PENERAPAN METODE PHONETIK PLACEMENT UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGUCAP KONSONAN BILABIAL /M/ PADA ANAK TUNARUNGU.

(1)

Penerapan Metode Phonetik Placement Untuk

Meningkatkan Kemampuan Mengucap Konsonan

Bilabial/M/ Pada Anak Tunarungu

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Departemen Pendidikan Khusus

Oleh: Kusdarini NIM1004921

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KHUSUS FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2014


(2)

PENERAPAN METODE PHONETIK PLACEMENT

UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGUCAP KONSONAN BILABIAL /M/ PADA ANAK TUNARUNGU

Oleh: Kusdarini

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

©Kusdarini 2014

Universitas Pendidikan Indonesia April 2014

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, dicopy, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

LEMBAR PENGESAHAN KUSDARINI

(1004921)

PENERAPAN METODE PHONETIK PLACEMENT UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGUCAP KONSONAN

BILABIAL /M/ PADA ANAK TUNARUNGU

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING

Pembimbing I

Dr. Imas Diana Aprilia, M.Pd NIP.197004171994022001

Pembimbing II

Dr. Dudi Gunawan, M.Pd NIP. 196211211984031002

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Khusus

Drs. Sunaryo, M.Pd NIP. 195607221985031001


(4)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK ... ..i

KATA PENGANTAR ... ..ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... .iii

DAFTAR ISI ... ..v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GRAFIK ...viii

BAB I PENDAHULUAN ... ... 1

A.Latar Belakang Masalah ... ..1

B.Identifikasi Masalah ... ..4

C.Batasan Masalah .. ... ..4

D.Rumusan Masalah ... ..4

E. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian ... ..5

BAB II KAJIAN TEORI ... ..6

A.Konsep Dasar Anak Tunarungu ... ..6

1. Pengertian Anak Tunarungu ... ..6

2. Dampak Ketunarunguan Terhadap Perkembangan Anak Tunarungu...7

3. Klasifikasi Anak Tunarungu ...9

B.Metode Pembelajaran ...13

1. Pengertian Metode Pembelajaran...13

2. Metode Pembelajaran Artikulasi ... 14

3. Metode Phonetik Placement ... 16

C.Konsonan ... 19

1. Pengertian Konsonan ... 19

2. Klasifikasi Bunyi Konsonan ... 20

D.Penelitian Relevan ... 22

E. Kerangka Berpikir ... 23


(5)

A.Variabel Penelitian ... 25

B.Metode Penelitian ... 28

C.Subjek Penelitian ... 32

D.Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data ... 32

E. Teknik Pengolahan Data ... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 38

A. Hasil Penelitian ... 38

1. Data Baseline 1 (A1) ... 38

2. Data Intervensi (B) ... 40

3. Data Baseline 2 (A2) ... 42

B. Analisis Data ... 45

1. Analisis Dalam Kondisi ... 45

a. Panjang Kondisi ... 45

b. Kecenderungan Arah ... 45

c. Kecenderungan Stabilitas ... 47

d. Kecenderungan Jejak Data ... 49

e. Level Stabilitas dan Rentang ... 50

f. Level Perubahan ... 50

2. Analisis Antar Kondisi ... 52

a. Variabel yang Diubah ... 52

b. Perubahan Kecenderungan Arah dan Efeknya ... 52

c. Perubahan Stabilitas dan Efeknya ... 52

d. Perubahan Level Data ... 53

e. Data yang Tumpang Tindih (Overlap) ... 54

C. Pembahasan ... 56

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... ...60

A. Kesimpulan ... 60

B. Rekomendasi ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 62

LAMPIRAN ... 64


(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penggolongan Ketunarunguan & Ciri-ciri Ketunarunguan ... 10

Tabel 2.2 Klasifikasi Pendengaran ... 11

Tabel 2.3 Bunyi Konsonan Bahasa Indonesia ... 21

Tabel 3.1 Instrumen Kemampuan Mengucap Konsonan /m/ di Awal ... 33

Tabel 3.2 Instrumen Kemampuan Mengucap Konsonan /m/ di Tengah ... 33

Tabel 3.3 Instrumen Kemampuan Mengucap Konsonan /m/ di Akhir ... 34

Tabel 4.1 Kondisi Baseline 1 (A1) ... 38

Tabel 4.2 Kondisi Intervensi (B) ... 40

Tabel 4.3 Kondisi Baseline 2 (A2) ... 42

Tabel 4.4 Rekapitulasi Perkembangan Kemampuan Mengucap Konsonan Bilabial /m/ ... 44

Tabel 4.5 Panjang Kondisi ... 45

Tabel 4.6 Estimasi Kecenderungan Arah ... 46

Tabel 4.7 Rentang Stabilitas ... 47

Tabel 4.8 Mean Level ... 47

Tabel 4.9 Batas Atas ... 48

Tabel 4.10 Batas Bawah ... 48

Tabel 4.11 Persentase Stabilitas ... 49

Tabel 4.12 Jejak Data ... 50

Tabel 4.13 Level Stabilitas dan Rentang ... 50

Tabel 4.14 Level Perubahan ... 51

Tabel 4.15 Rangkuman Hasil Analisis dalam Kondisi... 51

Tabel 4.16 Data Jumlah Variabel yang Diubah ... 52

Tabel 4.17 Perubahan Kecenderungan Arah ... 52

Tabel 4.18 Perubahan Kecenderungan Stabilitas ... 53

Tabel 4.19 Perubahan Level Data ... 53

Tabel 4.20 Data Presentasi Overlap ... 55


(7)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 3.1 Desain A – B – A ... 30

Grafik 4.1 Kondisi Baseline 1 (A1) ... 39

Grafik 4.2 Interevensi (B) ... 41

Grafik 4.3 Kondisi Baseline 2 (A2) ... 43

Grafik 4.4 Rekapitulasi Perkembangan Kemampuan Mengucap Konsonan Bilabial /m/ ... 44

Grafik 4.5 Kecenderungan Arah ... 46

Grafik 4.6 Jumlah Point Dalam Rentang Setiap Tahap ... 49

Grafik 4.7 Overlap Baseline 1 dan Intervensi (B/A1) ... 54


(8)

Abstract

APPLICATION METHOD FOR IMPROVED PHONETIC PLACEMENT GIVE BILABIAL CONSONANTS /M/ DEAF CHILDREN

By Kusdarini (1004921)

The impact of the barriers experienced by children with hearing loss one of which is the ability to speak and communicate orally, so that deaf children need to get articulation learning. As the IR deaf children who have difficulty in bilabial consonants give / m /, the pronunciation of consonants / m / occurs omission / removal and substitution / replacement with / p /, / b /. The purpose of this research is to improve the ability give bilabial consonants / m / on a deaf child with phonetic placement method which application to use visual media in the form of a mirror. This study used an experimental method with a single subject (SSR). The subjects were children with hearing IR class III Risantya SLB in Bandung. Instrument in this study with the oral test using words contained consonant / m / at the beginning, in the middle and at the end of the word as much as 18 questions. Based on the research results of the application of phonetic placement application method using a mirror vsiual media have a positive impact in improving the ability to give bilabial consonants / m / on IR, with mean baseline levels in stage 1 (A1) 33%, the intervention phase (B) 66.6 2% and baseline phase (A2) 86.3%. It was concluded that the application of phonetic placement method can improve the ability give bilabial consonants / m / on IR. Researchers recommend phonetic placement method can be one of the alternative methods used in the articulation of learning, especially in children with hearing the same case with the IR.

Keywords: Method of phonetic placement, bilabial consonants / m /, children with hearing


(9)

ABSTRAK

PENERAPAN METODE PHONETIK PLACEMENT UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGUCAP KONSONAN

BILABIAL /M/ PADA ANAK TUNARUNGU Kusdarini

(1004921)

Dampak dari hambatan pendengaran yang dialami anak tunarungu salah satunya adalah kemampuan berbicara dan berkomunikasi secara lisan , sehingga anak tunarungu perlu mendapatkan pembelajaran artikulasi. Seperti pada IR anak tunarungu yang mengalami kesulitan dalam mengucap konsonan bilabial /m/, pengucapan konsonan /m/ terjadi omisi/penghilangan dan subtitusi/penggantian dengan /p/, /b/. Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan kemampuan mengucap konsonan bilabial /m/ pada anak tunarungu dengan metode phonetik placement. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan subjek tunggal (SSR). Subjek penelitian ini adalah IR anak tunarungu kelas III SDLB di SLB Risantya Bandung. Instrumen dalam penelitian ini dengan tes lisan menggunakan kata-kata yang terdapat konsonan /m/ di awal, di tengah dan di akhir kata sebanyak 18 soal. Berdasarkan hasil penelitian penerapan metode phonetik placement memiliki dampak positif dalam meningkatkan kemampuan mengucap konsonan bilabial /m/ pada IR, dengan mean level di tahap baseline 1 (A1) 33%, tahap intervensi (B) 66,6% dan tahap baseline 2 (A2) 86,3%. Maka disimpulkan bahwa penerapan metode phonetik placement dapat meningkatkan kemampuan mengucap konsonan bilabial /m/ pada IR. Peneliti merekomendasikan metode phonetik

placement dapat menjadi salah satu alternatif metode yang digunakan dalam

pembelajaran artikulasi khususnya pada anak tunarungu yang kasusnya sama dengan IR.

Kata Kunci : Metode phonetik placement, konsonan bilabial /m/, anak


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bicara merupakan salah satu komunikasi yang dilakukan dengan menggunakan alat ucap manusia. Bicara berarti memproduksi suara yang sistematis dari dua aspek yaitu aspek sensoris dan motorik. Aspek sensoris meliputi pendengaran, penglihatan, dan rasa raba, berfungsi untuk memahami apa yang didengar dan dirasa. Aspek motorik yaitu mengatur laring, alat-alat untuk artikulasi dan laring yang bertanggung jawab untuk pengeluaran suara (Damayanti.M, 2007) . Proses bicara ditimbulkan oleh satu rangkaian pergerakan yang kompleks dan terkoordinasi dari proses respiratori, fonasi, resonansi dan artikulasi yang melibatkan organ pernafasan (hidung, pangkal tenggorok, batang tenggorok dan paru-paru), organ suara (tulang rawan cincin, tulang rawan perisai,kedua tulang piala, selaput suara, batang tenggorok) dan organ artikulasi (bibir, lidah, rahang atas, rahang bawah, langit-langit lembut,langit-langit keras,gigi, anak tekak, rongga mulut).

Kathiresan.C (2005) memberikan batasan bicara sebagai berikut : “speech is rapid light quick contact physiologically timed and sequenced. Requires normal postural tones, positioning and grading, involves respiration, phonation, oral sensory motor skills”, yang artinya “bicara adalah kontak terang secara psikologis dengan waktu cepat dan berurutan. Membutuhkan kontrol postur tubuh yang normal, posisioning dan penilaian yang melibatkan respirasi, fonasi, ketrampilan sensori oral motor”.

Wicara/bicara(speech)adalah tingkah laku individual manusia dalam melakukan komunikasi dengan pikiran dan perasaan yang diekspresikan melalui alat ucap dengan membentuk kata-kata sesuai dengan aturan sistem bunyi bahasa” (Sadja’ah,2003:16). Dengan demikian bicara tidak hanya sekedar mengucap kata-kata yang dilakukan setiap orang sehari-hari, namun mengkomunikasikannya secara lebih luas, sehingga terjadi komunikasi antara individu satu dengan individu yang lain. Melalui bicara terjadi komunikasi antar individu, dimana komunikasi tidak hanya dilakukan secara verbal atau


(11)

2

berbicara saja namun juga dapat terjadi komunikasi secara non verbal seperti melalui isyarat baik isyarat jari maupun gestur/gerakan tubuh, mimik muka.

Anak tunarungu yang memiliki permasalahan utama kesulitan mendengar, mengalami kesulitan dalam mengucapkan kata-kata yang jelas. Tidak berkembang secara optimalnya keberfungsian organ bicara anak tunarungu sebagaimana mestinya seperti anak yang mendengar, menyebabkan kekakuan/ketegangan pada organ bicaranya, hal ini mengakibatkan hambatan dalam proses berbicara dan bahasa sehingga komunikasinya juga terganggu.

Berbicara bagi anak tunarungu tidak semudah seperti halnya anak mendengar. Sebagai akibat kurang mendengar bunyi bahasa melalui indera pendengarannya dapat berdampak pada perolehan bunyi bahasa, sehingga anak tunarungu memiliki keterbatasan untuk dapat mengujarkan/menirukan bunyi bahasa. Agar anak tunarungu dapat mengeskpresikan perasaannya terlebih dahulu diajak untuk berkomunikasi secara verbal/oral yang artinya anak belajar berbicara. Melalui komunikasi verbal anak tunarungu belajar berbicara, belajar berbicara dapat dilakukan dengan meniru mengujar bunyi bahasa. Upaya pembelajaran dengan menimbulkan motivasi berbicara melalui pengucapan kata yang berulang dan mengoptimalkan pendengarannya, maka seminim apapun bahasa yang dihasilkan anak tunarungu untuk mengekspresikan kemauan dan keinginannya harus dihargai.

Melihat kondisi di lapangan banyak anak tunarungu yang memiliki kemauan untuk berkomunikasi secara oral/lisan meskipun dengan kemampuannya yang terbatas dalam berbicara. Komunikasi verbal merupakan komunikasi dengan menggunakan oral (lisan,bicara) tulisan dan membaca ujaran. Menurut Mullholand (1980) dalam Bunawan.L (1997:5), komunikasi oral berarti suatu sistem komunikasi yang menggunakan bicara, sisa pendengaran, baca ujaran, dan atau rangsangan vibrasi serta perabaan (vibrotaktil) untuk suatu percakapan spontan. Seperti yang peneliti temukan di SLB Risantya seorang siswa tunarungu dengan keterbatasan kemampuan berbicaranya namun selalu berusaha berkomunikasi secara lisan dan isyarat


(12)

3

dengan kata lain komunikasi yang digunakan komunikasi total. Komunikasi total merupakan suatu pendekatan berkomunikasi yang dikembangkan untuk siswa tunarungu melalui berbagai cara artinya berkomunikasi secara menyeluruh baik verbal/bicara, isyarat jari, gesture, membaca ujaran maupun tulisan sehingga anak mampu berkomunikasi dengan baik.

Siswa tunarungu yang peneliti temukan memiliki keterbatasan dalam memproduksi suara yang berarti, meskipun terlihat berusaha berbicara namun suara yang keluar kurang jelas.Untuk mengetahui lebih jelas kemampuan siswa tersebut peneliti melakukan studi pendahuluan dengan melakukan asesmen terhadap siswa tersebut. Dari asesmen diperoleh hasil kemampuan siswa dalam mengucap vokal ( a, i, u, e, o) cukup baik, untuk kemampuan mengucap konsonan (b, c, d, f, g, h, j, k, l, p, t, v, w) anak mampu sedangkan konsonan (n, m, y, s, r, q, z) masih belum mampu mengucapkan.

Melihat hasil studi pendahuluan peneliti memfokuskan penelitian pada kemampuan mengucap konsonan bilabial /m/ . “Konsonan bilabial merupakan bunyi bahasa yang dihasilkan pergerakan antara bibir atas dan bibir bawah dimana konsonan ini terdiri dari P, B, M dan W” (Sadja’ah, 2003:96). Kemampuan siswa dalam mengucap konsonan bilabial /m/ di awal seperti ketika mengucap kata /mama/ diucap /papa/, kata /makan/ diucap /pakan/, /mau/ diucap /au/, /mobil/ diucap /pobil/ sementara itu untuk konsonan /m/ di tengah seperti pada kata /ambil/ diucap /abil/, /rambut/ diucap /tapung/, dan untuk konsonan /m/ di akhir seperti pada kata /hitam/diucap /hitap/, /malam/diucap /palap/. Apabila melihat kemampuan siswa tersebut dalam mengucap konsonan bilabial /m/ dapat dikatakan terjadi

subtitusi atau penggantian seperti konsonan /m/ diucap /p/, dan terjadi omisi

atau penghilangan konsonan /m/.

Berdasarkan informasi dari guru kelas anak tersebut telah diberikan pembelajaran artikulasi dengan meniru mengucap kata dan merasakan getaran pada tangannya. Namun belum terlihat perubahan dalam pengucapan konsonan bilabial /m/, anak tersebut dalam menggerakkan organ bibirnya kurang optimal sehingga masih sering terjadi kesalahan pengucapan.


(13)

4

Melihat permasalahan di atas peneliti tertarik untuk melakukan suatu penelitian dengan memberikan latihan pengucapan bunyi atau latihan artikulasi menggunakan metode phonetik placement untuk memperbaiki pengucapan konsonan bilabial /m/ pada siswa tersebut. “Metode phonetik

placement merupakan salah satu metode yang digunakan dalam melatih

artikulasi pada anak tunarungu, anak memperhatikan gerak dan posisi organ bicara, sehingga anak mampu mengendalikan pergerakan organ bicara untuk membentuk/memproduksi bicara yang benar” ( Hernawati,2008 :55).

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan berbicara konsonan /m/ pada anak tunarungu antara lain :

1. Kemampuan gerak organ bicara anak tunarungu yang belum optimal 2. Kemampuan guru dalam mengajarkan pengucapan dan pemilihan metode

pembelajaran pada anak tunarungu yang belum tepat

C. Batasan Masalah

Agar penelitian ini lebih efektif, jelas dan terarah maka peneliti membatasi permasalahan pada pengucapan konsonan /m/ di awal, di tengah dan di akhir.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan gambaran latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas, maka secara umum permasalahan penelitian ini adalah :“Apakah

penerapan metode phonetik placement dapat meningkatkan kemampuan mengucap konsonan bilabial /m/ pada anak tunarungu?”


(14)

5

E. Tujuan Dan KegunaanPenelitian

1. Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mengucap konsonan bilabial /m/anak tunarungu dengan menggunakan metode phonetik placement.

b. Tujuan Khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengoptimalkan kemampuan gerak organ bicara konsonan /m/. 2. Memperbaiki bunyi konsonan /m/ diawal, di tengah dan di akhir

kata dengan metode phonetik placement.

3. Meningkatkan kemampuan bicara anak tunarungu dalam mengucap konsonan bilabial /m/ di awal,di tengah dan di akhir kata.

2. Kegunaan Penelitian a. Secara Praktis

1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi para pendidik dalam meningkatkan kemampuan bicara khususnya konsonan bilabial /m/ pada siswa tunarungu.

2. Sebagai bahan masukan bagi orangtua dan guru, bahwa latihan artikulasi sangat penting untuk meningkatkan kemampuan berbicara khususnya konsonan bilabial /m/ pada siswa tunarungu. b. Secara Teoritis

1. Memberikan sumbangsih pemikiran dan informasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan tentang penerapan metode

phonetik placement kepada siswa tunarungu.

2. Memberikan acuan kepada guru dalam memberikan pembelajaran artikulasi khususnya konsonan bilabial /m/ bagi siswa tunarungu.


(15)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Variabel Penelitian

Variabel adalah obyek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto, 2006:118). Variabel penelitian merupakan suatu atribut atau ciri-ciri mengenai sesuatu yang dapat berbentuk benda atau kejadian yang dapat diamati (Sunanto,at.al,2006:12).Variabel pada penelitian ini ada dua, yaitu :

1. Variabel Bebas

Varibel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono,2011:39).

Pada penelitian ini metode phonetic placement merupakan variabel bebas. “Metode phonetik placement adalah salah satu metode latihan artikulasi untuk anak tunarungu dimana anak memperhatikan gerak dan posisi organ bicara, sehingga mampu mengendalikan pergerakan organ bicara untuk membentuk/memproduksi bicara yang benar. Pelaksanaan metode ini mengutamakan latihan gerakan otot dan sendi organ bicara melalui instruksi-instruksi verbal dibantu oleh alat peraga media visual sesuai pergerakan yang dikehendaki”(Sadja’ah, 2005:86).

Pembelajaran artikulasi dengan metode phonetik placement, siswa harus mengerti benar dimana posisi lidah, bibir dan rahang ketika mengucapkan bunyi/suara. Adapun langkah-langkah penerapan metode

phonetik placement menurut Curtis, at.al (1987) adalah:

a. Latihan rileksasi, bernafas, lidah dan bibir diajarkan pada anak.

Variasi tehnik dan daya upaya seperti di bawah ini, bermaksud memperlihatkan kepada anak dimana menempatkan artikulator dan bagaimana caranya mengatur aliran nafas:

Tongue blades dan sticks untuk menggerakkan atau menahan


(16)

26

 Memanipulasi artikulator dengan menggunakan jari pelatih  Memberikan instruksi dan penjelasannya

 Alat ukur untuk aliran udara melalui mulut dan hidung

 Merasakan aliran nafas dengan tangan atau melihat efek aliran nafas pada selembar tisu

 Melihat cermin selagi memproduksi bunyi  Merasakan getaran laring

 Observasi diagram, gambaran atau gambar dari artikulator selagi memproduksi bunyi-bunyi tertentu

b. Latihan bicara dimulai dengan memproduksi bunyi secara satuan selanjutnya dikembangkan menjadi suku kata (contoh : “ma”) , kata (contoh :“mama”), kalimat (contoh : “mama maumakan”) , dan persiapan untuk dialog (contoh: percakapan 2 orang atau lebih)

Berdasarkan pendapat ahli di atas pelaksanaan penerapan metode

phonetik placement pada penelitian ini dimodifikasi peneliti dengan

langkah-langkah sebagai berikut :

1) Mempersiapkan siswa untuk memulai pembelajaran di ruangan khusus agar siswa lebih berkonsentrasi

2) Siswa dan peneliti duduk menghadap cermin, siswa diberikan latihan menghirup nafas dan menghembuskan nafas melalui hidung, menarik nafas melalui hidung dan ditahan 10 detik kemudian menghembuskan nafas pada tisu.

3) Setelah itu siswa menirukan gerakan buka tutup mulut, mengatupkan bibir, memonyongkan bibir, menggerakkan lidah kesamping kanan, kiri, lidah menjulur. Kemudian melakukan gerakan mengunyah dengan keadaan posisi bibir rapat dan tidak tegang. Semua gerakan dilakukan sambil melihat ke cermin.

4) Setelah latihan rileksasi siswa memperhatikan gerakan organ bibir peneliti ketika mengucapkan /m/ pada cermin, kemudian siswa mengikuti mengucap konsonan /m/ sambil melihat ke cermin, peneliti


(17)

27

melihat apakah gerakan bibir siswa dalam mengucap konsonan /m/ sudah benar, dan konsonan yang diucapkan siswa dicatat oleh peneliti. 5) Kemudian siswa memperhatikan gerakan organ bibir peneliti ketika

mengucapkan konsonan “m + vokal” (ma..mi..me..mu..mo), lalu siswa mengucapkan konsonan “m + vokal” sesuai instruksi peneliti dengan melihat ke cermin, peneliti mencatat apa yang diucapkan siswa.

6) Setelah pengucapan suku kata siswa memperhatikan gerakan organ bibir peneliti saat mengucapkan kata yang mengandung konsonan /m/, dan siswa mengikuti mengucap konsonan /m/ pada kata yang berada di awal, tengah dan akhir yang diucapkan peneliti seperti yang dicontohkan dan diinstruksikan peneliti, sambil melihat ke cermin, apabila siswa kurang tepat gerakan bibirnya peneliti menggoreksi dengan memberikan contoh kembali dan mencatat apa yang diucapkan siswa.

2. Variabel Terikat

Varibel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2011:39). Yang menjadi varibel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan mengucap konsonan bilabial /m/. Mengucap dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan kemampuan dalam memproduksi suara atau kata

(http//: kbbi.web.id/arti kata diakses tanggal 14 April 2014). Kemampuan

mengucap adalah kemampuan dalam memproduksi suara sebagai medium, dan merupakan produksi suara yang mempunyai arti (Damayanti, 2007).

Dalam penelitian ini yang dimaksudkan kemampuan mengucap siswa adalah seberapa jauh kemampuan siswa dalam memproduksi suara konsonan bilabial /m/. Yang dimaksud bilabial adalah istilah linguistik, sejenis fonem tertentu. Konsonan bilabial dalam bahasa Indonesia adalah bunyi nasal. Bunyi konsonan bilabial dalam bahasa Indonesia adalah /p/, /b/, /m/, /w/.


(18)

28

Menurut Sadja’ah (2005:117) dasar pengucapan fonem /m/ kedua bibir atas dan bawah. Cara pembentukan konsonan bilabial /m/adalah : - Kedua bibir mengatup rapat, tetapi tidak sengau, gigi atas dan gigi

bawah saling tidak bertemu (terbuka). Aliran udara melalui hidung karena kedua bibir saling menutup.

- Udara di dalam rongga mulut beresonasi sehingga getarannya dapat dirasakan pada pipi, hidung, telinga dan leher

- Posisi lidah mendatar, langit-langit lembut tidak tegang dan pipi tidak cembung

Kriteria penilaian kemampuan siswa dalam mengucap konsonan /m/ dalam penelitian ini adalah jelas, apabila siswa mampu mengucap konsonan /m/ dengan kedua bibir mengatup, ada getaran yang bisa dirasakan pada pipi, hidung, telinga, leher, pipi tidak cembung dan suara yang dihasilkan utuh/sempurna /m/ maka siswa akan mendapatkan skor 3, kurang jelas, apabila siswa mampu mengucap konsonan /m/dengan kedua bibir mengatup, ada getaran yang bisa dirasakan di pipi, hidung, telinga, leher, pipi dan suara yang diucapkan tidak utuh /m/ seperti “em”, “hem” atau hanya bergumam, maka siswa akan mendapatkan skor 2 dan tidak jelas, apabila siswa mengatupkan kedua bibir dan konsonan /m/ tidak terucap atau diucapkan bunyi konsonan lain, maka skor siswa 1.

B. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen, dengan menggunakan rancangan subjek tunggal Single Subject Research (SSR), yaitu suatu penelitian yang dilaksanakan pada satu subjek dengan tujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh dari perlakuan yang diberikan secara berulang – ulang dalam waktu tertentu.

Dalam penelitian ini, peneliti bermaksud mendapatkan data pengaruh penerapan metode phonetik placement terhadap kemampuan mengucap konsonan bilabial /m/ pada siswa tunarungu kelas III SDLB.


(19)

29

1. Desain Penelitian

Penelitian dengan metode subjek tunggal ini, desain yang digunakan adalah desain A-B-A. Desain A-B-A ini menunjukkan adanya hubungan sebab akibat antara variable terikat dan variable bebas yang lebih kuat.

Pada desain A-B-A mula-mula perilaku sasaran (target behavior) diukur secara kontinyu pada kondisi baseline (A1) dengan periode waktu tertentu kemudian pada kondisi intervensi (B). Setelah pengukuran pada kondisi intervensi (B) pengukuran pada kondisi baseline kedua (A2) diberikan. Penambahan kondisi baseline yang kedua (A2) ini dimaksudkan sebagai kontrol untuk kondisi intervensi sehingga keyakinan untuk menarik kesimpulan adanya hubungan fungsional antara variabel bebas dan variabel terikat lebih kuat.(Sunanto,at.al, 2006: 44).

Sunanto,at.al, (2006:45) mengemukakan bahwa dalam desain A-B-A untuk mendapatkan validitas yang baik ada prosedur yang perlu diperhatikan, antara lain :

1. Mendefinisikan perilaku sasaran (target behavior) dalam perilaku yang dapat diambil dan diukur secara akurat

2. Mengukur dan mengumpulkan data pada kondisi baseline(A1) secara kontinu sekurang-kurangnya 3 atau 5 atau sampai kecenderungan arah dan level data menjadi stabil

3. Memberikan intervensi setelah kecenderungan data pada kondisi

baseline stabil

4. Mengukur dan mengumpulkan data pada kondisi intervensi (B) dengan periode waktu tertentu sampai data menjadi stabil

5. Setelah kecenderungan arah dan level data pada kondisi intervensi (B) stabil mengulang kondisi baseline (A2)

Desain A-B-A memiliki tiga tahap yaitu baseline-1 (A-1), intervensi (B), dan baseline-2 (A-2). Grafik desain penelitian dengan pola A – B – A adalah sebagai berikut :


(20)

30

Grafik 3.1 Grafik Desain A-B-A

2. Prosedur Penelitian

Sesuai dengan metode penelitian menggunakan desain A-B-A di atas, prosedur pelaksanaan penelitian ini, adalah :

a. Baseline-1= A1.

Baseline-1 (A1) adalah kondisi awal kemampuan subjek dalam

mengucap konsonan bilabial /m/ sebelum diberi perlakuan atau intervensi. Pengukuran pada tahap baseline-1 akan dilakukan pada hari yang berbeda di setiap sesinya sebanyak 3 sesi dengan waktu 20 menit setiap sesinya. Pengukuran yang dilakukan dijelaskan sebagai berikut : 1) Peneliti memberikan penjelasan kepada subjek

2) Dalam pengukuran kemampuan mengucap konsonan bilabial /m/ pada subjek menggunakan kata yang terdapat konsonan bilabial /m/ sesuai dengan butir soal yang terdapat pada instrumen.

3) Hasil pengukuran kemampuan subjek dalam mengucap konsonan bilabial /m/ di awal, di tengah dan di akhir kata dalam bentuk persentase banyaknya konsonan bilabial /m/ yang diucapkan subjek.

b. Intervensi = B.

Intervensi adalah kondisi kemampuan subjek dalam pengucapan konsonan bilabial /m/ selama diberi perlakuan. Perlakuan diberikan

0% 20% 40% 60% 80% 100%

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

P e r s e n t a s e SESI


(21)

31

sampai data menjadi stabil dengan waktu 30 menit setiap sesinya, yaitu dengan menggunakan metode phonetik placement dapat dijabarkan sebagai berikut :

1) Mengkondisikan subjek di ruangan khusus, agar subjek lebih berkonsentrasi.

2) Subjek diberikan rileksasi dengan latihan pernafasan, melakukan senam mulut seperti membuka menutup bibir, memonyongkan bibir, mengatupkan bibir, meniup tisu, dilanjutkan pelemasan lidah dengan lidah menjulur, lidah ke samping kanan kiri. Dilanjutkan dengan melakukan gerakan mengunyah dengan kedua bibir rapat dan tidak tegang,

3) Kemudian subjek diberikan pembelajaran artikulasi dengan metode

phonetik placement tahap demi tahap

4) Subjek diminta mengikuti apa yang diucapkan peneliti sambil melihat ke cermin ketika meniru mengucap kata yang terdapat konsonan bilabial /m/ di awal, di tengah dan di akhir sesuai dengan instrumen yang telah dipersiapkan.

5) Melakukan evaluasi pada setiap sesi yang telah dilaksanakan 6) Setiap butir soal yang diucap subjek mendapatkan nilai pada

lembar kerja siswa yang telah dipersiapkan.

Pada tahap ini pengukuran dilakukan dengan peneliti menghitung persentase kata yang terdapat konsonan bilabial /m/ yang diucap subjek. Pembelajaran artikulasi melalui metode phonetik placement ini siswa benar-benar memperhatikan bagaimana gerakan organ bibir saat mengucap konsonan /m/ di awal, di tengah dan di akhir kata. Penggunaan metode phonetik placement dalam pembelajaran artikulasi ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan subjek dalam peningkatan kemampuan mengucap konsonan bilabial /m/ pada anak tunarungu.


(22)

32

c. Baseline-2 = A2.

Yaitu pengulangan kondisi baseline, kemampuan siswa tunarungu dalam mengucap konsonan bilabial /m/ sebagai evaluasi sejauh mana intervensi yang dilakukan memberi pengaruh kepada subjek. Tahap

baseline kedua dilakukan sebanyak tiga kali sesi.

Pengukuran tahap ini menggunakan tes lisan yang dilakukan dengan cara peneliti memberikan butir soal berupa kata yang terdapat konsonan bilabial /m/ di awal, di tengah dan di akhir seperti pada tahap baseline 1 dan subjek meniru mengucap kata tersebut. Peneliti menghitung persentase konsonan bilabial /m/ yang diucap subjek.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian menjadi unsur yang penting untuk memperoleh informasi yang diperlukan dalam penelitian. Yang menjadi subjek penelitian ini adalah seorang anak tunarungu bernama IR yang berumur 10 tahun merupakan siswa kelas III SDLB di SLB Risantya yang memiliki keterbatasan dalam kemampuan mengucap konsonan/m/.Siswa mampu memahami instruksi guru dan arahan dengan baik, siswa memiliki organ artikulasi yang lengkap dan tidak bermasalah, secara anatomi bentuk rahang bagus, bentuk lidah dan bibir normal. Siswa ini mampu berkomunikasi dengan menggunakan isyarat dan verbal meskipun masih sangat terbatas. Kemampuan dalam mengucapkan kata yang mengandung konsonan/m/sering mengalami kesalahan pengucapan, kadang juga terjadi penghilangan konsonan /m/.

D. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data 1. Instrumen

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati (Sugiyono, 2011:102). Dalam penelitian ini untuk mengukur peningkatan kemampuan mengucap konsonan bilabial/m/ pada anak tunarungu dengan metode phonetik


(23)

33

placement menggunakan tes lisan penilaian kemampuan siswa, dengan

instrumen sebagai berikut :

Tabel 3.1

Instrumen kemampuan mengucap konsonan /m/ diawal

No Kosa Kata Diucapkan

Kemampuan Jelas Kurang

Jelas

Tidak Jelas

1. Mama 2. Mata 3. Muka 4. Mobil 5. Motor 6. Meja

Tabel 3.2

Instrumen kemampuan mengucap konsonan /m/ di tengah

No Kosa Kata Diucapkan

Kemampuan Jelas Kurang

Jelas

Tidak Jelas

1. Ambil 2. Bambu 3. Lampu 4. Taman 5. Kamar 6. Sampo


(24)

34

Tabel 3.3

Instrumen kemampuan mengucap konsonan /m/ di akhir

No Kosa Kata Diucapkan

Kemampuan Jelas Kurang

Jelas

Tidak Jelas

1. Alam 2. Asam 3. Ayam 4. Malam 5. Hitam 6. Kolam

Kriteria penilaian dalam instrumen ini sebagai berikut : Nilai 3= pengucapan konsonan /m/ terucap jelas

Nilai 2 = pengucapan konsonan /m/ kurang jelas terucap Nilai 1 = tidak dapatmengucapkan konsonan/m/

Kriteria kemampuan dalam pengucapan sebagai berikut :

Jelas : konsonan /m/ yang diucapkan dengan kedua bibir mengatup rapat, terdapat getaran yang bisa dirasakan pada pipi, hidung, telinga, leher, pipi tidak cembung dan suara yang dihasilkan konsonan /m/ utuh/sempurna

Kurang jelas : konsonan /m/yang diucapkan dengan kedua bibir mengatup rapat, terdapat getaran yang bisa dirasakan pada pipi, hidung, telinga, leher dan suara yang dihasilkan tidak utuh /m/ hanya seperti bergumam.

Tidak jelas : siswa mampu mengatupkan kedua bibir rapat dan suara tidak terucap atau terucap konsonan lain.

Untuk penghitungan penilaian skor yang diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Rumus : Jumlah skor perolehan X 100% Jumlah skor maksimal


(25)

35

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini berupa tes. Tes yang diberikan dalam penelitian ini berupa tes lisan, yaitu siswa mengucapkan kata yang mengandung konsonan /m/ di awal, di tengah, di akhir dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam mengucap konsonan /m/ pada subjek penelitian yang akan diberikan di setiap sesi yaitu pada tahap baseline 1 (A-1) untuk mengetahui kemampuan awal subjek tanpa adanya perlakuan, intervensi (B) untuk mengetahui pencapaian kemampuan mengucap konsonan /m/ selama mendapatkan perlakuan, baseline 2 (A-2) untuk mengetahui kemampuan subjek setelah diberi perlakuan. Alat ukur yang digunakan yaitu persentase.

E. Teknik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan statistik deskriptif. Statistik deskriptif adalah bagian dari statistik yang membahas cara pengumpulan dan penyajian data, sehingga mudah untuk dipahami dan memberikan informasi yang berguna. Statistik ini hanya berfungsi menguraikan dan menerangkan keadaan, persoalan tanpa menarik kesimpulan terhadap data yang lebih luas atau populasi (Susetyo.B, 2010:4). Penyajian data penelitian ini dalam bentuk tabel dan grafik garis.

Bentuk grafik yang digunakan adalah grafik garis. Sunanto.J,at.al (2006:29) mengatakan “penggunaan grafik memiliki dua tujuan utama yaitu, (1) untuk membantu mengorganisasikan data sepanjang proses pengumpulan data yang nantinya akan mempermudah untuk mengevaluasi dan (2) untuk memberikan rangkuman data kuantitatif serta mendeskripsikan target behavior yang akan membantu dalam proses menganalisa hubungan antara variabel bebas dan terikat”.

Grafik garis memiliki kelebihan lebih dikenal pembaca, mudah dibaca dan dipahami, sehingga lebih memudahkan dalam mengambil keputusan untuk melanjutkan atau mengubah intervensi (Sunanto, at.al,2006:33).


(26)

36

Desain SSR ini menggunakan tipe grafik garis yang sederhana (Type

Simple Line Graph). Ada beberapa komponen penting dalam grafik ini, antara

lain :

1. Absis adalah sumbu X merupakan sumbu mendatar yang menunjukkan satuan untuk waktu (misalnya; sesi, hari, dan tanggal)

2. Ordinat adalah sumbu Y merupakan sumbu vertikal yang menunjukkan satuan untuk variabel terikat atau perilaku sasaran (misalnya; persen, frekuensi, dan durasi).

3. Titik Awal merupakan pertemuan antara sumbu X dengan sumbu Y sebagai titik awal skala

4. Skala adalah garis-garis pendek pada sumbu X dan sumbu Y yang menunjukkan ukuran (misalnya; 0%, 25%, 50%, dan 70%).

5. Label Kondisi yaitu keterangan yang menggambarkan kondisi eksperimen, misalnya baseline atau intervensi.

6. Garis Perubahan Kondisi adalah garis vertikal yang menunjukkan adanya perubahan dari kondisi ke kondisi lainnya, biasanya dalam bentuk garis putus-putus.

7. Judul grafik yaitu judul yang mengarahkan perhatian pembaca agar segera diketahui hubungan antara variabel bebas dan terikat.

Adapun langkah-langkah yang digunakan untuk menganalisis data adalah :

1. Memberikan skor hasil pengukuran pada fase baseline 1(A-1) di setiap sesi

2. Memberikan skor hasil pengukuran pada fase intervensi (B) di setiap sesi 3. Memberikan skor hasil pengukuran pada fase baseline 2 (A-2) di setiap

sesi

4. Membuat tabel perhitungan skor-skor pada fase baseline kesatu, intervensi dan baseline kedua

5. Menjumlah semua skor yang diperoleh pada fase baseline kesatu, intervensi dan baseline kedua


(27)

37

6. Membandingkan hasil skor di fase baseline kesatu, intervensi dan baseline kedua

7. Membuat analisis dalam bentuk grafik sehingga dapat diketahui dengan jelas peningkatan kemampuan dalam mengucap konsonan bilabial /m/.


(28)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan kesatu, kemampuan gerak organ bicara IR lebih optimal, dan pemilihan metode pembelajaran artikulasi dengan phonetik placement sesuai dengan permasalahan IR. Kedua, IR siswa di SLB Risantya terjadi perbaikan dalam mengucap konsonan bilabial /m/ setelah diberikan pembelajaran artikulasi dengan metode phonetik placement. Ketiga, adanya peningkatan kemampuan mengucap kata yang terdapat konsonan bilabial /m/ di awal, di tengah, dan di akhir kata.

Dengan demikian rumusan masalah penelitian terjawab bahwa penerapan metode phonetik placement dapat meningkatkan kemampuan mengucap konsonan bilabial /m/ di awal, di tengah dan di akhir kata pada IR siswa tunarungu di SLB Risantya.

B.Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian di atas, peneliti memberikan rekomendasi sebagai berikut :

1. Bagi Guru

Melihat pada keberhasilan penelitian yang dilakukan dengan penerapan metode phonetik placement untuk meningkatkan kemampuan mengucap konsonan bilabial /m/ pada subjek (IR), maka peneliti menyarankan metode

phonetik placement, yang penerapannya menggunakan media visual berupa

cermin dapat dijadikan alternatif dalam pembelajaran artikulasi konsonan yang lain.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti menyadari keterbatasan kemampuan dari peneliti dan informasi yang diperoleh dari hasil penelitian, oleh karena itu untuk peneliti selanjutnya agar dapat meneliti lebih jauh tentang metode phonetik


(29)

61

placement dengan media visual yang lain. Melihat hasil penelitian yang

sudah dilakukan, maka peneliti merekomendasikan penelitian ini sebagai bahan pertimbangan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan metode phonetik placement dan subjek yang memiliki permasalahan yang sama dengan IR pada permasalahan konsonan yang lain, tentunya dengan desain dan rancangan materi yang berbeda.


(30)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta :RinekaCipta

Bunawan, L (2000). Penguasaan Bahasa Anak Tunarungu. Jakarta: Santi Rama.

Curtis,E.Weiss, Mary E Gordon, Herold S. Lilywhite. (1987). Clinica

Management of Articulatory and Phonologic Disorder, Second Edition.USA: Williams & Wilkins.

Damayanti, M. (2007). Makalah Bagaimana Perkembangan Kemampuan

Seorang Anak Untuk Berbicara Dan Berbahasa.

Bandung : Poltekes Al Islam

E- JUPEKHU (Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus) tersedia dalam http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu (diakses 06 Mei 2013)

Hernawati, T. (2008) Buku Artikulasi (online) tidak diterbitkan tersedia dalam Www.UPI.Edu.co.id File direktori UPI.(31 Januari 2013)

Johnson, S.R. (2001) Oral Motor Exercises For Speech Clarity. USA:Talk Tools

Kamus Besar Bahasa Indonesia (Online) tersedia dalam www.kbbi.web .org diakses 25 Januari 2014

Kathiresan,C &Govindasamy,V. (2005). Makalah Facilitating Communication Through Feeding & Interactive Oral Sensory-Motor Techniques.Jakarta: Lazuardi.

Lestari Dwi,R. (2013). Skripsi Pembelajaran Wicara Konsonan Frikatif

/S/ Melalui Permainan Tongue Twister Pada Siswa Tunarungu. Tidak diterbitkan : UPI

Paul, Peter .V & Whitelaw (2011). Hearing And Deafnes. Sudbury,MA : Jones & Bartlett

Sadja’ah, E. (2003). Layanan Dan Latihan Artikulasi Bagi Anak Tunarungu.Bandung: San Grafika


(31)

62

Sadja’ah, E. (1995). Bina Persepsi, Bunyi Dan Irama. Bandung : San Grafika

Soemantri, S (2006), Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung : PT. Refika Aditama

Somad,P. dan Hernawati, T. (1995). Ortopedagogik Anak Tunrungu. Proyek Pendidikan Tenaga Guru, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Departemen Pendidikan Tinggi.

Sudjana,N. (2005). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung :Sinar Baru Algensindo

Sugiyono.(2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sunanto, J. (2006). Penelitian dengan Subjek Tunggal.Bandung : UPI Press

Susetyo,B.(2011). Menyusun Hasil Tes Belajar. Bandung : PT Refika Aditama

Susetyo,B.(2010). Statistika Untuk Analisis Data Penelitian. Bandung : PT Refika Aditama

Tarigan, H. (2009). Psikolinguistik. Bandung :Angkasa www://panduanguru.com/,


(1)

Kusdarini, 2014

Penerapan Metode Phonetik Placement untuk Meningkatkan Kemampuan Mengucap Konsonan Bilabial/M/ pada Anak Tunarungu

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Desain SSR ini menggunakan tipe grafik garis yang sederhana (Type Simple Line Graph). Ada beberapa komponen penting dalam grafik ini, antara lain :

1. Absis adalah sumbu X merupakan sumbu mendatar yang menunjukkan satuan untuk waktu (misalnya; sesi, hari, dan tanggal)

2. Ordinat adalah sumbu Y merupakan sumbu vertikal yang menunjukkan satuan untuk variabel terikat atau perilaku sasaran (misalnya; persen, frekuensi, dan durasi).

3. Titik Awal merupakan pertemuan antara sumbu X dengan sumbu Y sebagai titik awal skala

4. Skala adalah garis-garis pendek pada sumbu X dan sumbu Y yang menunjukkan ukuran (misalnya; 0%, 25%, 50%, dan 70%).

5. Label Kondisi yaitu keterangan yang menggambarkan kondisi eksperimen, misalnya baseline atau intervensi.

6. Garis Perubahan Kondisi adalah garis vertikal yang menunjukkan adanya perubahan dari kondisi ke kondisi lainnya, biasanya dalam bentuk garis putus-putus.

7. Judul grafik yaitu judul yang mengarahkan perhatian pembaca agar segera diketahui hubungan antara variabel bebas dan terikat.

Adapun langkah-langkah yang digunakan untuk menganalisis data adalah :

1. Memberikan skor hasil pengukuran pada fase baseline 1(A-1) di setiap sesi

2. Memberikan skor hasil pengukuran pada fase intervensi (B) di setiap sesi 3. Memberikan skor hasil pengukuran pada fase baseline 2 (A-2) di setiap

sesi

4. Membuat tabel perhitungan skor-skor pada fase baseline kesatu, intervensi dan baseline kedua

5. Menjumlah semua skor yang diperoleh pada fase baseline kesatu, intervensi dan baseline kedua


(2)

37

Kusdarini, 2014

Penerapan Metode Phonetik Placement untuk Meningkatkan Kemampuan Mengucap Konsonan Bilabial/M/ pada Anak Tunarungu

6. Membandingkan hasil skor di fase baseline kesatu, intervensi dan baseline kedua

7. Membuat analisis dalam bentuk grafik sehingga dapat diketahui dengan jelas peningkatan kemampuan dalam mengucap konsonan bilabial /m/.


(3)

60 Kusdarini, 2014

Penerapan Metode Phonetik Placement untuk Meningkatkan Kemampuan Mengucap Konsonan Bilabial/M/ pada Anak Tunarungu

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan kesatu, kemampuan gerak organ bicara IR lebih optimal, dan pemilihan metode pembelajaran artikulasi dengan phonetik placement sesuai dengan permasalahan IR. Kedua, IR siswa di SLB Risantya terjadi perbaikan dalam mengucap konsonan bilabial /m/ setelah diberikan pembelajaran artikulasi dengan metode phonetik placement. Ketiga, adanya peningkatan kemampuan mengucap kata yang terdapat konsonan bilabial /m/ di awal, di tengah, dan di akhir kata.

Dengan demikian rumusan masalah penelitian terjawab bahwa penerapan metode phonetik placement dapat meningkatkan kemampuan mengucap konsonan bilabial /m/ di awal, di tengah dan di akhir kata pada IR siswa tunarungu di SLB Risantya.

B.Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian di atas, peneliti memberikan rekomendasi sebagai berikut :

1. Bagi Guru

Melihat pada keberhasilan penelitian yang dilakukan dengan penerapan metode phonetik placement untuk meningkatkan kemampuan mengucap konsonan bilabial /m/ pada subjek (IR), maka peneliti menyarankan metode phonetik placement, yang penerapannya menggunakan media visual berupa cermin dapat dijadikan alternatif dalam pembelajaran artikulasi konsonan yang lain.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti menyadari keterbatasan kemampuan dari peneliti dan informasi yang diperoleh dari hasil penelitian, oleh karena itu untuk peneliti selanjutnya agar dapat meneliti lebih jauh tentang metode phonetik


(4)

61

Kusdarini, 2014

Penerapan Metode Phonetik Placement untuk Meningkatkan Kemampuan Mengucap Konsonan Bilabial/M/ pada Anak Tunarungu

placement dengan media visual yang lain. Melihat hasil penelitian yang sudah dilakukan, maka peneliti merekomendasikan penelitian ini sebagai bahan pertimbangan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan metode phonetik placement dan subjek yang memiliki permasalahan yang sama dengan IR pada permasalahan konsonan yang lain, tentunya dengan desain dan rancangan materi yang berbeda.


(5)

61 Kusdarini, 2014

Penerapan Metode Phonetik Placement untuk Meningkatkan Kemampuan Mengucap Konsonan Bilabial/M/ pada Anak Tunarungu

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Bunawan, L (2000). Penguasaan Bahasa Anak Tunarungu. Jakarta: Santi Rama.

Curtis,E.Weiss, Mary E Gordon, Herold S. Lilywhite. (1987). Clinica Management of Articulatory and Phonologic Disorder, Second Edition.USA: Williams & Wilkins.

Damayanti, M. (2007). Makalah Bagaimana Perkembangan Kemampuan Seorang Anak Untuk Berbicara Dan Berbahasa. Bandung : Poltekes Al Islam

E- JUPEKHU (Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus) tersedia dalam http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu (diakses 06 Mei 2013)

Hernawati, T. (2008) Buku Artikulasi (online) tidak diterbitkan tersedia dalam Www.UPI.Edu.co.id File direktori UPI.(31 Januari 2013)

Johnson, S.R. (2001) Oral Motor Exercises For Speech Clarity. USA:Talk Tools

Kamus Besar Bahasa Indonesia (Online) tersedia dalam www.kbbi.web .org diakses 25 Januari 2014

Kathiresan,C &Govindasamy,V. (2005). Makalah Facilitating Communication Through Feeding & Interactive Oral Sensory-Motor Techniques.Jakarta: Lazuardi.

Lestari Dwi,R. (2013). Skripsi Pembelajaran Wicara Konsonan Frikatif /S/ Melalui Permainan Tongue Twister Pada Siswa Tunarungu. Tidak diterbitkan : UPI

Paul, Peter .V & Whitelaw (2011). Hearing And Deafnes. Sudbury,MA : Jones & Bartlett

Sadja’ah, E. (2003). Layanan Dan Latihan Artikulasi Bagi Anak Tunarungu.Bandung: San Grafika


(6)

62

Kusdarini, 2014

Penerapan Metode Phonetik Placement untuk Meningkatkan Kemampuan Mengucap Konsonan Bilabial/M/ pada Anak Tunarungu

Sadja’ah, E. (1995). Bina Persepsi, Bunyi Dan Irama. Bandung : San Grafika

Soemantri, S (2006), Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung : PT. Refika Aditama

Somad,P. dan Hernawati, T. (1995). Ortopedagogik Anak Tunrungu. Proyek Pendidikan Tenaga Guru, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Departemen Pendidikan Tinggi.

Sudjana,N. (2005). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung :Sinar Baru Algensindo

Sugiyono.(2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sunanto, J. (2006). Penelitian dengan Subjek Tunggal.Bandung : UPI Press

Susetyo,B.(2011). Menyusun Hasil Tes Belajar. Bandung : PT Refika Aditama

Susetyo,B.(2010). Statistika Untuk Analisis Data Penelitian. Bandung : PT Refika Aditama

Tarigan, H. (2009). Psikolinguistik. Bandung :Angkasa www://panduanguru.com/,