telah dibuat oleh bapak Rosul Damanik, mulai dari ensambel Gondrang Sidua sampai Gondrang

Sipitu.bahkan alat musik solo instrumen juga menjadi sasaran beliau.

Kepiawaiannya dalam membuat alat musik didapatkan dari pengalaman-pengalaman selama bergelut di dunia kesenian Simalungun.


(55)

BAB III

KAJIAN ORGANOLOGIS GARANTUNG SIMALUNGUN

3.1 Klasifikasi Garantung Simalungun

Dalam pengklasifikasian Garantung Simalungun penulis mengacu pada landasan teori yang dikemukakan oleh Kurt Sach dan Hornbostel (1961) yaitu : “Sistem pengklasifikasian alat musik ditentukan berdasarkan sumber penggetar utama/penghasil bunyi pada alat musik tersebut”. Sistem pengklasifikasian ini terbagi menjadi empat bagian besar, berikut adalah penjelasan mengenai pengklasifikasian alat musik beserta contohnya dalam alat musik Simalungun yaitu :

1. Idiofonmerupakan jenis alat musik yang sumber penggetar

utama bunyi adalah tubuh alat musik itu sendiri. Contohnya : Garantung, Ogung, Mongmongan, dan Sitalasayak.

2. Aerofon merupakan jenis alat musik yang sumber penggetar

utama bunyi adalah udara. Contohnya : Ole-ole, Sordam, Saligung, Sulim, Tulila, Sarunei buluh, dan Sarunei bolon. 3. Membranofon merupakan jenis alat musik yang seumber

penggetar utama bunyi adalah kulit/membran. Contohnya : Gondrang sipitu-pitu, dan Gondramg sidua-dua.

4. Kordofon merupakan jenis alat musik yang sumber penggetar

utama bunyi adalah senar/dawai. Contohnya : Arbab, Husapi, Tengtung, dan Hodong-hodong.


(56)

Berdasarkan paparan klasifikasi di atas Garantung Simalungun diklasifikasikan sebagai alat musik idiofonyang sumber penggetar utama bunyinya berasal dari tubuh alat musik itu sendiri. Dalam sub klasifikasi idiofonGarantung Simalungun tergolong dalam xilofon, yang mana sub klasifikasi xilofon adalah gabungan dari dua kata yaitu xilo artinya kayu dan phone artinya suara, jika digabungkan menjadi suara kayu. Secara kompleks xilofon adalah sebuah alat musik yang termasuk dalam penggolongan perkusi yang terdiri dari batang-batang kayu dalam berbagai ukuran yang kemudian menghasilkan suara dan menghasilkan nada. Garantung Simalungun memiliki tujuh bilah-bilah kayu yang masing-masingnya menghasilkan nada tertentu.

3.2 Konstruksi Bagian-Bagian Garantung Simalungun

3.3 Teknik Pembuatan Garantung Simalungun

Dalam pembuatan Garantung Simalungun tergolong sederhana karena semua proses pembuatan dilakukan dengan teknik tradisional dimana semua tahapannya dilakukan dengan menggunakan tangan, tanpa bantuan mesin. Alat-alat pembuatan Garantung Simalungun merupakan Alat-alat-Alat-alat yang pada umumnya


(57)

baku yang digunakan dalam proses pembuatan Garantung Simalungun juga merupakan bahan baku yang mudah diperoleh dari lingkungan sekitar masyarakat Simalungun. Dalam sub Bab ini akan diuraikan penjelasan mengenai bahan baku maupun alat-alat yang gunakan, serta fungsinya masing-masing dalam proses pembuatan Garantung Simalungun.

3.3.1 Bahan Baku yang Digunakan 3.3.1.1 Kayu

Kayu merupakan bahan baku utama pembuatan Garantung Simalungun. Untuk membuat Garantung Simalungun terdapat tiga bagian fungsi kayu yaitu : kayu sebagai bilah-bilah untuk menghasilkan nada, kayu sebagai bahan baku pembuatan stik, dan kayu sebagai penyangga/resonator. Kayu yang digunakan sebagai bahan baku diperoleh dari pohon yang sudah tua.

Terdapat tiga jenis kayu yang biasanya digunakan sebagai bahan baku Garantung Simalungun yaitu:

1. Kayu Sibola 2. Kayu Rese 3. Kayu Ingul 4. Kayu Enau/Bagut 3.3.1.2 Tali

Tali merupakan alat bantu sebagai penghubung ke tujuh bilah-bilah kayu yang nantinya akan disusun sesuai dengan nada yang diinginkan, kemudian tali tersebut akan diikatkan ke tiang penyangga. Pada zaman dahulu tali yang digunakan adalah taliyang merupakan hasil anyaman serat alam dengan


(58)

menggunakan alat tenun yang masih sangat sederhana. Jenis serat alam yang biasa digunakan dalam pembuatan tali adalah ijuk atau rambut, wol, sutra dan kapas. Sayangnya,tali yang terbuat dari serat alam tersebut masih memiliki keterbatasan yakni serat alam mudah mengalami pembusukan dan penyusutan sehingga tidak bertahan lama. Hal ini tentunya memaksa manusia untuk mencari alternatif tali yang bagus maka terciptalah tali yang terbuat dari bahan sintetis yang memiliki daya tahan yang lebih lama dan lebih kuat dari tali yang terbuat dari serat alami.

Tali ini pertama kali diperkenalkan oleh W.H Carothers(1938), dimana tali tersebut dinamakan Nylon yang merupakan produk yang populer sampai saat ini. Oleh karena itu dalam hal ini tali yang digunakan Bapak Rosul Damanik sebagai penghubung ke tujuh bilah-bilah kayu tersebut adalah jenis tali Nylon. Pertimbangan dalam memilih tali ini selain karena kualitas yang kuat adalah tali ini dapat diperoleh dengan mudah.

3.3.1.3 Cat kayu

Cat kayu digunakan sebagai bahan pembuatan ornamen pada tiang penyangga Garantung Simalungun, cat yang dipakai dalam membuat ornamen tersebut menggunakan tiga warna, yang merupakan warna khas etnis Simalungun, yaitu : merah, hitam, putih.

3.3.1.4 Baut/Mur

Baut/mur digunakan sebagai penyambung antara potongan-potongan kayu (broti) dalam pembuatan penyangga Garantung Simalungun. Baut yang digunakan


(59)

memiliki ukuran panjang 10 cm. Bapak Rosul Damanik menggunakan baut/mur sebagai penyambung penyangga agar tiang penyangga dapat dibongkar pasang sebelum dan setelah memainkan Garantung Simalungun. Beliau memperoleh baut ini dari toko material terdekat.

3.3.1.5 Selang

Selang yang digunakan adalah jenis selang elastis yang memiliki panjang 23 cm dan berdiameter 0,5 cm. Selang ini berfungsi sebagai pembalut tali penyangga Garantung Simalungun dan sebagai pemisah jarak antara bilah-bilah Garantung Simalungun agar Garantung Simalungun tidak berbenturan antara satu dengan yang lainnya pada saat dimainkan..

`3.3.1.6 Paku

Paku digunakan sebagai penyambung kaki dengan tiang penyangga Garantung Simalungun, karena antara kaki penyangga dan tiang penyangga disambung secara permanen, oleh karena itu bapak Rosul Damanik menggunakan paku sebagai penyambungnya. Paku yang digunakan memiliki panjang 7 cm.

Berikut ini gambar bahan baku yang digunakan untuk membuat Garantung Simalungun:


(60)

Kayu Ingul


(61)

Cat Kayu


(62)

Selang

Paku

Gambar: Bahan-bahan yang digunakan

3.3.2 Peralatan yang digunakan 3.3.2.1 Gergaji


(63)

Gergaji yang digunakan adalah jenis gergaji kayu.Gergaji ini berfungsi sebagai alat pemotong kayu, baik dalam penebangan pohon maupunmemotong bilah-bilah kayu. Gergaji juga digunakan sebagai pemotong balok kayu yang akan digunakan sebagai penyangga.

3.3.2.2 Parang

Parang yang digunakan adalah parang yang berukuran besar dan panjang yang memiliki gagang kayu sebagai pegangan tangan. Parang berfungsi untuk memebentuk ukuran bilah-bilah kayu sekaligus sebagai alat bantu untuk menentukan nada pada bilah-bilah kayu.

3.3.2.3 Pisau

Pisau yang digunakan adalah pisau belati yang memiliki ujung runcing dan tajam. Pisau ini memiliki banyak peranan terutama dalam finishing (tahap akhir) Garantung Simalungun misalnya mengikis bilah-bilah kayu agar lebih rapi, mengikis serat-serat kayu, memotong tali dan sebagainya.

3.3.2.4 Pukor/bor

Alat ini digunakan untuk melubangi bilah-bilah kayu agar tali dapat masuk dari satu bilah ke bilah yang lain sehingga tali dapat menyambungkan semua bilah-bilah kayu pada Garantung Simalungun.


(64)

Alat ini merupakan alat yang digunakan untuk mengukur panjang dan lebar bilah-bilah kayu agar bilah-bilah kayu sesuai dengan ukuran yang diinginkan.Sedangkan pada penyangga, penggaris/meteran digunakan untuk mengukur tinggi rendahnya penyangga.

3.3.2.6 Batu Gosok

Batu gosok digunakan untuk menajamkan parang dan pisau apabila dianggap kurang tajam.

3.3.2.7 Pensil

Pensil dalam hal ini digunakan sebagai pemberi tanda pada bilah kayu yang telah diukur sekaligus sebagai alat untuk melukis ornamen Gorga pada tiang penyangga.

3.3.2.8 Kuas

Kuas digunakan sebagai alat poles cat pada penyangga Garantung Simalungun. Bapak Rosul Damanik menggunakan kuas kecil dengan panjang 18 cm dan lebar 2 cm, beliau memilih menggunakan kuas kecil tersebut agar mempermudah pelukisan gorga secara detail pada penyangga Garantung Simalungun.

3.3.2.9 Martil/Palu

Martil/palu digunakan sebagai pemukul paku agar paku menancap antara kaki penyangga dan tiang penyangga.


(65)

3.3.2.10 Obeng

Tidak jauh beda dengan fungsi martil, obeng digunakan sebagai alat untuk memutar baut/mur agar menembus tiang penyangga Garantung Simalungun antara satu dengan yang lain.

Berikut ini adalah gambar peralatan yang digunakan untuk membuat Garantung Simalungun:


(66)

Parang


(67)

Bor


(68)

Batu Gosok


(69)

Kuas


(70)

Obeng

Gambar: Peralatan yang digunakan

3.3.3 Proses Pembuatan 3.3.3.1 Memilih Kayu

Dalam proses awal pembuatan Garantung Simalungun langkah pertama yang dilakukan adalah memilih jenis kayu yang diinginkan, seperti yang diuraikan pada penjabaran diatas sebelumnya, terdapat empat jenis kayu yang menjadi sasaran utama pembuatan, yaitu : kayu Resse, Ingul, Sibola, dan Enau/Bagut. Dalamtahap ini bapak Rosul Damanik memillih kayu Ingul. Alasan memilih jenis kayu ini karena bentuknya yang lurus, dan mudah dibelah, kayunya ringan, serta suara yang dihasilkan nyaring, dan kuat. Hal inilah yang menjadi pertimbangan Bapak Rosul Damanik untuk menjadikannya Garantung Simalungun. Beliau


(71)

memperoleh jenis kayu tersebut dari proyek penebangan kayu, kayu-kayu yang diperoleh masih berukuran panjang tiga meter berbentuk balok. Setelah menentukan kayu (dalam hal ini kayu Ingul), kemudian kayu dibawa ke tempat pembuatan selanjutnya. Proses ini biasanya dilakukan seorang diri oleh bapak Rosul Damanik.

3.3.3.2 Membentuk Bagian-Bagian Garantung Simalungun

Adapun bagian-bagian Garantung Simalungun yang berbahan baku kayu adalah bilah-bilah kayu, stik (pemukul), dan tukkol (penyangga), sementara bagian lain yang tidak berbahan baku kayu adalah selang pemisah, dan tali penyangga. Proses membentuk bagian-bagian Garantung Simalungun ini dilakukan oleh bapak Rosul Damanik secara bertahap.

3.3.3.2.1 Membuat Bilah-Bilah Garantung Simalungun

Dalam proses membuat bilah-bilah Garantung Simalungun, tahap pertama yang harus dilakukan adalah pengukuran, hal ini dilakukan untuk menentukan kayu yang dipakai dan kayu yang tidak dipakai, selain itu proses ini juga dilakukan untuk menyamakan ukuran-ukuran bilah kayu di mana yang menjadi bahan ukuran rata-rata adalah panjang 38,5 cm, lebar 8 cm, ketebalan 3 cm (gambar). Alat yang digunakan bapak Rosul Damanik untuk mengukur bilah-bilah kayu adalah meteran yang biasa dipakai dalam pengukuran tekstil, alasan beliau memilih meteran tersebut dikarenakan meteran ini dianggap lebih praktis dibanding jenis meteran lainnya. Awalnya proses pengukuran dilakukan dengan menarik ujung meteran sampai pada sisi bilah kayu yang sudah ditentukan,


(72)

bilah-bilah kayu yang telah diukur kemudian diberi tanda dengan menggunakan pensil (gambar).

Kemudian kayu yang telah diukur dipotong dengan menggunakan gergaji (gambar), Tahap berikutnya adalah pengikisan kayu, proses pengikisan ini dilakukan untuk membuat nada sesuai dengan yang dibutuhkan, proses ini dilakukan dengan menggunakan parang sampai nantinya bilah-bilah kayu akan menghasilkan nadanya masing-masing (gambar). Butuh kehati-hatian dalam proses ini karena kesalahan dalam pengikisan dapat mengakibatkan pergantian kayu yang baru. Setelah pengikisan selesai bilah kayu diberi lubang pada bagian sisi samping atas dan bawah, proses ini dilakukan dengan menggunakan bor (gambar).

Setelah semua proses di atas dianggap selesai, maka tahap selanjutnya adalah proses penghalusan, tahap ini dilakukan dengan menggunakan pisau runcing agar kayu lebih rapi, selain itu sudut-sudut Garantung Simalungun yang dianggap tajam dan dapat mengakibatkan ketidaknyamanan dalam bermain juga tidak lepas dari fokus proses ini (Gambar).

Tahap akhir dari proses ini adalah pengeringan Garantung Simalungun, biasanya proses pengeringan Garantung Simalungun memakan waktu 14 hari dengan suhu rata-rata sekitar 32˚C, dimana dalam proses pengeringan ini, kayu tidak diperbolehkan terkena sinar matahari langsung untuk mencegah terjadinya keretakan di setiap sisi kayu, oleh karena itu bapak Rosul Damanik menggunakan keset kaki untuk menutupi Garantung Simalungun (gambar).


(73)

(74)

Penandaan ukuran balok kayu dengan pensil


(75)

Pengikisan bilah-bilah kayu dengan parang


(76)

Pengikisan bilah Garantung Simalungun

Pengeringan bilah-bilah Garantung Simalungun


(77)

Untuk memukul Garantung Simalungun digunakan stik (pemukul) sebagai alat utamanya. Stik (pemukul) Garantung Simalungun terbuat dari kayu dan bambu, dalam hal ini bapak Rosul Damanik membuatnya dari kayu yang sejenis dengan kayu yang digunakan untuk Garantung Simalungun yaitu kayu Ingulyang telah berbentuk balok-balok kecil (gambar). Pembuatan dilakukan dengan menggunakan parang dan pisau runcing, tahap pertama balok kayu dibagi menjadi dua bagian (gambar), kemudian di perkecil sampai berukuran panjang 25 cm diameter 1 cm setelah balok kayu telah berbentuk stik tahap selanjutnya adalah penghalusan stik dengan menggunakan kertas pasir. Tahap ini digunakan agar stik nyaman dipegang oleh pemain Garantung Simalungun.


(78)

Pemotongan stik (pemukul)


(79)

Dalam tahap pembentukan penyangga, bapak Rosul Damanik menentukan posisi bermain terlebih dahulu. Ada tiga posisi bermain Garantung Simalungun, yaitu :

• Posisi bermain duduk di lantai, dalam posisi ini penyangga yang digunakan adalah berbentuk peti sesuai ukuran yang ditentukan, nantinya penyangga ini berfungsi sebagai resonator Garantung Simalungun.

• Posisi bermain duduk di atas kursi, dalam posisi ini penyangga yang digunakan adalah penyangga yang berberntuk rak, dengan ukuran tinggi 32 cm atau sama dengan ukuran tinggi lutut orang dewasa.

• Posisi berdiri, dalam posisi ini pemain Garantung Simalungun memainkannya dengan posisi berdiri, sehingga penyangga yang digunakan adalah penyangga yang berbentuk rak dengan ukuran yang lebih tinggi, yaitu 100 cm atau setara dengan tinggi perut orang dewasa.

Kali ini bapak Rosul Damanik membuat penyangga dalam posisi duduk diatas kursi (gambar). Tahap pertama beliau mengukur balok kayu sesuai dengan yang ditentukan (gambar), kemudian dilakukan pemotongan. Penyanggah mempunyai dua tiang utama (gambar) yang disambung dengan potongan kayu lainnya. Proses penyambungan dilakukan dengan menggunakan paku kayu (gambar). Setelah masing-masing tiang utama disambung, selanjutnya dilakukan pnghalusan dengan menggunakan kertas pasir, (gambar) kemudian membuat ornamen pada


(80)

penyanggah, proses ini dilakukan dengan cat yang telah disediakan (gambar).

Penyangga (tukkol) dalam posisi bermain duduk


(81)

Tiang utama penyangga

Pengecatan dan pembuatan ornamen


(82)

Tahap penyempurnaan merupakan tahap akhir dari semua proses pembuatan bagian-bagian Garantung Simalungun. Proses ini bertujuan agar Garantung Simalungun dapat dimainkan dengan baik. Tahap penyempurnaan dilakukan dengan memasang bagian-bagian Garantung Simalungun yang telah diselesaikan satu per satu berdasarkan bagian-bagiannya

3.3.4.1 Pemasangan Selang Pemisah

Tahap awal dalampemasangan selang sebagai pemisah antara bilah-bilah Garantung Simalungun dilakukan dengan pengukuran, selang yang digunakan sebagai pemisahnya berukuran panjang 1 cm, dan diameter 1

2 cm (gambar). Kemudian setelah selang dipotong (gambar), selang pemisah dimasukkan ke tali penyangga perlahan (gambar) dan bersamaan dengan proses pemasukan bilah-bilah Garantung Simalungun (gambar).


(83)

Pemotongan selang


(84)

3.3.4.2 Pemasangan Tali Penyangga

Proses pemasangan tali penyangga dilakukan perlahan dengan memasukkan tali ke lubang yang telah dibuat sebelumnya pada Garantung Simalungun (gambar). Kemudian setelah proses selesai, tali diikatkan ke penyangga Garantung Simalungun


(85)

Pemasangan tali penyangga Garantung Simalungun

3.4 Kajian Fungsional

Dalam kajian fungsional berikut ini akan dibahas beberapa hal, yaitu: Proses Belajar, Sistem Pelarasan Bunyi, Cara Memainkan, Garantung Simalungun, Nada yang Dihasilkan Alat Musik Garantung Simalungun, Teknik Memainkan Garantung Simalungun.

3.4.1 Proses Belajar

Proser pembelajaran bermain Garantung Simalungun dilakukan denganoral tradition. Dari hasil wawancara dengan Bapak Rosul Damanik mengenai proses belajar, menurut beliau seorang yang ingin belajar memainkan Garantung Simalungun harus memiliki keinginan yang kuat dari diri sendiri serta didukung oleh rasa relevan dan stabil emosi dalam proses belajar. Proses belajar yang sering diterapkan dalam berlatih memainkan Garantung Simalungun


(86)

proses belajar secara lisan dan muridnya mendengar apa yang dikatakan guru, kemudian guru akan meminta murid tersebut untuk menerapkannya langsung pada Garantung Simalungun. Jika terjadi kesalahan dalam permainan, guru tersebut akan mencontohkan teknik permainan yang benar secara langsung di depan murid dengan masing-masingnya memegang alat musik Garantung Simalungun. Biasanya proses ini dimulai dari bagian yang termudah kemudian pelajaran tersebut akan diulang secara terus-menerus sampai murid mampu menerapkan apa yang diajarkan oleh sang guru.

3.4.2 Sistem Pelarasan Bunyi

Dalam penyesuaian nada atau yang disebut juga dengan pelarasan bunyi suatu alat musik, (pada masyarakat barat menyebut hal ini dengan istilah tuning), terdapat beragam cara, hal ini tergantung pada jenis alat musik tersebut. Pada pelarasan bunyi Garantung Simalungun dilakukan dengan sistem pelarasan alat musik idiofon pada umumnya, salah satunya yaitu dengan cara menipiskan tubuh alat musik itu sendiri sampai mencapai nada yang diinginkan. Dalam hal ini untuk mendapatkan nada pada Garantung Simalungun dilakukan dengan mengikis sisi belakang bagian tengah bilah-bilah kayu yang akan dijadikan sebagai susunan nada. Semakin tipis kikisan bilah kayu maka semakin tinggi nada yang dihasilkan, sebaliknya semakin tebal kayu semakin rendah nada yang dihasilkan.

Posisi pengikisan bilah kayu harus berada tepat pada bagian tengah belakang bilah kayu Garantung Simalungun, hal ini dapat dipastikan dengan mengukur bagiannya, yaitu diukur dari seperempat bagian atas dan seperempat bagian bawah pada total keseluruhan panjang bilah kayu, sehingga posisi


(87)

pengikisan tepat berada di tengah bilah kayu dengan ukuran setengah dari total panjang bilah kayu. Kemudian bilah-bilah kayu yang sudah melewati tahap penyelarasan akan disusun berdasarkan nada-nadanya, posisi paling kiri biasanya dimulai dari nada terendah sampai nada yang paling tinggi dibagian kanan susunan posisi.

3.4.3 Cara Memainkan Garantung Simalungun

Cara memainkan Garantung Simalungun adalah dengan memukul bilah-bilah Garantung Simalungun sesuai dengan repertoar lagu yang dibawakan,

3.4.4 Nada yang di Hasilkan Alat Musik Garantung Simalungun

Garantung Simalungun memiliki tujuh buah nada, yaitu : Do (1), Re (2), Mi (3), Fa (4), Sol (5), La (6), Si (7), Do (1). Namun


(1)

maupun masyarakat Simalungun. Hal ini dikarenakan kurangnya peminat dibidang Garantung Simalungun. Melihat fakta tersebut, saat ini pemerintah maupun seniman Simalungun membuat beragam cara untuk mengangkat kembali Garantung Simalungun, salah satunya adalah dengan membawa Garantung Simalungun dalam pentas seni pertunjukan, hal ini dilakukan untuk melahirkan kembali popularitas Garantung Simalungun.


(2)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Simalungun merupakan satu dari tujuh etnis Sumatera Utara yang berdomisili dikawasan Sumatera Utara, antara lain adalah Melayu, Toba, Karo, Pak-pak, Simalungun, Nias, dan Mandailing.Pada dasarnya setiap etnis memiliki peradaban budaya yang diwariskan secara turun-temurun oleh leluhurnya, baik secara lisan maupun tulisan. Salah satu aspek kebudayaan tersebut adalah kesenian, Simalungun yang merupakan etnis asli Sumatera Utara ini memiliki unsur kesenian yang telah menjadi identitas diri masyarakatnya, yaitu seni musik, seni rupa, seni ukir, dan seni tari.

D. Kenan Purba dan M. D Purba memberikan pengertian yang sama

mengenai asal nama Simalungun. Mereka menyebutkan bahwa istilah Simalungun berasal dari kata sima dan lungun.Sima atau sima-sima artinya “peninggalan” atau “sisa”.Lungun artinya sepi atau sedih.Sehingga penggabungan dari dua kata tersebut menjadikan Simalungun yang artinya peninggalan orang-orang sepi atau sedih. Pengertian lain adalah berawal dari si dan malungun. Si artinya “yang” dan malungun artinya “rindu”.Jadi Simalungun artinya yang dirindukan. (Setia Dermawan Purba, 1994 : 31).

Berdasarkan klasifikasi alat musik, maka Garantung Simalungun diklasifikasikan sebagai alat musik idiofonyang sumber penggetar utama bunyinya berasal dari tubuh alat musik itu sendiri.


(3)

Dalam sub klasifikasi idiofonGarantung Simalungun tergolong dalam xilofon, yang mana sub klasifikasi xilofon adalah gabungan dari dua kata yaitu xilo artinya kayu dan phone artinya suara, jika digabungkan menjadi suara kayu. Secara kompleks xilofon adalah sebuah alat musik yang termasuk dalam penggolongan perkusi yang terdiri dari batang-batang kayu dalam berbagai rukuran yang kemudian menghasilkan suara dan menghasilkan nada. Garantung Simalungun mkemiliki tujuh bilah-bilah kayu yang masing-masingnya menghasilkan nada tertentu.

Garantung memiliki 7 buah nada yang terdiri dari nada do-re-mi-fa-sol-la-si-do. Garantung buatan Bapak Rosul Damanik dimana dalam tiap tahapannya tidak memiliki bantuan mesin, melainkan menggunakan tangan dengan alat yang sederhana. Namun, Garantung Simalungun yang dihasilkan cukup bagus dan rapi. Oleh karena itu, setiap orang mampu membuat Garantung Simalungun seorang diri.

Garantung Simalungun dalam penyajiannya sebagai fungsi pengungkapan emosional dapat dimainkan secara tunggal. Pemain Garantung Simalungun dapat merasakan suatu gelombang emosional dalam dirinya ketika ia seolah-olah ikut masuk ke dalam melodi yang dimainkan, hal ini dapat dilihat dari respon tubuh pemain, ketika memainkan ritem yang cepat atau senang maka pemain Garantung Simalungun akan menunjukkan gerakan tubuh yang cepat serta ekspresi yang gembira, demikian pula sebaliknya.


(4)

5.2 Saran

Kebudayaan merupakan simbol peradaban setiap suku bangsa dimana, fisiologis dan sejarah perkembangan manusia terdapat dalam aspek-aspek kebudayaan yang diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi berikutnya.Kesenian merupakan unsur ekspresifitas dari kebudayaan yang bersifat fleksibel dimana, di dalamnya terkandung nilai-nilai estetika.

Berdasarkan hasil pengamatan penulis selama melakukan penelitian di lapangan.Kesenian Simalungun secara perlahan mulai terkikis akibat derasnya kemajuan zaman.Hal ini dapat dilihat dari jumlah orang yang bisa memainkan alat musik Simaalungun. Apabila hal ini terus berlanjut maka tidak kecil kemungkinan ciri khas dari Simalungun itu akan punah ditelan arus globalisasi.

Upaya pelestarian alat musik Simalungun sebaiknya tidak hanya dilakukan di kalangan masyarakat Simalungun, tetapi menjadi tanggung jawab kita sebagai warga Indonesia untuk menjada budaya masing-masing dari setiap etnis suku Simalungun.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Poerwadaminta,W.J.S. 1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN.Balai Pustaka.

Koentjaningrat.1985. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta Gramedia. Kaelan, 2012 Metode Penelitian Kualitatif Interdisipliner. Yogyakarta:

Paradigma.

Malm, William P. 1977. Music Cultures of Pacific, Near East, and Asia

EnglewoodCliffs, New Jersey: Pretice Hall; serta terjemahannya dalambahasa Indonesia,

William P. Malm, 1993, Kebudayaan Musik Pasifik,

Timur Tengah, dan Asia, dialihbahasakan oleh Muhammad Takari, Medan: Universitas

Sumatera Utara press.

Nettl Bruno. 1964. Theory and Method in Ethnomusicology. New York: The Free Press.

Satori, Djam’an dan Aan Komariah 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Alfabeta. Bandung.

Supanggah (ed), Rahayu, 1995. Etnomusikologi. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.

Takari, Muhammad dkk.1992. Teknik dalam Penulisan etnomusikologi.Medan: Etnomusikologi USU.

Hood, mantle. 1981. The Ethnomusicologist

Hornbostel, Erich M. Von and Curt Sach 1961. Clasification of Musical Instrument, Translate from the Original German, by Antoni Baines, and Klaus P. Wachmsann.


(6)

Kharsima, Susumu 1978. Ilistrasi dan Pengetahuan Instrumen Musik (terjemahan Rizaldi Siagian)

Herkovits,1964. Lima Unsur Budaya dalam Penggunaan Musik.

DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Rosul Damanik

Alamat : Desa Sarimatondang I kec.Sidamanik Kab. Simalungun Umur : 57 tahun

Pekerjaan : PNS, Pemain Gonrang, Budayawan Simalungun, Pembuat alat musik Simalungun dan Toba.

2. Nama : Romi Marpaung

Alamat : Desa Sarimatondang II kec. Sidamanik Kab. Simalungun Umur : 57 tahun

Pekerjaan : PNS

3. Nama : J. Badu Purba Siboro

Alamat : Jln. Nangka 1 No. 18, Desa Lestari Indah, Kec. Siantar Umur : 73 tahun

Pekerjaan : Pensiunan PNS, Pemain Sulim Simalungun, Seniman Simalungun.